Você está na página 1de 9

Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat)

Laboratorium Fakultas Hukum


Universitas Islam Indonesia
Jl. Taman Siswa No. 158 Yogyakarta Telp 0274 379178 (129)


Upaya-upaya Penyelesaian Sengketa Pajak Di Indonesia
Warta Hukum Edisi: Maret April 2009
Artikel



42
UPAYA-UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DI INDONESIA
Oleh : E. Rial. N, SH
1











ABSTRAKSI
Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib
Pajak atau penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak. Timbulnya
sengketa pajak, adalah setelah suatu putusan atau penetapan yang mewajibkan pembayaran atau
sanksi tertentu telah ditimpakan kepada wajib pajak. Menurut Undang-undang Nomor 14 tahun
2002 Pasal 1 ayat 5 Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara
Wajib Pajak atau penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan
penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Kehadiran
Pengadilan Pajak diharapkan dapat lebih memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum
dibandingkan dengan institusi penyelesaian sengketa pajak sebelumnya

I. PENDAHULUAN
Didirikannya Pengadilan Pajak, seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 14
tahun 2002, menambah nuansa baru dari suatu pengkhususan pengadilan di Indonesia. Saat ini di
Indonesia hanya ada 4 lingkungan peradilan, yaitu Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara,
Peradilan Militer, dan Peradilan Agama. Dengan melihat karakteristik Pengadilan Pajak sekilas
dapat diketahui bahwa pengadilan ini tidak mungkin masuk dalam lingkungan Peradilan Umum
dikarenakan Pengadilan Pajak menyelesaikan sengketa warga negara yang tidak puas dengan
keputusan yang diberikan oleh negara khususnya Kantor Perpajakan baik itu di daerah dan/atau di
pusat, di mana hal ini dapat saja ditafsirkan bahwa keputusan dari kantor perpajakan tersebut
sebagai sebuah keputusan tata usaha negara yang dalam hal ini masuk dalam ranah Peradilan
Tata Usaha Negara.
Penyelesaian permasalahan sengketa dibidang perpajakan telah memiliki sarana dengan
adanya Pengadilan Pajak. Sebelum Pengadilan Pajak berdiri, media yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah sengketa pajak dimulai dari jaman Hindia Belanda telah ada badan
penyelesaian sengketa pajak yang dibentuk dengan Ordonansi 1915 (Staatsblad Nomor 707)
dengan nama Raad van het Beroep voor Belastingzaken (Badan Banding Administrasi Pajak),
yang kemudian diganti dengan Ordonansi 27 J anuari 1927, Staatsblad 1927 Nomor 29 tentang
Peraturan Banding Urusan Pajak (Regeling van het Beroep in Belastingzaken).
2
Selanjutnya badan
tersebut diganti oleh Majelis Pertimbangan Pajak (MPP) dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun
1959 (Lembaran Negara 1959 Nomor 13), yang disebut sebagai peradilan yang sah berdasarkan
undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

1
Penulis adalah Kabid Pendidikan PUSDIKLAT Lab FH UII
2
Rizky Argama, Pengadilan Pajak Di Indonesia: Aturan Dan Pelaksanaannya Sebagai Solusi Sengketa Pajak,
makalah, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hlm. 6-7, Desember 2005.
Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat)
Laboratorium Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia
Jl. Taman Siswa No. 158 Yogyakarta Telp 0274 379178 (129)


Upaya-upaya Penyelesaian Sengketa Pajak Di Indonesia
Warta Hukum Edisi: Maret April 2009
Artikel



43

Seiring berkembangnya aturan mengenai pajak dan semakin meningkatnya potensi
sengketa pajak, MPP dianggap sudah tidak memadai dalam melakukan penyelesaian sengketa
pajak, sehingga pemerintah merasa perlu membentuk lembaga peradilan di bidang perpajakan
yang lebih komprehensif dan dibentuk melalui undang-undang, agar dapat menjamin hak dan
kewajiban pembayar pajak sesuai dengan undang-undang bidang perpajakan serta memberikan
putusan hukum atas sengketa pajak. Putusan lembaga peradilan pajak dapat dijadikan pedoman
dalam melaksanakan undang-undang perpajakan sehingga ketentuan-ketentuan di dalamnya
dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi semua pihak,
3
sehingga dibentuklah
Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP), berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
1997.
Sekali lagi, bahwa ternyata BPSP pada kenyataannya juga belum merupakan badan
peradilan yang berpuncak di Mahkamah Agung sehingga dibutuhkan suatu pengadilan pajak yang
sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman yang berlaku di Indonesia sekaligus mampu
menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pajak. Dengan dasar
pertimbangan tersebut, Pemerintah Republik Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

II. KOMPETENSI ABSOLUT DAN RELATIF PENGADILAN PAJAK
Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang berada dalam lingkungan Peradilan Tata
Usaha Negara, yaitu sebagai badan peradilan administrasi khusus dibidang perpajakan yang
merupakan badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau
penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak. Kekuasaan (kompetensi
Absolut) Pengadilan Pajak diatur dalam Pasal 31, 32, dan 33 Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2002 tentang Pengadilan Pajak, di mana kekuasan (kompetenasi Absolut) tersebut adalah:
1. Pengadilan Pajak merupakan Pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam memeriksa
dan memutus Sengketa Pajak oleh karenanya putusan Pengadilan Pajak tidak dapat
diajukan gugatan ke Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara atau Badan Peradilan
lain, kecuali putusan berupa "tidak dapat diterima" yang menyangkut
kewenangan/kompetensi;
2. Pengadilan pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus Sengketa
Pajak;
3. Pengadilan Pajak dalam hal Banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas
keputusan keberatan kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
4. Pengadilan Pajak dalam hal gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan
penagihan pajak atau keputusan pembetulan atau, keputusan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 dan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku;
5. Pengadilan Pajak mengawasi kuasa hukum yang memberikan bantuan hukum kepada
pihak-pihak yang bersengketa dalam sidang-sidang Pengadilan Pajak;
6. Pengadilan Pajak dapat memanggil atau meminta data atau keterangan yang berkaitan
dengan Sengketa Pajak dari pihak ketiga sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Sedangkan untuk kompetensi relatif yang menyangkut kewenangan mengadili suatu lembaga
pengadilan terhadap kewenangan mengadili pengadilan dari lingkungan peradilan yang sama
dengan wilayah hukum yang berbeda, maka kompetensi Pengadilan Pajak di atur dalam Pasal 3

3
Ibid., hlm. 8.
Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat)
Laboratorium Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia
Jl. Taman Siswa No. 158 Yogyakarta Telp 0274 379178 (129)


Upaya-upaya Penyelesaian Sengketa Pajak Di Indonesia
Warta Hukum Edisi: Maret April 2009
Artikel



44

dan Pasal 4
4
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Dari Pasal 3
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak diketahui bahwa kedudukan
Pengadilan Pajak adalah di ibukota negara, maka Pengadilan Pajak hanya ada di ibukota J akarta.
Oleh karena karakteristiknya yang unik, maka sifat Pengadilan Pajak adalah tidak harus in persona
(para pihak harus dihadirkan). Dalam Pengadilan Pajak yang diperiksa hanyalah dokumen, yaitu
berupa laporan keuangan, rekening bank, data transaksi, mengenai omzet, dan sebagainya.
5
Kedudukan Pengadilan Pajak yang hanya bertempat di J akarta tidak menjadi penghalang bagi
para wajib pajak dan fiskus yang berdomisili di luar J akarta dan luar Pulau J awa untuk dapat
menyelesaikan sengketa pajak masing-masing. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 4 (1) UU
Nomor 14 Tahun 2002 yang berbunyi, Sidang Pengadilan Pajak dilakukan di tempat
kedudukannya dan apabila perlu dapat dilakukan di tempat lain.
Pada hakikatnya tempat sidang Pengadilan Pajak dilakukan di tempat kedudukannya.
Namun, dengan pertimbangan untuk memperlancar dan mempercepat penanganan Sengketa
Pajak, tempat sidang dapat dilakukan di tempat lain. Hal ini sesuai dengan prinsip penyelesaian
perkara yang dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.
6
III. UPAYA-UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA DI BIDANG PAJAK

A. UPAYA KEBERATAN
Keberatan adalah dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak (WP) merasa kurang/tidak puas atas suatu
ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga.
Dalam hal ini WP dapat mengajukan keberatan.Upaya keberatan merupakan upaya hukum yang
diajukan oleh wajib pajak atau penanggung pajak sebagai akibat dari adanya perbedaan penafsiran
dan pendirian mengenai ketentuan hukum di bidang pajak terhadap suatu kasus tertentu. Hal ini
terjadi :
1. Antara wajib pajak atau penanggung pajak dan Dirjen Pajak dan jajarannya atas
Penetapan utang pajak untuk jenis pajak pusat yang pengelolaannya menjadi
kewenangan Direktorat J enderal Pajak;
2. Antara wajib pajak dan Kepala Daerah/Kepala Dinas Pendapatan Daerah di daerah (baik
provinsi maupun kabupaten/kota) atas penetapan besarnya utang pajak untuk pajak
daerah;
3. antara wajib pajak dan Direktur J enderal Bea Cukai dan jajarannya atas penetapan bea
masuk, cukai, dan sanksi administrasinya.
7

Di dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 28
Tahun 2007, diatur beberapa ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai keberatan yaitu :
1. Keberatan atas Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Atas Barang dan J asa
(Pasal 25 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ).
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas suatu :
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
e. Pemotongan atau Pemungutan oleh pihak ketiga.
2. Keberatan atas Pajak Bumi dan Bangunan

4
Y. Sri Pudyatmoko, Pengadilan dan Penyelesaian Sengketa di Bidang Pajak, PT Gramedia Pustaka Utama
J akarta, 2005, hlm 73-74.
5
Rizky Argama, Op.Cit., hlm 13-14.
6
Penjelasan Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
7
Y. Sri Pudyatmoko, Pengadilan dan Penyelesaian Sengketa di Bidang Pajak, PT Gramedia Pustaka Utama
J akarta, 2005, hlm 27 28.
Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat)
Laboratorium Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia
Jl. Taman Siswa No. 158 Yogyakarta Telp 0274 379178 (129)


Upaya-upaya Penyelesaian Sengketa Pajak Di Indonesia
Warta Hukum Edisi: Maret April 2009
Artikel



45
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas suatu :
a. Surat Pemberitahuan Pajak terutang (SPPT)
b. Surat ketetapan Pajak (SKP)
3. Keberatan atas Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas suatu :
a. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar
(SKBPHTBKB)
b. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar
Tambahan (SKBPHTBKBT)
c. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan lebih Bayar
(SKBPHTBLB)
d. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Nihil (SKBPHTBN)
4. Keberatan atas Pajak Daerah
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas suatu :
a. Surat Ketetapan Pajak Daerah
b. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar
c. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan
d. Surat Ketetapan Pajak Daearah lebih Bayar
e. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil
Ketentuan yang mengatur tentang keberatan atas surat ketetapan pajak daerah pada
umumnya diatur dalam ketentuan perundangan-undangan mengenai Pajak Daerah
(Peraturan Daerah) yang bersangkutan.
5. Untuk Bea Masuk, keberatan atas tarif dan atau nilai Pabean dan Sanksi Adminsitratif
diatur dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000.

Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas suatu
a. Penetapan tarif atau nilai pabean untuk dasar penghitungan Bea Masuk barang impor
b. Pengenaan sanksi dari Direktur J enderal

6. Untuk Cukai, keberatan atas pengenaan Cukai dan sanksi administrasinya diatur dalam
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007

Ketentuan pengajuan keberatan dari masing-masing keberatan tersebut adalah :
1. Keberatan diajukan secara tertulis (dalam Bahasa Indonesia)
2. Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong
atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dan disertai alasan-
alasan yang jelas.
3. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal
pemotongan atau pemungutan, kecuali apabila wajib pajak dapat menunjukkan bahwa
jangka waktu itu dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. Apabila dalam
suatu ketentuan perundang-undangan perpajakan terdapat ketentuan tersendiri yang
mengatur tentang jangka waktu pengajuan keberatan, maka ketentuan umum jangka waktu
pengajuan keberatan 3 (tiga) bulan tersebut tidak berlaku, yang berlaku adalah yang diatur
secara khusus dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan.
Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan
pajak dan keberatan yang tidak memenuhi syarat, dianggap bukan surat keberatan, sehingga tidak
diproses.


Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat)
Laboratorium Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia
Jl. Taman Siswa No. 158 Yogyakarta Telp 0274 379178 (129)


Upaya-upaya Penyelesaian Sengketa Pajak Di Indonesia
Warta Hukum Edisi: Maret April 2009
Artikel



46

B. UPAYA BANDING

Banding yang diajukan ke Pengadilan Pajak merupakan upaya hukum lanjutan oleh wajib
pajak, di mana upaya banding ini dilakukan terhadap keputusan pejabat yang berwenang yang
berkaitan dengan keputusan atas upaya keberatan. Banding adalah upaya hukum yang dapat
dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan
Banding, berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Objek Banding
adalah sengketa atas keputusan keberatan kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Adapun dasar hukum dari banding ini adalah Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Pasal 27 dan 27A), serta Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002. Selain itu terdapat pengaturan atau dasar hukum mengenai upaya banding
lainnya misalnya dalam Pasal 95 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006
Upaya banding pada pengadilan pajak ini berbeda dengan upaya banding pada pengadilan
umum di mana untuk banding pada Peradilan Umum ini adalah merupakan Pengadilan Tingkat II,
artinya sengketa hukum yang terjadi antara para pihak yang berperkara telah diputus oleh
Pengadilan Tingkat I, dan salah satu pihak atau para pihak yang bersengketa tersebut
menganggap bahwa putusan Pengadilan Tingkat I kurang memuaskan, sehingga mereka
mengajukan permohonan upaya hukum banding ke pengadilan Tingkat II.
8

Pasal 27 ayat (1) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan (UU KUP) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada
Pengadilan Pajak atas Surat Keputusan Keberatan. Dengan demikian, proses pengajuan banding
hanya dapat dilakukan apabila telah melalui proses keberatan.


Syarat-Syarat Banding (Pasal 35 & 36)
9
adalah sebagai berikut :

1. Banding diajukan secara tertulis dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepada
Pengadilan Pajak
2. Banding dapat diajukan oleh wajib pajak, ahli warisnya, seorang pengurus atau kuasa
hukumnya.
3. Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang
dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
4. J angka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang dibanding, tidak
mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar
kekuasaan Pemohon Banding.
5. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.
6. Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dan dicantumkan tanggal
diterima surat keputusan yang dibanding.
7. Pada Surat Banding dilampirkan salinan Keputusan yang dibanding.
8. Dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah Pajak yang terutang, Banding
hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50%
(lima puluh persen).
9. Pemohon banding dapat melengkapi Surat Bandingnya untuk memenuhi ketentuan yang
berlaku, sepanjang masih dalam jangka waktu yang ditetapkan.


8
Y. Sri Pudyatmoko, Op.Cit., hlm. 87.
9
www.pajakonline.com. Lihat juga bahan ajar mata kuliah Praktik Peradilan Pajak, Dosen Bapak Drs. Adi
Poernomo.
Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat)
Laboratorium Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia
Jl. Taman Siswa No. 158 Yogyakarta Telp 0274 379178 (129)


Upaya-upaya Penyelesaian Sengketa Pajak Di Indonesia
Warta Hukum Edisi: Maret April 2009
Artikel



47

Pengajuan sebuah upaya hukum banding oleh wajib pajak atau penanggung pajak
menggunakan bahasa Indonesia. Undang-undang memberikan solusi bagi mereka yang kurang
mempunyai kecakapan dan pemahaman mengenai berbagai hal di bidang pajak, termasuk di
dalamnya kurang mampu berbahasa Indonesia, untuk mencari kuasa hukum yang dapat mewakili
atau mendampinginya. Namun bagaimana jika wajib pajak tidak mempunyai kecakapan beracara
ternyata tidak mampu membayar seseorang yang diberi kuasa untuk mewakili atau mendampingi?
Pengajuan banding mempunyai limit waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya
keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pada prinsipnya pemberian limit waktu untuk memberikan kepastian kepada publik, bahwa jika
waktu pengajuan banding dibatasi 3 (tiga) bulan sejak diterimanya keputusan, dan ternyata setelah
lewat waktu tersebut tidak diajukan banding, maka wajib pajak atau penanggung pajak dapat
menerima isi keputusan yang diterimanya.
10
Ketentuan ini dapat disimpangi jika terjadi di luar
kekuasaan wajib pajak atau penanggung pajak dalam mengajukan upaya banding dengan
membuktikan bahwa wajib pajak atau penanggung pajak tidak memenuhi disebabkan terjadi di luar
kemampuannya sehingga pengajuan upaya banding ini melampaui batas waktu yang telah
ditentukan undang-undang.
Di dalam surat banding ini wajib pajak atau penanggung pajak harus menyertai alasan-
alasan yang jelas seperti layaknya membuat sebuah gugatan (dalam perkara perdata) yang
memuat posita (alasan-alasan hukum) dan petitum (hal yang dimohonkan), dengan dilampirkan
keputusan yang dijadikan obyek sengketa. Banding dapat diajukan oleh Wajib Pajak, ahli warisnya,
seorang pengurus, atau kuasa hukumnya. Para pihak yang bersengketa masing-masing dapat
didampingi atau diwakili oleh satu atau lebih kuasa hukum dengan Surat Kuasa Khusus. Apabila
selama proses banding, Pemohon Banding meninggal dunia, banding dapat dilanjutkan oleh ahli
warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal Pemohon Banding pailit.
Apabila selama proses Banding pemohon Banding melakukan penggabungan, peleburan,
pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan oleh pihak
yang menerima pertanggungjawaban karena penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran
usaha, atau likuidasi dimaksud.
Dalam hal melakukan banding, jangka waktu pelunasan pajak atas jumlah yang belum
dibayar pada saat pengajuan keberatan tertangguh sampai dengan satu bulan sejak tanggal
penerbitan putusan banding. Sementara itu, apabila ternyata permohonan banding kita ditolak atau
dikabulkan sebagian perlu diperhatikan bahwa konsekuensinya adalah kita sebagai Wajib Pajak
akan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% dari jumlah pajak berdasarkan
putusan banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan
keberatan. Putusan Banding akan diambil dalam jangka waktu 12 bulan sejak Surat Banding
diterima (pemeriksaan dengan cara biasa). Putusan Banding ini merupakan keputusan akhir yang
mempunyai kekuatan hukum tetap. Atas putusan pengadilan pajak ini, dapat diajukan Peninjauan
Kembali kepada Mahkamah Agung.
11

C. GUGATAN

Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
menyebutkan bahwa gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak terhadap
pelaksanaan penagihan pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan gugatan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk mengenai Penagihan Pajak diatur Pasal 37
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, di mana gugatan yang diajukan ke Badan Peradilan Pajak

10
Y. Sri Pudyatmoko, Op.Cit., hlm. 89
11
www.wealthindonesia.com/wealth-growth-and-accumulation/prosedur-banding-atas-surat-keputusan-kebe.html
Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat)
Laboratorium Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia
Jl. Taman Siswa No. 158 Yogyakarta Telp 0274 379178 (129)


Upaya-upaya Penyelesaian Sengketa Pajak Di Indonesia
Warta Hukum Edisi: Maret April 2009
Artikel



48

adalah gugatan penanggung pajak terhadap pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan atau Pengumuman Lelang.
12
Berdasarkan Pasal 23 ayat (2) UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), gugatan dapat
dilakukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak kepada badan peradilan pajak, di mana Badan
peradilan pajak yang dimaksud adalah Pengadilan Pajak sesuai dengan Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
Gugatan dilakukan terhadap :
1. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman
Lelang;
2. Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
3. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang
ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 UU KUP; atau
4. Penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam
penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

Wajib pajak atau penanggung pajak dapat mengajukan gugatan baik atas keputusan tentang
penagihan pajak maupun hal lain di bidang pajak sepanjang diperbolehkan oleh peraturan
perundang-undangan perpajakan. Pengajuan gugatan diberikan batas waktu 14 hari, namun
apabila telah lewat dari 14 hari tanpa ada gugatan dari wajib pajak atau penaggung pajak terhadap
penagihan pajak, maka wajib pajak atau penanggung pajak menerima tindakan penagihan
tersebut. J angka waktu tersebut dapat disimpangi, apabila wajib pajak atau penanggung pajak
dapat memberikan alasan yang kuat terhadap limit waktu pengajuan pajak ke Pengadilan Pajak
dikarenakan di luar kemampuan wajib pajak atau penanggung pajak. Sedangkan untuk Gugatan
terhadap Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak, Keputusan yang berkaitan
dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan
Pasal 26 UU KUP, Penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam
penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan diajukan paling lambat 30 hari sejak tanggal diterima
Keputusan yang digugat.
Pihak yang dapat mengajukan gugatan pajak ke Pengadilan Pajak, seperti halnya pada
waktu pengajuan upaya banding, yaitu wajib pajak, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa
hukumnya. Pengajuan gugatan ke Pengadilan Pajak tidak menunda pelaksanaan penagihan atau
kewajiban pajak wajib pajak atau penanggung pajak. Namun wajib pajak atau penanggung pajak
dapat mengajukan permohonan (di mana permohonan tersebut diajukan bersamaan dengan
gugatan) agar pelaksanaan penagihan pajak ditunda selama pemeriksaan sengketa pajak sedang
berjalan sampai ada putusan Pengadilan Pajak. Permohonan penundaan pelaksanaan penagihan
pajak yang diajukan berbarengan dengan gugatan, seharusnya diputuskan terlebih dahulu apakah
diterima atau tidak diterima. Tetapi apabila pemohonan diajukan saat sengketa sudah diproses
tahap pemeriksaan atau sudah hampir putusan maka permohonan penundaan tersebut tidak
diputuskan terlebih dahulu. Permohonan penundaan dapat dikabulkan apabila keadaan mendesak
yang mengakibatkan kepentingan Penggugat dirugikan jika penagihan pajak yang digugat
dilaksanakan.
Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak tidak diatur syarat
formal gugatan, namun tidak ada konsekuensi apapun jika gugatan tidak memenuhi syarat formal
tersebut di dalam Undang-Undang pengadilan Pajak tersebut. Dengan tidak dimuatnya syarat
formal sebuah gugatan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
maka pencari keadilan pada bidang pajak tersebut melalui Pengadilan Pajak dapat memahami
materi (isi) gugatan, yang pada umumnya memuat :

12
Y. Sri Pudyatmoko, Op.Cit., hlm. 92-93.
Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat)
Laboratorium Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia
Jl. Taman Siswa No. 158 Yogyakarta Telp 0274 379178 (129)


Upaya-upaya Penyelesaian Sengketa Pajak Di Indonesia
Warta Hukum Edisi: Maret April 2009
Artikel



49
1. Kompetensi (absolut dan relatif);
2. Identitas para pihak;
3. Posita (Fundamentum Potendi);
4. Petitum (Tuntutan)

D. PENINJAUAN KEMBALI

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang memberikan
kesempatan kepada Wajib Pajak maupun Direktorat J enderal Pajak untuk mengajukan peninjauan
kembali (PK) atas putusan Pengadilan Pajak ke Mahkamah Agung.
Berdasarkan Pasal 77 ayat (3) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan
Pajak diatur bahwa pihak-pihak yang bersengketa baik Wajib Pajak maupun Direktorat J enderal
Pajak dapat mengajukan permohonan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada
Mahkamah Agung. Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas
putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung. Permohonan Peninjauan Kembali hanya
dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak. Permohonan
Peninjauan Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan Putusan Pengadilan
Pajak.
Dalam Pasal 91 J o. Pasal 92 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan
Pajak, permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan :
1. Apabila putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat
pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti
yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu, maka pengajuan permohonan
peninjauan kembali dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak
diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan hakim pengadilan pidana
memperoleh kekuatan hukum tetap.
2. Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan, yang apabila
diketahui pada tahap persidangan di Pengadilan Pajak akan menghasilkan putusan yang
berbeda, maka pengajuan permohonan peninjauan kembali dilakukan dalam jangka waktu
paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak diternukan surat-surat bukti yang hari dan tanggal
ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang
berwenang.
3. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang dituntut,
kecuali yang diputus berdasarkan Pasal 80 ayat (1) huruf b dan huruf c, maka pengajuan
permohonan peninjauan kembali dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan
sejak putusan dikirim.
4. Apabila mengenai suatu bagian dan tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-
sebabnya, maka pengajuan permohonan peninjauan kembali dilakukan dalam jangka
waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim.
5. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, maka pengajuan permohonan peninjauan kembali
dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim.

KESIMPULAN

1. Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi
Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak.
2. Kekuasaan Pengadilan Pajak dalam memeriksa dan memutus sengketa pajak meliputi
sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung Pajak
dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat
diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-
Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat)
Laboratorium Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia
Jl. Taman Siswa No. 158 Yogyakarta Telp 0274 379178 (129)


Upaya-upaya Penyelesaian Sengketa Pajak Di Indonesia
Warta Hukum Edisi: Maret April 2009
Artikel



50
undangan perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-
undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
3. Upaya Penyelesaian sengketa di bidang pajak :
a. Upaya Keberatan
Upaya yang dilakukan wajib pajak terhadap perbedaan penafsiran dan pendirian tentang
ketentuan hukum di bidang pajak terhadap kasus tertentu. Wajib Pajak mempunyai hak
untuk mengajukan keberatan atas suatu ketetapan pajak dengan mengajukan keberatan
secara tertulis kepada Direktur J enderal Pajak paling lambat 3 bulan sejak tanggal surat
ketetapan, dan atas keberatan tersebut Direktur J enderal Pajak akan memberikan
keputusan paling lama dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat keberatan
diterima
b. Upaya Banding
Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung
Pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan Banding, berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Objek Banding adalah sengketa atas
keputusan keberatan kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan
peradilan pajak (Pengadilan Pajak) atas Surat Keputusan Keberatan, sehingga proses
pengajuan banding hanya dapat dilakukan apabila telah melalui proses keberatan.
c. Gugatan
Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak terhadap
pelaksanaan penagihan pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan gugatan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Gugatan yang diajukan ke
Badan Peradilan Pajak adalah gugatan penanggung pajak terhadap pelaksanaan Surat
Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan atau Pengumuman Lelang.
d. Peninjauan Kembali
Permohonan Pengajuan Peninjauan kembali dapat dilakukan oleh wajib pajak dan itu
merupakan upaya hukum luar biasa, dimana untuk dapat mengajukan telah dibatasi apa
yang menjadi alasannya. Permohonan hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada
Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak. Meskipun hal itu tidak dapat
menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak.

Catatan tambahan :

1. Apabila Pasal 35 dan 36 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak didudukkan sebagai ketentuan yang mengatur persyaratan formal pengajuan
banding, maka untuk gugatan juga ada, yaitu Pasal 40 dan 41
2. Dalam BAB III (mengenai Upaya Keberatan, Upaya Banding, Gugatan dan
Peninjauan Kembali), disatu pihak disebut wajib pajak (selaku Pemohon Banding
atau Penggugat), namun dilain pihak hanya disebut Direktur J enderal Pajak (selaku
Terbanding atau Tergugat). Ada baiknya disinggung juga mengenai Pejabat di
bidang perpajakan lainnya seperti Direktur J enderal Bea dan Cukai, Gubernur /
Kepala Dinas Pendapatan Daerah atau lainnya

Você também pode gostar