Você está na página 1de 127

i

LAPORAN INDIVIDU
PRAKTIK KERJA LAPANGAN KEPENDIDIKAN
MACROTEACHING DAN BIMBINGAN KONSELING
DI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH SURAKARTA
Disusun untuk memenuhi tugas Praktik Kerja Lapangan Kependidikan DIV
Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh:
Latifah Safriana
R1113039
PROGRAM STUDI DIV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2014
ii
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN INDIVIDU
PRAKTIK KERJA LAPANGAN KEPENDIDIKAN
MACROTEACHING DAN BIMBINGAN KONSELING
DI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH SURAKARTA
Disusun untuk memenuhi tugas Praktik Kerja Lapangan Kependidikan DIV Bidan
Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh:
Nama : Latifah Safriana
NIM : R1113039
Disahkan pada tanggal : 10 Mei 2014
Dosen Pembimbing
Sri Mulyani, S.Kep, Ns., M.Kes
Dosen Pamong
Niken Musriyati, S.SiT., M.Keb
Ketua Program Studi DIII Kebidanan
STIKES Aisyiyah Surakarta
Niken Musriyati, S.SiT., M.Keb
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT yang telah memberikan karunia dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan individu ini tepat pada
waktunya. Laporan individu ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi tugas
Praktek Kerja Lapangan (PKL) Kependidikan. Pelaksanaan PKL Kependidikan
ini bertujuan agar setiap mahasiswa DIV Bidan Pendidik FK UNS memperoleh
gambaran tentang pelaksanaan bimbingan dan konseling serta praktek mengajar.
Praktek Kerja Lapangan (PKL) Kependidikan dilaksanakan di STIKES Aisyiyah
Surakarta sejak tanggal 21 April 2014 sampai dengan 10 Mei 2014.
Banyak pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan
ini, maka dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan banyak
terima kasih kepada :
1. H. Tri Budi W, dr, Sp.OG (K) selaku Ketua Program Studi D IV Kebidanan
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Sri Mulyani, S.Kep., Ns., M.Kes. selaku Sekretaris Program Studi D IV
Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
sekaligus pembimbing dari institusi.
3. Mulyaningsih, S. Kep, Ns, selaku ketua STIKES Aisyiyah Surakarta yang
telah memberikan ijin untuk melaksanakan PKL Kependidikan di STIKES
Aisyiyah Surakarta.
4. Niken Musriyati, M. Keb, selaku Ketua Program Studi D III Kebidanan
STIKES Aisyiyah Surakarta serta selaku Dosen Pamong yang selalu
membantu penulis demi terlaksananya PKL kependidikan ini.
5. Rina Sri Widayati, M.Kes, selaku Sekretaris Program Studi D III Kebidanan
STIKES Asyiyah Surakarta yang selalu membantu terlaksananya PKL
kependidikan ini
6. Sri Mulyani, S.Kep, Ns., M.Kes, selaku dosen pembimbing di lapangan.
7. Seluruh dosen dan staf serta keluarga besar STIKES Aisyiyah Surakarta yang
membantu terlaksananya PKL kependidikan ini.
iv
Dalam penyusunan laporan ini, kami menyadari sepenuhnya masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik, saran dan koreksi
dari semua pihak. Semoga laporan ini bermanfaat untuk semua pihak.
Surakarta, 10 Mei 2014
Latifah Safriana
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................. ii
KATA PENGANTAR........................................................................... iii
DAFTAR ISI.......................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................... vi
BAB I. PENDAHULUAN................................................................. 1
A. Latar Belakang.................................................................. 1
B. Tujuan............................................................................... 2
C. Manfaat ............................................................................. 1
BAB II. TINJAUAN TEORI.............................................................. 3
A. Pembelajaran .................................................................... 3
1. Pengertian Pembelajaran ............................................ 3
2. Macam Metode Pembelajaran .................................... 3
3. Hasil Belajar Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pembelajaran .............................................................. 10
B. Bimbingan Dan Konseling ............................................... 14
1. Pengertian Bimbingan dan Konseling ........................ 14
2. Tahapan wawancara ................................................... 14
3. Tahapan Trait and Factor............................................ 20
4. Faktor-faktor Penyebab Masalah Belajar ................... 23
5. Bentuk Perilaku Bermasalah ...................................... 24
BAB III. HASIL.................................................................................... 28
A. Pelaksanaan Pembelajaran (Macroteaching).................... 28
B. Pelaksanaan Bimbingan Konseling .................................. 33
BAB IV. PEMBAHASAN.................................................................... 39
A. Permasalahan Pembelajaran (Macroteaching) ................. 39
B. Permasalahan Pembelajaran (Macroteaching) ................. 39
BAB V. PENUTUP ............................................................................. 41
A. Kesimpulan....................................................................... 41
B. Saran ................................................................................. 41
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Planning of Action PKL Kependidikan STIKES Aisyiyah Surakarta
Lampiran 2 Surat Tugas
Lampiran 3 Jadwal Latihan dan Ujian PKL Kependidikan STIKES Aisyiyah
Surakarta
Lampiran 4 Silabus Mata Kuliah Etikolegal dalam Praktik Kebidanan
Lampiran 5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Latihan Mengajar 1
Lampiran 6 Materi Latihan Mengajar 1 dan 2
Kompetensi Dasar :Issu Etik daalam Praktik Kebidanan
Lampiran 7 Hasil Evaluasi Latihan Mengajar 1
Lampiran 8 Daftar Hadir Mahasiswa Latihan Mengajar 1
Lampiran 9 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Latihan Mengajar 2
Lampiran 10 Hasil Evaluasi Latihan Mengajar 2
Lampiran 11 Daftar Hadir Mahasiswa Latihan Mengajar 2
Lampiran 12 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Ujian Mengajar
Lampiran 13 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Latihan Mengajar 3
Lampiran 14 Materi Latihan Mengajar 3 dan Ujian Mengajar
Kompetensi Dasar:Peran dan Fungsi Majelis Pertimbangan Kode
Etik
Lampiran 15 Hasil Evaluasi Latihan Mengajar 3
Lampiran 16 Daftar Hadir Mahasiswa Latihan Mengajar 3
Lampiran 17 Dokumentasi Kegiatan Mengajar
Lampiran 18 Satuan Acara Layanan Bimbingan dan Konseling
Lampiran 19 Materi Bimbingan dan Konseling
Lampiran 20 Resume WawancaraKonseling
Lampiran 21 Jurnal Kegiatan Harian
Lampiran 22 Daftar Hadir Harian
Lampiran 23 Lembar Konsultasi Laporan Individu
Lampiran 24 Jadwal Kuliah
7
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut International Confederation of Midwives (ICM) yang diadopsi
oleh seluruh organisasi bidan di seluruh dunia termasuk Indonesia dan diakui
oleh World Health Organization (WHO) dan Federation of International
Gynecologist Obstetrition (FIGO), definisi bidan adalah seseorang yang telah
mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari
pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan
atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk melakukan praktik bidan.
Untuk mencetak bidan yang profesional diperlukan pendidikan pada
institusi kebidanan yang berkualitas terbaik. Pendidikan bidan yang baik
mencakup segala standar kompetensi bidan yang tertera dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi
Bidan. Lulusan pendidikan bidan sebelum tahun 2000 dan Diploma III
kebidanan, merupakan bidan pelaksana, yang memiliki kompetensi untuk
melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik
perorangan. Sedangkan pendidikan bidan setingkat Diploma IV atau S1
merupakan bidan profesional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan
praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan dan mereka
dapat berperan sebagai pemberi layanan, pengelola, dan pendidik.
Universitas Sebelas Maret Surakarta merupakan salah satu institusi
pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan Diploma IV Bidan
Pendidik yang diharapkan mampu menghasilkan tenaga pengajar yang
memenuhi kualifikasi bagi institusi pendidikan kebidanan. Dalam
pelaksanaannya, untuk menghasilkan lulusan yang mampu mendidik, dan
membimbing, serta memberikn konseling kepada para mahasiswa Diploma III
Kebidanan diperlukan kegiatan kependidikan yang memberikan kesempatan
mahasiswa Diploma IV untuk mengasah kemampuan dalam bentuk yang nyata.
8
Dalam rangka memenuhi kemampuan mahasiswa program Diploma IV
Bidan Pendidik dalam bidang kependidikan, maka mahasiswa melaksanakan
Praktik Kerja Lapangan (PKL) Kependidikan. PKL Kependidikan merupakan
salah satu kegiatan kurikuler yang merupakan kaliminasi dari seluruh program
mata kuliah kependidikan yang telah dihayati dan dijalani oleh mahasiswa
selama di perkuliahan. PKL Kependidikan dapat diartikan sebagai suatu
program yang dalam rangka ajang pelatihan untuk menerapkan berbagai
pengetahuan, sikap, dan ketrampilan dalam rangka pembentukan tenaga
pendidik yang profesional sehingga dapat mendidik mahasiswa Diploma III
kebidanan agar menjadi bidan pelaksana yang profesional.
Pelaksanaan PKL Kependidikan dilakukan di Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan (Stikes) Aisyiyah Surakarta selama 18 hari (3 minggu) yang dimulai
dari tanggal 21 April hingga 10 Mei 2014.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan melaksanakan proses mengajar
(macroteaching) serta bimbingan dan konseling.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa diharapkan mampu memperoleh gambaran tentang
bimbingan dan konseling serta macroteaching di institusi penyelenggara
pendidikan D III Kebidanan, yang meliputi :
a. Melaksanakan dan membuat laporan macroteaching
b. Melaksanakan dan membuat laporan bimbingan dan konseling
c. Merumuskan permasalahan yang didapat
d. Menemukan solusi pemecahan masalah
C. Manfaat Penulisan
Manfaat Penulisan laporan individu ini adalah untuk:
a. Meningkatkan kemampuan hardskill dan softskill sebagai bidan pendidik.
b. Menerapkan ilmu dan pengalaman yang telah didapat di kampus.
c. Memberikan pengalaman untuk pendidikan dan pengajaran selanjutnya.
9
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pembelajaran (Macroteaching)
1. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
2. Macam Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran adalah serangkaian kegiatan pendidik yang
terarah yang menyebabkan peserta didik belajar atau pelaksanaan proses
pengajaran dari awal hingga akhir (Aunurrahman, 2012).
a. Metode Pembelajaran Konvensional
Metode konvensional atau ceramah adalah penerangan dan
penuturan secara lisan oleh pendidik terhadap kelasnya, sedangkan
peranan murid mendengarkan dengan teliti, serta mencatat sesuatu
materi yang penting. Ceramah dapat diartikan secara umum dengan
mengajar sebagai akibat dari pendidik menyampaikan pelajaran
dengan membaca buku dan mendiktekan pelajaran dengan
penggunaan buku (Setyawan, 2011).
Kelemahan metode ceramah adalah mudah menjadi verbaisme
dan yang mempunyai gaya belajar visual menjadi rugi kemudian yang
auditif benar-benar menerimanya. Metode ini dapat menyebabkan
kebosanan jika terlalu sering digunakan oleh pendidik. Metode
ceramah sangat bergantung pada siapa yang menggunakannya, namun
cenderung membuat peserta didik pasif (Djamarah, 2002).
Kelebihan dari metode tersebut adalah pendidik mudah
menguasai kelas, mudah mengoordinasikan tempat duduk, dapat
diikuti oleh sejumlah besar peserta didik, mudah mempersiapkan,
mudah melaksanakan, pendidik mudah menerangkan dengan baik,
lebih ekonomis waktu, memberi kesempatan pendidik untuk
10
menggunakan pengalaman, memberikan pengetahuan dan kearifan,
menggunakan bahan plajaran yang luas, membantu peserta didik
mendengarkan secara akurat, kritis dan penuh perhatian, jika
digunakan dengan tepat maka dapat menstimulasikan dan
meningkatkan keinginan belajar peserta didik, menguatkan bacaan dan
belajar peserta didik (Djamarah, 2002).
b. Metode Pembelajaran Role play
Metode pembelajaran role play adalah suatu cara penguasaan
bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan
penghayatan peserta didik. Pengembangan imajinasi dan penghayatan
itu dilakukan peserta didik dengan memerankannya sebagai tokoh
hidup atau benda mati. Metode ini banyak melibatkan peserta didik
dan membuat peserta didik senang belajar. Pembelajaran dengan role
play merupakan suatu aktivitas yang dramatik. Metode role play
bertujuan mengeksploitasi beberapa masalah yang ditemukan untuk
melengkapi partisipasi dan pengamat dengan pengalaman belajar yang
nantinya dapat meningkatkan pemahaman (Prasetyo, 2001).
Role play menurut Djamarah dan Zain (2002) mempunyai
beberapa kelebihan yaitu melatih peserta didik memahami dan
mengingat isi bahan yang akan diperankan. Peserta didik juga akan
berlatih untuk berinisiatif dan berkreatif saat dituntut mengemukakan
pendapatnya sesuai dengan waktu yang tersedia. Bakat yang terdapat
pada peserta didik juga dapat dipupuk sehingga akan tumbuh bibit
seni drama dari sekolah, kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan
dan dibina, peserta didik memperoleh kebiasaan untuk menerima dan
membagi tanggungjawab dengan sesamanya,serta bahasa lisan peserta
didik dapat dibina menjadi bahasa yang lebih baik agar mudah
dipahami orang lain. Menurut Prasetyo (2011) metode ini dapat
menjamin partisipasi seluruh peserta didik dan memberi kesempatan
yang sama untuk menunjukkan kemampuannya dalam bekerjasama
11
hingga berhasil, dan memberikan pengalaman yang menyenangkan
bagi peserta didik.
Kelemahan metode role play menurut Djamarah (2002) adalah
sebagian anak yang tidak ikut bermainperan menjadi kurang aktif,
banyak memakan waktu, memerlukan tempat yang cukup luas,
kemudian sering kelas lain merasa terganggu oleh suara pemain dan
tepuk tangan penonton atau pengamat.
Menurut Mulyasa (2005) pembelajaran dengan role play terdiri
dari tujuh tahap yaitu pemilihan masalah, pemilihan peran, menyusun
tahap bermain peran, menyiapkan pengamat, tahap pemeranan, diskusi
dan evaluasi serta pengambilan keputusan. Sedangkan menurut Joyce
(2009) terdapat sembilan tahap dalam bermain peran dengan
penambahan bermainperan ulang dan diskusi ulang pada langkah
ketujuh dan kedelapan.
c. Metode Diskusi
Metode pembelajaran diskusi adalah proses pelibatan dua orang
peserta atau lebih untuk berinteraksi saling bertukar pendapat, dan atau
saling mempertahankan pendapat dalam pemecahan masalah sehingga
didapatkan kesepakatan diantara mereka. Pembelajaran yang
menggunakan metode diskusi merupakan pembelajaran yang bersifat
interaktif.
Metode diskusi dapat meningkatkan anak dalam pemahaman
konsep dan keterampilan memecahkan masalah. Tetapi dalam
transformasi pengetahuan, penggunaan metode diskusi hasilnya lambat
dibanding penggunaan ceramah. Sehingga metode ceramah lebih
efektif untuk meningkatkan kuantitas pengetahuan anak dari pada
metode diskusi.
d. Metode Demonstrasi
Demonstrasi sebagai metode pembelajaran adalah saat seorang
guru atau seorang demonstrator (orang luar yang sengaja diminta) atau
seorang siswa memperlihatkan kepada seluruh kelas sesuatau proses.
12
Kelebihan metode demonstrasi adalah perhatian siswa dapat lebih
dipusatkan, proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang
dipelajari, pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih
melekat dalam diri siswa. Metode demonstrasi juga memiliki
kelemahan yaitu siswa kadang kala sukar melihat dengan jelas benda
yang diperagakan, tidak semua benda dapat didemonstrasikan, sukar
dimengerti jika didemonstrasikan oleh pengajar yang kurang
menguasai apa yang didemonstrasikan.
e. Metode Ceramah Plus
Metode Pembelajaran Ceramah Plus adalah metode pengajaran
yang menggunakan lebih dari satu metode, yakni metode ceramah
yang dikombinasikan dengan metode lainnya. Ada tiga macam metode
ceramah plus, diantaranya metode ceramah plus tanya jawab dan
tugas, metode ceramah plus diskusi dan tugas, dan metode ceramah
plus demonstrasi dan latihan (CPDL).
f. Metode Resitasi
Metode pembelajaran resitasi adalah suatu metode pengajaran
dengan mengharuskan siswa membuat resume dengan kalimat sendiri.
Kelebihan metode resitasi adalah pengetahuan yang diperoleh peserta
didik dari hasil belajar sendiri akan dapat diingat lebih lama, dan
peserta didik memiliki peluang untuk meningkatkan keberanian,
inisiatif, bertanggung jawab dan mandiri. Kelemahan metode resitasi
adalah kadang kala peserta didik melakukan penipuan yakni peserta
didik hanya meniru hasil pekerjaan orang lain tanpa mau bersusah
payah mengerjakan sendiri, kadang kala tugas dikerjakan oleh orang
lain tanpa pengawasan, dan sukar memberikan tugas yang memenuhi
perbedaan individual
g. Metode Eksperimental
Metode pembelajaran eksperimental adalah suatu cara pengelolaan
pembelajaran di mana siswa melakukan aktivitas percobaan dengan
mengalami dan membuktikan sendiri suatu yang dipelajarinya. Dalam
13
metode ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau
melakukan sendiri dengan mengikuti suatu proses, mengamati suatu
obyek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri
tentang obyek yang dipelajarinya.
h. Metode Study Tour (Karya wisata)
Metode Study Tour (karya wisata) adalah metode mengajar dengan
mengajak peserta didik mengunjungi suatu objek guna memperluas
pengetahuan dan selanjutnya peserta didik membuat laporan dan
mendiskusikan serta membukukan hasil kunjungan tersebut dengan
didampingi oleh pendidik.
i. Metode Latihan Keterampilan
Metode latihan keterampilan (drill method) adalah suatu metode
mengajar dengan memberikan pelatihan keterampilan secara berulang
kepada peserta didik, dan mengajaknya langsung ketempat latihan
keterampilan untuk melihat proses tujuan, fungsi, kegunaan dan
manfaat sesuatu (misal: membuat tas dari mute). Metode latihan
keterampilan ini bertujuan membentuk kebiasaan atau pola yang
otomatis pada peserta didik.
j. Metode Pengajaran Beregu
Metode pembelajaran beregu adalah suatu metode mengajar
dimana pendidiknya lebih dari satu orang yang masing-masing
mempunyai tugas.Biasanya salah seorang pendidik ditunjuk sebagai
kordinator. Cara pengujiannya, setiap pendidik membuat soal,
kemudian digabung. Jika ujian lisan maka setiap siswa yang diuji
harus langsung berhadapan dengan team pendidik tersebut
k. Peer Teaching Method
Metode Peer Teaching sama juga dengan mengajar sesama
teman, yaitu suatu metode mengajar yang dibantu oleh temannya
sendiri.
14
l. Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving Method)
Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan
hanya sekadar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode
berpikir, sebabdalam problem solving dapat menggunakan metode-
metode lainnya yang dimulaidengan mencari data sampai pada
menarik kesimpulan. Metode problem solving merupakan metode yang
merangsang berfikir dan menggunakan wawasan tanpa melihat
kualitas pendapat yang disampaikan oleh siswa. Seorang guru harus
pandai-pandai merangsang siswanya untuk mencoba mengeluarkan
pendapatnya.
m. Project Method
Project Method adalah metode perancangan adalah suatu metode
mengajar dengan meminta peserta didik merancang suatu proyek yang
akan diteliti sebagai obyek kajian.
n. Teileren Method
Teileren Method yaitu suatu metode mengajar dengan
menggunakan sebagian-sebagian, misalnya ayat per ayat kemudian
disambung lagi dengan ayat lainnya yang tentu saja berkaitan dengan
masalahnya.
o. Metode Global (Ganze Method)
Metode Global yaitu suatu metode mengajar dimana siswa disuruh
membaca keseluruhan materi, kemudian siswa meresume apa yang
dapat mereka serap atau ambil intisari dari materi tersebut.
p. Metode Survey
Metode yang dilakukan dengan mengadakan penelitian suatu
masalah dengan mengumpulkan data-data yang diperlukan dan
langsung terjun kemasyarakat.
q. Metode Infiltrasi
Metode ini disebut juga metode susupan, selipan maksudnya
antipati atau jiwa ajaran tertentu diselipkan atau diselundupkan
kedalam sesuatu. Mata pelajaran pada waktu guru menerangkan
15
pelajaran tersebut misalkan jiwa agama kita selipkan pada waktu
mengajar umum.
r. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah suatu metode dimana guru
menggunakan atau memberi pertanyaan kepada murid dan murid
menjawab, atau sebaliknya murid bertanya pada guru dan guru
menjawab pertanyaan murid itu, metode tanya jawab merupakan cara
penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab
terutama dari guru kepada siswa, tetapi dapat pula dari siswa kepada
guru (Djamarah, 2002). Metode ini dipandang lebih baik dari pada
metode pembelajaran konvensional yaitu metode ceramah. Alasannya
karena metode ini dapat merangsang siswa untuk berfikir dan
berkreativitas dalam proses pembelajaran. Metode Tanya jawab juga
dapat digunakan untuk mengukur atau mengetahui seberapa jauh
materi atau bahan pengajaran yang telah dikuasai oleh siswa.
s. Number Head Together (NHT)
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang
mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam kelompok-
kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran
yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif
adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat
secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar.
Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada
siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk
memecahkan masalah. Kelebihan metode ini adalah setiap siswa
menjadi siap semua, dapat melakukan diskusi dengan sungguh-
sungguh, siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang
pandai. Kelemahan metode ini adalah tidak terlalu cocok untuk jumlah
siswa yang banyak karena membutuhkan waktu yang lama serta tidak
semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.
16
3. Hasil Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Menurut Bloom hasil belajar diklasifikasikan menjadi tiga (3)
ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif adalah
ranah yang berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari
enam aspek yaitu pengetahuan (knowledge), pemahaman
(comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis
(synthesis), dan evaluasi (evaluation). Kemudian ranah afektif adalah
ranah yang berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu
penerimaan (receiving), jawaban atau reaksi (responding), penilaian
(valuing), organisasi (organization), dan pembentukan karakter
(caracterization). Sedangkan pada ranah psikomotorik adalah ranah yang
berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan meliputi
persepsi (perception), kesiapan (set), respon terbimbing (guided
response), gerakan terbiasa (mechanism), gerakan kompleks (complex
overt response),dan adaptasi (adaptation).
Dimensi proses kognitif dikategorikan menjadi enam jenjang
kemampuan, yaitu hafalan atau ingatan (C1) yang meliputi kemampuan
menyatakan kembali fakta, konsep, prinsip, prosedur, nama, tahun, dan
kesimpulan. Kemudian pemahaman (C2) yang meliputi kemampuan
menangkap arti dari informasi yang diterima, menerjemahkan suatu
pernyataan verbal ke dalam rumusan matematis atau sebaliknya,
mengungkapkan suatu konsep atau prinsip dengan kata-kata sendiri.
Yang ketiga adalah penerapan (C3), yang ditunjukkan dengan
kemampuan menggunakan prinsip, aturan, metode yang dipelajarinya
pada situasi baru atau pada situasi konkret. Kemudian analisis (C4)
merupakan kemampuan menguraikan suatu informasi yang dihadapi
menjadi komponen-komponennya sehingga struktur informasi serta
hubungan antar komponen informasi tersebut menjadi jelas. Sintesis (C5)
adalah kemampuan untuk mengintegrasikan bagian-bagian yang terpisah-
pisah menjadi suatu keseluruhan yang terpadu. Dan yang terakhir adalah
evaluasi (C6) yang merupakan kemampuan untuk mempertimbangkan
17
suatu pernyataan, uraian, pekerjaan, berdasarkan kriteria tertentu yang
ditetapkan.
Dalam pelaksanaanya, hasil belajar dapat dipengaruhi oleh faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada di
dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah
faktor yang ada di luar individu (Slameto, 2010).
a. Faktor Internal
Faktor internal terdiri dari faktor fisik dan psikologi. Faktor fisik
meliputi kesehatan dan cacat tubuh, kemudian faktor psikologi terdiri
dari intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kesiapan, dan
kematangan.
Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan
seseorang terganggu, selain itu juga cepat lelah, kurang bersemangat,
mudah pusing, mengantuk, ataupun ada gangguan pada tubuh.
Cacat tubuh juga merupakan sesuatu yang menyebabkan kurang
sempurnanya tubuh. Peserta didik yang cacat, belajarnya akan
terganggu. Pada keadaan tersebut peserta didik harus belajar pada
lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat bantu.
Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari kecakapan untuk
menyesuaikan diri dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif,
mengetahui atau menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara
efektif, serta mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.
Intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar.
Perhatian adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi semata-mata
tertuju pada suatu obyek. Untuk dapat menjamin hasil belajar yang
baik, maka peserta didik harus mempunyai perhatian terhadap materi
yang dipelajarinya. Jika materi tidak menjadi perhatian, maka akan
timbul kebosanan, sehingga peserta didik tersebut tidak menyukai
proses belajar.
Minat merupakan kecenderungan yang tetap untuk
memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Minat besar
18
pengaruhnya terhadap belajar karena bila materi yang dipelajari tidak
sesuai dengan minat peserta didik, peserta didik tidak akan belajar
dengan sebaik-baiknya disebabkan tidak adanya daya tarik bagi
peserta didik.
Bakat menurut Hilgard merupakan kemampuan untuk belajar.
Kemampuan tersebut akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata
sesudah belajar atau berlatih. Jika suatu bahan pelajaran sesuai dengan
bakat peserta didik maka hasil belajar peserta didik akan menjadi lebih
baik, karena peserta didik merasa senang dan rajin belajar.
Motif erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai.
Dalam pencapaian tujuan perlu melakukan perbuatan, dan yang
menyebabkan perbuatan tersebut adalah motif sebagai daya
pendorong. Dalam proses belajar harus diperhatikan segala sesuatu
yang dapat mendorong peserta didik untuk belajar dengan baik atau
mempunyai motif untuk berpikir dan memusatkan perhatian,
merencanakan, dan melaksanakan kegiatan yang menunjang belajar.
Kematangan merupakan fase dalam pertumbuhan seseorang
ditandai dengan alat-alat di tubuh yang siap melakukan kecakapan
baru. Peserta didik yang sudah siap kematangannya belum dapat
melaksanakan kecakapannya sebelum belajar.
Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respon atau bereaksi.
Kesediaan tersebut timbul dari dalam diri seseorang dan berhubungan
dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk
melaksanakan kecakapan. Jika peserta didik sudah terdapat kesiapan
maka hasil belajarnya akan lebih baik.
Kelelahan terdiri dari kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan
jasmani dapat terlihat dari lemahnya tubuh dan timbul kecenderungan
untuk membaringkan tubuh. Kelelahan rohani dapat dilihat dengan
adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk
menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan ini sangat terasa pada bagian
kepala dengan adanya pusing sehingga sulit untuk berkonsentrasi.
19
Agar peserta didik dapat belajar dengan baik sehingga diperoleh hasil
belajar yang terbaik, maka diperlukan suatu kondisi peserta didik yang
bebas dari kelelahan.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal terdiri dari faktor keluarga sekolah, dan
masyarakat. Pada bagian ini hanya dibahas faktor sekolah saja antara
lain metode mengajar dan media pembelajaran.
Cara mengajar serta cara belajar yang tepat, efisien, dan efektif
akan dapat membantu peserta didik dalam memahami bahan
pelajaran. Sebelum melakukan proses belajar mengajar, seorang
pendidik menentukan pendekatan dan metode yang akan digunakan
agar tujuan pembelajaran yang telah disusun dapat tercapai. Pemilihan
suatu pendekatan dan metode tentu harus disesuaikan dengan tujuan
pembelajaran dan sifat materi yang akan menjadi objek pembelajaran
(Slameto, 2010).
Metode mengajar yang kurang baik akan mempengaruhi belajar
peserta didik yang tidak baik pula. Pendidik yang progresif berani
mencoba metode-metode yang baru sehingga dapat membantu
meningkatkan kegiatan belajar mengajar dan meningkatkan motivasi
peerta didik untuk belajar (Slameto, 2010). Dalam penentuan metode
pembelajaran tedapat beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu
tingkat kematangan peserta didik, tujuan dan berbagai jenis serta
fungsinya, situasi dengan berbagai keadaannya, fasilitas dengan
berbagai kualitas serta kuantitasnya (Slameto, 2010) kemudian dapat
dipengaruhi juga oleh pribadi pendidik serta kemampuan profesinya
yang berbeda-beda (Djamarah, 2002).
Media pembelajaran erat kaitannya dengan cara belajar peserta
didik, karena media pembelajaran yang dipakai oleh pendidik pada
waktu mengajar akan dipakai pula oleh peserta didik untuk menerima
bahan yang diajarkan itu. Media mempunyai peranan yang cukup
penting dalam kegiatan belajar mengajar antara lain mengatasi
20
masalah keterbatasan ruang kelas, mengatasi letak geografis, serta
mengatasi gerak benda yang terlalu cepat (Djamarah, 2002).
B. Bimbingan dan Konseling
1. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada
individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu
atau peserta didik tersebut dapat memahami dirinya, sehingga sanggup
mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar dengan
lingkungannya (Hermawan, 2012).
Konseling adalah proses pemberian informasi objektif dan
lengkap, dilakukan secara sistematik dengan paduan keterampilan
komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan
pengetahuan klinik, bertujuan untuk membantu seseorang mengenali
kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi dan menentukan
jalan keluar atau upaya untuk mengatasi masalah tersebut (Saifuddin,
2006).
Bimbingan dan Konseling adalah pelayanan bantuan untuk
peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok, agar mampu
mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bidang pengembangan
kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan belajar, dan
perencanaan karir, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan
pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku.
2. Tahapan Bimbingan Konseling dengan Wawancara
a. Tahap Awal Konseling
Tahap awal konseling disebut dengan tahap identifikasi
masalah. Dalam tahap ini ada sejumlah ketrampilan yang bisa
diterapkan oleh konselor yaitu :
1) Ketrampilan Attending (Attending Skills)
Ketrampilan attending adalah perilaku konselor
menghampiri klien yang diwujudkan dalam bentuk kontak mata
dengan klien, bahasa tubuh, dan bahasa lisan.
21
2) Ketrampilan Mendengarkan
Ketrampilan mendengarkan adalah kemampuan
pembimbing atau konselor menyimak atau memperhatikan
penuturan klien selama proses konseling berlangsung.
3) Ketrampilan Berempati
Empati adalah kemampuan konselor untuk memahami
perasaan, pikiran, keinginan, dan pengalaman klien.
4) Ketrampilan Refleksi
Refleksi adalah ketrampilan pebimbing atau konselor untuk
memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran,
dan pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadap
perilaku verbal dan nonverbalnya.
5) Ketrampilan Eksplorasi
Ketrampilan eksplorasi adalah suatu ketrampilan konselor
untuk menggali perasaan, pikiran, dan pengalamanklien.
Ketrampilan ini penting karena dalam konseling terkadang klien
menyimpan rahasia, menutup diri, dan diam seribu bahasa atau
tidak mampu mengemukakan pendapatnya secara terus terang.
6) Ketrampilan Bertanya
Ketrampilan bertanya adalah suatu kemampuan
pembimbing atau konselor mengajukan pertanyaan-pertanyaan
pada sesi konseling. Ketrampilan ini sangat diperlukan, tanpa
ketrampilan ini pertanyaan yang diajukan konselor mungkin
tidak dipahami klien sehingga ia tidak bisa menjawab.
7) Ketrampilan Mengungkap Pesan Utama
Ketrampilan ini bertujuan untuk mengatakan kembali inti
ungkapan klien. Selain itu juga bertujuan untuk mengatakan
kembali kepada klien bahwa konselor bersama dia dan
memahami apa yang dikatakan klien, mengendapkan apa yang
diungkapkan klien dalam bentuk ringkasan, memberi arah
wawancara konseling, dan mengecek kembali persepsi konselor
tentang apa yang telah dikemukakan oleh klien.
22
8) Ketrampilan Memberikan Dorongan Minimal
Ketrampilan memberikan dorongan minimal adalah
kemampuan konselor memberikan dorongan langsung dan
singkat terhadap apa yang telah dikatakan oleh klien. Tujuannya
adalah menjadikan klien terbuka dan bersedia untuk berbicara
serta dapat mengarahkan agar pembicaraan (wawancara
konseling) mencapai tujuan.
b. Tahap Pertengahan
1. Ketrampilan Menyimpulkan Sementara
Ketrampilan menyimpulkan sementara adalah suatu
kemampuan konselor bersama klien untuk menyampaikan
kemajuan hasil pembicaraan, mempertajam atau memperjelas
fokus wawancara konseling. Tujuannya untuk melihat kemajuan
wawancara konseling pada setiap tahapannya, memberikan
kesempatan kepada klien untuk melakukan kilas balik dari hal-
hal yang telah dibicarakan, menyimpulkan kemajuan hasil
pembicaraan secara bertahap, untuk meningkatkan
kualitasdiskusi, dan mempertajam atau memperjelas fokus pada
wawancara konseling.
2. Ketrampilan Memimpin
Konselor harus memimpin arah pembicaraan sehingga
tujuan konseling dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Memimpinarah pembicaraan bukan berarti konselor
mengarahkan klien ke arah pembicaraan sesuai keinginan
konselor, melainkan lebih banyak mengatur jalannya wawancara
konseling. Keberhasilan konselor memimpin arus lalu lintas
bimbingan dan konseling dipengaruhi oleh tipe kepemimpinan
konselor itu sendiri apakah demokratis, otoritas, dan permisif.
3. Ketrampilan Memfokuskan
Seorang konselor yang efektif harus mampu membuat fokus
melalui perhatiannya yang terseleksi terhadap pembicaraan
23
dengan klien. Ketrampilan ini akan membantu klien memusatkan
perhatiannya pada pokok pembicaraan.
3. Ketrampilan Melakukan Konfrontasi
Konfrontasi merupakan suatu kemampuan konselor
menantang klien untuk melihat adanya diskrepansi atau
inkonsistensi antara perkataan dengan bahasa badan atau
perbuatan, ide awal dengan ide berikutnya, senyum dengan
kepedihan, dan sebagainya. Ketrampilan ini berguna untuk
mendorong klien mengadakan introspeksi diri secara jujur,
meningkatkan potensi klien, membawa klien kepada kesadaran
adanya diskrepansi, konflik dalam dirinya.
4. Ketrampilan Menjernihkan (Clarifying)
Ketrampilan menjernihkan adalah kemampuan konselor
memperjelas ucapan-ucapan klien yang samar-samar, kurang
jelas, dan agak meragukan.
5. Keterampilan Memudahkan (Facilitating)
Suatu keterampilan membuka komunikasi agar klien
dengan mudah berbicara dengan konselor dan menyatakan
perasaan, pikiran, dan pengalamannya secara bebas sehingga
komunikasi dan partisipasi meningkat serta proses konseling
berlangsung efektif.
6. Keterampilan Mengarahkan (Directing)
Merupakan kemampuan konselor mengajak dan
mengarahkan klien untuk berpartisipasi secara penuh dalam
proses konseling. Melalui keterampilan ini, konselor mengajak
klien agar berbuat sesuatu atau mengarahkannya agar berbuat
sesuatu.
7. Keterampilan Memberikan Dorongan Minimal (Minimal
Encouragement)
Merupakan suatu upaya konselor memberikan dorongan
secara langsung dan singkat agar kliennya selalu terlibat dalam
pembicaraan dan dirinya terbuka. Keterampilan ini bertujuan
24
agar klien terus berbicara dan dapat mengarahkan agar
pembicaraan mencapai tujuan. Dorongan minimal dilakukan oleh
konselor apabila klien kelihatan akan mengurangi atau
menghentikan pembicaraan, ketika klien kurang memusatkan
pikirannya pada pembicaraan, dan ketika konselor ragu terhadap
pembicaraan klien.
9) Keterampilan Sailing (Saat Diam)
Dalam proses konseling, diam atau tidak bersuara bisa
menjadi teknik konseling. Keadaan diam akan membantu
konselor untuk mendorong klien untuk berbicara, lebih
memahami dirinya, klien dapat mengikuti ekspresi yang
membawanya berpikir serta mengurangi kecepatan wawancara.
10) Keterampilan Mengambil Inisiatif
Mengambil inisiatif perlu dilakukan oleh konselor apabila
klien kurang bersemangat untuk berbicara, sering diam, dan
kurang partisipatif. Konselor dapat mengucapkan kata-kata yang
mengajak klien untuk berpartisipasi dan berinisiatif dalam
menuntaskan pembicaraan.
11) Keterampilan Memberi Nasihat
Nasihat bisa diberikan kepada klien apabila ia meminta.
Meskipun demikian pemberian nasihat tetap perlu
dipertimbangkan. Hal yang harus dijaga untuk memberi nasihat
adalah tujuan konseling, yaitu kemandirian klien harus tetap
tercapai.
12) Keterampilan Memberi Informasi
Informasi diberikan oleh konselor kepada klien harus hal-
hal yang diketahui konselor. Apabila konselor tidak mengetahui
informasi apa yang dikehendaki klien, konselor secara jujur
harus mengatakan bahwa dirinya tidak mengetahui informasi
tersebut. Sebaliknya, apabila konselor mengetahui, sebaiknya
upayakan agar klien tetap mengusahakannya (klien mencari
sendiri sumber informasi tersebut.
25
13) Keterampilan Menafsirkan atau Interpretasi
Merupakan upaya konselor mengulas pikiran, perasaan, dan
pengalaman klien dengan merujuk kepada teori-teori. Sifat-sifat
subjektif tidak boleh dimasukkan ke dalam interpretasi. Hal ini
bertujuan memberikan pandangan atau perilaku klien agar
mengerti dan berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan
baru tersebut.
c. Tahap Akhir (Action)
1) Keterampilan Menyimpulkan
Keterampilan menyimpulkan merupakan kemampuan
konselor mengambil inti pokok pembicaraan selama proses
konseling berlangsung. Kesimpulan pembicaraan atau
wawancara konseling bisa dilakukan konselor bersama klien.
Dari kesimpulan pembicaraan akan diketahui bagaimana keadaan
perasaan klien, apa rencana selanjutnya, dan pokok-pokok
pembicaraan apa yang akan dibicarakan pada sesi selanjutnya.
2) Keterampilan Merencanakan
Menjelang sesi akhir wawancara konseling, konselor harus
dapat membantu klien untuk dapat membuat rencana berupa
suatu program untuk action, yaitu rencana perbuatan nyata yang
produktif bagi kemajuan klien. Rencana yang baik harus
merupakan hasil kerja sama antara konselor dengan klien.
Dengan demikian, ketrampilan merencanakan adalah
kemampuan konselor merencanakan tindakan nyata yang
produktifbagi kemajuan kliennya.
3) Keterampilan Menilai
Keterampilan menilai atau mengevaluasi berarti
kemampuan konselor menetapkan batas-batas atau ukuran-
ukuran keberhasilan proses konseling yang telah dilaksanakan.
Melalui keterampilan ini, konselor menetapkan sisi mana dari
proses konseling yang telah dicapai dan sisi mana yang belum.
Selain itu juga bisa ditetapkan kendala apa yang menjadi
26
penghambat proses konseling. Selanjutnya berdasarkan hasil
evaluasi ditentukan tindak lanjutnya.
4) Keterampilan Mengakhiri Konseling
Merupakan suatu kemampuan konselor menutup sesi
konseling. Berbagai cara bisa dilakukan oeh konselor untuk
menutup sesi konseling. Penutupan sesi konseling tidak harus
dilakukan secara seragam oleh semua konselor. Masing-masing
konselor tentu memiliki tekinik tersendiri dalam menutup sesi
konseling yang disesuaikan dengan kondisi klien, masalah klien,
dan situasi konseling. Secara umum penutupan sesi konseling
dilakukan oleh konselor dengan melakukan hal- hal seperti
mengatakan bahwa waktu konseling akan berakhir, merangkum
isi pembicaraan, menunjukkan kepada klien tentang pertemuan
yang akan datang, mengajak klien berdiri sambil menunjukkan
isyarat gerak tangan, menunjukkan catatan singkat kepada klien
tentang hasil pembicaraan, dan memberikan tugas tertentu
kepada klien apabila diperlukan.
3. Metode konseling dengan pendekatan trait and factor
Metode konseling dengan pendekatan trait and factor
digolongkan pada kelompok model konseling yang mengutamakan
dimensi kognitif atau rasional dalam perlakuannya terhadap klien.
Model konseling ini menerangkan kesulitan-kesulitan, kelemahan-
kelemahan dan kekuatan-kekuatan yang dimiliki seseorang atau klien
secara intelektual, logis, dan rasional, serta dalam menerapkan teknik-
teknik konseling untuk membantu memecahkan kesulitan klien
dilakukan secara rasional pula (Surya, 2003).
Dasar filsafat model konseling ini adalah personalisme, yang
memandang manusia sebagai makhluk individual yang unik dan
memiliki kemampuan-kemampuan yang dapat dikembangkan hingga
mencapai tingkat yang ekselen (excellent). Sedangkan tujuan
konselingnya adalah membantu individu mencapai tingkat ekselen
27
(excellent) dalam segala aspek kehidupannya, dengan cara membantu
atau memberi kemudahan (to facilitate) proses perkembangan individu
klien tersebut (Surya, 2003).
Menurut Fauzan (2004), tahapan konseling Traits and Factor ini
ada 2, yaitu tahap prakonseling yang terdiri dari langkah kegiatan
analisis, sintesis, diagnosis, dan prognosis, serta tahap konseling yaitu
tahap treatment dan follow up. Secara rinci tahapan proses konseling
trait and factor yaitu sebagai berikut:
1. Analisis (Analysis)
Langkah ini merupakan langkah pengumpulan data atau
informasi tentang diri klien termasuk lingkungannya. Pengumpulan
data yang akurat biasanya dilakukan dengan menggunakan berbagai
metode atau teknik utamanya tes psikologis dan dari berbagai aspek
kepribadian klien. Dengan kata lain, pengumpulan data dilakukan
secara integrative dan komprehensif.
2. Sintesis (Synthesis)
Pada langkah ini, yang dilakukan konselor adalah
mensintesiskan data mana yang relevan dan berguna dan yang tidak,
dengan keluhan atau gejala yang muncul. Dalam membuat sintesis,
konselor memadukan, menyusun, dan merangkum data yang telah
ada untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang keadaan
diri individu klien.
3. Diagnosis (Diagnosis)
Pada langkah ini konselor menetapkan atau merumuskan
kesimpulan tentang masalah klien serta latar belakang atau sebab-
sebabnya.
4. Prognosis (Prognosis)
Pada langkah ini konselor memprediksi tentang kemungkinan
keberhasilan klien dari proses konseling, artinya memprediksi
tentang hasil yang dapat dicapai oleh klien dari kegiatan-kegiatannya
selama konseling, serta merumuskan bentuk bantuan yang sesuai.
28
5. Perlakuan (Treatment) atau konseling
Langkah ini merupakan langkah usaha menerapkan metode
sebab-akibat. Langkah ini merupakan inti dari pelaksanaan
konseling. Usaha-usaha pada langkah ini, yakni:
a. Menciptakan atau meningkatkan hubungan baik antara konselor
dengan klien
b. Menafsirkan data yang telah ada dan mengkomunikasikannya
kepada klien
c. Memberikan saran atau ide kepada klien, atau merencanakan
kegiatan yang dilakukan bersama klien
d. Membantu klien dalam melaksanakan rencana kegiatan
e. Jika perlu, menunjukkan kepada konselor atau ahli lain untuk
memperoleh diagnosis atau koneling dalam masalah yang lain.
6. Tindak lanjut (Follow-Up)
Langkah ini merupakan langkah untuk menentukan apakah
usaha konseling dilakukan itu efektif atau tidak. Usaha-usaha
konseling yang dapat dilakukan pada langkah ini, adalah berusaha
mengetahui:
a. Apakah klien telah melaksanakan rencana-rencana yang telah
dirumuskan atau belum
b. Bagaimana keberhasilan pelaksanaan rencana-rencana itu
c. Perubahan-perubahan apa yang perlu dibuat jika ternyata belum
atau tidak berhasil
d. Melakukan rujukan (referral) jika perlu.
Beberapa teknik pada konseling Traits and Factor yang
dilaksanakan untuk mencapai tujuan konseling menurut Fauzan
(2004), yaitu sebagai berikut:
a. `Memperkuat kesesuaian antara konselor dengan klien (forcing
conformity). Dalam teknik ini konselor senantiasa berusaha
menjaga atau memelihara bahkan memperkuat adanya kesesuaian
antara dirinya dengan klien.
29
b. Mengubah lingkungan klien (changing environment). Dalam
teknik ini konselor menciptakan lingkungan yang kondusif bagi
klien dengan cara mengubah lingkungan klien sedemikian rupa
sehingga klien menjadi lebih cocok dan merasa enjoy berada di
lingkungan tersebut.
c. Memilihkan atau menempatkan klien pada lingkungan yang
sesuai (selecting appropriate environment). Dalam teknik ini
konselor tidak menyarankan klien untuk bertahan di lingkungan
klien yang sekarang, melainkan menyarankan pindah tempat atau
lingkungan yang kondusif.
d. Mendorong klien belajar keterampilan-keterampilan yang
diperlukan (learning needed skills). Dalam teknik ini, konselor
mendorong klien untuk lebih proaktif belajar keterampilan yang
sesuai untuk pemecahan masalahnya maupun keterampilan hidup
lainnya.
e. Mengubah sikap klien (changing attitudes). Dalam teknik ini, atas
pertimbangan yang tepat konselor bukannya mengubah
lingkungan klien ataupun memindahkan klien ke lingkungan yang
lain, melainkan justru mengubah sikap-sikap klien yang tidak
tepat agar terjadi perubahan sedemikian rupa sehingga
selanjutnya klien merasakan kebahagiaan (happiness).
4. Faktor Faktor Penyebab Timbulnya Masalah Dalam Pembelajaran
Meskipun seorang guru atau pendidik tidak mudah menentukan
sebab-sebab terjadi masalah yang sesungguhnya, karena masalah
belajar cenderung sangat kompleks. Pada garis besarnya sebab-sebab
timbulnya masalah belajar pada murid dapat dikelompokkan ke dalam
dua kategori yaitu (Juntika, 2009):
a. Faktor-faktor Internal (faktor - faktor yang berada pada diri murid
itu sendiri), antara lain:
30
1) Gangguan secara fisik, seperti kurang berfungsinya organ-organ
perasaan, alat bicara, gangguan panca indera, cacat tubuh, serta
penyakit menahan ( alergi, asma, dan sebagainya ).
2) Ketidakseimbangan mental ( adanya gangguan dalam fungsi
mental ), seperti menampakkan kurangnya kemampuan mental,
taraf kecerdasannya cenderung kurang.
3) Kelemahan emosional, seperti merasa tidak aman, kurang bisa
menyesuaikan diri (maladjustment), tercekam rasa takut, benci,
dan antipati serta ketidakmatangan emosi.
4) Kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap salah
seperti kurang perhatian dan minat terhadap pelajaran sekolah,
malas dalam belajar, dan sering bolos atau tidak mengikuti
pelajaran.
b. Faktor Eksternal ( faktor-faktor yang timbul dari luar diri individu ),
yaitu berasal dari :
1) Sekolah, antara lain :
1) Sifat kurikulum yang kurang fleksibel
2) Terlalu berat beban belajar (murid) dan atau mengajar (guru)
3) Metode mengajar yang kurang memadai
4) Kurangnya alat dan sumber untuk kegiatan belajar
2) Keluarga (rumah), antara lain :
1) Keluarga tidak utuh atau kurang harmonis.
2) Sikap orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan
anaknya
3) Keadaan ekonomi
5. Bentuk-Bentuk Perilaku Bermasalah
Kesulitan memahami perilaku bermasalah adalah karena perilaku
tersebut tampil dalam perilaku menghindar atau mempertahankan diri.
Dalam psikologi perilaku ini disebut mekanisme mempertahankan diri,
yang disebabkan oleh karena peserta didik menghadapi kecemasan dan
tidak mampu menghadapinya.
31
Bentuk umum dari perilaku mekanisme mempertahankan diri ini
adalah :
a. Rasionalisasi
Mekanisme perilaku rasionalisasi ditunjukkan dalam bentuk
memberikan penjelasan atas perilaku yang dilakukan oleh individu,
penjelasan yang tampak biasanya cukup logis dan rasional tetapi
pada dasarnya apa yang dijelaskan itu bukan merupakan penyebab
nyata karena dengan penjelasan tersebut sebenarnya individu
bermaksud menyembunyikan latar belakang perilakunya.
b. Sikap bermusuhan
Sikap ini tampak dalam perilaku agresif, menyerang, mengganggu,
bersaing, dan mengecam lingkungan.
c. Menghukum Diri Sendiri
Perilaku ini tampak dalam wujud mencela diri sebagai penyebab
utama kesalahan atau kegagalan. Perilaku menghukum diri ini terjadi
karena individu cemas bahwa orang lain tidak akan menyukai dia
sekiranya dia mengkritik orang lain. Orang seperti ini memiliki
kebutuhan untuk diakui dan disukai yang amat kuat.
d. Represi
Penyebab yang sebenarnya dari perilaku mekanisme diri terletak
pada individu. Perilaku represi ditunjukkan dalam bentuk
menyembunyikan dan menekan penyebab yang sebenarnya ke luar
batas kesadaran. Individu berupaya melupakan hal-hal yang
menimbulkan penderitaan hidupnya.
e. Konformitas
Perilaku ini ditunjukkan dalam bentuk menyelamatkan diri dengan
atau terhadap harapan-harapan orang lain. Dengan memenuhi
harapan orang lain, maka dirinya akan terhindar dari kecemasan.
Orang seperti ini memiliki harapan sosial dan ketergantungan yang
tinggi.
32
f. Sinis
Perilaku sinis muncul, dari ketidak berdayaan iidividu untuk berbuat
atau berbicara dalam kelompok. Ketidak berdayaan ini membuat
dirinya khawatir dan penilaian, orang lain terhadap dirinya, dan
perilaku sinis merupakan perilaku menghindar dari penilaian orang
lain. Semua perilaku mekanisme pertahanan diri mempunyai
karakteristik;
1) Menolak, memalsukan, atau mengacaukan kenyataan,
2) Dilakukan tanpa menyadari latar belakang perilaku tersebut. Pola
perilaku ini dipelajari, yang cenderung kepada pengurangan
kecemasan dan bukan memecahkan masalah yang menjadi dasar
penyebab kecemasan itu.
g. Fantasi
Dengan berfantasi pada apa yang mungkin menimpa dirinya,
individu sering merasa mencapai tujuan dan dapat menghindari
dirinya dari peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan, yang
dapat menimbulkan kecemasan dan yang mengakibatkan frustrasi.
Individu yang seringkali melamun terlalu banyak kadang-kadang
menemukan bahwa kreasi lamunannya itu lebih menarik dari pada
kenyataan yang sesungguhnya.
h. Fiksasi
Dalam menghadapi kehidupannya individu dihadapkan pada
suatu situasi menekan yang membuatnya frustrasi dan mengalami
kecemasan, sehingga membuat individu tersebut merasa tidak
sanggup lagi untuk menghadapinya dan membuat perkembangan
normalnya terhenti untuk sementara atau selamanya.
i. Supresi
Supresi merupakan suatu proses pengendalian diri yang terang-
terangan ditujukan menjaga agar impuls-impuls dan dorongan-
dorongan yang ada tetap terjaga (mungkin dengan cara menahan
perasaan itu secara pribadi tetapi mengingkarinya secara umum).
33
Individu sewaktu-waktu mengesampingkan ingatan-ingatan yang
menyakitkan agar dapat menitik beratkan kepada tugas, ia sadar akan
pikiran-pikiran yang ditindas (supresi) tetapi umumnya tidak
menyadari akan dorongan-dorongan atau ingatan yang ditekan
(represi).
6. Upaya Membantu Peserta Didik yang Bermasalah Belajar
Mengatasi perilaku bermasalah dan menggantinya dengan
perilaku yang efektif menghendaki keterampilan khusus dari guru. Ada
beberapa upaya yang dapat dilakukan guru untuk memperoleh
lingkungan belajar yang sehat :
a. Memanfaatkan pengajaran kelas sebagai wahana untuk bimbingan
kelompok. Dalam hai ini guru dapat bekerja sama dengan konselor
sekolah jika di sekolah tersebut telah ada konselor (guru
pembimbing).
b. Memanfaatkan pendekatan-pendekatan kelompok dalam melakukan
bimbingan.
c. Mengadakan konferensi kasus dengan melibatkan para guru dan/
atau orang tua murid. Konferensi kasus ini dimaksudkan untuk
menemukan alternatif pemecahan bagi kasus.
d. Menjadikan segi kesehantan mental sebagai salah satu segi evaluasi.
Evaluasi sekolah seyogyanya tidak hanya menekankan kepada segi
hasil belajar tetapi juga perlu memperhatikan perkembangan
kepribadian peserta didik. Walaupun hasil evaluasi kepribadian itu
tidak dijadikan faktor penentu keberhasilan peserta didik.
e. Memasukkan aspek-aspek hubungan insaniah ke dalam kurikulum
sebagai terpadu dari bahan ajaran yang harus di sajikan guru.
f. Menaruh kepedulian khusus terhadap fakto-faktor psikologis yang
perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan strategi
pembelajaran.
34
BAB III
HASIL
A. Pelaksanaan Proses Mengajar (Macroteaching)
Macroteaching adalah kegiatan praktik mengajar pada mahasiswa
dengan jumlah yang banyak, dalam hal ini macroteaching pengampu
dilaksanakan dengan metode ceramah, tanya jawab, diskusi, belajar mandiri,
dan roleplay. Mata kuliah yang diampu oleh pengampu adalah Etikolegal
dalam Praktik Kebidanan dengan kode Bd. 402 berbobot 2 SKS yang
keseluruhan adalah teori tidak ada kegiatan praktik. Mahasiswa yang
mendapatkan mata kuliah Etikolegal dalam Praktik Kebidanan adalah
mahasiswa semester II baik kelas A maupun kelas B pada STIKES Aisyiyah
Surakarta dengan prasyarat telah lulus semua mata kuliah semester I. Jumlah
pertemuan mata kuliah Etikolegal dalam Praktik Kebidanan adalah sebanyak
14 minggu dalam 1 semester.
Mata kuliah ini bertujuan untuk memberikan kemampuan kepada
mahasiswa untuk mmahami konsep etika, kode etik profesi, dasar hukum, dan
aspek legal serta menerapkan konsep etika, kode etik profesi, dasar hukum,
dan aspek legal tersebut sebagai dasar pengetahuan dalam praktik kebidanan.
Macroteaching dilakukan bersama dosen pengampu mata kuliah
Etikolegal dalam Praktik Kebidanan yaitu ibu Niken Musriyati, S.SiT.,
M.Keb. Dalam pelaksanaan latihan mengajar pengampu diberikan tiga kali
kesempatan dan dalam pelaksanaan ujian mengajar pengampu diberikan satu
kali kesempatan dengan dua kompetensi dasar yang berbeda yaitu issu etik
dalam praktik kebidanan serta peran dan fungsi majelis pertimbangan etik
profesi dengan waktu 100 menit pada setiap latihan atau ujian macroteaching.
Dalam pengaturan jadwal macroteaching, pengampu bekerjasama dengan
penanggungjawab mata kuliah Etikolegal dalam Praktik Kebidanan baik dari
kelas A maupun kelas B.
35
1. Persiapan Mengajar
Persiapan sebelum pelaksanaan macroteaching adalah dengan
membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), materi dari berbagai
sumber pustaka, dan media pembelajaran yang kemudian dikonsulkan
kepada dosen Pamong. Setelah dikonsultasikan dan memperbaiki revisi
RPP, materi, dan media pembelajaran, pengampu siap melaksanakan
macroteaching.
2. Latihan Mengajar Pertama
Latihan mengajar pertama pada hari Senin, tanggal 28 April 2014 di
kelas B semester II jam 14.30-16.10 WIB ruang kelas Khadijah pada mata
kuliah etikolegal dalam praktik kebidanan kompetensi dasar issu etik
dalam praktik kebidanan. Pemberitahuan jadwal dilakukan hari minggu,
dalam keadaan pengampu sedang dalam proses mengkonsultasikan RPP,
materi, dan media pembelajaran kepada dosen pamong, setelah konsultasi
dan disetujui oleh dosen pamong, pengampu melakukan macroteaching
dengan metode ceramah dan tanya jawab, dengan evaluasi pre test dan
post test.
Kegiatan pembelajaran diawali dengan pendahuluan yaitu
mengucapkan salam dan memperkenalkan diri, kemudian melakukan
apersepsi tentang kebiasaan, nilai, norma, moral dan etik dengan
menggunakan media pembelajaran video. Pada awal perkuliahan,
pengampu memberikan soal pre test untuk menguji kemampuan awal
mahasiswa sejumlah 35 soal. Pengampu juga memberikan motivasi kepada
mahasiswa mengenai pentingnya mempelajari materi bahasan Issu Etik
dalam praktik Kebidanan. Penyajian materi menggunakan metode ceramah
dengan media powerpoint, dengan diselingi beberapa pertanyaan dari
mahasiswa. Pada sesi penutup, pengampu memberikan kesimpulan dari
materi yang telah dijelaskan dan melakukan post test untuk mengetahui
kemampuan akhir mahasiswa setelah diberikan perkuliahan.
Pengampu mendapatkan beberapa evaluasi dari dosen pamong
diantaranya penggunaan video yang langsung tertuju pada issu etik dalam
36
praktik kebidanan, ketidaksesuaian beberapa tahapan pelaksanaan
pembelajaran dengan RPP, kemampuan mengendalikan kelas sudah cukup
bagus, namun masih mendengar dan memperhatikan beberapa perkataan
mahasiswa yang tidak terlalu penting untuk ditanggapi, seharusnya hal
tersebut tidak dilakukan oleh pengampu. Masukan terakhir dari
pelaksanaan latihan macroteaching adalah mengenai soal pre test dan post
test yang terlalu banyak dalam waktu yang tidak mencukupi.
3. Latihan Mengajar Kedua
Latihan mengajar yang kedua dilakukan pada hari Selasa, tanggal
29April 2014 di kelas A semester II jam 09.00-10.40 WIB ruang kelas
Fatimah dengan materi Issu Etik dalam Praktik Kebidanan. Pengampu
melakukan macroteaching dengan metode ceramah, tanya jawab, roleplay,
dan diskusi, dengan evaluasi pre test dan post test.
Kegiatan pembelajaran diawali dengan pendahuluan yaitu
mengucapkan salam dan memperkenalkan diri, kemudian melakukan
apersepsi tentang Issu Etik dalam Praktik Kebidanan dengan menggunakan
media video. Pada awal perkuliahan, pengampu memberikan soal pre test
untuk menguji kemampuan awal mahasiswa sejumlah 18 soal. Pengampu
juga memberikan motivasi kepada mahasiswa mengenai pentingnya
mempelajari materi bahasan Issu Etik dalam praktik Kebidanan. Penyajian
materi menggunakan metode ceramah dengan media powerpoint, dengan
diselingi beberapa pertanyaan dari mahasiswa, kemudian dilanjutkan
dengan metode roleplay yang dilakukan dengan membagi kelas menjadi
lima kelompok dengan 5 kasus yang berbeda, selanjutnya mahasiswa
memberi kesimpulan dari berbagai peran yang mereka mengenai issu etik,
issu moral, dilema etik, dilema moral, dan konflik. Pada sesi penutup,
pengampu memberikan kesimpulan dari materi yang telah dijelaskan dan
melakukan post test untuk mengetahui kemampuan akhir mahasiswa
setelah diberikan perkuliahan sebanyak 18 soal.
Pengampu tidak mendapatkan evaluasi dari dosen pamong
dikarenakan dosen pamong sedang terdapat kepentingan yang mendesak
37
sehingga tidak dapat mendampingi pengampu. Dalam hal ini pengampu
merasakan kurang dapat memanajemen waktu dengan baik, karena
kegiatan perkuliahan yang terlambat dimulai karena menunggu beberapa
mahasiswa, sehingga alokasi waktu yang sudah ditetapkan tidak dapat
terealisasi dengan baik.
4. Ujian Mengajar
Pada hari Selasa tanggal 6 Mei 2014 di kelas A semester II jam
09.00-10.40 WIB ruang Aula Utara dengan materi peran dan fungsi
majelis pertimbangan etik.
Pengampu melakukan macroteaching dengan metode ceramah, tanya
jawab, dan diskusi, dengan evaluasi post test. Kegiatan pembelajaran
diawali dengan pendahuluan yaitu mengucapkan salam dan
memperkenalkan diri, kemudian melakukan apersepsi tentang Majelis
Pertimbangan Etik dengan melemparkan pertanyaan kepada mahasiswa.
Pada awal perkuliahan, pengampu memberikan motivasi kepada
mahasiswa mengenai pentingnya mempelajari materi bahasan Peran dan
Fungsi Majelis Pertimbangan Etik. Penyajian materi menggunakan metode
ceramah dengan media powerpoint, dengan diselingi beberapa pertanyaan
dari mahasiswa, kemudian dilanjutkan dengan metode diskusi yang
dilakukan dengan membagi kelas menjadi lima kelompok, selanjutnya
mahasiswa diberikan jawaban pertanyaan sejumlah 19 jawaban tentang
peran dan fungsi majelis pertimbangan etik, kemudian mahasiswa
menyusun jawaban tersebut berdasarkan soal mengenai peran dan fungsi
majelis pertimbangan etik, selanjutnya dikoreksi oleh perwakilan
kelompok lain. Kegiatan tersebut berfungi untuk memberikan kesempatan
bagi para mahasiswa untuk berdiskusi mengenai bahasan tersebut dan
sebagai evaluasi seberapa jauh mahasiswa memahami materi. Pada sesi
penutup, pengampu memberikan informasi mengenai materi yang akan
disampaikan pada pertemuan yang akan datang dan memberikan reward
pada kelompok yang mendapatkan skor tebanyak dari pertanyaan.
38
Pengampu mendapat masukan dari dosen pembimbing mengenai
kesimpulan materi yang telah disampaikan yang belu disampaikan, namun
secara keseluruhan baik. Pengampu merasakan belum dapat mengorganisir
waktu pelaksanaan pembelajaran secara baik karena ada beberapa sesi
yang tidak sesuai dengan alokasi waktu.
5. Latihan Mengajar Ketiga
Latihan mengajar ketiga dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 6 Mei
2014 di kelas B semester II jam 07.00-08.40 WIB di ruang Ustman bin
Affan dengan materi Peran dan Fungsi Majelis Pertimbangan Etik. Latihan
mengajar ketiga dilakukan setelah ujian mengajar selesai dilakukan untuk
mengetahui keberhasilan pelaksanaan mengajar pengampu.
Pengampu melakukan macroteaching dengan metode ceramah, tanya
jawab, dan diskusi, dengan evaluasi post test. Kegiatan pembelajaran
diawali dengan pendahuluan yaitu mengucapkan salam dan
memperkenalkan diri, kemudian melakukan apersepsi tentang Majelis
Pertimbangan Etik dengan melemparkan pertanyaan kepada mahasiswa.
Pada awal perkuliahan, pengampu memberikan motivasi kepada
mahasiswa mengenai pentingnya mempelajari materi bahasan Peran dan
Fungsi Majelis Pertimbangan Etik. Poses pelaksanaan pembelajaraan
silakukan dengan metode diskusi yang dilakukan dengan membagi kelas
menjadi lima kelompok, selanjutnya mahasiswa diberikan pertanyaan
mengenai peran dan fungsi majelis pertimbangan etik meliputi Majelis
Peertimbangan dan Pengawasan Etik Pelayanan Medik, Majelis Dsisiplin
Tenaga Kesehatan, Majelis Pembelaan Anggota dan Majelis Pertimbangan
Etik Bidan, dan Badan Konsil Kebidanan, kemudian masing-masing
kelompok mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas, dan dibuka
pertanyaan untuk kelompok lain. Pengampu memberikan materi yang
belum terpresentasikan oleh kelompok mahasiswa, dan menjawab
pertanyaan yang belum dapat terjawab oleh masing-masing kelompok
mahasiswa. Pada akhir pembelajaran, pengampu memberikan beberapa
pertanyaan untuk mengevaluasi seberapa jauh mahasiswa memahami
39
materi, kemudian pengampu memberikan informasi mengenai materi yang
akan disampaikan pada pertemuan yang akan datang.
Pengampu tidak mendapatkan evaluasi dari dosen pamong
dikarenakan dosen pamong sedang terdapat kepentingan yang mendesak
sehingga tidak dapat mendampingi pengampu. Dalam hal ini pengampu
sudah dapat memanajemen waktu dengan baik sesuai dengan RPP.
B. Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling
1. Identifikasi Mahasiswa
Tanggal : 07 Mei 2014 Pukul : 06.30 WIB
a. Data Pribadi
No.induk / NIM : A2014068
Nama Mahasiswa : Sdri. NL
Tempat/tanggal lahir : Pacitan, 4 September 1995
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa, Indonesia
Status : Belum menikah
Warga Negara : WNI
Golongan Darah : -
Alamat Sekarang : Pacitan, Jawa Timur
Status tempat tinggal : Milik Orang Tua
Biaya studi : Orang Tua
Kerja dan kuliah : Kuliah
No. HP : 087758625607
Pernah kuliah di PTS lain : Tidak pernah
b. Data Pendidikan
Asal sekolah
Tahun masuk STIKES : 2013
Pendidikan non formal : -
Penguasaan bahasa asing : Bahasa Inggris
40
c. Data Keluarga
Orang tua :
Ayah Ibu
Keadaan
Nama
Suku
:
:
:
Masih Hidup
Tn. S
Jawa
Keadaan
Nama
Suku
:
:
:
Masih Hidup
Ny. SM
Jawa
Jumlah saudara kandung : -
Anak ke :
Saudara angkat/tiri : -
d. Data Wali
Nama Wali : -
Alamat Wali : -
Pekerjaan Wali : -
e. Data Lain-lain
Penyakit yang pernah diderita : -
Hobi : Nonton Film dan Kuliner
f. Prestasi Belajar/ IPK : 3,25
2. Analisa Masalah
Tanggal : 7 Mei 2014 Pukul : 05.30 WIB
Masalah yang dihadapi klien adalah mahasiswa dari awal tidak
mempunyai niat dan kemauan untuk masuk di Program Studi Kebidanan,
sekarang sudah mulai semester II dan mahasiswa memutuskan untuk
menjalani tes masuk akademi kepolisian di salah satu daerah di Pulau
Jawa, namun setelah beberapa kali mengikuti tes, mahasiswa gagal.
Mahasiswa mengatakan bahwa sangat disayangkan mahasiswa sudah
mencapai pendidikan di semester II, namun mahasiswa juga menyatakan
bahwa apabila mahasiswa melanjutkan pendidikan, hatinya masih terasa
berat, karena tidak sesuai dengan keinginan. Sampai saat ini mahasiswa
belum terdapat kemauan untuk mengikuti kembali perkuliahan di
Program Studi dan mahasiswa mengeluarkan pendapat akan keluar dari
41
STIKES Aisyiyah Surakarta. Indeks Prestasi mahasiswa juga terbilang
cukup rendah yaitu 3,25 yang mengindikasikan bahwa memang
mahasiswa dari awal tidak berminat untuk memasuki program studi
kebidanan.
3. Proses konseling
Proses konseling dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 7 Mei 2014,
pukul 06.30 WIB.
a. Diagnosa
Berdasarkan analisa masalah dapat didiagnosa kurang motivasi
dan minat dalam pendidikan.
b. Prognosa
Konseli dapat meningkatkan motivasi diri dengan mengingat
usaha yang telah dilakukan orangtuanya selama membiayai kuliah dan
mengingat kesempatan yang masih terbuka lebar untuk menjadi profesi
lain dengan melanjutkan pendidikan kebidanan terlebih dahulu. Konseli
juga dapat meningkatkan motivasi belajarnya.
c. Treatment
1) Perencanaan
a) Berikan layanan bimbingan dan konseling mengenai cara
meningkatkan percaya diri dengan berfikir positif bahwa dia
harus yakin dengan kemampuannya sendiri.
b) Dengarkan dan perhatikan keluhan yang diceritakan oleh konseli.
c) Ungkapkan kembali dan simpulkan apa yang dialami konseli.
d) Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi minat dan motivasi
dirinya.
e) Beri masukan dan motivasi agar yakin atas kemampuan yang
dimilikinya.
f) Beri masukan untuk tetap semangat dan giat dalam belajar
g) Beri masukan pada konseli tentang cara menumbuhkan sikap
positif dan motivasi dalam diri klien.
42
h) Diskusikan dengan konseli tentang masa depan dan bagaimana
pencapaiannya.
i) Tanamkan kepercayaan pada konseli bahwa ia mampu mengatasi
permasalahannya sesuai dengan kemampuan dirinya.
2) Pelaksanaan
a) Memberikan layanan bimbingan dan konseling secara individu
dengan cara mengajak konseli untuk mengidentifikasi
permasalahannya dan faktor yang menyebabkan timbulnya
masalah pada dirinya.
b) Konselor mendengarkan dan memperhatikan keluhan yang
diceritakan oleh konseli.
c) Setelah konseli mengutarakan masalahnya, konselor
mengungkapkan kembali dan menyimpulkan apa yang dialami
konseli dan kemudian membantu konseli untuk mencari solusi
memecahkan permasalahannya.
d) Konselor menjelaskan faktor-faktor yang minat dan motivasi
dirinya.
e) Konselor memberi masukan agar konseli yakin atas kemampuan
yang dimilikinya.
f) Konselor memberi masukan untuk tetap semangat dan lebih giat
dalam belajar.
g) Konselor memberi masukan pada konseli untuk menumbuhkan
rasa percaya diri, motivasi diri, dan cara menumbuhkan minat
h) Mengadakan diskusi dengan konseli tentang masa depan dan
pencapaiannya.
i) Menanamkan kepercayaan pada konseli bahwa ia mampu
mengatasi permasalahannya sesuai dengan kemampuan dirinya.
d. Follow Up
1) Konseli dapat menerima layanan bimbingan dan konseling yang
diberikan.
2) Konseli dapat memahami permasalahannya.
43
3) Konseli mampu memilih alternatif pemecahan masalah yang di
hadapinya.
4) Konseli mampu mengimplementasikan alternatif pemecahan
masalah terhadap permasalahan yang dihadapinya.
5) Konseli sanggup meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi diri.
6) Konseli bersedia akan berusaha untuk semangat dan lebih giat lagi
dalam belajar.
7) Konseli bersedia untuk mengubah sikap negatifnya.
8) Konseli berusaha menumbuhkan percaya diri, sikap positif dan
menghilangkan pikiran negatif akan kemampuannya.
9) Konseli merasa yakin untuk memecahkan masalah yang
dihadapinya.
e. Evaluasi Keefektifan Konseling dan Tindak Lanjut
1) Klien dapat menerima layanan bimbingan dan konseling dengan
tenang.
2) Klien dapat memahami masalahnya.
3) Klien dapat menganalisa bentuk pemecahan masalah yang sesuai
dengan masalahnya
4) Klien dapat melaksanakan alternatif pemecahannya.
f. Pelaksanaan Tindak Lanjut Konseling
Melakukan pendekatan dan memantau perkembangan klien serta
memberikan motivasi agar tetap semangat belajar dan motivasi agar
lebih percaya diri akan kemampuan yang dimilikinya.
g. Kesimpulan Pelaksanaan Dan Hasil Konseling
Dari masalah yang terjadi pada Saudari NL dapat diambil
kesimpulan bahwa yang menyebabkan kurangnya motivasi dan minat di
dalam diri untuk melakukan pendidikan di kebidanan. Hasil konseling
bahwa mahasiswa sudah menambahkan motivasi dan minat dalam
dirinya dengan menyelesaikan pendidikan kebidanan terlebih dahulu
serta mahasiswa bersedia untuk lebih semangat dan giat dalam belajar.
44
Pemberian bimbingan dan konseling yang baik serta pendekatan
yang lebih dalam kepada konseli khususnya dari pembimbing akademik
akan membuat konseli lebih bisa menumbuhkan rasa percaya diri akan
kemampuannya.
45
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Permasalahan Macroteaching
Kegiatan real teaching saat latihan dirasa kurang maksimal karena
microphone yang ada di ruang kelas terkadang hidup dan terkadang mati
sehingga penyaji materi harus berusaha dengan maksimal agar suara saat
penyampaian materi bisa didengar dengan jelas oleh seluruh mahasiswa.
Penyaji menyadari bahwa kendala tersebut disebabkan kurangnya persiapan
yang dilakukan penyaji sebelum memulai perkuliahan. Penyaji materi
sebaiknya harus dapat mengantisipasi kendala tersebut dengan melakukan
persiapan yang lebih matang dalam penyiapan media pembelajaran.
Saat melakukan macroteaching, kegiatan pembelajaran dapat
berjalan dengan baik dan lancar. Kendala-kendala yang ditemukan muncul
diakhir sesi perkuliahan yaitu jam perkuliahan yang berbenturan dengan
mata kuliah lainnya sehingga waktu pelaksanaan perkuliahan tidak sesuai
dengan estimasi waktu pada RPP yang telah dibuat. Meskipun demikian,
seluruh rangkaian kegiatan pembelajaran mulai dari pembukaan, penyajian
dan penutup dapat dilaksanakan.
Dalam pelaksanaan latihan mengajar dosen pamong sering melepas
tangan dikarenakan dosen pamong yang terlalu sibuk, sehingga pangampu
tidak dapat melakukan evaluasi dari proses pembelajaran yang pengampu
lakukan, pengampu hanya dapat mengevaluasi diri pengampu sendiri dan
berdasarkan masukan dari teman yang mengamati serta mahasiswa.
2. Permasalahan Bimbingan dan Konseling
Pada saat awal kegiatan konseling, mahasiswa terlihat tertutup
untuk menjelaskan masalah yang dihadapinya. Namun setelah dilakukan
pendekatan lagi, mahasiswa ternyata sangat kooperatif dan terbuka dengan
masalah-masalah yang dihadapinya sehingga konselor tidak mengalami
kesulitan dalam penggalian data dan masalah konseli.
46
Tidak terdapatnya ruangan khusus untuk konseling sehingga
masalah pribadi mahasiswa tidak dapat terdengar oleh orang lain. Dengan
adanya ruangan khusus untuk bimbingan dan konseling mahasiswa yang
bermasalah akan lebih merasa bebas dalam mengemukakan masalah yang
ada di dalam dirinya dan mahasiswa merasa nyaman.
47
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
D IV Bidan Pendidik adalah program studi yang bertujuan mencetak
dosen-dosen profesional untuk calon bidan. Kegiatan akademik program studi
ini salah satunya melalui Praktik Kerja Lapangan (PKL) Kependidikan di
Institusi Kependidikan, dalam hal ini Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Aisyiyah Surakarta. Kompetensi individu yang ingin dicapai dalam PKL
Kependidikan ini yaitu real teaching serta bimbingan dan konseling.
Pelaksanaan kedua kompetensi ini dibantu oleh dosen pamong yang juga
adalah dosen pengampu mata kuliah yang diberikan saat real teaching dan
Pembimbing Akademik dari mahasiswa yang dilakukan bimbingan dan
konseling.
PKL Kependidikan yang dilaksanakan selama 3 minggu ini dirasa
mengalami sedikit kendala pada pelaksanaan kegiatan real teaching dan
bimbingan konseling. Namun dengan koordinasi yang baik dengan dosen
pamong serta persiapan yang cukup, kendala tersebut mampu ditangani
sehingga kompetensi individu dapat tercapai.
A. Saran
1. Melakukan persiapan yang matang dalam hal media pembelajaran yang
digunakan sehingga penyampaian materi tidak terhambat karena adanya
kendala laptop yang tidak dapat beroperasi dengan baik dan manajemen
waktu untuk mengajar dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana.
2. Dosen pamong dapat meminta dokumentasi video untuk dapat memantau
kegiatan yang dilakukan oleh pengampu sehingga dapat memberikan
masukan atas proses kegiatana yang telah berlangsung dan pengampu dapat
memperbaiki proses pengajaran.
3. Pada saat melakukan pendekatan awal sebaiknya jangan terburu-buru untuk
bertanya tentang masalah yang dihadapi mahasiswa tetapi berusaha
48
mengakrabkan diri terlebih dahulu dan membuat mahasiswa merasa
nyaman.
4. Ruangan yang nyaman dapat diperoleh di luar kampus yaitu di taman atau
di tempat tempat lain yang dirasa lebih nyaman bagi mahasiswa atau
konseli.
49
DAFTAR PUSTAKA
Bertens, 2005. Metode Belajar Untuk Mahasiswa. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka
Utama
Chosiyah, Syamsuri. 2001. Makalah Bimbingan dan Konseling Belajar. Surakarta
: Program Bimbingan dan Konseling FKIP UNS
Fauzan, Lutfi. 2004. Pendekatan-Pendekatan Konseling Individual. Malang :
Elang Mas
Legowo E., Soeharto, Sutarno. 2008. Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru
(PLPG) Bimbingan Konseling. Surakarta : Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13
Oemar Hamalik. 2002. Psikologi Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algensindo
Slamet, 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi. Jakarta.
Rineka Cipta
50
LAMPIRAN
51
Lampiran 1
PLANNING OF ACTION (POA)
PKL PENDIDIKAN STIKES AISYIYAH SURAKARTA
GELOMBANG II KELAS A
NO KEGIATAN
April 2014 Mei 2014
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1. Serah terima mahasiswa dan orientasi mahasiswa
2. Konsultasi dengan dosen pamong
3. Observasi dan wawancara pengumpulan data
administrasi
4. Penyusunan Laporan PKL kelompok dan Individu
5. Konsultasi Laporan PKL Kelompok
6. Latihan Praktik Mengajar
7. Ujian Praktik Mengajar
8. Ujian Bimbingan dan Konseling
9. Seminar Laporan Kelompok dan Penarikan Mahasiswa
10. Konsultasi Revisi Laporan PKL Kelompok dan
Individu
52
Lampiran 2
JADWAL LATIHAN PRAKTIK MENGAJAR
PKL PENDIDIKAN STIKES AISYIYAH SURAKARTA
GELOMBANG II KELAS A
NO. Dosen
Pembimbing
Nama
Mahasiswa
Dosen Pamong Hari/Tanggal Jam Mata Kuliah Kelas/Sem
ester
Tempat/
Ruang
1 Sri Mulyani,
S.Kep. Ns., M.Kes
Latifah
Safriana
Niken Musriyati,
M.Keb
Senin, 28 April
2014
14.30-16.10
WIB
Etikolegal A/
semseter 2
Khadijah
2 Sri Mulyani,
S.Kep. Ns., M.Kes
Lindayani Rina Sri Widayati,
M.Kes
Rabu, 30 April
2013
14.00 WIB Gizi dalam
Kesehatan
Reproduksi
A/
semester 2
Aula
Selatan
3 Sri Mulyani,
S.Kep. Ns., M.Kes
Lusi Yunita
Sari
Sri Handayani,
M.Keb
Rabu, 30 April
2014
14.00-15.40
WIB
ASKEB V A/
Semester 4
Abu Bakar
4 Sri Mulyani,
S.Kep. Ns., M.Kes
Maya Sari Eny Yuliaswati,
M.Keb
Senin, 28 Mei
2014
09.00-09.50
WIB
Promosi
Kesehatan
B/
Semester 2
Aula Utara
5 E. Listyaningsih,
dr., M.Kes
Umi
Khasanah
Kamidah, M.Kes Senin, 28 April
2014
07.00-08.40
WIB
Epidemiologi A/
semester 4
Abu Bakar
6 Ropitasari, S.SiT.,
M.Kes
Nana
Apriliani
Sri Kustiati, M.Keb Senin 28 April
2014
09.00-10.40
WIB
ASKEB IV B/
semester 4
Khodijah
7 Ropitasari, S.SiT.,
M.Kes
Noer Nithda
Yusmi
Winarni S.SiT Jumat, 2 Mei
2014
10.40 11.30
WIB
Askeb patologi Semester 4 Abu Bakar
8 E. Listyaningsih,
dr., M.Kes
Dewi
Nugraheni
Istiqomah R S,
S.ST., M.Kes
29 April 2014 12.30 WIB Mutu pelayanan
dan kebijakan
kesehatan
A/
Semester 2
Aula
Selatan
9 E. Listyaningsih,
dr., M.Kes
Nuriffah sari
zam zam
Tri Ari Hastuti, S.ST 28 April 2014 12.30 WIB Komunikasi
konseling
B/
Semester
Aula Utara
10 Ropitasari, S.SiT.,
M.Kes
Nurul Aziza
Ath T
Rita Wiyanti, S.ST Senin, 28 April
2014
07.00-
08.40WIB
Promosi
Kesehatan
A/
Semester 2
Aula
Selatan
53
Lampiran 3
JADWAL UJIAN PRAKTIK MENGAJAR
PKL PENDIDIKAN STIKES AISYIYAH SURAKARTA GELOMBANG II KELAS A
NO. Dosen
Pembimbing
Mahasiswa Dosen Pamong Hari/
Tanggal
Jam Mata Kuliah Kelas/
Semester
Tempat/
Ruang
1 Sri Mulyani,
S.Kep. Ns., M.Kes
Latifah
Safriana
Niken Musriyati,
M.Keb
Selasa, 6 Mei
2014
09.00-10.40
WIB
Etikolegal B/
semester 2
Ustman
bin Affan
2 Sri Mulyani,
S.Kep. Ns., M.Kes
Lindayani Rina Sri Widayati,
M.Kes
Kamis, 8 Mei
2014
12.30
14.10WIB
Gizi B/
semester 2
Ustman
bin Affan
3 Sri Mulyani,
S.Kep. Ns., M.Kes
Lusi Yunita
Sari
Sri Handayani,
M.Keb
Senin, 5 mei
2014
07.00-08.40
WIB
ASKEB V B/
Semester 4
Mahad
4 Sri Mulyani,
S.Kep. Ns., M.Kes
Maya Sari Eny Yuliaswati,
M.Keb
Senin, 5 Mei
2014
12.30-13.20
WIB
Promosi
Kesehatan
A/
Semester 2
Aula
Utara
5 E. Listyaningsih,
dr., M.Kes
Umi
Khasanah
Kamidah, M.Kes Selasa, 29 Mei
2014
10.40 12.30
WIB
Epidemiologi B/
semester 4
Aisyiyah
6 Ropitasari, S.SiT.,
M.Kes
Nana
Apriliani
Sri Kustiati, M.Keb Senin, 5 Mei
2014
13.00-14.40
WIB
ASKEB
Patologi
A /
Semester 4
Abu Bakar
7 Ropitasari, S.SiT.,
M.Kes
Noer Nitdha
Yusmi
Winarni S.SiT Selasa, 6 mei
2014
07.00-08.40
WIB
Askeb Patologi B/
Semester 4
Mahad
8 E. Listyaningsih,
dr., M.Kes
Dewi
Nugraheni
Istiqomah R S,
S.ST., M.Kes
Rabu, 30 April
2014
12.30-
14.10WIB
Mutu pelayanan
dan kebijakan
kesehatan
B/
Semester 2
Khadijah
9 E. Listyaningsih,
dr., M.Kes
Nuriffah sari
zam zam
Tri Ari Hastuti,
S.ST
Selasa, 29 april
2014
12.30-14.10
WIB
Komunikasi
konseling
A /
semester 2
Aula
Selatan
10 Ropitasari, S.SiT.,
M.Kes
Nurul Aziza
Ath T
Rita Wiyanti, S.ST Selasa, 29
April 2014
07.00-
08.40WIB
Promosi
Kesehatan
B/
Semester 4
Khadijah
54
Lampiran 4
SILABUS
Mata Kuliah Etikolegal dalam Praktik Kebidanan
I. IDENTITAS MATA KULIAH
Institusi : STIKES Aisyiyah Surakarta
Program Studi :DIII Kebidanan
Mata kuliah : Etikolegal dalam Praktik Kebidanan
Semester : II
Beban studi : 2 SKS (T=2; P=0)
Prasyarat : Lulus semua MK semester 1
Jumlah Pertemuan : 14 minggu
Standar kompetensi : Mampu memahami dan menerapkan konsep etika,
kode etik profesi, dasar hukum, dan aspek legal
dalam praktik kebidanan
II. DESKRIPSI MATA KULIAH
Mata kuliah etikolegal dalam praktik kebidanan ini memberikan
kemampuan kepada mahasiswa untuk memahami konsep etika, kode etik
profesi, dasar hukum, dan aspek legal serta menerapkan konsep etika, kode etik
profesi, dasar hukum, dan aspek legal tersebut sebagai dasar pengetahuan
dalam praktik kebidanan.
III. STANDAR KOMPETENSI
Mahasiswa mampu mengidentifikasi isue etik dalam pelayanan kebidanan
IV. KOMPETENSI DASAR
Pengertian, bentuk, contoh, analisis issu etik, dilema etik dan konflik
moral dalam pelayanan kebidanan.
V. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Umum
Memberikan kemampuan untuk mengidentifikasi isue etik dalam
pelayanan kebidanan
55
2. Khusus
a. Mahasiswa mampu mendeskripsikan pengertian dan bentuk issu etik.
b. Mahasiswa mampu meemberi contoh issu etik yang terjadi antara bidan
dengan klien, keluarga, masyarakat, teman sejawat, tim kesehatan
lainnya, serta organisasi profesi lain.
c. Mahasiswa mampu menjelaskan issu etik yang terjadi dalam pelayanan
kebidanan.
d. Mahasiswa mampu menganalisis issu moral dalam kebidanan.
e. Mahasiswa mampu menjelaskan dilema dan konflik moral dalam issu
etik pelayanan kebidanan.
VI. EVALUASI
UTS : 20 %
UAS : 40 %
Tugas Mandiri : 15%
Tugas Terstruktur: 15 %
Kehadiran : 15%
VII.REFERENSI
1. Bertens, K. 2007. Etika. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
2. Bertens, K. 2011. Etika Biomedis. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
3. Campbell et all. 1972. Practical Medical Ethics. Auckland : Oxford
University Press.
4. http://chellious.wordpress.com/2010/11/02/issue-etik-dalam-pelayanan-
kebidanan/
5. http://www.scribd.com/doc/26952303/Issue-Etik-Pelayanan-Kebidanan
6. Jones, S. 2000. Ethics ang Midwifery. New York : Molbes.
7. Jonsen et all. 1985. Clinical Ethics. A Practical Approach to Ethical
Decisions in Clinical Medicine. New York : MacMillan Publishing Co.
8. Marimbi, Hanum.2008. Etika dan Kode Etik Profesi Kebidanan, Mitra
Cendikia Press. Jogjakarta.
56
No. Kompetensi
Dasar
Indikator Pengalaman
belajar
Materi Pokok Alokasi
Waktu
(menit)
Metode Alat/Bahan/
Sumber
Penilaian
Teknik Bentuk
1. mengidentifikasi
isue etik dalam
pelayanan
kebidanan
a. Mahasiswa
mampu
mendeskripsikan
pengertian dan
bentuk issue etik
b. Mahasiswa
mampu
menganalisa issu
moal
c. Mahasiswa dapat
menganalisis
dilema dan
konflik moral
Mengkaji
dan
membahas
dengan
belajar
mandiri,
roleplay
diskusi
kelompok
dan diskusi
kelas
Issu Etik dalam
pelayanan kebidanan
1) Pengertian dan
bentuk Etika
2) Mengungkapkan
issu etik yang
terjadi antara
bidan dengan
klien, keluarga,
masyarakat,
teman sejawat,
tim kesehatan
lainnya, serta
organisasi profesi
lain.
3) Menjelaskan issu
etik yang terjadi
dalam pelayanan
kebidanan.
4) Menganalisis issu
moral dalam
praktik kebidanan
100
menit
Ceramah
Diskusi
Tanya
Jawab
Role play
1. Laptop
2. LCD
3. Microphone
4. Speaker
5. Silabus
6. RPP
7. Hand out
tertulis Pilihan
ganda
57
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Program Studi :DIII Kebidanan
Mata Kuliah : Etikolegal dalam Praktik Kebidanan
Beban studi : 2 SKS
Kelas/Semester : B /II
Pertemuan ke : 9
Kode Mata Kuliah : Bd 402
Beban Studi : 2 SKS (T=2, P=0)
Pengampu MK : Latifah Safriana
A. STANDAR KOMPETENSI
Mahasiswa mampu mengidentifikasi isue etik dalam pelayanan kebidanan
B. KOMPETENSI DASAR
Pengertian, bentuk, contoh, analisis issu etik, dilema etik dan konflik
moral dalam pelayanan kebidanan.
C. INDIKATOR
d. Mahasiswa mampu mendeskripsikan pengertian dan bentuk issue etik
e. Mahasiswa mampu menganalisa issu moal
f. Mahasiswa dapat menganalisis dilema dan konflik moral
D. PERTEMUAN
Minggu ke-IX
58
E. KEGIATAN PEMBELAJARAN
No
Tahap Kegiatan Mengajar
Kegiatan
Mahasiswa
Metode Media dan Alat Sumber
Alokasi
Waktu
1. Pendahuluan a. Mengucapkan salam
b. Memperkenalkan diri
c. Menjelaskan kompetensi yang akan
dicapai :
Mahasiswa mampu mengidentifikasi
isue etik dalam pelayanan kebidanan
d. Menjelaskan tujuan pembelajaran :
1) Mahasiswa mampu
mendeskripsikan pengertian dan
bentuk issu etik
2) Mahasiswa mampu
mengungkapkan issu etik yang
terjadi antara bidan dengan klien,
keluarga, masyarakat, teman
sejawat, tim kesehatan lainnya,
serta organisasi profesi lain.
Menjawab salam
Memperhatikan
Memperhatikan
Memperhatikan
Ceramah
Ceramah
Ceramah
Ceramah
1. Laptop
2. LCD
3. Microphone
4. Speaker
5. Silabus
6. RPP
7. Hand out
8. Soal pre test
10
menit
59
3) Mahasiswa mampu menjelaskan
issu etik yang terjadi dalam
pelayanan kebidanan.
4) Mahasiswa mampu menganalisis
issu moral dalam kebidanan.
e. Apersepsi dengan menanyakan
tentang materi yang akan dibahas
untuk mengukur pengetahuan
mahasiswa
f. Menjelaskan strategi dalam proses
pembelajaran
Memperhatikan
dan menjawab
soal pre test
Memperhatikan
Ceramah
Ceramah
2. Penyajian
a. Ceramah
(40 menit)
b. Role play
a. Menyampaikan materi belajar sesuai
dengan pokok bahasan
5) Pengertian dan bentuk Etika
6) Mengungkapkan issu etik yang
terjadi antara bidan dengan klien,
keluarga, masyarakat, teman
Memperhatikan Ceramah Laptop
LCD
Microphone
Speaker
Silabus
RPP
B1
B2, B5
8
0 menit
60
(2
0 menit)
sejawat, tim kesehatan lainnya,
serta organisasi profesi lain.
7) Menjelaskan issu etik yang
terjadi dalam pelayanan
kebidanan.
8) Menganalisis issu moral dalam
praktik kebidanan
b. Memberikan kesempatan bagi
mahasiswa untuk bertanya
c. Memberikan umpanbalik pertanyaan
d. Memfasilitasi interaksi / diskusi
antara mahasiswa dalam memahami
materi yang telah disampaikan
e. Menciptakan suasana belajar yang
telah disiapkan
f. Memfasilitasi mahasiswa yang
mengalami kesulitan dalam
pembelajaran sesuai materi
Mengaju
kan pertanyaan
Memper
hatikan
Memper
hatikan
Memper
hatikan
Memper
hatikan
C
eramah
C
eramah
C
eramah
C
eramah
C
eramah
Hand out
B2,
B3
B2,
B4
61
3
.
Pen
utup
a. Merangkum atau menyimpulkan
materi pembelajaran
b. Melakukan penilaian terhadap
kecapaian tujuan pembelajaran atau
merefleksikan kegiatan belajar yang
telah dilaksanakan
c. Menyampaikan rencana
pembelajaran yang akan datang
d. Mengucap salam
Memper
hatikan
Menjawa
b pertanyaan post
test
Memper
hatikan
Menjawa
b salam
C
eramah
T
anya
jawab
C
eramah
1. Laptop
2. LCD
3. Microphone
4. Speaker
5. Soal post test
6. 1
0
menit
62
F. Evaluasi
Prosedur : tes pada awal dan akhir pengajaran (pre dan post test)
Jenis : lisan
Bentuk : subjektif
Soal :
G. Buku Referensi
B
1 : Bertens, K. 2007. Etika. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
B
2 : Bertens, K. 2011. Etika Biomedis. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
B
3 : Campbell et all. 1972. Practical Medical Ethics. Auckland :
Oxford University Press.
B
4 :
Jonsen et all. 1985. Clinical Ethics. A Practical Approach to
Ethical Decisions in Clinical Medicine. New York : MacMillan
Publishing Co.
B
5 : Jones, S. 2000. Ethics ang Midwifery. New York : Molbes.
63
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Program Studi :DIII Kebidanan
Mata Kuliah : Etikolegal dalam Praktik Kebidanan
Beban studi : 2 SKS
Kelas/Semester : A /II
Pertemuan ke : 9
Kode Mata Kuliah : Bd 402
Beban Studi : 2 SKS (T=2, P=0)
Pengampu MK : Latifah Safriana
H. STANDAR KOMPETENSI
Mahasiswa mampu mengidentifikasi isue etik dalam pelayanan kebidanan
I. KOMPETENSI DASAR
Pengertian, bentuk, contoh, analisis issu etik, dilema etik dan konflik
moral dalam pelayanan kebidanan.
J. INDIKATOR
g. Mahasiswa mampu mendeskripsikan pengertian dan bentuk issue etik
h. Mahasiswa mampu menganalisa issu moal
i. Mahasiswa dapat menganalisis dilema dan konflik moral
K. PERTEMUAN
Minggu ke-IX
64
L. KEGIATAN PEMBELAJARAN
No
Tahap Kegiatan Mengajar
Kegiatan
Mahasiswa
Metode Media dan Alat Sumber
Alokasi
Waktu
1. Pendahuluan a. Mengucapkan salam
b. Memperkenalkan diri
c. Menjelaskan kompetensi yang
akan dicapai :
Mahasiswa mampu
mengidentifikasi isue etik dalam
pelayanan kebidanan
d. Menjelaskan tujuan
pembelajaran :
1) Mahasiswa mampu
mendeskripsikan pengertian
dan bentuk issu etik
2) Mahasiswa mampu
mengungkapkan issu etik
yang terjadi antara bidan
dengan klien, keluarga,
Menjawab salam
Memperhatikan
Memperhatikan
Memperhatikan
Ceramah
Ceramah
Ceramah
Ceramah
Laptop
LCD
Microphone
Speaker
Silabus
RPP
Hand out
Soal pre test
10 menit
65
masyarakat, teman sejawat,
tim kesehatan lainnya, serta
organisasi profesi lain.
3) Mahasiswa mampu
menjelaskan issu etik yang
terjadi dalam pelayanan
kebidanan.
4) Mahasiswa mampu
menganalisis issu moral
dalam kebidanan.
e. Apersepsi dengan menanyakan
tentang materi yang akan dibahas
untuk mengukur pengetahuan
mahasiswa
f. Menjelaskan strategi dalam
proses pembelajaran
Memperhatikan
dan menjawab
soal pre test
Memperhatikan
Ceramah
Ceramah
2. Penyajian
a. Menyampaikan materi belajar
sesuai dengan pokok bahasan
Memperhatikan Roleplay Laptop
LCD
80 menit
66
9) Pengertian dan bentuk Etika
10) Mengungkapkan issu etik
yang terjadi antara bidan
dengan klien, keluarga,
masyarakat, teman sejawat, tim
kesehatan lainnya, serta
organisasi profesi lain.
11) Menjelaskan issu etik yang
terjadi dalam pelayanan
kebidanan.
12) Menganalisis issu moral
dalam praktik kebidanan
b. Memberikan kesempatan bagi
mahasiswa untuk bertanya
c. Memberikan umpanbalik
pertanyaan
d. Memfasilitasi interaksi / diskusi
antara mahasiswa dalam
memahami materi yang telah
Mengajukan
pertanyaan
Memperhatikan
Memperhatikan
Roleplay
Roleplay
Ceramah
Ceramah
Ceramah
Microphone
Speaker
Silabus
RPP
Hand out
B1
B2, B5
B2, B3
B2, B4
67
disampaikan
e. Menciptakan suasana belajar
yang telah disiapkan
f. Memfasilitasi mahasiswa yang
mengalami kesulitan dalam
pembelajaran sesuai materi
Memperhatikan
Memperhatikan
3. Penutup a. Merangkum atau menyimpulkan
materi pembelajaran
b. Melakukan penilaian terhadap
kecapaian tujuan pembelajaran
atau merefleksikan kegiatan
belajar yang telah dilaksanakan
c. Menyampaikan rencana
pembelajaran yang akan datang
d. Mengucap salam
Memperhatikan
Menjawab
pertanyaan post
test
Memperhatikan
Menjawab salam
Ceramah
Tanya
jawab
Ceramah
Laptop
LCD
Microphone
Speaker
Soal post test
10
menit
68
M. Evaluasi
Prosedur : tes pada awal dan akhir pengajaran (pre dan post test)
Jenis : lisan
Bentuk : subjektif
Soal :
69
N. Buku Referensi
B
1 :
Bertens, K. 2007. Etika. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
B
2 :
Bertens, K. 2011. Etika Biomedis. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
B
3 :
Campbell et all. 1972. Practical Medical Ethics. Auckland :
Oxford University Press.
B
4 :
Jonsen et all. 1985. Clinical Ethics. A Practical Approach to
Ethical Decisions in Clinical Medicine. New York : MacMillan
Publishing Co.
B
5 :
Jones, S. 2000. Ethics ang Midwifery. New York : Molbes.
70
Lampiran 5
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
LATIHAN MENGAJAR 1
Program Studi : DIII Kebidanan
Mata Kuliah : Etikolegal dalam Praktik Kebidanan
Beban studi : 2 SKS
Kelas/Semester : A /II
Pertemuan ke : 9
Kode Mata Kuliah : Bd 402
Beban Studi : 2 SKS (T=2, P=0)
Pengampu MK : Latifah Safriana
O. STANDAR KOMPETENSI
Mahasiswa mampu memahami dan menerapkan konsep etika, kode
etikprofesi, dasar hukum dan aspek legal, isu etik dalam praktik kebidanan
serta dapat memecahkan masalah yang berkaitan dengan etikolegal pelayanan
kebidanan.
P. KOMPETENSI DASAR
Menjelaskan peran dan fungsi majelis pertimbangan kode etik.
Q. INDIKATOR
j. Mahasiswa mampu menjelaskan peran dan fungsi Majelis Pertimbangan
dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis (MP2EPM)
k. Mahasiswa mampu menjelaskan peran dan fungsi Majelis Disiplin Tenaga
Kesehatan
l. Mahasiswa mampu menjelaskan peran dan fungsi Majelis Pertimbangan
Bidan (MPEB)
m. Mahasiswa mampu menjelaskan peran dan fungsi Majelis Peradilan
Profesi atau Majelis Perlindungan Anggota (MPA).
R. PERTEMUAN
Minggu ke-X
71
S. KEGIATAN PEMBELAJARAN
N
o
Tah
ap
Kegiatan Mengajar
Kegiata
n Mahasiswa
M
etode
Media dan
Alat
Su
mber
A
lokasi
Waktu
1
.
Pen
dahuluan
g. Mengucapkan salam
h. Memperkenalkan diri
i. Menjelaskan kompetensi yang akan
dicapai :
Mahasiswa mampu
mengidentifikasi peran dan fungsi
majelis pertimbangan kode etik.
j. Menjelaskan tujuan pembelajaran :
1) Mahasiswa mampu menjelaskan
peran dan fungsi Majelis
Pertimbangan dan Pengawasan
Etika Pelayanan Medis
(MP2EPM)
2) Mahasiswa mampu menjelaskan
peran dan fungsi Majelis Disiplin
Menjaw
ab salam
Memper
hatikan
Memper
hatikan
Memper
hatikan
C
eramah
C
eramah
C
eramah
C
eramah
9. Laptop
10. LCD
11. Microphone
12. Speaker
13. Silabus
14. RPP
15. Hand out
16. Soal pre
test
1
0 menit
72
Tenaga Kesehatan
3) Mahasiswa mampu menjelaskan
peran dan fungsi Majelis
Pertimbangan Bidan (MPEB)
4) Mahasiswa mampu menjelaskan
peran dan fungsi Majelis
Peradilan Profesi atau Majelis
Perlindungan Anggota (MPA).
k. Apersepsi dengan menanyakan
tentang materi yang akan dibahas
untuk mengukur pengetahuan
mahasiswa
l. Menjelaskan strategi dalam proses
pembelajaran
Memper
hatikan dan
menjawab soal
pre test
Memper
hatikan
C
eramah
C
eramah
2
.
Pen
yajian
c. Ceramah
(40 menit)
g. Menyampaikan materi belajar
sesuai dengan pokok bahasan
1) Mahasiswa mampu menjelaskan
peran dan fungsi Majelis
Memper
hatikan
C
eramah
8. Laptop
9. LCD
10. Microphone
11. Speaker
B1
B2
8
0 menit
73
d. Role play
(2
0 menit)
Pertimbangan dan Pengawasan
Etika Pelayanan Medis
(MP2EPM)
2) Mahasiswa mampu menjelaskan
peran dan fungsi Majelis Disiplin
Tenaga Kesehatan
3) Mahasiswa mampu menjelaskan
peran dan fungsi Majelis
Pertimbangan Bidan (MPEB)
4) Mahasiswa mampu menjelaskan
peran dan fungsi Majelis
Peradilan Profesi atau Majelis
Perlindungan Anggota (MPA).
h. Memberikan kesempatan bagi
mahasiswa untuk bertanya
i. Memberikan umpanbalik
pertanyaan
j. Memfasilitasi interaksi / diskusi
antara mahasiswa dalam memahami
Mengaju
kan pertanyaan
Memper
hatikan
Memper
C
eramah
C
eramah
12. Silabus
13. RPP
14. Hand out
, B3
B2
, B3
74
materi yang telah disampaikan
k. Menciptakan suasana belajar yang
telah disiapkan
l. Memfasilitasi mahasiswa yang
mengalami kesulitan dalam
pembelajaran sesuai materi
hatikan
Memper
hatikan
Memper
hatikan
C
eramah
C
eramah
C
eramah
3
.
Pen
utup
e. Merangkum atau menyimpulkan
materi pembelajaran
f. Melakukan penilaian terhadap
kecapaian tujuan pembelajaran
atau merefleksikan kegiatan belajar
yang telah dilaksanakan
g. Menyampaikan rencana
pembelajaran yang akan datang
h. Mengucap salam
Memper
hatikan
Menjaw
ab pertanyaan
post test
Memper
hatikan
C
eramah
G
ames
C
7. Laptop
8. LCD
9. Microphone
10. Speaker
11. Soal post
test
1
0
menit
75
Menjaw
ab salam
eramah
C
eramah
76
T. Evaluasi
Prosedur : tes pada awal dan akhir pengajaran (pre dan post test)
Jenis : lisan
Bentuk : subjektif
Soal :
77
U. Buku Referensi
1. Sofyan, M. 50 tahun Ikatan Bidan Indonesia. 2006. Jakarta: Pengurus
Pusat IBI
2. Wahyunigsih,H P. 2005. Etika Profesi Bidan. EGC: Jakarta
3. Soeiady, Sholeh. 1996. Himpunan Peraturan Kesehatan. Arcan: Jakarta
78
Lampiran 6
Materi Latihan Mengajar 1 dan 2
MATERI ETIKOLEGAL DALAM PRAKTIK KEBIDANAN
ISSUE ETIK YANG TERJADI DALAM PRAKTIK KEBIDANAN
Kata etika, etis, moral tidak hanya terdengar dalam ruang kuliah, namun
sudah membudaya pada masyarakat dengan adanya istilah tersebut dalam media
masa, pidato para pejabat negara, bahkan pada iklan komersial. Fenomena
tersebut menunjukkan bahwa kata-kata etika, etis, dan moral sudah mewarnai
kehidupan masyarakat umum.
Dengan bertambah derasnya arus globalisasi dan munculnya istilah tersebut
secara luas di masyarakat dunia akan semakin mempengaruhi kehidupan sosial
masyarakat dunia, yang kemudian mempengaruhi munculnya penyimpangan etik
sebagai akibat kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang menimbulkan
konflik terhadap nilai. Arus kesejahteraan ini tidak dapat dibendung dan pasti
akan mempengaruhi pelayanan kebidanan.
Profesi yang berada pada bidang yang praktek mandiri seperti bidan akan
menjadi pekerja yang bebas mengontrol dirinya sendiri. Situasi ini akan besar
pengaruhnya terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan etik. Sehingga
dalam perjalanannya, seorang bidan harus mengerti makna dari etik, etika, moral,
dan penerapannya, serta issu-issu yang terkait dalam praktik kebidanan. Bidan
dituntut untuk berperilaku hati-hati dalam setiap tindakannya dalam memberikan
asuhan kebidanan dengan menampilkan perilaku yang etis dan profesional.
A. PENGERTIAN DAN BENTUK ISSU ETIK
1. Issue
Issue adalah suatu berita yang tidak belum tentu benar kerjasamanya,
dimana berita itu bisa benar atau salah, dapat menimbulkan pro dan kontra
terhadap suatu hal, yang masing-masing memiliki argumentasi. Issue
merupakan topik yang menarik untuk di diskusikan, argumentasi yang
79
timbul akan bervariasi dan muncul karena adanya perbedaan nilai-nilai dan
kepercayaan.
2. Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu ethos. Dalam bentuk
tunggal dapat diartikan sebagai akhlak, watak, perasaan, sikap atau cara
berpikir. Dalam bentuk jamak ta etha bermakna adat istiadat. Pada bahasa
Inggris etika berasal dari kata ethic (Bertens, 2007). Etika menurut Kamus
Umum Bahasa Indonesia (2001) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang
buruk dan tentang hak dan kewajiban moral, juga dapat diartikan
kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, nilai mengenai
benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Sedangkan
menurut Bertens (2001) etika adalah nilai dan norma moral yang menjadi
pegangan seseorang atau kelompok.
Etika dapat terdiri dari beberapa bentuk antara lain:
a. Etika deskriptif, yang memberikan gambaran dan ilustrasi tentang
tingkah laku manusia ditinjau dari nilai baik dan buruk serta hal-hal
mana yang boleh dilakukan sesuai dengan norma etis yang dianut oleh
masyarakat.
b. Etika normatif, membahas dan mengkaji ukuran baik buruk tindakan
manusia, yang biasanya dikelompokkan menjadi:
1) Etika umum; yang membahas berbagai hal yang berhubungan
dengan kondisi manusia untuk bertindak etis dalam mengambil
kebijakan berdasarkan teori-teori dan prinsip-prinsip moral.
2) Etika khusus; terdiri dari Etika sosial, Etika individu dan Etika
Terapan.
a) Etika sosial menekankan tanggungjawab sosial dan hubungan
antarsesama manusia dalam aktivitasnya,
b) Etika individu, lebih menekankan pada kewajiban-kewajiban
manusia sebagai pribadi
c) Etika terapan adalah etika yang diterapkan pada profesi
80
c. Metaetika, bergerak pada perilaku etis yang lebih tinggi idaripada
perilaku etis, yaitu pada bahasa yang etis. Pada metaetika lebih
menekankan pada istilah benar dan salah, kebaikan, keadilan, dan
sebagainya (Bertens, 2007).
Pada sebagian orang sering menyamakan antara etika dengan etiket.
Dua kata tersebut memiliki pengertian yang berbeda. Pada bahasa Inggris
etika berasal dari kata ethic, sedangkan etika berasal dari kata etiquette
yang memiliki arti sopan santun.
Adapun faktor-faktor yang melandasi etika adalah nilai, norma,
sosial budaya, religius, dan kebijakan. Nilai mempunyai tiga ciri yaitu
berkaitan dengan subjek, tampil dalam suatu nilai yang praktis, dan
menyangkut pada sifat yang ditambah oleh subjek pada sifat yang dimiliki
oleh objek. Sedangkan norma adalah tolok ukur untuk menilai sesuatu yan
terdiri dari norma kesopanan, norma hukum, dan norma moral yang
merupakan tingkatan norma tertinggi.
Etika berguna untuk memberi arahan bagi perilaku manusia tentang
baik atau buruk, benar atau salah, hak dan kewajiban moral (akhlak), yang
boleh atau yang tidak boleh dilakukan oleh seseorang.
3. Moral
Moral hampir sama maknanya dengan etika. Kata moral berasal dari
bahasa Latin yaitu mors. Moralitas berasal dari bahasa Yunani moralis
yang mempunyai keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik
dan buruk dalam masyarakat dalam kurun waktu tertentu. Dalam hal ini,
pengertian moral hampir sama dengan etika, namun moral mempunyai
makna yang abstrak. Misalnya terdapat contoh kasus bahwasanya seorang
pecandu narkotika adalah seorang yang bermoral bejat, berarti mereka
berpegang pada nilai dan norma yang tidak baik.
Moral merupakan pengetahuan atau keyakian tentang adanya hal
yang baik dan buruk yang mempengaruhi sikap seseorang atau yang
mengatur tingkah laku seseorang. Kesadaran tentang adanya baik buruk
berkembang pada diri seseorang seiring dengan pengaruh lingkungan,
81
pendidikan, sosial budaya, agama, dan lain sebagainya. Hal ini yang
disebut kesadaran moral. Persamaan moral dengan etika adalah sama
dalam hal memberi norma bagi perilaku manusia.
TINGKAT
PERTUMBUHAN
TAHAP
PERTUMBUHAN
PERASAAN
TAHAP PRA MORAL
0-6 tahun
Tahap 0
Perbedaan antara baik dan
buruk belum didasarkan
atas kewibawaan atau
norma-norma
TINGKAT PRA
KONVENSIONAL
Perhatian khusus untuk
akibat perbuatan;
hukuman; ganjaran; motif-
motif lahiriyah dan
partukular
TAHAP 1
Anak berpegang pada
kepatuhadan hukuman.
Takut untuk kekuasaan dan
berusaha meghindarkan
hukuman
TAHAP 2
Anak mendasarkan diri
atas egoisme naif yang
kadang-kadang ditandai
hubungan timbal-balik
Takut pada akibat
negatif dari
perbuatan
TINGKAT
KONVENSIONAL
Perhatian juga untuk
maksud perbuatan;
memenuhi perbuatan,
mempertahankan
ketertiban
TAHAP 3
Orang berpegang pada
keinginan dan persetujuan
dari orang lain
TAHAP 4
Orang berpegang pada
ketertiban moral dengan
aturannya sendiri
Rasa bersalah kepada
orang lain bila tidak
mengikuti tuntunan
lahiriyah
TINGKAT
PASCAKONVENSIONA
L / TINGKAT
BERPRINSIP
Hidup moral adalah
tanggungjawab pribadi atas
dasar prinsip-prinsip batin;
maksud dan akibat-akibat
tidak diabaikan
TAHAP 5
Orang berpegang pada
persetujuan demokratis,
kontrak sosial, konsensus
bebas
TAHAP 6
Orang berpegang pada hati
nurani pribadi, yang
ditandai oleh keniscayaan
dan universalitas
Penyesalan atau
penghukuman diri
karena tidak
mengikuti pengertian
moralnya sendiri
Tabel 1.1. Tahap Perkembangan Moral (Bertens, 2001)
Secara singkat hubungan nilai, norma, moral, dan etika dapat
dijelaskan pada gambar berikut:
82
Gambar 1.1. Hubungan antara Kebiasaan, Nilai, Norma,Moral, dan Etika.
Di dalam di dunia ada kebiasaan, yang kita tidak perlu memaksakan
diri, Kebiasaan itu kita lakukan dan tidak akan pernah berhenti, di awali
dengan bangun tidur.
Nilai melekat pada kebiasaan. Nilai bisa baik ataupun buruk. Saat
akan memasuki kamar mandi dengan kaki kiri dulu akan dianggap baik.
Baik itu merupakan nilai. Suatu kebiasaan akan di warnai nilai, nilai
tersebut ditetapkan oleh para nenek moyang kita juga dipengaruhi oleh
adat isitadat. Intervensi nilai pada kebiasaan berlangsung terus menerus
(budaya) dan tidak dibuat-buat melainkan suatu kenyataan.
Norma merupakan tuntunan perilaku yg lahir dari kebiasaan yang
sudah di beri nilai. jika melakukan suatu nilai yang baik, berarti kita sudah
mengikuti norma yang baik, dan sebaliknya jika kita mengikuti nilai yang
buruk, kita akan menjadi buruk. Norma bisa disebut adat istiadat/ budaya.
Moral adalah penerapan norma dengan kata lain moral merupakan
bentuk praktik dari norma. Seorang yang mampu memilih norma yang
baik dalam kehidupanya disebut bermoral baik, dan sebaliknya jika
menerapkan norma yang buruk, maka bermoral buruk.
Etika merupakan fungsi kritis dari moral. dalam kegiatannya orang
mengkritisi moralitas seseorang untuk di evaluasi baik buruknya. Etika
akan mengeluarkan saran dari kritisannnya dengan kata sebaiknya
dengan saran yang universal dengan memperhatikan ekonomi, sosial
budaya, religi, dan sebagainya yang akan menghasilkan saran sehingga
dapat mewarnai perilaku dan bisa berwarna nilai, serta sebagai pedoman
atau tuntunan.
4. Kode Etik
Kode etik adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap
profesi di dalam melaksanakan tugas profesi dan hidupnya di masyarakat.
Kod etik berisi petunjuk bagaimana menjalankan profesi, larangan dalam
Kebiasaan Nilai Norma Moral Etika
83
profesi, dan ketentuan yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam
menjalankan profesi dan dalam pergaulan di masyarakat.
5. Issue Etik dan Moral
Issu etik adalah topik yang cukup penting untuk dibicarakan
sehingga mayoritas individu akan mengeluarkan opini terhadap masalah
tersebut sesuai dengan asas ataupun nilai yang berkenaan dengan akhlak,
nilai benar salah yang dianut suatu golongan atau profesi.
Sedangkan issu moral adalah berita tentang benar salah suatu
tindakan berdasarkan asas ataupun nilai yang berkenaan dengan akhlak,
nilai benar salah yang dianut berdasarkan keyakinan yang ada dalam diri
individu. Isu moral juga berhubungan dengan kejadian luar biasa dalam
kehidupan sehari-hari, seperti yang menyangkut konflik dan perang. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa isu moral dalam pelayanan kebidanan dapat
diartikan topik yang penting yang berhubungan dengan benar dan salah
dalam kehidupan sehari-hari yang ada kaitannya dengan pelayanan
kebidanan.
B. ISSUE ETIK BIDAN DENGAN KLIEN, KELURGA, MASYARAKAT,
TEMAN SEJAWAT, TENAGA KESEHATAN, ORGANISASI
PROFESI.
1. Issue Etik Antara Bidan Dengan Klien, Keluarga, Masyarakat
Issue etik yang terjadi antara bidan dengan klien, keluarga dan
masyarakat mempunyai hubungan erat dengan nilai manusia dalam
menghargai suatu tindakan. Seorang bidan dikatakan profesional bila ia
mempunyai kekhususan sesuai dengan peran dan fungsinya yang
bertanggung jawab menolong persalinan. Dengan demikian penyimpangan
etik mungkin saja akan terjadi dalam praktek kebidanan misalnya dalam
praktek mandiri, bidan yang bekerja di RS, RB atau institusi kesehatan
lainnya. Dalam hal ini bidan yang praktek mandiri menjadi pekerja yang
bebas mengontrol dirinya sendiri. Situasi ini akan besar sekali
pengaruhnya terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan etik.
84
Kasus
Di sebuah desa, ada seorang bidan yang sudah membuka praktek kurang
lebih selama satu tahun. Pada suatu hari datang seorang klien bernama Ny
A usia kehamilan 38 minggu dengan keluhan perutnya terasa kenceng
kenceng dan terasa sakit sejak 5 jam yang lalu. Setelah dilakukan VT,
didapatkan hasil pembukaan 3 dan ternyata janin dalam keadaan letak
sungsang. Oleh karena itu bidan menyarankan agar di Rujuk ke Rumah
Sakit untuk melahirkan secara operasi SC. Namun keluarga klien terutama
suami menolak untuk di Rujuk dengan alasan tidak punya biaya untuk
membayar operasi. Tapi bidan tersebut berusaha untuk memberi
penjelasan bahwa tujuan di Rujuk demi keselamatan janin dan juga ibunya
namun jika tetap tidak mau dirujuk akan sangat membahayakan janin
maupun ibunya. Tapi keluarga bersikeras agar bidan mau menolong
persalinan tersebut. Sebenarnya, dalam hal ini bidan tidak yakin bisa
berhasil menolong persalinan dengan keadaan letak sungsang seperti ini
karena pengalaman bidan dalam hal ini masih belum begitu mendalam.
Selain itu juga dengan di Rujuk agar persalinan berjalan dengan lancar dan
bukan kewenangan bidan untuk menolong persalinan dalam keadaan letak
sungsang seperti ini. Karena keluarga tetap memaksa, akhirnya bidan pun
menuruti kemauan klien serta keluarga untuk menolong persalinan
tersebut. Persalinan berjalan sangat lama karena kepala janin tidak bisa
keluar. Setelah bayi lahir ternyata bayi sudah meninggal. Dalam hal ini
keluarga menyalahkan bidan bahwa bidan tidak bisa bekerja secara
profesional dan dalam masyarakatpun juga tersebar bahwa bidan tersebut
dalam melakukan tindakan sangat lambat dan tidak sesuai prosedur.
a. Konflik : keluarga terutama suami menolak untuk di rujuk ke Rumah
sakit dan melahirkan secara operasi SC dengan alasan tidak punya
biaya untuk membayar operasi.
b. Issu : Di mata masyarakat, bidan tersebut dalam pelayanan atau
melakukan tindakan tidak sesuai prosedur dan tidak profesioanl. Selain
itu juga masyarakat menilai bahwa bidan tersebut dalam menangani
85
pasien dengan kelas ekonomi rendah sangat lambat atau membeda-
bedakan antara pasien yang ekonomi atas dengan ekonomi rendah.
c. Dilema : Bidan merasa kesulitan untuk memutuskan tindakan yang
tepat untuk menolong persalinan Resiko Tinggi. Dalam hal ini letak
sungsang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh bidan sendiri dengan
keterbatasan alat dan kemampuan medis. Seharusnya ditolong oleh
Dokter Obgyn, tetapi dalam hal ini diputuskan untuk menolong
persalianan itu sendiri dengan alasan desakan dari kelurga klien
sehingga dalam hatinya merasa kesulitan untuk memutuskan sesuai
prosedur ataukah kenyataan di lapangan.
2. Issue Etik antara Bidan dengan Teman Sejawat
Kasus
Di suatu desa yang tidak jauh dari kota dimana di desa tersebut ada dua
orang bidan yaitu bidan A dan bidan B yang sama sama memiliki
BPS dan ada persaingan di antara dua bidan tersebut. Pada suatu hari
datang seorang pasien yang akan melahirkan di BPS bidan B yang
lokasinya tidak jauh dengan BPS bidan A. Setelah dilakukan
pemeriksaan ternyata pembukaan masih belum lengkap dan bidan B
menemukan letak sungsang dan bidan tersebut tetap akan menolong
persalinan tersebut meskipun mengetahui bahwa hal tersebut melanggar
wewenang sebagai seorang bidan demi mendapatkan banyak pasien untuk
bersaing dengan bidan A. Sedangkan bidan A mengetahui hal
tersebut. Jika bidan B tetap akan menolong persalinan tersebut,bidan
A akan melaporkan bidan B untuk menjatuhkan bidan B karena di
anggap melanggar wewenang profesi bidan.
a. Issu Moral: seorang bidan melakukan pertolongan persalinan normal.
b. Konflik Moral: menolong persalinan sungsang untuk nendapatkan
pasien demi persaingan atau dilaporkan oleh bidan A.
c. Dilema Moral:
1) Bidan B tidak melakukan pertolongan persalinan sungsang
tersebut namun bidan kehilangan satu pasien.
86
2) Bidan B menolong persalinan tersebut tapi akan dijatuhkan oleh
bidan A dengan di laporkan ke lembaga yang berwewenang
3. Issu Etik Bidan dengan Tenaga Kesehatan Lain
Issu etik antara Bidan dengan tenaga Kesehatan lain merupakan
perbedaan sikap etika yang terjadi pada bidan dengan tenaga medis
lainnya. Sehingga menimbulkanketidak sepahaman atau kerenggangan
social.
Kasus 1
Disuatu desa yang ada sebuah BPS, suatu hari ada seorang Ibu
berusia 35 Tahun keadaannya sudah lemah. bidan menanyakan kepada
keluarga pasien apa yang terjadi pada pasien. Dan suami pasien menjawab
ketika dirumah Px jatuh & terjad iperdarahan hebat. Setelah itu bidan
memberikan pertolongan , memberikan infuse dst. Bidan menjelaskan
pada keluarga, agar istrinya di bawa ke rumah sakit untuk dilakukan
curretase.Kemudian keluarga px menolak saran bidan tsb, dan meminta
bidan yang melakukan currentase. selang waktu 2 hari px mengalami
perdarahan lagi kemudian keluarga merujuk ke RS.Dokter menanyakan
kapeda suami px, apa yang sebenarnya terjadi dan suami px menjelaskan
bahwa 3 hari yang lalu istrinya mengalami keguguran & di currentase
bidan didesany. dokter mendatangi bidan terebut. Maka Terjadilah
konflik antara bidan & dokter.
a. ISSUE ETIK : Mall Praktek Bidan melakukan tindakan diluar
wewenangnya.
b. KONFLIK :bidan melakukan currentase diluar wewenangnya sehingga
terjadilah konflik antara bidan & dokter.
c. DILEMA : jika tidak segera dilakukan tindakan takutnya merenggut
nyawa px karena BPS jauh dari RS. Dan jika dilakukan tindakan bidan
merasa melanggar kode etik kebidanan & merasa melakukan tindakan
diluar wewenangnya.
4. Issue Etik Antara Bidan dan Organisasi Profesi
87
Issue etik yang terjadi antara bidan dan organisasi profesi adalah
suatu topic masalah yang menjadi bahan pembicaraan antara bidan dengan
organisasi profesi karena terjadinyasuatu hal-hal yang menyimpang dari
aturan-aturan yang telah ditetapkan.
Kasus
Seorang ibu yang ingin bersalin di BPS pada bidan A sejak awal
kehamilan ibutersebut memang sudah sering memeriksakan kehamilannya.
Menurut hasil pemeriksaanbidan Ibu tersebut mempunyai riwayat
hipertensi. Maka kemungkinan lahir pervaginanyasangat beresiko Saat
persalinan tiba. Tekanan darah ibu menjadi tinggi. Jik atidak dirujuk maka
beresiko terhadap janin dan kondisi si Ibu itu sendiri. Resiko pada janin
bisa terjadigawat janin dan perdarahan pada ibu. Bidan A sudah mengerti
resiko yang akan terjadi. Tapiia ebih memntingkan egonya sendiri karena
takut kehilangan komisinya dari pada dirujuk kermah sakit. Setelah janin
lahir Ibu mengalami perdarahan hebat, sehingga kejang-kejang
danmeninggal. Saaat berita itu terdengar organisasi profesi ( IBI ), maka
IBI memberikan sanksiyang setimpal bahwa dari kecerobohannya sudah
merugikan orang lain. Sebagai gantinya,ijin praktek ( BPS ) bidan A
dicabut dan dikenakan denda sesuai dengan pelanggarantersebut.
a. Issue etik : terjadi malpraktek, pelangaran wewenang Bidan
b. Dilema etik : warga yang mengetahui hal tersebut segera melaporkan
kepada organisasi profesi dan diberikan penangan.
C. ISSUE ETIK DALAM PELAYANAN KEBIDANAN
Issue Etik Dalam Pelayanan Kebidanan merupakan topik yang
penting yang berkembang di masyarakat tentang nilai manusia dalam
menghargai suatu tindakan yang berhubungan dengan segala aspek
kebidanan yang menyangkut baik dan buruknya. Beberapa pembahasan
masalah etik dalm kehidupan sehari hari adalah sebagai berikut:
a. Persetujuan dalam proses melahirkan.
b. Memilih atau mengambil keputusan dalam persalinan.
c. Kegagalan dalam proses persalinan.
88
d. Pelaksanan USG dalam kehamilan.
e. Konsep normal pelayanan kebidanan.
f. Bidan dan pendidikan seks.
g. Agama / kepercayaan.
h. Hubungan dengan pasien.
i. Hubungan dokter dengan bidan.
j. Kebenaran.
k. Pengambilan keputusan.
l. Pengambilan data.
m. Kematian.
n. Kerahasiaan.
o. Aborsi.
p. AIDS.
q. In Vitro fertilization
Contoh masalah etik yang berhubungan dengan teknologi:
a. Perawatan intensif pada bayi.
b. Skreening bayi.
c. Transplantasi organ.
d. Teknik reproduksi dan kebidanan
Contoh masalah etik yang berhubungan dengan profesi:
a. Pengambilan keputusan dan penggunaan etik.
b. Otonomi bidan dan kode etik profesional.
c. Etik dalam penelitian kebidanan.
d. Penelitian tentang masalah kebidanan yang sensitif.
D. ISSUE MORAL DALAM PELAYANAN KEBIDANAN
Beberapa contoh isu moral dalam kehidupan sehari-hari:
a. Kasus abortus.
b. Euthanansia.
c. Keputusan untuk terminasi kehamilan
E. DILEMA DAN KONFLIK MORAL
89
Dilema berarti adanya dua kemungkinan yang tidak bisa keduanya
benar. Dasar penilaian dilema moral tindakan kebidanan yang dilakukan
bergantung pada analisis dan argumentasi yang ada. Pembahasan dilema
moral berguna untuk mengembangkan dan mempertajam kesadaran moral
(Bertens, 2011).
Dilema moral menurut Campbell (1972) adalah suatu keadaan dimana
dihadapkan pada dua alternative pilihan, yang kelihatannya sama atau hampir
sama dan membutuhkan pemecahan masalah dan tidak satupun dari pilihan
itu dianggap sebagai jalan keluar yang tepat, sehingga menimbulkan adanya
kebimbangan saat pengambilan keputusan. Dilema muncul karena terbentur
pada konflik moral, pertentangan batin, atau pertentangan antara nilai-nilai
yang diyakini bidan dengan kenyataan yang ada.
Konflik moral menurut Jonsen (1985) adalah pada dasarnya sama
dengan dilema, namun pada kenyataannya konflik berada diantara prinsip
moral dan tugas yang mana sering menyebabkan dilema. Terdapat dua tipe
konflik yaitu konflik yang berhubungan dengan prinsip dan Konflik yang
berhubungan dengan otonomi.Dua tipe konflik ini merupakan dua bagian
yang tidak dapat dipisahkan. Jadi, konflik moral adalah suatu proses ketika
dua pihak atau lebih berusaha memaksakan tujuannya dengan cara
mengusahakan untuk menggagalkan tujuan yang ingin dicapai pihak lain
(Setiawan, 1994).
90
DAFTAR PUSTAKA
Bertens, K. 2007. Etika. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Bertens, K. 2011. Etika Biomedis. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Campbell et all. 1972. Practical Medical Ethics. Auckland : Oxford University
Press.
http://chellious.wordpress.com/2010/11/02/issue-etik-dalam-pelayanan-
kebidanan/
http://www.scribd.com/doc/26952303/Issue-Etik-Pelayanan-Kebidanan
Jones, S. 2000. Ethics ang Midwifery. New York : Molbes.
Jonsen et all. 1985. Clinical Ethics. A Practical Approach to Ethical Decisions in
Clinical Medicine. New York : MacMillan Publishing Co.
Marimbi, Hanum.2008. Etika dan Kode Etik Profesi Kebidanan, Mitra Cendikia
Press. Jogjakarta.
91
Lampiran 7
SILABUS LATIHAN MENGAJAR 3 DAN UJIAN MENGAJAR
VIII. IDENTITAS MATA KULIAH
Institusi : STIKES Aisyiyah Surakarta
Program Studi :DIII Kebidanan
Mata kuliah : Etikolegal dalam Praktik Kebidanan
Semester : II
Beban studi : 2 SKS (T=2; P=0)
Prasyarat : Lulus semua MK semester 1
Jumlah Pertemuan : 14 minggu
IX. DESKRIPSI MATA KULIAH
Mata kuliah etikolegal dalam praktik kebidanan ini memberikan
kemampuan kepada mahasiswa untuk memahami konsep etika, kode etik
profesi, dasar hukum, dan aspek legal serta menerapkan konsep etika, kode etik
profesi, dasar hukum, dan aspek legal tersebut sebagai dasar pengetahuan
dalam praktik kebidanan.
X. STANDAR KOMPETENSI
Mahasiswa mampu memahami dan menerapkan konsep etika, kode
etikprofesi, dasar hukum dan aspek legal, isu etik dalam praktik kebidanan
serta dapat memecahkan masalah yang berkaitan dengan etikolegal pelayanan
kebidanan.
XI. TUJUAN PEMBELAJARAN
3. Umum
Menjelaskan peran dan fungsi majelis pertimbangan kode etik.
4. Khusus
f. Mahasiswa mampu mendeskripsikan pengertian dan bentuk issu etik.
g. Mahasiswa mampu meemberi contoh issu etik yang terjadi antara bidan
dengan klien, keluarga, masyarakat, teman sejawat, tim kesehatan
lainnya, serta organisasi profesi lain.
h. Mahasiswa mampu menjelaskan issu etik yang terjadi dalam pelayanan
kebidanan.
92
i. Mahasiswa mampu menganalisis issu moral dalam kebidanan.
XII.EVALUASI
UTS : 20 %
UAS : 40 %
Tugas Mandiri : 15%
Tugas Terstruktur: 15 %
Kehadiran : 15%
XIII. REFERENSI
9. Sofyan, M. 50 tahun Ikatan Bidan Indonesia. 2006. Jakarta: Pengurus
Pusat IBI
10. Wahyunigsih,H P. 2005. Etika Profesi Bidan. EGC: Jakarta
11. Soeiady, Sholeh. 1996. Himpunan Peraturan Kesehatan. Arcan: Jakarta
93
No. Kompetensi
Dasar
Indikator Pengalaman
belajar
Materi Pokok Alokasi
Waktu
(menit)
Metode Alat/Bahan/
Sumber
Penilaian
Teknik Bentuk
1. Maha
siswa mampu
mengidentifik
asi peran dan
fungsi majelis
pertimbangan
kode etik.
5) Mahasiswa
mampu
menjelaskan
peran dan
fungsi Majelis
Pertimbangan
dan
Pengawasan
Etika
Pelayanan
Medis
(MP2EPM)
6) Mahasiswa
mampu
menjelaskan
peran dan
fungsi Majelis
Disiplin Tenaga
Kesehatan
7) Mahasiswa
mampu
menjelaskan
peran dan
fungsi Majelis
Pertimbangan
Bidan (MPEB)
Mengkaji
dan
membahas
dengan
belajar
mandiri,dis
kusi
kelompok
dan diskusi
kelas
peran dan fungsi
majelis
pertimbangan kode
etik.
1) peran dan fungsi
Majelis
Pertimbangan
dan Pengawasan
Etika Pelayanan
Medis
(MP2EPM)
2) peran dan fungsi
Majelis Disiplin
Tenaga
Kesehatan
3) peran dan fungsi
Majelis
Pertimbangan
Bidan (MPEB)
4) peran dan fungsi
Majelis Peradilan
Profesi atau
Majelis
Perlindungan
Anggota (MPA).
100
menit
Ceramah
Diskusi
Tanya
Jawab
15. Laptop
16. LCD
17. Microp
hone
18. Speake
r
19. Silabus
20. RPP
21. Hand
out
lisan essay
94
8) Mahasiswa
mampu
menjelaskan
peran dan
fungsi Majelis
Peradilan
Profesi atau
Majelis
Perlindungan
Anggota
(MPA).
95
96
Lampiran 8
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Program Studi : DIII Kebidanan
Mata Kuliah : Etikolegal dalam Praktik Kebidanan
Beban studi : 2 SKS
Kelas/Semester : B /II
Pertemuan ke : 9
Kode Mata Kuliah : Bd 402
Beban Studi : 2 SKS (T=2, P=0)
Pengampu MK : Latifah Safriana
V. STANDAR KOMPETENSI
Mahasiswa mampu memahami dan menerapkan konsep etika, kode
etikprofesi, dasar hukum dan aspek legal, isu etik dalam praktik kebidanan
serta dapat memecahkan masalah yang berkaitan dengan etikolegal pelayanan
kebidanan.
W. KOMPETENSI DASAR
Menjelaskan peran dan fungsi majelis pertimbangan kode etik.
X. INDIKATOR
n. Mahasiswa mampu menjelaskan peran dan fungsi Majelis Pertimbangan
dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis (MP2EPM)
o. Mahasiswa mampu menjelaskan peran dan fungsi Majelis Disiplin Tenaga
Kesehatan
p. Mahasiswa mampu menjelaskan peran dan fungsi Majelis Pertimbangan
Bidan (MPEB)
q. Mahasiswa mampu menjelaskan peran dan fungsi Majelis Peradilan
Profesi atau Majelis Perlindungan Anggota (MPA).
Y. PERTEMUAN
Minggu ke-X
97
Z. KEGIATAN PEMBELAJARAN
N
o
Tah
ap
Kegiatan Mengajar
Kegiata
n Mahasiswa
M
etode
Media dan
Alat
Su
mber
A
lokasi
Waktu
1
.
Pen
dahuluan
m. Mengucapkan salam
n. Memperkenalkan diri
o. Menjelaskan kompetensi yang akan
dicapai :
Mahasiswa mampu
mengidentifikasi peran dan fungsi
majelis pertimbangan kode etik.
p. Menjelaskan tujuan pembelajaran :
9) Mahasiswa mampu menjelaskan
peran dan fungsi Majelis
Pertimbangan dan Pengawasan
Etika Pelayanan Medis
(MP2EPM)
10) Mahasiswa mampu
menjelaskan peran dan fungsi
Menjaw
ab salam
Memper
hatikan
Memper
hatikan
Memper
hatikan
C
eramah
C
eramah
C
eramah
C
eramah
17. Laptop
18. LCD
19. Microphone
20. Speaker
21. Silabus
22. RPP
23. Hand out
24. Soal pre
test
1
0 menit
98
Majelis Disiplin Tenaga
Kesehatan
11) Mahasiswa mampu
menjelaskan peran dan fungsi
Majelis Pertimbangan Bidan
(MPEB)
12) Mahasiswa mampu
menjelaskan peran dan fungsi
Majelis Peradilan Profesi atau
Majelis Perlindungan Anggota
(MPA).
q. Apersepsi dengan menanyakan
tentang materi yang akan dibahas
untuk mengukur pengetahuan
mahasiswa
r. Menjelaskan strategi dalam proses
pembelajaran
Memper
hatikan dan
menjawab soal
pre test
Memper
hatikan
C
eramah
C
eramah
2
.
Pen
yajian m. Menyampaikan materi belajar Memper D 22. Laptop 8
99
e. Ceramah
(40 menit)
f. Role play
(2
0 menit)
sesuai dengan pokok bahasan
5) Mahasiswa mampu menjelaskan
peran dan fungsi Majelis
Pertimbangan dan Pengawasan
Etika Pelayanan Medis
(MP2EPM)
6) Mahasiswa mampu menjelaskan
peran dan fungsi Majelis Disiplin
Tenaga Kesehatan
7) Mahasiswa mampu menjelaskan
peran dan fungsi Majelis
Pertimbangan Bidan (MPEB)
8) Mahasiswa mampu menjelaskan
peran dan fungsi Majelis
Peradilan Profesi atau Majelis
Perlindungan Anggota (MPA).
n. Memberikan kesempatan bagi
mahasiswa untuk bertanya
o. Memberikan umpanbalik
hatikan
Mengaju
kan pertanyaan
iskusi
Kelompok
C
eramah
23. LCD
24. Microphone
25. Speaker
26. Silabus
27. RPP
28. Hand out
B1
B2
, B3
B2
, B3
0 menit
100
pertanyaan
p. Memfasilitasi interaksi / diskusi
antara mahasiswa dalam memahami
materi yang telah disampaikan
q. Menciptakan suasana belajar yang
telah disiapkan
r. Memfasilitasi mahasiswa yang
mengalami kesulitan dalam
pembelajaran sesuai materi
Memper
hatikan
Memper
hatikan
Memper
hatikan
Memper
hatikan
C
eramah
C
eramah
C
eramah
C
eramah
3
.
Pen
utup
i. Merangkum atau menyimpulkan
materi pembelajaran
j. Melakukan penilaian terhadap
kecapaian tujuan pembelajaran
atau merefleksikan kegiatan belajar
yang telah dilaksanakan
Memper
hatikan
Menjaw
ab pertanyaan
post test
C
eramah
T
anya
jawab
12. Laptop
13. LCD
14. Microphone
15. Speaker
16. Soal post
test
17. 1
0
menit
101
k. Menyampaikan rencana
pembelajaran yang akan datang
l. Mengucap salam
Memper
hatikan
Menjaw
ab salam
C
eramah
102
AA. Evaluasi
Prosedur : tes pada awal dan akhir pengajaran (pre dan post test)
Jenis : lisan
Bentuk : subjektif
Soal :
103
BB. Buku Referensi
4. Sofyan, M. 50 tahun Ikatan Bidan Indonesia. 2006. Jakarta: Pengurus Pusat IBI
5. Wahyunigsih,H P. 2005. Etika Profesi Bidan. EGC: Jakarta
6. Soeiady, Sholeh. 1996. Himpunan Peraturan Kesehatan. Arcan: Jakarta
104
Lampiran 9
PERAN & FUNGSI MAJELIS PERTIMBANGAN KODE ETIK PROFESI
Setiap profesi memiliki kode etik. Namun, kode etik saja tidak cukup untuk menaungi sebuah profesi. Maka muncul Majelis Pertimbangan
Etik Profesi yang merupakan badan perlindungan hukum terhadap suatu profesi. Salah satu keputusan Kongres Nasional Ikatan Bidan Indonesia
(IBI) adalah kesepakatan agar dalam lingkungan kepengurusan organisasi IBI perlu dibentuk Majelis Pertimbangan Etik Bidan dan Majelis
Pembelaan Anggota.
A. Majelis Pertimbangan Etika Profesi
1. Majelis Pertimbangan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis (MP2EPM).
Dalam buku Heny Puji Wahyuningsih Majelis Pertimbangan Etika Profesi di Indonesia adalah Majelis Pembinaan dan Pengawasan
Etik Pelayanan Medis sesuai dengan:
a. Kepmenkes RI No. 554/Menkes/Per/XII/1982
Memberikan pertimbangan, pembinaan dan melaksanakan pengawasan terhadap semua profesi tenaga kesehatan dan sarana pelayanan
medis.
b. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1988 Bab V Pasal 11
Pembinaan dan pengawasan terhadap dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya dilakukan oleh Menteri
Kesehatan atau pejabat yang ditunjuk.
c. Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 640/Menkes/Per/X/1991 tentang Pembentukan MP2EPM.
Tugas dan wewenang MP2EPM wilayah Provinsi menurut Peraturan Menkes RI No.640/Menkes/Per/X/1991
a. MP2EPM Propinsi bertugas :
105
1) Menerima dan memberi pertimbangan tentang persoalan dalam bidang etik profesi tenaga kesehatan di wilayahnya kepada Kepala
Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Provinsi.
2) Mengawasi pelaksanaan Kode etik profesi tenaga kesehatan dalam wilayahnya.
3) Mengadakan konsultasi dengan instansi penegak hokum dan instansi lain yang berkaitan pada tingkat provinsi.
4) Memberi nasehat kepada para anggota profesi tenaga kesehatan .
5) Membina, mengembangkan dan mengawasi secara aktif Kode Etik profesi tenaga kesehatan dalam wilayahnya bekerja sama dengan
Ikatan Dokter Indonesia, Persatuan Dokter Gigi Indonesia, Persatuan Perawat nasional Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, Ikatan
Sarjana Farmasi Indonesia, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia.
6) Memberi pertimbangan dan saran kepada pejabat yang berwenang di bidang kesehatan dalam wilayah provinsi.
b. MP2EPM Provinsi atas nama Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Provinsi berwenang memanggil mereka yang
bersangkutan dalam suatu persoalan etik profesi tenaga kesehatan untu diminta keterangannya dengan pemberitahuan pada Kepala
Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi dan kepala Dinas Kesehatan Propinsi.
Tugas dan wewenang MP2EPM wilayah Pusat, yaitu :
a. Memberi pertimbangan tentang etik dan standar profesi tenaga kesehatan kepada Menteri.
b. Membina, mengembangkan dan mengawasi secara aktif pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia, Kode Etik Kedokteran Gigi
Indonesia, Kode Etik Perawat Indonesia, Kode Etik Bidan Indonesia, Kode Etik sarjana Farmasi Indonesia dan Kode Etik Rumah Sakit
Indonesia.
c. Memberi pertimbangan dan usul kepada pejabat yang berwenang di bidang kesehatan dan hukm yang menyangkut kesehatan dan
kedokteran.
d. Menyelesaikan persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh MP2EPM Propinsi.
e. Menerima rujukan dalam menangani permasalahan pelanggaran etik profesi tenaga kesehatan.
f. Mengadakan konsultasi dengan instansi penegak hokum dan instansi lain yang berkaitan.
106
Menurut peraturan menteri kesehatan RI No. 640/Menkes/Per/X/1991 tentang majelis Pembinaan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis,
dicantumkan :
Pasal 20
MP2EPM Propinsi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia Wilayah, Persatuan Dokter
Gigi Indonesia Wilayah, Persatuan Perawat nasional Indonesia Wilayah, Ikatan Bidan Indonesia Wilayah, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia
Wilayah, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia Wilayah, dan Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia Wilayah beserta cabang-
cabangnya.
Pasal 21
Biaya MP2EPM Propinsi dibebankan kepada anggaran belanja Departemen Kesehatan c.q kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi.
Pasal 22
(1) MP2EPM Propinsi, berdasarkan hasil pemeriksaan, mengusulkan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi untuk
mengambil tindakan yang diperlukan terhadap tenaga kesehatan yang bersangkutan.
(2) Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi dapat mengambil tindakan berupa peringatan atau tindakan administrative
terhadap tenaga kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Keputusan kepala Kantor Wilayah yang dimaksud dalam ayat 2 (dua) disampaikan kepada tenaga kesehatan yang bersangkutan dengan
tembusan kepada Menteri Kesehatan, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, MP2EPM Pusat dan MP2EPM Propinsi.
(4) Dalam hal tenaga kesehatan yang melakukan pelanggaran berstatu pegawai negeri sipil yang diperbantukan kepada daerah dan kepada
yang bersangkutan akan diambil tindakan administrative, maka sebelumnya perlu dikonsultasikan denga Gubernur/kepala daerah Tingkat I.
Pasal 23
(1) Apabila tenaga kesehatan bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 berkeberatan terhadap keputusan bersalah yang
dinyatakan oleh pihak yang berwenang maka yang bersangkutan dpat mengajukan banding dalam waktu 20 (dua puluh) hari ke MP2EPM
Pusat.
107
(2) Pernyataan banding dalam ayat (1) disampaikan ke MP2EPM Pusat melalui MP2EPM Propinsi.
(3) MP2EPM Propinsi meneruskan banding tersebut dalam ayat (2) dalam waktu selambat-lambatnya 7 (ujuh) hari terhitung sejak tanggal
diterimanya banding.
(4) Apabila tenaga kesehatan dalam waktu 20 (dua puluh) hari tidak mengajukan banding, maka tenaga kesehatan yang bersangkutan
dianggap telah menerima keputusan yang dimaksud dalam pasal 22.
(5) Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi belum diperkenankan menjalankan keputusan yang dimaksu dalam pasal 22
apabila yang bersangkutan mengajukan banding.
Pasal 24
(1) MP2EPM Pusat setelah menerima berkas banding segera memriksa dan mengambil keputusan banding.
(2) MP2EPM Pusat menyampaikan keputusannya kepada Menteri untuk mengambil tindakan yang diperlukan terhadap tenaga kesehatan
yang bersangkutan.
(3) Keputusan Menteri baik berupa peringatan atau tindakan administrative disampaikan kepada yang bersangkutan dengan tembusan
kepada instansi yang bersangkutan dan Perhimpunan profesi tenaga kesehatan yang terkait.
2. Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan
a. Dasar pembentukan majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK), adalah sebagai berikut :
1) Pasal 4 ayat 1 UUD 1945.
2) Undang undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
3) Keputusan Presiden Tahun 1995 tentang pembentukan MDTK.
b. Tugas Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) adalah meneliti dan menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam
menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan.
B. Majelis Etika Profesi Bidan
Majelis etika profesi bidan mempunyai unsur unsur:
108
1. pemeriksaan pelayanan untuk pasien
2. sarana pelayanan kesehatan
3. tenaga pemberi pelayanan, yaitu bidan.
Pelaksanaan tugas bidan dibatasi oleh norma, etika, dan agama. Tetapi apabila ada kesalahan dan menimbulkan onflik etik, maka
diperlukan wadah untuk menentukan standar profesi, prosedur yang baku dan kode etik yang disepakati, maka perlu dibentuk majelis etika
bidan, yaitu MPEB dan MPA
Tujuan dibentuknya majelis etika bidan adalah untuk memberikan perlindungan yang seimbang dan obyektif kepada bidan dan
penerima layanan.
Lingkup majelis etika kebidanan meliputi
a. Melakukan pengingkatan fungsi pengetahuan sesuai standar profesi pelayanan bidan (KEPMENKES 900/ MENKES/ SK/VII/2002).
b. Melakukan supervisi lapangan, termasuk tentang teknis dan pelksanaan praktikm termasuk penyimpgan yang terjadi. Apakah pelaksanaan
praktik bidan sesuai dengan standar praktik bidan, standar profesi, dan standar pelayanan kebidanan, juga batas-batas kewenangan bidan.
c. Membuat pertimbangan bila terjadi kasus-kasus dalam praktik kebidanan
d. Melakukan pembinaan dan pelatihan tentang hukum kesehatan, khususnya berkaitan atau melandasi praktik bian.
Pengorganisasian mejelis kode etik kebidanan, adalah:
a. Majelis etika kebidanan merupakan lembaga organisas mandiri, otonom, dan non struktural.
b. majelis etika kebidanan dibentuk ditingkat propinsi dan pusat.
c. majelis etika kebudanan pusat berkdudukan di ibukota nega dan majelis etika kebidanan propini berkedudukan di ibu kota propinsi
d. mejelis etika kebidanan pusat dan propinsi dibantu oleh skretaris.
e. jumlah anggota masing masing terdiri dari 5 orang
f. masa bakti anggota majelis etika kebidanan selama tiga tahun dan sesudahnya, jika berdasarkan evaluasi masih mmenuhi ketentuan yang
berlaku, maka anggota tersebut dapat dipilih kembali.
109
g. anggota majelis etika kebidanan diangkat dan diberhentikan oleh menterikesehtana
h. susunan organisasi
1) ketua dengan kualifikasi mempunyai kompetensi tambahan di bidang hukum
2) sekretarismerangap anggota
3) anggota majelis etika kebidanan
Tugas :
a. meneliti dan menentukan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh bidan.
b. penilaian didasarkan atas permintaan pejabat, pasien, dan keluarga yang dirugikan oleh pelayanan kebidanan.
c. permohonan secara tertulis dan disertai data-data.
d. keputusan tingkat provinsi bersifat final dan bisa konsul ke Majelis Etika Kebidanan pada tingkat pusat.
e. Sidang Majelis Etika Kebidanan paling lambat tujuh hari setelah diterima pengaduan. Pelaksanaan sidang menghadirkan dan minta
keterangan dari bidan dan saksi.
f. Keputusan paling lambat 60 hari, dan kemudian disampaikan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang.
g. biaya dibebankan pada anggaran pimpinan pusat IBI atau pimpinan daerah IBI di tingkat provni.
Dalam pelaksanaannya di lapangan sekarang ini bahwa organisasi profesi bidan IBI telah melantik MPEB dan MPA, namun dalam
pelaksanaan tugas dan wewenangnya belum terealisasi dengan baik.
Merupakan badan perlindungan hukum terhadap para bidan sehubungan dengan adanya tuntutan dari klien akibat pelayanan yang
diberikan dan tidak melakukan indikasi penyimpangan hukum. Tugas Majelis Etika Kebidanan adalah meneliti dan menentukan ada dan
tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh bidan. Realisasi Majelis Etika Profesi Bidan adalah
dalam bentuk Majelis Pertimbangan Bidan (MPEB) dan Majelis Peradilan Profesi atau Majelis Perlindungan Anggota (MPA). Hal yang
menyangkut tugas Majelis Etika Kebidanan, yaitu :
a. Penilaian didasarkan atas permintaan pejabat, pasien, dan keluarga yang dirugikan oleh pelayanan kebidanan.
110
b. Permohonan secara tertulis dan disertai data-data.
c. Keputusan tingkat propinsi bersifat final dan bias konsul ke Majelis Etika kebidanan pada tingkat pusat.
d. Sidang Majelis Etika kebidanan paling lambat tujuh hari, setelah diterima pengaduan. Pelaksanaan siding menghadirkan dan minta
keterangan dari bidan dan saksi-saksi.
e. Keputusan paling lambat 60 hari dan kemudian disampaikan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang.
f. Biaya dibebankan pada anggaran pimpinan pusat IBI atau pimpinan daerah IBI di tingkat propinsi.
Dalam pelaksanaannya di lapangan sekarang ini bahwa organisasi profesi bidan IBI, telah melantik Majelis Pertimbangan Etika
Bidan dan Majelis Pembelaan Anggota. Salah satu keputusan Kongres Nasional IBI ke XII di Propinsi Bali tanggal 24 September 1998
adalah kesepakatan agar dalam lingkungan kepengurusan organisasi IBI perlu dibentuk :
a. Majelis Pembelaan Anggota ( MPA)
b. Majelis Pertimbangan Etika Bidan (MPEB)
Majelis Pembelaan Anggota tingkat pusat melaporkan pertanggungjawabannya kepada IBI. MPA tingkat provinsi melaporakan
pertanggungjawabannya kepada IBI tingkat Propinsi (Pengurus Daerah).
Sedangkan Majelis Pertimbangan Etik Bidan (MPEB) bertujuan untuk mengupayakan peningkatan mutu pelayanan yang diberikan
oleh bidan dalam masyarakat sesuai dengan mengamalkan ketentuan-ketentuan Kode Etik Bidan Indonesia. Kode etik ini merupakan
norma yang berlaku bagi anggota IBI dalam menjalankan praktek profesi sebagai bidan. Untuk dipatuhinya ketentuan-ketentuan dalam
Kode Etik Bidan,peraturan dalam Kode Etik Bidan perlu dibentuk MPEB yang akan bertugas melaksanakan praktek profi. Kode Etik
Bidan Indonesia adalah norma yang berlaku bagi anggota IBI dalam menjalankan praktek profresinya yang telah disepakati dalam Kongres
Nasional IBI. Keberadaan MPEB bertujuan untuk:
1. Meningkatkan citra IBI dalam meningkatkan mutu pelaynan yang diberikan bidan.
2. Terbentuknya lembaga yang akan menilai ada atau tidaknya pelanggaran terhadap Kode Etik Bidan Indonesia.
3. Meningkatkan kepercayaan diri anggota IBI.
111
4. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap bidan dalam pemberian pelayanan.
C. Badan Konsil Kebidanan
Dalam organisasi profesi bidan Indonesia hingga sat ini belum terbentuk badan konsil kebidanan. Secara Konseptual badan konsil
merupakan badan yang dibentuk dalam rangka melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan dan meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan. Konsil kebidanan Indonesia merupakan lembaga otonom dan independen, bertanggungjawab kepada Presiden Republik Indonesia
sebagai Kepala Negara.
tugas :
1. melakukan registrasi tenaga bidan
2. menetapkan standar pendidikan bidan
3. menapis dan merumuskan arah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
4. melakukan pembinaan terhadap peanggaran praktik kebidanan.
Konsil Kebidanan Indonesia berfungsi mengatur, menetapkan serta membina tenaga bidan yang menjalankan praktik kebidanan dalam
rangka mengingkatkan mutu pelayanan kesehatan. Wewenang badan konsil meliputi:
1. menetapkan standar kompetensi bidan
2. menguji persyaratan registrasi bidan
3. menyetujui dan menolak permohonan registrasi
4. menerbitkan dan mencabut sertifikat registrasi
5. menetapkan teknologi kebidanan yang dapat diterapkan di Indonesia
6. Melakukan pembindaan bidan mengenai pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan orgabisasi profesi
7. melakukan pencatatan bidan yang dikenakan sanksi oleh organisasi profesi.
Keanggotaan konsil bidan:
1. dari unsur departemen kesehatan 2 orang
112
2. Unsur Departemen Pendidikan 2 orang
3. Lembaga konsumen 1 orang
4. Bidan 10 orang
5. Organisasi Profesi terkait 4 orang
6. ahli hukum 1 orang
Persyaratan anggota konsil:
1. warga negara Indonesia
2. Sehat jasmani dan rohani
3. berkelakuan baik
4. usia sekurangnya 40tahun
5. pernah pernah praktik kebidanan minimal 10 tahun
6. memiliki moral etika yang tinggi
Keanggotaan konsil berhenti karena:
1. berakhir masa jabaan sebagai anggota
2. meninggal dunia
3. mengundurkan diri
4. bertempat tinggal di luar wilayah Republik Indonesia
5. Gangguan kesehatan
6. diberhentikan karena melanggar aturan konsil
Mekanisme tata kerja konsil
1. Memelihara dan menjaga registrasi bidan
2. Mengadakan rapat pleno, dikatakan sah apabila dihadiri separuh ditambah 1 unsur pimpinan harian.
113
3. Rapat pleno memutuskan:
a. menolak permohonan regitrasi
b. membentuk sub-sub komite dan anggota
c. menetapkan peraturan da kebijakan
4. Konsil kebidaan melakukan rapat pleno sekurang-kurangnya empat klai dalam setahun.
5. Konsil kebidanan daerah hanya mengambil keputusan yang berkaitan dengan persoalan etik profesi.
6. Ketua konsil, wakil ketua konsil, ketua komite registrasi dan ketua komite peradilan profesi merupakan unsur pimpinan harian konsil.
DAFTAR PUSTAKA
Sofyan, M. 50 tahun Ikatan Bidan Indonesia. 2006. Jakarta: Pengurus Pusat IBI
Wahyunigsih,H P. 2005. Etika Profesi Bidan. EGC: Jakarta
Soeiady, Sholeh. 1996. Himpunan Peraturan Kesehatan. Arcan: Jakarta
114
Lampiran 10
SATUAN ACARA LAYANAN
Bidang Bimbingan : Bimbingan Belajar
Jenis Layanan : Layanan Individu
Topik Bahasan : Permasalahan akademik
Fungsi Layanan : Pemberian motivasi untuk percaya diri dengan kemampuan dirinya dan motivasi belajar untuk meningkatkan prestasi
belajar
Sasaran : Saudari NL
Tingkat/ Semester : I/II
Tanggal : 7 Mei 2014
Waktu : 30 menit
Konselor : Latifah Safriana
A. Tujuan Umum Layanan
Setelah mendapatkan bimbingan dan konseling, konseli mampu meningkatkan kepercayaan diri akan kemampuannya dan
meningkatkan motivasi belajar.
B. Tujuan Khusus Layanan
Setelah menerima bimbingan konseling, mahasiswa mampu :
1. Melakukan pengkajian tentang masalah atau kesukaran yang dialami.
2. Menemukan penyelesaian masalah untuk dapat meningkatkan kepercayaan diri akan kemampuannya dan meningkatkan motivasi belajar.
3. Mengerti dan melakukan alternatif pemecahan masalah yang dihadapi.
115
C. Metode
Metode yang digunakan untuk dapat mencapai tujuan khusus layanan adalah :
1. Wawancara
2. Pendekatan Trait and Factor
3. Tanya jawab
4. Diskusi
D. Media
1. Konselor
2. Ruangan yang nyaman
E. Penyelenggara Layanan
Mahasiswa D IV Bidan Pendidik FK UNS
F. Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling
T
AHAP
KEGIATAN
KONSELOR
KEGIATAN
MAHASISWA
P
re
Konseling
(5
menit)
a. Mengucapkan salam.
b. Memperkenalkan diri.
c. Menjelaskan mengenai
tujuan layanan.
a. Menjawab salam.
b. Menanggapi dan
memperkenalkan diri.
c. Memperhatikan
penjelaskan konselor.
P
enyajian
a. Menanyakan keluhan
konseli.
a. Mengungkapkan keluhan-
keluhan yang dialami.
116
(1
5 menit)
b. Memberikan kesempatan
konseli mengungkapkan
masalahnya.
c. Membantu konseli
memahami masalah yang
dihadapi.
d. Merumuskan masalah
dengan konseli.
e. Memberikan kesempatan
konseli untuk berfikir.
f. Memberi kesempatan
konseli untuk bertanya.
g. Menjawab pertanyaan
konseli.
b. Merumuskan
permasalahan bersama
konselor.
c. Memperhatikan dan
menanggapi penjelasan
konselor.
d. Merenungkan masukan
yang disampaikan
konselor.
e. Menanyakan hal-hal yang
belum dimengerti.
P
enutup
(1
0 menit)
(10 e
n
i
a. Mengevaluasi layanan
bimbingan konseling yang
telah dilaksanakan dengan
menanyakan apakah konseli
telah memahami
masalahnya.
b. Menjelaskan pemecahan
a. Memperhatikan dan
menjawab pertanyaan
konselor.
b. Konseli memperhatikan
117
t
)
masalah yang dapat
digunakan.
c. Menanyakan solusi yang
mungkin diambil.
d. Memberikan motivasi bagi
konseli bahwa ia mampu
menjalani solusi yang ia
ambil.
e. Menanamkan kepercayaan
pada konseli bahwa ia
mampu mengatasi
permasalahannya sesuai
dengan kemampuannya.
f. Mengucapkan salam.
yang disampaikan
konselor.
c. Mengemukakan solusi
yang akan diambil.
d. Menanamkan motivasi
pada dirinya dan
meyakinkan bahwa ia
mampu melakukannya.
e. Meyakinkan bahwa dirinya
mampu mengatasi
permasalahannya sesuai
dengan kemampuannya.
f. Menjawab salam.
G. Referensi
Bertens, 2005. Metode Belajar Untuk Mahasiswa. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama
Chosiyah, Syamsuri. 2001. Makalah Bimbingan dan Konseling Belajar. Surakarta : Program Bimbingan dan Konseling FKIP UNS
Fauzan, Lutfi. 2004. Pendekatan-Pendekatan Konseling Individual. Malang : Elang Mas
Legowo E., Soeharto, Sutarno. 2008. Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Bimbingan Konseling. Surakarta : Panitia
Sertifikasi Guru Rayon 13
Oemar Hamalik. 2002. Psikologi Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algensindo
118
Slamet, 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Jakarta. Rineka Cipta
Sudikdo. 2011. Accesed:
repository.usu.ac.id/bitstream/.../4/Chapter%20II.pdf (16 April 2014)
Surya, Muhamad. 2003. Teori-teori Konseling. Bandung : Pustaka Bani Quraisy.
Yusuf, Syamsu dan Juntika, Nurihsan. 2005. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rosdakaraya.
H. Alat Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada layanan bimbingan dan konseling.
Prosedur : Tanya jawab
Bentuk : Lisan
Petunjuk : Konselor menanyakan apakah mahasiswa sudah memahami tentang penyelesaian masalah yang telah ditentukan
G. Materi
Materi Kepercayaan Diri dan Materi Motivasi Belajar
(Terlampir)
119
Materi Konseling
KEPERCAYAAN DIRI
A. Pengertian Kepercayaan Diri
Percaya Diri (Self Confidence) adalah meyakinkan pada kemampuan dan penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan
memilih pendekatan yang efektif. Hal ini termasuk kepercayaan atas kemampuannya menghadapi lingkungan yang semakin menantang dan
kepercayaan atas keputusan atau pendapatnya. Orang yang tidak percaya diri akan merasa terus menerus jatuh, takut untuk mencoba, merasa
ada yang salah dan khawatir (Elly Risman, 2003: 151).
B. Perkembangan Rasa Percaya Diri
1. Pola Asuh
120
Para ahli berkeyakinan bahwa kepercayaan diri bukanlah diperoleh secara instant, melainkan melalui proses yang berlangsung
sejak usia dini, dalam kehidupan bersama orangtua. Meskipun banyak faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri seseorang, namun
faktor pola asuh dan interaksi di usia dini, merupakan faktor yang amat mendasar bagi pembentukan rasa percaya diri. Sikap orangtua,
akan diterima oleh anak sesuai dengan persepsinya pada saat itu. Orangtua yang menunjukkan kasih, perhatian, penerimaan, cinta dan
kasih sayang serta kelekatan emosional yang tulus dengan anak, akan membangkitkan rasa percara diri pada anak tersebut. Anak akan
merasa bahwa dirinya berharga dan bernilai di mata orangtuanya. Dan, meskipun ia melakukan kesalahan, dari sikap orangtua anak
melihat bahwa dirinya tetaplah dihargai dan dikasihi. Anak dicintai dan dihargai bukan tergantung pada prestasi atau perbuatan baiknya,
namun karena eksistensinya. Di kemudian hari anak tersebut akan tumbuh menjadi individu yang mampu menilai positif dirinya dan
mempunyai harapan yang realistik terhadap diri seperti orangtuanya meletakkan harapan realistik terhadap dirinya.
2. Pola Pikir Negatif
Dalam hidup bermasyarakat, setiap individu mengalami berbagai masalah, kejadian, bertemu orang-orang baru, dsb. Reaksi
individu terhadap seseorang atau pun sebuah peristiwa, amat dipengaruhi oleh cara berpikirnya. Individu dengan rasa percaya diri yang
lemah, cenderung mempersepsikan segala sesuatu dari sisi negatif. Ia tidak menyadari bahwa dari dalam dirinyalah semua negativisme
itu berasal.
C. Indikator Percaya Diri/Rasa Percaya Diri
Indikator percaya diri merupakan suatu hasil yang nampak pada diri seseorang. Contohnya apabila seseorang berani melakukan suatu
aktivitas dan kelihatannya ia tidak ragu memilih dan membuat apa yang harus dibuatnya. Berikut beberapa indikator kepercayaan diri:
1. Tampil Percaya Diri. Bekerja sendiri tanpa perlu supervisi, mengambil keputusan tanpa perlu persetujuan orang lain.
2. Bertindak Independen. Bertindak di luar otoritas formal agar pekerjaan bisa terselesaikan dengan baik, namun hal ini dilakukan demi
kebaikan, bukan karena tidak mematuhi prosedur yang berlaku.
121
3. Menyatakan Keyakinan atas Kemampuan Sendiri. Menggambarkan dirinya sebagai seorang ahli, seseorang yang mampu mewujudkan
sesuatu menjadi kenyataan, seorang penggerak, atau seorang narasumber. Secara eksplisit menunjukkan kepercayaan akan penilaiannya
sendiri. Melihat dirinya lebih baik dari orang lain.
D. Cara Memupuk Rasa Percaya Diri
Untuk menumbuhkan rasa percaya diri yang proporsional maka individu harus memulainya dari dalam diri sendiri. Hal ini sangat
penting mengingat bahwa hanya individu yang bersangkutan yang dapat mengatasi rasa kurang percaya diri yang sedang dialaminya.
Beberapa saran berikut mungkin layak menjadi pertimbangan jika anda sedang mengalami krisis kepercayaan diri.
1. Evaluasi Diri Secara Obyektif
Belajar menilai diri secara obyektif dan jujur. Susunlah daftar "kekayaan" pribadi, seperti prestasi yang pernah diraih, sifat-sifat
positif, potensi diri baik yang sudah diaktualisasikan maupun yang belum, keahlian yang dimiliki, serta kesempatan atau pun sarana
yang mendukung kemajuan diri. Sadari semua aset-aset berharga anda dan temukan aset yang belum dikembangkan. Pelajari kendala
yang selama ini menghalangi perkembangan diri anda, seperti: pola berpikir yang keliru, niat dan motivasi yang lemah, kurangnya
disiplin diri, kurangnya ketekunan dan kesabaran, tergantung pada bantuan orang lain, atau pun sebab-sebab eksternal lain. Hasil analisa
dan pemetaan terhadap SWOT (Strengths, Weaknesses, Obstacles and Threats) diri, kemudian digunakan untuk membuat dan
menerapkan strategi pengembangan diri yang lebih realistik.
2. Beri Penghargaan yang Jujur Terhadap Diri
Sadari dan hargailah sekecil apapun keberhasilan dan potensi yang anda miliki. Ingatlah bahwa semua itu didapat melalui proses
belajar, berevolusi dan transformasi diri sejak dahulu hingga kini. Mengabaikan/meremehkan satu saja prestasi yang pernah diraih,
berarti mengabaikan atau menghilangkan satu jejak yang membantu anda menemukan jalan yang tepat menuju masa depan.
Ketidakmampuan menghargai diri sendiri, mendorong munculnya keinginan yang tidak realistik dan berlebihan, contoh: ingin cepat
kaya, ingin cantik, populer, mendapat jabatan penting dengan segala cara. Jika ditelaah lebih lanjut semua itu sebenarnya bersumber
122
dari rasa rendah diri yang kronis, penolakan terhadap diri sendiri, ketidakmampuan menghargai diri sendiri hingga berusaha mati-
matian menutupi keaslian diri.
3. Positive Thinking
Cobalah memerangi setiap asumsi, prasangka atau persepsi negatif yang muncul dalam benak anda. Anda bisa katakan pada diri
sendiri, bahwa nobody is perfect dan it's okay if I made a mistake. Jangan biarkan pikiran negatif berlarut-larut karena tanpa sadar
pikiran itu akan terus berakar, bercabang dan berdaun. Semakin besar dan menyebar, makin sulit dikendalikan dan dipotong. Jangan
biarkan pikiran negatif menguasai pikiran dan perasaan anda. Hati-hatilah agar masa depan anda tidak rusak karena keputusan keliru
yang dihasilkan oleh pikiran keliru. Jika pikiran itu muncul, cobalah menuliskannya untuk kemudian di review kembali secara logis dan
rasional. Pada umumnya, orang lebih bisa melihat bahwa pikiran itu ternyata tidak benar.
4. Gunakan Self Affirmation
Untuk memerangi negative thinking, gunakan self affirmation yaitu berupa kata-kata yang membangkitkan rasa percaya diri.
Contohnya: Saya pasti bisa !!! atau Saya bisa belajar dari kesalahan ini. Kesalahan ini sungguh menjadi pelajaran yang sangat berharga
karena membantu saya memahami tantangan.
5. Berani Mengambil Risiko
Berdasarkan pemahaman diri yang obyektif, anda bisa memprediksi risiko setiap tantangan yang dihadapi. Dengan demikian, anda
tidak perlu menghindari setiap risiko, melainkan lebih menggunakan strategi-strategi untuk menghindari, mencegah ataupun mengatasi
risikonya. Contohnya, anda tidak perlu menyenangkan orang lain untuk menghindari risiko ditolak. Jika anda ingin mengembangkan
diri sendiri (bukan diri seperti yang diharapkan orang lain), pasti ada risiko dan tantangannya. Namun, lebih buruk berdiam diri dan
tidak berbuat apa-apa daripada maju bertumbuh dengan mengambil risiko. Ingat: No Risk, No Gain.
6. Belajar Mensyukuri dan Menikmati Rahmat Tuhan
Ada pepatah mengatakan yang mengatakan orang yang paling menderita hidupnya adalah orang yang tidak bisa bersyukur pada
Tuhan atas apa yang telah diterimanya dalam hidup. Artinya, individu tersebut tidak pernah berusaha melihat segala sesuatu dari kaca
123
mata positif. Bahkan kehidupan yang dijalaninya selama ini pun tidak dilihat sebagai pemberian dari Tuhan. Akibatnya, ia tidak bisa
bersyukur atas semua berkat, kekayaan, kelimpahan, prestasi, pekerjaan, kemampuan, keahlian, uang, keberhasilan, kegagalan,
kesulitan serta berbagai pengalaman hidupnya. Ia adalah ibarat orang yang selalu melihat matahari tenggelam, tidak pernah melihat
matahari terbit. Hidupnya dipenuhi dengan keluhan, rasa marah, iri hati dan dengki, kecemburuan, kekecewaan, kekesalan, kepahitan
dan keputusasaan. Dengan "beban" seperti itu, bagaimana individu itu bisa menikmati hidup dan melihat hal-hal baik yang terjadi dalam
hidupnya ? Tidak heran jika dirinya dihinggapi rasa kurang percaya diri yang kronis, karena selalu membandingkan dirinya dengan
orang-orang yang membuat "cemburu" hatinya. Oleh sebab itu, belajarlah bersyukur atas apapun yang anda alami dan percayalah
bahwa Tuhan pasti menginginkan yang terbaik untuk hidup anda.
7. Menetapkan Tujuan yang Realistik
Anda perlu mengevaluasi tujuan-tujuan yang anda tetapkan selama ini, dalam arti apakah tujuan tersebut sudah realistik atau tidak.
Dengan menerapkan tujuan yang lebih realistik, maka akan memudahkan anda dalam mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian anda
akan menjadi lebih percaya diri dalam mengambil langkah, tindakan dan keputusan dalam mencapai masa depan, sambil mencegah
terjadinya risiko yang tidak diinginkan.
124
MOTIVASI BELAJAR
A. Pengertian Motivasi Belajar
Menurut Mc. Donald, yang dikutip Oemar Hamalik (2003:158) motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai
dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dengan pengertian ini, dapat dikatakan bahwa motivasi adalah sesuatu yang
kompleks. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Dalam A.M. Sardiman (2005:75) motivasi belajar dapat juga diartikan sebagai serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi
tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelak
perasaan tidak suka.
B. Unsur yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999), terdapat beberapa unsur yang mempengaruhi motivasi belajar siswa, antara lain :
1. Cita-cita atau aspirasi siswa
Dari segi manipulasi kemandirian, keinginan yang tidak terpuaskan dapat memperbesar kemauan dan semangat belajar, dari segi
pembelajaran penguatan dengan hadiah atau hukuman akan dapat mengubah keinginan menjadi kemauan dan kemauan menjadi cita-
cita. Cita-cita dapat berlangsung dalam waktu sangat lama bahkan sampai sepanjang hayat. Cita-cita seseorang akan memperkuat
semangat belajar dan mengarahkan perilaku belajar.
2. Kemampuan siswa
Keinginan siswa perlu diikuti dengan kemampuan atau kecakapan untuk mencapainya. Kemampuan akan memperkuat motivasi
siswa untuk melakukan tugas-tugas perkembangannya.
3. Kondisi siswa
125
Kondisi siswa meliputi kondisi jasmani dan rohani. Seorang siswa yang sedang sakit, lapar, lelah atau marah akan mengganggu
perhatiannya dalam belajar.
4. Kondisi lingkungan siswa.
Lingkungan siswa dapat berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal, pergaulan sebaya dan kehidupan kemasyarakatan.
Sebagai anggota masyarakat, maka siswa dapat terpengaruh oleh lingkungan sekitar.
5. Unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran
Siswa memiliki perasaan, perhatian, kemauan, ingatan dan pikiran yang mengalami perubahan karena pengalaman hidup.
Pengalaman dengan teman sebaya berpengaruh pada motivasi dan perilaku belajar. Lingkungan alam, tempat tinggal dan pergaulan juga
mengalami perubahan. Lingkungan budaya seperti surat kabar, majalah, radio, televisi semakin menjangkau siswa. Semua lingkungan
tersebut mendinamiskan motivasi belajarnya.
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Terdapat 2 faktor yang membuat seseorang dapat termotivasi untuk belajar, yaitu :
1. Pertama, motivasi belajar berasal dari faktor internal. Motivasi ini terbentuk karena kesadaran diri atas pemahaman betapa pentingnya
belajar untuk mengembangkan dirinya dan bekal untuk menjalani kehidupan.
2. Kedua, motivasi belajar dari faktor eksternal, yaitu dapat berupa rangsangan dari orang lain, atau lingkungan sekitarnya yang dapat
memengaruhi psikologis orang yang bersangkutan.
D. Tips-tips Meningkatkan Motivasi Belajar
Motivasi belajar tidak akan terbentuk apabila orang tersebut tidak mempunyai keinginan, cita-cita, atau menyadari manfaat belajar bagi
dirinya. Oleh karena itu, dibutuhkan pengkondisian tertentu, agar diri kita atau siapa pun juga yang menginginkan semangat untuk belajar
dapat termotivasi. Tips-tips berikut untuk meningkatkan motivasi belajar kita :
1. Bergaulah dengan orang-orang yang senang belajar
126
Bergaul dengan orang yang senang belajar dan berprestasi, akan membuat kita pun gemar belajar. Selain itu, coba cari orang atau
komunitas yang mempunyai kebiasaan baik dalam belajar. Kebiasaan dan semangat mereka akan menular kepada kita. Seperti halnya
analogi orang yang berteman dengan penjual minyak wangi. Jika kita bergaul dengan penjual minyak wangi, kita pun akan terciprat
harumnya minyak wangi.
2. Belajar apapun
Pengertian belajar disini dipahami secara luas, baik formal maupun nonformal. Kita bisa belajar tentang berbagai keterampilan
seperti merakit komputer, belajar menulis, membuat film, berlajar berwirausaha, dan lain-lain.
3. Belajar dari internet
Kita bisa memanfaatkan internet untuk bergabung dengan kumpulan orang-orang yang senang belajar. Salah satu milis dapat
menjadi ajang kita bertukar pendapat, pikiran, dan memotivasi diri. Sebagai contoh, jika ingin termotivasi untuk belajar bahasa Inggris,
kita bisa masuk ke milis Free-English-Course@yahoogroups.com.
4. Bergaulah dengan orang-orang yang optimis dan selalu berpikiran positif
Di dunia ini, ada orang yang selalu terlihat optimis meski masalah merudung. Kita akan tertular semangat, gairah, dan rasa optimis
jika sering bersosialisasi dengan orang-orang atau berada dalam komunitas seperti itu, dan sebaliknya.
5. Cari motivator
Kadangkala, seseorang butuh orang lain sebagai pemacu atau mentor dalam menjalani hidup. Misalnya: teman, pacar, ataupun
pasangan hidup. Anda pun bisa melakukan hal serupa dengan mencari seseorang/ komunitas yang dapat membantu mengarahkan atau
memotivasi Anda belajar dan meraih prestasi.
127

Você também pode gostar