Você está na página 1de 25

Anatomi Fisiologi

Esofagus merupakan salah satu organ silindris berongga dengan


panjang sekitar 25 cm dan berdiameter 2 cm, terbentang dari
hipofaring sampai cardia lambung, kira-kira 2-3 cm di bawah
diafragma. Esofagus terletak posterior terhadap jantung dan trakea,
anterior terhadap vertebra dan berjalan melalui lubang diafragma
tepat anterior terhadap aorta.
Pada kedua ujung esofagus, terdapat otot-otot spingter, diantaranya :
Krikifaringeal
Membentuk sfingter esofagus bagian atas dan terdiri atas serabut-
serabut otot rangka. Dalam keadaan normal berada dalam keadaan
tonik, atau kontraksi kecuali waktu menelan.

Sfingter Esofagus bagian bawah
Bertindak sebagai sfingter dan berperan sebagai sawar terhadap
refluks isi lambung ke dalam esofagus. Dalam keadaan normal,
sfingter ini menutup kecuali bila makanan masuk ke dalam lambung
atau waktu bertahak atau muntah.

Dinding esofagus terdiri dari 4 lapisan, yaitu :
1. Mukosa
Terbentuk dari epitel berlapis gepeng bertingkat yang berlanjut ke
faring bagian atas, dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak
tahan terhadap isi lambung yang sangat asam


2. Sub Mukosa
Mengandung sel-sel sekretoris yang menghasilkan mukus yang dapat
mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan melindungi
mukosa dari cedera akibat zat kimia.

3. muskularis
otot bagian esofagus, merupakan otot rangka. Sedangkan otot pada
separuh bagian bawah merupakan otot polos, bagian yang diantaranya
terdiri dari campuran antara otot rangka dan otot polos.

4. lapisan bagian luar (Serosa)
Terdiri dari jaringan ikat yang jarang menghubungkan esofagus
dengan struktur-struktur yang berdekatan, tidak adanya serosa
mengakibatkan penyebaran sel-sel tumor lebih cepat (bila ada kanker
esofagus) dan kemungkinan bocor setelah operasi lebih besar.

Persarafan utama esofagus dilakukan oleh serabut-serabut simpatis
dan parasimpatis dari sistem saraf otonom. Serabut-serabut
parasimpatis dibawa oleh nervus vagus yang dianggap merupakan
saraf motorik. Selain persarafan ekstrinsik tersebut, terdapat juga jala-
jala longitudinal (Pleksus Allerbach) dan berperan untuk mengatur
peristaltik esofagus normal.
Distribusi darah esofagus mengikuti pola segmental, bagian atas
disuplai oleh cabang-cabang arteria tiroide inferior dan subklavia.
Bagian tengah disuplai oleh cabang-cabang segmental aorta dan
artetia bronkiales, sedangkan bagian sub diafragmatika disuplai oleh
arteria gastrika sinistra dan frenika inferior.
Peranan esofagus adalah menghantarkan makanan dan minuman dari
faring ke lambung. Pada keadaan istirahat antara 2 proses menelan,
esofagus tertutup kedua ujungnya oleh sfingter esofagus atas dan
bawah. Sfingter esofagus atas berguna mencegah aliran balik cairan
lambung ke esofagus (Refluks).

Menelan
Menelan merupakan suatu aksi fisologi kompleks, dimana makanan
atau cairan berjalan dari mulut ke lambung. Juga merupakan
rangkaian gerakan otot yang sangat terkoordinasi, dimulai dari
pergerakanvolunter lidah & diselesaikan refleks dalam faring dan
esofagus. Pada saat menelan, sfingter esofagus atas membuka sesaat
untuk memberi jalan kepada bolus makanan yang ditelan. Menelan
menimbulkan gelombang kontraksi yang bergerak ke bawah sampai
ke lambung. Hal ini dimungkinkan dengan adanya kerja sama antara
kedua lapisan otot esofagus yang berjalan sirkuler dan longitudinal
(gelombang peristaltik primer) dan adanya daya tarik gravitasi. Cairan
yang diminum dalam posisi tegak akan mencapai cardia lebih cepat
darii gelombang peristaltik primer. Tapi pada posisi berbaring (kepala
di bawah), maka cairan akan berjalan sesuai dengan kecepatan
gelombang peristaltik primer.

Fase Menelan :
1. Fase Oral
Makanan yang dikunyah oleh mulut (bolus) didorong ke belakang
mengenai dinding posterior faring oleh gerakan volunter lidah.
2. Fase Faringeal
Palatum mole & uvula menutup rongga hidung, laring terangkat dan
menutup glotis, mencegah makanan masuk trakea. Kemudian bolus
melewati epiglotis menuju faring bagian bawah dan memasuki
esofagus.
3. Fase Esofageal
Terjadi gelombang peristaltik pada esofagus, mendorong bolus
menuju sfingter esofagus bagian distal, kemudian menuju lambung.

Gambar bagian Esofagus










Gejala-gejala yang terjadi pada gangguan esofagus, diantaranya:
a. Disfagia
Atau kesadaran subjektif akan adanya gangguan tansfor aktif zat yang
dimakan dari faring, merupakan gejala utama penyakit faring /
esofagus. Disfagia terjadi pada gangguan non esofagus yang
merupakan akibat penyakit otot atau neurologis (gangguan peredaran
darah otak, miatenia gravis : distropi otot dan polio bulbaris). Sebab-
sebab motorik disfagia dapat berupa ganguan peristaltik yang dapat
berkurang, tidak ada atau terganggu atau akibat difungsi sfingter atas
atau bawah.
b. Pirosis (Nyeri ulu hati )
Adalah gejala penyakit esofagus lain yang sering terjadi. Pirosis
ditandai oleh sensasi panas, terbakar yang biasanya terasa di
epigastrium atas atau di belakang prosesus xipoideus dan menyebar
ke atas. Nyeri ulu hati dapat disebabkan oleh refluks asam lambung
atau sekret empedu ke dalam esofagus bagian bawah, keduanya
sangat mengiritasi mukosa. Refluks yang menetap disebabkan oleh
inkompetensi sfingter esofagus bagian bawah dan dapat terjadi
dengan atau tanpa hernia hiatus atau esofogitis.
c. Odinofagia
Merupakan nyeri menelan dan dapat terjadi bersama disfagia, dapat
dirasakan sebagai sensasi ketat atau nyeri membakar, tidak dapat
dibedakan dengan nyeri ulu hati di bagian tengah dada. Dapat
disebabkan oleh spasme esofagus yang diakibatkan oleh peragangan
akut, atau peradangan mukosa esofagus.
d. Waterbrash
Merupakan regurgitasi isi lambung ke dalam rongga mulut, tanpa
tenaga dan diikuti oleh mukosa. Dirasakan pada tenggorokan sebagai
rasa asam atau cairan panas yang pahit.

2.2 Konsep Dasar
Pengertian dan Pembagian Gangguan Esofagus
1. Akalasia
Merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan peristaltik yang
lemah dan tidak teratur, atau aperistaltis korpus esofagus. Kegagalan
sfingter esofagus bawah untuk berelaksi secara sempurna sewaktu
menelan. Akibatnya, makanan dan cairan tertimbun dalam esofagus
bagian bawah dan kemudian dikosongkan dengan lambat bila tekanan
hidrostatik meningkat. Korpus esofagus kehilangan tonusnya dan
dapat sangat melebar. Akalasia lebihs ering terjadi pada orang dewasa
dari pada anak-anak dan sering pada individu usia 40 tahun atau lebih
tua. (Chudahman Manan, 1990)
Bila ditinjau dari etiologi akalasia, dapat dibagi menjadi :
a. Akalasia primer
Diduga disebabkan oleh virus neurotropik yang berakibat lesi pada
nukleus dorsalis vagus pada batang otak dan ganglia miyenterikus
pada esofagus, faktor keturunan juga cukup berpengaruh.
b. Akalasia sekunder
Disebabkan oleh infeksi (penyakit chagas). Tumor intra luminer
seperti tumor caralia atau pendorongan ekstra luminer, kemungkinan
lain disebabkan obat anti koligergik / pasca vagotomi.

2. Esofagitis
Suatu keadaan dimana mukosa esofagus mengalami peradangan,
dapat terjadi secara akut maupun kronik. (Widaryati Sudiarto, 1994)
a. Esofagitis Peptik (Refluks)
Inflamasi mukosa esofagus yang disebabkan oleh refluks cairan
lambung atau duodenum esofagus. Cairan ini mengandung asam,
pepsinatau cairan empedu.
b. Esofagitis Refluks basa
Terjadinya refluks cairan dari duodenum langsung ke esofagus,
misalnya pada pos gastrekstomi total dengan esofagoduodenostomi
atau esofagojejenostomi.
c. Esofagitis infeksi
Esofagitis Candida (monialisis)
Terjadi karena gangguan sistem kekebalan motilitas esofagus,
metabolisme hdrat arang terutama proses menua.

Esofagitis herpes
Disebabkan oleh infeksi virus herpes zoster / herpes simpleks.
d. Esofagitis yang disebabkan oleh bahan kimia
Esofagitis korosif
Terjadi karena masuknya bahan kimia yang korosifke dalam esofagus.
Hal ini biasanya terjadi karena kecelakaan atau dalam usaha bunuh
diri.
Esofagitis karena obat (pil esofagitis)
Disebabkan oleh pil atau kapsul yang ditekan karena tertahan di
esofagus dan kemudian mengakibatkan timbulnya iritasi dan
inflamasi.

3. Karsinoma Esofagus
Merupakan pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel epitel
yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitar esofagus dan
menimbulkan metastafe pada saluran esofagus. (Dorland : 349, 2002)

4. Refluks Gastroesofagus (RGE)
Merupakan aliran balik isi lambung atau duodenum ke dalam
esofagus adalah normal, baik pada orang dewasa dan anak-anak,
refluks berlebihan dapat terjadi karena sfingter esofagus tidak
kompeten, stenosis, pilorik atau gangguan motilitas kekambuhan
refluks tampak meningkat sesuai penambahan usia.

2.3 Etilogi Gangguan Esofagus
1. Akalasia
Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum diketahui, para ahli
menganggap penyakit ini merupakan disfungsi neuromuskuler dengan
lesi primer mungkin terletak di dinding esofagus, nervus vagus atau
batang otak. Secara histoligik, ditemukan kelainan berupa degenarasi
sel ganglian plexus averbach sepanjang torakal esofagus. Hal ini juga
diduga sebagai penyebab gangguan peristaltik esofagus. Gangguan
emosi dan trauma psikis dapat menyebabkan bagian distal esofagus
dalam keadaan kontraksi. Selain itu juga dapat disebabakan oleh
karsinoma lambung yang menginvasi esofagus, penyinaran serta
toksin atau obat tertentu.

2. Esofagitis
Etiologinya yaitu menelan air panas, refluks asam lambung, infeksi
virus herves, menelan basa atau asam kuat.
b. Esofagitis peptik : refluks cairan lambung atau duodenum
c. Esofagitis refluks basa : disebabkan oleh adanya enzim proteolitik
dari pankreas, garam-garam empedu atau campuran dari kedua zat
tersebut, atau adanya asam hidroklorid yang masuk dan kontak
dengan mukosa esofagus.
d. Esofagitis kandida : gangguan sistem kekebalan, motilitas esofagus,
gangguan metabolisme hidrat arang terutama pada proses menua.
e. Esofagitis herpes : infeksi virus herpes zoater
f. Esofagitis korosif : disebabkan oleh luka bakar karena zat kimia
yang bersifat korosif, misalnya asamkuat, basa kuat dan zat organik
(cair, pasta, bubuk dan zat padat). Bahan alkali (detergent / NaOH
murni)
g. Esofagitis karena obat : tetrasiklin, klindamisin, deoksitetrasiklin,
quinidine, glukonat, empronium bromid, sulfas ferosus, asam askorbat
(Vit E) dan KCl.
h. Esofagitis radiasi : penyinaran 2500 - 6000 Rad


Karsinoma Esofagus
Etiologi karsinoma esofagus amat kompleks dan multifaktorial,
contohnya alkohol dan tembakau, merupakan faktor penyebab yang
paling besar. Faktor makanan memegang peranan penting, berupa
defisiensi Vit A, Vit C dan Riboflavin.

Redluks Gastro Esofagus (RGE)
Disebabkan oleh proses yang multifaktor, maka untuk melakukan
evaluasi terhadap penderita yang diduga RGE patologik perlu dinilai
faktor-faktor yang berperan dalam patogenesis RGE.
Pada orang dewasa faktor-faktor yang menurunkan tekanan sfingter
esofagus bawah, sehingga terjadi RGE antara lain cokelat, obat-
obatan, rokok, alkohol dan kehamilan. Faktor anatomi, seperti niatus
hernia, tindakan bedah, obesitas dapat menyebabkan hipotensi
sfingter esofagus bawah dan pengosongan lambung yang terlambat,
sehingga menimbulkan RGE. faktor asam, pepsin, garam empedu,
tripsin yang meningkat akan menimbulkan perubahan materi refluks
fisiologik.

2.4 Patofifiologi
1. Akalasia
Pada akalasia terdapat gangguan peristaltik pada daerah dua pertiga
bagia bawah esofagus. Tegangan sfingter bagian bawah lebih tinggi
dari normal dan proses relaksasi pada gerakan menelan tidak
sempurna. Akibatnya esofagus bagian bawah mengalami dilatasi
hebat dan makanan tertimbum di bagian bawah esofagus.


2. Esofagitis
a. Esofagitis Refluks (Esofagitis Peptik)
Inflamasi terjadi pada epitel skuamosa di esofagus distal, disebabkan
oleh kontak berulang dan dalam waktu yang cukup lama dengan asam
yang mengandung pepsin ataupun asam empedu. Kelainan yang
terjadi dapat sangat ringan, sehingga tidak menimbulkan cacat, dapat
pula berupa mukosa mudah berdarah, pada kelainan yang lebih berat
terlihat adanya lesi erosif, berwarna merah terang. Hal ini
menunjukkan esofagitis peptik.

b. Esofagitis refluks basa
Peradangan terjadi karena adanya enzim proteolitik dari pankreas,
garam-garam empedu, atau campuran dari kedua zat tersebut, atau
adanya asam hidroklond yang masuk dan kontak dengan mukosa
esofagus sehingga terjadi esofagitis basa.

c. Esofagitis Kandida
Pada stadium awal tampak mukosa yang irreguler dan granuler, pada
keadaan lebih berat mukosa menjadi edema dan tampak beberapa
tukak. Bila infestasi jamur masuk ke lapisan sub mukosa, maka
edema akan bertambah parah, tukak yang kecil makin besar dan
banyak sampai terlihat gambaran divertikel, sehingga terjadi
esofagitis Kandida (Moniliasis).

d. Esofagitis Herpes
Seseorang dengan daya tahan tubuh menurun seperti pada penderita
yang lama dirawat di RS, pengobatan dengan imunosupresor.
Penderita dengan penyakit stadium terminal yang terkena virus herpes
zoster dengan lesi pada mukosa mulut dan kulit, mengakibatkan
esofagitis herpes, dimana lesi awal yang klasik berupa popula atau
vesikel atau tukak yang kecil kurang dari 5 mm dengan mukosa di
sekitarnya hiperemis. Dasar tukak berisi eksudat yang berwarna putih
kekuningan, jika tukak melebar akan bergabung dengan tukak di
dekatnya menjadi tukak yang besar.

e. Esofagitis Korosif
Basa kuat menyebabkan terjadinya nekrosis mencair. Secara
histologik dinding esofagus sampai lapisan otot seolah-olah mencair.
Asam kuat yang tertelan akan menyebabkan nekrosis menggumpal
secara histologik dinding esofagus sampai lapisan otot seolah-olah
menggumpal. Zat organik (lisol, karbol) menyebabkan edema di
mukosa atau sub mukosa. Asam kuat menyebabkan kerusakan pada
lambung lebih berat dibandingkan dengan kerusakan di esofagus.
Sedangkan basa kuat menimbulkan kerusakan di esofagus lebih berat
dari pada lambung.

f. Esofagitis Karena Obat
RL atau kapsul yang ditelan kemudian tertahan di esofagus
mengakibatkan timbulnya iritasi dan inflamasi yang disebabkan oleh
penyempitan lumen esofagus oleh desakan organ-organ di luar
esofagus. Obstruksi oleh karena peradangan, tumor atau akalasia,
menelan pil dalam posisi tidaur dapat menyebabkan esofagitis karena
obat.

g. Esofagitis Radiasi
Pengobatan dengan radiasi di daerah toraksm dengan dosis
penyinaran 22500 - 6000 Rad, dapat mengakibatkan peradangan pada
mukosa esofagus.

3. Karsinoma Esofagus
Karsinoma sel skuamosa biasanya menyebabkan ulserasi pada
stadium dini dan menyebabkan nyeri, metastasi dini menuju ke nodus
lempatikus servikalis dan seng mula-mula timbul sebagai tumor di
leher. Disfagia mungkin suatu gejala ringan yang tidak nyata dan
tampak menyertai pembersihan tenggorokan. Tumor di tenggorokan
ini dengan sensitifitas bila menelan cairan asam dapat menyebabkan
karsinoma esofagus.

4. Refluks Gastroesofagus (RGE)
a. Tekanan sfingter esofagus bawah yang lebih rendah dari 6 mmHg
RGE.
b. Isi lambung yang penuh terutama setelah makan refluks
c. Pengosongan lambung yang terlambat RGE
d. Bahan refluks yang mengandung asam, pepsin, garam empedu,
tripsin merusak mukosa esofagus.

2.5 Manifestasi Klinik
1. Gangguan Motilitas
a. Akalasia
Gejala utamanya adalah kesulitan menelan, baik cairan maupun padat,
regurgitasi pada malam hari, batuk pada malam hari atau adanya
pneumonia, nyeri dada.
b. Spasme esofagus difus
Biasanya tanpa gejala, tetapi pada beberapa kasus yang dapat
menimbulkan gejala, gejala yang paling sering timbul adalah dispagia
intermiten dan odinofagia, yang diperberat oleh menelan makanan
yang dingin, bolus yang besar dan ketegangan saraf.
c. Skleroderma
Disfagia menjadi gejala yang menyolok bila esofagitis mengakibatkan
pembentukan striktur.


2. Esofagitis
Gejala-gejala yang segera timbul adalah adinofagia berat, demam,
keracunan dan kemungkinan perforasi esofagus disertai infeksi
mediastinum dan kematian.
a. Esofagitis Peptik (Refluks)
Gejala klinik yangnyata misalnya rasa terbakar di dada (heart burn)
nyeri di daerah ulu hati, rasa mual, dll.
b. Esofagitis refluks basa
Gejala klinik berupa pirosis, rasa sakit di retrosternal. Regurgitasi
yang terasa sangat pahit, disfagia, adinofagia dan anemia defisiensi
besi kadang-kadang terjadi hematemesis berat.
c. Esofagitis Kandida
Gejala klinis yang sering adalah disfagia, adinofagia. Pada beberapa
penderita mengeluh dapat merasakan jalannya makanan yang ditelan
dari kerongkongan ke lambung, rasa nyeri retrosternal yang menyebar
sampai ke daerah skapula atau terasa disepanjang vertebra torakalis,
sinistra.
d. Esofagitis Herpes
Gejala klinik berupa disfagia, odinofagia, dan rasa sakit retrosternal
yang tidak membaik setelah pengobatan dengan nyastin atau anti
fungal lain.
e. Esofagitis Korosif
Gejala yang sering timbul adalah disfagia / kesulitan menelan,
odinofagia dan adanya rasa sakit retrosternal.
f. Esofagitis karena obat
Gejala yang timbul berupa odinofagia, rasa sakit retrosternal yang
terus-menerus, disfagia atau kombinasi dari ketiga gejala ini.

3. Karsinoma Esofagus
Disfagia, rasa makanan tersangkut pada tenggorokan dan daerah
retrosternal, regurgitasi, suara parau, perdarahan tumor sampai
muntah darah.
4. Refluks Gastro Esofagus (RGE)
Gejala-gejalanya dapat mencakup prosis (sensasi terbakar pada
esofagus), dispepsia (indigesti), regurgitasi, disfagia, atau osinofagia
(kesulitan menelan / nyeri saat menelan), hipersalivasi, atau
esofagitis. Gejala-gejala ini dapat menyerupai serangan jantung.

2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Akalasia
a. Pemeriksaan radiologik
Gambaran radiologik memperlihatkan gelombang peristaltik yang
hanya terlihat pada daerah sepertiga proksimal esofagus, tampak
dilatasi pada daerah dua pertiga distal esofagus dengan gambaran
peristaltik yang abnormal atau hilang sama sekali, serta gambaran
penyempitan di bagian distal esofagus menyerupai ekor tikus (mouse
tall appearance).
b. Pemeriksaan Esofagoskopi
Tampak pelebaran lumen esofagus dengan bagian distal yang
menyempit, terdapat sisa-sisa makanan dan cairan ini di bagian
proksimal dari daerah penyempitan. Mukosa esofagus berwarna
pucat, edema dan kadang-kadang terdapat tanda-tanda esofagitis
akibat retensi makanan.
c. Pemeriksaan Manometrik
Gambaran manometrik yang khas adalah tekanan istirahat badan
esofagus meningkat, tidak terdapat gerakan peristaltik sepanjang
esofagus sebagai reaksi proses menelan. Tekanan sfingter esofagus
bagian bawah normal atau meninggi dan tidak terjadi relaksasi
sfingter pada waktu menelan.
2. Esofagitis
a. Esofagitis Peptik (Refluks)
Pemeriksaan esofagoskopi : tidak didapatkan kelainan yang jelas
(blackstone), ciri khas dari esofagitis peptik yaitu peradangan mulai
dari daerah perbatasan esofagus gaster (garisz) ke proksimal daerah
esofagus.
b. Esofagitis Refluks basa
- Pemeriksaan radiologik : dengan kontras barium dapat menunjukkan
kelainan yang terjadi pada keadaan pasca operasi.
- Pemeriksaan endoskopi
Terlihat lesi di mukosa esofagus, mukosa hipermis, rapuh, erosif,
eksudat dan pada kasus yang berat terdapat striktur dan stenosis.
c. Esofagitis kandida
- Pemeriksaan endoskopi
Tampak mukosa rapuh, eritemateus, mukosa sembab, berlapiskan
selaput tebal dan berwarna putih seperti susu kental tersebar di
seluruh esofagus, terutama pada 2/3 distal.
- Pemeriksaan Titer aglutinin serum : hasil > 1 : 160
d. Esofagitis Herpes
- Pemeriksaan klinik
Terdapat lesi herpes zooster dimukosa mulut atau di kulit.
- Pemeriksaan endoskopi
Terlihat lesi berupa papula, mukosa hipermesis, tukak berisi eksudat.
- Pemeriksaan radiologik
Menunjukkan kelainan yang tidak spesifik.
e. Esofagitis korosif
- Pemeriksaan esofagogram
Adanya perforasi atau mediastinitis.
- Pemeriksaan endoskopi
Kerusakan mukosa :
Derajat I : Fribialitis mukosa, hiperemis, edema. Meskipun
ada beberapa lesi erosif, tetapi secara keseluruhan
mukosa masih baik.
Derajat II : Keadaan sudah lebih berat, dengan mukosa yang
pariable, erosif, banyak terdapat tukak dengan eksudat, sering ada
spasme dan perdarahan di mukosa esofagus.
Derajat III : derajat II + perforasi
f. Esofagitis karena obat
- Pemeriksaan esofagoskopi
Terdapat edema lokal dengan eritem, lesi erosif dengan
pseudomembran atau eksudat.
g. Esofagitis Radiasi
- Pemeriksaan Radiologis
Tidak dapat mendeteksi kelainan yang terjadi.
- Pemeriksaan endoskopi.
Ditemukan jamur kandida.

3. Karsinoma Esofagus
a. Pemeriksaan radiologik
Esofagogram : kanker pdipoid dapat membentuk gambaran seperti
cendawam, bentuk ulserasi menyebabkan gambaran iregularitas dan
lumen menjadi sempit. Bentuk kanker berinfiltrasi biasanya
menunjukkan gambaran kontruksi,mukosa pada daerah kontriksi
menjadi hilang.
b. Pemeriksaan Sineradiografi
Menunjukkan kekakuan esofagus dan hilangnya peristaltik yang
normal.
c. Pemeriksaan USG dan CT. Scan
Metastosis ke hati, paru-paru, kelenjar mediastinum menunjukkan
tumor tidak resektabel.
d. Pemeriksaan endoskopi
Gambarannya dapat berupa "massa" polipois atau ulserasi 60-70 %
adalah bentuk polipoid, bentuknya ireguler, keras dan rapuh serta
menonjol ke lumen, terdapat juga ulserasi, warnanya keabu-abuan,
cokelat, merah muda, atau merah rapuh.

4. Refluks Gastro Esofagus (RGE)
a. Pemeriksaan radiologi
Menunjukkan refluks barium secara spontan pada pemeriksaan
fluaroskopi.
b. Pemeriksaan manometri
Tekanan sfingter esofagus bagian bawah > 20 mmHg. Penyakit RGE
dapat disingkirkan.
c. Pemeriksaan endoskopi
Untuk melihat kelainan mukosa esofagus
d. Pemeriksaan provokatif
Jika timbul gejala heart burn setelah pemberian asam yang dirasakan
sama dengan gejala menghilang setelah pemberian garam (NaCl) atau
antasida, maka tes positif.
e. Pengukuran pH dan tekanan esofagus
Bila pH 4, dianggap ada penyakit RGE

2.7 Penatalaksanaan
1. Akalasia
Sifat terapi akalasia banyak paliatif, karena fungsi peristaltik esofagus
tidak dapat dipulihkan kembali. Terapi dapat dilakukan dengan
memberi diet tinggi kalori, medikamentosa, tindakan dilatasi,
psikoterapi, dan operasi esofago kardiomiotomi (operasi heller).
2. Esofagitis
a. Esofagitis Peptik
Pengobatan untuk esofagitis refluks antasida dengan atau tanpa
antagonis H2, receptor. Tindakan pembedahan untuk menghilangkan
refluks hnya dilakukan pada mereka dengan gejala refluks menetap
walaupun telah memberikan pengobatan optimal.
b. Esofagitis refluks basa
Pengobatan esofagitis refluks basa harus cepat dan intensif, antara
lain pemberian antibiotika, steroid, cairan intravena dan kemungkinan
dilakukan pembedahan, apabila penyakit ini telah memetasfase
(menyebar) di sekitarnya.
c. Esofagitis kandida
Nystatin 200.000 unit diberikan sebagai obat kumur yang ditelan
maupun yang dimakan setiap 2 jam pada saat pasien tidak sedang
tidur, merupakan pengobatan standar, cukup efektif dan hampir tidak
ada efek sampingnya. Bila pasien resisten terhadap Nystatin, maka
pilihan kedua adalah Flusitosine 100 mg per Kg BB, tiap hari dibagi
dalam 3 kali pemberian setiap sesudah makan, selama 4-6 minggu.
Obat-obat antifungal lain yang dinyatakan efektif yaitu Imidazole,
Ketoconazole, Amphotericine dan Miconazole.
d. Esofagitis Herpes
Pengobatan suporatif yaitu dengan memberikan makanan lunak dan
cair, anastesi lokaldiberikan adalah antibiotik selama 2-3 minggu atau
5 hari bebas demam. Kartikosteroid untuk mencegah terjadinya
pembentukan fibrosis yang berlebihan dan Analgetik. Selain itu yang
dilakukan esofagoskopi pada hari ke-3 setelah kejadian atau bila luka
di bibir, mulut dan faring sudah tenang.
e. Esofagitis karena obat
Dengan menghentikan pemakaian obat-obat yang dicurigai lesi
esofagus dapat sembuh, dan mengajarkan kepada penderita untuk
minum obat dalam posisi tegak (tidak berbaring) dan disertai air yang
cukup banyak.

f. Esofagitis radiasi
Pada keadaan akut, pengobatan dilakukan dengan memodifikasi jenis
penyinaran, diit cair dan pemberian analgesik dan anastetik lokal
sebelum tidur atau sebelum makan. Striktur yang terjadi diatasi
dengan dilatasi peroral.

3. Karsinoma Esofagus
Biasanya terapi mencakup kombinasi pembedahan dan radioterapi

4. Refluk Gastro Esofagus
a. Terapi medik fase I
- Posisi kepala / tempat tidur ditinggikan 6-8 inch
- Diet dengan menghindari makanan tertentu (makanan berlemak,
berbumbu,asam, cokelat, kopi, alkohol).
- Menurunkan BB bagi yang gemuk
- Jangan makan terlalu kenyang, jangan segera tidur setelah makan.
- Sebaiknya makan sedikit-sedikit tapi sering
- Hindari hal : seperti merokok, pakaian ketat, mengangkat barang
berat.
b. Fase II
- Obat prokinetik : Betanekol 0,1 mg / kg / dosis 2x sehari sebelum
makan dan tidur
- Obat anti sekrotik : Simetidin 10-15 mg/kg/dosis 2x sehari jam
sebelum makan.
- Antasida dan As. Algnik dimakan secara teratur.
c. Fase III
Pembedahan antara refluks dengan indikasi RGE per sistem,
malnutrisi serat, ISP berulang, striktur esofagus.

2.8 Komplikasi Pada Gangguan Esofagus
d. Syok
e. Koma
f. Edema laring
g. Perforasi esofagus
h. Aspirasi pneumonia
i. Peradangan
j. Erosi
k. Pembentukan tukak
l. Perdarahan
m. Striktur
n. Pembentukan jaringan parut.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Sudarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan medikal Bedah.
Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
Ester Monica. 2001. Keperawatab Medikal Bedah : Pendekatan
Sistem Gastrointestinal. Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
Jayve M. Black and Esther Matassarin Jacob. 1997. Medical Surgical
Nursing : Clinical Management for Continuty of Care, fifth edition.
WB. Sounders : Campani
Mansjoer Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Media
Aesculapius FKUI : Jakarta.
Price, Sylvia, dkk. 1994. Patofisiologi Konsep Klinik, Proses-Proses
Penyakit. Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
Sulaiman, Ali, dkk. 1990. Gastroentorologi Hepatologi. CV. Agung :
Jakarta.




Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya 10 cm, terletak
sebagian di leher dan sebagian di rongga dada. Dinding
tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang
rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia
ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke
saluran pernapasan

Esofagus merupakan salah satu organ silindris berongga dengan
panjang sekitar 25 cm dan berdiameter 2 cm, terbentang dari
hipofaring sampai cardia lambung, kira-kira 2-3 cm di bawah
diafragma. Esofagus terletak posterior terhadap jantung dan
trakea, anterior terhadap vertebra dan berjalan melalui lubang
diafragma tepat anterior terhadap aorta.











Proses Menelan Makanan
Refleks menelan terpicu ketika bolus makanan mencapai faring. Pada proses penelanan
makanan, bolus makanan akan didorong oleh lidah menuju faring, sesampainya makanan di
faring, sfinkter esofagus akan berelaksasi (terbuka) sehingga memungkinkan jalan masuk ke
esofagus/kerongkongan, sementara itu, ketika bolus makanan tadi melewati faring, terjadi
penutupan saluran tenggorokan/trakea oleh epiglotis yang menutup (turun) bagian laring
(pangkal trakea/tenggorokan) sehingga mencegah makanan salah masuk ke
trakea/tenggorokan.

B. Ketika Tidak Menelan
Ketika seseorang tidak dalam kondisi menelan makanan, otot sfinkter esofagus akan
berkontraksi sehingga menutup jalur menuju esofagus/kerongkongan, dan epiglotis
terbuka/naik sehingga tidak menutup laring/pangkal trakea dan glotis terbuka


Karena strukturnya ini, sehingga bronkus kanan akan mudah
kemasukan benda asing. Itulah sebabnya paru-paru kanan
seseorang lebih mudah terserang penyakit bronkhitis. Pada
seseorang yang menderita asma bagian otot-otot bronkus ini
berkontraksi sehingga akan menyempit. Hal ini dilakukan untuk
mencegah masuknya lebih banyak benda asing yang
menimbulkan reaksi alergi.
Akibatnya penderita akan mengalami sesak napas. Sedangkan
pada penderita bronkitis, bagian bronkus ini akan tersumbat oleh
lendir. Bronkus kemudian bercabang lagi sebanyak 2025 kali
percabangan membentuk bronkiolus. Pada ujung bronkiolus
inilah tersusun alveolus yang berbentuk seperti buah anggur.




ANATOMI DAN FISILOGI

1. Anatomi Paru Paru-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru
berbentuk kerucut. Paru kanan dibagi oleh dua buah fisura kedalam tiga
lobus atas, tengah dan bawah. Paru kiri dibagi oleh sebuah tisuda ke
dalam dua lobus atas dan bawah (John Gibson, MD, 1995, 121).
Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut.Terletak dalam rongga
dada atau toraks. Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang
berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru
mempunyai apeks dan basis. Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi
3 lobus oleh fisura interlobaris. Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2
lobus. Lobos-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen
sesuai dengan segmen bronkusnya. 2. Anatomi Bronkus a. Bronkus
Disebut bronkus lobaris kanan (3Terbagi menjadi bronkus kanan dan
kiri. Bronkus lobaris kanan terbagilobus) dan bronkus lobaris kiri (2
bronkus). menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi
menjadi 9 bronkus Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi
bronkussegmental. subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang
memiliki : arteri, Bronkus segmental bercabang-cabang menjadilimfatik
dan saraf. b. Bronkiolus Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa
yang memproduksi lendirbronkiolus. yang membentuk selimut tidak
terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas. c. Bronkiolus
membentuk percabangan menjadi bronkiolusBronkiolus Terminalis
terminalis (yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia d. Bronkiolus
Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori. respiratori
Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan
napas konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Bronchus yang terbentuk
dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis
kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis
sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke
arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih
vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan
mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut
bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari
yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah
menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah. Cabang
utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris
dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus
menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya
menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak
mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis
tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang
rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat
berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus
terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya
adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru. 3.
Fisologi. Proses fisiologi pernapasan dimana O2 dipindahkan dari udara
ke dalam jaringan-jaringan dan CO2 dikeluarkan ke udara ekspirasi, dapat
terbagi menjadi 3 stadium. 1. Ventilasi 2. Difusi 3. Transportasi
fisiologik. Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan
sakus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi
dalam alveoli

Você também pode gostar