Jadi, Bank Syariah itu Tidak Benar-Benar Sesuai Syariah ya?
Posted on 11 November 2013
Sejak bank syariah berkembang pesat di tanah air, saya sudah memindahkan semua r ekening saya dari bank konvensional ke bank syariah. Kecuali satu rekening yang tidak saya pindahkan, y aitu rekening Bank BN*, karena semua transfer honor maupun gaji dari ITB harus dilakukan melalui bank BN* tersebut karena ada MOU antara ITB dan Bank BN*. Alasan saya membuka rekening di bank syariah adalah untuk mendapatkan ketentrama n secara ruhani, sebab bank syariah tidak menggunakan sistem ribawi dalam operasionalnya, yaitu sistem bunga uang yang diharamkan oleh agama. Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (Qs .Al Baqarah:275). Saya yakin Anda semua sudah faham tentang riba atau rente. Misalnya anda meminja m Rp1000 kepada seseorang atau kepada bank, lalu orang atau bank tersebut mewajibkan Anda mengem balikannya sebesar Rp1100, maka Rp100 kelebihannya itu adalah riba, sesuatu yang sudah diharamkan o leh agama. Awal mula saya menabung atau menyimpan deposito di bank syariah tentu saja denga n keyakinan seperti itu. Saya mendapatkan bagi hasil per bulan dari uang yang saya simpan di bank. Darima na bagi hasil itu diperoleh? Pihak bank memutar uang nasabah untuk berbagai usaha yang menghasilkan profit, l alu bank mendapat keuntungan dari usaha tersebut. Keuntungan tersebut dibagi dua dengan nasabah, y ang kisaran proporsinya biasanya sudah ditetapkan, misalnya 40% : 60% yang artinya 40% profit untuk nasa bah dan 60% untuk bank. Jika untungnya besar, maka bagi hasilnya juga besar, jika untungnya kecil maka b agi hasilnya turun. Jika usaha tersebut mendatangkan kerugian, maka nasabah juga ikut menanggung rugi dengan ti dak mendapat bagi hasil sama sekali. Ibaratnya berat sama dipikul dan ringan sama dijinjing. Kalau untun g dinikmati bersama-sama, kalau rugi ya sama-sama juga. Pada bank konvensional, bagi hasil itu dinamakan bunga (interest). Besar bunga f luktuatif dari awal, misalnya sekarang 8%. Hanya bedanya, jika bank mengalami kerugian dalam usahanya, maka na sabah tidak ikut menanggung kerugian, nasabah tetap saja mendapat bunga simpanan sebesar 8% tadi. Sebaliknya, jika bank mendapat untung besar dari memutar uang nasabah, bunga untuk nasabah tetap saja 8% sedangkan bank menikmati untung besar. Dilihat dari kedua perbandingan di atas, maka sistem bagi hasil pada bank syaria h terasa lebih adil dan manusiawi. Baiklah, kalau soal simpan-menyimpan uang tidak ada keraguan bagi saya tentang b ank syariah. Saya menyetujui sistem bagi hasil seperti itu. Keraguan saya mulai timbul ketika memb aca tentang proses meminjam uang dari bank syariah. Misalnya anda meminjam uang untuk kredit membeli rumah ( KPR), atau meminjam uang untuk dana talangan haji, sebesar Rp10 juta. Phak Bank setelah melakukan su rvei lalu menyetujui usulan pinjaman anda, mereka memberikan anda pinjaman uang Rp10 juta dengan didahului p roses akad (yang istilahnya bermacam-macam). Dalam akad itu Anda dan bank menyepakati skema pembi ayaan (pengembalian uang). Katakanlah anda nanti harus membayar kembalian sebesar Rp12 juta dengan c ara mencicilnya per bulan, misalnya mencicil pembayaran sebesar Rp1.200.000/bulan selama sepuluh bulan. Di sini bank mengambil keuntungan Rp2 juta dari pinjaman Anda. (Baca ini agar lebih jelas). Dari contoh peminjaman uang yang saya paparkan di atas, maka saya jadi bertanya- tanya, apa bedanya model bank syariah sekarang ini dengan bank konvensional? Menurut pendapat saya yang a wam ini, mereka sama-sama memungut riba, hanya istilahnya saja yang berbeda. Pada bank konvensio nal namanya bunga, pada bank syariah namanya skema bagi hasil. Intinya sama saja, yaitu riba. Pada bank konvensional skema pengembaliannya adalah membayar pinjaman plus bunganya, sedangkan pada bank syar iah namanya mencicil per bulan. Pada bank syariah ada istilah akad kredit, pada bank konvensional nam anya skema kredit (atau apapun namanya). Pada hekekatnya, praktek keduanya sama saja. Malah, pada bebera pa kasus saya pernah mendengar bank syariah lebih kejam daripada bank konvensional, sebab mereka menera pkan bunga lebih tinggi daripada bank konvensional. Keraguan saya menemukan jawaban ketika membaca jawaban Pak Ustad pada tulisan in i: Bank Syariah Sama Saja Dengan Bank Konvensional, Benarkah?. Pada tulisan itu dikemukakan perdebata n yang terjadi anatra pendukung bank syariah dengan pihak yang tidak mendukung, masing-masing merasa y akin dengan argumentasinya. Hingga saat ini saya masih tetap menggunakan bank syariah, alasannya karena di s itu saya hanya menabung saja, tidak sampai meminjam uang. Kalau sekadar menabung saja sih bagi saya masi h oke, tidak ada masalah (itu menurut pendapat saya lho). Tapi kalau soal peminjaman uang yang ada kelebi han yang harus dibayarkan (dengan berbagai nama dan istilah), disitulah titik krusial keraguan pada prakte k bank syraiah. Alhamdulillah saya belum pernah meminjam uang ke bank (moga-moga jangan deh), baik ke bank kon vensional maupun bank syariah, jadi saya belum mempunyai masalah dalam praktek sistem ribawi ini. Jadi, menurut saya sebenarnya belum ada bank syariah di Indonesia yang benar-ben ar menerapkan sistem perbankan secara syari (sesuai ajaran agama). Lalu, kalau pun belum ada, apakah b unga uang pada bank konvensional menjadi halal? Menurut saya tidak juga, bunga uang pada bank konven sional tetap saja 100% haram hukumnya. Keraguan pada bank syariah tidaklah mengubah bunga bank konvensi onal otomatis menjadi halal. Saya masih tetap menabung di syariah. Selain karena hanya sekadar menabung, ada lagi alasan yang lebih prinsipil. Bank-bank syariah itu di-back-up oleh para ulama (namanya Dewan Syari ah Nasional). Merekalah yang mengeluarkan fatwa tentang praktek perbankan syariah. Saya yakin fatwa para ulama itu adalah baik, sebab mereka meiliki kompetensi disitu. Jadi, jika nanti saya ditanya di akhirat mengapa saya tetap menggunakan bank syariah, maka saya sudah mempunyai jawaban: tanyakanlah kepada para ulama itu. Jika fatwa ulama sudah benar secara syari tetapi dimultitafsirkan oleh pengelola bank syariah sehingga hampir mirip dengan sitem ribawi, maka silakan pengelola bank itu menanggung dosanya. Jadi, Bank Syariah itu Tidak Benar-Benar Sesuai Syariah ya? | Catatanku http://r inaldimunir.wordpress.com/2013/11/11/jadi-bank-syariah-itu-tidak...