Você está na página 1de 5

GAMBARAN PENYEBAB GANGGUAN PENDENGARAN

DI POLI THT-KL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH


Wendra Saputra


Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh


ABSTRAK
Gangguan pendengaran adalah istilah yang sering digunakan untuk
menggambarkan penurunan pendengaran pada satu atau kedua telinga. Ada tiga
jenis gangguan pendengaran, yaitu konduktif, sensorineural, dan campuran.
Angka gangguan pendengaran dan ketulian di Indonesia tergolong tinggi di Asia
Tenggara, yaitu 16,8% untuk gangguan pendengaran dan 0,4% untuk ketulian.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran penyebab gangguan
pendengaran di Poli THT-KL RSUDZA Banda Aceh. Metode penelitian yang
digunakan penelitian deskriptif observasional. Data penelitian diambil secara
retrospektif dari catatan medis selama 1 tahun dari periode 1 Januari - 31
Desember 2011. Sampel adalah semua pasien dengan keluhan gangguan
pendengaran yang berobat di Poli THT-KL RSUDZA Banda Aceh dan dilakukan
pemeriksaan audiometri. Hasil penelitian didapatkan jumlah kasus dengan
keluhan gangguan pendengaran 96 orang. Proporsi pasien berdasarkan penyebab
: OMSK 35 orang (36,5%), presbikusis 28 orang (29,1%), bising 7 orang (7,3%),
dan kongenital 1 orang (1,1%), kemudian faktor lain sebanyak 25 orang (26%).
Berdasarkan jenis gangguan pendengaran : sensorineural (55,2%), konduktif
(19,8%), campuran (16,1%). Berdasarkan derajat gangguan pendengaran ringan
(26%), berat (22,9%), sedang (18,8%), sangat berat (13%), dan sedang berat
(10.8%). OMSK merupakan penyebab tertinggi gangguan pendengaran di
RSUDZA Banda Aceh.

Kata kunci : Gangguan pendengaran, Audiometri, OMSK, Tuli sensorineural


PENDAHULUAN
Pendengaran merupakan salah
satu indra yang sangat berguna bagi
kehidupan manusia. Dapat mendengar
adalah suatu karunia yang sangat besar
yang diberikan Tuhan terhadap
makhluknya, sehingga apabila
manusia mengalami gangguan
pendengaran, tentu akan
mempengaruhi kualitas hidupnya
(Bashiruddin, 2010).
Gangguan pendengaran adalah
istilah yang sering digunakan untuk
menggambarkan penurunan
pendengaran pada satu atau kedua
telinga. Ada tiga jenis gangguan
pendengaran, yaitu konduktif,
sensorineural, dan campuran. Pada
gangguan pendengaran konduktif
masalah terjadi pada telinga luar atau
tengah, sedangkan pada gangguan
pendengaran sensorineural terdapat
masalah di telinga bagian dalam dan
saraf pendengaran. Sedangkan,
gangguan pendengaran campuran
disebabkan oleh kombinasi gangguan
konduktif dan gangguan sensorineural
(WHO, 2010).
Di dunia, menurut perkiraan
WHO, 80% orang yang mengalami
masalah gangguan pendengaran
tinggal di negara berkembang. Pada
tahun 1995 terdapat 120 juta penderita
gangguan pendengaran di seluruh
dunia. Jumlah tersebut mengalami
peningkatan yang sangat bermakna
pada tahun 2001 menjadi 250 juta
orang. Pada tahun 2005, WHO
memperkirakan terdapat 278 juta
orang menderita gangguan
pendengaran, 75-140 juta diantaranya
terdapat di Asia Tenggara (WHO,
2010).
Di Indonesia, gangguan
pendengaran dan ketulian saat ini
masih merupakan suatu masalah yang
sering dihadapi masyarakat. Sampai
dengan tahun 1996 Indonesia belum
memiliki angka gangguan
pendengaran dan ketulian.
Berdasarkan hasil Survei Nasional
Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran dengan sampel sebesar
19.375 di 7 provinsi (Sumatera Barat,
Sumatra Selatan, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi
Selatan dan Sulawesi Utara) dari tahun
1994 1996 ternyata angka gangguan
pendengaran dan ketulian di Indonesia
cukup mengejutkan, termasuk yang
tinggi di Asia Tenggara, yaitu 16,8%
untuk gangguan pendengaran dan
0,4% untuk ketulian dengan kelompok
tertinggi di usia sekolah (7-9 tahun).
Disamping itu diperkirakan setiap
tahunnya akan ada sekitar 5.200 bayi
lahir tuli (Soetjipto, 2007).
Dari data di atas dapat dilihat
bahwa gangguan pendengaran
merupakan suatu masalah yang serius
di Indonesia. Ada 4 faktor yang sering
menyebabkan ketulian yang
sebenarnya dapat dicegah dan diobati
yaitu OMSK (otitis media supuratif
kronik), tuli sejak lahir, tuli pada
orang tua (presbikusis), dan tuli akibat
bising (Soetjipto, 2007).
Untuk Aceh sampai saat ini
belum ada data mengenai jenis
gangguan pendengaran penyebab
maupun jumlah penderita karena itu
penulis ingin melakukan penelitian
untuk mengetahui gambaran penyebab
gangguan pendengaran di Poli THT
Rumah Sakit Umum Daerah Zainal
Abidin (RSUDZA) Banda Aceh.

1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran penyebab
gangguan pendengaran pasien di Poli
THT-KL RSUDZA .

1.2 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran
penyebab gangguan pendengaran di
Poli THT-KL RSUDZA Banda Aceh.

1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui jenis dan derajat
gangguan pendengaran pada pasien
rawat jalan di Poli THT-KL RSUDZA
Banda Aceh.
2. Untuk mengetahui distribusi
penyebab gangguan pendengaran
berdasarkan kelompok usia, jenis
kelamin dan pekerjaan pada penderita
yang berobat di Poli THT-KL
RSDUZA Banda Aceh.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Bagi rumah sakit
Dapat dipakai sebagai masukan atau
informasi untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan terutama dalam
upaya mencegah dan menangani
masalah gangguan pendengaran.
b. Untuk peneliti lain
Dapat dipakai sebagai sumber
informasi untuk melakukan penelitian
selanjutnya yang berhubungan dengan
gangguan pendengaran.
c. Bagi pemerintah
Dapat dipakai sebagai bahan informasi
untuk menunjang program pemerintah
untuk pencegahan dan
penanggulangan gangguan
pendengaran pada masyarakat.


Hasil Penelitian
Dapat diketahui distribusi
penyebab gangguan pendengaran di
Poli THT-KL RSUDZA dari periode 1
Januari 31 Desember 2011
Distribusi frekuensi pasien berdasarkan penyebab gangguan pendengaran di Poli
THT-KL RSUDZA Banda Aceh
No Etiologi Frekuensi Persentase (%)
1 OMSK 35 36,5
2 Kongenital 1 1,1
3 Bising 7 7,3
4 Presbikusis 28 29,1
5 Faktor lain 25 26,0
Total 96 100,0

Berdasarkan tabel diatas dapat
dilihat bahwa jumlah kasus dengan
keluhan gangguan pendengaran yang
berobat di Poli THT-KL RSUDZA
Banda Aceh, dilakukan pemeriksaan
audiometri dari periode 1 Januari - 31
Desember 2011 dan mempunyai data
yang lengkap berjumlah 96 orang,
penyebab gangguan pendengaran
OMSK sebanyak 35 orang (36,5%),
kemudian kongenital sebanyak 1 orang
(1,1%), bising sebanyak 7 orang (7,3%)
, prebikusis sebanyak 28 orang
(29,1%), kemudian Faktor lain sebanyak
25 orang (26%) yang terdiri dari
trauma, riwayat stroke, riwayat
diabetes, pasca operasi mastoidektomi,
tumor, dan riwayat pemakaian obat-
obatan ototoksik.


Pembahasan

Berdasarkan pada tabel di atas
dapat dilihat bahwa jumlah kasus
dengan keluhan gangguan
pendengaran yang berobat Poli THT-
KL RSUDZA Banda Aceh, dilakukan
pemeriksaan audiometri dari periode 1
Januari - 31 Desember 2011 dan
mempunyai data yang lengkap
berjumlah 96 kasus. Penyebab
tertinggi gangguan pendengaran
adalah OMSK yaitu sebanyak 35
orang (36,5%) diikuti oleh presbikusis
yaitu sebanyak 28 orang (29,1%),
bising sebanyak 7 orang (7,3%) ,
kongenital adalah 1 orang (1,1%), dan
kemudian penyebab lainnya sebesar
25 orang (26%) yang terdiri dari
trauma, riwayat stroke, riwayat
diabetes, pasca operasi mastoidektomi,
tumor, dan riwayat pemakaian obat-
obatan ototoksik, penelitian ini sesuai
dengan penelitian WHO didapatkan
bahwa OMSK merupakan etiologi
paling umum yang mengakibatkan
gangguan pendengaran di Asia
Tenggara. Beratnya ketulian
bergantung kepada besar dan letak
perforasi membran timpani serta
keutuhan dan mobilitas sistem
penghantaran suara di telinga tengah
(Djaafar, Helmi dan Restuti , 2007).
Berdasarkan beberapa penelitian
didapati etiologi paparan terhadap
bunyi bising dan obat-obatan ototoksik
menyumbang hampir 15% kasus
gangguan pendengaran di Asia
Tenggara (WHO, 2001).
Komite Nasional
Penanggulangan Gangguan
Pendengaran dan Ketulian (PGPKT)
(2007) ada 4 penyebab utama dari
gangguan pendengaran dan ketulian
ini, yaitu gangguan pendengaran
akibat otitis media supuratif kronik,
kongenital, bising, dan Presbikusis.
Pada pertemuan WHO-SEARO
(Soauth East Asia Regional Office) di
Colombo, Srilanka pada tahun 2002,
disimpulkan bahwa pada 9 negara
dibawah koodinasi WHO-SEARO
(Bangladesh, India, Indonesia,
Maldives, Myanmar, Nepal, Sri
Lanka, dan Thailand) penyebab
gangguan pendengaran adalah OMSK,
presbikusis, pemakaian obat ototoksik
pemaparan bising dan serumen
(Suwento dan Zislavsky 2007).


DAFTAR PUSTAKA

Bashiruddin, J. E.2010. Pencegahan
Gangguan Pendengaran,
Tantangan dan Harapan Dalam
Implementasi Program Sound
Hearing
2030.www.lontar.ui.ac.id/file?fil
e=digital/...Pencegahan%20gan
gguan.pdf [Accessed 18 Oktober
2011].
Soetjipto,.D. 2007. Komite nasional
penanggulangan gangguan
pendengaran dan ketulian.
http://www.ketulian.com/v1/web
/index.php?to=home&show=
detail [Diakses pada : 26
November 2011].
Suwento,R; Zislavsky,S, Hendarmi ,H.
2007. Gangguan Pendengaran
Pada Bayi dan Anak. dalam:
Soepardi E A, Iskandar N,
Bashiruddin S, Restuti R D.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala dan Leher.edisi
keenam. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.
World Health Organization, 2001.
State of Hearing and Ear care in
the South-East Asia
Region.http://www.searo.who.int
/LinkFiles/Publications HEAR
ING & EAR CARE.pdf[Diakses
pada 18 Oktober 2011].

World Health Organization.2010.
Deafness and Hearing
Impairment.
http://www.who.int/mediacentre/
factsheets /fs300/en/ index.html.
[Diakses pada : 18 Oktober
2010].

Você também pode gostar