Você está na página 1de 21

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penulisan
Bila kita ditanya Apakah agama saudara? Kita pasti akan menjawab Saya
beragama Hindu? Bila kita ditanya lagi, Apa buktinya saudara beragama Hindu? Kita
bisa menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) kita yang dalam kolom agama tertulis
"Hindu". Atau kita mengatakan kita lahir dari orang tua Hindu. Atau kita kawin dengan
seorang laki-laki atau wanita Hindu. Atau kita melakukan ibadah Hindu. Sembahyang
sesuai dengan agama Hindu. Jawaban-jawaban di atas memang benar. Tapi belum
seluruhnya. Tapi apakah mungkin mengetahui seorang Hindu dari tingkah lakunya
dalam kehidupan sehari-hari? Tidak mungkin mengetahui agama seseorang hanya
dengan melihat tingkah laku atau sikap hidupnya. Tapi seorang Hindu wajib
mencerminkan ajaran-ajaran keyakinan dan kepercayaan Hindu dalam kehidupannya.
Untuk dapat melakukan ini seorang Hindu harus memahami agama Hindu secara baik.
Bila kita melihat secara garis besar di Indonesia terdapat bermacam-macam
kebudayaan daerah, maka nampak jelas perbedaan antara budaya atau kebudayaan Bali
dengan budaya dan kebudayaan daerah lainnya. Populernya Bali di seluruh penjuru
dunia adalah karena kebudayaannya yang luhur dan indah itu. Bagi pengamat sepintas,
sulit pula membedakan antara agama Hindu dan budaya Bali, oleh karena itu sering
terjadi identifikasi bahwa agama Hindu sama dengan kebudayaan Bali. Kerancuan ini
perlu dijelaskan, bahwa kedudukan agama Hindu dalam hubungannya dengan budaya
Bali adalah merupakan jiwa dan nafas hidup dari budaya dan kebudayaan.
Agama Hindu dapat disebut sebagai isi, nafas dan jiwa dari budaya Bali
sebagai ekspresi atau gerak aktivitasnya. Agama Hindu sesuai dengan sifat ajarannya
senantiasa mendukung dan mengembangkan budaya setempat. Agama Hindu ibarat
aliran sungai, kemana sungai mengalir, di sanalah lembah disuburkan. Budaya dapat
pula dibandingkan sebagai wadah dan agama sebagai air. Warna dan bentuk wadah
menentukan warna dan bentuk air di dalam wadah itu. Demikianlah hubungannya
agama Hindu dengan budaya atau kebudayaan Bali. Perbedaan budaya tidak akan
menimbulkan perbedaan dalam pengamalan ajaran agama oleh umatnya, karena agama
Hindu di manapun dianut oleh pemeluknya, ajarannya selalu sama, univesal dan
bersifat abadi.
Maka dari itu kondisi masyarakat Indonesia yang majemuk memungkinkan
terjadinya gesekan antar umat beragama. Gesekan menimbulkan dampak, baik positif
2
maupun negatif. Seberapa jauh dampak yang ditimbulkan sangat tergantung pada
tingkat kesadaran umat beragama.Secara historis, kondisi kehidupan pada masa lampau
telah terbina kearah terwujudnya kehidupan yang penuh toleransi, rukun dan damai
antar penganut agama yang satu dengan yang lainnya.
Seperti kita ketahui dalam ajaran agama hindu kita mengenal lima keyakinan
dan kepercayaan kepada tuhan yang disebut dengan Panca Sradha. Yang menjadi
konsep dan keyakinan mendasar bagi setiap umat hindu dalam meyakini
keberadaannya. Oleh karena itu penulis mengambil tema dengan judul Panca Sradha
Dalam Konsep Ketuhanan menurut Agama Hindu.

















3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Panca Sradha
Keyakinan pokok dari agama Hindu terdiri dari 5 (lima) hal yang
disebut Panca Crada. Panca artinya 5 (lima) Crada berarti keyakinan (creed
dalam bahasa inggris; credo dalam bahasa latin). Bila dijabarkan menurut
katanya panca dapat diartikan lima dan sradha dapat diartikan keimanan atau
kepercayaan. Jadi Panca Sradha adalah lima dasar kepercayaan atau keyakinan
Agama Hindu yang harus dipegang teguh dalam kehidupan beragama dan
bermasyarakat demi mencapai tujuan hidupnya di dunia dan sesudahnya. Usaha
untuk menghayati dan mengamalkan ajaran agama Hindu dari kelima macam
kepercayaan itu mutlak perlu kita yakini. Akan menjadi sempurna apabila
penghayatan dan pengamalannya dilandasi dengan cubhakarma (ethika) dan
yadnya (ketulusan berkorban).
Bagian-bagian Panca Sradha :
Percaya dengan adanya Ida Sang Hyang Widhi (Widhi Sradha)
Percaya dengan adanya Atma (Atma Sradha)
Percaya dengan adanya Karma Phala (Karmaphala Sradha)
Percaya dengan adanya Punarbhawa atau Samsara (Punarbhawa Sradha)
Percaya dengan adanya Moksa (Moksa Sradha)
Pemujaan Kawitan didasari oleh Atma Tattwa dan Purnabhawa. Bahwa roh
leluhur akan menjelma kembali menjadi manusia, bisa jadi anak-cucu kita dalam
kaitan ini pemujaan Kawitan adalah bagian dari Bhakti Marga, mewujudkan kasih
sayang kepada leluhur dan keturunan kita. Kawitan adalah jenjang leluhur yang
tertinggi. Pemujaan Kawitan juga dapat didasari oleh Moksa, karena dalam upaya
mensucikan roh leluhur, salah satu caranya dengan menyembah roh leluhur,
mendoakan tercapainya Amoring Acintya. Kawitan adalah manusia, leluhur kita yang
pernah lahir di dunia. Jika Kawitan diartikan sebagai "Wit" atau asal, maka
Sanghyang Manu, manusia pertama ciptaan Hyang Widhi adalah kawitan manusia
diseluruh dunia. Oleh karena alam pikiran manusia serba terbatas, ingin ada sesuatu
batasan yang jelas dalam mewujudkan bhaktinya, berlawanan dengan keadaan Hyang
4
Widhi yang tidak terbatas maka umat Hindu di Bali memutuskan bahwa Bhatara
Kawitan mereka adalah yang pertama kali datang di Bali tidak lagi memikirkan
leluhur yang dahulunya di Majapahit atau lain-lain.
2.2 Penjelasan Bagian-Bagian Panca Sradha
a. Percaya dengan adanya Ida Sang Hyang Widhi (Widhi Sradha).
Widhi Sradha adalah keyakinan atau kepercayaan tentang kebenaran adanya
Ida Sang Hyang Widhi. Keyakinan tentang kebenaran adanya Ida Sang Hyang Widhi
dapat dilakukan melalui ajaran Tri Pramana yang berarti tiga cara atau jalan untuk
memperoleh pengetahuan, atau cara bagaimana umat Hindu menjadi tahu tentang
adanya sesuatu. Yakin ini merupakan pengakuan atas dasar keyakinan bahwa
sesungguhnya Tuhan itu ada, Maha Kuasa, Maha Esa dan Maha segala-galanya.
Tuhan Yang Maha Kuasa yang disebut juga Hyang Widhi (Brahman) adalah ia yang
kuasa atas segala yang ada ini. Tidak ada apapun yang luput dari kuasanya. Ia sebagai
pencipta, sebagai pemelihara dan Pelebur alam semesta dengan segala isinya. Tuhan
adalah sumber dan awal serta akhir dan pertengahan dari segala yang ada. Karena
Tuhan tidak terjangkau oleh pikiran, maka orang membayangkan bermacam-macam
sesuai dengan kemampuannya. Tuhan yang Tunggal (Esa) itu dipanggilnya dengan
banyak nama sesuai dengan fungsinya. Ia dipanggil Brahma sebagai pencipta, Wisnu
sebagai pemelihara dan Ciwa sebagai pelebur/pemralina. Banyak lagi panggilannya
yang lain. Ia maha tahu berada dimana-mana. Karena itu tak ada apapun yang dapat
kita sembunyikan dihadapannya. Orang-orang menyembahnya dengan bermacam-
macam cara pada tempat yang berbeda-beda. Kepadanyalah orang menyerahkan diri
mohon perlindungan dan petunjuknya agar ia menemukan jalan terang dalam
mengarungi hidup ini.
1) Ada pun bagian dari Tri Pramana adalah :
(a) Kepercayaan Umat Hindu terhadap adanya Brahman didasarkan pada kenyataan,
Dimana para maharesi secara nyata dan jelas dapat menerima dan mendengar wahyu
Tuhan, orang suci atau maharesi langsung menerima wahyu Tuhan yang di sebut
sebagai Pratyaksa Pramana.
(b) Kepercayaan Umat Hindu terhadap adanya Brahman didasarkan pada logika atau gejala
alam atau rahasia alam yang tidak dapat terpecahkan oleh manusia. Maka berdasarkan
5
logika pasti ada penyebab atau sumber dari gejala keanehan alam raya ini. Hal inilah
yang di sebut sebagai Anumana Pramana.
(c) Kepercayaan Umat Hindu terhadap adanya Brahman didasarkan pada pemberitahuan
orang lain yang di percaya atau berdasarkan ajaran agama atau Kitab Suci Veda.
Dengan dasar ajaran Agama umat Hindu percaya dengan adanya Tuhan. hal ini yang
disebut Agama Pramana.
2) Sifat-sifat Brahman antara lain :
(a) Sat: sebagai Maha Ada satu-satunya tidak ada keberadaan yang lain di luar beliau.
Dengan kekuatannya Brahman telah menciptakan bermacam-macam bentuk, warna,
serta sifat banyak di alam semesta ini. Planet, manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan
serta benda yang disebut benda mati berasal dari Tuhan dan kembali pada Tuhan
bila saatnya pralaya tiba. Tidak ada satupun benda-benda alam semesta ini yang
tidak bisa bersatu kembali dengan Tuhan, karena tidak ada barang atau zat lain di
alam semesta ini selain Tuhan.
(b) Cit: sebagai Maha Tahu
Beliaulah sumber ilmu pengetahuan, bukan pengetahuan agama tetapi sumber
segala pengetahuan. Dengan pengetahuan maka dunia ini menjadi berkembang dan
berevolusi dari bentuk yang sederhana bergerak menuju bentuk yang sempurna.
Dari avidya (absence of knowledge- kekurang tahuan) menuju vidya atau maha
tahu.

(c) Ananda.
Ananda adalah kebahagiaan abadi yang bebas dari penderitaan dan suka duka. Maya
yang diciptakan Brahman menimbulkan illusi namun tidak berpengaruh sedikitpun
terhadap kebahagiaan Brahman. Pada hakikatnya semua kegembiraan, kesukaran,
dan kesenangan yang ada, yang ditimbulkan oleh materi bersumber pula pada
Ananda ini, bedanya hanya dalam tingkatan. Kebahagiaan yang paling rendah ialah
berwujud kenikmatan insting yang dimiliki oleh binatang pada waktu menyantap
makanan dan kegiatan sex. Tingkatan yang lebih tinggi ialah kesenangan yang
bersifat sementara yang kemudian disusul duka. Tingkatan yang tertinggi adalah
suka tan pawali duka, kebahagian abadi, bebas dari daya tarik atau kemelekatan
terhadap benda-benda duniawi.
Dalam Kitab Suci Agama Hindu mengajarkan bahwa Tuhan itu hanya ada satu
Beliau maha besar maha tahu dan ada dimana-mana yang menjadi sumber dari
segala yang ada di alam raya ini.Tetapi dalam manisfestasinya atau perwujudannya
6
sebagai Tri Murti, Tuhan hanya ada satu, yang di percaya mempunyai Tiga wujud
kekuatan. Tri yang berarti Tiga dan Mukti yang berarti perwujudan. Tiga kekuatan
atau kebesaran itu yang di maksud adalah :
(a) Tuhan sebagai maha Pencipta dalam wujudnya sebagai pencipta Tuhan di beri
nama Dewa Brahma dikatakan sebagai maha pencipta karena Tuhanlah yang
menciptakan alam semesta beserta isinya, Dewa Brahma di simbolkan dengan
aksara suci A (Ang).
(b) Tuhan sebagai maha pemelihara Tuhan sebagai pemelihara yang melindungi
segala ciptaannya dalam manisestasinya sebagai pemelihara Umat Hindu
menyebut Tuhan sebagai Dewa Wisnu, dan disimbolkan dengan aksara suci U
(ung).
(c) Tuhan sebagai maha pemralina, pemralina berasal dari kata pralina yang berarti
kembali pada asalnya, pemrelina berarti mengembalikan kepada asalnya yang
disebut juga sebagai pelebur, Tuhan sebagai pelebur umat Hindu menyebut
Tuhan sebagai Dewa Siwa dan disimbolkan dengan aksara suci M (Mang).
3) Pengertian Dewa.
Pengertian Dewa dalam Agama Hindu adalah Kata Dewa muncul dari kata Deva
atau Daiwa dalam bahasa sansekerta yang berasal dari kata Div yang berarti Sinar, jadi
Dewa adalah merupakan perwujudan sinar suci Tuhan Yang Maha Esa. Disamping Tri
Murti dalam agama hindu juga ada dewa dan dewi yang di percaya sebagai manisfestasi
dari Tuhan seperti di bawah ini :
(a) Agni (Dewa api)
(b) Aswin (Dewa pengobatan, putera Dewa Surya)
(c) Candhra (Dewa bulan)
(d) Durgha (Dewi pelebur, istri Dewa Siva)
(e) Ganesha (Dewa pengetahuan, Dewa kebijaksanaan, putera Dewa Siva)
(f) Indra (Dewa hujan, Dewa perang, raja surga)
(g) Kuwera (Dewa kekayaan)
(h) Laksmi(Dewi kemakmuran, Dewi kesuburan, istri Dewa Visnu)
(i) Saraswati (Dewi pengetahuan, istri Dewa Brahma)
(j) Sri (Dewi pangan)
(k) Surya (Dewa matahari)
(l) Waruna (Dewa air, Dewa laut dan samudra)
(m) Bayu (Dewa angin)
(n) Yama (Dewa maut, Dewa akhirat, hakim yang mengadili roh orang mati).
7

4) Pengertian Cadhu Sakti
Ajaran Widhi Sradha juga dapat diterapkan dalam ajaran Cadhu Sakti. Sang
Hyang Widhi mempunyai empat sifat ke-Mahakuasaan yang disebut Cadhu Sakti yang
terdiri dari :
(a) Wibhu Sakti yaitu sifat Yang Maha Ada.
(b) Prabhu Sakti yaitu sifat Yang Maha Kuasa.
(c) Jnana Sakti yaitu sifat Yang Maha Tahu.
(d) Krya Sakti yaitu sifat Yang Maha Karya.
Selain ajaran tersebut keberadaan Sang Hyang Widhi juga dapat dijelaskan
oleh keberadaan Dewa dan Awatara. Dewa dalam ajaran Hindu dapat diartikan sebagai
sinar suci dari Sang Hyang Widhi sedangkan Awatara dapat diartikan penjelmaan
Tuhan/Dewa ke dunia dalam upaya untuk mencapai kemakmuran dan keselamatan
dunia. Dalam kitab Reg Weda VIII. 57.2 dan kitab Brhadaranyaka Upanisad 111.9.1
dijelaskan bahwa seluruh Dewa itu berjumlah 33 menguasai Tri Bhuwana
(Bhur,Bhuwah,Swah loka). Seluruh Dewa terdiri dari 8 Vasu (Astavasu), 11 Rudra
(EkadasaRudra), 12 Aditya (Dwadasaditya),serta Indra dan Prajapati. Sedangkan untuk
Awatara terdapat sepuluh awatara Wisnu yang terdiri dari : Matsya, Kurma, Waraha,
Narasimha, Wamana, ParasuRama, Rama, Krishna,Buddha, dan Kalki Awatara. Dalam
ajaran Hindu, Brahman dapat diwujudkan dalam dua sifat yaitu Saguna Brahman
(Apara Brahman) dan Nirguna Brahman (Para Brahman). Saguna Brahman adalah
Tuhan Yang Maha Esa digambarkan sebagai pribadi dan dibayangkan dalam wujud
yang Maha Agung oleh alam pikiran manusia secara empiris. Sedangkan Nirguna
Brahman adalah Tuhan Yang Maha Esa dalam keadaan yang tidak terkondisikan dan
tanpa sifat tidak dapat dipikirkan karena ada di luar batas pikiran manusia.
Demikianlah beberapa pernyataan yang menekankan bahwa Ida Sang Hyang
Widhi memang benar-benar ada dan kita sebagai umat Hindu wajib meyakini ajaran
Widhi Sradha tersebut.
b. Percaya dengan adanya Atma (Atma Sradha).
Atma Sradha adalah keyakinan tentang kebenaran adanya Atman. Dalam kitab
Upanisad disebutkan bahwa Brahman Atman Aikyam yang artinya Brahman dan
Atman itu adalah tunggal. Oleh karena itu, jelaslah Atma dapat diartikan percikan kecil
dari Ida Sang Hyang Widhi yang ada di dalam setiap tubuh mahluk hidup. Ida Sang
Hyang Widhi sebagai sumber dari atma itu maka Beliau disebut Parama Atma, dan
sebagai intisari dari alam semesta ini disebut Adyatman. Atman di dalam badan manusia
8
disebut Jiwatman, yang menyebabkan manusia itu hidup. Atman dengan badan adalah
laksana kusir dengan kereta. Kusir adalah Atman yang mengemudikan dan kereta adalah
badan. Demikian Atman itu menghidupi sarva prani (mahluk) di alam semesta ini. Oleh
karena Atman itu merupakan bagian dari Brahman/Hyang Widhi, maka Atman pada
hakekatnya memiliki sifat yang sama dengan sumbernya yakni Brahman itu sendiri.
Atman bersifat sempurna dan kekal abadi, tidak mengalami kelahiran dan kematian,
bebas dari suka dan duka.
1) Atma dan Roh.
Dalam tubuh manusia percikan-percikan kecil dari Ida Sang Hyang Widhi
disebut Atman kalau Atma yang menghidupi hewan/binatang disebut Janggama,
sedangkan yang menghidupi tumbuhan disebut Sthawana. Jadi fungsi atma
merupakan sumber hidup dari segala mahluk hidup.
Sifat-sifat atma :
(a) Antarjyotih = maha sempurna, sesempurna-sempurnanya.
(b) Achodya = tak terlukai oleh senjata.
(c) Adahya = tak terbakar oleh api.
(d) Akledya = tak terkeringkan oleh angin.
(e) Acesyah = tak terbasahi oleh air.
(f) Nitya = kekal abadi.
(g) Sarwagatah = ada di mana mana
(h) Sthanu = tak berpindah pindah
(i) Acala = tak bergerak
(j) Sanatana = selalu dalam keadaan sama
(k) Awyakta = tak dilahirkan
(l) Achintya = tak terpikirkan.
(m) Awikara = tak berubahubah.
Roh diartikan sebagai suksma sarira atau badan halus yang membungkus jiwatman
orang yang telah meninggal. Roh inilah yang nantinya akan mengalami Punarbhawa atau
kelahiran yang berulang-ulang.
2) Tri Sarira.
Tri Sarira artinya tiga lapisan badan. Yang terdiri dari :
(a) Stula Sarira (badan kasar).
Stula Sarira terdiri dari unsur-unsur Panca Maha Bhuta yaitu :
Akasa : ether
Bayu : nafas
9
Teja : panas badan, cahaya badan, cahaya mata
Apah : darah, lemak, kelenjar-kelenjar air badan
Pertiwi : daging, tulang belulang.
Setelah meninggal unsur-unsur Panca Maha Bhuta akan berubah menjadi
unsur-unsur Panca Tan Matra yakni :
Sabda Tan Matra : benih suara asal mula dari Akasa
Sparsa Tan Matra : benih rasa sentuhan asal mula dari Bayu
Rupa Tan Matra : benih penglihatan asal mula dari Teja
Rasa Tan Matra : benih rasa asal mula dari Apah
Gandha Tan Matra : benih penciuman asal mula dari Pertiwi.
Watak manusia dibentuk oleh unsur Citta, Budhi dan Ahamkara dan indera
manusia dibentuk oleh unsur Daseindria.
(b) Suksma Sarira (badan halus/ roh).
Pada saat kita masih hidup atau sedang bermimpi yang merasakan segala
perasaan sakit,sedih, senang ataupun gembira adalah badan halus ini.

(c) Antakarana Sarira (badan penyebab).
Badan inilah yang dapat menyebabkan kita bisa beraktivitas, jadi bisa
dikatakan bahwa Antakarana Sarira ini adalah jiwatman. Oleh karena itu jiwatman
berfungsi sebagai sumber hidup. Dari penjabaran di atas bahwa keberadaan atman
memang benar adanya, manusia dan mahluk hidup lainnya tak akan dapat hidup bila
tidak ada atman yang ada di dalam dirinya.
c. Percaya dengan adanya Karma Phala (Karma Phala Sradha).
Karmaphala terdiri dari dua kata yaitu karma dan phala, berasal dari bahasa
Sanskerta. "Karma" artinya perbuatan dan "Phala" artinya buah, hasil, atau pahala.
Jadi Karmaphala artinya hasil dari perbuatan seseorang. Kita percaya bahwa
perbuatan yang baik (subha karma) membawa hasil yang baik dan perbuatan yang
buruk (asubha karma) membawa hasil yang buruk. Jadi seseorang yang berbuat baik
pasti baik pula yang akan diterimanya demikian pula sebaliknya yang berbuat buruk,
buruk pula yang akan diterimanya. Segala gerak atau aktivitas yang dilakukan
disengaja atau tidak baik atau buruk, benar atau salah, disadari atau diluar kesadaran
kesemuanya itu disebut Karma.
10
Karma phala inilah yang akan membawa roh kita setelah meninggal akan
mendapatkan tempat yang bagaimana. Sang Hyang Yamadipati sebagai Dewa
Dharma tentunya akan mengadili setiap manusia sesuai dengan perbuatannya selama
masih hidup di dunia apakah akan mendapat sorga atau neraka. Phala atau hasil dari
perbuatan itu tidak selalu langsung dapat dirasakan atau dinikmati. Tangan yang
menyentuh es akan seketika dingin, namun menanam padi harus menunggu
berbulan-bulan untuk bisa memetik hasilnya. Setiap perbuatan akan meninggalkan
bekas, ada bekas yang nyata ada bekas dalam angan dan ada yang abstrak. Oleh
karena itu hasil perbuatan yang tidak sempat dinikmati pada saat berbuat atau pada
kehidupan sekarang maka akan ia terima setelah di akhirat kelak dan ada kalanya
pula akan dinikmati pada kehidupan yang akan datang.
Setiap karma yang dilakukan atas dorongan acubha karma akan menimbulkan
dosa dan Atman akan mengalami neraka serta dalam Punarbhawa yang akan datang
akan mengalami penjelmaan dalam tingkat yang lebih rendah, sengsara, atau
menderita dan bahkan dapat menjadi mahluk yang lebih rendah tingkatannya.
Sebaliknya setiap karma yang dilakukan berdasarkan cubhakarma akan
mengakibatkan Atman (roh) menuju sorga dan jika menjelma kembali akan
mengalami tingkat penjelmaan yang lebih sempurna atau lebih tinggi. Tetapi sebagai
umat Hindu tujuan kita yang utama adalah Moksa bukan sorga ataupun neraka
karena jika kita mendapat sorga atau neraka kita akan dilahirkan kembali di dunia
tetapi jika kita bisa mencapai moksa kita akan mengalami kebahagiaan yang tertinggi
karena atma kita telah bersatu dengan Brahman/ Ida Sang Hyang Widhi. Ada cara
untuk membebaskan diri dari hukum karma yang terlalu mengikat diri kita oleh
ikatan duniawi yaitu dengan cara mengubah perbuatan dan hasilnya menjadi yoga.
Maksudnya segala perbuatan dan hasil yang kita lakukan dan kita peroleh wajib
dipersembahkan dahulu kepada Ida Sang Hyang Widhi, karena kita yakin semua
yang ada dan akan ada berasal dari Ida Sang Hyang Widhi.
1) Bagian-bagian dari karma phala yaitu :
(a) Sancita Karma Phala yaitu phala dari perbuatan kita yang terdahulu yang belum
habis dinikmati dan masih merupakan benih-benih yang menentukan
kehidupan kita yang sekarang.
(b) Prarabda Karma Phala yaitu phala dari perbuatan kita pada kehidupan ini tanpa
ada sisanya.
(c) Kriyamana Karma Phala yaitu hasil perbuatan yang tidak sempat dinikmati
pada saat berbuat sehingga harus diterima pada kehidupan yang akan datang.
11
Dengan pengertian tiga macam Karmaphala itu maka jelaslah, cepat
atau lambat dalam kehidupan sekarang atau nanti, segala pahala dari perbuatan
itu pasti diterima karena sudah merupakan hukum. Karmaphala mengantarkan
roh (atma) masuk Surga atau masuk neraka. Bila dalam hidupnya selalu
berkarma baik maka pahala yang didapat adalah Surga sebaliknya bila
hidupnya itu selalu berkarma buruk maka hukuman nerakalah yang
diterimanya.
Dalam pustaka-pustaka dan ceritera-ceritera keagamaan dijelaskan
bahwa Surga artinya alam atas, alam suksma, alam kebahagiaan, alam yang
serba indah dan serba mengenakkan. Neraka adalah alam hukuman tempat roh
atau atma mendapat siksaan sebagai hasil dan perbuatan buruk selama masa
hidupnya. Selesai menikmati Surga atau neraka, roh atau atma akan
mendapatkan kesempatan mengalami penjelmaan kembali sebagai karya
penebusan dalam usaha menuju Moksa.
d. Percaya dengan adanya Punarbhawa atau Samsara (Punarbhawa Sradha).
Kata punarbhawa terdiri dari dua kata Sanskerta yaitu "punar" (lagi) dan
"bhawa" (menjelma). Jadi Punarbhawa ialah keyakinan terhadap kelahiran yang
berulang- ulang yang disebut juga penitisan atau samsara. Dalam Pustaka suci Weda
tersebut dinyatakan bahwa penjelmaan jiwatman berulang-ulang di dunia ini atau di
dunia yang lebih tinggi disebut samsara. Kelahirannya yang berulang-ulang ini
membawa akibat suka dan duka.Punarbhawa atau samsara terjadi oleh karena jiwatman
masih dipengaruhi oleh Wisaya dan Awidya sehingga kematiannya akan diikuti oleh
kelahiran kembali.Segala perbuatan ini menyebabkan adanya bekas (wasana) pada
jiwatma. Bekas- bekas perbuatan (karma wasana) itu ada bermacam- macam, jika yang
melekat bekas- bekas keduniawian maka jiwatman akan lebih cenderung dan gampang
ditarik oleh hal- hal keduniawian sehingga jiwatman itu lahir kembali.
2) Hubungan Karmaphala dengan Punarbhawa.
Hukum karmaphala dan punarbhawa atau reinkarnasi mempunyai hubungan
yang amat erat dan timbal balik, karmaphala merupakan hukum hasil perbuatan, bik
buruknya perbuatan akan menentukan kwalitas kelahiran manusia, demikian pula
punarbhawa atau reinkarnasi akan berdampak bagi perbuatan seseorang. Dalam hal ini
seseorang yang selalu berbuat baik dalam hidupnya dan bila dia meningal nanti maka
rohnya akan mendapat tempat yang baik di akhirat atau di sorga. Dan bila dia lahir
kembali atau ber reinkarnasi lagi maka akan menjai hidup serba kecukupan dilingkungan
orang baik-baik, tapi bila dalam kehidupan sekarang dia bertindak tidak baik maka
12
setelah meninggal nanti rohnya akan masuk neraka, demikianlah subha dan asubhakarma
yang menentukan hasil perbuatan atau karmaphala itu sangat mempengaruhi kehidupan
jika kita mengalami punarbhawa dikelak kemudian hari.
Kesimpulannya dengan keyakinan adanya Punarbhawa ini maka orang harus
sadar, bahwa bagaimana kelahirannya tergantung dari karma wasananya. Kalau ia
membawa karma yang baik, lahirlah ia menjadi orang berbahagia berbadan sehat dan
berhasil cita-citanya. Sebaliknya bila orang membawa karma yang buruk, ia akan lahir
menjadi orang yang menderita. Oleh karena itu kelahiran kembali ini adalah kesempatan
untuk memperbaiki diri untuk meningkat ke taraf yang lebih tinggi.
e. Percaya dengan adanya Moksa (Moksa Sradha).
Dalam Weda disebutkan Moksartham Jagadhitaya ca itu dharma maka
Moksa merupakan tujuan yang tertinggi. Moksa ialah kebebasan dari keterikatan benda-
benda yang bersifat duniawi dan terlepasnya Atman danri pengaruh maya serta bersatu
kembali dengan sumbernya yaitu Brahman (Hyang Widhi) dan mencapai
kebenaran tertinggi, mengalami kesadaran dan kebahagiaan yang kekal abadi yang
disebut Sat Cit Ananda. Moksa adalah tujuan terakhir bagi umat Hindu. Dengan
menghayati dan mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari secara baik
dan benar, misalnya dengan menjalankan sembahyang batin dengan menetapkan cipta
(Dharana), memusatkan cipta (Dhyana) dan mengheningkan cipta (Semadhi), manusia
berangsur- angsur akan dapat mencapai tujuan hidupnya yang tertinggi ialah bebas dari
segala ikatan keduniawian untuk mencapai bersatunya Atman dengan Brahman.
1) Moksa dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu :
(a) Samipya : suatu kebebasan yang dicapai oleh seseorang semasa hidupnya di dunia.
(b) Sarupya (Sadharmya) : suatu kebebasan yang di dapat oleh sesesorang di dunia ini,
karena kelahirannya, dimana kedududkan Atman merupakan suatu pancaran dari ke-
Maha Kuasaan Tuhan.
(c) Salokya : suatu kebebasan yang dapat dicapai oleh Atman, di mana Atman itu sendiri
telah mencapai kesadaran yang sama dengan Tuhan.
(d) Sayujya : suatu tingkatan kebebasan yang tertinggi, di mana Atman telah benar-benar
bersatu dengan Brahman.
Orang yang telah mencapai moksa, tidak lahir lagi kedunia, karena tidak ada
apapun yang mengikatnya. Ia telah bersatu dengan Paramatman. Bila air sungai telah
menyatu dengan air laut, maka air sungai yang ada di laut itu akan kehilangan
identitasnya. Tidak ada perbedaan lagi antara air sungai dengan air laut. Demikianlah
13
juga halnya, Atman yang mencapai Moksa. Ia akan kembali dan menyatu dengan
sumbernya yaitu Brahman.
2) Istilah lain yang digunakan untuk mendefinisikan tingkatan moksa yaitu:
(a) Jiwa Mukti : suatu kebebasan yang dicapai oleh seseorang semasa hidupnya di
dunia,dimana atman tidak terpengaruh lagi oleh unsur-unsur maya. Jiwa mukti
sama sifatnya dengan samipya dan sarupya.
(b) Wideha Mukti (karma mukti) : suatu kebebasan yang dapat dicapai semasa
hidup, dimana Atman telah dapat meninggalkan badan kasar, dan kesadarannya
setaraf dengan Dewa tetapi belum benar-benar bersatu dengan Tuhan karena
masih ada sedikit imbas dari unsur maya yang mengikatnya. Wideha Mukti sama
sifatnya dengan Salokya.
(c) Purna Mukti : kebebasan yang paling sempurna dan yang paling tertinggi dimana
Atman telah bersatu dengan Tuhan. Purna Mukti sama dengan Sayujya.

3) Catur Marga.
Catur marga artinya empat jalan atau cara untuk menghubungkan diri kepada
Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa yaitu :
(a) Bhakti Marga
Bhakti marga adalah suatu cara atau jalan untuk menghubungkan diri dengan Ida
Sang Hyang Widhi beserta manifestasinya, dengan cara sujud bhakti menyucikan
pikiran, mengagungkan kebesarannya dan menghindari diri dari segala perbuatan
tercela. Bhakti dibagi atas dua tingkat, yaitu :
1) Apara bhakti ialah cinta kasih yang perwujudannya masih lebih rendah dan
dipraktekkan oleh mereka yang belum mempunyai tingkat kesucian yang
tinggi.
2) Para bhakti ialah cinta kasih dalam perwujudannya yang lebih tinggi dan bisa
dipraktekkan oleh orang yang jnananya tinggi dan kesuciannya sudah meningkat.
(b) Karma Marga.
Karma marga adalah cara/jalan untuk mencapai moksa dengan cara pengabdian
atau kerja tanpa pamrih. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap manusia
yang hidup di dunia ini dan yang ingin mencapai suatu kebebasan yang tertinggi,
manusia tersebut seharusnya melakukan kegiatan/kerja yang didasari dengan perasaan
tulus ikhlas tanpa mengikatkan diri pada hasilnya. Istrilah untuk orang yang
melaksanakan ajaran Karma marga adalah Karmin.
14
(c) Jnana Marga.
Jnana marga adalah cara/jalan untuk mencapai moksa dengan ilmu pengetahuan,
unsur kebijaksanaan sangat ditekankan dalam ajaran ini. Seseorang yang menganut
ajaran jnana marga harus dapat membedakan mana sebaiknya yang harus dipikirkan
demi tercapainya suatu kekekalan yang abadi (moksa). Istilah untuk orang yang
menganut ajaran Jnana marga dapat pula disebut Jnanin.
(d) Raja marga.
Raja marga adalah cara/jalan untuk mencapai moksa dengan jalan melakukan
tahapan-tahapan astangga yoga yang intinya adalah pengendalian diri dan pikiran secara
berkelanjutan. Delapan tahapan yang harus dilalui dalam melakukan yoga/meditasi yang
diajarkan oleh Bhagawan Patanjali yang lebih dikenal Astangga Yoga terdiri dari :
1) Yama : pengendalian diri tahap pertama.
2) Nyama : pengendalian diri tahap lanjut.
3) Asana : mengatur sikap badan.
4) Pranayama : sikap mengatur nafas.
5) Pratyahara : sikap pemusatan indria.
6) Dharana : sikap pemusatan pikiran.
7) Dhyana : sikap pemusatan pikiran yang terpusat
8) Semadi : meditasi tahap tinggi/penunggalan Atman dengan Brahman.
Selain yang telah disebutkan diatas terdapat empat tujuan hidup yang dijalankan oleh
ajaran Hindu yang diberi istilah Catur Purusa Artha yaitu Dharma, Artha, Kama,dan Moksa.
Selain menjadi tujuan, Catur Purusa Artha merupakan cara/jalan untuk mencapai moksa itu
sendiri. Dari penerangan di atas, diterangkan bahwa moksa dan cara untuk mencapai moksa
itu adalah benar keberadaannya. Kita sebagai umat Hindu wajib mempercayainya karena itu
merupakan tujuan hidup kita yang terakhir.






15
BAB III
ANALISA DAN IMPLEMENTASI
3.1. Perspektif Kerukunan Beragama Menurut Ajaran Hindu
Dalam ajaran Kitab suci Veda, masalah kerukunan dijelaskan secara gamblang
dalam ajaran: tattwam asi, karma phala, dan ahimsa. Tatwam asi adalah merupakan
ajaran sosial tanpa batas. Saya adalah kamu, dan sebaliknya kamu adalah saya, dan
segala makhluk adalah sama sehingga menolong orang lain berarti menolong diri sendiri
dan menyakiti orang lain berarti pula menyakiti diri sendiri (Upadesa, 2002). Antara
saya dan kamu sesungguhnya bersaudara. Hakekat atman yang menjadikan hidup
diantara saya dan kamu berasal dari satu sumber yaitu Tuhan. Atman yang
menghidupkan tubuh makhluk hidup merupakan percikan terkecil dari Tuhan. Kita
sama-sama makhluk ciptaaan Tuhan. Sesungguhnya filsafat tattwam asi ini mengandung
makna yang sangat dalam.
Tatwam asi mengajarkan agar kita senantiasa mengasihi orang lain atau
menyayangi makhluk lainnya. Bila diri kita sendiri tidak merasa senang disakiti apa
bedanya dengan orang lain. Maka dari itu janganlah sekali-kali menyakiti hati orang lain.
Dan sebaliknya bantulah orang lain sebisa mungkin kamu membantunya, karena
sebenarnya semua tindakan kita juga untuk kita sendiri. Bila dihayati dan diamalkan
dengan baik, maka akan terwujud suatu kerukunan. Dalam upanisad dikatakan Brahma
atman aikhyam yang artinya Brahman (Tuhan) dan atman sama. Pandangan ini
mengkristal dalam upaya membina terwujudnya kerukunan hidup beragama yang
berlandaskan pada prinsip kebenaran ajaran tattwam asi. Oleh karena itu, tiada alasan
untuk menjelek-jelekkan/ menyakiti orang lain. Maka dari itu berbuat baiklah kepada
orang lain/ agama lain, bahkan kepada semua makhluk hidup lainnya di muka bumi ini,
tanpa terkecuali. Ajaran tattwam asi mengajak setiap orang penganut agama untuk turut
merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain. Seseorang bila menyakiti orang lain
sebenarnya ia telah bertindak menyakiti/menyikasa dirinya sendiri, dan sebaliknya bila
telah membuat orang lain menjadi senang dan bahagia, maka sesungguhnya dirinya
sendirilah yang ikut merasakan kebahagiaan itu juga.
Tattwam asi merupakan kata kunci untuk dapat membina agar terjalinnya
hubungan yang serasi atas dasar asah, asih, lan asuh di antara sesama hidup. Orang arif
bijaksana melihat semuanya sama, baik kepada brahmana budiman yang rendah hati,
maupun terhadap makhluk hidup lainnya, orang yang hina sekalipun walaupun
16
perbuatan jahat yang dilakukan orang terhadap dirimu, perbuatan seperti orang sadhu
hendaknya sebagai balasanmu. Janganlah sekali-kali membalas dengan perbuatan jahat,
sebab orang yang berhasrat berbuat kejahatan itu pada hakekatnya akan menghancurkan
dirinya sendiri (Sarasamuscaya). Jadi setiap akibat yang timbul tentu ada penyebabnya.
Tidak mungkin ada akibat tanpa sebab. Demikian juga sebaliknya setiap perbuatan yang
dilakukan sudah pasti akan menerima akibat baik atau buruk, cepat maupun lambat mau
tidak mau hasil akan selalu mengikutinya. Ini merupakan dalil yang logis, yaitu setiap
sebab, pasti menimbulkan akibat dan setiap akibat yang ada pasti ada penyebabnya.
Antara sebab dan akibat tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya diibaratkan diri kita
dengan bayangannya, bayangan akan selalu mengikuti kemanapun kita akan pergi.
Karma phala adalah merupakan sradha (keimanan) ke tiga Panca Sradha.
Karma berarti perbuatan, dan phala berarti hasil/buah. Perbuatan yang baik yang
dilakukan akan mendatangkan hasil yang baik, demikian juga perbuatan yang buruk
pasti akan mendatangakan hasil yang buruk pula. Batu dengan batu, atau kayu dengan
kayu bila digosok-gosok menimbulkan akibat yaitu panas. Hukum ini berlaku pada
semua makhluk hidup, lebih-lebih pada kehidupan manusia sebagai makhluk utama
tidak perlu disangsikan lagi dampak yang akan ditimbulkannya, cuman waktu untuk
menerima hasil perbuatan berbeda-beda, ada yang cepat dan ada pula yang lambat, dan
bahkan bisa pula diterima dalam penjelmaan berikutnya. Oleh karena itu, berlandaskan
pada keyakinan tersebut, dalam memupuk kerukunan hidup beragama senantiasa berbuat
baik berlandaskan dharma. Yang dipuji adalah karma. Sesungguhnya yang menjadikan
orang itu berkeadaan baik adalah perbuatannya yang baik, dan sebaliknya yang
menjadikan orang berkeadaan buruk adalah perbuatannya yang buruk. Seseorang akan
menjadi baik, hanya dengan berbuat kebaikan.
3.2. Hinduisme dan Budaya Bali dalam kaitannya dengan Panca Sradha.
Sejarah dan perkembangan Hinduisme di Bali tidak terlepas dengan
perkembangan agama Hindu di Indonesia. Demikian pula perkembangan agama Hindu
di Indonesia merupakan kelanjutan dari perkembangan agama Hindu di India. Sejarah
dan perkembangan Hinduisme di Indonesia, berdasarkan bukti-bukti sejarah telah tiba
pada abad ke 4 dan 5 Masehi, terutama di Kalimantan Timur (pada beberapa prasasti
yang dikeluarkan oleh raja Mulawarman dan di Jawa Barat oleh raja Prnawarman) yang
datang dari India Selatan. Selanjutnya perkembangan agama Hindu di Jawa Tengah
ditandai dengan pendirian Lingga oleh raja Sanjaya pada tahun 654 Saka atau 732
Masehi yang dikenal sebagai pendiri dinasti Matarama Kuno. Agama Hindu sebagai
17
agama yang tertua tumbuh dan berkembang tidak terlepas dengan pengaruh dan
dukungan lingkungan alam dan budaya dari suatu masyarakat pendukungnya.
Demikianlah kaitannya antara hinduisme budaya bali dengan keyakinan pokok
dari agama Hindu itu sendiri yaitu Panca Sradha sebagai dasar keyakinan bahwa
sesungguhnya Tuhan itu ada, Maha Kuasa, Maha Esa dan Maha segala-galanya. Tuhan
Yang Maha Kuasa yang disebut juga Hyang Widhi (Brahman), adalah ia yang kuasa atas
segala yang ada ini. Tidak ada apapun yang luput dari Kuasanya. Ia sebagai pencipta,
sebagai pemelihara dan Pelebur alam semesta dengan segala isinya. Tuhan adalah
sumber dan awal serta akhir dan pertengahan dari segala yang ada.BudayaBali
merupakan ekspresi dari agama Hindu, semua aspek budaya Bali senantiasa diabdikan
untuk kemuliaan agama Hindu, demikian pula sebaliknya agama Hindu senantiasa
menjiwai semua aspek budaya tersebut. Hubungan antara agama dan budaya Bali sangat
sulit dipisahkan, bagaikan jalinan tenun ikat Bali yang mempesona.















18
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dalam hubungannya, Panca Sradha dalam ajaran agama Hindu yang
merupakan nafas dan dan jiwa dari budaya Bali itu sendiri sebagai ekspresi atau gerak
aktivitasnya yang sesuai dengan sifat ajarannya senantiasa mendukung dan
mengembangkan budaya dari suatu masyarakat itu sendiri. Berdasarkan uraian
tersebut, maka penulis berkesimpulan bahwa kehidupan agama Hindu di Bali sudah
berkembang sejak lama dan karakteristik Hindu Dharma yang universal sejak awalnya
tetap dipertahankan, diaplikasikan dalam kehidupan nyata yang dikenal dengan ajaran
kepercayaan atau keyakinan (Panca Sradha) dalam Agama Hindu yang harus dipegang
teguh dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat demi mencapai tujuan hidupnya
di dunia dan sesudahnya yang mutlak perlu kita yakini. Akan menjadi sempurna
apabila penghayatan dan pengamalannya dilandasi dengan cubhakarma (ethika) dan
yadnya (ketulusan berkorban).
4.2. Saran
Dari hasil kesimpulan diatas maka dapat diberikan saran-saran sebagai berikut
Budaya Bali merupakan ekspresi dari agama Hindu, semua aspek budaya Bali
senantiasa diabadikan untuk kemuliaan agama Hindu, demikian pula sebaliknya
seorang Hindu wajib mencerminkan ajaran-ajaran dari panca sradha dalam
kehidupannya yaitu lima macam keyakinan/ kepercayaan atau keimanan yang harus
dihayati oleh setiap umat hindu dalam hidup dan kehidupannya.
4.3 DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.google.com/panca sradha dalam konsep ketuhanan.htm/
2. Drs.K.M.SuhardanaOka Punia Atmaja, I B. 1970. Paca raddh. Denpasar:
Parisada Hindu Dharma Pusat.,2009,Panca Saradha Lima Keyakinan Umat
Hindu, Paramita,Surabaya.
3. Klostermaier, Klaus, K.1990. A Survey of Hinduism. New Delhi, I ndia: Mushiram
Manoharlal.
4. Anonim. TT. Peraturan Daerah Propinsi Dati I Bali No. 06 Tahun 1986 Tentang
Kedudukan, Fungsi, dan Peranan Desa Adat Sebagai Satu Kesatuan Masyarakat
Hukum Adat Dalam Propinsi Daerah Tingkat I Bali.
19
Relasi Agama Hindu dan Kebudayaan Bali
Panca Sradha Dalam Konsep Ketuhanan menurut Agama Hindu.






Nama : Marid Candra Saputro
Nim : 311310015



Teknik Informatika
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Ma Chung
Juni 2014
20

DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ........................................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
BAB II. PEMBHASAN
2.1 Pengertian Panca Sradha ................................................................................... 2
2.2 Penjelasan Bagian-Bagian Panca Sradha ........................................................... 2
BAB III. ANALISA DAN IMPLEMENTASI
3.1 Perspektif Kerukunan Beragama Menurut Ajaran Hindu ................................. 11
3.2 Hinduisme dan Budaya Bali dalam kaitannya dengan Panca Sradha ................ 12
BAB IV . PENUTUP
4.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 13
4.2 Saran ................................................................................................................. 13
4.3 Daftar Pustaka .................................................................................................... 13








21
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Alloh SWT yang telah memberikan Rahmat & Inayah-Nya
kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul Relasi Agama
Hindu dan Kebudayaan Bali Panca Sradha Dalam Konsep Ketuhanan menurut Agama
Hindu.
Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini kami masih banyak
kekurangannya, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini sangat kami harapkan.
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami maupun
para pembaca sekalian.








Malang, 04 Juni 2014




Penulis

Você também pode gostar