Você está na página 1de 12

Laporan Praktikum Karbohidrat, Gelatinisasi Pati

Oleh : Florentina Yunita Ratri


NIM : A1M011029

ABSTRAK
Bahan pangan sumber karbohidrat seperti umbi-umbian, serealia, dan biji-
bijian tentunya mengandung pati. Bahan pangan tersebut dapat diolah menjadi
tepung. Pati dalam tepung jika ditambahkan dengan air dapat mengalami
gelatinisasi. Tepung yang diuji dalam praktikum ini adalah tepung pati jagung,
tepung tapioka, dan pati ganyong. Praktikum gelatinisasi pati ini bertujuan untuk
mengetahui suhu gelatinisasi pati dari berbagai macam sampel tepung. Pengujian
dilakukan dengan meneteskan akuades ke dalam beker gelas yang masing-masing
berisi tepung pati jagung, tepung tapioka, dan pati ganyong, sampai terbentuk
pasta kental. Setelah itu, campuran tepung dan akuades ditambahkan 50 mililiter
air masing-masing dengan suhu 60
o
C, 70
o
C, 80
o
C, dan 90
o
C yang dibiarkan
suhunya turun hingga 70
o
C, 50
o
C, dan 30
o
C. Campuran tersebut diambil sebanyak
10 mililiter dengan menggunakan pipet dan dikeluarkan, serta dihitung waktu
penetesan campuran tepung, akuades dan air pada suhu tertentu tersebut. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa pada tepung pati jagung dengan perlakuan
penambahan air dengan suhu 60
o
C, 70
o
C, dan 80
o
C, waktu penetesan menurun,
sementara perlakuaan penambahan air dengan suhu 90
o
C yang dibiarkan suhunya
turun hingga 70
o
C, 50
o
C dan 30
o
C, waktu penetesan menurun pada suhu 50
o
C.
Pada tepung tapioka dengan perlakuan penambahan air dengan suhu 60
o
C, 70
o
C,
dan 80
o
C, waktu penetesan meningkat pada suhu 70
o
C, sementara perlakuaan
penambahan air dengan suhu 90
o
C yang dibiarkan suhunya turun hingga 70
o
C,
50
o
C dan 30
o
C, waktu penetesan menurun. Pada pati ganyong dengan perlakuan
penambahan air dengan suhu 60
o
C, 70
o
C, dan 80
o
C, waktu penetesan menurun
pada suhu 70
o
C, sementara perlakuaan penambahan air dengan suhu 90
o
C yang
dibiarkan suhunya turun hingga 70
o
C, 50
o
C dan 30
o
C, waktu penetesan menurun
pada suhu 50
o
C.
Kata kunci: pati, gelatinisasi, tepung pati jagung, tepung tapioka, pati ganyong.

PENDAHULUAN
Karbohidrat yang berasal dari makanan, dalam tubuh mengalami perubahan
atau metabolisme. Hasil metabolisme karbohidrat antara lain glukosa yang
terdapat dalam darah, sedangkan glikogen adalah karbohidrat yang disintesis
dalam hati dan digunakan oleh sel-sel pada jaringan otot sebagai sumber energi.
Jadi ada bermacam-macam senyawa yang termasuk dalam golongan karbohidrat,
antara lain amilum atau pati, selulosa, glikogen, gula atau sukrosa, dan glukosa
(Poedjiadji, 1994).
Pati merupakan sumber kalori yang sangat penting, karena sebagian
karbohidrat dalam makanan terdapat dalam bentuk ini. Pati terutama banyak
terdapat dalam umbi-umbian seperti ubi jalar, ketela pohon, dan kentang dan pada
biji-bijian seperti beras, gandum, dan bulgur. Pada tumbuhan, fungsi pati hampir
sama dengan fungsi glikogen dalam hati yang merupakan suatu bentuk cadangan
glukosa untuk digunakan pada saatnya diperlukan. Pati dibentuk dari rantai
glukosa melalui ikatan glikosida. Senyawa seperti ini hanya menghasilkan
glukosa pada hidrolisis, oleh karena itu disebut glukan. Pati alam tidak larut dalam
air dingin, membentuk warna biru dengan larutan iodium, jika pati dipanaskan
dalam air, maka butir-butir tersbut akan menyerap air, membengkak, pecah dan
pati akan menyebar. Pada akhirnya pati akan membentuk gel yang bersifat kental.
Sifat kekentalan ini dapat digunakan untuk mengatur tekstur bahan pangan,
sedangkan sifat gelnya dapat diubah oleh gula atau asam. Ini merupakan salah
satu perubahan-perubahan yang terjadi pada waktu pengolahan pangan yang
mengandungnya, sehingga memungkinkan enzim-enzim pencernaan
menghidrolisisnya lebih mudah dibandingkan bila pati masih mentah (Sultanry
dan Kaseger, 1985).
Pati dalam jaringan tanaman mempunyai bentuk granula yang berbeda-beda.
Dengan mikroskop jenis pati dapat dibedakan karena mempunyai bentuk, ukuran,
dan letak hilum yang unik. Bila pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin,
granula patinya akan menyerap air dan membengkak. Peningkatan volume
granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu 55
o
C 65
o
C merupakan
pembengkakan yang sesungguhnya, dan setelah pembengkakan ini granula pati
dapat kembali ke kondisi semula. Pengembangan granula pati pada mulanya
bersifat dapat kembali, tetapi jika pemanasan mencapai suhu tertentu,
pengembangan granula pati menjadi bersifat tidak dapat kembali dan akan terjadi
perubahan struktur granula. Suhu pada saat granula pati mebengkak dengan cepat
dan mengalami perubahan yang bersifat tidak dapat kembali disebut suhu
gelatinisasi pati. (Nining, 2012).
Menurut Shamekh (2002), gelatinisasi adalah proses transisi fisik bersifat
endotermis yang merusak keteraturan molekuler granula dan melibatkan proses
pembengkakan granula, pelelehan Kristal, hilangnya birefringence dan pelarutan
pati.
Secara sensori, proses gelatinisasi bisa diamati karena akan menyebabkan
meningkatnya viskositas pati terdispersi. Hal ini terjadi karena absorbsi air oleh
granula pati. Fenomena gelatinisasi pati diamati dengan menggunakan perubahan
pola difraksi sinar-x, menggunakan mikroskop polarisasi cahaya dan dengan
metode differential scanning calorimetry. Selama proses gelatinisasi, Kristal pati
akan mengalami pelelehan yang ditandai dengan menurunnya intensitas difraksi
sinar-x, hilangnya sifat birefringent melalui pengukuran dengan mikroskop
polarisasi cahaya dan menurunnya refleksi sinar melalui pengukuran dengan
differential scanning calorimetry (Syamsir, 2009).
Praktikum gelatinisasi pati ini bertujuan untuk mengetahui suhu gelatinisasi
pati dari berbagai macam sampel tepung, seperti tepung tapioka, tepung pati
jagung (Maizena), dan pati ganyong.

METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan
Alat : beker gelas 100 mililiter, timbangan, termometer, pipet 10 mililiter,
stopwatch, pengaduk

Bahan : tepung jagung (merk Maizena), tepung tapioka, tepung ganyong,
akuades, air suhu 60
o
C, 70
o
C, 80
o
C, dan 90
o
C yang dibiarkan turun suhunya
hingga 70
o
C, 50
o
C, dan 30
o
C.

B. Prosedur Pelaksanaan
Tepung jagung (merk Maizena), tepung tapioka, dan tepung ganyong
ditimbang sebanyak 5 gram. Masing-masing tepung dimasukkan ke dalam
beker gelas 100 mililiter, kemudian ditambahkan tetes demi tetes akuades
sambil diaduk sampai terbentuk pasta kental. Selanjutnya untuk setiap jenis
tepung ditambahkan 50 mililiter air dengan suhu berbeda, yaitu 60
o
C, 70
o
C,
80
o
C, dan 90
o
C yang dibiarkan turun suhunya hingga 70
o
C, 50
o
C, dan 30
o
C.
Setelah tercampur, ambil campuran tepung dan air tersebut dengan pipet
sebanyak 10 mililiter, kemudian keluarkan dari pipet dan hitung waktu pada
saat pengeluarannya. Khusus untuk tepung yang dicampurkan dengan air
bersuhu 90
o
C, setelah air dimasukan ke dalam beker gelas dibiarkan sekitar 5-8
menit hingga suhunya turun menjadi 70
o
C, kemudian diambil sebanyak 10
mililiter menggunakan pipet dan dikeluarkan. Setelah itu campuran tepung dan
air suhu 70
o
C dibiarkan hingga suhunya turun menjadi 50
o
C dan dilakukan hal
yang sama. Begitu pula pada campuran tepung dan air dengan suhu 30
o
C.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan
Tabel Pengamatan Gelatinisasi Pati

60
o
C 70
o
C 80
o
C
90
o
C

70
o
C 50
o
C 30
o
C
Ganyong 16,33 14,64 16,6 15,7 15,6 16,1
Tapioka 15,10 18,76 11,27 11,26 247 325
Maizena 25,16 22,28 13,40 12,61 12,55 13,69
*) angka dalam tabel merupakan waktu penetesan (detik) yang diperlukan untuk
mengeluarkan 10 mililiter campuran tepung dan air dari pipet

Kurva Gelatinisasi Pati

Kurva Maizena


Kurva Tapioka



Kurva Ganyong

Pembahasan
Menurut Winarno (1984), gelatinisasi adalah peristiwa perkembangan
granula pati sehingga granula pati tersebut tidak dapat kembali pada kondisi
semula. Pada pati terdapat fraksi terlarut yang disebut amilosa dan ada pula fraksi
yang tidak terlarut disebut dengan amilopektin. Perbandingan amilosa dan
amilopektin akan mempengaruhi sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati.
Semakin kecil kandungan amilosa atau semakin tinggi kandungan
amilopektinnya, maka pati cenderung menyerap lebih banyak air
(Tjokroadikusoemo, 1986).
Pati dengan kandungan amilopektin yang tinggi akan membentuk gel yang
tidak kaku, sedangkan pati dengan kandungan amilopektin rendah akan
membentuk gel yang kaku (Matz, 1984).
Mekanisme gelatinisasi pati secara ringkas dan skematis diuraikan oleh
Harper (1981) sebagai berikut:
1. Tahap pertama. Granula pati masih dalam keadaaan normal, belum berinteraksi
dengan apapun. Ketika granula mulai berinteraksi dengan molekul disertai
dengan peningkatan suhu suspensi terjadilah pemutusan sebagian besar ikatan
intermolekular pada kristal amilosa, akibatnya granula akan mengembang.
2. Tahap kedua. Molekul-molekul amilosa mulai berdifusi keluar granula akibat
meningkatnya aplikasi panas dan air yang berlebihan yang menyebabkan
granula mengembang lebih lanjut.
3. Tahap ketiga. Proses gelatinisasi berlanjut hingga seluruh mol amilosa
berdifusi keluar. Hingga tinggal molekul amilopektin yang berada di dalam
granula. Keadaan ini pun tidak bertahan lama karena dinding granula akan
segera pecah sehingga akhirnya terbentuk matriks 3 dimensi yang tersusun oleh
molekul-molekul amilosa dan amilopektin.

Pada praktikum gelatinisasi pati ini, tepung yang digunakan adalah tepung
pati jagung (Maizena), tepung tapioka dan pati ganyong. Masing-masing tepung
yang digunakan sebanyak 5 gram.
Pemberian air dengan suhu 60
o
C, 70
o
C, 80
o
C, dan 90
o
C yang dibiarkan
turun suhunya hingga 70
o
C, 50
o
C, dan 30
o
C pada tepung yang mengandung
granula pati bertujuan untuk mengetahui besarnya pembengkakan granula pati dan
juga untuk mengetahui suhu gelatinisasi dari masing-masing pati. Penambahan
panas akan menyebabkan granula pati mengalami peningkatan volume menjadi
lebih besar.
Penambahan air pada pati akan membentuk suatu sistem dispersi pati
dengan air, karena pati mengandung amilosa dan amilopektin yang mempunyai
gugus hidroksil yang reduktif. Gugus hidroksil akan bereaksi dengan hidrogen
dari air. Dalam keadaan dingin viskositas sistem dispersi pati air hanya berbeda
sedikit dengan viskositas air, karena ikatan patinya masih cukup kuat sehingga air
belum masuk ke dalam granula pati. Setelah dipanaskan ikatan hidrogen antara
amilosa dan amilopektin mulai melemah sehingga air semakin mudah masuk ke
dalam susunan amilosa dan amilopektin dan terjadi pembengkakan granula.
Apabila pemanasan dilanjutkan dalam jangka waktu tertentu kemudian dilakukan
pendinginan maka perubahan viskositas pati akan membentuk profil yang
berbeda-beda tergantung pada jenis pati.
Perlakuan penetesan pati dari pipet untuk masing-masing tepung dengan
campuran air pada suhu tertentu bertujuan untuk mengukur viskositas masing-
masing pati dari tepung pati jagung, tepung tapioka, dan pati ganyong.
Dari tabel dan kurva hasil pengamatan dapat terlihat perbedaan waktu
penetesan masing-masing tepung dengan suhu yang berbeda pula. Pati ganyong
dengan pencampuran air pada suhu 70
o
C, waktu penetesannya tercatat 14,64
detik, sementara pencampuran dengan air pada suhu 80
o
C, waktu penetesannya
16,6 detik. Terjadi kenaikan waktu penetesan.
Sementara, untuk tepung pati jagung (Maizena) dengan pencampuran air
pada suhu 70
o
C, waktu penetesannya tercatat 22,28 detik, dan pencampuran
dengan air pada suhu 80
o
C, waktu penetesannya 13,40 detik. Terjadi penurunan
waktu penetesan dan berbanding terbalik dengan waktu penetesan pati ganyong
pada suhu yang sama.
Viskositas dan suspensi pati ganyong lebih tinggi tiga kali daripada pati
jagung dan menunjukkan tidak adanya penurunan (Budiyati, 2010). Akan tetapi,
dari teori yang telah disebutkan tidak sama dengan hasil yang didapatkan pada
praktikum kali ini.
Secara umum pati ganyong termasuk pati yang memiliki kandungan amilosa
beesar (25-30%) (Muchtadi et al, 1987). Pada dasarnya amilosa akan lebih
berperan saat proses gelatinisasi dan lebih menentukan karakter dari pasta pati.
Suhu gelatinisasi pati ganyong berkisar antara 71-72
o
C (Thitipraphunkul, 2003).
Sedangkan, menurut Fennema (1996), suhu gelatinisasi pati jagung adalah 62-
80
o
C, dan kandungan amilosanya sekitar 25%.
Kandungan amilosa yang tinggi menyebabkan pati lebih banyak menyerap
air, sehingga pembengkakan granula pati terjadi pada suhu yang lebih rendah.
Dari hasil pengamatan, lamanya waktu penetesan akan menentukan viskositas.
Semakin lama waktu penetesannya, maka viskositasnya semakin tinggi (semakin
kental). Selama pemanasan, viskositas meningkat, selanjutnya menurun setelah
melewati suhu gelatinisasi.
Berdasarkan teori yang telah disebutkan sebelumnya, disebutkan bahwa
suhu gelatinisasi pati jagung adalah 62-80
o
C, dan untuk pati ganyong berkisar
anatar 71-72
o
C. Maka, suhu gelatinisasi pati jagung berdasarkan teori lebih rendah
daripada suhu gelatinisasi pati ganyong. Adanya perbedaan suhu gelatinisasi ini
dapat disebabkan karena perbedaan ukuran dan sebaran granula dari masing-
masing pati serta kandungan amilosanya.
Hasil pengamatan yang dibandingkan antara pati ganyong dan pati jagung
pada suhu 70
o
C dan 80
o
C menyatakan bahwa waktu penetesan pati ganyong
mengalami kenaikan, sementara pati jagung mengalami penurunan. Hal tersebut
menandakan bahwa viskositas pati ganyong pada suhu 80
o
C lebih tinggi dari pati
jagung pada suhu yang sama. Sebelumnya telah disebutkan bahwa viskositas akan
menurun setelah melewati suhu gelatinisasi. Pati jagung yang mengalami
penurunan waktu penetesan menandakan bahwa pati telah mengalami gelatinisasi
pada suhu sekitar 70
o
C. pati ganyong yang mengalami kenaikan waktu pentesan
dari suhu 70
o
C ke 80
o
C menandakan viskositas juga meningkat dan belum
mengalami gelatinisasi pati, karena granula pati masih mengembang.
Pati ganyong dan tepung pati jagung (Maizena) sama-sama mengalami
kenaikan waktu penetesan saat pencampuran dengan air pada suhu 90
o
C yang
dibiarkan turun hingga 50
o
C dan 30
o
C. Pati ganyong, pada suhu 50
o
C waktu
penetesannya 15,6 detik, sementara pada suhu 30
o
C, waktu penetesannya 16,1
detik. Tepung pati jagung (Maizena), pada suhu 50
o
C waktu penetesannya 12,55
detik, sementara pada suhu 30
o
C, waktu penetesannya 13,69 detik.
Pati yang telah dicampurkan dengan air bersuhu 90oC dibiarkan dingin
hingga suhunya mencapai 70oC, 50oC dan 30oC. Pada suhu 90oC, diperkirakan
bahwa pati telah melewati suhu gelatinisasinya. Sesuai dengan teori yang telah
disebutkan sebelumnya, suhu gelatinisasi pati ganyong dan pati jagung dibawah
90oC.
Campuran pati yang dibiarkan dingin dan turun suhunya akan kembali
mengalami kenaikan viskositas. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa pati jagung
maupun pati ganyong mengalami peningkatan waktu penetesan dari suhu 50oC ke
30oC. Dengan meningkatnya waktu penetesan, maka viskositas juga meningkat.
Pati jagung dan pati ganyong pada suhu 50oC memiliki waktu penetesan
paling rendah setelah pencampuran dengan air pada suhu 90oC. Kedua jenis pati
tersebut dapat dikatakan mengalami breakdown viscosity. Breakdown viscosity
adalah penurunan viskositas yang terjadi dari viskositas maksimum menuju
viskositas terendah ketika suhu dipanaskan pada suhu 90oC (Utami, 2009). Nilai
breakdown viscosity yang rendah menunjukkan tingkat kehancuran granula yang
cukup tinggi. Pada viskositas terendah ini granula akan hancur sempurna dan
komponen amilosa dan amilopektin terpisah.











KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Dari hasil pengujian penambahan air dengan suhu 60oC, 70oC, 80oC, dan 90oC
pada tepung pati jagung (Maizena), tepung tapioka dan pati ganyong, dapat
disimpulkan:
1. Suhu gelatinisasi dari tiap pati berbeda, dapat tergantung dari kadar
amilosa yang terkandung di dalamnya, perbedaan ukuran maupun sebaran
granula pati tersebut.
2. Suhu gelatinisasi untuk pati jagung sekitar 70
o
C yang ditandai dengan
menurunnya waktu penetesan pada suhu 70
o
C dan suhu 80
o
C. Sementara
suhu gelatinisasi untuk pati ganyong sekitar 80
o
C yang ditandai dengan
meningkatnya waktu penetesan pada suhu 70
o
C dan suhu 80
o
C. Suhu
gelatinisasi untuk tepung tapioka (pati singkong) sekitar 70
o
C yang
ditandai dengan menurunnya waktu penetesan pada suhu 70
o
C dan suhu
80
o
C.

Saran
1. Pelaksanaan praktikum sebaiknya dilakukan di awal semester agar
pembuatan laporan tidak terlalu dekat waktunya dengan ujian utama.
2. Bahan maupun alat yang akan digunakan dalam praktikum dipersiapkan
terlebih dahulu agar saat pelaksanaan praktikum tidak terlalu lama.









DAFTAR PUSTAKA
Budiyati, Rina. 2010. Formulasi Tepung Komposit Berbasis Pati Ganyong
(Canna edulis Kerr.) Termodifikasi Heat Moisture Treatment dan Tepung
Kacang Tunggak (Vigna unguiculata) pada Pembuatan Mi Kering, Skripsi,
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Fennema, Owen R. 1996. Food Chemistry. New York: Marcel Dekker, Inc.
Greenwood, C. T. 1979. Observation on The Structure of The Starch Granule. Di
dalam J. M. V. Blanshard dan J. R. Mitchel (eds). Polisacharides in food.
Butter Worth London.
Harper, J.M. 1981. Extrusion of Food Vol II. Florida: CRC Press Inc. Boca Raton.
Matz, S.A. 1984. Food Texture. New York: The AVI Publ. Co.
Nining. 2012. Proses Gelatinisasi.
http://teknopakan.blogspot.com/2012/04/proses-gelatinisasi.html. Diakses
pada tanggal 28 Desember 2012.
Poedjiadji, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI-Press.
Shamekh, SS. 2002. Effects of Lipids, Heating and Enyzmatic Treatment on
Starches. Finland: Technical Research Center of Finland.
Sultanry dan Kaseger. 1985. Kimia Pangan. Makassar: Badan Kerjasama
Perguruan Tinggi Negeri Bagian Timur.
Syamsir, Elvira. 2009. Perubahan Granula Pati Selama Gelatinisasi.
http://ilmupangan.blogspot.com/2009/09/perubahan-granula-pati-
selama_5717.html. Diakses pada tanggal 28 Desember 2012.
Tjokroadikoesoemo, P. S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Jakarta: PT.
Gramedia.
Utami, Putri Yudi. 2009. Peningkatan Mutu Pati Ganyong (Canna edulis Ker) Melalui
Perbaikan Proses Produksi, Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan. Jakarta: PT. Gramedia.




LAMPIRAN


Tepung tapioka


Pati jagung (Maizena)


Pati ganyong

Você também pode gostar