Você está na página 1de 30

Ensefalopati pada Anak | 1

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah
Ensefalopati merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan kelainan
fungsi otak menyeluruh yang dapat akut atau kronik, progresif atau statis.
Ensefalopati yang terjadi sejak dini dapat menyebabkan gangguan perkembangan
neurologis.
1
Pasien dengan ensefalopati dapat mengalami kemunduran dalam
fungsi kognitif umum, prestasi akademis, fungsi neuropsikologik dan kebiasan.
Skor intelegensi pasien yang mengalami ensefalopati juga rendah jika
dibandingkan anak seusianya. Dari segi akademis, pasien seringkali mengalami
kesulitan untuk membaca, mengeja dan aritmatik. Sedangkan urtuk fungsi
neuropsikologikal, pasien dapat menjadi hiperaktif maupun autis.
2

Angka kejadian ensefalopati secara umum belum banyak diteliti, penelitian
dilakukan pada masing masing jenis ensefalopati. Penelitian yang dilakukan di
London, menunjukkan bahwa angka kejadian ensefalopati hipoksik iskemik
mencapai 150 per 57 ribu kelahiran hidup atau berkisar 2,64%.
3
Sedangkan
penelitian yang dilakukan di Australia Timur menunjukkan angka yang lebih
tinggi 164 per 43 ribu kelahiran hidup atau berkisar 3,8%. Diperkirakan berkisar
30% kasus ensefalopati hipoksis pada negara maju dan naik menjadi 60% pada
negara berkembang berkairtan dengan kejadian hipoksik iskemik intrapartum.
4
Tidak ada data akurat terkait dengan angka kejadian ensefalopati hepatik.
Hepatik ensefalopati yang dapat diklasifikasikan menjadi ensefalopati hepatik
murni dan ensefalopati hepatik minimal. Ensefalopati hepatik murni terjadi pada
30-45% pasien dengan sirosis hepatis dan 10-50% pada pasien shunting
transjugular intrahepatik portosystemic. Ensefalopati hepatik minimal biasanya
terdiagnosis pada pasien sirosis hepatis dan pada pasien hipertensi portal
Ensefalopati pada Anak | 2

nonsirosis. Kejadian ensefalopati hepatik minimal dilaporkan berkisar 20-84%
pada pasien sirosis.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Ensefalopati adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan kelainan
fungsi otak menyeluruh yang dapat akut atau kronik, progresif atau statis.
1

Ensefalopati adalah disfungsi kortikal umum yang memiliki karakteristik
perjalanan akut hingga sub akut (jam hingga beberapa hari), secara nyata terdapat
fluktuasi dari tingkat kesadaran, atensi minimal, halusinasi dan delusi yang sering
dan perubahan tingkat aktifitas psikomotor (secara umum meingkat, akan tetapi
dapat menurun).
6

B. ETIOLOGI
Ensefalopati merupakan gangguan pada otak yang memiliki banyak
penyebab meliputi penyebab infeksi, toksis (misalnya karbon monoksida, obat,
timah hitam), metabolik dan iskemik.
1
Berbagai macam etiologi ini yang
umumnya digunakan untuk klasifikasi ensefalopati.

C. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian ensefalopati secara umum belum banyak diteliti, penelitian
dilakukan pada masing masing jenis ensefalopati. Penelitian yang dilakukan di
London, menunjukkan bahwa angka kejadian ensefalopati hipoksik iskemik
mencapai 150 per 57 ribu kelahiran hidup atau berkisar 2,64%.
3
Sedangkan
penelitian yang dilakukan di Australia Timur menunjukkan angka yang lebih
Ensefalopati pada Anak | 3

tinggi 164 per 43 ribu kelahiran hidup atau berkisar 3,8%.
(3)
Diperkirakan berkisar
30% kasus ensefalopati hipoksis pada negara maju dan naik menjadi 60% pada
negara berkembang berkairtan dengan kejadian hipoksik iskemik intrapartum.
4

Tidak ada data akurat terkait dengan angka kejadian ensefalopati hepatik.
Hepatik ensefalopati yang dapat diklasifikasikan menjadi ensefalopati hepatik
murni dan ensefalopati hepatik minimal. Ensefalopati hepatik murni terjadi pada
30-45% pasien dengan sirosis hepatis dan 10-50% pada pasien shunting
transjugular intrahepatik portosystemic. Ensefalopati hepatik minimal biasanya
terdiagnosis pada pasien sirosis hepatis dan pada pasien hipertensi portal
nonsirosis. Kejadian ensefalopati hepatik minimal dilaporkan berkisar 20-84%
pada pasien sirosis.
5

D. KLASIFIKASI
1. Ensefalopati akibat infeksi
a. Definisi. Infeksi sistem saraf pusat termasuk didalamnya meningitis,
meningoensefalitis, ensefalitis, empiema subdural atau epidural dan abses
otak. Virus dan bakteri menyebabkan meningitis, infeksi jamur dapat terjadi
pada pasien yang menjalani transplantasi dan pada pasien yang mengalami
imunosupresi. Ensefalitis dan ensefalopati harus dapat dibedakan, dimana
pada ensefalopati terjadi kerusakan fungsi otak tanpa adanya proses
inflamasi langsung di dalam parenkim otak. Neonatus tidak selalu
memberikan gejala ubun ubun besar yang menonjol. Pasien dapat
menunjukkan gejala ensefalopati global seperti koma atau status epileptikus.
Diagnosis dan pengobatan awal dengan antibiotik atau antiviral yang sesuai
menjadi penting.
1

Ensefalopati yang disebabkan oleh infeksi sistemik adalah keadaan
yang paling sulit dibedakan dengan ensefalitis. Perbedaan yang dapat
Ensefalopati pada Anak | 4

diidentifikasi antara ensefalopati dan ensefalitis pada umumnya dapat dilihat
pada tabel berikut.
7


Tabel1. Perbedaan antara ensefalopati dan ensefalitis
7
Ensefalopati Ensefalitis
Manifestasi klinis
Demam Tidak umum Umum
Nyeri kepala Tidak umum Umum
Depresi status mental Deteriorasi Mungkin fluktuasi
Tanda neurologis fokal Tidak umum Umum
Tipe kejang Umum Umum atau fokal
Temuan Laboratoris
Darah Leukositosis tidak umum Leukositosis umum
LCS Pleositosis tidak umum Pleositosis umum
MRI Terkadang normal Abnormalitas fokal
Disfungsi serebral difuse ataupun multifokal yang diinduksi oleh
respons sistemik terhadap infeksi tanpa bukti klinis maupun laboratoris
adanya infeksi otak secara langsung disebut dengan ensefalopati sepsis.

b. Patogenesis. Patogenesis ensefalopati sepsis masih belum jelas. Beberapa
kemungkinan diajukan sebagai penyebab adanya kerusakan otak selama
sepsis berat yaitu efek endotoksin dan mediator inflamasi, disfungsi sawar
darah otak dan kerusakan cairan serebro spinal, perubahan asam amino dan
neurotransmiter, apoptosis, stres oksidatif dan eksitotoksisitas, akan tetapi
hipotesis yang paling dipercaya adalah multifaktorial.
7

Endotoksin. Toksin bakteri dan partikelnya, lipopolisakarida,
merupakan salah satu penyebab disfungsi otak selama sepsis.
Lipopolisakarida pada keadaan sepsis akan meningkat dan akan bereaksi
Ensefalopati pada Anak | 5

langsung dengan otak dalam organ sirkumventrikular yang tidak dilindungi
oleh sawar darah otak. Lipopolisakarida dapat berikatan dengan reseptor
seperti reseptor menyerupai toll, menginduksi sintesis sitokin inflamasi,
prostaglandin dan nitrit okside dari mikroglia dan astrosit. Pada konsentrasi
yang rendah, endotoksin dapat menginduksi sekresi sitokin inflamasi, IL6
dari monosit/makrofag, yang akan bereaksi langsung dengan menginduksi
ekspresi mediator inflamasi.
7
Mediator inflamasi. Ketika infeksi terjadi, maka makrofag/monosit
perifer akan mensekresi sitokin inflamasi termasuk didalamnya, IL1, TNF ,
dan IL 6 yang memegang peranan penting dalam memediasi respon serebral
dalam infeksi. Ketiga mediator tersebut dapat menginduksi cyclooxygenase
2 (COX2) dari sel glia dan mensintesis prostaglandin E2 yang bertanggung
jawab dalam aktivasi aksis hipotalamus-pituitari-adrenal, demam dan
perubahan kebiasaan. Aktifasi dari kaskade komplemen, diantaranya
anafilaktoksin C5a, juga dikaitkan dengan disfungsi otak selama sepsis,
kemungkinan dengan menginisiasi kerusakan sawar darah otak.
7

Disfungsi sawar darah otak. Baik lipopolisakarida maupun sitokin
dapat menginduksi aktifasi endotelial yang disebut panendotelitis. Mereka
akan menginduksi ekspresi dari molekul adesi pada sel endotelial mikrovasel
otak, mereka juga menginduksi sekresi sitokin proinflamasi dan nitrit oxide
syntase (NOS). Aktifasi endotelial menghasilkan permeabilitas yang
meningkat dan kerusakan sawar darah otak dengan konsekuensi selanjutnya
akan terbentuk edema otak vasogenik. Kaki astrosit disekitar pembuluh
darah korteks akan mengalami pembengkakan dan akan terjadi ruptur
membran dan melepaskan dinding pembuluh darah. Pembengkakan kaki
astrosit merupakan konsekuensi langsung dari kerusakan sawar darah otak.
Edema otak yang terjadi pada ensefalopati sepsis lebih berkaitan dengan
hilangnya autoregulasi dibandingkan dengan kerusakan sawar darah otak
meskipun jika edema vasogenik awal dapat menjadi edema sitotoksik.
7

Ensefalopati pada Anak | 6

Aliran darah otak dan autoregulasi serebrospinal. Aliran darah
otak menurun dan iskemia otak mungkin disebabkan oleh kerusakan otak
selama sepsis berat. Kerusakan aliran darah otak juga merupakan akibat dari
kerusakan mikrovaskular, yang terjadi pada organ lain, bukan karena efek
hipotensi sistemik.
7

Disfungsi mitokondria. Disfungsi mitokondria berhubungan dengan
apoptosis sel neuron dan persediaan energi yang tidak adekuat. Penurunan
ATP yang dihasilkan oleh mitokondria disebabkan oleh sitokin, reactive
oxygen species (ROS) dan NO. Mitokondria juga dapat menginduksi
terjadinya apoptosis dengan mengeluarkan cytokrom C.
7
c. Gejala Klinis. Ensefalopati sepsis pada umumnya terjadi awal sepsis berat
dan menyebabkan gagal multiorgan. Keadaan klinis yang paling sering
ditimbulkan adalah penurunan tingkat kesadaran dari mulai penurunan
kewaspadaan ringan hingga tak berespon dan koma. Status konfusional
fluktuatif, inatensi dan kebiasaan yang tidak sesuai juga terkadang timbul
pada pasien ensefalopati ringan. Pada kasus yang lebih berat dapat
menimbulkan delirium, agitasi dan deteriorasi kesadaran dan koma. Gejala
motorik jarang terjadi pada ensefalopati sespsis, dan banyak terjadi pada
ensefalopati metabolik, misalnya asteriksis, mioklonus dan tremor. Pada
ensefalopati sepsis yang mungkin timbul adalah berupa rigiditas paratonik,
merupakan resistensi yang tergantung pada kecepatan menjadi gerakan pasif.
Kejang juga dapat timbul pada ensefalopati septik, tetapi tidak umum,
disfungsi saraf kranial dan lateralisasi jarang terjadi dan harus dapat
menyingkirkan penyebab lain yang mungkin.
7

d. Diagnosis. Diagnosis ensefalopati sepsis secara klinis tergantung pada
penyingkiran penyebab lain yang mungkin dari deteriorisasi otak (metabolik
atau struktural). EEG merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang
sensitif dan dapat menunjukkan abnormalitas walaupun pemeriksaan
Ensefalopati pada Anak | 7

neurologis normal. Pola EEG yang dapat ditemukan pada ensefalopati sepsis
adalah normal EEG, eksesif theta, predominan delta, gelombang triphasik,
supresi. Pemeriksaan EEG pada ensefalopati septik ini tidak spesifik, karena
juga dapat ditemukan pada pengaruh sedasi dan kerusakan metabolik. CT
Scan kepala tidak ditemukan kelainan, akan tetapi dilakukan pemeriksaan
untuk menyingkirkan adanya kerusakan otak yang disebabkan oleh
hipoksik/iskemik. Perkembangannya adalah penggunaan biomarker untuk
mendeteksi adanya ensefalopati septik, yaitu S100B dan NSE. S100B adalah
protein yang terikat oleh kalsium yang dihasilkan oleh sistem saraf pusat,
terutama oleh sel astroglial. S100B akan meningkat pada serum dan cairan
serebro spinal setelah terjadi cedera otak. NSE adalah enzim glikolitik
intrasitoplasmik enolase, yang dapat ditemukan pada sel saraf dan jaringan
neuroendokrin dan meningkat pada sirkulasi darah setelah meningkatnya
kematian sel saraf.
7

e. Penatalaksanaan. Pengobatan ensefalopati septik secara khusus masih
belum ada, penanganannya dilakukan dengan penanganan sepsis pada
umumnya.
7

Dibutuhkan terapi suportif seperti menjaga suhu lingkungan yang hangat,
memberi pengobatan simptomatik seperti muntah, anemia dan demam.
Kemudian dilakukan pemberian antibiotik untuk penanganan definitif
selama kurang lebih 14 hari.
7

2. Ensefalopati akibat toksis
Ensefalopati yang diinduksi obat.
a. Definisi. Ensefalopati nonsirosis hiperamonia merupakan salah satu
komplikasi dari pemberian asam valproat, tanpa disertai adanya penyakit
liver primer sebelumnya.
8

Ensefalopati pada Anak | 8

b. Gejala Klinis. Biasanya kasus asimptomatik dan disertai adanya
peningkatan ringan enzim liver serum. Secara klinis pasien dapat
menunjukkan keadaan dimana tejadi disfungsi kognitif dalam beberapa
derajat. Gejala dapat dimulai pada 2 minggu awal setelah terapi dimulai
hingga berkisar 3-5 tahun berikutnya.
8

c. Patogenesis. Asam valproat dapat juga menginduksi hepatotoksisitas dengan
mekanisme yang menyerupai hiperamonia hepatik dengan adanya gejala
neurologis. Pada beberapa kasus hal ini berkaitan dengan defisensi enzim
siklus urea, ornithine transcarbamilase, dengan outcome yang jelek. Intake
asam valproat, yang merupakan asam lemak, dapat menginduksi
hiperamonia dengan cara metabolisme nya dalam hati, yang menghasilkan
metabolit toksik yang dapat menghambat carbamoyl phosphate synthetase,
yang merupakan reaksi enzimatik pertama pada siklus urea, yang dapat
mencegah ekskresi ammonia. Asam valproat juga menurunkan level
kreatinin dengan meningkatkan ekskresi dalam bentuk kompleks asam
valproat-kartinin. Defisiensi kartinin mengurangi fungsi mitokondria,
dengan menghambat siklus urea dalam hati.
8

d. Etiologi. Anti konvulsan lainnya yang dapat berefek seperti asam valproat
adalah fenobarbital dan phenytoin. Fenobarbital dan phenitoin meningkatkan
kadar ammonia pada pasien yang mengkonsumsi asam valproat secara
bersamaan. Pada salah satu penelitian, penambahan toporimate, inhibitor
siklus urea lainnya, pada penggunaan asam valproat, mempercepat
terjadinya ensefalopati pada pasien asimtomatis. Beberapa obat lainnya
dapat menyebabkan keadaan hiperamonia, yang mungkin dapat merusak
siklus urea atau meningkatkan produksi ammonia renal ke dalam sirkulasi,
obat tersebut antara lain glysin yang digunakan selama reseksi prostat
transuretra, yang menstimulasi produksi ammonia, selain itu carbamazepin,
ribavirine, sulfadiazine dengan pirimetamin dan salisilat dosis tinggi.
8

Ensefalopati pada Anak | 9

e. Penatalaksanaan. Pengobatan utama pada ensefalopati yang diinduksi oleh
penggunaan asam valproat adalah dengan menghindari konsumsi asam
valproat, yang dapat memberikan perbaikan utuh dalam waktu beberapa hari.
Suplementasi carnitine juga menunjukkan penurunan gejala toksisitas yang
diinduksi asam valproat.
8

Ensefalopati akibat timbal.
a. Definisi. Penggunaan timbal banyak digunakan dalam kehidupan sehari hari.
Timbal digunakan untuk alat masak, pipa, dan barang pecah belah lainnya.
Bentuk intoksikasi timbal dapat menyebabkan kebutaan, kolik, nyeri
persendian, dan bentuk terparah berupa ensefalopati.
1


Gambar1. Efek timbal pada kesehatan manusia

b. Patofisiologi. Anak-anak lebih sensitif terhadap intoksikasi timbal
dibandingkan pada dewasa karena berbagai sebab. Eksposure pada anak
anak sangat dipengaruhi oleh kebiasaan pica. Pada saluran pencernaan anak
juga mengabsorbsi timbal lebih cepat dibandingkan pada dewasa dan sistem
saraf pusat pada anah lebih mudah diserang agen toksik dibandingkan
dengan sistem saraf pusat matur.
1

Timbal dapat melewati sawar darah otak, ditransmisikan melalui plasenta
dan air susu. Timbal menimbulkan mekanisme toksisitasnya melalui ikatan
Ensefalopati pada Anak | 10

kuat dengan kelompok sulfhidril pada protein dan enzim. Ikatan ini akan
menimbulkan toksik pada beberapa sistem enzim.
1

c. Diagnosis. Di Amerika kadar normal timbal dalam darah adalah kurang dari
5mcg/dL, dan mencapai kadar toksik pada kadar lebih dari 10mcg/dL,
khususnya pada anak anak. Kadar protoporphyrin digunakan sebagai alat
diagnostik pada toksisitias timbal karena protoporphyrin merupakan enzim
yang berdasarkan heme yang berkaitan dengan timbal. Peningkatan
protoporphyrin berjalan seiring dengan peningkatan kadar timbal pada
serum. Peningkatan protoporphyrin terjadi pada 6-8 minggu setelah paparan
dan nilai normal dari protoporphyrin adalah kurang dari 35 mcq/dL.
1

d. Gejala klinis. Pada keadaan akut ensefalopati pasien dapat mengeluhkan
nyeri kepala, muntah, ataksia, kejang, paralisis, stupor dan koma. Pada
ensefalopati kronik, pasien dapat kehilangan memori, ketidaknormalan
kebiasaan, depresi, ataksia, kejang, kebingungan dan kehilangan persepsi
sensorik. Selain itu toksisitas timbal dapat menyebabkan gangguan dalam
belajar, dan pengurangan IQ.
1

e. Penatalaksanaan. Terapi farmakologik dengan chelating agent tidak
memperbaiki kerusakan neurokognitif pada anak karena toksisitas timbal.
Terapi farmakologis yang dapat digunakan antara lain dimercaprol
25mg/kgBB/hari, Calsium disodium ethylenediammine tetraacetic acid
(CaNa2 EDTA) dengan dosis 50mg/kgBB/hari drip dengan NaCl atau D5%,
Succimer dengan dosis 10mg/kgBB/8jam selama 5 hari atau D-penicillamin
10-15mg/kgBB selama 4-12 minggu.
1

3. Ensefalopati akibat metabolik
a. Definisi dan Klasifikasi. Ensefalopati dengan masalah metabolik sebagai
dasarnya merupakan masalah baik bagi neonatus maupun anak, dengan
outcome fungsional bergantung pada waktu dan intervensi yang hati-hati.
Ensefalopati pada Anak | 11

Gannguan metabolik yang biasa terjadi adalah disfungsi hepar, disfungsi
renal, dan gangguan metabolik lainnya. Gannguan yang paling sering terjadi
adalah disfungsi hepar, sehingga yang dibahas dalam referat kali ini adalah
ensefalopati hepatic.
1

Pada tahun 1998, The Working Party pada World Congress of
Gastroenterology ke 11, membuat standarisasi nomenklatur dari ensefalopati
hepatik, yang membaginya dalam tiga tipe yaitu A, B dan C.
Tabel 2. Jenis ensefalopati hepatik

Type Nomenklature Subkatagori
A Ensefalopati yang berhubungan dengan
gagal hepar akut

B Ensefalopati yang berhubungan dengan
bypass portal sistemik dan tanpa
penyakit hepatoseluler intrinsic

C Ensefalopati yang berhubungan dengan
sirosis dan hipertensi portal atau
shunting sistemik portal
Episodik, persisten dan
minimal.
b. Patofisiologi. Perlu ditekankan bahwa patofisiologi ensefalopati hepatik
pada anak sangat berbeda dengan yang terjadi pada dewasa dimana selalu
terdapat penyakit hati kronik dan sirosis. Pada anak kerusakan hepar terjadi
secara akut. Penyebab ensefalopati hepatik pada anak bervariasi dari virus
hepatitis, hingga kerusakan metabolisme sejak lahir, sebaliknya pada
dewasa, penyakit hepar yang disebabkan oleh alkohol lebih banyak terjadi.
Selain itu pada anak edema serebral merupakan komplikasi yang penting
yang dapat ditemukan pada stadium awal.
1

Terdapat empat teori terjadinya kerusakan saraf pada hepatitis
fulminan, akumulasi dari ammonia, kesalahan neurotransmiter yang berada
Ensefalopati pada Anak | 12

pada otak, ligan yang tidak normal pada reseptor amino butyric acid
benzodiazepine (GABA-BDZ), dan deposit mangan pada ganglia basalis.

Teori Amonia. Amonia sejak lama dikenal sebagai neurotoksin yang
bertanggung jawab dalam patogenesis ensefalopati hepatik. Amonia
dihasilkan dari beberapa jaringan termasuk ginjal dan otot meskipun
konsentrasi tertingginya berada pada vena porta yang berasal dari bakteri
pada kolon dan metabolisme glutamine pada usus kecil. Pada orang normal,
berkisar 80-90% ammonia diekskresikan melalui metabolisme pertama.
Ekskresi berkurang baik pada keadaan hepatitis kronik maupun akut.
Mekanisme hiperammonaemia menyebabkan ensefalopati masih belum
terlalu jelas, penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kadar
ammonia pada sel hepatosit yang mengakibatkan perubahan pada
neurotransmiter terutama agonis GABA, sehingga menyebabkan kegagalan
penyediaan energi untuk otak. Detoksifikasi ammonia pada astrosit
menyebabkan akumulasi glutamine, yang merupakan penyebab utama
terjadinya pembengkakan astrosit. Pada hepatitis akut, pembengkakan glial
juga ditemukan ketika adanya pembengkakan otak. Pasien dengan
ensefalopati hepatik memiliki kadar serum ammonia lebih dari 90%, dan
menurunnya kadar serum ammonia berhubungan dengan perbaikan tingkat
ensefalopati hepatik.
1
Teori kesalahan neurotransmiter. Neurotransmiter serebral
diregulasi oleh konsentrasi asam amino dan prekusornya pada sistem saraf
pusat. Pada pasien dengan disfungsi hepar berat, konsentrasi sirkulasi plasma
dari asam amino aromatic (AAA) yaitu triptofan, tyrosin dan phenilalanin
meningkat sedangkan konsentrasi asam amino rantai ganda (leucine,
isoleucine dan valine) menurun, akibatnya terjadi produksi neurotransmiter
yang salah (octopamide dan phenilethanolamide) yang kemudian
berkembang menjadi ensefalopati hepatik.
1
Ensefalopati pada Anak | 13

Teori GABA. GABA adalah merupakan neurotransmiter inhibitori
pada manusia yang bekerja dengan berikatan dengan kompleks reseptor
GABA. Peningkatan jumlah benzodiazepine endogen sebagai neurosteroid
mengakibatkan inhibisi terhadap neurotransmisi. Perubahan pada kompleks
reseptor GABA dan perubahan konsentrasi GABA serebral terjadi pada
ensefalopati hepatik.
1

Teori Mangan. Akumulasi mangan di ganglia, banyak pada pasien
sirosis dan sebaliknya pada transplantasi hepar. Konsentrasi mangan pada
serum berhubungan dengan derajat ensefalopati hepatik. Manifestasi klinis
pada intoksikasi mangan dan manifestasi ekstrapiramidal dari ensefalopati
hepatik menyatakan bahwa terjadi peningkatan kadar mangan yang berperan
dalam terjadinya ensefalopati hepatik.
1
c. Gejala Klinis
Derajat gangguan status mental pada ensefalopati diklasifikasikan
berdasarkan kriteria West Haven, berkisar dari gangguan pola tidur hingga
perubahan fungsi kognitif dan koma dalam.
1

Tabel 3. Gejala Klinis ensefalopati hepatik
1

Grade Tingkat
kesadaran
Personalitas
dan
intelektualitas
Tanda neurologis Kelainan EEG
0 Normal Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Subklinis Normal Pelupa,
bingung
ringan, agitasi,
iritabel
Ketidaknormalan
hanya pada
analisis
psikometrik
Tidak ada
1 Gangguan
pola tidur
Tremor,
apraksia,
Tremor,
apraksia,
Gelombang
trifasik
Ensefalopati pada Anak | 14

Gelisah inkordinasi
dan gangguan
menulis
inkordinasi dan
gangguan
menulis
(5siklus/detik)
2 Lethargy,
Respon
lambat
Asteriksis,
disartria, ataksia,
refleks hipoaktif
Gelombang
trifasik
(5siklus/detik)
3 Somnolen,
bingung
Disorientasi,
amnesia,
disinhibisi dan
kebiasaan
inappropriate
Astereksis,
refleks
hiperaktif, tanda
babinsky dan
rigiditas otot
Gelombang
trifasik
(5siklus/detik)
4 Koma Tidak ada Aktifitas delta
Penilaian tingkat kesadaran lain yang bisa digunakan secara lebih
objektif adalah Glasgow Coma Scale (GCS), akan tetapi tidak khas dalam
mengukur derajat ringan-berat ensefalopati hepatik.
1
d. Penatalaksaan. Pengobatan yang banyak dilakukan pada pasien dengan
ensefalopati hepatik adalah perawatan suportif, identifikasi dan pengobatan
terhadap faktor yang mempercepat, mereduksi produk nitrogen oleh usus
dan identifikasi pasien yang membutuhkan terapi jangka panjang.
1

Identifikasi dan menghilangkan faktor presipitasi yaitu infeksi.
Kultur cairan tubuh dapat menjadi penanda infeksi. Pasien dengan asites
saebaiknya dilakukan parasentesis diagnostik.
Seorang anak dengan ensefalopati hepatik sebaiknya ditangani dalam
perawatan intensif dengan program transplantasi hepar, akan tetapi sumber
daya memang masih terbatas. Management pertama yang dilakukan
mencakup airway, breating, dan sirkulasi, sebagaimana penanganan kasus
kegawatan lainnya.
Ensefalopati pada Anak | 15

Managemen cairan. Setelah dilakukan resusitasi, maka yang perlu
dilakukan selanjutnya adalah keseimbangan cairan. Tujuan penting yang
ingin dicapai adalah normovolumik, karena adanya hidrasi yang kurang
maupun lebih akan mengganggu. Pemberian cairan yang sering dilakukan
pertama kali adalah pemberian cairan kira kira 70% dari maintenance. Status
hidrasi sebaiknya dimonitor dengan menggunakan tekanan vena sentral,
dengan target 6-8cm H
2
O. Monitoring urin juga diperlukan untuk
memonitoring hidrasi, dan indikator fungsi renal. Pemberian cairan secara
intra vena juga digunakan sebagai media pemberian elektrolit dan glukosa
dimana pada keadaan ensefalopati terganggu.
1
Kalium. Hipokalemi dapat disebabkan karena pemberian diuretik,
muntah, dan diare. Hipokalemi dan gejala penyertanya berupa alkalosis
merusak detoksifikasi ammonia, meningkatkan produksi ammonia ginjal,
meningkatkan difusi ammonia melewati sawar darah otak. Kebutuhan
kalium diperkirakan berkisar 3-6mEq/kgbb/hari.
Natrium. Intake natrium total sebanyak 1mEq/kgBB/hari, biasanya
cukup adekuat untuk mencegah terjadinya asites. Pada umumnya, sekresi
yang tidak sesuai dari hormon anti diuretik, menyebabkan hiponatremi
dilusi, yang dapat ditangani dengan pembatasan cairan. Penggunaan NaCl
hipertonik dapat dipertimbangkan pada kasus dengan kadar natrium kurang
dari 120 mEq/l dan atau turun secara cepat.
Antibiotik. Banyak antibiotik yang dapat digunakan pada pasien
ensefalopati hepatik untuk membersihkan saluran cerna, antara lain
ampisilin, metronidazol, vankomicin, rifamixin. Dari antiboiotik tersebut,
rifaximin menunjukkan spectrum luas baik bakteri gram positif maupun
negatif dan aerobik maupun anaerobik, selain itu rifaximin diabsorbsi
minimal secara sistemik. Helicobacter pylori (bakteri amoniagenik) dapat
mempercepat terjadinya ensefalopati hepatik pada pasien sirosis, terutama
Ensefalopati pada Anak | 16

dengan adanya hipoklorida gaster. Oleh karena itu pemberian antibiotik juga
diberikan untuk membunuh H. pylori.
Protein. Pembatasan protein atau bahkan eliminasi total dianjurkan
hingga terjadi perbaikan. Pemberian protein nabati lebih dianjurkan
dibandingkan dengan protein hewani, karena lebih dapat ditoleransi dan
lebih sedikit mengandung aminium, methionin dan asam amino aromatik.
Probiotik. Secara teoritis, bakteri intestinal yang tidak menghasilkan
urease akan menurunkan jumlah ammonia enteral.
1

Peningkatan metabolisme ammonia
Omithine-Aspartat. Infus 1omithine dan 1-aspartat merupakan usaha
untuk menurunkan ammonia serum dengan meningkatkan metabolisme
jaringan terhadap urea dan glutamine. Pada hepatosit periportal, 1omithine
bekerja sebagai substrat ureagenesis dan mengaktifasi siklus enzim urea
omithine transcarbamylase dan carbamoyl phospotase syntase. Aktifitas
siklus urea diharapkan mengkonsumsi ammonia dan menurunkan kadar
ammonia dalam serum. Pada sel perivena hepatik, dimana enzim siklus urea
minimal, aspartan (dan dekarboxylate lainnya) menstimulasi sintesis
glutamine dan memulai proses detoksifikasi ammonia.
1
Benzoate dan Phenil asetat. Hiperamonia berhubungan dengan
kerusakan metabolisme pada bayi baru lahir, penggunaan benzoate dan
phenyl asetat merupakan standart pengobatan.
e. Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya ensefalopati metabolic adalah terutama dengan
memberi pengobatan sesegera mungkin jika ditemui adanya gangguan pada
hati. Selain itu bila memiliki penyakit hati sebelumnya, sebaiknya
memeriksakan rutin untuk mencegah terjadinya ensefalopati.
Ensefalopati pada Anak | 17

f. Prognosis
Ensefalopati hepatic merupakan penyakit hati stadium terminal dengan tanda
prognostic yang jelek dan mengindikasikan tingkat survival yang pendek.
Pada penelitian yang telah dilakukan menunjukkan 42% dapat bertahan
hidup dalam waktu satu tahun, sedangkan 23% yang dapat bertahan hingga
tiga tahun.
1
4. Ensefalopati akibat iskemik
a. Definisi. Ensefalopati hipoksik iskemik merupakan penyebab cedera
permanen yang penting pada sel sistem saraf pusat yang mengakibatkan
kematian neonatus atau nantinya, jejas dapat bermanifestasi sebagai palsi
serebral atau defisiensi mental.
1

b. Patofisiologi. Hipoksia merujuk pada kadar oksigen arteria yang kurang dari
normal, dan iskemia merujuk pada aliran darah ke sel atau organ tidak
mencukupi untuk mempertahankan fungsi normalnya. Penyebab terjadinya
keadaan hipoksia dapat dibagi menjadi dua yaitu saat di dalam kandungan
dan setelah dilahirkan. Penyebab saat di dalam kandungan terdiri dari
1
:
1) Oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama
anestesi, penyakit jantung sianosis, gagal pernapasan, atau keracunan
karbon monoksida
2) Tekanan darah ibu yang rendah akibat hipotensi yang dapat merupakan
komplikasi anestesi spinal atau akibat kompresi vena kaca dan aorta pada
uterus gravid
3) Relaksasi uterus tidak cukup memberikan pengisian plasenta akibat
adanya tetani uterus yang disebabkan oleh pemberian oksitosin berlebihan
4) Pemisahan plasenta premature
5) Sirkulasi darah melalui tali pusat terhalang akibat adanya kompresi atau
pembentukan simpul pada tali pusat
6) vasokonstriksi pembuluh darah uterus oleh kokain
Ensefalopati pada Anak | 18

7) insufisiensi plasenta karena berbagai sebab, termasuk toksemia dan pasca
maturitas.
Hipoksia yang tejadi sesudah lahir, dapat merupakan akibat dari
1
:
1) Anemia cukup berat, yang sampai menurunkan kandungan oksigen darah
ke tingkat kritis, akibat perdarahan berat atau penyakit hemolitik
2) Syok cukup berat, yang sampai mengganggu pengangkutan oksigen ke sel
sel vital, akibat perdarahan adrenal, perdarahan intraventrikular, infeksi
yang berlebihan atau kehilangan darah yang masif.
3) Kurangnya saturasi oksigen arteria disebabkan gagal terjadinya
pernapasan yang adekuat pada pasca lahir, akibat cacat, nekrosis atau
jejas pada otak
4) Kegagalan oksigenasi sejumlah darah yang adekuat akibat adanya bentuk
penyakit jantung kongenital sianosis atau defisiensi fungsi paru yang
berat.
Janin yang mengalami hipoksik iskemik kronis dapat mengalami
retardasi pertumbuhan intrauteri tanpa tanda tanda tradisional gawat janin
(misalnya bradikardi). Velosimetri bentuk gelombang umbilikalis melalui
Doppler (memperlihatkan kenaikan tahanan vascular janin) dan
kordosintesis (memperlihatkan hipoksia janin) dapat mengidentifikasi bayi
hipoksik kronis. Selanjutnya kontraksi uterus mengurangi oksigen
umbilikalis, menekan kardiovaskular janin dan sistem saraf pusat,
menghasilkan skor APGAR rendah dan hipoksia pasca lahir dalam kamar
bersalin.
1
Respons awal sirkulasi janin adalah menambah shunt melalui duktus
venosus, duktus arteriosus, dan foramen ovale dengan rumatan perfusi
sementara ke otak, jantung dan adrenal lebih diutamakan daripada paru
(karena adanya vasokonstriksi pulmonal), hati, ginjal dan usus. Apabila
kegawatan janin menyebabkan janin terengah engah maka akan
menyebabkan kandungan cairan amnion (mekonium, skuama rambut,
lanugo) teraspirasi ke dalam trakea atau paru paru.
1

Ensefalopati pada Anak | 19

Kombinasi berkurangnya persediaan oksigen untuk otak yang
menyebabkan hipoksia dan kurangnya atau tidak adanya aliran darah yang
menyebabkan iskemia dapat menyebabkan berkurangnya glukosa untuk
metabolisme dan akumulasi laktat yang menghasilkan asidosis pada jaringan
lokal. Setelah terjadi reperfusi, hipoksia iskemik juga dapat menimbulkan
komplikasi nekrosis sel dan edema endotel vaskular, menurunkan aliran
darah pembuluh darah distal.

c. Gejala Klinis Secara khas, ensefalopati hipoksia iskemik pada neonatus
memiliki karakteristik edema serebral, nekrosis kortikal, dan keterlibatan
ganglia basalis, sedangkan pada neonatus preterm, memiliki karakteristik
periventrikular leukomalasia. Kedua lesi dapat menyebabkan atropi kortikal,
retardasi mental dan kuadriplegi atau diplegi spastika.
Sesudah lahir, kombinasi hipoksia janin kronis dan jejas hipoksik iskemik
mengakibatkan neuropatologi spesifik sesuai umur kehamilan. Bayi cukup
bulan memperlihatkan nekrosis neuron korteks (nantinya atrofi korteks) dan
jejas iskemia parasagital. Bayi preterm memperagakan LPV (nantinya
diplegia spastik), status marmoratus ganglia basalis, dan PIV. Bayi cukup
bulan, lebih sering dari pada bayi preterm, memperlihatkan infark korteks
setempat atau multifocal yang menghasilkan kejang kejang setempat (fokal)
dan hemiplegia. Perangsangan asam amino dapat memainkan peranan
penting dalam pathogenesis asfiksia jejas otak.
1

Gejala klinis dan karakteristik ensefalopati hipoksik iskemik sangat
bermacam macam bergantung pada beratnya cedera yang ditimbulkan.
Pucat, sianosis, apnea, frekuensi denyut jantung lambat dan tidak
memberikan respons terhadap rangsangan merupakan beberapa tanda umum
terjadinya ensefalopati hipoksik iskemik. Neonatus dengan ensefalopati
hipoksik iskemik derajat keparahan 3 biasanya hipotonus, walaupun awalnya
terlihat hipertonus dan kewaspadaan yang meningkat sesaat setelah
dilahirkan. Seiring berkembangnya edema serebral, fungsi otak menurun,
depresi kortikal menyebabkan koma, dan depresi batang otak menyebabkan
Ensefalopati pada Anak | 20

apneu. Seiring berkembangnya edema serebri, akan terjadi kejang yang
dimulai saat 12-24 jam setelah lahir. Neonatus juga tidak memiliki tanda
respirasi spontan, hipotonus, dan menurun atau tidak adanya reflek tendon.
9
Tabel 4. Gejala klinis ensefalopati hipoksik iskemik pada neonatus
9
Tanda Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3
Tingkat
kesadaran
Hiperalert Letargik Stupor
Tonus otot Normal Hipotonus Flaksid
Refleks
tendon/ klonus
Hiperaktif Hiperaktif Tidak ada
Reflek moro Kuat Lemah Tidak ada
Pupil Midriasis Miosis Anisokor, reflek
cahaya minimal
Kejang Tidak ada Ada Desereberasi
EEG Normal Perubahan voltase
rendah hingga
aktifitas kejang
Banyak supresi
hingga
isoelektrik
Durasi <24jam jika ada
kemajuan lain
mungkin tetap
normal
24jam -14 hari Hari-minggu

d. Penatalaksanaan. Pencegahan dan pengobatan nantinya diarahkan pada
keadaan dasar yang menyebabkannya, kematian dan ketidakmampuan
kadang kadang dapat dicegah melalui pengobatan terhadap gejala yang
timbul dengan memberikan oksigen atau pernafasan buatan dan koreksi
disfungsi multiorgan terkait.
1

Edema otak dapat timbul pada 24 jam berikutnya dan mengakibatkan depresi
batang otak yang berat. Selama waktu ini dapat terjadi aktivitas kejang yang
mungkin berat dan kejang ini refrakter terjadap dosis biasa antikonvulsi.
Ensefalopati pada Anak | 21

Lorazepam (0,05-0,1 mg/kgBB, iv) dapat digunakan selama kejang akut,
sedangkan untuk mensupresi kejang secara terus menerus mungkin
memerlukan dosis pembebanan i.v. 20-25mg/kgBB fenobarbital atau
20mg/kgBB fenitoin. Walaupun sebagian besar kejang sering merupakan
akibat dari ensefalopati hipoksik iskemik, kejang pada bayi baru lahir yang
mengalami asfiksia dapat juga disebabkan oleh hipokalsemi atau
hipoglikemia.
(6)
Pada keadaan hipoksik iskemik terjadi turunnya suhu
berkisar 2
0
C. Terapi hipotermia lebih bermaksud pada resusitasi
dibandingkan dnegan neuroprotektor. Pada bayi dengan respon minimal
pada resusitasi konvensional, ditempatkan pada tempat berisi air dingin
berkisar 23-30
0
C, dan didiamkan hingga ia menangis.
e. Prognosis. Pasien yang dapat hidup dengan ensefalopati hipoksik iskemik
stadium 3 memiliki insidensi kejang yang tinggi dan mengalami kecacatan
yang serius terutama pada perkembangan sarafnya, Prognosis dari asfiksia
berat juga tergantung pada cedera pada sistem organ lain.
Indikator lain dari jeleknya prognosis adalah onset dari respirasi
spontan yang dapat diperkirakan dari skor APGAR. Neonatus dengan skor
APGAR 3 pada menit ke 10 memiliki mortalitas 20% dan 5% angka
kejadian cerebral palsy. Jika hingga menit ke 20, skor APGAR tetap tidak
naik bahkan turun, maka angka mortalitasnya meningkat menjadi 60% dan
insidensi serebral palsy meningkat menjadi 57%.
9

5. Ensefalopati lainnya
Serebral Palsi
a. Definisi. Serebral palsi adalah ensefalopati statis yang mungkin
didefinisikan sebagai kelainan postur dan gerakan non progresif, sering
disertai dengan epilepsy dan ketidak normalan bicara, penglihatan, dan
kecerdasan akibat dari cacat atau lesi otak yang sedang berkembang. CP
merupakan suatu kelainan yang lazim dan diperkirakan prevalensi
berkisar 2/1.000 populasi.
1

Ensefalopati pada Anak | 22

b. Epidemiologi dan Etiologi. Collaborative Perinatal Object, melaporkan
bahwa angka prevalensi CP berkisar 4/1.000 bayi lahir hidup. Asfiksia
lahir merupakan penyebab CP yang tidak lazim, lagi pula kehamilan yang
beresiko inggi membuahkan anak yang normal secara neurologis.
Meskipun CP tidak dapat dikenali penyebabnya pada sebagian besar
kasus, sejumlah besar anak yang mengalami CP juga menderta anomali
congenital di luar sistem saraf pusat, yang dapat menempatkan mereka
pada resiko tinggi terjadinya asfiksia pada periode perinatal.
1

c. Gejala Klinis. CP dapat diklasifikasikan dengan gambaran cacat motorik
dalam kaitannya dengan kategori fisiologis, topografis dan etiologis dan
kapasitas fungsional.
1

Tabel 5. Klasifikasi CP
1

Fisiologis Topografis Etiologis Fungsional
Spastik Monoplegia Prenatal (misal,
infeksi, metabolik,
anoksia, toksik,
genetik, infark)
Kelas Itidak ada
pembatasan aktifitas
Atetoid
Kaku
Ataksik
Paraplegia
Hemiplegia
Triplegia
Kelas II
pembatasan ringan
sampai sedang
Tremor
Atonik
Kuadriplegia
Diplegia
Perinatal (misal,
anoksia)
Kelas III
pembatasan sedang
sampai berat
Campuran
Tidak
terklasifikasi
Hemiplegia
ganda
Pasca natal (misal,
toksin, trauma,
infeksi)
Kelas IVaktifitas
fisik tidak berguna.
Klasifikasi fisiologis mengenali kelainan motorik utama, sedang
toksonomi topografis menunjukkan keterlibatan tungkai. CP juga lazim
disertai dengan spectrum kecacatan perkembangan, termasuk retardasi
mental, epilepsi dan kelainan penglihatan, pendengaran, bicara, kognitif,
Ensefalopati pada Anak | 23

dan perilaku. Cacat motorik meungkin merupakan masalah anak yang
paling ringan.
1

Bayi yang menderita hemiplegia spastik mengalami penurunan
gerakan spontan pada belahan tubuh yang terkena dan menunjukkkan
preferensi tangan pada usia dini. Lengan lebih sering terlibat dari pada
kaki, dan kesulitan pada manipulasi tangan nyata pada usia 1 tahun.
Berjalan biasanya terlambat sampai 18-24 bulan, dan gaya berjalan
melingkar tampak. Pemeriksaan tungkai dapat menunjukkan henti
pertumbuhan terutama pada tangan dan kuku ibu jari, terutama jika
lobusparietalis kontralateral abnormal, karena pertumbuhan tungkai
dipengaruhi oleh otak daerah ini. Spastisitas nyata pada tungkai kaki yang
terkena, terutama pergelangan kaki menyebabkan deformitas equinovarus
kaki. Anak sering berjalan dengan ujung jari kaki karena peningkatan
tonus dan tungkai atas yang terkena mendapat postur distonik ketika anak
berlari. Klonus pergelangan kaki dan tanda Babinski masih mungkin ada,
refleks tendo dalam meningkat dan kelemahan tangan dan dorsofleksi
kaki nyata. Sekitar sepertiga penderita dengan hemiplegia spastik
menderita gangguan kejang yang biasanya berkembang selama tahun
pertama atau kedua dan sekitar 25% menderita kelainan kognitif yang
termasuk retardasi mental. CT Scan atau MRI dapat menunjukkan adanya
atrofi hemisfer serebri dengan ventrikel lateral kontralateral dilatasi pada
sisi tungkai yang terkena. Tromboembolisme intrauterine dengan infark
serebri setempat dapat merpakan suatu etiologi, CT atau MRI saat lahir
pada bayi dengan kejang kejang setempat sering memperagakan daerah
infark.
1

Diplegia spastik menunjuk pada spatisitas bilateral kaki. Penunjuk
pertama diplegia spastik sering ditemukan ketika bayi mulai merangkak.
Anak ini menggunakan lengan dalam cara resiprokal normal namun
cenderung menyeret kakinya di belakang lebih seperti kemudi (gerakan
merangkak komando) bukannya gerakan merangkak kaki empat normal.
Ensefalopati pada Anak | 24

Jika spastisitas berat, pemakaian popok sukar karena adduksi pinggul
berlebihan. Pemeriksaaan anak menunjukkan spastisitas pada kaki dengan
refleks klonus pergelangan kaki cepat dan tanda babinski bilateral. Bila
anak bergantung pada aksila, postur menggunting tungkai bawah
dipertahankan. Berjalan sangat lambat kaki tertahan pada posisi
equinovarus, dan anak berjalan pada ujung jari, Diplegia spastik berat
ditandai dengan atrofi karena tidak digunakan dan pertumbuhan tungkai
bawah terganggu dan dengan pertumbuhan yang tidak berimbang dengan
perkembangan normal pada tubuh bagian atas. Prognosis untuk
perkembangan intelektual normal adalah sangat baik pada penderita ini,
dan kemungkinan kejang minimal. Temuan neuropatologis yang paling
lazim adalah leukomalasia periventrikular, terutama pada daerah di mana
serabut yang menginervasi kaki berjalan melalui kapsula interna. Lesi ini
ditemukan pada bayi prematur.
1

Kuadriplegia spastik merupakan bentuk CP yg oaling berat karena
gangguan motorik yang mencolok semua tungkai dan hubungan yang
tinggi dengan retardasi mental dan kejang. Kesulitan menelan lazim
terjadi karena palsi supranuklear bulbar dan sering mengarah pada
pneumonia aspirasi. Pada autopsi substansia alba sentral terganggu oleh
daerah degenerasi nekrotik yang dapat menyatu menjadi rongga kistik.
Pemeriksaan neurologis memperlihatkan kenaikan tonus dan spastisitas
pada semua tungkai, menurunkan gerakan spontan, reflek yang cepat, dan
respons ekstenson plantar. Kontraktur fleksi pada lutut dan siku sering
ada pada masa anak akhir. Kecacatan perkembangan yang menyertai,
termasuk kelainan bicara dan penglihatan terutama lazim pada kelompok
anak ini. Anak dengan kuadrisep spastik sering mempunyai bukti adanya
atetosis dan dapat diklasifikasikan sebagai CP campuran.
1

CP athetoid relatif jarang, terutama sejak penemuan manajemen
agresif hiperbilirubinemia dan pencegahan kernikterus. Bayi ini secara
khas hipotonik dan memiliki kontrol kepala yanbg buruk dan kelambanan
Ensefalopati pada Anak | 25

kepala yang mencolok. Pemberian makanan mungkin sulit, lidah
menjulutdan air liur mungkin menonjol. Gerakan atetoid mungkin tidak
menjadi nyata hingga usia 1 tahun dan cenderung terjadi bersama dengan
hipermielinisasi ganglia basalis, suatu fenomena yang disebut status
marmoratus. Bicara secara khas terkena karena keterlibatan otot otot
orofaring. Kalimat kalimat tertelan dna modulasi suara terganggu.
Biasanya tanda neuron motorik atas tidak ada, kejang tidak lazim, dan
intelek dipertahankan pada kebanyakan penderita.
1

d. Diagnosis. Riwayat dan pemeriksaan fisik menyeluruh harus
menyingkirkan gangguan sistem saraf pusat progresif, termasuk penyakit
degenerative, tumor medulla spinalis atau distrofia muskularis.
Tergantung pada tingkat keparahan dan sifat kelainan neurologis, EEG
dasar dan CT scan mungkin terindikasi untuk menentukan lokasi dan luas
lesi struktural atau malformasi kongenital terkait. Pemeriksaan tambahan
dapat mencakup uji pendengaran dan fungsi penglihatan. Karena CP
biasanya disertai dengan spektrum kelainan perkembangan yang luas,
pendekatan multidisipliner adalah paling membantu dalam penilaian dan
manajemen anak demikian.
1

e. Penatalaksanaan. Tim dokter dari berbagai spesialisasi demikian juga
ahli terapi kerja dan fisik, patologi bicara, pekerja sosial, pendidik serta
ahli psikologis perkembangan memberikan sumbangan penting dalam
penatalaksanaan anak. Orang tua harus diberi tahu bagaimana menangani
anak pada aktifitas sehari hari seperti makan, menggendong, memakai
pakaian, mandi dan bermain main dengan cara yang membatasi tonus otot
abnormal. Mereka juga perlu diberitahu dalam pengawasan serangkaian
latihan fisik, yang dirancang unruk mencegah perkembangan kontraktur
terutama tendo Aschiles yang ketat. Tidak ada bukti bahwa terapi fisik
atau kerja akan mencegah perkembangan serebral palsi pada bayi
beresiko atau bahwa ia akan memperbaiki defisit neurologis, namun ada
banyak data menyatakan bahwa terapi fisik dapat mengoptimalkan
Ensefalopati pada Anak | 26

perkembangan anak yang abnormal. Anak dengan diplegia spastik
diterapi pada awalnya dengan menggunakan bantuan adaptif , seperti alat
bantu berjalan, tongkat, dan kerangka berdiri. Jika penderita mengalami
spastisitas tungkai bawah yang berat atau terbukti terjadi dislokasi sendi
pinggul maka diperlukan tindakan bedah jaringan lunak untuk
mengurangi spasme otot sekitar lingkaran panggul, termasuk tenotomi
adductor atau pemindahan atau pelepasan psoas. Tindakan rhizotomi di
mana akar saraf spinalis dibelah telah menghasilkan perbaikan yang besar
pada penderita yang terpilih dengan diplegia spastik berat. Tali tumit
yang ketat pada anak dengan hemiplegia spastik dapat ditangani secara
bedah dengan tenotomi tendo Achilles. Penderita dengan kuadriplegia
ditatalaksana dengan kursi roda bermotor, alat makan khusus, mesin tik
bicara, dan komputer yang disesuaikan secara khusus termasuk komputer
intelegensia buatan untuk memperbesar fungsi motorik dan bahasa.
Masalah perilaku yang berarti dapat sangat mengganggu perkembangan
anak dengan CP, identifikasi dan manajemen awal penting, dan bantuan
psikologis arau psikiatri mungkin diperlukan. Gangguan belajar dan
defisit perhatian dan retardasi mental dimulai dan ditatalaksana oleh ahli
psikologi dan pendidik. Strabismus, nistagmus dan atrofi optik adalah
lazim pada anak dengan CP. Disfungsi saluran kencing bawah harus
segera mendapatkan penanganan, termasuk diantaranya natrium
dantrolen, benzodiazepine, dan baklofen. Toksin botilinum masih dalam
penelitian untuk mengatasi spastisitas pada kelompok otot tertentu.
Kadang kadang penderita dengan atetosis yang menjadikan tidak mampu
akan berespon terhadap levodopa, dan anak dengan distonia mungkin
mendapatkan manfaat dari karbamazepine atau triheksifenidil.
1

Sindrom Zellweger (Sindroma Serebrohepatorenal)
Kelainan jarang yang mematikan ini diwariskan sebagai ciri resesif autosom.
Kelainan ini mewakili prototype kelompok kelainan paroksismal yang
memiliki gejala, tanda dan kelainan biokimia yang tumpang tindih. Bayi
Ensefalopati pada Anak | 27

dengan sindrom Zellweger memiliki wajah disforik yang terdiri dari
penonjolan frontal dan fontanela anterior besar. Oksiput tampak tidak rata
dan telinga eksterna tidak normal. Palatum sangat lengkung, lipatan kulit
leher berlebihan, hipotonia berat dan arefleksia biasanya nyata. Pemeriksaan
mata menyingkap adanya gerakan nistagmoid, katarak bilateral dan atrofi
optik. Kejang kejang menyeluruh menjadi nyata pada awal kehidupan,
disertai dengan tanda keterlambatan perkembangan menyeluruh berat dan
kehilangan pendengaran bilateral yang berarti. Hepatomegali merupakan
temuan yang menonjol segera setelah lahir, sering disertai dengan riwayat
ikterus neonatorum yang lama. Penderita dengan sindroma Zellweger jarang
bertahan hidup hingga lebih dari 1 tahun.
1

Ensefalopati Sindrom Imunodefisiensi Didapat (AIDS)
Ensefalopati merupakan manifestasi lazim dan tidak menguntungkan pada
bayi dan anak dengan infeksi virus imunodefisiensi manusia (HIV). Tanda
neurologis muncul pada penderita yang terinfeksi secara kongenital mungkin
muncul selama awal masa bayi dan mungkin tertunda hingga usia lima
tahun. Ensefalopati ini dapat mulai akut dengan perburukan yang berat,
namun pada beberapa kasus proses ini statis atau ditandai dengan
pemburukan terselubung yang membahayakan. Tanda utama ensefalopati
AIDS adalah henti pertumbuhan otak, bukti adanya keterlambatan
perkembangan dan evolusi tanda neurologis.
1

Ensefalopati luka bakar
Ensefalopati ini berkembang pada berkisar 5%anak dengan luka bakar yang
berarti dan lama beberapa minggu pertama rawat inap. Tidak ada penyebab
tunggal ensefalopati luka bakar namun agaknya kombinasi beberapa faktor
yang meliputi anoksia (mengisap asap, ,keracunan karbon monoksida,
laringospasme), kelainan elektrolit, bakteremia dan sepsis, thrombosis vena
korteks, luka kepala yang terjadi secara bersamaan, edema otak, reaksi obat,
dan distress emosi. Kejang merupakan manifestasi klinis ensefalopati luka
bakar yang paling lazim, namun tingkat kesadaran yang berubah, halusinasi,
Ensefalopati pada Anak | 28

dan koma dapat terjadi. Manajemen ensefalopati luka bakar diarahkan pada
pencarian sebab yang mendasari dan terapi hipoksemia, kejang, kelainan
elektrolit spesifik, atau edema otak. Prognosis untuk kesembuhan neurologis
total pada umumnya sangat baik, terutama jika kejang merupakan kelainan
primer.
1

Ensefalopati Hipertensif
Ensefalopati hipertensif adalah paling lazim disertai dengan penyakit ginjal
pada anak termasuk glomerulonefritis akut, pielonefritis kronik, dan
penyakit ginjal stadium akhir. Pada beberapa kasus, ensefalopati hipertensif
merupakan manifestasi awal penyakit ginjal yang mendasari. Hipertensi
sistemik yang mencolok menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah otak,
yang mengakibatkan permeabilitas vaskuler dan menimbulkan edema otak
perdarahan otak setempat. Mulainya dapat akut, dengan kejang dan koma
atau lebih lambat dengan sakit kepala, mengantuk dan lesu, mual dan
muntah, penglihatan kabur, kebutaan korteks sementara, dan hemipharesis.
Pemeriksaan dasar mata mungkin normal pada anak, tetapi papil edema dan
perdarahan retina dapat terjadi. Pengobatan diarahkan pada pemulihan
keadaan normotensif dan mengendalikan kejang dengan antikonvulsan yang
sesuai.
1

E. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis ensefalopati adalah masing masing jenis ensefalopati (iskemik,
metabolik, toksik dan septik), sehingga ensefalopati jenis lain merupakan
diagnosis bandingnya, namun selain itu ensefalopati juga harus dibedakan dengan:
Ensefalitis, perdarahan intracranial, dan edema serebri

F. KOMPLIKASI
Ensefalopati merupakan komplikasi dari beberapa keadaan yang mendasarinya
seperti iskemia, metabolic, toksik maupun septik. Keadaan yang bisa timbul bila
ensefalopati terjadi adalah ganguan perkembangan, bahkan hingga kematian.
Ensefalopati pada Anak | 29

BAB III
KESIMPULAN
Ensefalopati merupakan suatu kelainan fungsi otak menyeluruh yang dapat
bersifat akut atau kronik, progresif atau statis. Ensefalopati memiliki banyak
klasifikasi berdasarkan penyebabnya; infeksi, toksik, metabolik, hipoksik-iskemis,
dll, dan semuanya memiliki karakteristik yang berbeda dengan terapi yang juga
memiliki perbedaan. Penatalaksanaan utama pada kasus ensefalopati adalah
mengetahui penyebab utama/dasar dari terjadinya ensefalopati, untuk kemudian
memberikan substrat yang berkekurangan (misalnya oksigen), atau mengurangi
substrat yang berlebihan (misalnya ammonia). Prognosis secara umum dari
ensefalopati sendiri kurang baik, sehingga penatalaksanaan yang baik dengan segera
sangat diperlukan.
Ensefalopati pada Anak | 30

DAFTAR PUSTAKA
1. Nelson WE, Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Nelson ilmu kesehatan anak.
Edisi ke-15. Jakarta: Penerbit EGC; 2000.h.2085-8.
2. Handel MV, Swaab H, De Vries LS, Jongmans MJ. Long term cognitive and
behavioral consequences of neonatal encephalopathy following perinatal
asphyxia: a review. European Journal Pediatric. 2007;166: 645-654.
3. Evans K, Rigby AS, Hamilton P, Titchner N, Hall DM. The relationship between
neonatal encephalopathy and cerebral palsy: a cohort study. J Obstet Gynaecol.
2001;21: 11420.
4. Kurinczuk JJ, White-Koning M, Badawi N. Epidemiology of neonatal
encephalopathy and hypoksic ischemic encephalopathy. Early Human
Development. 2010;86: 329-338.
5. Benedeto-Stojanov D, Stojanov D. Minimal Hepatik Encephalopaty. In: Editor
Team Faculty of Medicine University of Nis Serbia. Miscellanea on
EncephalopatiesA Second Look. Europe: InTech. 2010.
6. Atri A, Milligan TA, Reddy KC, Kayser AS. Encephalopathy: Approch to
Diagnosis and Care. Neurology. 2008;12: 1-2.
7. Cotena S, Piazza O. Sepsis Associated Encephalopathy. Traditional Medicine.
2012;2(3): 20-27.
8. Laish I, Ari ZB. Noncirrhotic hyperammonaemic encephalopathy. Journal of The
International Association for Study of The Liver. 2011; 1259-1270.
9. Gowen CW. Assessment of the Mother, Fetus and Newborn. In: Kliegman RM,
Marcdante KJ, Jenson HB, Behrman RE. (eds.) Essential of Pediatrics. 5
th
ed.
Philadelphia: Saunders An Imprint of Elsevier Science. 2007.

Você também pode gostar