Você está na página 1de 32

1

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji syukur penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penulisan referat
dengan judul KELAINAN KONGENITAL TELINGA yang disusun dalam rangka
memenuhi persyaratan kepaniteraan di bagian THT RSU dr. Slamet Garut.
Pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Dr. H. W. Gunawan Kurnaedi Sp.THT-KL selaku kepala SMF dan konsulen THT
RSU dr. Slamet Garut yang telah banyak membimbing dan memberikan ilmu kepada
penyusun.
2. Dr. Elananda Sp.THT-KL selaku Konsulen THT RSU dr. Slamet Garut yang telah
banyak membimbing dan memberikan ilmu kepada penyusun.
3. Dr. Sofyan Sp.THT dosen Ilmu Kedokteran THT FK Universitas YARSI yang telah
memberi bimbingan serta pengajaran kepada penyusun selama ini.
4. Para perawat di poliklinik THT yang telah banyak membantu penyusun dalam kegiatan
klinik sehari-hari.
5. Orang tua dan keluarga yang tidak pernah berhenti memberi kasih sayang, mendoakan
dan memberi dukungan kepada penyusun.
6. Teman-teman sejawat yang telah banyak memberikan inspirasi dan dukungannya.
Penyusun menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, untuk itu penyusun
mengharapkan kritik serta saran. Semoga dengan adanya referat ini dapat bermanfaat dan
menambah pengetahuan bagi semua pihak.

Wassalamualaikum Wr. Wb
Garut, Juni 2014

Penuli
2

DAFTAR ISI


Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................................. 1
DAFTAR ISI .................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 10
2.1.Anatomi dan Fisiologi Telinga ........................................................................... 10
2.1.1 Telinga Luar ....................................................................................... 11
2.1.2 Telinga Tengah .................................................................................... 12
2.1.3 Telinga Dalam ................................................................................... 14
2.1.4 Fisiologi ............................................................................................... 18
BAB III KELAINAN KONGENITAL TELINGA ............................................... 20
Fistula Preaurikuler ................................................................................................... 20
Mikrotia .............................................................................................................. 23
Lops ear (bats ear) .............................................................................................. 30
Atreasia liang telinga ................................................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 32











3


BAB I
PENDAHULUAN

Cacat bawaan merupakan suatu keadaan cacat lahir pada neonatus yang tidak diinginkan
kehadirannya oleh orang tua maupun petugas medis. Perhatian kita terhadap cacat bawaan masih
sangat kurang, sedangkan negara kita saat ini telah berhasil dalam program KB serta telah
memasyarakatkan NKKBS, maka pada zaman sekarang ini masalah kualitas hidup anak
merupakan prioritas utama bagi Program kesehatan Nasional. Salah satu faktor yang
mempengaruhi kualitas hidup anak adalah cacat bawaan
Laporan dari beberapa penelitian dari dalam maupun dari luar negeri angka kejadian cacat
bawaan dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Angka kematian bayi baik didalam maupun
diluar negeri dari tahun ketahun semakin lama semakin turun , tetapi penyebab kematian mulai
bergeser. Sebelumnya penyebab kematian pada bayi sebagian besar disebabkan masalah sepsis,
asfiksia, dan sindrom distres nafas, maka akhir-akhir ini mulai bergeser pada masalah cacat
bawaan, begitu juga penyebab kematian anak-anak yang tadi nya masalah nutrisi dan infeksi
sangat dominan, tetapi masalah cacat.
Cacat bawaan adalah keadaan cacat yang terjadi sebelum terjadi kelahiran. Istilah anomali
kongenital adalah cacat fisik maupun non fisik, sedangkan malformasi dan dismorfi kongenital
diartikan berupa cacat fisik saja.
Kelainan Kongenital
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul
sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting
terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-
bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal
ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang
dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenitaI besar, umumnya akan dilahirkan
sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya.
Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam
4

minggu pertama kehidupannya. Disamping pemeriksaan fisik, radiologik dan laboratorik untuk
menegakkan diagnose kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosisi pre/-
ante natal kelainan kongenital dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan
ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban dan darah janin.
A. Angka Kejadian
Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis kelainan saja atau dapat pula
berupa beberapa kelainan kongenital secara bersamaan sebagai kelainan kongenital multipel.
Kadang-kadang suatu kelainan kongenital belum ditemukan atau belum terlihat pada waktu bayi
lahir, tetapi baru ditemukan beberapa waktu setelah kelahiran bayi. Sebaliknya dengan
kermajuan tehnologi kedokteran,kadang- kadang suatu kelainan kongenital telah diketahui
selama kehidupan fetus. Bila ditemukan satu kelainan kongenital besar pada bayi baru lahir,
perlu kewaspadaan kemungkian adanya kelainan kongenital ditempat lain. Dikatakan bahwa bila
ditemukan dua atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan ditetemukannya kelainan
kongenital besar di tempat lain sebesar 15% sedangkan bila ditemukan tiga atau lebih kelainan
kongenital kecil, kemungkinan ditemukan kelainan kongenital besar sebesar 90%.
Angka kejadian kelainan kongenital yang besar berkisar 15 per i000 kelahiran angka kejadian ini
akan menjadi 4-5% biIa bayi diikuti terus sampai berumur 1 tahun. Di Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo (I975-1979), secara klinis ditemukan angka kejadian kelainan kongenital
sebanyak 225 bayi di antara 19.832 kelahiran hidup atau sebesar 11,6I per 1000 kelahiran hidup,
sedangkan di Rumah Sakit Dr. Pirngadi, Medan (1977-1980) sebesar 48 bayi (0,33%) di antara
14.504 kelahiran bayi dan di Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada (1974-1979) sebesar 1.64da
tri 4625 kelahiran bayi. Angka kejadian dan jenis kelainan kongenital dapat berbeda-beda untuk
berbagai ras dan suku bangsa, begitu pula dapat tergantung pada cara perhitungan besar keciInya
kelainan kongenital.
B.Faktor Etiologi
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan embryonal dan
fetaI dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor
secara bersamaan.
5

Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara
lain:
[1] Kelainan Genetik dan Khromosom.
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan
kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel
biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan ("dominant
traits") atau kadang-kadang sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi
adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah
selanjutya.
Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran , maka telah dapat diperiksa
kemingkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah dapat
dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa contoh kelainan kromosom autosomal
trisomi 21 sebagai sindroma down (mongolism). Kelainan pada kromosom kelaminsebagai
sindroma turner.
[2] FAKTOR MEKANIK
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan hentuk
organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ cersebut. Faktor predisposisi dalam
pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai
contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki sepcrti talipes varus, talipes
valgus, talipes equinus dan talipes equinovarus (clubfoot)
[3] Faktor infeksi.
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode
organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam periode
organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan suatu organ rubuh. Infeksi
pada trimesrer pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula
meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada trimester
pertama ialah infeksi oleb virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi
Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata sebagai katarak,
kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan.
6

Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital
antara lain ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan
kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada system saraf pusat
seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.
[4]FAKTOR OBAT
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan
diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu
jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang
dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang
diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya
dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak
diketahui secara pasti. Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari
pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini kadang-kadang sukar
dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada
pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau prepaat hormon yang
tidak dapat dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum kehamilan
dan akibatnya terhadap bayi.
Faktor umur ibu
Telah diketahui bahwa mongoIisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh
ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru lahir Rumah Sakit Dr Cipto
Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan angka kejadian mongolisme
1,08 per 100 kelahiran hidup dan ditemukan resiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu
berumur 35 tahun atau lebih; angka keadaan yang ditemukan ialah 1: 5500 untuk kelompok ibu
berumur < 35 tahun, 1: 600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1 : 75 untuk kelompok
ibu berumur 40 - 44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau lebih.
Faktor hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi
yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk
mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.
7

Faktor radiasi
Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan kongenital
pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat
mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital
pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya
dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.
Faktor gizi
Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat menimbulkan
kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa
frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan
lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada
binatang percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-
Iain dapat menaikkan kejadian &elainan kongenital.
Faktor-faktor lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan
faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial,
hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali
penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui.
C.Diagnosa

Pemeriksaan untuk menemukan adanya kelainan kongenital dapat dilakukan pada -pemeriksaan
janin intrauterine, dapat pula ditemukan pada saat bayi sudah lahir. Pemeriksaan pada saat bayi
dalam kandungan berdasarkan atas indikasi oleh karena ibu mempunyai faktor resiko, misalnya:
riwayat pernah melahirkan bayi dengan kelainan kongenital, riwayat adanya kelainan-kongenital
dalam keluarga, umur ibu hamil yang mendekati menopause.
Pencarian dilakukan pada saat umur kehamilan 16 minggu. Dengan bantuan alat ultrasonografi
dapat dilakukan tindakan amniosentesis untuk mengambil contoh cairan amnion Beberapa
kelainan kongenital yang dapat didiagnose dengan cara ini misalnya: kelainan kromosome,
phenylketonuria, galaktosemia, defek tuba neralis terbuka seperti anensefali serta meningocele.
8

Pemeriksaan darah janin pada kasus thallasemia. Untuk kasus2 hidrosefalus pemeriksaan dapat
diketemukan pada saat periksa hamil
D. Penanganan
Kelainan kongenital berat dapat berupa kelainan kongenital yang memerlukan tindakan bedah,
kelainan kongenital bersifat medik, dan kelainan kongenital yang memerlukan koreksi kosmetik.
Setiap ditemukan kelainan kongenital pada bayi baru lahir, hal ini harus dibicarakan dengan
orangtuanya tentang jenis kemungkinan faktor penyebab langkah-langkah penanganan dan
prognosisnya.
(HTTP://WWW.ANGELFIRE.COM/GA/RACHMATDSOG/CONGENITAL.HTML)

Sebagian besar penyebab cacat bawaan belum diketahui dengan pasti. Sebagian garis besar cacat
bawaan disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan, ada 4 kategori penyebab cacat bawaan
(clark, 1991), antara lain =
A. Lingkungan 6 %
B. Multifaktoral, gabungan antara faktor genetik dan lingkungan 20 %
C. Single mutant atau medelian trait 7,5 %
D. Keainan kromosom
Patogenesa terjadinya defek pada janin ada 4 cara, antara lain =
Deformasi adalah suatu anomali yang disebabkan oleh tekanan mekanik yang luar biasa pada
janin yang dedang berkembang. Keadaan ini biasanya terjadi 20 minggu kehamilan sampai
trimester akhir kehamilan, contoh dari proses deformasi antara lain bayi kemba, posisi bayi
yang tidak normal, oligohidramnion, dll.
Disrupsi, terjadi bila ada kerusakan yang mempengaruhi atau menghentikan morfogenesis
suatu bagian tubuh yang sedang berlangsung. Disrupsi ini terjadi oleh berbagai faktor yang
bersifat teratogen, seperti infeksi virus intrauterin, penyakit ibu, obat-obatan, zat kimia dan
cederadan cedera panas.
9

Malformasi merupakan kelianan perkembangan instrinsik dalam struktur tubuh selama
kehidupan prenatal, mekanisme terjadinya malformasi belum banyak diketahui, tetapi
kemungkinan menyangkut berbagai kesalahan dalam proses porliferasi sel, embrional,
diferensiasi, migrasi dan kematian program.
Displasia merupakann kesalahan struktural akibat morfogenesis abnormal yang hanya
mengenai jaringan tertentu, misalnya displasia ektodermal (yang terkena rambut, gigi, kulit,
kelenjar keringat dan air mata), diplasia jaringan ikat, diplasia skeletal yang tidak
proporsional.





















10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Telinga
Telinga tengah dan telinga bagian luar berasal dari yang pertama (mandibula) dan yang kedua
(hyoid) lengkungan brachial. (1)









11


Kebanyakan pasien dengan mikrotia terdapat atresia (ketiadaan) dari kanal auditory
external dan membran timpani dengan kelainan yang bervariasi dari osikel telinga tengah.
Jarang pasien datang dengan mikrotia dan kanal stenosis yang paten. Jarang terjadi tapi sangat
sulit diperbaiki adalah pasien dengan sisa aurikuler yang berada dalam posisi abnormal. Karena
meatus hanya bisa dipindahkan dalam jarak yang terbatas, dokter bedah harus
mempertimbangkan eksisi komplit dari kanal
.(1,2)

Telinga bagian dalam berasal dari jaringan embriologi yang terpisah sama sekali dari
telinga bagian tengah dan bagian luar, sehingga hampir selalu normal pada pasien dengan
mikrotia. Dengan kata lain kehilangan pendengaran pada pasien mikrotia atau atresia adalah tuli
konduktif.
(2)

Anatomi telinga dibagi atas telinga luar,telinga tengah,telinga dalam:
4,5,6
2.1.1 Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran tympani. Telinga
luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan yang diliputi kulit. Daun telinga terdiri
dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga (meatus akustikus eksternus) berbentuk huruf S,
dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, di sepertiga bagian luar kulit liang
telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasikelenjar keringat = Kelenjar serumen) dan
rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian
dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen, dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari
tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 - 3 cm. Meatus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah rambut,
kelenjar sebasea, dan sejenis kelenjar keringat yang telah mengalami modifikasi menjadi
kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar apokrin tubuler yang berkelok-kelok yang menghasilkan zat
lemak setengah padat berwarna kecoklat-coklatan yang dinamakan serumen (minyak telinga).
Serumen berfungsi menangkap debu dan mencegah infeksi.
12



Gambar 2.1 : Telinga luar, telinga tengah, telinga dalam. Potongan Frontal Telinga
4,5,6
2.1.2 Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
Batas luar : Membran timpani
Batas depan : Tuba eustachius
Batas Bawah. : Vena jugularis (bulbus jugularis)
Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.
Batas atas : Tegmen timpani (meningen / otak )
Batas dalam : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis
horizontal, kanalis fasialis,tingkap lonjong (oval window),tingkap
bundar (round window) dan promontorium.
13

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat
oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut Pars flaksida (Membran Shrapnell),
sedangkan bagian bawah Pars Tensa (membrane propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu
bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus
bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah,
yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier
dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut umbo.
Dimembran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang
menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut. Membran timpani dibagi dalam 4
kuadran dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus
pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan
serta bawah belakang, untuk menyatakan letak perforasi membrane timpani.
Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar
kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga tengah saling
berhubungan . Prosesus longus maleus melekat pada membrane timpani, maleus melekat pada
inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan
dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian.
Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina propria yang
tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam telinga tengah terdapat dua otot
kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang mempunyai fungsi konduksi suara. maleus,
inkus, dan stapes diliputi oleh epitel selapis gepeng. Pada pars flaksida terdapat daerah yang
disebut atik. Ditempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga
tengah dengan antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang
menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah.
14


Gambar 2.2 : Membran Timpani
4,5,6

Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran eustachius (tuba
auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan antara kedua sisi membrane
tympani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut menganga atau ketika menelan makanan.
Ketika terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut merupakan usaha yang baik untuk
mencegah pecahnya membran tympani. Karena ketika mulut terbuka, tuba auditiva membuka
dan udara akan masuk melalui tuba auditiva ke telinga tengah, sehingga menghasilkan tekanan
yang sama antara permukaan dalam dan permukaan luar membran tympani.
2.1.3 Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut
holikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.
Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap.
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani sebelah
bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi
perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai
membrane vestibuli (Reissners membrane) sedangkan dasar skala media adalah membrane
basalis. Pada membran ini terletak organ corti.
15

Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria,
dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar
dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.


Gambar 2.3 : Gambar labirin bagian membrane labirin bagian tulang, Telinga Dalam
4,5,6

Koklea
Bagian koklea labirin adalah suatu saluran melingkar yang pada manusia panjangnya
35mm. koklea bagian tulang membentuk 2,5 kali putaran yang mengelilingi sumbunya. Sumbu
ini dinamakan modiolus, yang terdiri dari pembuluh darah dan saraf. Ruang di dalam koklea
16

bagian tulang dibagi dua oleh dinding (septum). Bagian dalam dari septum ini terdiri dari lamina
spiralis ossea. Bagian luarnya terdiri dari anyaman penyambung, lamina spiralis membranasea.
Ruang yang mengandung perilimf ini dibagi menjadi : skala vestibule (bagian atas) dan skala
timpani (bagian bawah). Kedua skala ini bertemu pada ujung koklea. Tempat ini dinamakan
helicotrema. Skala vestibule bermula pada fenestra ovale dan skala timpani berakhir pada
fenestra rotundum. Mulai dari pertemuan antara lamina spiralis membranasea kearah perifer atas,
terdapat membrane yang dinamakan membrane reissner. Pada pertemuan kedua lamina ini,
terbentuk saluran yang dibatasi oleh:
1. membrane reissner bagian atas
2. lamina spiralis membranasea bagian bawah
3. dinding luar koklea
saluran ini dinamakan duktus koklearis atau koklea bagian membrane yang berisi endolimf.
Dinding luar koklea ini dinamakan ligamentum spiralis.disini, terdapat stria vaskularis, tempat
terbentuknya endolimf.

Gambar 2.4 : Koklea
5,6


Didalam lamina membranasea terdapat 20.000 serabut saraf. Pada membarana basilaris
(lamina spiralis membranasea) terdapat alat korti. Lebarnya membrane basilaris dari basis koklea
sampai keatas bertambah dan lamina spiralis ossea berkurang. Nada dengan frekuensi tinggi
berpengaruh pada basis koklea. Sebaliknya nada rendah berpengaruh dibagian atas (ujung) dari
koklea.
17


GAMBAR 2.5 : Organ korti
5,6

Pada bagian atas organ korti, terdapat suatu membrane, yaitu membrane tektoria.
Membrane ini berpangkal pada Krista spiralis dan berhubungan dengan alat persepsi pada alat
korti. Pada alat korti dapat ditemukan sel-sel penunjang, sel-sel persepsi yang mengandung
rambut. Antara sel-sel korti ini terdapat ruangan (saluran) yang berisi kortilimf.
Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan peralatan duktus reunions. Bagian dasar
koklea yang terletak pada dinding medial cavum timpani menimbulkan penonjolan pada dinding
ini kearah cavum timpani. Tonjolan ini dinamakan promontorium.

Vestibulum
Vestibulum letaknya diantara koklea dan kanalis semisirkularis yang juga berisi perilimf.
Pada vestibulum bagian depan, terdapat lubang (foramen ovale) yang berhubungan dengan
membrane timpani, tempat melekatnya telapak (foot plate) dari stapes. Di dalam vestibulum,
terdapat gelembung-gelembung bagian membrane sakkulus dan utrikulus. Gelembung-
gelembung sakkulus dan utrikulus berhubungan satu sama lain dengan perantaraan duktus
utrikulosakkularis, yang bercabang melalui duktus endolimfatikus yang berakhir pada suatu
lilpatan dari duramater, yang terletak pada bagian belakang os piramidalis. Lipatan ini
dinamakan sakkus endolimfatikus. Saluran ini buntu.
Sel-sel persepsi disini sebagai sel-sel rambut yang di kelilingi oleh sel-sel penunjang
yang letaknya pada macula. Pada sakkulus, terdapat macula sakkuli. Sedangkan pada utrikulus,
dinamakan macula utrikuli.


18

Kanalis semisirkularisanlis
Di kedua sisi kepala terdapat kanalis-kanalis semisirkularis yang tegak lurus satu sama
lain. didalam kanalis tulang, terdapat kanalis bagian membran yang terbenam dalam perilimf.
Kanalis semisirkularis horizontal berbatasan dengan antrum mastoideum dan tampak sebagai
tonjolan, tonjolan kanalis semisirkularis horizontalis (lateralis).
Kanalis semisirkularis vertikal (posterior) berbatasan dengan fossa crania media dan tampak
pada permukaan atas os petrosus sebagai tonjolan, eminentia arkuata. Kanalis semisirkularis
posterior tegak lurus dengan kanalis semi sirkularis superior. Kedua ujung yang tidak melebar
dari kedua kanalis semisirkularis yang letaknya vertikal bersatu dan bermuara pada vestibulum
sebagai krus komunis.
Kanalis semisirkularis membranasea letaknya didalam kanalis semisirkularis ossea.
Diantara kedua kanalis ini terdapat ruang berisi perilimf. Didalam kanalis semisirkularis
membranasea terdapat endolimf. Pada tempat melebarnya kanalis semisirkularis ini terdapat sel-
sel persepsi. Bagian ini dinambakan ampulla.
Sel-sel persepsi yang ditunjang oleh sel-sel penunjang letaknya pada Krista ampularis
yang menempati 1/3 dari lumen ampulla. Rambut-rambut dari sel persepsi ini mengenai organ
yang dinamakan kupula, suatu organ gelatinous yang mencapai atap dari ampulla sehingga dapat
menutup seluruh ampulla.

2.1.4 Fisiologi pendengaran
4,5,6
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energy bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang kekoklea. Getaran tersebut
menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian tulang
pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah
diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga
perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang
mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara membran basilaris dan
membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya
defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut,
19

sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi
pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area
39-40) di lobus temporalis.


Gambar 2.6 : Fisiologi Pendengaran

















20

BAB III
KELAINAN KONGENITAL TELINGA
FISTULA PREAURIKULA
DEFINISI
Kelainan bawaan pada telinga yang sering ditemukan, namun tidak semuanya
menimbulkan keluhan bagi penderitanya. Kelainan ini terbentuk akibat gangguan perkembangan
arkus brakial I dan II.
6,7,10


EPIDEMIOLOGI
Dalam sebuah studi, insidensi fistula preaurikular di Amerika Serikat sekitar 0- 0.9% dan
insidensinya di kota New York sekitar 0.23%. Di Taiwan, insidensinya sekitar 1.6-2.5% di
Skotlandia sekitar 0.06% dan di Hungaria sekitar 0.47%. Di beberapa bagian Asia dan Afrika,
insidensinya sekitar 4-10%.
10
Mortalitas/ Morbiditas
Fistula preaurikular tidak berhubungan dengan dengan mortalitas.
Morbiditas termasuk infeksi rekuren pada bagian tersebut, ulserasi, jaringan parut,
pioderma dan sellulitis fasial. Secara spesifik, kondisi ini dapat diikuti oleh terjadinya:
abses pada dan anterior dari telinga yang terlibat, drainase kronik dan rekurren dari
lubang fistula, otitis externa dan sellulitis fasial unilateral.
Terapi dengan operasi dihubungkan dengan angka kejadian morbiditas ini,dengan
kemungkinan kekambuhan postoperasi.
10

Insidens fistula preaurikular pada orang kulit putih adalah 0.0-0.6% dan insidensinya
pada ras Amerika, Afrika dan Asia adalah 1-10%. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki
kemungkinan yang sama untuk menderita kelainan ini. Fistula preaurikular muncul pada masa
antenatal dan terlihat pada saat lahir.
10

21

GEJALA KLINIS
1. Biasanya pasien datang berobat oleh karena terdapat obstruksi dan infeksi.
2. Karena muara dari fistula ini mengeluarkan sekret.
11

TERAPI
Terapi Medis
Dalam sebuah studi yang besar, 52% pasien mengalami peradangan pada fistulanya, 34%
mengalami abses dan 18% dari fistulanya mengalami infeksi. Agen infeksius yang teridentifikasi
adalah Staphylococcus epidermidis (31%),Staphylococcus aureus(31%), Streptococcus
viridans(15%), Peptococcus sp. (15%)danProteus sp. (8%). Sekali pasien mengalami infeksi
pada fistulanya, pasien tersebut harus diberikan antibiotik sistemik. Jika terdapat abses, abses
tersebut harus di insisi dan di drainase dan eksudat harus dikirim untuk dilakukan pengecatan
Gram dan kultur untuk dapat memilih antibiotik yang tepat.
10
Operasi
Sekali infeksi terjadi, kemungkinan terjadinya kekambuhan eksaserbasi akut sangat tinggi
dan saluran fistula harus diangkat dengan cara operasi. Operasi perlu sekali dilakukan ketika
infeksi yang telah diberikan antibiotik dan peradangan pasti memiliki waktu untuk
sembuh.Indikasi operasi masih menjadi perdebatan. Beberapa percaya bahwa saluran fistula
harus di ektirpasi dengan cara operasi pada pasien yang asimptomatik karena onset gejala dan
infeksi yang berikutnya menyebabkan pembentukan jaringan parut (scarring), yang
memungkinkan pengangkatan yang tidak sempurna dari saluran fistula dan kekambuhan setelah
operasi. Angka kekambuhan setelah operasi adalah 13-42%.
10
Sebagian besar kekambuhan setelah operasi terjadi karena pengangkatan yang tidak
sempurna pada saat dioperasi.Salah satu jalan untuk mencegah kekambuhan adalah dengan
mengetahui gambaran jelas dari saluran tersebut ketika operasi.Beberapa ahli bedah memasang
kanul mulut dan menginjeksi biru metilen kedalam saluran 3 hari sebelum operasi di bawah
kondisi yang steril.Membuka saluran dan kemudian melakukan jahitan pada sutura. Teknik ini
memperbesar saluran dan ini diperpanjang oleh sekresinya sendiri dengan memasukkan biru
metilen.
10
22

Selama operasi, beberapa ahli bedah menggunakan sebuah probe atau memasukkan
metilen blue ke dalam saluran untuk kanulasi mulut.Teknik standar untuk ekstirpasi saluran sinus
meliputi insisi sekeliling fistula dan sekaligus pembedahan traktus dekat heliks. Pendekatan
insisi supraaurikular lebih sering berhasil dan diperpanjang insisi sampai post aurikular. Sekali
fasia temporalis di identifikasi, pembedahan traktus dimulai. Kartilago aurikular yang menempel
pada saluran diangkat untuk menurunkan angka kekambuhan sampai dengan 5%.
10


KOMPLIKASI
1. Pasien dapat mengalami infeksi pada salurannya dengan pembentukan abses.
2. Kekambuhan postoperasi merupakan komplikasi dari ekstirpasi saluran fistula
3. Sebagian kekambuhan terjadi masa-masa awal setelah operasi, berlangsungdalam 1
bulan prosedur. Kekambuhan harus dicurigai ketika discharge darisaluran sinus tetap
ada. Insidensi kekambuhan terjadi sekitar 5-42%.
10


PROGNOSIS
Fistula preaurikular umumnya memiliki prognosis yang baik.
10












23

MIKROTIA
DEFINISI
Malformasi daun telinga yang memperlihatkan kelainan bentuk ringan sampai berat,
dengan ukuran kecil sampai tidak terbentuk sama sekali (anotia). Biasanya bilateral dan
berhubungan dengan stenosis atau atresia meatus akustikus eksternus dan mungkin malformasi
inkus dan maleus.
9,12
EIOLOGI
Sampai sekarang tidak diketahui dengan pasti apa penyebab terjadinya Mikrotia. Tapi
hal-hal berikut harus diperhatikan oleh ibu hamil di trimester pertama kehamilan :

a. Faktor Makanan
b. Stress
c. Kurang Gizi pada saat kehamilan
d. Menghindari pemberian / penggunaan obat - obatan / zat kimia
e. Genetik bisa menjadi salah satu faktor penyebab mikrotia tapi belum pernah
diketahui bagaimana genetik bisa mempengaruhi / menjadi faktor penyebab
Mikrotia.
9

EPIDEMIOLOGI
Terjadi pada setiap 5000-7000 kelahiran (bergantung kepada statistik tiap-tiap negara dan
ras individual).Jumlahnya di Indonesia tidak diketahui dengan pasti karena belum pernah ada
koleksi data sehubungan dengan mikrotia.Sekitar 90% kasus mikrotia hanya mengenai satu
telinga saja (unilateral) dan 10% dari kasus mikrotia adalah mikrotia bilateral.Telinga terbanyak
yang terkena adalah telinga kanan.Anak laki-laki lebih sering terkena dibandingkan dengan anak
perempuan (sekitar 65:35). Dan ras Asia lebih sering terkena dibanding ras lain.
9



24

MANIFESTASI KLINIS
Ada tiga kategori penting yang memudahkan menilai kelainan daun telingadengan cepat.
Departemen THT FKUI/RSCM menggunakan kriteria menurut Aguilar dan Jahrsdoerfer,1 yaitu:
a. Derajat I: jika telinga luar terlihat normal tetapi sedikit lebih kecil. Tidak diperlukan
prosedur operasi untuk kelainandaun telinga ini. Telinga berbentuk lebih kecil dari
telinga normal. Semua struktur telinga luar ada pada grade I ini, yaitu kita bisa melihat
adanya lobus, heliks dan anti heliks. Grade I ini dapat disertai dengan atau tanpa lubang
telinga luar (eksternal auditori kanal).
b. Derajat II: jika terdapat defisiensi struktur telinga seperti tidak terbentuknya lobus, heliks
atau konka. Ada beberapa struktur normal telinga yang hilang. Namun masih terdapat
lobulus dan sedikit bagian dari heliks dan anti heliks.
c. Derajat III: terlihat seperti bentuk kacang tanpa struktur telinga atau anotia.Kelainan ini
membutuhkan proses operasirekonstruksi dua tahap atau lebih. Kelompok ini
diklasifikasikan sebagai mikrotia klasik. Sebagian besar pasien anak akan mempunyai
mikrotia jenis ini. Telinga hanya akan tersusun dari kulit dan lobulus yang tidak
sempurna pada bagian bawahnya. Biasanya juga terdapat jaringan lunak di bagian atas
nya, dimana ini merupakan tulang kartilago yang terbentuk tidak sempurna. Biasanya
pada kategori ini juga akan disertai atresia atau ketiadaan lubang telinga luar.
9,12









Gambar 1: Grade I Gambar 2: Grade II
25







DIAGNOSIS
Mikrotia akan terlihat jelas pada saat kelahiran, ketika anak yang dilahirkan memiliki
telinga yang kecil atau tidak ada telinga. Tes pendengaran akan digunakan untuk mengetahui
apakah ada gangguan pendengaran di telinga yang bermasalah atau tidak. Dan jika ada gangguan
pendengaran, maka derajat berapa gangguan pendengarannya.
9
PENATALAKSANAAN
Usia pasien menjadipertimbangan operasi, minimal berumur 68tahun. Pada usia ini,
kartilago tulang iga sudahcukup memadai untuk dibentuk sebagai rangka telinga dan telinga sisi
normal telah mencapaipertumbuhan maksimal, sehingga dapatdigunakan sebagai contoh rangka
telinga. Pada usia ini daun telinga mencapai 8090% ukuran dewasa.
8,12
Dengan tidak adanya tulang rawan daun telinga, pembedahan rekonstruksi jarang
menghasilkan kosmetik yang memuaskan.Prostesis yang artistik adalah pemecahanyang paling
baik untuk kosmetiknya. Pada kelainan unilateral dengan pendengaran normal dari telinga
telinga sisi lain, rekonstruksi telinga tengah tidak dianjurkan, tetapi bila terjadi gangguan
pendengaran bilateral, dianjurkan rekonstruksi telinga tengah.
9





Gambar 3: Grade III Gambar 4: Anotia
26

Teknik Brent melibatkan empat tahapan:
1. Pembuatan dan penempatan dari kerangka aurikuler kartilago tulang rusuk.




Gambar 5.Pembuatan dari kerangka telinga dari kartilago tulang rusuk.
Teknik brent tahap 1
A: Blok dasar diperoleh dari sinkondrosis dari dua kartilago tulang rusuk. Pinggiran heliks
dipertahankan dari sebuah kartilago rusuk yang mengambang
B: Mengukir detail menjadi dasar menggunakan gouge.
C: Penipisan dari kartilago tulang rusuk untuk membuat pinggiran heliks.
D: Mengaitkan pinggiran ke blok dasar menggunakan benang nilon.
E: Kerangka selesai.
9
27



Gambar 6. Pemasangan dari kerangka telinga
Teknik Brent tahap 1.
A: Tanda preoperatif menandakan lokasi yang diinginkan dari kerangka (garis lurus) dan
pelebaran dari pembedahan yang diperlukan (garis putus-putus).
B: Pemasangan dari kerangka kartilago.
C: Tampilan setelah tahap pertama. Kateter suction digunakan untuk menghisap kulit ke dalam
jaringan interstisial dari kerangka.
9



Gambat 7.Rotasi dari lobulus.
Teknik Brent tahap 2.Lubang telinga di rotasi dari malposisi vertikal menjadi posisi yang benar
di aspek kaudal dari kerangka.
A: Desain dari rotasi lobus dibuat dengan insisi yang dapat digunakan di tahap 4, konstruksi
tragus.
28

B: Setelah rotasi dari lobulus.
9


Pengangkatan dari aurikel yang di rekonstruksi dan pembuatan dari sulkus retroaurikuler.
Gambar 8.Elevasi dari kerangka dan skin graft menjadi sulkus.
Teknik Brent tahap 3.
A: Insisi dibuat dibelakang telinga.
B: Kulit kepala retroaurikuler dimajukan ke sulkus jadi graft akhir tidak akan terlihat.
C: Graft yang tebal pada permukaan medial yang tidak tersembunyi dari aurikel.
9


Gambar 9.Konstruksi dari tragus.


A B C


29

Teknik Brent tahap 4.
A: Graft konka diambil dari dinding konka posterior dari telinga yang berlawanan.
B: Insisi bentuk L dibuat dan graft dimasukkan dengan permukaan kulit di bawah.
C: Graft sembuh dengan baik.
9

PROGNOSIS
Sekitar 90% anak dengan mikrotia akan mempunyai pendengaran yang normal. Karena
adanya atresia pada telinga yang terkena, anak-anak ini akan terbiasa dengan pendengaran yang
mono aural (tidak stereo). Sebaiknya orangtua berbicara dengan gurunya untuk menempatkan
anak di kelas sesuai dengan sisi telinga yang sehat agar anak bisa mengikuti pelajaran dengan
baik.Pada kasus bilateral (pada kedua telinga) umumnya juga tidak terjadi gangguan
pendengaran. Hanya saja anak-anak perlu dibantu untuk dipasang dengan alat bantu dengar
konduksi tulang (BAHA = Bone Anchor Hearing Aid). Hal ini diperlukan agar tidak terjadi
gangguan perkembangan bicara pada anak. Lebih jauh lagi agar proses belajar anak tidak
terganggu.
9










30

LOPS EAR (BATS EAR)
Kelainan ini merupakan kelainan kongenital, yaitu bentuk abnormal daun telinga dimana
terjadi kegagalan pelipatan antiheliks.Tampak daun telinga lebih lebar dan lebih berdiri.Secara
fisiologik tidak terdapat gangguan pendengaran, tetapi dapat menyebabkan ganguan psikis
karena estetik. Koreksi bedah umumnya dilakukan pada usia 5 tahun karena perkembangan
telinga luar hampir sempurna. Operasi dilakukan sebelum anak masuk sekolah untuk mencegah
ejekan teman dan efek emosional serta psikologis.
4,6,7








31

ATRESIA LIANG TELINGA
Selain dari liang telinga yang tidak terbentuk, juga biasanya disertai dengan kelainan
daun telinga dan tulang pendengaran. Kelainan ini jarang disertai kelainan telinga dalam, karena
perkembangan embriologik yang berbeda antara telinga dalam dengan telinga luar dan telinga
tengah.
6,7
Atresia telinga kongenital merupakan kelainan yang jarang ditemukan. Penyebab
kelainan ini belum diketahui dengan jelas, diduga oleh faktor genetik, seperti infeksi virus atau
intoksikasi bahan kimia pada kehamilan muda.
6
Diagnosis atresia telinga kongenital hanya dengan melihat daun telinga yang tidak
tumbuh dan liang telinga yang atresia saja, keadaan telinga tengahnya tidak mudah di evaluasi.
Sebagai indikator untuk meramalkan keadaan telinga tengah ialah keadaan daun telinganya.
Makin buruk keadaan daun telinga, makin buruk pula keadaan telinga tengah.
6
Atresia liang telinga dapat unilateral dan bilateral. Tujuan operasi rekontruksi ialah selain
dari memperbaiki fungsi pendengaran, juga untuk kosmetik. Pada atresia liang telinga bilateral
masalah utama ialah gangguan pendengaran. Setelah diagnosis ditegakkan sebaiknya pada pasien
dipasang alat bantu dengar, baru setelah berusia 5 7 tahun dilakukan operasi pada sebelah
telinga. Pada atresia liang telinga unilateral, operasi sebaiknya dilakukan setelah dewasa, yaitu
pada umur 15 17 tahun. Operasi dilakukan dengan bedah mikro telinga.
6








32

DAFTAR PUSTAKA

1. Lee. K.J, Kongenital Mal formationin Otolaryngology and Head and Neck Surgery,
Elseiver Science Publishers, 1989. Hal: 63-66
2. Snell Richard S. Anatomi Telinga in Anatomi Klinik, Ed 6, EGC 2006, hal : 782 792
3. Boies R.L in Effendi H, Santoso K. Penyakit Telinga Luar in Boies Buku Ajar Penyakit
THT (BOIES Fundamental Of Otolaringology) , Ed 6.Penerbit Buku Kedokteran, Hal: 84
85.
4. Soetirto I and Bashiruddin J in Soepardi A.E Iskandar N edt. Gangguan Pendengaran in
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorok Kepala Leher, Ed 6, FKUI
2007, hal : 10 16
5. Indriyani F, dr and Rachman L Y, dr. Anomali Telinga in Ilmu THT Esensial, Ed 5, EGC
2011, hal : 548 549
6. Omar R and Rajagopalan R. Ear Nose Throat Colour Atlas and Synopsis, University
Malaya 2005, hal : 3 5
7. Sosialisman and Djaafar A Z in Soepardi A.E Iskandar N edt. Kelainan Telinga in Buku
Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok, Ed 1, FKUI 1991
8. Ghanie Irwan A Sp.THT-KL, dr. Hj and Sugianto, dr in Atlas Berwarna: Teknik
Pemeriksaan Kelainan Telinga Hidung Tenggorok, Ed 1, EGC 2007, hal : 47 48, 53
53.
9. http://www.scribd.com/doc/114193411/anatomi-telinga
10. http://www.scribd.com/doc/110893821/MICROTIA
11. http://www.scribd.com/doc/77397777/Fistula-Preaurikular
12. http://www.scribd.com/doc/116336540/Fistula-Pre-Aurikular
13. http://www.scribd.com/doc/105085404/mikrotia

Você também pode gostar