Você está na página 1de 5

Asal mula narkoba

pernahkah terlintas di benak kita, darimanakah asal usul adanya narkotika?


Narkotika memang mulai muncul di dunia sekitar tahun 2000 SM di Samaria.
Sebetulnya narkotika berasal dari tanaman yang menghasilkan suatu komponen
yang bersifat menidurkan.
Salah satu jenis narkotika adalah candu atau opium. Tanaman candu
menghasilkan komponen yang bernama morphine, heroin, dan codein. Tanaman
ini pun telah lama dikenal di Indonesia yang digunakan oleh orang-orang tua
terutama keturunan cina dengan menghisap atau dikenal dengan madat.
Sebetulnya, candu adalah getah dari tanaman yang dikenal dengan Papaver
somniferum. Getah tersebut dihasilkan oleh buah papaver yang hampir masak
dan mengalami luka akibat goresan yang sengaja dibuat. Dari luka tersebut, akan
muncul getah papaver yang nantinya akan mengering di atas kulit buahnya. Getah
tersebut berwarna coklat tua dan memiliki bau yang kurang sedap, serta rasanya
pahit.
Getah yang dihasilkan oleh tanaman Papaver somniferummasih berupa produk
mentahan, dan belum dapat memenuhi kebutuhan para pemadat atau pecandu
narkotika pada jaman dahulu. Proses produksi pun diperlukan dengan cara
dimasak dengan suatu metode tertentu hingga dihasilkan candu masak yang
mengandung narkotika dan diperdagangkan. Negara produsen candu yang cukup
besar adalah Burma, Thailand, dan Laos. Dalam perdagangan gelap, candu
biasanya dipasarkan dalam bentuk candu masak, candu mentah, morfin, dan
heroin.
Morfin merupakan komponen utama yang terkandung dalam candu mentah dan
berkhasiat sebagai narkotika. Bahkan, daya narkotika morfin diketahui lebih kuat
hingga lima sampai sepuluh kali dibandingkan dengan opium. Di bidang
kesehatan, morfin digunakan untuk menghilangkan rasa sakit atau rasa nyeri yang
kuat. Sedangkan heroin merupakan hasil modifikasi morfin melalui proses kimia,
bahkan memiliki daya ketergantungan empat kali lebih kuat dibandingkan morfin.
Di Amerika heroin dilarang digunakan untuk pengobatan, serta tidak
diperbolehkan untuk diproduksi dan diimpor. Untuk itu, berkembanglah
perdagangan gelap heroin di berbagai negara.
Ada jenis narkotika lain yang menjamur di Indonesia dan tumbuh subur di wilayah
Sumatera Utara dan Aceh, yaitu tanaman ganja atau Canabis sativa. Narkotika
yang lebih dikenal sebagai mariyuana itu tumbuh liar di lereng gunung, hutan, dan
perkebunan. Masyarakat setempat seringkali memanfaatkan tanaman ganja
sebagai penyedap makanan.
Bagian tanaman yang dimanfaatkan adalah daun ganja yang mengandung suatu
zat yang bersifat halusinogen (mampu menyebabkan halusinasi). Jika seseorang
menyalahgunakan ganja, maka akan mudah berhalusinasi. Biasanya ganja
diperdagangkan berupa daun seperti tembakau, serta getah ganja yang dikenal
dengan Hashish. Getah ganja diperoleh dari tumbuhan yang sudah kering dan
disuling hingga menghasilkan getah yang berbentuk adonan kental berwarna
coklat kehijauan atau coklat kehitaman. Kekuatan dalam menyebabkan halusinasi
pun lebih kuat dalam bentuk getah ganja dibandigkan dalam bentuk tembakau.
Tanaman penghasil narkotika lainnya adalah tanaman coca atau cocaine yang
banyak terdapat di wilayah tropis. Pada jaman dahulu, masyarakat memanfaatkan
daun coca seperti memakan daun sirih dan juga untuk merokok. Mereka
memanfaatkannya untuk menyegarkan tubuh dan menghilangkan kelelahan.
Tanaman tersebut menghasilkan suatu zat yang bersifat patirasa, terlebih jika
dikonsumsi secara terus menerus.
Biasanya, tanaman cocaine dijadikan sebagai obat perangsang yang diperoleh dari
daun coca muda yang dipetik dan dikeringkan, kemudian dioleh secara kimia.
Hasil pengolahan tersebut rasanya pahit, ketika dicicipi, lidah seakan menebal,
sehingga dimanfaatkan juga sebagai obat patirasa yang bekerja secara lokal
(hanya bekerja di tempat tertentu yang diberi obat ). Namun, saat ini banyak
penyalahgunaan cocaine yang berupa bubuk maupun cairan dengan cara dihirup
dan disedot lewat hidung atau melalui suntikan. Tujuannya adalah untuk memberi
kesegarab tubuh, menambah energy, semangat, dan menghilangkan ngantuk,
serta lapar. Padahal, pemakaian yang berkelanjutan akan memberikan efek yang
bertentangan dengan efek yang diharapkan.
Pemakaian cocaine secara terus menerus membuat tubuh menjadi tidak
bergairah, tidak tenang, mudah berhalusinasi, serta seringkali berbuat sesuatu
tanpa berfikir dan tanpa tujuan yang jelas. Seorang pecandu cocaine yang
dihentikan secara tiba-tiba akan merasakan depresi (perasaan sedih yang
berlebihan), ketakutan, kebingungan, dan panik yang berlebihan. Seperti obat
perangsang lainnya, pemakaian cocaine akan menuntut dosis yang terus
bertambah setiap kali pemakaian untuk mencapai efek dan kenikmatan yang
sama, karena kepekaan tubuh pecandu tersebut berkurang.
Meski banyak narkotika yang berasal dari tanaman, namun keterbatasan bahan
baku tersebut kian membuat narkotika sintetik menjadi berkembang. Narkotika
sintetik berasal dari bahan-bahan kimia yang diolah di laboraturium. Jenis
narkotika sintetik yang banyak tersebar luas adalah meperidin dan methodon.
Penyalahgunaan jenis narkotika ini pun memiliki efek dan ketergantungan yang
sama dengan narkotika lainnya, yaitu sama bahayanya. Meski narkotika sangat
manjur sebagai obat-obat penghilang rasa sakit, namun upaya untuk
menghasilkan obat sejenis yang tidak menimbulkan ketagihan terus dilakukan.
Harapannya, konsumsi narkotika terutama secara illegal menjadi berkurang dan
kesadaran masyarakat terhadap kesehatan menjadi meningkat.


Asal Muasal Candu
Candu pertama dikenal oleh bangsa Sumeria, mereka menyebutnya "Hul Gill"
yang artinya 'tumbuhan yang menggembirakan' karena efek yang diberikan
tumbuhan tersebut bisa melegakan rasa sakit dan memudahkan penggunanya
cepat terlelap. Namun filsuf dan ahli medis Hippocrates, Plinius, Theophratus dan
Dioscorides menggunakan candu sebagai bagian dari pengobatan, terutama
pembedahan. Saat itu Hippocrates belum menemukan bahan aktif candu namun
ia tahu kegunaan candu yang sifatnya analgesik (pereda rasa sakit) dan narkotik.

Dulu candu masih dikonsumsi mentah, baru pada 1805 morfin mulai dikenal
untuk pertama kalinya menggantikan candu mentah (opium). Penggunaan candu
yang berlebihan akan menyebabkan ketagihan dan sesak. Hampir selama 100
tahun 'kelebihan' candu ini tak diboyong ke Eropa karena dulu Bangsa Eropa
menganggap apapun yang dibawa dari Timur adalah barang setan. Candu mentah
hanya digunakan untuk pengobatan sampai akhirnya Ratu Elizabeth I menyadari
kelebihan opium dan membawanya ke Inggris.
Candu mulai dikenalkan di Persia di India dan Persia oleh Alexander the Great
pada 330 sebelum masehi. Pada jaman itu orang India dan Persia menggunakan
candu dalam acara jamuan makan dengan tujuan rileksasi.

Pada 1680 seorang ahli farmasi Thomas Sydenham mengenalkan Sydenham's
Laudanum yaitu campuran hrba dan anggur. Belanda mula mempopulerkan
penggunaan pipa tembakau untuk mengisap menghisap candu ditahun yang
sama. Penggunaan jarum suntik baru dikenalkan oleh Dr. Alexander Wood dari
Edinburgh, semakin memudahkan para pemadat menggunakan candu, bahkan
tiga kali lebih cepat dari cara biasa.

Baru pada akhir abad ke-19 ahli kimia mulai mengubah struktur molekul morfin
dan mengubahnya menjadi obat yang kurang menyebabkan ketagihan. Tepatnya
1874 peneliti C.R. Wright menemukan sintesis heroin (putaw) dengan
memanaskan morfin.

Peredaran opium selama abad 19 ini makin berkembang pesat di Amerika, selain
penggunaan opium yang terkesan serampangan di bidang medis, opium mudah
sekali dijumpai di Amerika dalam bentuk tonikum, obat-batan paten bahkan
menyudut opum di sarang-sarang pencandu tak dapat lagi dihindari. Sebuah
gejala epidemic diakhir tahun 1800-an. Ironisnya para pencandu morfin ini banyak
dijumpai dikalangan serdadu yang terluka saat Perang Dunia.

Karena daya 'nagih' candu, akhirnya pada 1878 Kerajaan Inggris mengeluarkan
undang-undang untuk mengerem penggunaan dan impor opium secara bebas
terutama dari Cina. Hal senada juga diberlakukan di Amerika dengan
mengeluarkan Undang-Undang Makanan dan Obat (Pure Food and Drug Act)
pada 1906 yang meminta pihak farmasi memberi label yang jelas untuk setiap
kandungan opium dalam obat yang mereka produksi.

Namun peraturan tersebut tak banyak membantu bahkan peredaran opium
makin tak terkontrol dan dijual secara bebas. Hal ini semakin memicu jumlah
pencandu, terutama dikalangan tentara dan wanita bersalin. Melihat hal tersebut
St. James Society menawarkan sample cuma-cuma untuk para pencandu dengan
tujuan menghilangkan ketagihan serta mengurangi peningkatan penagih heroin
yang tak terbendung.

Apa yang dilakukan St. James Society tak banyak membantu sampai akhirnya
pada 17 Desember 1914 Harrison Narcotics Act menetapkan peraturan bagi
siapapun pengguna dan penjual wajib membayar pajak, mengatur regulasi
penjualan narkotik, melarang memberi narkotik pada pencandu yang tak memiliki
keinginan untuk sembuh, menahan paramedis dan menutup panti rehabilitasi.

Pada 1923, Badan Obat Amerika (FDA) melarang penjualan semua bahan narkotik
terutama heroin, namun para pencandu bisa membelinya pasar gelap. Pasar gelap
pertama dibuka di Chinatown, New York.

Tahun 1970 Presiden Amerika Richard Nixon melancarkan perang terhadap
Heroin. Salah satu langkah Nixon adalah berjanji membantu kesejahteraan Turki
yang selama ini menjadi pemasok utama heroin ke Amerika mulai tahun 1950-
1970 dengan memberi menyediakan tentara bantuan dan meningkatkan
perekonomi.

Rakyat Turki juga bantuan senilai 35 juta per tahun sebagai imbalan
memusnahkan ladang opium dan menggantinya dengan tanaman lain
terutamanya di wilayah Anatolia, karena Anatolia merupakan produsen utama
opium di Turki. Turki membutuhkan waktu setahun untuk memusnahkan ladang
opium dan membakarnya dengan herbisida yang dikirim Amerika.

Você também pode gostar