Você está na página 1de 33

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY.

I UMUR 1 HARI
DENGAN CAPUT SUCCENDANEUM DI IRNA MAWAR
RSUD DR. ISKAK TULUNGAGUNG














Disusun Oleh ;
SULISTYOWATI
YULI NURHAYATI
SRI RAHAYU
RUSMINI
TRI RAHAYU





PROGRAM STUDI DIPLOMA 4 BIDAN PENDIDIK
(MINAT UTAMA: BIDAN KLINIK)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2014
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat-
Nyalah kami dapat menyelesaikan tugas praktek kebidanan ini yang berjudul
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY. I UMUR 1 HARI DENGAN
CAPUT SUCCENDANEUM DI IRNA MAWAR RSUD DR. ISKAK
TULUNGAGUNG
Dalam penyusunan asuhan kebidanan ini tidak lepas dari berbagai pihak.
Oleh karena itu pada kesempaan ini kami menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu terselesaikannya asuhan kebidanan ini.
Tujuan dari pembuatan asuhan kebidanan ini selain sebagai tugas praktek
kebidanan ini juga sebagai penunjang bagi pembaca dalam pembuatan asuhan
kebidanan. Pembuatan asuhan kebidanan ini bukanlah pekerjaan yang ringan
maupun pekerjaan yang berat. Untuk itu jika ada kesalahan baik dari kata, bahasa
maupun isinya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Tulungagung,
2014


Penulis













1
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pelayanan kesehatan neonatal harus dimulai sebelum bayi dilahirkan,
melalui pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil. Berbagai
upaya untuk pencegahan dan penanggulangan dini terhadap faktor-faktor yang
melemahkan kondisi seorang ibu hamil perlu diprioritasan. Disamping itu
perlu dilakukan pembinaan kesehatan prenatal yang baik dan penanggulangan
faktor-faktor yang menyebabkan kematian prenatal yang meliputi perdarahan.
Hipotermi, infeksi, kelahiran preterm, asfiksia.
Penelitian telah menunjukkan bahwa lebih dari 50 % kematian bayi terjadi
dalam periode neonatal yanitu dalam bulan pertama kehidupan, kurang
baiknya penanganan BBL sehat akat menyebabkan kelainan-kelainan yang
dapat mengakibatkan cacat seumur hidup, bahkan kematian.
Masalah-masalah yang terjadi pada bayi baru lahir yang diakibatkan oleh
tindakan-tindakan yang dilakukan pada saat persalinan sangatlah
beragam.Trauma akibat tindakan, cara persalinan atau gangguan kelainan
fisiologik persalinan yang sering kita sebut sebagai cedera atau trauma lahir.
Partus yang lama akan menyebabkan adanya tekanan tulang pelvis.
Kebanyakan cedera lahir ini akan menghilang sendiri dengan perawatan yang
baik dan adekuat.Kelainan yang terjadi pada kelahiran cunam/vakum biasanya
disebabkan oleh tarikan atau tahanan dinding jalan lahir terhadap kepala bayi.
1. Kelainan Perifer
a. Molding
b. Kaput suksedanum
c. Sefalhematum
d. Perdarahan subaponeurosis
e. Kerusakan saraf perifer
f. Trauma pada kulit
g. Perdarahan subkojungtiva Perdarahan retina



2
2. Kelainan Sentral
a. Iritasi sentral
b. Perdarahan/gangguan sirkulasi otak
c. Keluhan dengan seksio sesarea
d. Kelainan presentasi bokong
e. Kelahiran presentasi muka
f. Kelahiran letak lintang

B.
TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan Umum
Menerapkan dan mengembangkan pola pikir ilmiah dalam proses
asuhan kebidanan nyata serta mendapat pengalaman dalam menerapkan
masalah pada BBL normal dengan menggunakan manajemen kebidanan
Varney.
2. Tujuan Khusus
Setelah melakukan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir normal
diharapka mampu :
a. Melakukan pengkajian data.
b. Interpretasi data.
c. Mengidentifikasikan masalah dan diagnosa potensial.
d. Mengidentifikasikan kebutuhan segera.
e. Merumuskan suatu tindakan sesuai dengan apa yang direncanakan.
f. Mengevaluasi sejauh mana keberhasilan yang telah dicapai.
g. Mendokumentasikan secara benar.
3. Batasan Masalah
Masalah yang kami ambil yaitu : ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI
NY. I UMUR 1 HARI DENGAN CAPUT SUCCENDANEUM DI IRNA
MAWAR RSUD DR. ISKAK TULUNGAGUNG.




3
C. MANFAAT PENULISAN
1. Bagi Institusi
Sebagai bahan kepustakaan bagi yang membutuhkan asuhan
kebidanan dan pengetahuan dibidang keperawatan bayi baru lahir.
2. Bagi Klien
Agar klien mendapatkan perawatan dan penanganan khusus sesuai
asuhan kebidanan dan pengetahuan dibidang keperawatan bayi baru lahir.
3. Bagi Penulis
Mendapatkan pengalaman serta dapat menerapkan ilmu yang sudah
diperoleh di pendidikan. Untuk mendapatkan atau menambah ilmu yang
luas dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

D. METODE PENGUMPULAN DATA
1. Studi kepustakaan
2. Pemeriksaan fisik
3. Observasi
4. Dokumentasi




4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Bayi Baru Lahir Dengan Trauma Kelahiran
1. Definisi Trauma atau Cedera Kelahiran
Trauma lahir merupakan perlakuan pada bayi baru lahir yang terjadi
dalam proses persalinan atau kelahiran (IKA, Jilid I). Luka yang terjadi
pada saat melahirkan amniosentesis, transfusi, intrauterin, akibat
pengambilan darah vena kulit kepala fetus, dan luka yang terjadi pada
waktu melakukan resusitasi aktif tidak termasuk dalam pengertian.
Perlakukan kelahiran atau trauma lahir. Pengertian perlakuaan kelahiran
sendiri dapat berarti luas, yaitu sebagai trauma mekanis atau sering disebut
trauma lahir dan trauma hipoksik yang disebut sebagai Asfiksia. Trauma
lahir mungkin masih dapat dihindari atau dicegah, tetapi ada kalanya
keadaan ini sukar untuk dicegah lagi sekalipun telah ditangani oleh
seorang ahli yang terlatih.
Angka kejadian trauma lahir pada beberapa tahun terakhir ini
menunjukkan kecenderungan menurun. Hal ini disebabkan banyak
kemajuan dalam bidang obstetri, khususnya pertimbangan seksio sesarea
atau indikasi adanya kemungkinan kesulitan melahirkan bayi. Cara
kelahiran bayi sangat erat hubungannya dengan angka kejadian trauma
lahir. Angka kejadian trauma lahir yang mempunyai arti secara klinis
berkisar antara 2 sampai 7 per seribu kelahiran hidup. Berapa faktor risiko
yang dapat menaikkan angka kejadian trauma lahir antara lain adalah
makrosomia, malprensentasi, presentasi ganda, disproporsi sefala pelvik,
kelahiran dengan tindakan persalinan lama, persalinan presipitatus, bayi
kurang bulan, distosia bahu, dan akhirnya faktor manusia penolong
persalinan. Lokasi atau tempat trauma lahir sangat erat hubungannya
dengan cara lahir bayi tersebut atau phantom yang dilakukan penolong
persalinan waktu melahirkan bayi. Dengan demikian cara lahir tertentu
umumnya mempunyai predisposisi lokasi trauma lahir tertentu pula.



5
2. Trauma Kelahiran dikarenakan Perlakuan Pada Susunan Syaraf
Paralis Pleksus Brakialis Brachial Palsy ada 2 jenis, yakni :
a. Paralisis Erb-Duchene
Kerusakan cabang-cabang C5 C6 dari pleksus biokialis
menyebabkan kelemahan dan kelumpuhan lengan untuk fleksi,
abduksi, dan memutar lengan keluar serta hilangnya refleks biseps dan
moro. Lengan berada dalam posisi abduksi, putaran ke dalam, lengan
bawah dalam pranasi, dan telapak tangan ke dorsal. Pada trauma lahir
Erb, perlu diperhatikan kemungkinan terbukannya pula serabut saraf
frenikus yang menginervasi otot diafragma.
Pada trauma yang ringan yang hanya berupa edema atau perdarahan
ringan pada pangkal saraf, fiksasi hanya dilakukan beberapa hari atau 1
2 minggu untuk memberi kesempatan penyembuhan yang kemudian
diikuti program mobilisasi atau latihan. Upaya ini dilakukan antara lain
dengan jalan imobilisasi pada posisi tertentu selama 1 2 minggu yang
kemudian diikuti program latihan. Pada trauma ini imobilisasi
dilakukan dengan cara fiksasi lengan yang sakit dalam posisi yang
berlawanan dengan posisi karakteristik kelumpuhan Erg. Lengan yang
sakit difiksasi dalam posisi abduksi 900 disertai eksorotasi pada sendi
bahu, fleksi 900.
b. Paralisis Klumpke
Kerusakan cabang-cabang C8 Ih1 pleksus brakialis menyebabkan
kelemahan lengan otot-otot fleksus pergelangan, maka bayi tidak dapat
mengepal.
Penyebabnya adalah tarikan yang kuat daerah leher pada kelahiran
bayi menyebabkan kerusakan pada pleksus brakialis. Sering dijumpai
pada letak sungsang atau pada letak kepala bila terjadi distosia bahu.
Penatalaksanaan trauma lahir klumpke berupa imbolisasi dengan
memasang bidang pada telapak tangan dan sendiri tangan yang sakit
pada posisi netrak yang selanjutnya diusahakan program latihan.




6
c. Paralisis Nervus Frenikus
Trauma lahir saraf frenikus terjadi akibat kerusakan serabut saraf
C3, 4, 5 yang merupakan salah satu gugusan saraf dalam pleksus
brakialis. Serabut saraf frenikus berfungsi menginervasi otot
diafragma, sehingga pada gangguan radiologik, yang menunjukkan
adanya elevasi diafragma yang sakit serta pergeseran mediastinum dan
jantung ke arah yang berlawanan
d. Kerusakan Medulla Spinalis
Gejala tergantung bagian mana dari medulla spinalis yang rusak,
dijumpai gangguan pernafasan, kelumpuhan kedua tungkai dan
retensiourin. Hal ini dapat terjadi letak sungsang, presentasi muka dan
dahi, atau pada distosia persalinan, disebabkan tarikan, hiperfleksi,
atau hiperekstensi yang berlebihan. Penanganan dengan berkonsutasi
pada bagian Neurologi.
e. Paralisis Pita Suara
Terjadi kerusakan pada cabang lain n. vagus menyebabkan
gangguan suara (afonia), stridor inspirasi, atau sindroma gangguan
pernafasan. Hal ini disebabkan tarikan, hiperfleksi atau hiperekstensi
yang berlebihan di daerah leher sewaktu persalinan. Kelainan ini dapat
menghilang sendiri setelah 4 6 minggu tetapi pada yang berat
memerlukan penanganan khusus seperti trakeostomi.

3. Trauma Kelahiran dikarenakan Fraktur (Patah Tulang)
a. Fraktur Tulang Tengkorak
Trauma ini biasanya ditemukan pada kesukaran melahirkan
kepala bayi yang mengakibatkan terjadinya tekanan yang keras pada
kepala bayi oleh tulang pervis ibu. Kemungkinan lain terjadinya
trauma ini adalah pada kelahiran cunam yang disebabkan oleh jepitan
keras umumnya berupa fraktur linier atau fraktur depresi, fraktur basis
kranu jarang terjadi.
Fraktur linier ini disertai perdarahan ke arah subdural atau
subarachnoid. Diagnosa fraktur atau fisura linier tanpa komplikasi


7
tidak memerlukan tindakan khusus, tetapi pemeriksaan ulang
radiologik perlu memerlukan 4 6 minggu kemudian untuk
meyakinkan telah terjadinya penutupan fraktur linier tersebut, di
samping untuk mengetahui secara dini kemungkinan terjadinya kista
leptomeningeal di bawah tempat fraktur. Prognosis fraktur linier baik,
biasanya akan sembuh sedini dalam beberapa minggu. Bila terjadi
komplikasi seperti kista. Pengobatan oleh bidang bedah syaraf harus
dilakukan sedini mungkin.
b. Fraktur Tulang Klavikula
Fraktur tulang klavikula merupakan trauma lahir pada tulang
yang tersering ditemukan dibandingkan dengan trauma tulang lainnya.
Trauma ini ditemukan pada kelahiran letak kepala yang mengalami
kesukaran pada waktu melahirkan bahu, atau sering pula ditemukan
pada waktu melahirkan bahu atau sering juga terjadi pada lahir letak
sungsang dengan tangan menjungkit ke atas.
Gejala Klinis Yang perlu diperhatikan terhadap kemungkinan
adanya trauma lahir klavikula jenis greenstick adalah :
1) Gerakan tangan kanan-kiri tidak sama
2) Refleks moro asimotris
3) Bayi menangis pada perabaan tulang klavikula
4) Gerakan pasif tangan yang sakit disertai riwayat persalinan yang
sukar.
5) Pengobatan trauma lahir fraktur tulang kavikula
c. Fraktur Tulang Humerus
Fraktur tulang humerus umumnya terjadi pada kelahiran letak
sungsang dengan tangan menjungkit ke atas. Kesukaran melahirkan
tangan yang menjungkit merupakan penyebab terjadinya tulang
humerus yang fraktur. Pada kelahiran presentasi kepala dapat pula
ditemukan fraktur ini, jika ditemukan ada tekanan keras dan langsung
pada tulang humerus oleh tulang pelvis. Jenis frakturnya berupa
greenstick atau fraktur total.
Gejala Klinis :


8
1) Berkurangnya gerakan tangan yang sakit
2) Refleks moro asimetris
3) Terabanya deformitas dan krepotasi di daerah fraktur disertai rasa
sakit
4) Terjadinya tangisan bayi pada gerakan pasif
d. Fraktur Tulang Femur
Umumnya fraktur pada kelahiran sungsang dengan kesukaran
melahirkan kaki. Letak fraktur dapat terjadi di daerah epifisis, batang
tulang leher tulang femur.
Gejala Klinis :
1) Diketahui beberapa hari kemudian dengan ditemukan adanya
gerakan kaki yang berkurang dan asimetris.
2) Adanya gerakan asimetris serta ditemukannya deformitas dan
krepitasi pada tulang femur.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan radiologik.
1) Pengobatan fraktur tulang femur
2) Imobilisasi tungkai bawah dengan jalan fiksasi yang diikuti oleh
program latihan
3) Dirujuk ke bagian bedah tulang

4. Trauma Kelahiran dikarenakan Perlakuan Jaringan Lunak Bayi
Baru Lahir
a. Kaput Suksedaneum
Caput suksedaneum adalah Kelainan ini akibat sekunder dari
tekanan uterus atau dinding vagina pada kepala bayi sebatas caput.
Keadaan ini dapat pula terjadi pada kelahiran spontan dan biasanya
menghilang dalam 2-4 hari setelah lahir. Tidak diperlukan tindakan
dan tidak ada gejala sisa yang dilaporkan. (Prawirohardjo, 2007).
Penyebab Kaput suksedaneum terjadi karena adanya tekanan yang
kuat pada kepala pada saat memasuki jalan lahir sehingga terjadi
bendungan sirkulasi perifer dan limfe yang disertai dengan
pengeluaran cairan tubuh ke jaringan ekstravaskuler. Keadaan ini bisa


9
terjadi pada partus lama atau persalinan dengan Vaccum ektrasi.
(Dewi, 2010).
Gejala Klinis
1) Udema di kepala
2) Terasa lembut dan lunak pada perabaan
3) Benjolan berisi serum dan kadang bercampur dengan darah
4) Udema melampaui tulang tengkorak
5) Batas yang tidak jelas
6) Permukaan kulit pada benjolan berwarna ungu atau kemerahan
7) Benjolan akan menghilang sekitar 2-3 minggu tanpa pengobatan
Penatalaksanaa
1) Perawatan bayi sama dengan perawatan bayi normal.
2) Pengawasan keadaan umum bayi.
3) Berikan lingkungan yang baik, adanya ventilasi dan sinar matahari
yang cukup.
4) Pemberian ASI yang adekuat, bidan harus mengajarkan pada ibu
teknik menyusui dengan benar.
5) Pencegahan infeksi harus dilakukan untuk menghindari adanya
infeksi pada benjolan.
6) Berikan konseling pada orang tua, tentang:
(1) Keadaan trauma yang dialami oleh bayi;
(2) Jelaskan bahwa benjolan akan menghilang dengan sendirinya
setelah sampai 3 minggu tanpa pengobatan.
(3) Perawatan bayi sehari-hari.
(4) Manfaat dan teknik pemberian ASI.
b. Sefalohematoma
Sefalohematoma merupakan suatu perdarahan subperiostal
tulang tengkorak berbatas tegas pada tulang yang bersangkutan dan
tidak melewati sutura. Sefalohematoma timbul pada persalinan dengan
tindakan seperti tarikan vakum atau cunam, bahkan dapat pula terjadi
pada kelahiran sungsang yang mengalami kesukaran melahirkan


10
kepala bayi. Akibatnya timbul timbunan darah di daerah subperiost
yang dari luar terlihat sebagian benjolan.
Secara klinis benjolan Sefalohematoma benbentuk benjolan
difus, berbatas tegas, tidak melampaui sutura karena periost tulang
berakhir di sutura. Pada perabaan teraba adanya fluktuasi karena
merupakan suatu timbunan darah yang letaknya dirongga subperiost
yang terjadi ini sifatnya perlahan-lahan benjolan timbul biasanya baru
tampak jelas beberapa jam setelah bayi lahir (umur 6 8 jam) dan
dapat membesar sampai hari kedua atau ketiga. Sefalohematoma
biasanya tampak di daerah tulang perietal, kadang-kadang ditemukan
ditulang frontal.
Benjolan hematoma sefal dapat bersifat soliter atau multipel.
Sefalohematoma pada umumnya tidak memerlukan pengobatan
khusus. Biasanya mengalami resolusi sendiri dalam 2 8 minggu
tergantung dari besar kecilnya benjolan. Sefalohematoma jarang
menimbulkan perdarahan masif yang memerlukan transfusi, kecuali
pada bayi yang mempunyai gangguan pembekuan. Pemeriksaan
radiologik pada hematoma sefal hanya dilakukan jika ditemukan
adanya gejala susunan saraf pusat atau pada hematoma sefal yang
terlalu besar disertai dengan adanya riwayat kelahiran kepala yang
sukar dengan atau tanpa tarikan cunam yang sulit ataupun kurang
sempurna.
c. Perdarahan Subafoneurosis
Perdarahan subafoneurosis merupakan perdarahan masif dalam
jaringan lunak di bawah lapisan aponeurosis epikranial. Trauma lahir
ini sering disebut pula sebagai hematoma sefal subaponeurosis.
Perdarahan ini disebabkan karena pecahnya pembuluh vena
emisaria. Perdarahan timbul secara perlahan dan mengisi ruang
jaringan yang luas, sehingga benjolan trauma lahir ini biasanya baru
terlihat setelah 24 jam sampai hari kedua pasca lahir. Pada perdarahan
yang cepat dan luas, benjolan dapat teraba 12 jam setelah bayi lahir.
Pada umumnya bayi lahir dengan letak kepala yang tidak normal atau


11
kelahiran dengan tindakan misalnya tarikan vakum berat. Pada
benjolan yang luas perlu dipikirkan kemungkinan adanya gangguan
sistem pembekuan. Bayi perlu mendapat vitamin K.
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah perdarahan yang luas.
Dalam keadaan ini mungkin dapat timbul renjatan akibat perdarahan.
Pengobatan dalam keadaan ini berupa pemberian transfusi darah.
Komplikasi lain adalah kemungkinan terjadinya hiperbilirubinemia
akibat resorpsi timbunan darah
d. Trauma Muskulus Sternokleido-Mastoideus
Adalah suatu hematoma (tumor yang dijumpai pada otot
sternokleidomastoideus). Trauma ini sering disebut pula sebagai
tortikolis otot leher. Diduga trauma terjadi akibat robeknya sarung
otot sternokleido-mastoideus. Perobekan ini menimbulkan hematoma,
yang bila dibiarkan akan diikuti pembentukan jaringan fibrin dan
akhirnya akan menjadi jaringan sisa. Beberapa pendapat
mengemukakan bahwa dasar kelainan ini telah dijumpai sejak
kehidupan intrauterin sebagai gangguan pertumbuhan otot tersebut
atau pengaruh posisi fetus intrauterin.
Secara klinis, umumnya benjolan baru terlihat 10 14 hari
setelah kelahiran bayi. Benjolan terletak kira-kira dipertengahan otot
sternokleido-mastoideus. Pada perabaan teraba benjolan berkonsistensi
keras dengan garis tengah 1 2 cm, berbatas tegas, sukar digerakkan
dan tidak menunjukkan adanya radang. Benjolan akan membesar
dalam waktu 2 4 minggu kemudian. Akibatnya posisi kepala bayi
akan terlihat miring ke arah bagian yang sakit, sedangkan dagu
menengadah dan berputar ke arah yang berlawanan dari bagian yang
sakit.
Pengobatannya dilakukan sedini mungkin dengan latihan
fisioterapi. Tujuan latihan ini adalah untuk meregangkan kembali otot
yang sakit agar tidak terlanjur memendek. Dengan pengobatan
konservatif yang dilakukan dini dan teratur, benjolan akan hilang
dalam 2 3 bulan.


12
e. Perdarahan Subkunjungtiva
Perdarahan Subkunjungtiva adalah salah satu trauma lahir dibola
mata yang dapat dilihat dari luar adalah perdarahan subkunjungtiva.
Hal ini terjadi akibat dari persalinan kala II lama atau akibat dari lilitan
talipusat yang erat di daerah leher.
Perdarahan ini ditandai dengan bercak merah di daerah
konjungtiva, bulbi. Perdarahan dapat dijumpai pada kelahiran spontan
letak kepala, walupun akan lebih sering terlihat pada kelahiran letak
muka, atau letak dahi.
Pengobatan khusus umumnya tidak diperlukan. Bercak merah
didaerah sklera ini umumnya akan hilang sendiri dalam waktu 1 2
minggu. Pada waktu proses penyembuhan, bercak tersebut akan
mengalami absorpsi dan akan berubah warna menjadi jingga dan
kuning. Bila perdarahan sub konjungtiva cukup besar dan dalam
riwayat kelahiran bayi ditemukan kesukaran dalam mengeluarkan
kepala, maka perlu dipikirkan pula kemungkinan adanya perdarahan
yang lebih dalam di bola mata.
f. Nekrosis Jaringan Lemak Subkutis
Adalah salah satu trauma lahir dibola mata yang dapat dilihat
dari luar adalah perdarahan subkunjungtiva. Hal ini terjadi akibat dari
persalinan kala II lama atau akibat dari lilitan talipusat yang erat di
daerah leher. Perdarahan ini ditandai dengan bercak merah di daerah
konjungtiva, bulbi. Perdarahan dapat dijumpai pada kelahiran spontan
letak kepala, walupun akan lebih sering terlihat pada kelahiran letak
muka, atau letak dahi.
Pengobatan khusus umumnya tidak diperlukan. Bercak merah
didaerah sklera ini umumnya akan hilang sendiri dalam waktu 1 2
minggu. Pada waktu proses penyembuhan, bercak tersebut akan
mengalami absorpsi dan akan berubah warna menjadi jingga dan
kuning. Bila perdarahan sub konjungtiva cukup besar dan dalam
riwayat kelahiran bayi ditemukan kesukaran dalam mengeluarkan


13
kepala, maka perlu dipikirkan pula kemungkinan adanya perdarahan
yang lebih dalam di bola mata.

B. Konsep Caput succedaneum
1. Pengertian Caput succedaneum
Caput sucsedaneum adalah pembengkakan pada suatu tempat di
kepala karena adanya timbunan getah bening dibawah lapisan aponerose
di luar periostinum (Arief, 2009: 45).
Caput succedaneum adalah benjolan atau pembengkakan karena
adanya timbunan getah bening di kepala (pada presentasi kepala) yang
terjadi pada bayi lahir (Dewi, 2011: 124).
Caput succedaneum adalah benjolan yang membulat disebabkan
kepala tertekan leher rahim yang saat itu belum membuka penuh yang
akan menghilang dalam waktu 1-2 hari (Maryanti, 2011: 118).
Caput succedaneum adalah pembengkakan yang edematosa atau
kadang ekimotik dan difus dari jaringan lunak kulit kepala yang mengenai
bagian yang telah dilahirkan selama persalinan vertex. Edema pada caput
succedaneum dapat hilang pada hari pertama, sehingga tidak diperlukan
terapi. Tetapi jika terjadi ekimosis yang luas, dapat diberikan indikasi
fototerapi untuk kecenderungan hiperbilirubin (Rukiyah, 2012: 164).
Caput succedaneum merupakan benjolan yang difus di kepala
terletak pada prosentasi kepala pada waktu bayi lahir. Kelainan ini timbul
karena tekanan yang keras pada kepala ketika memasuki jalan lahir hingga
terjadi pembendungan sirkulasi kapiler dan limfe disertai pengeluaran
cairan tubuh ke jaringan ekstra vasa (Maryunani, 2013: 371).
2. Etiologi Caput succedaneum
Caput succedaneum disebabkan karena adanya tekanan pada kepala
oleh jalan lahir karena partus lama atau persalinan dengan vacuum
ekstraksi (Arief, 2009: 46).
Dewi (2011: 124) menjelaskan caput succedaneum terjadi karena
adanya tekanan yang kuat pada kepala pada saat memasuki jalan lahir,
sehingga terjadi bendungan sirkulasi perifer dan limfe yang disertai


14
dengan pengeluaran cairan tubuh ke jaringan ekstravaskular. Keadaan ini
bisa terjadi pada partus lama atau persalinan dengan vakum ekstraksi.
3. Patofisiologi Caput succedaneum
Caput succedaneum disebabkan oleh mekanis trauma bagian awal
kulit kepala menyipit mendorong melalui leher rahim. Mungkin
pembengkakan pada bagian manapun dari kepala, dapat menyeberangi
garis tengah (sebagai lawan dari sefalohematoma), dan dapat berubah
warna karena sedikit perdarahan di daerah tersebut. Caput succedaneum
ditemukan biasanya pada presentasi kepala, sesuai dengan posisi bagian
yang bersangkutan. Pada bagian tersebut terjadi edema sebagai akibat
pengeluaran serum dari pembuluh darah. Caput succedaneum tidak
memerlukan pengobatan khusus dan biasanya menghilang setelah dua
sampai lima hari (Maryanti, 2011: 118).
4. Tanda Gejala Caput succedaneum
Menurut Arief (2009: 46) tanda atau gejala caput succedaneum adalah:
1) Adanya oedem di kepala
2) Pada perabaan teraba lembut dan lunak
3) Oedem melampaui sela-sela tulang tengkorak
4) Batas tidak jelas
5) Biasanya menghilang dalam waktu 2-3 hari tanpa pengobatan
Sedangkan menurut Dewi (2011: 124) benjolan akan menghilang sekitar
2-3 minggu tanpa pengobatan.
Sementara itu Rukiyah (2012: 165) menjelaskan caput succedaneum
muncul sebagai pembengkakan kulit kepala yang memanjang di garis
tengah dan atas garis jahitan dan berhubungan dengan kepala pencetakan.
Adapun komplikasi dari caput succedaneum adalah kaput hemorargik,
infeksi, ikterus dan anemia (Rukiyah, 2012: 165).
5. Penatalaksanaan Caput succedaneum
Penatalaksanaan caput succedaneum menurut Dewi (2011: 125) adalah:
1) Bayi dirawat seperti perawatan bayi normal
2) Awasi keadaan umum bayi


15
3) Lingkungan harus dalam keadaan baik, cukup ventilasi, masuk sinar
matahari
4) Pemberian ASI yang adekuat, ajarkan ibu cara menetekkan dengan
tiduran untuk mengurangi anak jangan sering diangkat, agar benjolan
tidak meluas
5) Mencegah terjadinya infeksi dengan cara:
(1) Perawatan tali pusat yang baik
(2) Personal hygiene yang baik
6) Memberikan penyuluhan kepada orang tua tentang:
(1) Keadaan trauma pada bayi, tidak usah cemas karena benjolan akan
menghilang 2-3 hari
(2) Perawatan bayi sehari-hari
(3) Manfaat dan cara pemberian ASI
Penanganan pada bayi yang mengalami caput succedaneum terdiri dari
pengamatan saja, pemulihan biasanya akan terjadi dengan cepat. Jika kulit
kepala bayi kontur telah berubah, kontur normal harus kembali. Bayi akan
sering marah sehingga mungkin memerlukan analgesia untuk sakit kepala
dan penanganan harus disimpan ke minimum untuk beberapa hari pertama
(Rukiyah, 2012: 165).
Maryanti (2011: 119) menjelaskan urutan penatalaksanan caput
succedaneum sebagai berikut:
(1) Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada orang tua bayi.
(2) Menjelaskan kepada orangtua bayi mengenai apa yang dimaksud
dengan caput sucsedeneum.
(3) Mengubah posisi bayi baru lahir dengan hati-hati pada sisi yang
berlawanan dengan area yang terkena dan konsultasi dengan tim
pediatri.
(4) Merawat bayi seperti pada perawatan bayi normal, awasi keadaan
umum bayi, lingkungan harus dalam keadaan baik (cukup ventilasi
masuk sinar matahari), pemberian ASI yang adekuat, mencegah
terjadinya infeksi, memberikan penyuluhan kepada orangtua tentang
keadaan trauma pada bayi, perawatan bayi sehari-hari dan manfaat


16
ASI.
(5) Meyakinkan ibu bahwa keadaan bayi tidak mengkhawatirkan. Caput
sucsedeneum dapat menghilang spontan dalam dua tiga hari.
(6) Menjelaskan bahwa jika kulit kepala terluka, hematoma dapat
mengalami infeksi. Bila hal ini terjadi, berikan antibiotika dan lakukan
drainase.
(7) Menasihati ibu untuk membawa bayinya kembali apabila bayi tampak
kuning.



17
BAB 2
ASUHAN KEBIDANAN

I. DATA DASAR
Pengkajian dilakukan pada hari Jumat tanggal 28-03-2014 pukul 09.00 WIB
di Irna Mawar RSUD dr. Iskak Tulungagung.
1.1 Data Subyektif
1. Biodata
Klien :
Nama : Bayi Ny. I
Jenis Kelamin : Perempuan
No. Reg : 067572
TTL/Umur : 27-03-2014/1 hari pukul 08.55 WIB
Anak Ke : 1
Jenis Persalinan : Spontan

Orang Tua :
Nama : Ny. I
Umur : 25 tahun
Agama : Islam
Pandidikan : SMP
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Desa Malasan, Durenan, Trenggalek




18
2. Keluhan Utama
Tidak ada

1.2 Data Obyektif
1. Secara Umum
Keadaan umum : baik
Keadaan Kulit : Warna merah, tidak ada bercak, tidak ada
memar/lesi, tidak ada vernik caseosa, tidak ada
petheciae, tidak ada sclerema neonatorum, tidak ada
rambut lanugo
TTV : Suhu 36,8
o
C, Respirasi 54 x/menit
BB : 3470 gram
TB : 50 cm
LK : MO:35 cm,FO:34 cm,SOB:32 cm
LD : 35 cm
Lila : 12 cm
LA : 34 cm
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala : Inspeksi: Kepala bersih, penyebaran rambut merata,
warna hitam, ada oedema di kepala (sutura sagitalis),
oedema melampaui sela-sela tulang tengkorak, batas
tidak jelas
Palpasi: Ada benjolan sebesar telur ayam,teraba
lembut dan lunak, diameter 9 cm
Muka : Simetris, tidak oedema


19
Mata : Simetris, conjungtiva merah muda, sclera putih,
kornea jernih, reflek pupil normal
Hidung : Simetris, lubang hidung bersih, tidak ada secret/
darah, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak
atresia koana, terbentuk secara sempurna
Mulut : Simetris, bersih, tidak macrognasia/micrognasia,
tidak macroglosus/microglosus, tidak cheilosis, tidak
cheilosis palatum, tidak labio palato skisis
Telinga : Jumlah 2, bentuk simetris, tidak ada kelainan
kongenital (daun telinga, posisi telinga, kulit
tambahan), tidak ada gangguan pendengaran
Leher : Tidak ada kelainan konginetal (webbed nech), tidak
ada gangguan pergerakan
Thorax : Simetris, jarang antara kedua puting dan aerola
mammae simetris, tidak ada pembesaran mammae,
tidak ada putting susu tambahan, pernafasan
abdominal
Abdomen : Cembung tetapi tidak kembung, tali pusat tidak
infeksi
Tulang belakang: Tidak ada spina bifida dan pembengkakan, tidak
ada lesung/bercak kecil berambut. ada spingter ani,
mekonium sudah keluar
Genetalia : Labia mayor menutupi labia minor, klitoris menonjol,
Urine sudah keluar, warna kuning jernih, bau khas


20
Ekstremitas atas: Gerakan aktif, tangan simetris, jumlah jari genap
dan tidak ada penyelaputan di antara jari-jari
Ekstremitas bawah: Panjang kedua kaki simetris, pergerakan aktif,
tidak ada fraktur, tidak oedema, jari lengkap, warna
kuku merah muda
Reflek:
Rooting : baik, bayi dapat mencari saat ada sentuhan pada
pipi
Suching : baik, bayi dapat menghisap dengan baik
Swalowing : baik, bayi dapat menelan dengan baik
Morrow : baik, bila bayi diangkat dan direnggut secara tiba-
tiba seolah-olah bayi mengangkat tubuhnya
Graps : baik, bayi dapat menggenggam apabila ada ada
jari/tangan disentuhkan
Grasping : baik, bayi dapat mencengkeram apabila ada
tangan /benda disentuhkan
Babynsky : baik, jari kaki dapat bergerak bila ada sentuhan
Gallant : baik, apabila punggung bayi di raba bayi
menggeliat
Tonicknek : baik, bayi dapat menoleh dengan baik
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Labiratorium : Tidak ada
Pemeriksaan USG : Tidak ada
Pemeriksaan Foto Rontgen : Tidak ada


21
Kesimpulan:
Bayi Ny. I umur 1 hari dengan caput succendaneum

II. Identifikasi Diagnosa Masalah
No Data Dasar Diagnosa/Masalah
DS : Tidak ada
DO:
Bayi lahir tanggal 27-03-2014, pukul
08.55 WIB
Keadaan umum : baik
TTV: Suhu 36,8
o
C, Respirasi 54
x/menit
BB: 3470 gr
TB: 50 cm
LK: MO: 35 cm, FO: 34 cm, SOB: 32
cm
LD: 33 cm
Lila: 12 cm
LA:34 cm
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi kepala: Kepala bersih,
penyebaran rambut merata, warna
hitam, ada oedema di kepala (sutura
sagitalis), oedema melampaui sela-sela
Bayi Ny. I umur 1 hari
dengan caput succendaneum


22
tulang tengkorak, batas tidak jelas
Palpasi kepala: Ada benjolan sebesar
telur ayam,teraba lembut dan lunak,
diameter 9 cm

III. Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial
Infeksi

IV. Identifikasi Kebutuhan Yang Memerlukan Penanganan Segera, Konsultasi
Dan Kolaborasi
Perawatan bayi sehari-hari
Penerapan pencegahan infeksi dengan baik dan benar

V. Intervensi
1. Bounding attachment
Rasional: agar bayi merasa nyaman dengan tenaga ksehatan
2. Jelaskan hasil pemeriksaan kepada orang tua bayi
Rasional: orang tua mengerti dengan kondisi yang dialami bayinya.
3. Ubah posisi bayi baru lahir dengan hati-hati pada posisi yang berlawanan
dengan area yang terkena dan konsultasikan dengan tim pediatri.
Rasional: Menghindari rasa sakit pada bayi sehingga bayi meras nyaman
4. Rawat bayi seperti pada perawatan bayi normal
Rasional: Kebutuhan bayi baru lahir dapat tercukupi



23
5. Meyakinkan ibu bahwa keadaan bayi tidak mengkhawatirkan
Rasional: mengetahui keadaan bayi dan tidak cemas dan merasa lega

VI. Implementasi
Jumat, 28-03-2014 Pukul 09.30 WIB
1. Melakukan bounding attachment dengan sentuhan yang halus dan penuh
kasih sayang dalam setiap tindakan
2. Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada orang tua
3. Mengubah posisi bayi baru lahir dengan hati-hati pada posisi yang
berlawanan dengan area yang terkena dan konsultasikan dengan pediatric
4. Merawat bayi seperti pada perawatan bayi normal, awasi keadaan umum
bayi, lingkungan harus dalam keadaan baik, pemberian ASI yang adekuat,
perawatan bayi sehari-hari dan manfaat ASI
5. Meyakinkan ibu bahwa keadaan bayi tidak mengkhawatirkan . caput
sucsendaneum dapat menghilang spontan dalam dua tiga hari

VII. Evaluasi
Jumat, 28-03-2014 Pukul 10.30 WIB
S : Tidak ada
O :
Kepala:
Inpeksi: Kepala bersih, penyebaran rambut merata, warna hitam, ada
oedema di kepala (sutura sagitalis), oedema melampaui sela-sela tulang
tengkorak, batas tidak jelas


24
Palpasi: Ada benjolan sebesar telur ayam, teraba lembut dan lunak,
diameter 9 cm
A : Bayi Ny. I umur 1 hari dengan caput succendaneum
P : Meakukan perawatan bayi sehari-hari
Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya sesering mungkin




25
Catatan Perkembangan I
Sabtu, 29-03-2014 Pukul 09.00 WIB
S: Tidak ada
O: Bayi lahir tanggal 27-03-2014 pukul 08.55 wib
TTV
N: 148 x/menit
R: 54 x/menit
S: 36,8
o
C
Kepala:
Palpasi: Benjolan di kepala berkurang,diameter 4 cm
BB: 3470 gram
Reflek hisap baik: ASI diberikan tiap 3 jam sekali dan bila bayi menangis
Eliminasi : BAK 6-7 x/hari
BAB 3-4 x/hari
A: Bayi Ny. I umur 2 hari dengan caput succendaneum
P:
1. Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan tanpa
makanan tambahan apapun
Hasil: Ibu memberikan ASI eklusif setiap 3 jam sekali
2. Memberikan penyuluhan kepada orang tua tentang caput succendaneum
Hasil: Ibu mengerti tentang caput succendaneum





26
Catatan Perkembangan II
Minggu, 29-03-2014 Pukul 09.45 WIB
S: Tidak ada
O: Bayi lahir tanggal 27-03-2014 pukul 08.55
TTV
N: 148 x/menit
R: 54 x/menit
S: 36,8
o
C
Kepala:
Palpasi: Benjolan di kepala sudah hilang
BB: 3470 gram
Reflek hisap baik: ASI diberikan tiap 3 jam sekali dan bila bayi menangis
Eliminasi : BAK 6-7 x/hari
BAB 3-4 x/hari
A: Bayi Ny. I umur 3 hari dengan caput succendaneum
P:
1. Menjaga kehangatan tubuh bayi
Hasil: bayi dalam keadaan hangat dengan dibedong
2. Melakukan perawatan bayi sehari-hari
Hasil: bayi dalam keadaan bersih
3. Mempersiapkan bayi pulang
Hasil: bayi siap untuk pulang
4. Menganjurkan kontrol 1 minggu lagi
Hasil: ibu bersedia untuk membawa bayinya kontrol ulang


27
5. Memberi penjelasan tentang perawatan tali pusat
Hasil: ibu mengerti penjelasan dari tenaga kesehatan



28
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah melakukan asuhan kebidanan pada bayi Ny. I umur 1 hari
dengan caput succendaneum. Caput succedaneum, maka penulis mengambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengkajian: pada kasus ini pengkajian dapat disimpulkan setelah dilakukan
pemeriksaan terdapat benjolan sebesar telur ayam di kepala(sutura
sagitalis),diameter 9 cm, pada perabaan teraba lembut dan lunak, oedema
melampaui sel-sela tulang tengkorak, batas tidak jelas.
2. Interpretasi data:
Diagnosa kebidanan yaitu: bayi Ny. I umur 1 hari dengan caput
succendaneum
3. Diagnosa potensial pasien adalah infeksi
4. Antisipasi penanganan segera adalah melakukan perawatan bayi sehari-
hari dan penerapan pencegahan infeksi dengan baik dan benar.
5. Rencana tindakan yang diberikan adalah Bounding attachment, Jelaskan
hasil pemeriksaan kepada orang tua bayi, Ubah posisi bayi baru lahir
dengan hati-hati pada posisi yang berlawanan dengan area yang terkena
dan konsultasikan dengan tim pediatri, rawat bayi seperti pada perawatan
bayi normal, yakinkan ibu bahwa keadaan bayi tidak mengkhawatirkan.
6. Implementasi pada kasus ini adalah melakukan bounding attachment,
menjelaskan hasil pemeriksaan kepada orang tua bayi, mengubah posisi


29
bayi baru lahir dengan hati-hati pada posisi yang berlawanan dengan area
yang terkena caput, melakukan perawatan seperti bayi normal,
meyakinkan ibu bahwa keadaan bayi tidak mengkhawatirkan, dan
pemberian ASI setiap 3 jam.
7. Evaluasinya pada kasus ini adalah bayi dalam keadaan baik dan sudah
tidak terdapat benjolan di kepala

B. Saran
1. Pada kasus caput succendaneum perlu diidentifikasi terlebih dahulu
apakah memerlukan obat anagelsia pada bayi
2. Apabila pada kasus perlu diberikan penjelasan kepada orang tua tentang
caput sucsendaneum untuk mengetahui apa itu caput dan penyebab.
3. Pada kasus caput dilakukan penatalaksanaan dengan cara tidak boleh
sering melakukan pengangkatan kepala









30
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, Eny Retna dan Wulandari, Diah. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas.
Yohyakarta: Nuha Medika. Hal: 131-140.
Arief dan Kristiyanasari, Weni. 2009. Neonatus dan Asuhan Keperawatan.
Yogyakarta: Nuha Medika. Hal: 45, 46.
Dewi, Vivian Nanny Lia. 2011. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta:
Salemba Medika. Hal: 1, 2, 3, 13, 14, 15, 124, 125.
Hidayat, A. Alimul Aziz. 2010. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis
Data. Jakarta: Salemba Medika. Hal: 51, 99, 100.
Kemenkes RI. 2012. Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: Kemenkes RI.
Hal: 58.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan.
Mengkuji, Betty, dkk. 2012. Asuhan Kebidanan 7 Langkah SOAP. Jakarta: EGC.
Hal: 8.
Mitayani. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika. Hal:
172, 174.
Maryanti, Dwi. 2011. Buku Ajar Neonatus Bayi dan Balita. Jakarta: Trans Info
Media. Hal: 118, 119.
Maryunani, Anik dan Puspita, Eka. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Trans Info Media. Hal: 12-13, 371.
Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitra
Maya. Hal: 12-13, 18, 19-20, 22.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta. Hal: 35.
Prawirohadjo, Sarwono. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Hal: 723.
_________. 2008. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal: 135-136.



31
Rukiyah, Ai Yeyeh dan Yulianti, Lia. 2012. Asuhan Neonatus Edisi Revisi.
Jakarta: Trans Media. Hal: 2, 6, 7-9, 17, 18, 61-63, 164, 165, 159.
Soepardan, Suryani. 2008. Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC. Hal: 96, 99.

Você também pode gostar