Você está na página 1de 29

Page 1 of 29

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL INVESTASI


INDUSTRI PENGOLAHAN KEDELAI (TAHU)
Oleh :
Muhammad Arief Noviady
1
(NIM : 1320511005)
I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Industri kecil mempunyai peranan yang sangat besar tehadap roda
perekonomian suatu negara. peranan usaha kecil itu dapat meningkatkan ekspor
non migas, penyerapan tenaga kerja, meningkatkan kualitas sumber daya
manusia, dan berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Kontribusi
industri kecil terhadap produk domestik bruto (PDB) baru mencapai 14%, hal ini
menjadi tantangan bagi para pengusaha kecil untuk meningkatkan usahanya.
Industri kecil yang mengolah hasil-hasil pertanian (agroindustri) tahan
terhadap dampak krisis ekonomi bersifat padat karya merupakan salah satu
alternatif dalam membangun kembali perekonomian Indonesia saat ini.
Salah satu industri kecil yang potensial untuk dikembangkan adalah
industri pengolahan kedelai (pembuatan Tahu), hal ini terjadi karena konsumen
Tahu sangat luas, mencakup semua strata sosial. Tahu tidak hanya dikonsumsi
oleh masyarakat kelas bawah dan menengah saja, akan tetapi juga kelas atas. Ini
terlihat telah masuknya produk Tahu di pasar swalayan.
Sekitar 38% kedelai di Indonesia dikonsumsi dalam bentuk Tahu. Seiring
dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun, maka
permintaan dalam negeri terhadap produk pangan yang merupakan hasil olahan
dari biji kedelai khususnya Tahu mengalami pertumbuhan.
Salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat mengkonsumsi Tahu
adalah selain komposisi zat-zat yang terkandung dalam produk makanan ini
sangat baik untuk tubuh, Tahu juga dapat diolah menjadi aneka masakan. Tahu
seringkali disebut sebagai daging tidak bertulang karena kandungan gizinya,
terutama mutu proteinnya yang setara dengan daging hewan. Protein Tahu lebih
tinggi dibandingkan protein kedelai yaitu Tahu mengandung protein 0,49 gram,
sedangkan kedelai mengandung protein 0,39 gram.
Selain itu daya cernanya mencapai 95% sehingga dapat dikonsumsi dengan
aman oleh semua golongan umur termasuk mereka yang mengalami gangguan
pencernaan.
1
Mahasiswa Magister Perencanaan Pembangunan Program Tailormade Angkatan X, Universitas Andalas,
Padang.
Page 2 of 29
Tabel 1. Nilai Gizi Tahu dan Kedelai (Berdasarkan Berat Kering)
Zat Gizi Tahu Kedelai
Protein (gram) 0,49 0,39
Lemak (gram) 0,27 0,20
Karbohidrat (gram) 0,14 0,36
Serat (gram) 0,00 0,05
Abu (gram) 0,04 0,06
Kalsium(mg) 9,13 2,53
Natrium(mg) 0,38 0,00
Fosfor (mg) 6,56 6,51
Besi (mg) 0,11 0,09
Vitamin B1(mg) 0,001 0.01
(sebagai B kompleks)
Vitamin B2 (mg) 0,001 -
Vitamin B3 (mg) 0,03 -
Sumber : Sarwono dan Saragih, 2004.
Dalam beberapa tahun belakangan ini terdapat kecendrungan bahwa
konsumen mulai mencai dan mengkonsumsi pangan yang tidak mengandung
kolesterol. Tahu sebagai bahan pangan dengan kandungan lemaknya yang tidak
mengandung kolesterol tetapi kaya akan protein yang sangat potensial untuk
dikembangkan sebagai salah satu bahan pangan alternatif yang telah populer bagi
semua golongan masyarakat. Sehingga mengembangkan usaha pembuatan tahu
memiliki potensi yang cukup baik.
Selanjutnya penulis ingin mengangkat studi kelayakan finansial industri
pengolahan kedelai (Tahu) sebagai tugas mata kuliah Analisis Proyek
Pembangunan.
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan tugas ini adalah:
1. Menganalisa kelayakan finansial investasi industri pengolahan kedelai
(dengan asumsi-asumsi yang ditetapkan).
2. Mengetahui kelayakan produksi tahu dengan metode Net Present Value (NPV),
Internal Rate of Return (IRR), dan Benefit Cost Ratio (B/C)
3. Menganalisis tingkat sensitivitas usaha pengolahan kedelai terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi pada manfaat dan biaya.
Page 3 of 29
II. Tinjauan Literatur
2.1. Landasan Teoritis
Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak.
Kedelai jenis liar (Glycine ururiencis), merupakan kedelai yang dikenal saat ini
(Glycine max (L) Merril). Kedelai ini berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara).
Di Indonesia, kedelai mulai dibudidayakan sejak abad ke-17 sebagai
tanaman makanan dan pupuk hijau. Penyebaran tanaman kedelai ke Indonesia
berasal dari daerah Manshukuo kemudian menyebar ke daerah Mansyuria,
Jepang (Asia Timur), dan ke negara-negara lain di Amerika dan Afrika.
Taksonomi tanaman kedelai adalah sebagai berikut:
Familia : Leguminosae
Subfamili : Papilionoidae
Genus : Glycine
Species : Glycine max L
Kedelai yang tumbuh secara liar di Asia Tenggara meliputi sekitar 40 jenis.
Penyebaran geografis dari kedelai mempengaruhi jenis tipenya. Terdapat 4 tipe
kedelai yakni: tipe Mansyuria, Jepang, India, dan Cina. Dasar-dasar penentuan
varietas kedelai didasarkan pada: umur, warna biji, dan tipe batang.
Kata Tahu berasal dari bahasa Cina yaitu tao-hu atau teu-hu. Tao atau teu
berarti kedelai, sementara hu berarti lumat atau menjadi bubur. Di Jepang, Tahu
dikenal dengan nama tohu, sedangkan dalam bahasa inggris disebut soybean curd
atau juga Tofu (Supriatna, 2005:6).
Tahu adalah gumpalan protein kedelai yang diperoleh dari hasil penyarian
kedelai yang telah digiling dengan penambahan air (Sarwono dan Saragih,
2004:2). Pengertian Tahu menurut Adisarwanto (2005:90), Tahu adalah produk
koagulasi protein kedelai.
Menurut Sarwono dan Saragih (2004:5-7), Tahu diperdagangkan dengan
berbagai variasi bentuk, ukuran, dan nama. Selain Tahu putih atau Tahu biasa,
dipasar juga dikenal berbagai Tahu komersil yang sudah memiliki nama dan
berciri khas diantaranya yaitu:
1. Tahu Sumedang
Tahu Sumedang disebut juga Tahu pong alias Tahu kulit. Tahu ini merupakan
lembaran-lembaran Tahu putih setebal sekitar 3 cm dengan tekstur lunak dan
kenyal.
2. Tahu Cina
Tahu Cina berupa Tahu putih, teksturnya lebih padat, halus, dan kenyal
dibandingkan Tahu biasa. Ukurannya sekitar 12 cm x 12 cm x 8 cm.
3. Tahu Kuning
Tahu kuning mirip Tahu cina. Bentuknya tipis dan lebar, warnanya kuning
dkarenakan sepuhan atau larutan sari kunyit.
Page 4 of 29
4. Tahu Sutera
Tahu sutera teksturnya sangat lembut dan lunak, Tahu yang berasal dari
Jepang ini biasanya dikonsumsi sebagai makanan penutup (dessert).
2.2. Bahan Pembuatan Tahu
Bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan Tahu meliputi
bahan baku utama, dan bahan pembantu. Adapun bahan-bahan yang digunakan
dalam proses pembuatan Tahu adalah sebagai berikut:
1. Bahan Baku Pembuatan Tahu
Bahan baku utama Tahu adalah kacang kedelai, terutama kedelai kuning.
Persyaratan bahan baku Tahu lebih ketat dari pada bahan baku tempe atau kecap,
karena Tahu diproduksi melalui proses ekstraksi (penyaringan) protein kedelai
dengan penambahan air. Jadi jumlah dan mutu protein kedelai amat penting
dipertimbangkan saat memilih bahan baku (Sarwono dan Saragih, 2004:14).
Menurut Adisarwanto (2005:84-90), kualitas kedelai sebagai bahan baku
Tahu tidak terlalu ditekankan, yang terpenting tersedia secara kontiniu. Namun
demikian, kedelai impor lebih disukai karena bentuknya seragam dan tidak
tercampur dengan kotoran, sedangkan biji kedelai lokal mempunyai bentuk,
warna, dan ukuran yang tidak seragam.
Menurut Adisarwanto (2005:3), bahan baku kedelai yang digunakan selama
ini sebagian besar berasal dari kedelai impor. Hal ini bisa terjadi di Indonesia
karena kurang tersedianya stock kedelai lokal di pasaran, sehingga kebutuhan
bahan baku dipenuhi dari impor.
Bahan baku untuk membuat tahu berkualitas tinggi adalah kedelai putih
berbiji besar, asam cuka (kadar 90%) yang dipakai sebagai campuran sari kedelai
agar dapat menggumpal menjadi tahu. Selain asam cuka dapat juga di pakai batu
tahu (CaSO4) atau sulfat kapur yang telah di bakar dan ditumbuk dibuat tepung.
2. Bahan Pembantu Pembuatan Tahu
Menurut Sarwono dan Saragih (2001:16-20), dalam proses pembuatan Tahu,
digunakan bahan pembantu agar bahan baku (kedelai) dapat diproses lebih lanjut.
Bahan pembantu yang digunakan adalah:
a. Penggumpal yang digunakan untuk mengendapkan protein dan larutan padat
pada sari kedelai. Beberapa bahan penggumpal yang dapat digunakan yaitu
batu Tahu atau sioko, biang Tahu (Whey), dan Glucono-Delta-Lacton (GDL).
Sedangkan menurut Supriatna (2005:31-33), bahan penggumpal yang
digunakan untuk pembuatan Tahu adalah biang Tahu bagi usaha yang sudah
rutin produksinya dan bagi usaha yang baru akan memulai usahanya, bahan
penggumpal yang digunakan adalah asam cuka makanan (asam asetat) pekat.
Page 5 of 29
b. Pewarna. Ada dua jenis pewarna makanan, yaitu pewarna alami dan pewarna
sintetik. Pewarna alami Tahu biasanya menggunakan ekstrak kunyit. Tahu
yang diberi pewarna alami ini cukup mudah dikenali karena pada
permukaannya terdapat sedikit gumpalan-gumpalan dan beraroma khas
kunyit. Apabila menggunakan pewarna sintetik sebaiknya menggunakan
pewarna makanan dan bukan bahan pewarna cat atau kain selain dilarang
oleh pemerintah juga bisa membahayakan kesehatan.
c. Antibusa. Bahan ini berfungsi untuk mencegah timbulnya busa sewaktu
memasak bubur kedelai. Ada beberapa zat antibusa yang bisa digunakan
dalam pembuatan Tahu, antara lain kalsium karbonat, minyak goreng, dan
silicone defoamer. Adanya busa atau gelembung-gelembung udara yang terkait
dalamTahu dapat menurunkan umur simpan Tahu.
d. Air. Air sangat berpengaruh pada mutu Tahu, oleh karena itu air yang
digunakan harus memenuhi persyaratan untuk industri pangan, seperti tidak
berwarna, tidak berbau, jernih, tidak berasa, tidak mengandung besi dan
mangan, serta bebas dari jasad renik patogen.
2.3. Proses Pembuatan Tahu
1. Proses Pembuatan Tahu Sutera
Tahu sutera atau Tahu lunak ini berasal dari Jepang. Disebut Tahu sutera
atau Tahu lunak karena teksturnya sangat lunak dan lembek, karena dalam
pembuatannya tidak dilakukan pembuangan sebagian air. Adanya air ini
menyebabkan Tahu sutera tidak tahan lama. Menurut Sarwono dan Saragih
(2004:43-45), proses pembuatan Tahu sutera dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu sebagai berikut:
a. Pembuatan Tahu Sutera Cara I
Tahapan awal (pembuatan sari kedelai) dalam pembuatan Tahu sutera sama
dengan pembuatan sari kedelai pada pembuatan Tahu keras. Tahap
selanjutnya berupa tahap penuangan.
Sari kedelai yang baru disaring dipindahkan dengan penyiduk ke baki logam
antikarat. Dari baki ini, sari kedelai dipindahkan ke baki lain yang bagian
dalamnya telah dibalur dengan larutan asam sulfat. Suhu saat sari kedelai
dipindahkan sekitar 70-80C. Apabila menginginkan Tahu sutera mempunyai
rasa udang, daging sapi, atau telur ayam, sari kedelai yang telah disaring
dapat dicampur dengan perasa tersebut. Sari kedelai didiamkan selama 10
menit, kemudian Tahu dilepaskan dari baki dan dipotong-potong menjadi 36
potong.
b. Pembuatan Tahu Sutera Cara II
Proses pengolahan Tahu sutera dengan memanfaatkan teknologi baru dapat
memperpanjang daya simpan, adapun cara pembuatannya adalah sebagai
Page 6 of 29
berikut: Sari kedelai yang mengandung padatan 3-4% disterilkan sampai suhu
130C selama 2-5 detik dengan sistem UHT (ultra high temperature), setelah
didinginkan sampai suhu 10-15C, sari kedelai diberi zat penggumpal GDL
(glucono delta-lactone). Zat itu dimasukkan secara aseptik dalam plastik yang
tertutup rapat. Plastik yang berisi sari kedelai tersebut kemudian dicelupkan
dalam air panas bersuhu 95C selama 30 menit agar terjadi penggumpalan
protein. Setelah itu didinginkan dalam air mengalir.
2. Proses Pembuatan Tahu Putih
Menurut Sarwono dan Saragih (2004:32-35), proses pembuatan Tahu lokal
yang sering dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Pembuatan Sari Kedelai
Biji kedelai dibersihkan dari kotoran atau benda asing, seperti kerikil, pasir,
dan sisa tanaman. Biji kedelai yang sudah bersih direndam selama 8-12 jam,
kemudian ditiriskan dan digiling dengan menggunakan mesin penggiling
sehingga menjadi bubur. Pada saat penggilingan berlangsung, air
ditambahkan sedikit demi sedikit. Kedelai yang telah menjadi bubur
ditampung dalam wadah logam antikarat atau tong kayu, kemudian dimasak
dan selama pemasakan berlangsung air ditambahkan berulang-ulang kali
dengan jumlah kebutuhan air sekitar 10 liter untuk 1 kg kacang kedelai. Proses
selanjutnya adalah penyaringan yang dilakukan untuk memperoleh sari
kedelai.
b. Penggumpalan dan Pengendapan
Proses penggumpalan dilakukan dengan cara menambahkan larutan sioko
yang telah diendapkan selama satu malam. Pada saat penambahan sioko,
pengadukan dilakukan dengan cara searah dan dihentikan bila penggumpalan
bubur Tahu telah berbentuk.
Bubur Tahu kemudian diendapkan hingga turun ke dasar wadah.
Pengendapan ini bertujuan untuk memudahkan pemisahan air Tahu (whey)
dengan bubur Tahu.
c. Pencetakan dan Pengepresan
Gumpalan bubur Tahu dimasukkan ke dalam cetakan yang telah dialasi kain,
lalu bagian atas juga ditutupi dengan kain serupa dan papan. Dimana papan
selanjutnya diletakkan pemberat berbobot sekitar 30 kg selam 15 menit atau
hingga air Tahu menetes habis, kemudian dipotong-potong sesuai dengan
ukuran yang diinginkan.
Page 7 of 29
2.4. Studi Kelayakan Bisnis
Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang
tidak hanya menganalisis layak atau tidak layak bisnis di bangun, tetapi juga saat
dioperasionalkan secara rutin dalam rangka pencapaian keuntungan yang
maximal untuk waktu yang tidak di tentukan (Umar, 2003:8). Menurut Ibrahim
(2003:1), yang menyatakan bahwa studi kelayakan bisnis merupakan bahan
pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau
menolak dari suatu gagasan usaha atau proyek yang direncanakan.
Tujuan dilakukannya studi kelayakan adalah untuk menghindari
keterlanjuran penanaman modal yang terlalu besar untuk kegiatan yang ternyata
tidak menguntungkan (Husnan dan Suwarsono, 2000:6-7).
2.5. Aspek Kelayakan Finansial
Aspek finansial merupakan aspek kunci dari suatu studi kelayakan, karena
sekalipun aspek lain tergolong layak, jika studi aspek finansial memberikan hasil
yang tidak layak, maka usulan proyek akan ditolak karena tidak akan
memberikan manfaat ekonomi (Haming dan Basalamah, 2003:13).
Tujuan menganalisis aspek finansial dari suatu studi kelayakan proyek
bisnis adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan
manfaat yang diharapkan, dengan membandingkan antara pengeluaran dan
pendapatan, seperti ketersediaan dana, biaya modal, kemampuan proyek untuk
membayar kembali dana tersebut dalam waktu yang telah ditentukan dan menilai
apakah proyek akan dapat berkembang terus (Umar, 2003:178).
Untuk mengetahui apakah pelaksanaan proyek tersebut menguntungkan
atau tidak, dilakukan evaluasi proyek dengan cara menghitung manfaat dan biaya
yang diperlukan sepanjang umur proyek. Adapun komponen yang diperlukan
dalam analisis kelayakan finansial adalah sebagai berikut:
a. Cash Flow
Aliran kas disusun untuk menunjukkan perubahan kas selama satu periode
tertentu serta memberikan alasan mengenai perubahan kas tersebut dengan
menunjukkan dari mana sumber-sumber kas dan penggunaan-
penggunaannya (Umar, 2003:179). Berdasarkan jenis transaksinya menurut
Haming dan Basalamah (2003:67), kas dalam cash flow dibagi menjadi dua
macam, yaitu:
1) Arus kas masuk (cash inflow), yaitu arus kas menurut jenis transaksinya
yang mengakibatkan terjadinya arus penerimaan kas. In Flow pada
industri kecil Tahu terdiri dari penerimaan penjualan, manfaat tambahan,
dan nilai sisa. Ketiga penerimaan tersebut yang paling utama adalah
penerimaan penjualan karena penerimaan ini bersifat rutin.
Page 8 of 29
2) Arus kas keluar (cash outflow), yaitu arus kas menurut jenis transaksinya
yang mengakibatkan terjadinya pengeluaran dana kas. Arus kas keluar
dalam industri Tahu dapat digolongkan menjadi:
a) Pengeluaran investasi, yaitu arus pengeluaran kas yang ditujukan
untuk membiayai kegiatan pembangunan atau pengadaan proyek.
Arus kas ini biasanya disebut dengan arus kas awal.
b) Pengeluaran operasi, yaitu arus pengeluaran kas yang ditujukan untuk
membiayai kegiatan operasi proyek sesudah memasuki fase operasi
komersial.
Menurut Umar (2003:202), pendapatan perusahaan merupakan penerimaan
yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan sedangkan biaya operasinya
merupakan pengeluaran yang juga karena kegiatan perusahaan.
b. Kriteria Kelayakan Investasi
1) Net Present Value (NPV) atau nilai bersih sekarang yaitu selisih antara
Present Value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-
penerimaan kas bersih di masa yang akan datang (Umar, 2003:200).
2) Internal Rate of Return (IRR) adalah merupakan metode yang digunakan
untuk mencari tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang dari arus
kas yang diharapkan di masa datang atau penerimaan kas, dengan
mengeluarkan investasi awal (Umar, 2003:198).
3) Payback Period (PP) adalah suatu periode yang menunjukkan berapa lama
modal yang ditanamkan dalam proyek tersebut dapat kembali (Rangkuti,
2004:214).
4) Net B/C Ratio merupakan metode yang dilakukan untuk melihat berapa
manfaat yang diterima oleh proyek untuk satu rupiah pengeluaran proyek.
Menurut Sofyan (2004:177), Net B/C Ratio adalah suatu rasio yang
membandingkan antara benefit atau penerimaan dari suatu usaha dengan
biaya yang di keluarkan untuk merealisasikan rencana pendirian dan
pengoperasian usaha tersebut.
5) Break event point (BEP) merupakan suatu keadaan atau penjualan usaha
dimana jumlah manfaat (pendapatan ) sama besarnya dengan pengeluaran
(biaya) dengan kata lain keadaan dimana perusahaan tidak mendapatkan
keuntungan dan tidak menderita kerugian (Fatah, 1994:45).
6) Return of Investment (ROI) adalah pengukur kemampuan perusahaan
secara keseluruhan dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah
keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan. Semakin tinggi
rasio ini, semakin baik keadaan perusahaan (Rahardi, 2004:106)
Page 9 of 29
2.6. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas merupakan suatu alat yang langsung menganalisa
pengaruh-pengaruh resiko yang ditanggung sebagai akibat dari ketidakpastian
proyek. Menurut Fatah (1994:96), analisis sensitivitas bertujuan untuk mengkaji
sejauh mana perubahan unsur-unsur dalam aspek finansial terhadap apa yang
dipilih. Unsur-unsur tersebut dapat berupa harga bahan baku, biaya produksi,
menurunnya pangsa pasar dan turunnya harga produk per unit atau terhadap
bunga pinjaman.
Perubahan yang terjadi dalam tingkat penerimaan dan biaya akan
mempengaruhi kondisi usaha tersebut yang dilihat dari nilai Net Present Value
(NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Net B/C Ratio.
2.7. Kerangka Pemikiran
Penulisan tugas ini diarahkan untuk mengetahui kelayakan finansial,
sehingga dapat dinilai layak atau tidaknya usaha tersebut untuk dilaksanakan.
Dalam mengembangkan usaha pengolahan kedelai, maka terlebih dahulu
diidentifikasi karakteristik usaha tersebut dengan melihat berbagai aspek. Aspek-
aspek yang perlu dikaji antara lain adalah aspek non-finansial yang meliputi:
aspek pemasaran, aspek teknis dan produksi, aspek manajemen dan SDM, aspek
hukum, aspek sosial, aspek dampak lingkungan, serta aspek finansial.
Dalam tugas ini, untuk mengetahui apakah usaha tersebut layak atau tidak
untuk diteruskan hanya ditentukan pada aspek finansial yang data-datanya
didukung oleh aspek non finansial. Untuk menentukannya pertama dianalisis
Cash flow sebagai landasan untuk melakukan pengukuran dengan beberapa
kriteria kelayakan investasi, yang meliputi: NPV, IRR, dan Net B/C Ratio. Analisis
Sensitivitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh yang terjadi atas
perubahan-perubahan pada manfaat dan biaya terhadap kelayakan usaha
tersebut.
III. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data kualitatif dilakukan untuk mengetahui karakteristik
perusahaan Tahu tersebut yang disajikan pada aspek-aspek non finansial dalam
bentuk uraian deskriptif, tabel, bagan, atau gambar untuk mempermudah
pemahaman. Data kuantitatif dilakukan untuk mengetahui keadaan perusahaan
secara finansial seperti NPV, IRR, Net B/C Ratio, dan Analisis Sensitivitas.
Analisis kuantitatif ini disajikan dalam bentuk tabulasi yang mengelompokkan
dan mengklasifikasikan data agar mempermudah dalam melakukan analisis data.
Untuk mengetahui apakah pelaksanaan suatu proyek tersebut
menguntungkan atau tidak, maka perlu dilakukan evaluasi proyek dengan cara
Page 10 of 29
menghitung manfaat dan biaya yang diperlukan sepanjang umur proyek. Setelah
dilakukan identifikasi terhadap semua manfaat dan biaya tersebut, maka baru
dapat dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai dari kriteria investasi.
Adapun metode yang digunakan dalam analisis kelayakan finansial pada tugas
ini adalah sebagai berikut:
3.1. Analisis Biaya Produksi
Biaya produksi dilihat dari biaya yang dikeluarkan perusahaan secara
langsung, meliputi biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost) selama
satu periode produksi. Biaya tetap terdiri dari biaya manajemen, biaya sewa
lahan, biaya penyusutan, bunga modal, dan pajak. Sedangkan biaya variabel
terdiri dari bahan baku, bahan bakar, dan biaya lainnya yang berubah sesuai
volume produksi.
Menurut Pramudya dan Dewi (1992), biaya total dapat dihitung dengan
menjumlahkan biaya tetap total dan biaya variabel total yang dapat dirumuskan:
3.2. Analisis Biaya Pokok
Biaya pokok produksi adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk
memproduksi suatu barang, sehingga barang tersebut dapat digunakan.
Menurut Pramudya dan Dewi (1992), biaya pokok dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
3.3. Titik Impas Produksi (TIP)
Analisa titik impas adalah suatu cara untuk mengetahui volume produksi
berapakah perusahaan tersebut mengalami kerugian atau mendapat keuntungan.
Menurut Pramudya dan Dewi (1992), untuk menghitung titik impas produksi
dapat digunakan rumus :
BT = BTT + BVT
=
Dimana :
BT = Biaya Total (Rp/tahun)
BTT = Biaya Tetap Total (Rp/tahun)
BVT = Biaya Variabel Total (Rp/tahun)
Dimana:
BP = Biaya Pokok (Rp/unit)
BT = Biaya Total (Rp/tahun)
PT = Produksi Total ( unit/tahun)
Page 11 of 29
3.4. Analisis Kelayakan
1) Net Present Value (NPV)
Menurut Umar (2003:200), untuk menghitung nilai sekarang perlu
ditentukan tingkat bunga yang relevan. Rumus yang digunakan dalam
perhitungan NPV adalah sebagai berikut:
Dimana:
CFt = Aliran kas pertahun pada periode t
Io = Investasi awal pada tahun 0
K = Suku bunga (discount rate)
Penilaian kelayakan finansial berdasarkan NPV yaitu:
Jika NPV > 0, maka usulan proyek diterima
Jika NPV = 0, nilai perusahaan tetap walau usulan proyek diterima ataupun
ditolak.
Jika NPV < 0, maka usulan proyek ditolak.
2) Internal Rate Of Return (IRR)
Untuk menentukan besarnya nilai IRR harus dihitung nilai NPV1 dan nilai
NPV2 dengan cara coba-coba. Apabila nilai NPV1 telah menunjukkan angka
positif maka discount faktor yang kedua harus lebih besar dari SOCC dan
sebaliknya apabila NPV1 menunjukkan angka negatif maka discount factor yang
kedua berada di bawah SOCC atau discount factor.
Menurut Ibrahim (2003:147), formula untuk IRR dapat dirumuskan sebagai
berikut:
=

Dimana:
TIP = Titik Impas Produksi (unit/tahun)
BTT = Biaya Tetap Produksi (Rp/tahun)
HJ = Harga jual (Rp/unit)
BVR = Biaya Variabel Rata-rata (Rp/unit)
Page 12 of 29
Dimana:
i1= adalah tingkat discount rate yang menghasilkan NPV1
i2= adalah tingkat discount rate yang menghasilkan NPV2
Penilaian kelayakan finansial berdasarkan IRR yaitu:
IRR > tingkat suku bunga, maka usulan proyek diterima
IRR < tingkat suku bunga, maka usulan proyek ditolak
3) Net B/C Ratio
Untuk menghitung Net B/C yaitu membagi jumlah nilai sekarang aliran
kas manfaat bersih positif dengan jumlah nilai sekaranng aliran kas manfaat
bersih negatif pada tahun-tahun awal proyek (Gittinger, 1986:401). Secara
matematis rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Dimana:
NPV Positif = Jumlah nilai sekarang aliran kas manfaat bersih positif.
NPV Negatif = Jumlah nilai sekarang aliran kas manfaat bersih negatif.
Penilaian kelayakan finansial berdasarkan Net B/C Ratio, yaitu:
Net B/C Ratio > 1, maka proyek layak atau dapat dilaksanakan.
Net B/C Ratio = 1, maka proyek impas antara biaya dan manfaat
sehingga terserah kepada pengambil keputusan untuk dilaksanakan atau
tidak.
Net B/C Ratio < 1, maka tidak layak atau tidak dapat dilaksanakan.
3.5. Analisis sensitivitas
Analisis sensitivitas akan melihat apa yang akan terjadi dengan hasil
kegiatan suatu usaha, jika terjadi perubahan-perubahan dalam dasar-dasar
perhitungan biaya dan manfaat. Dalam analisis sensitivitas setiap kemungkinan
harus dicoba, yang berarti bahwa tiap kali harus diadakan analisis kembali. Hal
ini diperlukan karena analisis proyek didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang
mengandung banyak ketidakpastian tentang yang terjadi di waktu yang akan
datang.
Menurut Pramudya dan Dewi (1992), analisis sensitivitas dilakukan
apabila:
Page 13 of 29
a. Terjadi suatu kesalahan pendugaan suatu nilai biaya atau manfaat.
b. Kemungkinan terjadi perubahan suatu unsur harga pada saat proyek tersebut
dilaksanakan.
Perubahan yang diamati adalah bagaimana nilai NPV, IRR, dan Net B/C
Ratio jika terjadi perubahan pada variabel alat analisis. Variabel-variabel yang
digunakan sebagai alat analisis sensitivitas pada tugas ini adalah:
(1) peningkatan harga kedelai sebesar 10%, 20%, 30% dan 40%;
(2) peningkatan upah pekerja sebesar 10%, 20%, 30%, 40% dan 50%;
(3) peningkatan harga bahan bakar (kayu) sebesar 20%.
IV. Data dan Asumsi
Dalam penulisan tugas ini, sebagai kasus dasar untuk perhitungan analisis
kelayakan finansial industri pengolahan kedelai digunakan data dan asumsi
sebagai berikut:
1. Umur proyek 15 tahun.
2. Harga jual produk konstan selama umur proyek yaitu 15 tahun.
3. Volume produksi setiap tahunnya konstan sebanyak 18.881 karung-cetakan
selama umur proyek.
4. Umur ekonomis kendaraan, mesin giling dan pompa diasumsikan selama 5
tahun.
5. Pajak Bumi dan Bangunan ditetapkan sebesar 0,5%/tahun dan pajak kendaran
sebesar 1%/tahun.
6. Diasumsikan nilai akhir mesing giling dan pompa sebesar 10% dari harga
awal.
7. Diasumsikan nilai akhir kendaraan sebesar Rp 60.000.000,-/kendaraan.
8. Tingkat suku bunga (discount rate) adalah tingkat bunga yang diperkirakan
dan dipakai untuk mendiskon pembayaran dan penerimaan dalam satu
periode. Besarnya tingkat suku bunga adalah 14% yang didekati dari tingkat
suku bunga kredit usaha Bank Rakyat Indonesia.
9. Perhitungan pajak menggunakan pendekatan berdasarkan Undang-undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh Badan.
V. Analisis Biaya Produksi
Penerimaan produksi tahu diperoleh dari volume penjualan per tahun
dikalikan dengan harga jual dan penjualan ampas tahu. Diasumsikan total
produksi tahu setiap tahunnya adalah 18.881 karung-cetakan selama umur
proyek. Dengan harga jual setiap karung-cetakannya Rp 105.000 dan penjualan
ampas tahu sebesar Rp 5.000/karung. Data produksi dapat dilihat pada Tabel 2
berikut:
Page 14 of 29
Tabel 2. Jumlah Produksi Tahu Rata-rata Tiap Tahun
Bulan
Banyak Produksi
(karung-cetakan)
Januari 1.512
Februari 1.610
Maret 1.679
April 1.557
Juni 1.711
Juli 1.619
Agustus 1.580
September 1.336
Oktober 1.512
November 1.680
Desember 1.564
Total 18.881
Biaya yang dibutuhkan dalam usaha pembuatan tahu cukup besar. Biaya-
biaya yang dikeluarkan pada awal investasi dapat dilihat pada Tabel 3. Biaya
investasi ini meliputi biaya lahan dan bangunan, kendaraan, pembuatan sumur
pompa, serta pembelian mesin giling. Dapat dilihat pada awal investasi biaya
pembelian kendaraan merupakan biaya paling besar. Hal ini dikarenakan
pendistribusian hasil produksi merupakan salah satu aspek yang paling penting.
Biaya awal investasi ini diperlukan untuk memperhitungkan kelangsungan usaha
produksi selanjutnya.
Tabel 3. Biaya Investasi Produksi Tahu
Uraian Jumlah
Harga
(Rp)
Lahan dan Bangunan 150.000.000
Pompa 1 buah 50.000.000
Kendaraan 3 buah 462.000.000
Mesin Giling 2 buah 10.000.000
Total 672.000.000
Biaya produksi dikelompokkan menjadi biaya tetap dan biaya variabel.
Biaya tetap hanya dari pajak. Tabel biaya tetap dapat dilihat pada Tabel 4. Pada
Tabel 4 diketahui bahwa biaya tetap dari kendaraan paling besar dari keseluruhan
biaya tetap yang ada. Karena pada waktu mendistribusikan hasil produksi
dibutuhkan beberapa kendaraan untuk penjualan ke beberapa daerah. Dengan
asumsi umur ekonomis kendaraan 5 tahun. Diasumsikan umur ekonomis mesin
giling dan pompa masing-masing selama 5 tahun. Namun penggantian terhadap
kendaraan, mesin penggilingan dan pompa pada tahun kedelapan.
Page 15 of 29
Besar pajak bumi dan bangunan yang digunakan sebesar 0.5%. Angka
tersebut merupakan angka yang berlaku secara menyeluruh terhadap objek
macam apapun di seluruh wilayah Indonesia ( Gunadi, et al., 1999).
Tabel 4. Biaya Tetap
Uraian
Harga Awal
(Rp)
Nilai Sisa
(Rp)
Pajak Biaya Tetap
(Rp)
Lahan dan Bangunan 150.000.000 0 750.000 750.000
Kendaraan 462.000.000 180.000.000 4.620.000 4.620.000
Total 5.370.000
Biaya variabel terdiri dari pembelian kedelai dan upah pekerja, bahan
bakar kayu dan solar, transportasi, pemakaian listrik dan telepon, perbaikan dan
pemeliharaan alat dan mesin. Biaya variabel dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5. Biaya Variabel
Uraian
Biaya (Rp)
Per karung-
cetakan
Per hari Per bulan Per tahun
Bagian produksi 65.700 1.240.481.700
Bagian kayu dan
timbang
105.000 3.150.000 37.800.000
Transportasi 435.000 13.050.000 156.600.000
Kayu 300.000 9.000.000 108.000.000
Listrik dan Telepon 700.000 8.400.000
Air biang 100.000 1.200.000
Peralatan 500.000 6.000.000
Bahan bakar (solar) 50.000 1.500.000 18.000.000
Biaya pelumas 98.000 1.176.000
Biaya perbaikan dan
pemeliharaan
400.000 4.800.000
Total 1.582.457.700
Karena kedelai merupakan bahan baku utama dari pembuatan kedelai
yang harganya cukup mahal setiap satu kilogramnya. Untuk produksi satu
karung-cetakan dibutuhkan sebanyak 10 kg kedelai. Khusus upah pegawai bagian
produksi, pemberian upah dihitung berdasarkan banyaknya karung-cetakan yang
telah dihasilkan. Pekerja tukang kayu hanya terdapat satu orang setiap harinya
yang bertugas hanya pada pagi hari sampai sore hari, dengan upah harian setiap
harinya. Pada bagian timbang, mencuci dan menggiling terdapat dua orang setiap
harinya dengan upah harian. untuk mendistribuksikan hasil produksi, terdapat
tiga orang supir setiap harinya dengan upah harian. Untuk rincian biaya variabel
dapat dilihat pada tabel berikut:
Page 16 of 29
Tabel 6. Biaya Variabel Produksi Tahu
No. Uraian Satuan
Harga satuan
(Rp)
Jumlah
(Rp)
1. Biaya Produksi per karung-cetakan (10 kg kedelai)
a. Kedelai 10 kg 5.350 53.500
b. Kunyit 2 kg 1.400 2.800
c. Garam 0,5 kg 800 400
d. Pekerja 3 org 3.000 9.000
Total 65.700
2. Biaya pekerja timbang dan kayu per hari
a. Kayu 1 org 45.000 45.000
b. Timbang 2 org 30.000 60.000
Total 105.000
3. Biaya bahan bakar (kayu) dan air biang per bulan
a. Kayu 15 mobil 200.000 9.000.000
b. Air biang 4 liter 25.000 100.000
Total 9.100.000
4. Biaya transportasi per hari
a. Sopir 3 org 30.000 90.000
b. Bahan bakar 3 mobil 80.000 240.000
c. Uang jalan 3 mobil 35.000 105.000
Total 435.000
5. Biaya penggantian peralatan per bulan
a. Peralatan 500.000
6. Biaya listrik dan telepon per bulan
a. Listrik 400.000
b. Telepon 300.000
Total 700.000
7.
Biaya bahan bakar (solar) per hari
a.
Solar
50.000
8.
Biaya pelumas mesin giling per bulan
a. Pelumas 98.000
9.
Biaya perbaikan dan pemeliharaan mesin giling
a.
Bearing
100.000
b.
Puli
200.000
c.
Belt
100.000
Total 400.000
Biaya total produksi yaitu dengan menjumlahkan biaya tetap total dengan
biaya variabel total. Diasumsikan tidak terjadi kenaikan harga dan bahan bakar
selama selama umur proyek. Diketahui bahwa biaya tetap total sebesar Rp
5.370.000/tahun dan biaya variabel sebesar Rp 1.582.457.700/tahun, maka biaya
total sebesar Rp 1.587.827.700 dengan perhitungan sebagai berikut:
Page 17 of 29
VI. Analisis Biaya Pokok
Biaya pokok produksi biaya total produksi dibagi dengan volume produksi
total. Diketahui biaya total sebesar Rp 1.587.827.700 dan jumlah produksi
sebanyak 18.881 karung-cetakan maka didapat biaya pokok produksi sebesar Rp
84.097/karung-cetakan.
Biaya pokok produksi sangat erat hubungannya dengan harga jual, karena
menunjukkan keuntungan atau kerugian yang akan didapat. Untuk mengetahui
apakah perusahaan mendapatkan keuntungan atau kerugian dapat digunakan
nilai ratio. Nilai ratio disini adalah hubungan proporsi antara biaya pokok dan
harga jual. Nilai ratio lebih dari satu (>1), berarti perusahaan mengalami kerugian,
sedangkan bila nilai ratio kurang dari satu (<1), berarti perusahaan mendapatkan
keuntungan, dan bila nilai ratio sama dengan satu (=1), berarti perusahaan dalam
keadaan impas.
Diketahui biaya pokok produksi tahu Rp 84.097/karung-cetakan,
sedangkan harga jual ditetapkan Rp 105,000/karung-cetakan. Maka besar nilai
ratio yang didapat adalah 0,80 ini berarti perusahaan mendapatkan keuntungan.
Dengan asumsi harga penjualan dan biaya pokok tidak berubah selama umur
proyek.
VII. Titik Impas Produksi
Titik impas produksi merupakan titik dimana perusahaan tidak
mendapatkan keuntungan atau mengalami kerugian. Besar titik impas
dipengaruhi oleh harga jual, biaya tetap total dan biaya variabel rata-rata.
Diketahui harga jual tahu sebesar Rp 105.000/karung-cetakan, harga jual ampas
tahu Rp 5.000/karung-cetakan dan biaya tetap total sebesar Rp 5.370.000/tahun
PT = 18.881 karung-cetakan/tahun
BP = BT
PT
= 1,587,827,700 / 18.881 = Rp 84.097/karung-cetakan
BTT = Rp 5.370.000,-
BVT = Rp 1.582.457.700,-
BT = BTT + BVT
BT = 5,370,000+ 1,582,457,700
= Rp. 1,587,827,700
Page 18 of 29
dan biaya variabel rata-rata sebesar Rp 83.812/karung-cetakan. Sehingga
didapatkan titik impas sebesar 253 karung-cetakan/tahun. Jumlah tingkat
produksi tahu setiap tahunnya sebesar 18.881 karung-cetakan. Ternyata produksi
tahu setiap tahunnya lebih besar dari titik impas. Hal ini menunjukkan bahwa
perusahaan pada posisi yang menguntungkan. Dengan asumsi produksi tahu
setiap tahunnya tidak berubah selama umur proyek.
VIII. Analisis Kelayakan
Untuk menilai kelayakan usaha produksi tahu, dapat dilakukan dengan
analisis kelayakan finansial. Analisis kelayakan finansial ini disajikan dalam tiga
bentuk yaitu : Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Net Benefit
Cost Ratio (Net B/C). Analisis ini dilakukan dengan mengetahui komponen biaya
pengeluaran dan pendapatan selama 1 tahun produksi.
8.1. Net Present Value (NPV)
Nilai NPV yang positif sebesar Rp 1.832.574.344,-. Hal ini berarti proyek
akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 1.832.574.344,- selama periode 15
tahun pada discount rate 14%.
8.2. Internal Rate of Return (IRR)
Diketahui NPV positif pada suku bunga bernilai 61% sebesar Rp
10.706.775,-. Dan NPV negatif didapat pada suku bunga bernilai 62% sebesar Rp
-60.157,- Sehingga nilai IRR dapat dihitung yaitu sebesar 61,99%. Bila
dibandingkan dengan besarmya discount rate yang digunakan sebesar 14,00%,
maka nilai IRR berada di atas discount rate. Berarti ini menyatakan bahwa proyek
ini layak untuk dikembangkan, karena menguntungkan bagi perusahaan.
8.3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Nilai Net B/C dihitung yaitu sebesar 3,73. Nilai tersebut menunjukkan
bahwa dengan discount rate sebesar 14,00% proyek mampu menghasilkan
tambahan manfaat sebesar Rp 3,73 setiap tambahan biaya sebesar Rp 1. Sesuai
Harga jual = Rp 105.000,-
BVR = 1.582.700 / 18.881
Rp 83.812/karung-cetakan
TIP = BTT
HJ-BVR
= 5.370.000 = 253 karung-cetakan/tahun
105.000 83.812
Page 19 of 29
syarat kelayakan, nilai Net B/C lebih dari satu (>1) tersebut menunjukkan proyek
menguntungkan sehingga layak untuk dikembangkan.
Dengan melihat nilai NPV yang positif, nilai IRR yang lebih besar dari
discount rate dan nila Net B/C yang lebih dari satu, dapat dikatakan bahwa usaha
pembuatan tahu dengan discount rate 14,00% selama periode 15 tahun adalah
layak untuk dikembangkan.
Tabel 7. Nilai Analisis Finansial Dan Kelayakan
No Komponen biaya Satuan Nilai
1 Harga jual tahu Rp/karung-cetakan 105.000
2 Harga jual ampas tahu Rp/karung-cetakan 5.000
3 Produksi tiap tahun karung-cetakan 18.881
4 Biaya tetap total Rp 5.370.000
5 Biaya variabel total Rp 1.582.457.700
6 Biaya total Rp 1.587.827.700
7 Biaya pokok produksi Rp/karung-cetakan 84.097
8 Biaya variabel rata-rata Rp/karung-cetakan 83.812
9 Titik impas produksi karung-cetakan 253
10 NPV Rp 1.832.574.344
11 IRR % 61,99
12 Net B/C 3,73
IX. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas perlu dilakukan untuk memperkirakan kesalahan
pendugaan terhadap nilai suatu proyek. Kesalahan dapat selalu terjadi, karena
faktor manusia dan faktor lingkungan. Faktor manusia maksudnya manusia
sering kali melakukan kesalahan dalam memprhitungkan segala sesuatunya.
Sedangkan faktor lingkungan disini maksudnya kemungkinan adanya kenaikan
harga mendadak ketika proyek dilaksanakan. Semua itu perlu diperhatikan demi
pengembangan proyek.
Menurut Pramudya dan Dewi (1992), dalam melakukan analisis
sensitivitas, perhitungan yang telah dilakukan perlu diulang kembali dengan
perubahan yang terjadi atau mungkin akan terjadi. Hal ini perlu dilakukan karena
dalam analisis proyek umumnya didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang
mengandung banyak unsur ketidakpastian, tentang apa yang akan terjadi pada
waktu yang akan datang.
Analisis sensitivitas yang dilakukan terhadap pendugaan beberapa
komponen yang mungkin terjadi kenaikan biaya, yaitu:
Page 20 of 29
1. Kenaikan Harga Kedelai
Kedelai merupakan bahan pokok dalam produksi dan harganya
kemungkinan bisa berubah sewaktu-waktu. Besar pendugaan kenaikan harga
kedelai, yaitu:
a. Kenaikan harga kedelai sebesar 10%
Setelah dilakukan analisis sensitivitas dengan kenaikan harga kedelai
sebesar 10%. Maka harga kedelai menjadi Rp 5.885/kg. Sehingga terjadi
kenaikan biaya variabel total tiap tahunnya menjadi sebesar Rp 1.683.471.050,-.
Dengan terjadinya kenaikan terhadap biaya variabel total menyebabkan biaya
total bertambah menjadi Rp 1.688.841.050,-.
Biaya pokok produksi mengalami perubahan menjadi Rp
89.447/karung-cetakan. Dengan penetapan harga jual tahu setiap karung-
cetakan-nya yang tidak berubah Rp 105.000,-. Maka dapat diketahui nilai ratio
produksi tahu sebesar 0,85. Besarnya nilai ratio yang didapat kurang dari 1
(<1). Hal ini menunjukkan bahwa usaha produksi tahu masih layak
mendapatkan keuntungan setelah terjadi kenaikan harga kedelai sebesar 10%.
Didapatkan titik impas produksi sebesar 339 karung-cetakan. Setelah
mengalami perubahan biaya terhadap harga kedelai sebesar 10%, jumlah
produksi tahu setiap tahunnya ternyata lebih besar dari titik impas produksi.
Hal ini menunjukkan usaha produksi tahu tetap pada posisi yang
menguntungkan.
Terdapat perubahan terhadap nilai NPV, IRR dan Net B/C. Terjadi
penurunan nilai NPV menjadi sebesar Rp 1.298.995.114. Hal ini berarti bahwa
dengan adanya pendugaan kenaikan harga kedelai sebesar 10% dari
pendugaan awal. Perusahaan hanya akan mendapat keuntungan sebesar Rp
1.298.995.114 selama periode 15 tahun. Bila dibandingkan dengan sebelum
kenaikan biaya kedelai sebesar 10%, nilai NPV turun. Tetapi nilai NPV yang
didapat masih bernilai positif.
Diketahui nilai NPV positif sebesar Rp 9.242.115 pada suku bunga 48%
dan nilai NPV negatif sebesar Rp -4.109.644 pada suku bunga 49%. Sehingga
didapatkan nilai IRR sebesar 48,69%. Bila dibandingkan dengan sebelum
adanya pendugaan kenaikan harga kedelai sebesar 10%, nilai IRR turun. Tetapi
nilai IRR yang didapat masih berada di atas nilai discount rate sebesar 14%.
Nilai Net B/C setelah dilakukannya analisis sensitivitas dengan
pendugaan kenaikan harga kedelai sebesar 10%. Diketahui nilai Net (Bt-Ct)
positif sebesar Rp 1.970.995.114 dan nilai Net (Ct-Bt) negatif sebesar Rp -
672.000.000. Sehingga didapatkan nilai Net B/C sebesar 2,93. Hal ini berarti
bahwa dengan discount rate sebesar 14%, proyek mampu menghasilkan
Page 21 of 29
tambahan manfaat sebesar Rp 2,93 setiap tambahan biaya sebesar Rp 1, dan
diasumsikan discount rate tetap selama umur proyek selama 15 tahun.
b. Kenaikan harga kedelai 20%
Dengan pendugaan kenaikan harga kedelai sebesar 20%,
mengakibatkan biaya variabel berubah menjadi Rp 1.784.484.400 dan biaya
total menjadi Rp 1.789.854.400. Hal ini membuat biaya pokok produksi
menjadi Rp 94.797/karung-cetakan.
Didapatkan titik impas produksi menjadi 512 karung-cetakan per tahun
setelah adanya pendugaan terhadap kenaikan harga kedelai sebesar 20%.
Terdapat perubahan terhadap nilai NPV, IRR dan Net B/C. Nilai NPV yang
didapat ternyata turun menjadi Rp 763.013.778 pada discount rate sebesar 14%.
Nilai IRR yang didapat sebesar 35,03%. Ternyata nilai IRR turun sangat
drastis jika dibandingkan dengan sebelum adanya kenaikan harga kedelai.
Dan nilai IRR yang didapat jauh berada di bawah discount rate yang berlaku.
Nilai Net B/C yang didapat juga mengalami penurunan menjadi 2,11 yang
turun sangat drastis jika dibandingkan dengan sebelum adanya kenaikan
harga kedelai.
c. Kenaikan harga kedelai 30%
Dengan pendugaan kenaikan harga kedelai sebesar 30%,
mengakibatkan biaya variabel berubah menjadi Rp 1.885.497.750 dan biaya
total menjadi Rp 1.890.867.750. Hal ini membuat biaya pokok produksi
menjadi Rp 100.147/ karung-cetakan.
Didapatkan titik impas produksi menjadi 1.045 karung-cetakan per
tahun setelah adanya pendugaan terhadap kenaikan harga kedelai sebesar
30%. Terdapat perubahan terhadap nilai NPV, IRR dan Net B/C. Nilai NPV
yang didapat turun sangat drastis menjadi Rp 224.476.989 pada discount rate
sebesar 14%.
Nilai IRR yang didapat sebesar 20,54%. Nilai IRR turun jika
dibandingkan dengan sebelum adanya kenaikan harga kedelai, tetapi masih
berada di atas discount rate yang berlaku. Nilai Net B/C yang didapat juga
mengalami penurunan menjadi 1,31 jika dibandingkan dengan sebelum
adanya kenaikan harga kedelai.
d. Kenaikan harga kedelai 40%
Dengan pendugaan kenaikan harga kedelai sebesar 40%,
mengakibatkan biaya variabel berubah menjadi Rp 1.986.511.100 dan biaya
total menjadi Rp 1.991.881.100. Hal ini membuat biaya pokok produksi
menjadi Rp 105.497/karung-cetakan.
Page 22 of 29
Terdapat perubahan terhadap nilai NPV, IRR dan Net B/C. Nilai NPV
yang didapat ternyata turun drastis menjadi Rp -314.059.801 pada discount rate
sebesar 14%.
Nilai IRR yang didapat sebesar 3,87%. Ternyata nilai IRR turun sangat
drastis jika dibandingkan dengan sebelum adanya kenaikan harga kedelai.
Dan nilai IRR yang didapat jauh berada di bawah discount rate yang berlaku.
Nilai Net B/C yang didapat juga mengalami penurunan menjadi 0,59 yang
turun sangat drastis jika dibandingkan dengan sebelum adanya kenaikan
harga kedelai.
Dari hasil yang didapat berdasarkan pendugaan kenaikan harga kedelai.
Pendugaan dengan kenaikan harga kedelai hingga sebesar 40% dengan penetapan
harga jual tahu tetap sebesar Rp 105.000 dan produksi tahu konstan sebanyak
18.881 karung-cetakan/tahun selama umur proyek.
Tabel 8. Nilai Analisis Kelayakan dengan Pendugaan Kenaikan Harga Kedelai
Kenaikan
Kedelai
NPV IRR Net B/C
10% Rp 1.298.995.114 48,69% 2,93
20% Rp 1.789.854.400 35,03% 2,11
30% Rp 224.476.989 20,54% 1,31
40% Rp -314.059.801 3,87% 0,59
Dengan didapatkannya nilai NPV, IRR dan Net B/C setelah adanya
pendugaan kenaikan harga kedelai sebesar 10%, 20%, 30% dan 40%, maka dapat
dilakukan analisis finansial. Nilai NPV, IRR dan Net B/C yang didapat pada
ternyata mengalami penurunan setelah adanya pendugaan kenaikan harga
kedelai. Namun nilai NPV yang didapat pada kenaikan harga kedelai hingga 30%
masih bernilai positif, nilai IRR yang masih berada di atas discount rate dan nilai
Net B/C yang lebih dari satu (>1). Hal ini menunjukkan bahwa proyek masih
layak dikembangkan selama periode 15 tahun dengan asumsi discount rate tetap
sebesar 14% selama umur proyek, walaupun terjadi kondisi kenaikan harga
kedelai sampai sebesar 30%. Dan pada kenaikan harga kedelai sebesar 40% proyek
sudah tidak layak dikembangkan karena memiliki nilai NPV yang negatif, nilai
IRR yang berada di bawah discount rate dan nilai Net B/C yang kurang dari satu
(<1).
2. Kenaikan Upah Pekerja
Upah pekerja merupakan salah satu komponen yang mungkin bisa
mengalami perubahan biaya. Besar pendugaan kenaikan upah pekerja, yaitu:
Page 23 of 29
a. Kenaikan upah pekerja sebesar 10%
Setelah dilakukan analisis sensitivitas dengan kenaikan upah pekerja
sebesar 10%. Sehingga terjadi kenaikan biaya variabel total tiap tahunnya
menjadi sebesar Rp 1.606.470.600. Dengan terjadinya kenaikan terhadap biaya
variabel total menyebabkan biaya total bertambah menjadi Rp 1.611.640.600.
Biaya pokok produksi mengalami perubahan menjadi Rp
85.368/karung-cetakan. Dengan penetapan harga jual tahu setiap karung-
cetakannya yang tidak berubah Rp 105.000. Maka dapat diketahui nilai ratio
produksi tahu sebesar 0,81. Besarnya nilai ratio yang didapat kurang dari 1
(<1). Hal ini menunjukkan bahwa usaha produksi tahu masih layak
mendapatkan keuntungan setelah terjadi kenaikan upah pekerja sebesar 10%.
Didapatkan titik impas produksi sebesar 270 karung-cetakan. Setelah
mengalami perubahan biaya terhadap kenaikan upah pekerja sebesar 10%,
ternyata jumlah produksi tahu setiap tahunnya ternyata lebih besar dari titik
impas produksi.
Setelah dilakukan analisis sensitivitas terhadap pendugaan kenaikan
upah pekerja sebesar 10%. Ternyata ada perubahan terhadap nilai NPV, IRR
dan Net B/C. Terjadi penurunan nilai NPV menjadi sebesar Rp 1.705.731.855.
Hal ini berarti bahwa dengan adanya pendugaan kenaikan upah pekerja
sebesar 10% dari pendugaan awal. Perusahaan hanya akan mendapat
keuntungan sebesar Rp 1.705.731.855 selama periode 15 tahun. Bila
dibandingkan dengan sebelum kenaikan upah pekerja sebesar 10%, nilai NPV
turun tidak terlalu drastis.
Diketahui nilai NPV positif sebesar Rp 9.590.754 pada suku bunga 58%
dan nilai NPV negatif sebesar Rp -1.669.698 pada suku bunga 59%. Sehingga
didapatkan nilai IRR sebesar 58,85%. Bila dibandingkan dengan sebelum
adanya pendugaan kenaikan upah pekerja 10%, nilai IRR turun. Tetapi nilai
IRR yang didapat masih berada di atas nilai discount rate sebesar 14%.
Nilai Net B/C setelah dilakukannya analisis sensitivitas dengan
pendugaan kenaikan upah pekerja sebesar 10%. Diketahui nilai Net (Bt-Ct)
positif sebesar Rp 2.377.731.855 dan nilai Net (Ct-Bt) negatif sebesar Rp -
672.000.000. Sehingga didapatkan nilai Net B/C sebesar 3,54. Hal ini berarti
bahwa dengan discount rate sebesar 14%, proyek mampu menghasilkan
tambahan manfaat sebesar Rp 3,54 setiap tambahan biaya sebesar Rp 1, dan
diasumsikan discount rate tetap selama umur proyek selama 15 tahun.
b. Kenaikan upah pekerja sebesar 20%
Setelah dilakukan analisis sensitivitas dengan kenaikan upah pekerja
sebesar 20%. Sehingga terjadi kenaikan biaya variabel total tiap tahunnya
Page 24 of 29
menjadi sebesar Rp 1.630.483.500. Dengan terjadinya kenaikan terhadap biaya
variabel total menyebabkan biaya total bertambah menjadi Rp 1.635.853.500.
Biaya pokok produksi mengalami perubahan menjadi Rp
86.640/karung-cetakan. Dengan penetapan harga jual tahu setiap karung-
cetakannya yang tidak berubah Rp 105.000. Maka dapat diketahui nilai ratio
produksi tahu sebesar 0,82. Besarnya nilai ratio yang didapat kurang dari 1
(<1). Hal ini menunjukkan bahwa usaha produksi tahu masih layak
mendapatkan keuntungan setelah terjadi kenaikan upah pekerja sebesar 20%.
Didapatkan titik impas produksi sebesar 288 karung-cetakan. Setelah
mengalami perubahan biaya terhadap kenaikan upah pekerja sebesar 20%,
ternyata jumlah produksi tahu setiap tahunnya ternyata lebih besar dari titik
impas produksi.
Setelah dilakukan analisis sensitivitas terhadap pendugaan kenaikan
upah pekerja sebesar 20%. Ternyata ada perubahan terhadap nilai NPV, IRR
dan Net B/C. Terjadi penurunan nilai NPV menjadi sebesar Rp 1.578.889.367.
Hal ini berarti bahwa dengan adanya pendugaan kenaikan upah pekerja
sebesar 20% dari pendugaan awal. Perusahaan hanya akan mendapat
keuntungan sebesar Rp 1.578.889.367 selama periode 15 tahun. Bila
dibandingkan dengan sebelum kenaikan upah pekerja sebesar 20%, nilai NPV
turun tidak terlalu drastis.
Diketahui nilai NPV positif sebesar Rp 8.238.999 pada suku bunga 55%
dan nilai NPV negatif sebesar Rp -3.557.647 pada suku bunga 56%. Sehingga
didapatkan nilai IRR sebesar 55,70%. Bila dibandingkan dengan sebelum
adanya pendugaan kenaikan upah pekerja 20%, nilai IRR turun. Tetapi nilai
IRR yang didapat masih berada di atas nilai discount rate sebesar 14%.
Nilai Net B/C setelah dilakukannya analisis sensitivitas dengan
pendugaan kenaikan upah pekerja sebesar 20%. Diketahui nilai Net (Bt-Ct)
positif sebesar Rp 2.250.889.367 dan nilai Net (Ct-Bt) negatif sebesar Rp
-672.000.000. Sehingga didapatkan nilai Net B/C sebesar 3,35. Hal ini berarti
bahwa dengan discount rate sebesar 14%, proyek mampu menghasilkan
tambahan manfaat sebesar Rp 3,35 setiap tambahan biaya sebesar Rp 1, dan
diasumsikan discount rate tetap selama umur proyek selama 15 tahun.
c. Kenaikan upah pekerja sebesar 30%
Dengan pendugaan kenaikan upah pekerja sebesar 30%, mengakibatkan
biaya variabel berubah menjadi Rp 1.654.496.400 dan biaya total menjadi Rp
1.659.866.400. Hal ini membuat biaya pokok produksi menjadi Rp 87.912/
karung-cetakan.
Didapatkan titik impas produksi menjadi 309 karung-cetakan per tahun
setelah adanya pendugaan terhadap kenaikan upah pekerja sebesar 30%.
Page 25 of 29
Terdapat perubahan terhadap nilai NPV, IRR dan Net B/C. Nilai NPV yang
didapat menjadi Rp 1.452.046.878 pada discount rate sebesar 14%. Hal ini berarti
bahwa perusahaan mendapatkan keuntungan.
Nilai IRR yang didapat sebesar 52,53%. Ternyata nilai IRR turun jika
dibandingkan dengan sebelum adanya kenaikan upah pekerja. Dan nilai IRR
masih berada di atas discount rate yang berlaku. Nilai Net B/C yang didapat
juga mengalami penurunan menjadi 3,16 jika dibandingkan dengan sebelum
adanya kenaikan upah pekerja.
d. Kenaikan upah pekerja sebesar 40%
Dengan pendugaan kenaikan upah pekerja sebesar 40%, mengakibatkan
biaya variabel berubah menjadi Rp. 1,678,509,300 dan biaya total menjadi Rp.
1,683,879,300. Hal ini membuat biaya pokok produksi menjadi Rp. 89,184/
karung-cetakan.
Didapatkan titik impas produksi menjadi 334 karung-cetakan per tahun
setelah adanya pendugaan terhadap kenaikan upah pekerja sebesar 40%.
Terdapat perubahan terhadap nilai NPV, IRR dan Net B/C. Nilai NPV yang
didapat menjadi Rp. 1,325,204,390 pada discount rate sebesar 14%.
Nilai IRR yang didapat sebesar 49.35%. Ternyata nilai IRR turun jika
dibandingkan dengan sebelum adanya kenaikan upah pekerja. Dan nilai IRR
masih berada di atas discount rate yang berlaku. Nilai Net B/C yang didapat
juga mengalami penurunan menjadi 2.97 jika dibandingkan dengan sebelum
adanya kenaikan upah pekerja.
e. Kenaikan upah pekerja sebesar 50%
Dengan pendugaan kenaikan upah pekerja sebesar 50%, mengakibatkan
biaya variabel berubah menjadi Rp 1.702.522.200 dan biaya total menjadi Rp
1.707.892.200. Hal ini membuat biaya pokok produksi menjadi Rp 90.456/
karung-cetakan. Terdapat perubahan terhadap nilai NPV, IRR dan Net B/C.
Nilai NPV yang didapat menjadi Rp 1.198.361.902 pada discount rate sebesar
14%. Nilai IRR yang didapat sebesar 46,15%. Ternyata nilai IRR turun jika
dibandingkan dengan sebelum adanya kenaikan upah pekerja. Dan nilai IRR
masih berada di atas discount rate yang berlaku. Nilai Net B/C yang didapat
juga mengalami penurunan menjadi 2,78 jika dibandingkan dengan sebelum
adanya kenaikan upah pekerja.
Dari hasil yang didapat berdasarkan pendugaan kenaikan upah pekerja.
Pendugaan dengan kenaikan upah pekerja hingga sebesar 50% dengan penetapan
harga jual tahu tetap sebesar Rp 105.000 dan produksi tahu konstan sebanyak
18.881 karung-cetakan/tahun selama umur proyek.
Page 26 of 29
Tabel 9. Nilai Analisis Kelayakan dengan Pendugaan Kenaikan Harga Upah
Pekerja
Kenaikan
Kedelai
NPV IRR Net B/C
10% Rp 1.578.889.367 55,70% 2,77
20% Rp 1.061.907.426 43,69% 3,35
30% Rp 1.452.046.878 52,53% 3,16
40% Rp 1.325.204.390 49,35% 2,97
50% Rp 1.198.361.902 46,15% 2,78
Dengan didapatkannya nilai NPV, IRR dan Net B/C setelah adanya
pendugaan kenaikan upah pekerja hingga sebesar 50% maka dapat dilakukan
analisis finansial. Nilai NPV, IRR dan Net B/C yang didapat ternyata mengalami
penurunan setelah adanya pendugaan kenaikan upah pekerja. Namun pada
pendugaan kenaikan upah hingga sebesar 50%, nilai NPV yang didapat masih
bernilai positif, nilai IRR yang masih berada di atas discount rate dan nilai Net B/C
yang lebih dari satu (>1). Hal ini menunjukkan bahwa proyek masih layak
dikembangkan selama periode 15 tahun dengan asumsi discount rate tetap sebesar
14% selama umur proyek, walaupun terjadi kondisi kenaikan upah pekerja hingga
sebesar 50%.
3. Kenaikan Bahan Bakar (Kayu)
Kenaikan harga bahan bakar(kayu) sebesar 20% dari harga awal. Setelah
dilakukan analisis sensitivitas dengan kenaikan harga bahan bakar (kayu) sebesar
20%. Sehingga terjadi kenaikan biaya variabel total tiap tahunnya menjadi sebesar
Rp 1.604.057.700. Dengan terjadinya kenaikan terhadap biaya variabel total
menyebabkan biaya total bertambah menjadi Rp 1.609.427.700.
Biaya pokok produksi mengalami perubahan menjadi Rp 85.241 karung-
cetakan. Dengan penetapan harga jual tahu setiap karung-cetakan-nya yang tidak
berubah Rp 105.000. Maka dapat diketahui nilai ratio produksi tahu sebesar 0,81.
Besarnya nilai ratio yang didapat kurang dari 1 (<1). Hal ini menunjukkan bahwa
usaha produksi tahu masih layak mendapatkan keuntungan setelah terjadi
kenaikan harga bahan bakar (kayu) sebesar 20%.
Titik impas produksi mengalami perubahan. Dengan diketahui biaya
variabel Rp 1.604.057.700 dan diasumsikan jumlah produksi tahu yang tetap
selama umur proyek sebesar 18.881 karung-cetakan. Maka akan didapatkan biaya
variabel rata-rata Rp 84.956/karung-cetakan. Didapatkan titik impas produksi
sebesar 268 karung-cetakan. Setelah mengalami perubahan biaya terhadap
kenaikan harga bahan bakar (kayu) sebesar 20%, ternyata jumlah produksi tahu
Page 27 of 29
setiap tahunnya ternyata lebih besar dari titik impas produksi. Hal ini
menunjukkan usaha produksi tahu tetap pada posisi yang menguntungkan.
Setelah dilakukan analisis sensitivitas terhadap pendugaan kenaikan harga
bahan bakar (kayu) sebesar 20%. Ternyata ada perubahan terhadap nilai NPV, IRR
dan Net B/C. Terjadi penurunan nilai NPV menjadi sebesar Rp 1.718.477.431. Hal
ini berarti bahwa dengan adanya pendugaan kenaikan harga bahan bakar (kayu)
sebesar 20% dari pendugaan awal. Perusahaan akan mendapat keuntungan
sebesar Rp 1.718.477.431 selama periode 15 tahun. Bila dibandingkan dengan
sebelum kenaikan harga bahan bakar (kayu) sebesar 20%, nilai NPV turun tidak
terlalu drastis. Nilai NPV yang didapat masih bernilai positif.
Didapatkan nilai IRR sebesar 59,17%. Bila dibandingkan dengan sebelum
adanya pendugaan kenaikan harga bahan bakar (kayu) 20%, nilai IRR turun.
Tetapi nilai IRR yang didapat masih berada di atas nilai discount rate sebesar 14%.
Didapatkan nilai Net B/C sebesar 3,56. Hal ini berarti bahwa dengan
discount rate sebesar 14%, proyek mampu menghasilkan tambahan manfaat
sebesar Rp 3,56 setiap tambahan biaya sebesar Rp 1, dan diasumsikan discount rate
tetap selama umur proyek selama 15 tahun.
Tabel 10. Nilai Analisis Finansial dan Kelayakan Setelah Pendugaan
Kenaikan Bahan Bakar (Kayu) Sebesar 20%
Uraian Satuan Nilai
Harga jual tahu Rp/karung-cetakan 105.000
Harga ampas tahu Rp/karung-cetakan 5.000
Produksi tiap tahun karung-cetakan 18.881
Biaya tetap total Rp 5.370.000
Biaya variabel total Rp 1.604.057.700
Biaya total Rp 1.609.427.700
Biaya pokok produksi Rp/karung-cetakan 85.241
Biaya variabel rata-rata Rp/karung-cetakan 84.956
Titik impas produksi karung-cetakan 268
NPV Rp 1.718.477.431
IRR % 59,17
Net B/C 3,56
Dengan didapatkannya nilai NPV, IRR dan Net B/C setelah adanya
pendugaan kenaikan harga bahan bakar (kayu) sebesar 20%, maka dapat
dilakukan analisis finansial. Nilai NPV, IRR dan Net B/C yang didapat ternyata
mengalami penurunan setelah adanya pendugaan kenaikan harga bahan bakar
(kayu) sebesar 20%. Namun nilai NPV yang didapat masih bernilai positif, nilai
IRR yang masih berada di atas discount rate dan nilai Net B/C yang lebih dari
satu(>1). Hal ini menunjukkan bahwa proyek masih layak dikembangkan selama
Page 28 of 29
periode 15 tahun dengan asumsi discount rate tetap sebesar 14% selama umur
proyek, walaupun terjadi kondisi kenaikan harga bahan bakar (kayu) sebesar 20%.
X. Kesimpulan
Analisis biaya investasi pabrik pengolahan kedelai (Tahu), menunjukkan
nilai biaya total produksi tahu yaitu Rp 1.587.827.700. Sedangkan nilai biaya
pokok produksi tahu sebesar Rp 84.097/karung-cetakan. Nilai tersebut masih
berada di bawah harga jual yang sebesar Rp 105.000/karung-cetakan. Analisis
titik impas yang didapat sebesar 253 karung-cetakan/tahun, dengan total
produksi sebanyak 18.881 karung-cetakan/tahun. Berarti perusahaan telah
mendapatkan keuntungan karena jumlah produksinya melampui produksi titik
impas yang sebesar 253 karung-cetakan/tahun. Analisis kelayakan finansial yang
dilakukan, menghasilkan nilai yang memenuhi syarat kelayakan untuk
mengembangkan proyek. Hal ini dibuktikan dengan nilai NPV yang positif
sebesar Rp 1.832.574.344 pada discount rate 14%. Nilai IRR yang berada di atas
discount rate, yaitu sebesar 61,99%. Dan nilai Net B/C yang lebih dari satu, yaitu
sebesar 3,73. Sehingga dapat dikatakan proyek pembuatan tahu untuk periode 15
tahun pada discount rate 14% layak untuk dikembangkan.
Analisis sensitivitas menunjukkan kemampuan perusahaan yang masih
dapat bertahan dengan adanya kenaikan terhadap biaya yang dikeluarkan. Hal ini
perlu diperhatikan, untuk menjaga segala kemungkinan yang terjadi selama
proyek berlangsung. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas, didapatkan bahwa
dengan adanya pendugaan kenaikan biaya terhadap harga kedelai hingga sebesar
30% dari biaya awal proyek masih layak dikembangkan. pada kenaikan sebesar
40%, proyek sudah tidak layak dikembangkan jika harga jual tetap Rp 105.000.
Referensi
Adisarwanto, T. Kedelai. (Jakarta: Penebar Swadaya, 2005).
Fatah, N. Evaluasi Proyek Finansial Pada Proyek Mikro. (Jakarta: CV. Asona, 1994).
Gittinger, J. Price. Analisis Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Terj. Dari Economic
Analysis Of Agriculture oleh Slamet Sutomo dan Komet Mangiri., Ed ke-2
(Jakarta: UI Press, 1986).
Gunadi, J.L. Hutagol, R.Burton, L. Pandiangan, W. Ilyas, dan Y. Satiotomo. 1999.
Perpajakan, Edisi Revisi. Yayasan Pendidikan dan Pengkajian Perpajakan.
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
Haming, M & Salim Basalamah. Studi Kelayakan Investasi: proyek dan bisnis. (Jakarta:
PPM, 2003).
Husnan, S. & Suwarsono. Studi Kelayakan Proyek., Ed ke-4 (Yogyakarta: UPP. AMP
YKPN, 2000).
Page 29 of 29
Ibrahim, M.Y. Studi Kelayakan Bisnis. (Jakarta: Rineka Cipta, 2003).
Kasmir & Jakfar. Studi Kelayakan Bisnis. (Jakarta: Kencana, 2004).
Pramudya, B. dan N. Dewi. 1992. Ekonomi Teknik. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rahardi, F. Cerdas Beragrobisnis: Mengubah Rintangan Menjadi Peluang Berinvestasi.
(Jakarta: Agromedia Pustaka, 2004).
Rahardi, F. & Hartono. Agribisnis Peternakan., Ed rev. (Jakarta: Penebar Swadaya,
2003).
Rangkuti, Freddy. Business Plan Teknis Membuat Perencanaan Bisnis dan Analisis
Kasus, Cet-ke 3 (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003).
Sarwono, B. & Yan Pieter Saragih. Membuat Aneka Tahu. (Jakarta: Penebar
Swadaya, 2004).
Supriatna, Dadang. Membuat Tahu Sumedang. (Jakarta: Penebar Swadaya, 2005).
Sofyan, Iban. Studi Kelayakan Bisnis., Ed Pertama. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004).
Umar, Husein. Studi Kelayakan Bisnis: Teknik Menganalisis Kelayakan Rencana Bisnis
secara Komprehensif., Ed ke-2. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003).

Você também pode gostar