KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN 1970 2012 DALAM
MENINGKATKAN DERAJAT KESEHATAN DI INDONESIA ABSTRAK Paper ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan pemerintah di bidang kesehatan di Indonesia dari tahun 1970-2010. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, dengan studi literatur dan didukung oleh data sekunder berupa jumlah fasilitas kesehatan dan Angka Harapan Hidup. Kebijakan yang dilakukan pemerintah dari tahun 1970-2010 terbukti mendorong peningkatan kualitas peayanan kesehatan dan Angka Harapan Hidup. Keyword: Pelayanan kesehatan, kebijakan pembangunan kesehatan, Angka Harapan Hidup. PENDAHULUAN Jumlah penduduk Indonesia selama lima dekade terakhir (1970 2010) terus mengalami peningkatan. Pada tahun 1970 jumlah penduduk Indonesia tercatat sebanyak 119.208.229 jiwa sedangkan pada tahun 2010 meningkat menjadi 237.641.326 jiwa. Peningkatan jumlah penduduk secara keseluruhan, salah satunya dipengaruhi oleh bertambahnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia). Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, jumlah penduduk lansia dari tahun 1970 terus mengalami peningkatan hingga tahun 2010. Terus bertambahnya jumlah penduduk lansia tentu dipengaruhi oleh kualitas kesehatan yang membaik setiap tahunnya sehingga Angka Harapan Hidup pun dapat meningkat. Peningkatan kualitas kesehatan dapat dilihat dari beberapa indikator antara lain; (1) Jumlah Sarana kesehatan, seperti Rumah Sakit dan Puskesmas, (2) Jumlah Petugas Kesehatan, seperti Dokter, Bidan, dan Perawat. Jumlah Rumah Sakit dan Puskesmas terus bertambah secara kumulatif pada 5 dekade terakhir begitu pula halnya dengan Petugas Kesehatan. Pemerintah tidak hanya membangun dan memperbanyak sarana kesehatan di daerah perkotaan tetapi di pedesaan juga mulai dibangun sarana kesehatan seperti puskesmas pun guna mempermudah masyarakat desa dalam menjangkau sarana kesehatan Meningkatnya kualitas kesehatan akan berpengaruh terhadap salah satu indikator pembangunan yaitu Angka Harapan Hidup (AHH). Berdasarkan data Sensus Penduduk oleh BKKBN, AHH di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Meningkatnya AHH 2
ini menggambarkan bahwasannya kesempatan hidup seseorang menjadi semakin lama karena kebutuhan gizi yang memadai, kondisi kesehatan yang baik, dan relatif tidak rentan terhadap penyakit. Pemerintah mempunyai peran yang besar dalam peningkatan kesehatan yaitu sebagai regulator, pemberi biaya, dan pelaksana kegiatan. Sebagai regulator pemerintah bertugas membuat kebijakan-kebijakan dibidang kesehatan, yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan. Peran pemerintah yang kedua adalah sebagai pemberi biaya dalam pengadaan sarana-sarana kesehatan yang dianggarkan dalam APBN. Peran pemerintah yang terakhir adalah sebagai pelaksana kegiatan, yang dilaksanakan oleh Rumah Sakit milik Pemerintah Pusat, atau Daerah dan juga Puskesmas atau Posyandu dibawah naungan Dinas Kesehatan. Tahun 1975 Dinas Kesehatan menetapkan kebijakan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) yang salah satu bentuknya adalah posyandu. Tahun 1984 pemerintah membuat keputusan bahwa puskesmas merupakan pusat layanan kesehatan terpadu. jumlah puskesmas berkembang pesat, dimana dalam kurun waktu sepuluh tahun (1970 - 1980) jumlahnya bertambah sebesar 2916 unit. Krisis tahun 1998 mempengaruhi menurunnya penyediaan fasilitas kesehatan, yang kemudian mengakibatkan keterlibatan pihak swasta semakin besar dalam pembiayaan pelayanan kesehatan. Pada pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono jilid I dikeluarkan UU No. 40 Tahun 2004 yang berisi tentang kebijakan Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN). Berdasarkan penjelasan diatas paper ini bertujuan untuk membahas secara terperinci mengenai strategi yang telah dilakukakan pemerintah di bidang kesehatan guna mendorong meningkatnya derajat kesehatan masyarakat di Indonesia selama lima dekade terakhir. KAJIAN LITERATUR Konsep Pertumbuhan Ekonomi Menurut Prof. Simon Kuznets dalam Todaro (2004:99) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan teknologi, institusional (kelembagaan) dan ideologis 3
terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada. Simon Kuznetz (Jhingan, 2003) juga mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya yang disesuaikan dengan kemajuan teknologi, kelembagaan dan ideologis. Pertumbuhan ekonomi mengukur kemampuan prestasi perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode lainnya. Kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat, disebabkan oleh pertambahan faktor-faktor produksi baik dalam jumlah output dan kualitasnya. Peningkatan pertumbuhan ekonomi tercermin dari Produk Domestik Bruto (PDB) rill yang merupakan indikator utama untuk melihat sejauh mana pertumbuhan ekonomi telah meningkat. PDB riil meningkat maka seluruh kegiatan ekonomi dapat terpenuhi, sehingga proses-proses ekonomi menjadi lancar dan pada akhirnya pendapatan masyarakat meningkat yang secara otomatis diikuti oleh kesejahteraan yang juga meningkat. Teori Pertumbuhan Baru (New Growth Theory) Teori ini memberikan kerangka teoritis untuk menganalisis pertumbuhan yang bersifat endogen sebagai bentuk kritikan terhadap teori pertumbuhan neoklasik Solow yang tidak bisa menjelaskan dengan baik pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Menurut Romer dalam Todaro (2004:168), teori ini menganggap bahwa pertumbuhan ekonomi lebih ditentukan oleh sistem produksi, bukan berasal dari luar sistem. Kemajuan teknologi merupakan hal yang endogen, pertumbuhan merupakan bagian dari keputusan pelaku-pelaku ekonomi untuk berinvestasi dalam pengetahuan. Peran modal tidak hanya sekedar bagian dari pendapatan apabila modal yang tumbuh bukan hanya modal fisik saja tapi menyangkut modal manusia. Model pertumbuhan endogen sedikit berbeda dengan model Solow, model pertumbuhan endogen memodifikasi fungsi produksi agregat menjadi: Y = A f(K,H,L ) ...................................(1) Dimana: Y = Output L = Tenaga Kerja A = Teknologi H = Sumber Daya Manusia 4
K = Modal
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) digunakan untuk mengukur keberhasilan atau kinerja (performance) suatu negara dalam bidang pembangunan manusia. Mengingat manusia sebagai subjek maupun objek pembangunan maka manusia di dalam kehidupannya harus mampu meningkatkan kualitas hidup sebagai insan pembangunan. United Nation Development Programme (UNDP) mendefenisikan pembangunan manusia sebagai suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk. Dalam konsep tersebut penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhir (the ultimated end) sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai sarana (principal means) untuk mencapai tujuan. Paradigma pembangunan manusia memiliki dua sisi yaitu sisi pertama berupa informasi kapabilitas manusia seperti perbaikan taraf kesehatan, pendidikan dan keterampilan. Sisi lainnya adalah pemanfaatan kapabilitas mereka untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif, cultural, sosial dan politik. IPM menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia yang dapat menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, dan pendidikan. IPM mengukur pencapaian rata-rata sebuah negara dalam 3 dimensi dasar pembangunan manusia, yaitu umur panjang dan sehat yang diukur dengan AHH (AHH) saat kelahiran, pengetahuan diukur dengan angka melek huruf (AMH), serta standar hidup layak yang diukur dengan pendapatan perkapita masyarakat. Angka Harapan Hidup (AHH) Angka Harapan Hidup (AHH) adalah perkiraan jumlah tahun hidup atau umur penduduk di suatu negara atau wilayah tertentu. AHH merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. AHH yang rendah di suatu daerah harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan, dan program sosial lainnya termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori termasuk program pemberantasan kemiskinan. Peningkatan usia 5
harapan hidup penduduk dari suatu negara merupakan efek keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial ekonomi dinegara tersebut. Meningkatnya perawatan kesehatan melalui puskesmas, dan meningkatnya daya beli masyarakat akan meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan. Dengan demikian masyarakat akan mampu memenuhi kebutuhan gizi dan kalori, mampu mempunyai pendidikan yang lebih baik sehingga memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang memadai. Pada akhirnya hal ini akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan memperpanjang usia harapan hidupnya. PEMBAHASAN Sejarah Perkembangan Pelayanan Kesehatan Dekade 1970-an Presiden Soeharto melakukan sebuah gerakan pembangunan berkelanjutan pada periode 1967 ditandai dengan mulainya masa orde baru. Pembangunan bekelajuntan ini disebut Pembanguan Lima Tahun (PELITA). Seminar yang diadakan pada bulan November 1968 membahas dan merumuskan program kesehatan terpadu. Bandung Plan merupakan salah satu perkembangan penting dibidang kesehatan pada masa kemerdekaan. Bandung Plan menjadi awal mula konsep dari pusat kesehatan masyarakat (puskesmas). Ekspansi penyediaan fasilitas kesehatan terjadi pada periode 1970 hingga 1980. Kebijakan pembangunan berkelanjutan yang bertitik berat pada pelayanan kesehatan secara merata menjadi perhatiaan tersendiri pada masa ini. Program Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA) menandai fokusnya pemerintah terhadap pelayanan kesehatan secara merata. Pemerintah menjalankan perencanaan pembangunan dengan mengarah pada Garis-Garis Haluan Besar Negara (GBHN) sebagai pengambilan kebijakan pada masa itu. PT. ASTEK berdiri pertama kali pada masa Orde Baru tahun 1977. Berdasarkan PP No.36 Tahun 1995 PT. ASTEK berubah menjadi Jamsostek, pada periode ini bisa dilihat perubahan jumlah puskemas yang signifikan pada tahun 1970 terdapat 1637 unit puskesmas menjadi 4553 unit puskemas pada tahun 1980. Pemerintahan Orde Baru melakukan ekspansi pelayanan kesehatan secara maksimal. Kondisi ini memperbaiki derajat kesehatan masyarakat dengan ditunjukan Angka Harapan Hidup (AHH) yang bertambah secara signifikan dalam kurun waktu satu Dekade. Tabel 2 menunjukkan AHH tahun 1971 adalah 47,7 tahun dan meningkat dalam satu Dekade menjadi 52,2 tahun pada tahun 1980. Pelayanan kesehatan merupakan kebutuhan dasar yang menjadi perhatian pemerintah saat itu. Pemerintahan 6
Orde Baru mulai menjamin pelayanan kesehatan guna memberikan status kesehatan yang lebih baik kepada masyarakat. Pelayanan kesehatan selama masa 1970-an dapat dilihat pada Tabel 2 yang memperlihatkan jumlah rumah sakit sebanyak 4.430 unit, puskesmas sebanyak 29.839 unit, pustu sebanyak 53.448 unit, apotik sebanyak 8.607 unit, tempat tidur 345.812. Tenaga kesehatan pada masa 1970-an diantaranya terdapat dokter sebanyak 51.382 orang dan bidan atau perawat sebanyak 136.559 orang. Sejarah Perkembangan Pelayanan Kesehatan Dekade 1980-an Keputusan yang dibuat pada periode 1984 menyatakan bahwa puskesmas merupakan pusat layanan kesehatan terpadu yang kemudian menjadi pusat kesehatan masyarakat. Departemen Kesehatan menetapkan kebijakan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) pada tahun 1975. PKMD adalah strategi pembangunan kesehatan yang menerapkan prinsip gotong royong dan swadaya masyarakat, dan salah satu bentuk PKMD yaitu Posyandu dimana pencanangan Posyandu dilakukan pertama kali pada tahun 1986 di Yogyakarta. Sejak saat itu Posyandu tumbuh dengan pesat, hal tersebut ditandai dengan Angka Kematian Bayi di Indonesia mengalami penurunan yaitu 145 jiwa di tahun 1971 menjadi 109 jiwa di tahun 1980. (Sensus Penduduk, BPS) Jumlah fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan pada masa 1980-an meningkat dari masa sebelumnya. Tabel 2 memberikan informasi dari tahun 1980 hingga 1989 terdapat sebanyak 12880 unit rumah sakit, puskesmas 52.381 unit, pustu 127.386 unit, apotik 19.587, dan tempat tidur sebanyak 734.147 unit. Tenaga kesehatan di Indonesia pada masa 1980-an terdapat 180.726 orang dokter dan 490.087 orang bidan atau perawat. Peningkatan jumlah fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan memiliki dampak terhadap derajat kesehatan masyarakat. Derajat kesehatan penduduk Indonesia yang semakin membaik ditandai dengan meningkatnya AHH menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 1980 yaitu mencapai 52,2 tahun dimana pada tahun 1971 AHH hanya mencapai 45,7 tahun yang ditinjukkan pada tabel 1. Sejarah Perkembangan Pelayanan Kesehatan Dekade 1990-an 7
Kondisi krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998 mengawali masa kebijakan reformasi. Perekonomian pada masa itu mengalami kondisi yang tidak stabil. Pemerintahan Orde Baru yang sangat tergantung terhadap hutang dalam pembiayaan pembangunan mengakibatkan hutang Indonesia berada diluar kendali. Kekuasaan pemerintahan Soeharto berganti menjadi pemerintahan Habibie, dimana pemerintah sangat hati-hati dalam mengambil kebijakan karena kondisi ekonomi yang belum stabil. Krisis pada pertengahan 1998 mengakibatkan berkurangnya pembiayaan kesehatan dari pemerintah. Kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) memperparah kondisi ekonomi setelah reformasi. Pelayanan kesehatan menjadi hal yang dilupakan oleh pemerintah. Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (PKPS BBM JPS BK) memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat tidak mampu disemua fasilitas kesehatan milik pemerintah sejak tahun 1998. Anggaran pemerintah mengalami penurunan dalam bidang kesehatan, kemudian dibantu oleh pihak swasta yang ingin meninggkatkan pelayanan kesehatan masyarakat. Sistem desentralisasi di masa reformasi mengawali terbukanya peran-serta daerah dalam miningkatkan pelayanan di daerah masing-masing. Peran pemerintah memberikan dampak yang signifikan dimana pelayanan kesehatan di setiap daerah mulai merata. Peran aktif masyarakat menunjukan bahwa masyarakat sudah peduli dengan kesehatan yang ditandai dengan meningkatnya derajat kesehatan sehingga menciptakan pembangunan yang berkelanjutan dibidang kesehatan. Instruksi Menteri Dalam Negeri No.9 Tahun 1990 tentang peningkatan Mutu Posyandu dikeluarkan pada tahun 1990 mengakibatkan perkembangan yang luar biasa. Pengelolaan Posyandu dilakukan oleh satu Kelompok Kerja Operasional (pokjanal) Posyandu yang merupakan tanggung jawab bersama antar masyarakat dengan Pemerintah Daerah. (jurnalposyandu.blogspot.com diunduh pada 11 Juni 2014 pukul 02.17 AM) Perkembangan yang luar biasa ditandai dengan menurunnya angka kematian bayi. Tahun 1990 angka kematian bayi tercatat sebanyak 71,00 jiwa, tahun 1994 sebanyak 66,40 jiwa, dan pada tahun 1997 sebanyak 52,20 jiwa. Penurunan terus terjadi hingga tahun 2010 yaitu sebanyak 26 jiwa. (Sumber: Sensus Penduduk, BPS diunduh 11 Juni pukul 14.50) Sejarah Perkembangan Pelayanan Kesehatan Dekade 2000-an 8
Pemerintahan yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dimulai dengan kebijakan pembiayaan kesehatan. Kebijakan ini diatur dalam UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dengan tujuan untuk memberikan jaminan sosial yang komprehensif bagi seluruh masyarakat. Pemerintah meluncurkan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (JPKMM) melalui kementerian kesehatan pada tahun 2005, kemudian disempurnakan dalam bentuk Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) pada tahun 2008. JAMKESMAS adalah program pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan bagi rakyat miskin, guna memperbaiki tingkat mutu kesehatan masyarakat. JAMKESMAS diberikan kepada masyarakat miskin dalam bentuk asuransi kesehatan masyarakat miskin (ASKESKIN) melalui rumah sakit. Program ini ditujukan untuk membantu keluarga miskin di daerah memalui sistem desentralisasi yang sudah diterapkan. Untuk mengatasi kendala askes penduduk terhadap pelayanan kesehatan, pemerintah membuat kebijakan mengenai jaminan sosial. Tabel 2 memberikan informasi mengenai fasilitas kesehatan dan tenaga kesahatan pada masa 2000-an dimana terdapat 12.792 unit rumah sakit, 77.989 unit puskesmas, 221.642 unit pustu, 2.513.211 unit posyandu, 88.009 unit apotik, 1.377.794 unit tempat tidur, dokter sebanyak 311.253 orang dan bidan/perawat sebanyak 1.545.128 orang. Perkembangan pelayanan dan kebijakan pemerintah dalam bidang kesehatan memberikan dampak positif terhadap derajat kesehatan masyarakat. Hal tersebut ditandai dengan meningkatnya AHH pada tahun 2000 yaitu mencapai 65,4 tahun. Sejarah Perkembangan Pelayanan Kesehatan Tahun 2010-2012 Tahun 2010 pemerintah memperkenalkan program baru yaitu bantuan operasional kesehatan (BOK). BOK digunakan sebagai dana bantuan untuk puskesmas dalam operasional. Sistem Desentralisasi memberikan kewenangan pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan. Kebijakan ini merupakan pelimpahan wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam menjalankan tugas pemerataan pelayanan kesehatan. Bantuan BOK dapat membantu pembinaan puskesmas dalam menyiapkan kader sebagai petugas pelayanan kesehatan. Puskesmas sebagai target utama program BOK merupakan media 9
bagi pemerintah dalam mengatasi persoalan akses kesehatan yang tidak merata. Dampak positif yang diberikan adalah masyarakat miskin mampu meningkatkan derajat kesehatan secara optimal. Tabel 2 memberikan informasi tentang jumlah fasilitas dan tenaga kesehatan dari tahun 2010-2012 yang meningkat setiap tahunnya. Pelayanan kesehatan dari tahun 2010-2012 meliputi; Rumah sakit sebanyak 5436 unit, 27836 unit puskesmas, 23049 unit pustu, 812464 unit posyandu, 50951 unit apotik, 561232 unit tempat tidur, dokter sebanya 178482 orang, dan bidan/perawat sebanyak 986460 orang. PENUTUP Simpulan Tahun 1970-an merupakan cikal bakal berdirinya puskesmas, dan terjadinya ekspansi pelayanan kesehatan yang terus berlanjut hingga tahun 1980-an. Tahun 1990-an, terjadi krisis ekonomi yang berdampak pada menurunnya pembiayaan di bidang kesehatan karena pemerintah fokus untuk menstabilkan perekonomian. Keadaan ini menyebabkan fasilitas kesehatan yang disediakan oleh pemerintah berubah dari fasilitas fisik seperti rumah sakit dan puskesmas berubah menjadi Jaminan Sosial Nasional. Kebijakan yang dilakukan pemerintah di bidang kesehatan dari tahun 1970-2010 mendorong Angka Harapan Hidup, yang merupakan dampak dari meningkatnya pelayanan kesehatan seperti jumlah rumah sakit, puskesmas dan tenaga kesehatan yang terus bertambah. Saran Penelitian selanjutnya dapat mengkaji lebih dalam mengenai dampak dari meningkatnya Angka Harapan Hidup seperti Bertambahnya jumlah penduduk usia non produktif. Analisis lebih mendalam mengenai indikator yang merupakan pembentuk komposisi angka harapan hidup. Melengkapi data secara kuantitas mengenai sarana kesehatan dan indikator pembentuk Angka Harapan Hidup.
10
Daftar Pustaka Angka Harapan Hidup di Indonesia menurut Provinsi, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. www.bkkbn.go.id (Diunduh pada 8 Juni 2014, pukul 17.20) Arianto, H. Kurniawan. 2011. Perubahan Pola Pembiayaan Kesehatan di Indonesia Sejalan dengan Perubahan Pola Politik yang Terjadi. Program Magister Administrasi Publik: Universitas Gadjah Mada. Indeks Pembangunan Manusia, United Nations Development Programme. www.id.undp.org (Diunduh pada 11 Juni 2014, pukul 12.00) Jhigan. M. L. 2003. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta. Kementerian Kesehatan. Data dan Informasi Kesehatan semester satu, 2013. www.depkes.go.id (Diunduh pada 4 Juni 2014, pukul 20.15) Pelayanan Kesehatan di Indonesia Tahun 1969 2012, Badan Pusat Statistik. (Diunduh pada 4 Juni 2014, pukul 20.15) Sejarah Lahirnya Posyandu. www.jurnalposyandu.blogspot.com (Diunduh pada 11 Juni 2014, pukul 02.17) Sensus Penduduk. Badan Pusat Statistika. (Diunduh 11 Juni 2014, pukul 14.50) Todaro, Michael dan Stephen Smith. 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi kedelapan. Erlangga. Jakarta. Yuhendri. 2013. Pengaruh Kualitas Pendidikan, Kesehatan, dan Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat. Skripsi S-1 Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Negeri Padang.
11
Lampiran Tabel 1 Angka Harapan Hidup di Indonesia menurut Provinsi No Provinsi SP 1971 (1967) SP 1980 (1976) SP 1990 (1986) SP 2000 (1996) SP 2010 (2006) 1 Aceh 46,2 55,2 62,7 67 70,2 2 Sumatera Utara 49,9 56,1 62,1 66,0 70,9 3 Sumatera Barat 44,6 49,9 59,2 64,0 69,7 4 Riau 45,6 52,0 61,2 65,0 71,7 5 Jambi 44,3 50,0 59,2 64,0 69,9 6 Sumatera Selatan 44,1 53,6 59,8 64,0 70,9 7 Bengkulu 42,3 51,8 60,2 64,0 70,3 8 Lampung 45,6 54,0 60,2 65,0 71,7 9 Bangka Belitung 64,0 70,7 10 Kepri 72,7 11 DKI Jakarta 48,6 57,6 66,3 71,2 74,7 12 Jawa Barat 42,3 47,7 55,8 63,0 70,9 13 Jawa Tengah 45,9 54,1 61,2 66,0 72,4 14 DI Yogyakarta 53,5 61,8 66,6 71,2 74,1 15 Jawa Timur 50,1 54,4 61,5 65,0 71,3 16 Banten 61,0 71,4 17 Bali 48,3 55,4 64,3 68,1 72,7 18 NTB 35,0 39,1 45,9 56,0 65,1 19 NTT 44,4 48,7 58,6 63,0 67,4 20 Kalimantan Barat 45,9 50,4 57,7 63,0 70,3 21 Kalimantan Tengah 48,4 53,9 62,8 65,0 71,5 22 Kalimantan Selatan 42,6 49,6 55,7 60,0 68,4 23 Kalimantan Timur 53,2 53,8 62,7 67,0 72,3 24 Sulawesi Utara 53,5 55,2 61,6 70,1 71,1 25 Sulawesi Tengah 46,9 48,3 55,4 61,0 65,9 26 Sulawesi Selatan 50,3 51,9 60,0 63,0 69,3 12
27 Sulawesi Tenggara 45,3 50,8 58,5 64,0 67,0
28 Gorontalo 63,0 63,2
29 Sulawesi Barat 65,1
30 Maluku 46,0 49,6 58,7 62,0 65,1
31 Maluku Utara 59,0 67,0
32 Papua Barat 71,8
33 Papua 56,7*) 53,0 57,9 63,0 73,0
INDONESIA 45,7 52,2 59,8 65,4 70,7
Sumber : Sensus Penduduk
Catatan:
1. AHH dihitung dengan Metode Trussell dari kelompok umur ibu 20-24, 25-29, 30-34. 2. Angka dalam kurung () menunjukkan tahun rujukan. 3. *) hanya mencakup daerah perkotaan.