Faktor Risiko yang Berkaitan dengan Kematian Anak-Anak Brazil
dengan Severe Dengue: Penelitian Kasus Kontrol
Maria dos Remedios Freitas Carvalho Branco,I,II Expedito Jose de Albuquerque Luna,II Leonidas Lopes Braga Ju nior,III Ricardo Villar Barbosa de Oliveira,III Lvia Teresa Moreira Rios,III Maria do Socorro da Silva,IV Maria Nilza Lima Medeiros,IV Gilnara Fontinelle Silva,I Fernanda Campos Amaral Figueiredo Nina,I Taliane Jardim Lima,I Jayron Alves Brito,I Avessandra Costa Cardoso de Oliveira,I Claudio Sergio PannutiII I Universidade Federal do Maranha o, Departamento de Patologia, Sao Lus/MA, Brazil. II Universidade de Sao Paulo,Instituto de Medicina Tropical de Sao Paulo, Departamento de Mole stias Infecciosas e Parasita rias (LIMHC), Sao Paulo/SP, Brazil. III Hospital da Universidade Federal do Maranhao, Sao Lus/MA, Brazil. IV Vigila ncia Epidemiolo gica Municipal de Sao Lus, Sao Lus/MA, Brazil.
TUJUAN: Tujuan penelitian kasus kontrol ini untuk mengevaluasi faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan kematian pada anak-anak dengan severe dengue. METODE: Kondisi klinis pasien rawat inap dengan severe dengue yang meninggal (kasus, n=18) dibandingkan dengan pasien rawat inap yang bertahan (kontrol, n=77). Kriteria inklusi untuk penelitian ini meliputi usia di bawah 13 tahun, rawat inap di Sao Paulo, Northeastern Brazil, dan diagnosis dengue dikonfirmasi dengan hasil laboratorium. HASIL: Perdarahan berat (hemoptisis), kriteria penentu beratnya dengue, merupakan faktor paling kuat yang berkaitan dengan kematian pada penelitian ini. Kami juga menemukan bahwa epistaksis dan vomitus persisten, yang merupakan warning sign pada klasifikasi World Health Association (WHO) untuk infeksi dengue, secara kuat berhubungan dengan kematian. Tidak ada hubungan signifikan yang tampak dari hasil laboratorium dengan kematian. SIMPULAN: Temuan bahwa epistaksis dan vomitus persisten juga dikaitkan dengan kematian pada anak dengan severe dengue tidaklah terduga sebelumnya dan perlu diteliti pada penelitian selanjutnya. Karena perawatan intensif masih terbatas di wilayah dengan kondisi kurang, berbagai informasi yang dapat membantu distinguish pasien severe dengue dengan risiko tinggi kematian dapat bersifat krusial. KATA KUNCI: Dengue; Anak; Faktor Risko; Kematian; Brazil; Penelitian Kasus Kontrol
PENDAHULUAN Insidensi infeksi virus dengue meningkat di area endemis dan wilayah subtropis seluruh dunia. Di benua Amerika, jumlah kumulatif kasus dengue dalam 30 tahun terakhir mencapai 5 juta kasus. Saat ini, Brazil merupakan negara dengan kasus dengue terbesar (54,5% yang dilaporkan di seluruh benua Amerika) dan kasus dengue hemorrhagic fever (DHF) terbesar keenam (1). Di Brazil, outbreak dengue pertama kali terjadi pada tahun 1981-1982, di Boa Vista, Roraima State, dengan isolasi serotipe DENV-1 dan DENV-4 (2). Outbreak ini terdiri atas pengukuran kontrol vektor lokal, dan tidak ditemukan adanya aktivitas dengue yang dilaporkan selama 4 tahun selanjutnya (3). Pada tahun 1986, serotipe DENV-1 diperkenalkan di Rio de Janeiro. Sejak berulangnya kegawatan dengue di Brazil tahun 1986, negara ini memiliki beberapa epidemik dan telah melaporkan jumlah kasus terbesar di dunia dengan kejadian multipel (4). Di benua Amerika, laju fatalitas kasus dengue telah meningkat selama beberapa dekade terakhir (1). Insidensi kasus berat dengue di Brazil telah meningkat sejak 2001 (3,5), dengan peningkatan dramatis di kasus-kasus berat dan kematian terkait dengue pada pasien kurang dari 15 tahun sejak 2007, terutama di wilayah timur laut negara ini (6-7). Tiga serotipe virus dengue (DENV-1, DENV-2, dan DENV-3) telah menjadi endemis di Brazil sejak 2004 (4,8). Sirkulasi endemis serotipe keempat (DENV-4) saat ini telah dikonfirmasi di Brazil (9-10). Di bagian timur laut Maranha-o, laju infestasi tinggi Aedes aegypti telah diobservasi sejak 1995, terutama di Pulau Sao Lus (11). Kasus pertama dengue yang disebabkan oleh DENV-1 di Maranhao dilaporkan pada tahun 1994, yang diikuti dengan outbreak pada tahun 1995-1996 dan 1997-1998 (12). Survei seroepidemiologi yang dilakukan di tahun 1996 menemukan 41,5% prevalensi antibodi dengue di antara beberapa wilayah Pulau Sao Lus (13). Setelah perkenalan DENV-2 di Maranhao pada tahun 2001, insidensi dengue di wilayah tersebut meningkat (12); namun, kematian pertama DHF hanya terjadi setelah dikenalnya DENV-3 (5,12). Peningkatan insidensi DHF dan peningkatan laju fatalitas kasus pada anak usia di bawah 15 tahun selama epidemis 2006-2007 secara dominan berkaitan dengan infeksi serotipe DENV-2. Faktor risiko DHF dan dengue shock syndrome (DSS) di anak-anak telah disebutkan di penelitian sebelumnya (14-20). Namun, sebagian besar temuan klinis dam laboratorium yang berhubungan dengan kematian anak telah dituangkan melalui penelitian deskriptif. Pada penelitian kasus kontrol, kami melaporkan faktor risiko yang berkaitan dengan kematian pasien dengue dengan usia kurang dari 13 tahun.
BAHAN DAN METODE Desain Penelitian dan Pasien Penelitian dilaksanakan di Sao Lus, ibukota northeastern Brazilian state, Maranha o. Kriterian inklusi penelitian ini yaitu usia kurang dari 13 tahun dan rawat inap di Sao Luis dengan infeksi dengue akut yang dikonfirmasi dengan hasil laboratorium. Pasien yang meninggal (n=18) dipilih di antara beberapa pasien yang dirawat di Sao Lus dari April 2006 (permulaan epidemik) melalui Desember 2007. Kelompok kontrol (n=77) adalah seluruh pasien dengan sevenre dengue yang dirawat di the Hospital of the Universidade Federal do Maranhao (HUUFMA) selama periode yang sama. Kelompok kontrol dipilih hanya yang dirawat di HUUFMA karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan bagian untuk penatalaksanaan kasus dengue dengan komplikasi dan berat dimana rekam medis yang terpercaya dapat tersedia. Rumah sakit ini adalah rumah sakit umum yang merupakan bagian sistem kesehatan masyarakat nasional. Selain itu, kami juga melakukan analisis subset, yang mempertimbangkan kasus-kasus yang dirawat di HUUFMA.
Diagnsosis Laboratorium Infeksi DengueAkut Diagnosis infeksi dengue akut dikonfirmasi oleh deteksi antibodi IgM spesifik dengue menggunakan immunoglobulin M antibody-capture enzyme-linked immunosorbent assay (MAC-ELISA) atau oleh deteksi DENV di dalam serum, darah, atau organ viscera melalui reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR). Pemeriksaan ini dilakukan di Central Public Health Reference Laboratory.
Klasifikasi Kasus Dengue Dokumen The World Health Organization (WHO) 2009 Dengue guidelines for diagnosis, treatment, prevention, and control digunakan untuk klasifikasi kasus dengue dan untuk menentukan derajat beratnya infeksi. Pada klasifikasi ini, severe dengue diklasifikasikan dengan adanya kebocoran plasma berat yang menyebabkan syok atau akumulasi cairan dengan distress pernafasan; dan/atau perdarahan berat seperti yang dievaluasi oleh dokter; dan/atau keterlibatan organ secara berat (liver, sistem saraf pusat/ central nervous system [CNS], jantung, dan organ lainnya) (21).
Data Klinis dan Laboratorium Demografi, riwayat medis, temuan klinis, hasil pemeriksaan laboratorium, dan pencitraan yang berfungsi sebagai informasi mengenai penatalaksanaan dan outcome pasien diperoleh dari rekam medis dan formulir investigasi the National Mandatory Reporting System (SINAN) untuk kasus dengue. Pasien yang meninggal diidentifikasi melalui data yang tersedia di tiga sistem berbeda: the SINAN, the Mortality Information System (SIM) dan the Hospital Admission Information System of the National Public Health System (SIH-SUS). Informasi klinis dan patologis tambahan mengenai kasus fatal diperoleh dari sertifikat kematian, laporan nekropsi, dan wawancara dengan anggota keluarga yang disusun oleh the Municipal Dengue Control Program of Sao Lus. Kriteria kebocoran plasma yaitu efusi cavum (ditemukan saat pencitaraan atau nekropsi), hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20% dari baseline atau penurunan hematokrit dengan terapi pemberian cairan > 20% dari baseline), hipoalbuminemia (serum albumin < 3,5 g/dl) atau hipoproteinemia (serum protein < 6,0 g/dl).
Analisis Data Data klinis dan laboratois dimasukkan dalam database menggunakan Epi Info 3.5 software (Centers for Disease Control and Prevention, Atlanta, GA, USA). STATA 10.0 software (StataCorp LP, College Station, TX, USA) digunakan untuk analisis statistik. Untuk variabel kuantitatif, pengukuran kecenderungan sentral dan penyebaran dihitung. Variabel kualitatif disajikan sebagai frekuensi dan proporsi. Model regresi logistik digunakan untuk menghitung hubungan yang tidak berubah antara outcome (kematian) dan variasi variabel independen. Odds ratios dan 95% confidence intervals dihitung. Jumlah kasus terlalu kecil untuk dimasukkan ke dalam model regresi logistik multipel.
Etik Protokol penelitian disetuji oleh the Institutional Review Board of the HUUFMA. Sources meliputi informasi yang diperoleh dari laporan dan formulir investigasi SINAN. Kerahasiaan dan anonimitas subjek dipastikan melalui investigasi. Informed consent tertulis tidak dilakukan karena penelitian ini berdasarkan pada data sekunder. Dalam wawancara dengan anggota keluarga pasien yang meninggal, informed consent oral dilakukan dan didokumentasikan.
HASIL Selama periode penelitian, 33 pasien di bawah 13 tahun meninggal dengan suspek dengue. Sepuluh dari 33 pasien dirawat di ICU HUUFMA, dan 23 dirawat di salah satu dari tujuh rumah sakit lainnya di Sao Lus. Dari 33 pasien, 18 pasien mengalami infeksi dengue yang dikonfirmasi dengan hasil laboratorium dan dimasukkan ke dalam penelitian sebagai kasus. Tiga belas dari 15 pasien sisa yang meninggal dapat secara teliti diinvestigasi, dan 4 mengalami tanda adanya kebocoran plasma berat, yang mendukung diagnosis severe dengue. Namun, karena diagnosis laboratorium dengue tidak dapat dikonfirmasi, empat pasien ini tidak dimasukkan dalam penelitian. Dari 18 kasus yang dimasukkan dalam penelitian, lima kasus dirawat di ICU HUUFMA. Dari 396 pasien di bawah 13 tahun dengan suspek dengue yang dirawat di HUUFMA selama periode penelitian, 77 mengalami dengue yang dikonfirmasi dengan hasil laboratorium dengan kondisi yang sangat serius (syok) dan dimasukkan ke dalam penelitian sebagai kontrol. Informasi demografis, serotipe DENV, perawatan ICU, durasi demam, dan lama perawatan ditampilkan pada Tabel 1. Seluruh kelompok kasus dan kontrol mengalami demam. Durasi demam dan lamanya perawatan lebih singkat pada kelompok kasus daripada kontrol (Tabel 1). Analisis regresi logistik simpel menunjukkan bahwa epistaksis, hemoptisis, dan vomitus persisten merupakan tanda klinis yang secara signifikan berkaitan dengan kematian (Tabel 2). Tabel 3 menunjukkan hasil laboratorium dan pencitraan sebagai analisis kriteria kebocoran plasma (efusi cavum, hemokonsentrasi, hipoalbuminemia, dan hipoproteinemia). Tidak ada hubungan signifikan yang tampak antara temua laboratorium dengan kematian.
Tabel 1. Gambaran demografis dan klinis pada anak dengan severe dengue
Tabel 2. Hubungan antara karakteristik klinis dan kematian pada anak dengan severe dengue
Tabel 3. Hasil laboratorium dan pencitraan pada anak dengan severe dengue
Untuk mengontrol kemungkinan bias pemilihan, kami melakukan analisis subset yang hanya meliputi kasus yang dirawat di HUFFMA (Tabel 4). Pada analisis subset ini, sebagian besar temuan dipertahankan. Hubungan dengan vomitus persisten tidak lagi signifikan; namun, epistaksis tetap menjadi faktor yang berkaitan erat dengan kematian.
Tabel 4. Hubungan antara karakteristik klinis dan kematian pada anak yang dirawat di HUUFMA dengan severe dengue
DISKUSI Pada penelitian kami, tidak ada hubungan signifikan yang tampak antara temuan laboratorium dan kematian. Temuan ini mendukung kriteria dengue WHO 2009 untuk severe dengue, yang menekankan tanda klinis melebihi temuan laboratorium (21). Kebocoran plasma berat menyebabkan syok tidak tampak menjadi faktor risiko signifikan karena seluruh kelompok kontrol mengalami severe dengue dengan syok. Faktor yang paling berhubungan kuat dengan kematian pada penelitian kami yaitu perdarahan berat (hemoptisis). Hemoptisis dipertimbangkan menjadi kriteria penentu severe dengue menurut klasifikasi WHO yang telah direvisi (21) dan saat ini diteliti di beberapa penelitian multicenter (22). Namun, kami menemukan bahwa epistaksis dan vomitus persisten, yang menjadi warning sign pada klasifikasi kasus dengue WHO yang direvisi, juga berhubungan kuat dengan kematian. Epistaksi tetap berhubungan signifikan dengan kematian pada analisis subset kasus yang hanya dirawat di HUUFMA. Dari sudut klinis, epistaksis dan vomitus persisten tidak bersifat berat secara intrinsik, tidak seperti hemoptisis dan syok, yang dapat menyebabkan progresi cepat pasien ke arah kematian. Namun, epistaksis dan vomitus persisten dapat menjadi tanda pengganti severe dengue, bahkan jika kami saat ini tidak memiliki penjelasan logis mengenai hal ini. Tanda dan gejala yang berkaitan dengan kematian pada anak-anak telah dijelaskan pada penelitian deskriptif sebelumnya. Pada anak Thailand, perdarahan merupakan salah satu faktor risiko DSS (17). Pada anak Kolombia dengan DHF dan manifestasi atipik dengue, semua yang mengalami hemoptisis meninggal (23). Pada anak Malaysia dengan infeksi dengue berat, hubungan signifikan tampak antara perdarahan mayor dan kematian (p = 0.001) (24). Pada penelitian di Indonesia dari 30 anak dengan dengue yang meninggal, 16,7% mengalami epistaksis (25). Pada epidemik Kuba di tahun 1981, dari 13 anak dengan DHF/DSS yang meninggal, 12 mengalami vomitus, dan 3 mengalami epistaksis (26). Pada penelitian deskriptif 15 anak Kolombia kurang dari 13 tahun dengan DHF yang meninggal, penyebab kematian yaitu miokarditis sebanyak 9, hepatitis akut sebanyak 3 dan disseminated intravascular coagulation sebanyak 3 sisanya, yang mengindikasikan bahwa mortalitas akibat DHF tidak hanya disebabkan oleh syok hipovolemik (27). Beberapa informasi dari penelitian deksriptif, kematian pada anak dengan dengue diringkas pada Tabel 5. Serotipe DENV-2 dominan pada endemis di Maranhao pada tahun 2006 dan 2007. Namun, genotyping tidak dilakukan pada seluruh pasien dalam outbreak di Sao Lus; serotipe DENV hanya diperoleh dari 5 kasus, dan seluruh 5 kasus tersebut merupakan DENV-2. Pada penelitian kami, faktor yang berbeda dapat berkontribusi pada prognosis buruk kasus. Pediatrik tidak memiliki pengalaman dalam diagnosis dan manajemen pasien dengue, dan tim kesehatan tidak dipersipkan untuk memberikan perawatan emergensi pada pasien dengan severe dengue selama fase awal epidemik. Hanya 69,2% kasus didiagnosis sebagai dengue saat perawatan di rumah sakit, dibandingkan dengan 98,7% kelompok kontrol. Temuan ini menunjukkan bahwa keterlambatan dalam diagnosis dengue dapat memperburuk prognosis. Selain itu, 5 pasien tidak memiliki akses ke ICU, dan 2 pasien tiba di rumah sakit dalam kondisi lanjut. Temuan yang sama tampak pada penelitian deskriptif 14 kematian akibat dengue di 2 kota northeastern Brazil (30). Durasi demam dan lamanya perawatan lebih singkat pada kelompok kasus daripada kelompok kontrol, menunjukkan bahwa kondisi klinis kelompok kasus saat perawatan lebih buruk daripada kelompok kontrol, yang dapat berkontribusi pada outcome lebih buruk untuk kelompok kasus. Penting untuk mempertimbangkan bahwa semakin awal faktor risiko kematian dapat diidentifikasi, semakin besar kemungkinan intervensi terapeutik yang tepat dapat diberikan untuk mencegah kematian. Jika faktor risiko tinggi telah dikenali dan anak telah ditangani dengan tepat, sangat mungkin progresi ke arah syok dan kematian dapat dicegah. Pemilihan kasus di 7 rumah sakit berbeda, yang memiliki kualitas bervariasi, dapat berkontribusi terhadap kematian pasien kelompok kasus. Sejumlah kecil kasus pada penelitian ini menghasilkan interval kepercayaan lebar, termasuk variabel yang secara kuat berhubungan dengan kematian (odds ratio > 3). Pembatasan ini juga mencegah kami untuk menggunakan model regresi logistik multipel untuk mengolah data. Analisis kami menunjukkan bahwa perdarahan berat yang bermanifestasi dengan hemoptisis secara kuat berhubungan dengan kematian, yang memberikan dukungan tambahan terhadap klasifikasi kasus dengue WHO yang telah direvisi (21). Namun, temuan bahwa epistaksis dan vomitus persisten juga berhubungan dengan kematian pada anak dengan severe dengue tidaklah terduga sebelumnya dan memerlukan penelitian lebih lanjut di masa mendatang. Karena ICU sering kali terbatas di beberapa setting dengan sumber yang kurang, berbagai informasi yang dapat mengidentifikasi pasien dengan severe dengue dan risiko tinggi kematian dapat bersifat krusial.
Tabel 5. Ringkasan penelitian deskriptif kematian dengue pada anak