Você está na página 1de 17

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK 2

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN THALASEMIA





















KELOMPOK 5:

NURMALA I1B111032
AHMAD LUTFI I1B111207
LOLA ILLONA ELFANI K. I1B111210








PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU 2014


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan data terakhir dari Badan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menyebutkan 250 juta penduduk dunia (4,5%) membawa genetik Thalasemia.
Dari 250 juta, 80-90 juta di antaranya membawa genetik Thalasemia Beta.
Sementara itu di Indonesia Jumlah penderita Thalasemia hingga tahun 2009 naik
menjadi 8,3% dari 3.653 penderita yang tercatat pada tahun 2006. Hampir 90%
para penderita penyakit genetik sintesis Hemoglobin (Hb) ini berasal dari
kalangan masyarakat miskin.
Kejadian thalasemia sampai saat ini tidak bisa terkontrol terkait faktor
genetik sebagai batu sandungan dan belum maksimalnya tindakan screening untuk
thalasemia khususnya di Indonesia. Thalasemia pertama kali ditemukan pada
tahun 1925 ketika Dr. Thomas B. Cooley mendeskripsikan 5 anak anak dengan
anemia berat, splenomegali, dan biasanya ditemukan abnormal pada tulang yang
disebut kelainan eritroblastik atau anemia Mediterania karena sirkulasi sel darah
merah dan nukleasi. Pada tahun 1932 Whipple dan Bradford menciptakan istilah
thalasemia dari bahasa yunani yaitu thalassa, yang artinya laut (laut tengah) untuk
mendeskripsikan ini.
Thalasemia merupakan penyakit yang diturunkan. Pada penderita
thalasemia, hemoglobin mengalami penghancuran (hemolisis). Penghancuran
terjadi karena adanya gangguan sintesis rantai hemoglobin atau rantai globin.
Hemoglobin orang dewasa terdiri dari HbA yang merupakan 98% dari seluruh
hemoglobinya. HbA2 tidak lebih dari 2% dan HbF 3%. Pada bayi baru lahir HbF
merupakan bagian terbesar dari hemoglobin (95%). Pada penderita thalasemia
kelainan genetik terdapat pada pembentukan rantai globin yang salah sehingga
eritrosit lebih cepat lisis. Akibatnya penderita harus menjalani tranfusi darah
seumur hidup. Selain transfusi darah rutin, juga dibutuhkan agent pengikat besi
(Iron Chelating Agent) yang harganya cukup mahal untuk membuang kelebihan
besi dalam tubuh. Jika tindakan ini tidak dilakukan maka besi akan menumpuk
pada berbagai jaringan dan organ vital seperti jantung, otak, hati dan ginjal yang
merupakan komplikasi kematian dini.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu:
1. Apa definisi talasemia pada anak?
2. Bagaimana mekanisme hemoglobin?
3. Bagaimana epidemiologi talasemia?
4. Apa saja klasifikasi talasemia?
5. Bagaimana patofisiologi talasemia?
6. Bagaimana tanda dan gejala talasemia?
7. Bagaimana penatalaksanaan talasemia?
8. Apa saja komplikasi talasemia?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada talasemia?

C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui definisi talasemia pada anak?
2. Untuk mengetahui mekanisme hemoglobin?
3. Untuk mengetahui epidemiologi talasemia?
4. Untuk mengetahui klasifikasi talasemia?
5. Untuk mengetahui patofisiologi talasemia?
6. Untuk mengetahui tanda dan gejala talasemia?
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan talasemia?
8. Untuk mengetahui komplikasi talasemia?
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada talasemia?




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Thalasemia adalah kelompok dari anemia herediter yang diakibatkan oleh
berkurang nya sintesis salah satu rantai globin yang mengkombinasikan
hemoglobin (HbA, 2 2). Disebut hemoglobinopathies, tidak terdapat
perbedaan kimia dalam hemoglobin. Nolmalnya HbA memiliki rantai polipeptida
dan , dan yang paling penting thalasemia dapat ditetapkan sebagai - atau -
thalassemia.

B. Sintesis hemoglobin
Pigmen merah yang membawa oksigen dalam sel darah merah adalah
hemoglobin, suatu protein yang mempunyai molekul 64.450. Hemoglobin
mengikat O2 menempel pada Fe2+ dalam heme, afinitas hemoglobin terhadap O2
dipengaruhi oleh pH, suhu dan konsentrasi 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) dalam
sel darah merah. 2,3-DPG dan H+ berkopetensi dengan O2 untuk berikatan
dengan Hb tanpa O2 (O2 teroksidasi), sehingga menurunkan afinitas Hb terhadap
O2 dengan menggeser posisi 4 rantai polipeptida.
Hemoglobin dibentuk dari hem dan globin. Hem sendiri terdiri dari 4
struktur pirol dengan atom Fe di tengah nya, sedangkan globin terdiri dari 2
pasang rantai polopeptida. Pembuatan setiap rantai polipeptida ini di atur oleh
beberapa gen (gen regulator), sedangkan urutannya dalam rantai tersebut di atur
oleh gen struktural.
Kalau suatu gen abnormal diturunkan dari salah satu orang tua
memerintahkan pembentukan Hb abnormal yakni, kalau inividu tersebut
heterozigot separuh dari Hb sirkulasi nya abnormal dan separuh nya normal.kalau
gen gen abnormal identik diturunkan dari orang tuanya, individu tersebut
homozigot dan semuanya Hb nya abnormal. Secara teoritis ada kemungkinan
diturunkan 2 Hb abnormal yang berbeda, satu dari ayah dan satu dari ibu. Pada
beberapa kasus penelitian tentang pewarisan dan distribusi geografik Hb abnormal
memungkinkan untuk memastikan asal dari gen mutan tersebut dan perkiraan
waktu terjadi mutasi. Secara umum mutasi yang berbahaya cendrung musnah,
tetapi gen mutan yang membawa ciri ciri kelangsungan hidup, akan tetap bertahan
dan menyebar dalam populasi. Sebenarnya terdapat 2 golongan besar gangguan
pembentukan hemoglobin, yaitu:
1. Gangguan structural pembentukan Hb (Hb abnormal),
2. Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin missal
thalasemia.

C. Epidemiologi
Diantara 1.1% pasangan suami istri mempunya resiko memiliki anak
dengan kelainan hemoglobin dan 2.7 per 1000 konsepsi terganggu. Pencegahan
hanya memberikan pengaruh yang kecil, pengaruh prevalensi kelahiran
dikalkulasikan antara 2.55 per 1000. Sebagian besar anak anak yang lahir dinegara
berpenghasilan tinggi dapat bertahan dengan kelainan kronik, sementara di
negara-negara yang berpengasilan rendah meninggal sebelum usia 5 tahun.
Kelainan hemoglobin memberikan kontribusi setara dengan 3.4% kematian padan
anak usia di bawah 5 tahun di seluruh dunia.
Setiap tahun terdapat lebih dari 332.000 kelahiran atau konsepsi
terpengaruh. Antara 275.000 memiliki kelainan sickle-cell disorder, dan
membutuhkan diagnosis dini. Antara 56.000 memiliki mayor thalasemia,
termaksud 30.000 yang membutujan tranfusi regular untuk bertahan dan 55.000
meninggal saat lahir karena thalasemia mayor. Sebagian besar kelahiran, 75%
terdapat pada Negara endemik kelainan hemoglobin dan 13% terjadi karena
mereka bermigrasi. Jadi pada prinsip nya, 88% dari 128 juta wanita yang
melahirkan sebaiknya di screening.

D. Klasifikasi
Di indonesia talasemia merupakan penyakit terbanyak di antara golongan
anemia hemolitik dengan penyebab intrakorpuskuler. Secara molekuler thalasemia
dibedakan atas:
1. Thalasemia- (gangguan pembentuakan rantai ).
2. Thalasemia- (gangguan pembentukan rantai ).
3. Thalasemia- - (gangguan pembentukan rantai dan yang letak gen
nya di duga berdekatan ).
4. Thalasemia (gangguan pembentukan rantai ).

E. Patofosiologi
Mutasi pada -Thalassemia meliputi delegi gen globin, mutasi daerah
promotor, penghentian mutasi dan mutasi lainnya. Terdapat relatif sedikit mutasi
pada -Thalassemia. Penyebab utama adalah terdapatnya ketidakseimbangan
rantai globin. Pada sumsum tulang mutasi thalasemia mengganggu pematangan
sel darah merah, sehingga tidak efektifnya eritropoiesis akibat hiperaktif sumsum
tulang, terdapat pula sedikit Retikulosit dan anemia berat. Pada -thalasemia
terdapat kelebihan rantai globin -yang relatif terhadap - dan -globin; tetramers-
globin (4) terbentuk, dan ini berinteraksi dengan membran eritrosit sehingga
memperpendek hidup eritrosit, yang mengarah ke anemia dan meningkatkan
produksi erythroid. Rantai globin -diproduksi dalam jumlah yang normal,
sehingga menyebabkan peningkatan Hb F (2 2). Rantai -globin juga
diproduksi dalam jumlah normal, Hb A2 meningkat (2 2) di -Thalassemia.
Pada -talasemia terdapat lebih sedikit-globin rantai dan -berlebihan dan rantai
-globin. Kelebihan rantai ini membentuk hb Bart (4) dalam kehidupan janin dan
Hb H (4) setelah lahir. Tetramers abnormal ini tidak mematikan tetapi
mengakibatkan hemolisis extravascular.
a. Thalasemia
Seperti telah disebutkan diatas terdapat 2 gen pada tiap haploid kromosom,
sehingga dapat di duga terjadi 4 macam kelainan pada thalasemia- . Kelainan
dapat terjadi pada 1 atau 2 gen pada satu kromosom atau beberapa gen pada
seorang individu sehat. Penelitian akhir akhir ini menunjukkan bahwa pada
kelainan - thalasemia-1 tidak terbentuk rantai- sama sekali, sedangkan
thalasemia- 2 masih ada sedikit pembentukan rantai- tersebut. Atas dasar
tersebut, -thalasemia-1 dan -thalasemia-2 sekarang disebut 0- dan -+-
thalasemia.


b. Thalasemia- (Thalasemia major, cooley anemia)
Bentuk ini lebih heterogen dibandingkan thalasemia , tetapi untuk
kepentingan klinis umumnya dibedakan antara thalasemia 0 dan thalasemia +.
Pada 0 thalasemia tidak dibentuk rantai globin sama skali, sedangkan +
thalasemia terdapat pengurangan (10-50%) daripada produksi rantai globin
tersebut. Pembagian selanjutnya adalah kadar HbA2 yang normal baik pada 0
maupun +- thalasemia dalam bentuk heterozigotnya. Bentuk homozigot dari 0
atau campuran antara 0 dengan + -thalasemia yang berat akan menimbulkan
gejala klinis yang berat yang memerlukan tranfusi darah sejak permulaan
kehidupannya. Tapi kadang kadang bentuk campuran ini memberi gejala klinis
ringan dan disebut thalasemia intermedia.

F. Tanda dan Gejala
Penderita B-thalassemia minor biasanya asimtomatis dengan temuan
normal pada pemeriksaan fisik. Berbeda dengan B-thalasemia mayor yang normal
saat lahir tapi berkembang menjadi anemia siknifikan sejak tahun pertama
kelahiran. Jika kelainan tersebut tidak teridentifikasi dan di terapi dengan tranfusi
darah, pertumbuhan anak sangat buruk dan disertai hepatoslenomegali masiv dan
perluasan dari jarak medulla dengan penjalaran pada cortex tulang. Perubahan
tulang terlihat jelas pada deformitas wajah. (Prominen dari kepala dan maksilla)
dan hal ini juga sering menyebabkan penderita thalasemia rentan terhadap fraktur
patologis.

G. Penatalaksanaan
- Medikamentosa
a. Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah
kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin
lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine,
dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus
dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap
selesai transfusi darah.
b. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk
meningkatkan efek kelasi besi.
c. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
d. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat
memperpanjang umur sel darah merah.
- Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita
thalasemia dengan lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil
tersembuhkan dengan tanpa ditemukannya akumulasi besi dan
hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada anak usia
dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan
cocok dengan saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan
transplantasi ini.
- Suportif
a. Tranfusi Darah, Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl.
Dengan kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang
adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan
pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk
PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.

H. Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi
darah yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam
darah sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti
hepar, limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi
alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma
ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda hiperspleenisme seperti
leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan
gagal jantung.
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah
diperiksa terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis
hepatis, diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada
hemosiderosis, karena peningkatan deposisi melanin.

I. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian yang dapat dilakukan pada anak dengan thalasemia adalah:
1. Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah
(Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia
cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang
paling banyak diderita.
2. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah
terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia
minor biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
3. Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi
lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat
transport.
4. Pertumbuhan dan Perkembangan
Seiring didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang
sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik
anak pada umunya kecil atau lebih lambat dibandingkan anak lain, dan
adanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada
pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami
penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan
dan perkembangan anak normal.
5. Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah
dan tidak sesuai usia.
6. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak
tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
7. Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah
orang tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko
terkena talasemia mayor.
8. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya
faktor resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu
diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.
9. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
a. KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.
b. Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan
mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid
(hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi
terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat kehitaman
e. Dada, pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya
pembesaran jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut, terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati
(hepatospek nomegali).
g. Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di
bawah normal
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak
tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun
kumis bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena
adanya anemia kronik.
i. Kulit, biasanya berwarna pucat kekuningan, jika anak telah sering
mendapat transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini
terjadi karena adanya penumpukan zat besi dalam jaringan kulit
(hemosiderosis).

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan untuk klien dengan thalasemia adalah :
1) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
Kriteria hasil :
Tidak terjadi palpitasi
Kulit tidak pucat
Membran mukosa lembab
Keluaran urine adekuat
Tidak terjadi mual/muntah dan distensil abdomen
Tidak terjadi perubahan tekanan darah
Orientasi klien baik.
Intervensi :
Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/
membran mukosa, dasar kuku.
Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra
indikasi pada pasien dengan hipotensi).
Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.
Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi,
gangguan memori, bingung.
Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan
tubuh hangat sesuai indikasi.
Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hb, Hmt, AGD, dll.
Kolaborasi dalam pemberian transfusi.
Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi.
Rasional:
Indikator umum status sirkulasi dan keadekuatan sirkulasi
Untuk mengetahui ststus kesadaran pasien
Untuk mensuplai kebutuhan organ tubuh

2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna / ketidakmampuan mencerna makanan /
absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah
normal.
Kriteria hasil :
Menunjukkan peningkatan berat badan/ BB stabil.
Tidak ada malnutrisi.
Intervensi :
Berikan makanan yang bergisi.
Berikan minuman yang bergisi misalnya susu
Beri makanan sedikit tapi sering
Berikan suplemen atau vitamin pada anak
Berikan lingkungan yang menyenangkan
Rasional :
Untuk memenuhi kebutuhan tubuh dan mempercepat
pemuluhan
Untuk memenuhi kebutuhan kalori
Merangsang nafsu makan
Memudahkan absorsi makanan
Meningkatkan nafsu makan

3) Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
sirkulasi dan novrologis.
Kriteria hasil : Kulit utuh.

Intervensi :
Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan
warna, aritema dan ekskoriasi.
Ubah posisi secara periodik
Pertahankan kulit kering dan bersih, batasi penggunaan
sabun.
Rasional :
Memberikan informasi dasar tentang peneneman dan
kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi darah.
Menurunkan risiko infeksi infrak.
Gerakan jaringan dibawa dapat merubah posisi dan dapat
mempengharui penyembuhan optimal.
Perbaikan nutrisi akan mempercepat penyembuhan luka pada
anak
Mengurangi jumlah Fe dalam tubuh.
Untuk mengimbangi jumlah Fe yang tinggi dalam darah

4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai O2 dan kebutuhan.
Tujuan : Setelah dlakukan asuhan kep slama 1x24 jam diharapkan
klien mampu mlakukan aktifitas shari2 dgn kriteria hasil: anak
bermain dan beristirahat dgan tnang srta dapat mlakukan aktivitas
esuai kemampuan.
Intervensi :
Kaji toleransi fisik anak dan bantu dlam aktivitas yg mlebihi
toleransi anak
Berikan anak aktifitas pengalihan misalnya bermain
Berikan anak periode tidur sesuai kondisi dan usia
Rasional :
Menentukan kemampuan atau kebutuhan klien
Aktifitas pgalihan dpat membantu anak mlakukan aktivitas
sesuai kemampuan
Istirahat yg cukup berguna untuk mempercepat pemulihan
kemanpuan anak

5) Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan salah interpretasi informasi dan tidak mengenal
sumber informasi.
Kriteria hasil :
Menyatakan pemahaman proses penyakit, prosedur
diagnostika rencana pengobatan.
Mengidentifikasi faktor penyebab.
Melakukan tindakan yang perlu perubahan pola hidup.
Intervensi :
Berikan informasi tentang thalasemia secara spesifik.
Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan
beratnya thalasemia.
Rujuk ke sumber komunitas, untuk mendapat dukungan
secara psikologis.
Konseling keluarga tentang pembatasan punya anak/ deteksi
dini keadaan janin melalui air ketuban dan konseling
perinahan: mengajurkan untuk tidak menikah dengan sesama
penderita thalasemia, baik mayor maupun minor.
6) Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan dampak penyakit
anak terhadap fungsi keluarga; resiko penyembuhan yang lama pada
anak.
Kriteria Hasil:
klien memahaman tentang penyakit tersebut
Intervensi keperawatan:
Ajari keluarga dan anak yang lebih tua tentang karakteristik
dari pengukuran pengukuran.
Tekankan akan pentingnya menginformasikan perkembangan
kesehatan, penyakit si anak.
Jelaskan tanda-tanda adanya peningkatan krisis terutama
demam, pucat dan gangguan pernafasan
Berikan gambaran tentang penyakit keturunan dan berikan
pendidikan kesehatan pada keluarga tentang genetik keluarga
mereka
Tempatkan orang tua sebagai pengawas untuk anak mereka
Rasional:
Meminimalkan komplikasi.
Mendapatkan hasil kemajuan dari perawatan yang tepat.
Menghindari keterlambatan perawatan.
Keluarga tahu apa yang harus dilakukan.
Agar anak mendapatkan perawatan yang terbaik.



















BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Thalasemia adalah kelompok dari anemia herediter yang diakibatkan oleh
berkurang nya sintesis salah satu rantai globin yang mengkombinasikan
hemoglobin (HbA, 2 2). Disebut hemoglobinopathies, tidak terdapat
perbedaan kimia dalam hemoglobin. Nolmalnya HbA memiliki rantai polipeptida
dan , dan yang paling penting thalasemia dapat ditetapkan sebagai - atau -
thalassemia.
Di indonesia talasemia merupakan penyakit terbanyak di antara golongan
anemia hemolitik dengan penyebab intrakorpuskuler. Secara molekuler thalasemia
dibedakan atas:
1. Thalasemia- (gangguan pembentuakan rantai ).
2. Thalasemia- (gangguan pembentukan rantai ).
3. Thalasemia- - (gangguan pembentukan rantai dan yang letak gen
nya di duga berdekatan ).
4. Thalasemia (gangguan pembentukan rantai ).













DAFTAR PUSTAKA

FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak buku I. Jakarta: FKUI.

Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran (Ed. 9). Jakarta: EGC.

Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Medika.

NANDA. 2006. Diagnosa Keperawatan NANDA. Yogyakarta: Prima Medika.

Você também pode gostar