Você está na página 1de 14

Pengertian Politik Menurut Para Ahli

[#] ROD HAGUE


Politik adalah kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai
keputusan-keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan
perbedaan-perbedaan diantara anggota-anggotanya
[#] ARISTOTELES
Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama
[#] HANS KELSEN
Dia mengatakan bahwa politik mempunyai dua arti, yaitu sebagai berikut.
a. Politik sebagai etik, yakni berkenaan dengan tujuan manusia atau individu agar tetap hidup
secara sempurna.
b. Politik sebagai teknik, yakni berkenaan dengan cara (teknik) manusia atau individu untuk
mencapai tujuan.
[#] ANDREW HEYWOOD
Politik adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan
mengamandemen peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya, yang berarti
tidak dapat terlepas dari gejala komflik dan kerjasama
[#] Prof. MIRIAM BUDIARDJO
Politik adalah bermacam-macam kegiatan yang menyangkut penentuan tujuan-tujuan dan
pelaksanaan tujuan itu. Menurutnya politik membuat konsep-konsep pokok tentang negara
(state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision marking), kebijaksanaan
(policy of beleid), dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation).
[#] KARTINI KARTOLO
Politik adalah aktivitas perilaku atau proses yang menggunakan kekuasaan untuk
menegakkan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan yang sah berlaku ditengah
masyarakat.
[#] CARL SCHMIDT
Politik adalah suatu dunia yang didalamnya orang-orang lebih membuat keputusan
keputusan daripada lembaga-lembaga abstrak.
[#] LITRE
Politik didefinisikan sebagai ilmu memerintah dan mengatur negara
[#] ROBERT
Definisi politik adalah seni memerintah dan mengatur masyarakat manusia
[#] IBNU AQIL
Politik adalah hal-hal praktis yang lebih mendekati kemaslahatan bagi manusia dan lebih jauh
dari kerusakan meskipun tidak digariskan oleh Rosulullah S.A.W.
http://fatih-io.biz/pengertian-politik-menurut-para-ahli.html

1. Menurut Joice Mitchel
Politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijaksanaan umum untuk
masyarakat seluruhnya.

2. Menurut Roger F. Soltau
Ilmu politik mempelajari negara, tujuan negara, dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan
tujuan itu.

3. Menurut Prof. Miriam Budiardjo
Politik adalah bermacam-macam kegiatan yang menyangkut penentuan tujuan-tujuan dan
pelaksanaan tujuan itu. Menurutnya politik membuat konsep-konsep pokok tentang negara (state),
kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision marking), kebijaksanaan (policy of beleid), dan
pembagian (distribution) atau alokasi (allocation).

4. Menurut Johan Kaspar Bluntchli
Ilmu politik memerhatikan masalah kenagaraan yang mencakup paham, situasi, dan kondisi negara
yang bersifat penting.

5. Menurut Hans Kelsen
Dia mengatakan bahwa politik mempunyai dua arit, yaitu sebagai berikut.
a. Politik sebagai etik, yakni berkenaan dengan tujuan manusia atau individu agar tetap hidup secara
sempurna.
b. Politik sebagai teknik, yakni berkenaan dengan cara (teknik) manusia atau individu untuk
mencapai tujuan.
http://the-divider.blogspot.com/2013/08/pengertian-politik-secara-umum-dan.html













1. Ramlan Surbakti (1999:1)
Bahwa definisi politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses
pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang
tinggal dalam suatu wilayah tertentu.

2. Isjwara, (1995:42)
Politik ialah salah satu perjuangan untuk memperoleh kekuasaan atau sebagai tekhnik menjalankan
kekuasaan-kekuasaan.

3. Kartini Kartono (1996:64)
Bahwa politik dapat diartikan sebagai aktivitas perilaku atau proses yang menggunakan kekuasaan
untuk menegakkan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan yang sah berlaku di tengah
masyarakat.

4. Rod Hague
Politik adalah kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan-
keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-
perbedaan diantara anggota-anggotanya

5. Andrew Heywood
Politik adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan
mengamandemen peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya, yang berarti tidak
dapat terlepas dari gejala komflik dan kerjasama.

6. Carl Schmidt
Politik adalah suatu dunia yang didalamnya orang-orang lebih membuat keputusan - keputusan
daripada lembaga-lembaga abstrak.

7. Litre
Politik didefinisikan sebagai ilmu memerintah dan mengatur negara

8. Robert
Definisi politik adalah seni memerintah dan mengatur masyarakat manusia

9. Ibnu Aqil
Politik adalah hal-hal praktis yang lebih mendekati kemaslahatan bagi manusia dan lebih jauh dari
kerusakan meskipun tidak digariskan oleh Rasulullah S.A.W.

10. Mirriam Budiarjo
Politik adalah bermacam-macam kegiatan dari suatu sistem politik (negara) yang menyangkut proses
menentukan tujuan-tujuan dari sistem indonesia dan melaksanakan tujuan-tujuan itu.

11. Isjware
Politik adalah perjuangan utk memperoleh kekuasaan / teknik menjalankan kekuasaan-kekuasaan /
masalah-masalah pelaksanaan dan kontrol kekuasaan / pembentukan dan penggunaan kekuasaan.

12. Sri Sumantri
Politik adalah pelembagaan dari hubungan antar manusia yang dilembagakan dalam bermacam-
macam badan politik baik suprastruktur politik dan infrastruktur politik.

13. Aristoteles
Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama.
http://hanajadeh.blogspot.com/2013/05/pengertian-politik-menurut-para-ahli.html













POLITIK DINASTI PEMERINTAHAN
INDONESIA: KAJIAN MULTI
PERSPEKTIF
POLITIK DINASTI
PEMERINTAHAN INDONESIA:
KAJIAN MULTI PERSPEKTIF
























Disusun oleh:
- Anindita Ayu
- Anindita Kesuma
- Marcel Angwyn
- Laurensia Irma Saraswati
- Riantiarno


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia 2010


Pengantar
Dalam politik dinasti ini merupakan hal yang negative namun sebagian positif, tergantung dari mana
kita menyudutkan hal tersebut. Makalah ini cukup representative dalam mengkaji multi perspektif
dari kata-kata politik dinasti.

Tujuan
Makalah lebih menitikberatkan pada posisi sudut pandang netralitas dalam menilai politik dinasti ini.

Pembahasan
Politik dinasti, satu kata yang dapat dikaji maknanya melalui kajian etika dalam kehidupan sehari-
hari, keakhlak dan budi pekertian, kemultikulturalisme dan identitas kebangsaan, geopolitik dan
geostrategi, wilayah kenegaraan, serta hukum, konstitusi, kedaulatan, dan pendidikan demokrasi.
Pertama dikaji dalam etika kehidupan sehari-hari; secara garis besar, pengertian etika dapat
disederhanakan menjadi suatu hal yang digunakan untuk membatasi, meregulasi, melarang dan
memerintahkan tindakan mana yang diperlukan dan mana yang dijauhi. Pun demikian dengan etika
dalam berpolitik. Berbicara soal moralitas merupakan hal yang cukup pelik. Sebab moralitas bukan
sekedar tugas pemberian nasehat yang hanya menyentuh dan berupa himbauan yang bersifat
teoretik serta tidak sampai pada upaya pemecahan masalah konkret. Etika sebagai sistem
pengkajian terhadap moral pun bukan
sekedar bertugas menyusun sederetan daftar perbuatan baik yang harus dikerjakan
serta perbuatan buruk yang harus ditinggalkan. Etika justru memiliki sifat dasar kritis, yang
mempertanyakan landasan argumentatif dari hak berlakunya norma, hak perorangan, masyarakat,
lembaga masyarakat, ketika memberlakukan norma yang harus ditaati oleh orang lain, sehingga
orang lain tersebut wajib taat terhadap norma tersebut. Dengan kata lain etika dapat mengantarkan
orang mampu bersikap rasional, sadar dan kritis untuk membentuk pendapatnya sendiri dan
bertindak sesuai dengan keyakinan dan kebebasannya, sehingga manusia yang otonom secara utuh
dengan sungguh-sungguh mempertanggungjawabkan pendapat serta pilihan tindakannya
Saat ini, perkembangan politik di Indonesia seakan-akan mulai meninggalkan etika yang seharusnya
perlu untuk dijaga. Etika dalam kehidupan masyarakat dan dunia politik pada dasarnya adalah sama.
Keduanya merupakan pembatas bagi tindakan mana yang diperlukan dan tindakan mana yang perlu
dijauhi. Sebagai contohnya, adalah semakin kentalnya pemerintahan ini dengan politik dinasti.
Sejalan dengan sebutannya, politik dinasti mengarah pada adanya hubungan darah antar pemegang
kekuasaan di dalam pemerintahan. Sehingga hal ini tentu menguntungkan bagi anggota keluarga
yang memiliki kerabat dalam pemerintahan. Akibatnya, akan terbentuk keluarga politik yang
nantinya akan mengarah kembali kepada terjadinya nepotisme, seperti di zaman orde baru.
Bahaya, itulah kata yang menggambarkan dampak negatif adanya politik dinasti. Politik dinasti
berdampak tumbuhnya sentralisasi kekuasaan yang diikuti dengan adanya kepentingan keluarga dan
kroninya dalam pemerintahan. Hal tersebut tentu akan menjadi batu sandungan dalam mewujudkan
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat yang notabene merupakan bentuk ideal
demokrasi.
Praktis, laju pemerintahan pun akan kehilangan navigasi yang disebabkan adanya kepentingan
keluarga dalam pemerintahan, bukan lagi berorientasi pada kepentingan rakyat. Namun, tentu tidak
pula menutup kemungkinan adanya kemajuan dan perkembangan positif dalam pemerintahan
terkait dengan politik dinasti. Perkembangan yang positif dapat timbul jika kepentingan rakyat
adalah hal yang selalu diutamakan, bukan kepentingan keluarga dan kroninya. Tentu bukan
kesalahan jika anggota keluarga yang mewarisi pengaruh politik pendahulunya, tanpa unsur
nepotisme, merupakan tokoh yang berkompeten, memiliki kredibilitas, dan berkapabilitas dalam
menjalankan pemerintahan yang bersih.
Hal yang diuraikan di atas akan membawa kita kembali pada etika dalam kehidupan bermasyarakat,
dalam hal ini lebih terfokus pada pemerintahan. Seperti yang telah diuraikan, etika akan menjadi
pembatas atau regulator tentang tindakan mana yang perlu dilakukan dan perlu dijauhi. Politik
dinasti yang berkaitan dengan nepotisme dengan orientasi untuk menjalankan kepentingan keluarga
atau kroninya jelas merupakan hal yang dapat merusak suatu pemerintahan yang berdampak pada
dikesampingkannya kesejahteraan rakyat. Namun akan lain ceritanya jika politik dinasti tersebut
tidak terkait dengan nepotisme serta berorientasi pada kesejahteraan rakyat, dimana anggota
keluarga yang terlibat benar-benar memiliki kompetensi, kredibelitas, dan kapabilitas dalam
menjalankan pemerintahan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan demikian, etika
dalam kehidupan pemerintahan, terkait dengan timbulnya politik dinasti, memiliki peran yang
sangat vital untuk menjaga tujuan pemerintah dalam mensejahterakan rakyat.
Kajian kedua mengenai penerapan akhlak dan budi pekerti ini, politik dinasti ini sangat tidak sesuai
dengan hal tersebut. Seharusnya dalam menentukan siapa yang berhak duduk dipemerintahan itu
harus berdasarkan kapasitas dan kompetensi yang dimilikinya bukan berdasarkan siapa yang
membawanya kedalam pemerintahan. Peran akhlak dan budi pekerti sangat penting dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagai penyaring budaya budaya yang tidak sesuai dengan
kepribadian bangsa Indonesia. Budaya dalam hal ini adalah budaya yang marak terjadi ketika masa
pra-reformasi yakni memasukan anggota keluarga kedalam pemerintahan. Akhlak dan budi pekerti
dipakai sebagai filter sehingga politik dinasti ini sebaiknya tidak dilakukan di Indonesia karena tidak
sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang notabene Indonesia adalah negara yang
demokrasi; negara yang mengizinkan setiap warga negaranya yang kompeten untuk berperan aktif
dalam pemerintahan; bukan malah mengizinkan orang yang tidak sama sekali kompeten duduk di
pemerintahan menjadi wakil rakyat, yang nantinya harus menampung dan menyalurkan aspirasi
rakyat, hanya karena status penting orang tuanya di pemerintahan.

Kajian ketiga mengenai kemultikulturalismean di negeri ini; belum lama ini, kira-kira satu tahun
berselang, Indonesia mengalami keriuhan pesta demokrasi. Pada tahun 2009, secara nasional
diadakan Pemilihan Umum untuk anggota DPR, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, dalam jangka
waktu kepemimpinan selama lima tahun, yaitu 2009-2014. Proses ini memang memakan waktu yang
cukup panjang dan biaya yang sangat besar, dilihatdari antusiasme media massa yang terus-menerus
menampilkan huru-hara kampanye pemilu, profil para bakal calon, debat para kandidat, proses quick
count (penghitungan cepat), sampai pada akhirnya terpilihlah para anggota dan presiden/wakil
presiden. Salah satu pemberitaan yang didengungkan oleh media massa dan para ahli politik pun
turut angkat bicara adalah mengenai dinasti politik.
Dalam tulisan (Suparlan 2001a, 2001b), telah saya bahas dan tunjukkan bahwa cita-cita reformasi
untuk membangun Indonesia Baru harus dilakukan dengan cara membangun bertolak dari hasil
perombakan terhadap keseluruhan tatanan kehidupan yang dibangun oleh Orde Baru. Inti dari cita-
cita tersebut adalah sebuah masyarakat sipil demokratis, adanya dan ditegakkannya hukum untuk
supremasi keadilan, pemerintahan yang bersih dari KKN, terwujudnya keteraturan sosial dan rasa
aman dalam masyarakat yang menjamin kelancaran produktivitas warga masyarakat, dan kehidupan
ekonomi yang menyejahterakan rakyat Indonesia. Bangunan Indonesia Baru dari hasil reformasi atau
perombakan tatanan kehidupan Orde Baru adalah sebuah masyarakat multikultural Indonesia yang
bercorak masyarakat majemuk (plural society). Corak masyarakat Indonesia yang bhinneka tunggal
ika bukan lagi keanekaragaman sukubangsa dan kebudayaannya, melainkan keanekaragaman
kebudayaan yang ada dalam masyarakat Indonesia. Acuan utama bagi terwujudnya masyarakat
Indonesia yang multikultural adalah multikulturalisme, yaitu sebuah ideologi yang mengakui dan
mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individual maupun secara kebudayaan
(Fay 1996; Jary dan Jary 1991; Watson 2000). Dalam model multikulturalisme ini, sebuah masyarakat
(termasuk juga masyarakat bangsa seperti Indonesia) dilihat mempunyai sebuah kebudayaan yang
berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah mosaik. Di dalam mosaik
tercakup semua kebudayaan dari masyarakat-masyarakat lebih kecil yang membentuk terwujudnya
masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan seperti sebuah mosaik tersebut (Reed
1997). Model multikulturalisme ini sebenarnya telah digunakan sebagai acuan oleh para pendiri
bangsa Indonesia dalam mendesain apa yang dinamakan sebagai kebudayaan bangsa, seperti
terungkap dalam penjelasan Pasal 32 UUD 1945 yang berbunyi: kebudayaan bangsa (Indonesia)
adalah puncak-puncak kebudayaan di daerah.
Dinasti politik yang dalam bahasa sederhana dapat diartikan sebagai sebuah rezim kekuasaan politik
atau aktor politik yang dijalankan secara turn-temurun atau dilakukan oleh salah keluarga ataupun
kerabat dekat. Rezim politik ini terbentuk dikarenakan concern yang sangat tinggi antara anggota
keluarga terhadap perpolitikan dan biasanya orientasi dinasti politik ini adalah kekuasaan.
Dinasti politik di Indonesia sebenarnya adalah sebuah hal yang jarang sekali dibicarakan atau
menjadi sebuah pembicaraan, padahal pada prakteknya dinasti politik secara sadar maupun tidak
sadar sudah menjadi benih dalam perpolitikan di Indonesia sejak zaman kemerdekaan. Dinasti politik
sebenarnya adalah sebuah pola yang ada pada masyarakat modern Barat maupun pada masyarakat
yang meniru gaya barat. Hal ini dapat terlihat dalam perpolitikan di Amerika dan juga di Filipina.
Dinasti politik tidak hanya tumbuh di kalangan masyarakat demokratis-liberal. Dilihat dari segi
historis, dinasti kerajaan Hindu -Buddha serta dinasti kerajaan Islam pernah berkembang di
Indonesia yang dimulai dari tahun 300M. Munculnya nilai-nilai luhur budaya dan adat istiadat
kebiasaan yang berkembang di Indonesia saat ini, juga ditenggarai oleh faktor adanya dinasti-dinasti
kerajaan di Indonesia.
Pembangunan oligarki kepemimpinan partai politik dengan membangun trah atau dinasti politik
sedang marak di Indonesia. Penyusunan calon anggota legislatif periode 2009 2014, dijadikan
momentum mengukuhkan dinasti politik. Sifat koncoisme yang menjadi jatidiri rezim Orde Baru dan
di kecam habis-habisan oleh kelompok kristis kala itu, kini dicontek dan dipraktekkan secara penuh
oleh partai politik dalam menetapkan nomor urut jadi. Berdasarkan informasi sejumlah TV dan
Koran nasional, banyak anak politikus/tokoh senior partai politik sudah diterjunkan untuk bertarung
meraih kursi anggota legislatif periode 2009 2014. Ibarat pepatah, buah apel jatuh tidak jauh dari
pohonnya. Sebagai contoh, SBY sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat sudah menurunkan
Edhie Baskoro Yudhoyono untuk Dapil Jawa Timur VI (Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Magetan, dan
Ngawi).
Dinasti politik yang muncul di Indonesia menunjukkan beberapa asumsi bahwa dengan
berkembangnya dinasti politik, maka kemungkinan besar, rakyat hanya akan disuguhkan aktor-aktor
politik yang itu-itu saja yang berasal dari satu keluarga dan tidak jarang, kctor-aktor tersebut
menerapkan pola kelakuan politik yang sama mengingat berasal dari sebuah keluarga yang sama.
Dinasti politik itu sendiri tidak sepenuhnya dipenuhi oleh hal-hal yang negative, ada pula dinasti
politik yang positif dengan melakukan perbaikan kesalahan-kesalahan dan membuat kebijakan-
kebijakan yang lebih baik dari pada generasi dinasti politik yang sebelumnya.
Namun pada saat ini, bukankah fenomena dinasti politik bertentangan dengan pelaksanaan nilai-
nilai dasar negara yang fundamental, yaitu demokrasi? Bagaimana dengan demokrasi di Indonesia?
Bukankah seharusnya demokrasi menjadi jembatan pengikat dan jembatan masyarakat multikultur
yang mengakkomodasi perbedaan-perbedaan dalam masyarakat? Ya, satu hal yang penting untuk
diingat dan dipahami adalah bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang multikultur.
Multikulturalisme merupakan suatu konsep yang ingin membawa masyarakat dalam kerukunan dan
perdamaian, tanpa ada konflik dan kekerasan, meski di dalamnya ada kompleksitas perbedaan. Oleh
karena itu, untuk menerapkan multikulturalisme menuntut kesadaran dari masing-masing budaya
lokal untuk saling mengakui dan menghormati keanekaragaman identitas budaya yang dibalut
semangat kerukunan dan perdamaian. Dengan fenomena dinasti politik yang saat ini terus mencuat
dan berkembang, aktor-aktor politik yang muncul akan selalu sama dalam menerapkan pola
kelakuan politiknya ke masyarakat. Dimana kemungkinan besar, dalam menerapkan suatu kebijakan,
solusi, atau hal lainnya akan dipandang dari satu sisi saja, yaitu nilai yang diemban penuh oleh aktor-
aktor politik tersebut. Padahal, Indonesia merupakan bangsa multikultur, dimana semua kebutuhan
dan perbedaan-perbedaan yang ada sebaiknya difasilitasi dan diwadahi oleh suatu toleransi yang
mencakup keseluruhan, yang idealnya dimulai oleh pemerintah sendiri, sehingga dapat mewujudkan
masyarakat yang kondusif, aman, dan sejahtera.
Kajian keempat mengenai wilayah kenegaraan, seperti telah kita ketahui, Indonesia merupakan
wilayah yang sangat luas dan berbentuk negara kepulauan. Tentunya, faktor negara kepulauan ini
juga memiliki banyak sisi positif dan negatif dalam kenyataannya. Dalam upaya pembelaan tanah air,
struktur geografis yang berbentuk kepulauan, membuat pemerintah negara sulit mengamati setiap
pulau yang ada dalam wilayah kekuasaannya. Sehingga yang terjadi adalah seringkali pulau pulau
yang kita miliki dicuri atau diakui oleh negara lain.
Ironisnya, negara kepulauan yang ada juga menimbulkan permasalahan lain. Secara etnis, atau
kebudayaan, Indonesia merupakan negara yang terdiri atas beragam budaya. Di setiap pulau yang
berbeda, terdapat beberapa sub-kultur yang berbeda. Indonesia merupakan negara majemuk,
namun "kata-kata" semangat persatuan, Indonesia patut diacungi jempol dengan semboyan
"Bhinneka Tunggal Ika yang dimilikinya. Namun yang dikhawatirkan adalah semboyan yang ada kini
mulai luntur dan "terlupakan" oleh bangsa kita. Perbedaan-perbedaan yang ada justru menimbulkan
konflik antar budaya, seperti permasalahan ras, perbedaan agama, golongan, dan lain sebagainya.
Jangan sampai tragedi Timor Leste terulang dalam kehidupan bangsa Indonesia ini.
Perbedaan ini bukan hanya terjadi dalam kalangan masyarakat. Dalam tingkat pemerintahan pun,
hal yang serupa juga terjadi. Indonesia, yang menganut sistem multipartai, terdiri atas berbagai
partai koalisi untuk mencapai kekuasaan. Idealnya, setelah para aktor politik masuk ke dalam
bangku pemerintahan, maka setiap aktor politik harus mencopot baju partai milik mereka dan
mengenakan baju nasional mereka. Namun kenyataannya, perbedaan antar partai tersebut
memperuncing berbagai permasalahan yang ada, sehingga pemerintah berjalan tidak efektif
sebagaimana mestinya.
Instabilitas politik, ketidakpercayaan terhadap sesama aparat pemerintah, ikut menambah gejolak
politik Indonesia. Pemerintah yang seharusnya menjadi ujung tombak dalam mengatasi
permasalahan diferensiasi sosial kini ikut ikutan dalam membedabedakan antara satu dengan
yang lainnya. Tokoh dari parpol A bertentangan pendapatnya dengan tokoh parpol B", demikian
seterusnya. Kesamaan perspektif yang diharapkan semakin sulit ditemukan. Sehingga pemerintah
semakin sulit mempertahankan wilayah Indonesia yang suatu waktu terpecah belah ini.
Oleh karenanya, muncullah suatu solusi yang sangat booming tentang bagaimana menjalankan
pemerintahan yang sejalan. Pemerintah kembali melakukan praktek politik dinasti, sebagai salah
satu solusi untuk mengatasi konflik daerah. Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya, dinasti
merupakan model perpolitikan yang terjadi pada zaman monarchy (kerajaan) di mana anggota
rezimrezim suatu pemerintahan merupakan anggota keluarga dan kerabat dekat dari sang raja atau
kepala pemerintahan pada masa itu. Hal ini pernah diterapkan oleh Indonesia dan masih terus
menjalar sampai dengan masa orde baru, di mana pengangkatan aparatur pemerintah diangkat
langsung oleh kepala pemerintahan.
Setelah beberapa waktu, hal yang disinggung sebagai KKN (terutama nepotisme) ini dianggap tidak
efektif, walau pun praktik KKN sempat terhapuskan. Munculah era reformasi, di mana aparatur
pemerintahan dipilih langsung oleh rakyat. Nuansa demokrasi kembali lebih terasa, dan KKN dapat
diminimalisasi. Namun sekarang, isu KKN kembali melejit kembali, terutama disebabkan karena
penyalahgunaan konsep otonomi daerah. Disebutkan dalam UU no. 32 tahun 2004 tentang
penyelenggaraan otonomi daerah, bahwa daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur rumah
tangganya sendiri. Hal ini sering disalahgunakan dengan cara mengangkat kaderkader yang
merupakan anggota keluarga atau kerabat dekat.
Kasuskasus dinasti politik ini juga semakin banyak dijumpai, contoh kasus pada masa periode
pemilihan anggota legislatif 20092014, SBY sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat sudah
menurunkan Edhie Baskoro Yudhoyono untuk Dapil Jawa Timur VI (Pacitan, Ponorogo, Trenggalek,
Magetan, dan Ngawi); Theo L. Sambuaga politikus senior Partai Golkar melepas anaknya Jerry A.K.
Sambuaga di Dapil Jakarta III (Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Kepulauan Seribu), dan masih banyak
lagi.
Tentunya ada sisi positif dan sisi negatif dari politik dinasti ini. Dikaji secara positif, "konflik interest"
terhadap sesama aparatur pemerintah dapat ditekan, karena samasama berasal dari satu kalangan,
permasalahan di daerahdaerah dapat ditekan dan dapat diselesaikan lebih cepat. Negatifnya,
praktik politik dinasti ini, disadari atau tidak, menutup kesempatan bagi kaderkader muda non-
kerabat ikut berpartisipasi aktif dalam dunia perpolitikan; memberikan kesempatan yang sangat
minim bagi anggota masyarakat umum untuk menjadi partisipan yang aktif, sehingga aktor politik
menjadi statis; hanya dari kalangan tertentu saja.
Kajian kelima ini menitikberatkan pada keempat konsepsi mengenai negara, konstitusi, kedaulatan,
dan pendidikan demokrasi; seolah membentuk mata rantai dependensi. Bahwa negara dengan
seperangkat sarana penunjang termasuk pemerintahan yang berlandaskan konstitusi kokoh merujuk
pada sistem pengaturan kedaulatan terus menerus mereorientasikan pada pendidikan demokrasi
menuju kondisi negara-bangsa Indonesia seutuhnya.
Umumnya, negara adalah alat (agency) dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk
mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala
kekuasaan dalam masyarakat. Negara pun dapat mengintegrasikan dan membimbing penduduk ke
arah tujuan bersama dari masyarakat seluruhnya. Pengendalian ini dilakukan berdasarkan sistem
hukum termasuk di dalamnya konstitusi dan dengan perantaraan pemerintah beserta alat
kelengkapannya. Negara pun mempunyai sifat khusus yang merupakan manifestasi dari kedaulatan
yang dimilikinya dan yang hanya terdapat pada negara saja dan tidak terdapat pada asosiasi atau
organisasi lain; memiliki sifat memaksa, monopoli, dan mencakup semua.
Constituency is the manner by which the state defines groups of citizens for the purposed electing a
political representative (s); is conceptually prior to voting. Konstitusi tidak terlepas dari undang-
undang, hanya saja konstitusi telah berkembang sebelum undang-undang dasar pertama
dirumuskan, dengan ide pokok untuk membatasi kekuasaan pemerintah dalam penyelenggaraan
tidak sewenang-wenang. Dengan adanya konstitusi, menurut Walter F Murphy, sangat menjunjung
tinggi kehormatan atau harga diri manusia sebagai prinsip utamanya. Konstitusi menjadi instrumen
yang sangat penting be dengan tugas peradaban dari demokrasi tersebut (Demokrasi Besi, Donny
Gahral Adian).
Kedaulatan yang merupakan salah satu unsur negara terdefinisikan sebagai kekuasaan tertinggi
untuk membuat undang-undang dan melaksanakannya dengan semua cara (termasuk paksaan) yang
tersedia. Negara mempunyai kekuasaan tertinggi ini untuk memaksa semua penduduknya agar
menaati undang-undang serta peraturan-peraturannya (kedaulatan ke dalam-internal sovereignity).
Di samping itu negara mempertahankan kemerdekaannya terhadap serangan-serangan dari negara
lain dan mempertahankan kedaulatan ke luar (external sovereignity), untuk itu negara menuntut
loyalitas mutlak dari warga negaranya. Kedaulatan merupakan suatu konsep yuridis dan konsep
kedaulatan ini tidak selalu sama dengan komposisi dan letak dari kekuasaan politik. Kedaulatan yang
bersifat mutlak sebenarnya tidak ada, sebab pemimpin kenegaraan (raja atau diktator) relalu
terpengaruh oleh tekanan-tekanan dan faktor-faktor yang membatasi penyelenggaraan kekuasaan
secara mutlak. Apalagi dalam menghadapi masalah dalam hubungan internasional; perjanjian-
perjanjian internasional pada dasarnya membatasi kedaulatan suatu negara. Kedaulatan umumnya
tidak dapat dibagi-bagi, tetapi dalam negara federal sebenarnya kekuasaan dibagi antara negara dan
negara-negara bagian.
Dalam buku lain disimpulkan 4 kritera kedaulatan teritori, yaitu:
Territorial districts would not or should not represent local communities of interest.
Territorial districts would not or should not protect real property interests.
Territorial districts would not or should not foster attachment to the national government.
Territorial districts would not or should not enable citizen to consent to their electoral
constituency.
Menata demokrasi melalui pendidikan bukanlah pekerjaan gampang, kendati negara-negara AS dan
Eropa, pendidikan demokrasi adalah bagian tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional negara
tersebut, pelajaran berharga bahwa adanya keterkaitan antara sikap-sikap demokratis dengan
program pendidikan demokrasi (civic education) melalui jalur formal. John Sibarani, peneliti politik
Lembaga Kajian Demokrasi Leksika, Jakarta, menuturkan bahwa bagi negara transisi menuju
demokrasi seperti Indonesia, pendidikan kewarganegaraan yang mampu memperkuat barisan
masyarakat sipil yang beradab dan demokratis amat penting dilakukan. Pendidikan
kewarganegaraan, menurutnya, bukanlah barang baru dalam sejarah pendidikan nasional, sejak era
Soekarno dikenal pendidikan civic, era Soeharto dengan berbagai nama dan tingkatan. "Budaya dan
praktik penyalahgunaan kekuasaan serta meningkatnya korupsi di kalangan elite politik dan pelaku
bisnis sejak masa Orba hingga kini adalah fakta gagalnya pendidikan kewarganegaraan masa lalu"
ujarnya. Adi Nugroho, pengajar komunikasi politik Universitas Diponegoro Semarang, mengatakan
upaya reformasi atas Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) nasional sudah saatnya dilakukan secara
mendasar meliputi konsep, orientasi, materi, metode, dan evaluasi pembelajarannya. Ke depan PKn
diarahkan untuk membamgun daya kreativitas dan inovasi peserta didik melalui pola-pola
pendidikan yang demokratis dan partisipatif, serta metode indoktrinatif masa lalu sudah harus
dicabut dan diganti dengan metode pembelajaran berorientasi pada peserta didik dan antar peserta
didik dengan guru sama-sama mempraktikkan demokrasi berbasis pengembangan berfikir kritis.
Ditutup dengan evaluasi pembelajaran yang bersifat kuantitatif dan kualitatif dengan orientasi pada
sistem pembelajaran yang demokratis, menurut pengamatan Education and Culture Society
Foundation, Jakarta.
Lalu, mari kita ikut menyiapkan para pemimpin itu melalui pendidikan politik yang sehat, paling
kurang melalui sekolah yang bernama "masyarakat".
Toh, pada akhirnya masa depan demokrasi ada di tangan masyarakat, bukan partai politik.



Referensi:
- Sumber gambar sampul:
http://www.google.co.id/imglanding?q=dinasti+politik&um=1&hl=id&tbs=isch:1&tbnid=BywSD_L6
WPy-
JM:&imgrefurl=http://www.facebook.com/note.php%253Fnote_id%253D10150178748125171&img
url=http://sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-
snc3/hs164.snc3/19172_1216896866287_1344818241_30533829_4712228_n.jpg&zoom=1&w=450
&h=578&iact=hc&ei=zg_1TMLMHsv4ce6o7I0F&oei=eQ71TN2VN8vxrQf4jMnRBg&esq=34&page=3&t
bnh=137&tbnw=102&start=40&ndsp=20&ved=1t:429,r:16,s:40&biw=1366&bih=583
- http://rumahsantri.multiply.com/journal/item/29
- http://suarapembaca.detik.com/read/2010/05/31/182945/1367001/471/politik-dinasti-apakah-
berbahaya waktu unduh: 21 November 11.30 WIB
- http://id.wikipedia.org/wiki/Nepotisme waktu unduh: 20 November 19.30 WIB
- http://massofa.wordpress.com/2008/11/17/pengertian-etika-moral-dan-etiket/
waktu unduh: 20 November 19.20 WIB
- http://www.kaskus.us/showthread.php?t=5488264 waktu unduh: 20 November 19.13 WIB
- Dasar-Dasar Ilmu Politik. Prof. Miriam Budiardjo. Gramedia Jakarta 2005.
- The Concept of Constituency: Political Representation, Democratic Legitimacy,and Institutional
Design. Andrew Rehfeld. Cambridge Univesity Press 2005.
- M. Fadjroel Rachman. Buku tentang demokrasi, lupa menulis judul.
- Demokrasi Besi. Donny Gahral Adian.
- Syamsudin Haris. "Potret Partai dan Masa Depan Demokrasi". Kompas.
- A Sonny Keraf. "Partai Politik dan Pendidikan Politik". Kompas.
- www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=67767
- Achmad Charris Zubair adalah dosen senior mata kuliah Etika Fakultas Filsafat UGM. Makalah
ini disarikan dari naskah pidato dies Fakultas Filsafat UGM yang ke 36 tahun 2003.
- Tulisan ini merupakan Keynote Address yang disajikan dalam Sesi Pleno I pada Simposium
Internasional Jurnal
ANTROPOLOGI INDONESIA ke-3: Membangun Kembali Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika:
Menuju Masyarakat Multikultural, Universitas Udayana, Denpasar, Bali, 1619 Juli 2002.
http://riantiarno.blogspot.com/2010/11/politik-dinasti-pemerintahan-indonesia.html


Politik Dinasti
In Pojok Jurnalisme on 25/07/2010 at 7:14 pm
alam percaturan politik, fenomena politik dinasti bukan hal baru. Dari politik kelas
internasional seperti dinasti Kennedy, Bush, Gandhi, dan lain-lain, hingga kelas nasional
dinasti Soekarno, Soeharto, hingga SBY, bahkan lokal daerah, kini sudah mulai kentara
terjadinya. Pengalihan arus politik dari kekuasaan banyak orang kepada status quo dinasti
keluarga sangat terasa bergaung.
Indonesianis asal Jerman, Marcus Mietzner, dalam paper yang berjudul Indonesias 2009
Elections: Populisme, Dynasties and the Consolidation of the Party System, menilai bahwa
kecenderungan politik dinasti cukup menguat dalam politik kontemporer Indonesia.
Praktik politik dinasti menurutnya tidak sehat bagi demokrasi. Antara lain karena kontrol
terhadap pemerintah yang diperlukan dalam demokrasi, misalnya checks and balances,
menjadi lemah.
Bahkan, bahaya otoritarianisme dapat saja terjadi ketika semua kekuatan politik dirangkul
dan tunduk pada satu pucuk pimpinan saja. Sebagaimana terjadi pada era Demokrasi
Terpimpin Soekarno dan era Orde Baru Soeharto.
Ibarat pepatah, buah apel jatuh tak akan jauh dari pohonnya. Ketika masa kekuasaan atau
jabatan hendak berakhir, banyak anak politikus/tokoh senior parpol maupun pengurus parpol
diarahkan terjun meneruskan dinasti politik yang telah dibangun generasi sebelumnya.
Memang oligarki kepemimpinan partai politik maupun pimpinan daerah dengan membangun
dinasti wajar-wajar saja. Dan hal ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Mendiang mantan
Perdana Menteri Pakistan Benazir Bhutto adalah politikus yang mewarisi bakat ayahnya, Ali
Bhutto. Selanjutnya, Bilawal pun terjun ke dunia politik. Bahkan, suami Benazir, Asif Ali
Zardari, kini menjadi Presiden Pakistan.
Tapi, hadirnya caleg atau calon pemimpin daerah dari anak atau kerabat politikus/pengurus
parpol, sejatinya dilakukan dengan prosedur dan mekanisme perekutan yang objektif. Calon
pemimpin harus mempunyai kapabilitas politik dan kepemimpinan. Dan anak politikus
ataupun pengurus partai tak boleh menjadi anak emas mengalahkan kader atau calon lain
yang lebih kapabel.
Kian maraknya politik dinasti, karena dikuasai oleh hanya beberapa elemen dan individu ini
akan melahirkan pragmatisme politik. Yang menurut beberapa pakar, ironisnya terlahir
karena unsur uang.
Untuk menguatkan sebuah dinasti politik pasti butuh dana besar guna sosialisasi, menjaga
imeg, hingga mencari dukungan dari partai agar calon dari dinastinya lolos atau diterima.
Bahayanya, bibit nepotisme dari politik dinasti sangat rentan terjadi. Banyak sekali kasus di
daerah, misalnya sang kakak menjabat kepala daerah, tak lama kemudiansanak saudaranya
turut diangkat memangku jabatan lurah, kepala desa atau elemen terkecil lainnya yang
menyentuh langsung konstituen dan masyarakat.
Belum lagi, bahaya kekuasaan yang berlangsung dalam lingkaran dinasti ini akan melahirkan
kekuasaan tanpa koreksi. Dan kehendak untuk memajukan handai-taulan sangat berpotensi
memunculkan konflik kepentingan.
Mental masyarakat pun akan kembali pada stadium sejarah, atau kembali terpuruk ke dalam
mentalitas masa lalu yang selalu pasrah dikuasai oleh segelintir kalangan dalam kekuasaan.
Padahal sesungguhnya, masyarakat adalah stakeholder demokrasi, pemegang kuasa yang
menentukan pilihan. Bukan objek yang terus diperas untuk dibodohi oleh kepetingan
nepotistik. (taufiq)
http://vivixtopz.wordpress.com/2010/07/25/politik-dinasti/

Você também pode gostar