Você está na página 1de 24

1

I. PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Bencana alam adalah suatu proses alam yang menyebabkan korban jiwa,
harta, dan mengganggu tatanan kehidupan. Bencana alam tersebut diantaranya
gempa bumi, tanah longsor, tsunami dan sebagainya. Dampak dari bencana ini
sangat merugikan, baik dari segi lingkungan maupun sosial ekonomi. Indonesia
termasuk salah satu negara yang sering mengalami bencana alam. Posisi geografis
Indonesia tepat berada di kawasan aktivitas tektonik yang berupa pergerakan dan
penujaman Lempeng Benua Asia dan Lempeng Benua Australia.
Bali sebagai salah satu tujuan utama pariwisata di Indonesia bahkan sudah
terkenal di mancanegara yang telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi
pendapatan negara maupun daerah, termasuk daerah yang rawan terhadap bencana
alam. Adanya kerusakan lingkungan ditambah kondisi alamiah merupakan faktor
penyebab peningkatan kerawanan dan frekuensi kejadian bencana alam.
Beberapa pantai di Bali dijadikan objek wisata yang menjadikan salah
satu devisa bagi negara. Tetapi disamping keindahan panorama pantainya yang
indah juga terdapat beberapa bencana yang mungkin terjadi karena bentuk
geomorfoogi pantai yang rawan akan bencana. Langkah awal yang dilakukan yaitu
indentifikasi bencana alam yang ada di Pulau Bali. Beberapa lokasi daerah kunjungan
diamati profil pantai, geomorfologi serta hidrodinamikanya sehingga dapat di analisa
potensi bencana yang mungkin terjadi.
1.2. Tujuan
Tujuan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Oseanografi 2012 di Bali yaitu
sebagai berikut :
1. Mengetahui potensi wisata dan kebudayaan di Bali.
2. Mengetahui profil pantai serta proses fisik dan geomorfologi yang terjadi
di beberapa pantai di Bali.
3. Melakukan identifikasi beberapa lokasi di Bali dalam kaitannya
mengetahui potensi bencana alam yang mungkin terjadi.
2

4. Membandingkan ilmu yang telah didapatkan selama di kampus dengan di
lapangan.

1.3. Waktu
Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Oseanografi 2012 dilaksanakan pada
tanggal 10 16 Juli 2012. Lokasi KKL yang dikunjungi terdapat di 2 (dua) pulau
yaitu Lombok dan Bali. Untuk di Pulau Lombok mengunjungi LIPI di Teluk
Kodek, Pantai Malimbu 2, Pantai Kranggen serta Balai Budidaya Laut Lombok.
Sedangkan untuk di Pulau Bali KKL dilangsungkan di Pantai Biaung dan Pantai
Mertasari.






















3

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Provinsi Bali
2.1.1. Letak Geografis
Secara astronomis Provinsi Bali terletak pada 83'40" - 850'48" LS dan
11425'53" - 11542'40" BT. Provinsi Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau
Lombok. Batas administrasinya adalah sebagai berikut :
Utara : Laut Bali
Timur : Selat Lombok (Provinsi Nusa Tenggara Barat)
Selatan : Samudera Indonesia
Barat : Selat Bali (Provinsi Jawa Timur)

Gambar 1. Peta Provinsi Bali (BAKOSURTANAL)

2.1.2. Kondisi Umum
Provinsi Daerah Tingkat I Bali terdiri dari Pulau Bali dan pulau-pulau
kecil dengan luas wilayah 5.634,40 Km
2
atau 0,29% dari luas kepulauan
Indonesia. Adapun pulau-pulau kecil tersebut yaitu Pulau Nusa Penida, Nusa
Lembongan, dan Nusa Ceningan di wilayah Kabupaten Klungkung, Pulau
Serangan di wilayah Kota Denpasar, dan Pulau Menjangan di Kabupaten
Buleleng.
4

Secara administrasi, Provinsi Bali terbagi menjadi delapan kabupaten dan
satu kota, yaitu Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Karangasem,
Klungkung, Bangli, Buleleng, dan Kota Denpasar yang juga merupakan ibukota
Provinsi.
Tabel 1. Luas Wilayah Tiap Kabupaten di Provinsi Bali. (Badan Pusat Statistik
Provinsi Bali)
Kabupaten/Kota Ibukota Luas (Km) Persentase (%)
Jembrana Negara 841,80 14,94
Tabanan Tabanan 839,30 14,90
Badung Badung 420,09 7,43
Denpasar Denpasar 123,98 2,20
Gianyar Gianyar 368,00 6,53
Klungkung Semarapura 315,00 5,59
Bangli Bangli 520,81 9,25
Karangasem Amlapura 839,54 14,90
Buleleng Singaraja 1.365,88 24,25
Jumlah 5.634,40 100,00

Tabel 2. Letak Geografis Tiap Kabupaten di Provinsi Bali. (Badan Pusat Statistik
Provinsi Bali)
Kabupaten/Kota Lintang Selatan Bujur Timur
Jembrana 803'40'' - 860'48'' 11425'53'' - 11542'40''
Tabanan 814'30'' - 830'07'' 11454'52'' - 11512'57''
Badung 814'20'' - 850'48'' 11505'00'' - 11526'16''
Denpasar 835'31'' - 844'49'' 11510'23'' - 11516'27''
Gianyar 818'48'' - 838'58'' 11505'29'' - 11522'23''
Klungkung 827'37'' - 849'00'' 11521'28'' - 11537'43''
Bangli 808'30'' - 831'27'' 11513'48'' - 11527'24''
Karangasem 810'00'' - 833''00'' 11523'28'' - 11542'40''
Buleleng 803'40'' - 823'00'' 11425'55'' - 11527'28''

5

2.1.3. Struktur Geologi
Struktur geologi regional Bali dimulai dengan adanya kegiatan di lautan
selama kala Miosen Bawah yang menghasilkan batuan lava bantal dan breksi yang
disisipi oleh batu gamping. Di bagian selatan terjadi pengendapan oleh batu
gamping yang kemudian membentuk Formasi Selatan. Di jalur yang berbatasan
dengan tepi utaranya terjadi pengendapan sedimen yang lebih halus. Pada akhir
kala Pliosen, seluruh daerah pengendapan itu muncul di atas permukaan laut.
Bersamaan dengan pengangkatan, terjadi pergeseran yang menyebabkan berbagai
bagian tersesarkan satu terhadap yang lainnya. Umumnya sesar ini terbenam oleh
bahan batuan organik atau endapan yang lebih muda.
Selama kala Pliosen, di lautan sebelah utara terjadi endapan berupa bahan
yang berasal dari endapan yang kemudian menghasilkan Formasi Asah. Di barat
laut sebagian dari batuan muncul ke atas permukaan laut. Sementara ini semakin
ke barat pengendapan batuan karbonat lebih dominan. Seluruh jalur itu pada akhir
Pliosen terangkat dan tersesarkan.
Kegiatan gunung api lebih banyak terjadi di daratan, yang menghasilkan
gunung api dari barat ke timur. Seiring dengan terjadinya dua kaldera, yaitu mula-
mula kaldera Buyan-Bratan dan kemudian kaldera Batur, Pulau Bali masih
mengalami gerakan yang menyebabkan pengangkatan di bagian utara. Akibatnya,
Formasi Palasari terangkat ke permukaan laut dan Pulau Bali pada umumnya
mempunyai penampang Utara-Selatan yang tidak simetris. Bagian selatan lebih
landai dari bagian Utara. Stratigrafi regional berdasarkan Peta Geologi Bali
geologi Bali tergolong masih muda. Batuan tertua kemungkinan berumur Miosen
Tengah.
2.1.4. Topografi
Bali merupakan daerah pegunungan dan perbukitan yang meliputi
sebagian besar wilayah. Relief Pulau Bali merupakan rantai pegunungan yang
memanjang dari barat ke timur. Di antara pegunungan itu, terdapat gunung berapi
yang masih aktif, yaitu Gunung Agung (3.142 m) dan Gunung Batur (1.717 m).
Beberapa gunung yang tidak aktif lainnya mencapai ketinggian antara 1.000-
2.000 m.
6

Rantai pegunungan yang membentang dibagian tengah Pulau Bali
menyebabkan wilayah ini secara geografis terbagi menjadi dua bagian yang
berbeda, yaitu Bali Utara dengan dataran rendah yang sempit dari kaki perbukitan
dan pegungungan Bali Selatan dengan dataran rendah yang luas dan landai.
Ditinjau dari kemiringan lerengnya, Pulau Bali sebagian besar terdiri atas lahan
dengan kemiringan antara 0-2% sampai dengan 15-40%. Selebihnya adalah lahan
dengan kemiringan di atas 40 % (Lusiana, 2009).
Lahan dengan kemiringan 0-2% mendominasi daerah pantai bagian
selatan dan sebagian kecil pantai utara Pulau Bali, dengan luas areal 96,129 Ha.
Sedangkan lahan dengan kemiringan 2-15% sebagian besar terdapat di wilayah
Kabupaten Badung, Tabanan, Gianyar, Buleleng, dan sisanya tersebar merata di
daerah sekitar pantai dengan luas mencapai 132.056 Ha (Lusiana, 2009).
Daerah dengan kemiringan 15-40% meliputi areal seluas 164.749 Ha
secara dominan terdapat di wilayah bagian tengah Pulau Bali, mengikuti deretan
perbukitan yang membentang dari arah barat ke timur wilayah ini. Daerah dengan
kemiringan melebihi 40 % merupakan daerah pegungungan dan perbukitan yang
terletak pada bagian Pulau Nusa Penida.
Tabel 3. Nama-Nama Gunung dan Tingginya Dirinci (Kabupaten/Kota Bali,
Tahun 2009).
Kabupaten/Kota Gunung Tinggi (m)
Jembrana
1. Kelatakan 698
2. Sangiang 1.004
3. Merbuk 1.356
4. Mesehe 1.300
5. Ngandang 622
6. Musi 1.215
Tabanan
1. Batu Karu 2.276
2. Sengjang 2.087
3. Pohang 2.089
4. Catur 2.098
Badung - -


7


Menurut Lusiana (2009), ditinjau dari ketinggian tempat, Pulau Bali
terdiri dari kelompok lahan sebagai berikut :
a. Lahan dengan ketinggian 0-50 m di atas permukaan laut mempunyai
permukaan yang cukup landai meliputi areal seluas 77.321,38 Ha
b. Lahan dengan ketinggian 50-100 m di atas permukaan laut mempunyai
permukaan berombak sampai bergelombang dengan luas 60.620,34 Ha.
c. Lahan dengan ketinggian 100-500 m di seluas 211.923,85 Ha didominasi
oleh keadaan permukaan bergelombang sampai berbukit.
d. Lahan dengan ketinggian 500-1000 m di atas permukaan laut seluas
145.188,61 Ha.
e. Lahan dengan ketinggian di atas 1000 m di atas permukaan laut seluas
68.231,90 Ha.
Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Bali (2010), jenis tanah yang ada
di Bali sebagian besar didominasi oleh tanah regusol dan latasol serta sebagian
kecil saja terdapat jenis tanah aluvial, mediteran, dan andosol. Jenis tanah latosol
Denpasar
- -
Gianyar
- -
Klungkung
Mundi 529
Bangli
1. Batur 1.717
2. Penulisan 1.745
3. Abang 2.152
Karangasem
1. Agung 3.142
2. Sidemen 826
3. Seraya 1.058
Buleleng
1. Prapat Agung 310
2. Banyu Wedang 430
3. Patas 1.414
4. Lok Badung 1.028

5. Kutul 842
6. Lesong 1.860
7. Silang Jana 1.903
8

yang sangat peka terhadap erosi, tersebar di bagian barat sampai Kalopaksa,
Petemon, Ringdikit, dan Pempatan. Tanah jenis ini juga terdapat di sekitar
Gunung Penyu, Gunung Pintu, Gunung Juwet, dan Gunung Seraya yang secara
keseluruhan meliputi 44,90% dari luas Pulau Bali.
Jenis tanah regusol yang sangat peka terhadap erosi terdapat di bagian
timur Amlapura sampai Culik. Jenis tanah ini terdapat juga di Pantai Singaraja
sampai Seririt, Bubunan, Kekeran di sekitar Danau Tamblingan, Buyan, dan
Beratan, sekitar Hutan Batukaru, serta sebagian kecil di Pantai Selatan Desa
Kusamba, Sanur, Benoa, dan Kuta. Jenis tanah ini meliputi sekitar 39,93% dari
luas Pulau Bali.
Jenis tanah andosol yang juga tidak peka terhadap erosi terdapat di
sekitar Baturiti, Candikuning, Banyuatis, Gobleg, dan Pupuan. Sedangkan jenis
tanah mediteran yang kurang peka terhadap erosi terdapat di Jazirah Bukit Nusa
Penida dan kepulauannya, Bukit Kuta, dan Prapat Agung. Jenis tanah yang juga
peka terhadap erosi lainnya adalah tanah aluvial terdapat di dataran Negara,
Sumber Kelampok, Manggis, dan Angantelu. Ketiga jenis tanah ini, yakni
andasol, mediteran, dan aluvial meliputi sekitar 15,49% dari luas Pulau Bali.
2.1.5. Iklim
Iklim didefinisikan sebagai keragaman keadaan fisik atmosfer.
Perubahan iklim didefinisikan sebagai perubahan pada iklim yang dipengaruhi
langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia yang merubah komposisi
atmosfer, yang akan memperbesar keragaman iklim teramati pada periode yang
cukup panjang. Secara statistik, perubahan iklim adalah perubahan unsur-
unsurnya yang mempunyai kecenderungan naik atau turun secara nyata yang
menyertai keragaman harian, musiman, maupun siklus.
Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Bali (2010), wilayah Bali secara
umum beriklim laut tropis, yang dipengaruhi oleh angin musiman. Terdapat
musim kemarau dan musim hujan yang diselingi oleh musim pancaroba. Pada
bulan Juni hingga September, arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak
mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim kemarau. Sedangkan pada
bulan Desember hingga Maret, arus angin banyak mengandung uap air yang
berasal dari Asia dan Samudra Pasifik, sehingga terjadi musim penghujan.
9

2.1.6. Suhu dan Curah Hujan
Meningkatnya rata-rata suhu udara, naiknya suhu permukaan air laut,
perubahan pola dan curah hujan, pergeseran awal musim kemarau, maupun
musim hujan merupakan serangkaian dampak dari adanya pemanasan global atau
perubahan iklim. Ada dua akibat dari meningkatnya suhu/temperatur, yakni
adanya perubahan tekanan, dimana sirkulasi udara yang menyebabkan kecepatan
angin menjadi lebih kencang, serta adanya penguapan, dimana uap air berkumpul
di atas menyebabkan atmosfir basah, sehingga intensitas curah hujan menjadi
meningkat.
Catatan Balai Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Wilayah III
Denpasar, seperti tersaji pada Tabel 4., sepanjang tahun 2009, suhu/temperatur
udara tertinggi di wilayah Bali terjadi di Kabupaten Buleleng mencapai 28,00C
dengan kelembaban udara 77%. Sebaliknya, suhu terendah terjadi di Kabupaten
Tabanan yang mencapai 19,6C dengan tingkat kelembaban udara cukup tinggi
sebesar 90%.
Tabel 4. Keadaan Meteorologi dan Geofisika Pulau Bali (Kabupaten/Kota Bali
Tahun 2009)
Kabupaten/Kota Suhu (C)
Kelembaban
Udara (%)
Curah
Hujan
(mm)
Kecepatan
Angin
(knot)
Jembrana 26,6 83 2.033,3 6
Tabanan 19,6 90 3.024,1 6
Badung 27,2 83 1.702,4 6
Denpasar 27,7 79 1.833,0 6
Gianyar 26,5 81 3.546,0 6
Klungkung 27,5 83 1.815,0 7
Bangli 24,3 85 2.573,0 6
Karangasem 27,1 75 2.138,0 7
Buleleng 28,0 77 876,2 9
Sumber : Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah III
Denpasar
10

2.1.7. Hidro-oseanografi
Perairan selat Bali berbatasan langsung dengan perairan Pulau Tabuan.
Kejadian pasang surut bersifat campuran condong ke harian ganda. Dalam siklus
selama 1 x 24 jam terjadi dua kali air pasang naik dan air surut, dengan periode
dan tanggung air (range tide) berbeda (Dihidros, 2002:42). Arus pasang surut
(arus pasut) saat mulai pasang naik pertama mengalir kearah utara (+) dengan
aliran pelan, mencapai puncak kecepatan saat puncak pasut, selanjutnya arus
berbalik ke selatan (-) mengikuti air surut dengan kecepatan tinggi. Gelombang
pada saat musim tenang dengan ketinggian tidak mencapai 0,5 meter, bahkan
64,1% merupakan kondisi tenang. Pada musim badai, gelombang dominan dari
arah tenggara dengan frekuensi mencapai 67,9% dan dari arah selatan dengan
frekuensi mencapai 32,1%.
Pantai berpasir dengan warna hitam ini yang berarti pasirnya berasal dari
material gunung berapi tua seperti Gunung Prapat Agung, dan tambahan gunung
lainnya seperti Gunung Patas, Gunung Purba, dan Gunung Ulaki. Karena
terhempas oleh gelombang yang terus menerus sehingga menghasilkan pasir yang
terbentuk dari lava gunung, ini terbukti dari gelombang yang pecah sehingga
membentuk segi enam. Di permukaan lereng yang terjal, asal pasir di daratan
diendapkan disungai, sedimen diendapkan di delta. Terdapat tebing dari hasil
akresi, disini terlihat pada tebing terdapat perbedaan warna kuning lapisan atas
terjadi karena sedimentasi dan dilapisan akhir sedimen lava (hitam).
2.2. Bencana Alam
2.2.1. Gempa Bumi
Menurut Tommy Ilyas (2006), gempa bumi, terutama gerakan tanah yang
kuat adalah contoh dari pembebanan siklik yang tidak beraturan yang meliputi
sebuah cakupan yang utuh dari karakteristik dan regangan geser serta karakteristik
perilaku tanah dalam region. Dengan begitu, didaerah seismic, kebutuhan akan
analisis yang rasional dan perkiraan-perkiraan objektif yang memiliki resiko harta
dan kehidupan bukan hanya kebutuhan akademis. Proses gempa tektonik secara
diagramatis terlihat pada Gambar 10. Pertemuan dua lempengan mengalami
subduksi yang menyebakan terjadinya gempa tektonik.
11


Gambar 2. Proses Gempa Tektonik (Sumber : http://rosiana.ngeblogs.com/)
Menurut Tommy Ilyas (2006), empat golongan kerusakan utama akibat
gempa yaitu :
1. Ground shaking, ini adalah gerakan tanah akibat gempa yang merupakan
unsur utama penyebab keruntuhan struktur .
2. Liquefaction, kehilangan strength pada pasir yang jenuh air akibat
pembebanan siklik. Kondisi ini menyebabkan penurunan dan pergerakan
lateral dari pondasi. Yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi lokasi
yang berpotensi liquefaction dengan menghindari pembangunan
diatasnya, atau cara lain membuat fondasi dalam sehingga terhindar dari
liquefaction.
3. Bidang patahan (fault rupture), ini pergerakan patahan akibat gempa.
Pergerakan dapat vertikal maupun horizontal.
4. Landslide, sering kali terjadi sebagai akibat dari terjadinya gempa. Perlu
dihindari pembangunan diatas lereng atau di kaki dari lereng.
2.2.2. Tsunami
Pengertian Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang artinya Tsu berati
pelabuhan dan nami berarti gelombang. Kata ini secara mendunia sudah diterima
dan secara harfiah yang berarti gelombang tinggi/besar yang menghantam
pantai/pesisir. Tsunami sendiri terjadi akibat gempa tektonik yang besar dilaut
(lebih besar dari 7,5 skala Richter dan kedalaman episentrum lebih kecil dari 70
km) yang mengakibatkan terjadinya patahan/rekahan vertikal memanjang
sehingga air laut terhisap masuk dalam patahan dan kemudian secara hukum fisika
12

air laut tadi terlempar kemBali setelah patahan tadi mencapai keseimbangan.
Kecepatan air/gelombang yang sangat cepat terjadi. Secara diagramatis terlihat
pada Gambar 3 proses terjadinya Tsunami (Tommy Ilyas, 2006).

Gambar 3. Proses Terjadinya Tsunami (Tommy Ilyas, 2006).

2.2.3. Tanah Longsor
Longsor merupakan bencana alam geologi yang diakibatkan oleh gejala
alami geologi maupun tindakan manusia dalam mengelola lahan atau ruang
hidupnya. Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, tanah
longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan
rombakan, tanah, atau material campuran yang bergerak ke bawah atau keluar
lereng. Proses terjadinya tanah longsor diawali oleh air yang meresap sampai
tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin
dan tanah pelapukan diatasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.
Tanah longsor terjadi karena adanya gerakan tanah sebagai akibat dari
bergeraknya masa tanah atau batuan yang bergerak di sepanjang lereng atau di
luar lereng karena faktor gravitasi. Kekuatan-kekuatan gravitasi yang dipaksakan
pada tanah-tanah miring melebihi kekuatan memecah ke samping yang
mempertahankan tanah-tanah tersebut pada posisinya. Kandungan air yang tinggi
menjadikana tanah menjadi lebih berat, yang meningkatkan beban, dan
mengurangi kekuatan memecah ke sampingnya. Dengan kondisi-kondisi ini curah
hujan yang lebat atau banjir lebih mungkin terjadi tanah longsor.
Penyebabnya lereng terjal akibat patahan atau lipatan, tanah basah, tanah
pelapukan yang tebat dan lembek, pemotongan lereng, jenuh karena air hujan,
bocornya saluran air, perubahan lahan menjadi tanah basah, serta adanya hujan
selama 2 hari atau lebih berturut-turut.
13

Daerah rawan longsor lahan diantaranya daerah dengan batuan lepas,
batu lempung, tanah tebal, lereng curam. Daerah rawan longsor lahan ini
memanjang menyusuri patahan besar Sumatra, daerah pegunungan di Pulau Jawa,
Bali, Flores, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Pegunungan Jaya Wijaya
di Papua.
2.3. Identifikasi Bencana
2.3.1. Identifikasi Daerah Rawan Tsunami
Menurut Buku Pedoman Mitigasi (2009), analisa bahaya tsunami
ditujukan untuk mengidentifikasi daerah yang akan terkena bahaya tsunami.
Daerah bahaya tsunami tersebut dapat diidentifikasi dengan 2 (dua) metode :
1. Mensimulasikan hubungan antara pembangkit tsunami (gempa bumi,
letusan gunung api, longsoran dasar laut) dengan tinggi gelombang
tsunami. Dari hasil simulasi tinggi gelombang tsunami tersebut kemudian
disimulasikan lebih lanjut dengan kondisi tata guna, topografi, morfologi
dasar laut serta bentuk dan struktur geologi lahan pesisir.
2. Memetakan hubungan antara aktivitas gempa bumi, letusan gunung api,
longsoran dasar laut dengan terjadinya elombang tsunami berdasarkan
sejarah terjadinya tsunami. Dari hasil analisa tersebut kemudian
diidentifikasi dan dipetakan lokasi yang terkena dampak gelombang
tsunami.
Analisa kerentanan ditujukan untuk mengidentifikasi dampak terjadinya
tsunami yang berupa jumlah korban jiwa dan kerugian ekonomi, baik dalam
jangka pendek yang berupa hancurnya pemukiman infrastruktur, sarana dan
prasarana serta bangunan lainnya, maupun jangka panjang yang berupa
terganggunya roda perekonomian akibat trauma maupun kerusakan sumberdaya
alam lainnya. Analisa kerentanan tersebut didasarkan beberapa aspek, antara lain
tingkat kepadatan pemukiman di daerah rawan tsunami, tingkat ketergantungan
perekonomian masyarakat pada sector kelautan, keterbatasan akses transportasi
untuk evakuasi maupun penyelamatan serta keterbatasan akses komunikasi.
Analisa tingkat ketahanan ditujukan untuk mengidentifikasi kemampuan
pemerintah serta masyarakat pada umumnya untuk merespn terjadinya bencana
14

tsunami sehingga mampu mengurangi dampaknya. Analisis tingkat ketahanan
tersebut dapat diidentifikasi dari 3 (tiga) aspek, yaitu :
1. Jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk
2. Kemampuan mobilias masyarakat dalam evakuasi dan penyelamatan, dan
3. Ketersedian peralatan yang dapat dipergunakan untuk evakuasi.



























15

III. PEMBAHASAN

3.1. Pantai Biaung
Tanggal observasi : 14 Juli 2012
Waktu : Pukul 10.00 s/d 12.00 WITA
Cuaca : Hujan
Pantai Biaung merupakan pantai wisata yang terletak di wilayah Kota
Denpasar dengan titik kordinat 839'10"S dan 11516'13"E. Pantai Biaung
merupakan pantai yang masih memiliki garis pantai yang sama dengan Pantai
Sanur. Namun bedanya, Pantai Biaung hanya diminati oleh kalangan masyarakat
sekitar sebagai sarana rekreasi keluarga berbeda dengan Pantai Sanur yang sangat
diminati oleh wisatawan mancanegara maupun domestik.
Pantai Biaung merupakan jenis pantai berpasir. Pantai Biaung memiliki
penyusun sedimen berupa pasir hitam yang merupakan hasil dari aktivitas
vulkanologi maupun dari pelapukan hewan laut yang terbawa oleh arus. Pulau
Bali didominasi oleh pegunungan vulkanik di bagian utara sehingga pada saat
gunung mengeluarkan material pasir akan terbawa oleh angin maupun melalui
aliran sungai. Kecepatan sedimen yang terbawa ke wilayah pantai Biaung
dipengaruhi oleh kuatnya energi gelombang yang terdapat di perairan Selat
Lombok, dimana energi gelombang ini juga yang akan memberi dampak terhadap
pantai.
Di Pantai Biaung sendiri terdapat muara sungai dan 2 jenis bangunan
pantai yaitu berupa groin dan sea wall. Muara sungai dan bangunan pantai yang
terdapat di pantai ini sangat berpotensi terjadinya proses sedimentasi.




16




Gambar 4. Citra Satelit Pantai Biaung (Sumber: www.wikimapia.org)

Mitigasi Bencana di Wilayah Pesisir Pantai Biaung
Dari beberapa keterangan yang didapat dari hasil observasi lapangan kita
dapat menyimpulkan mitigasi bencana di wilayah Pantai Biaung. Menurut
pengamatan, untuk wilayah Pantai Biaung sangatlah kurang untuk upaya mitigasi
bencana di wilayah pesisir. Di wilayah Pantai Biaung hanya terdapat bangunan
pantai yang kurang memadai untuk menahan energi gelombang yang sangat kuat.
a. Bencana Erosi Pantai
Sepanjang garis pantai Biaung hanya terdapat satu groin dan satu sea
wall untuk menahan laju erosi oleh proses fisik ( gelombang, arus, angin,
sedimentasi), aktivitas manusia (pembangunan pelabuhan, reklamasi pantai untuk
permukiman, pelabuhan udara dan industri serta penambangan pasir) ataupun kombinasi
keduanya. Namun demikian penyebab utamanya adalah gerakan gelombang pada pantai
terbuka. Disamping itu karena keterkaitan ekosistem maka perubahan hidrologis
dan oseanografis juga dapat mengakibatkan erosi kawasan pesisir.
Peristiwa erosi pantai dapat mengakibatkan gangguan terhadap pemukiman,
penambakan dan sarana perhubungan sedangkan peristiwa pendangkalan atau
pengendapan di wilayah pantai dapat merupakan keuntungan dan sebaliknya dapat pula
merupakan kerugian; hal ini sangat tergantung pada kondisi lingkungan setempat. Oleh
karena itu peristiwa erosi ini tidak perlu dipersoalkan sejauh belum menimbulkan
Muara Sungai
Arah arus
17

masalah bagi kepentingan manusia. Namun apabila peristiwa tersebut menimbulkan
gangguan dan kerusakan terhadap lingkungan di sekitarnya maka diperlukan usaha-usaha
penanganan berupa perlindungan dan kegiatan lainnya.
Upaya mitigasi dapat kita lakukan secara alami maupun buatan, yaitu :
1. Secara alami, seperti penanaman green belt (hutan pantai atau mangrove), penguatan
gumuk pasir dengan vegetasi dan lain-lain.
2. Secara buatan, seperti pembangunan dinding penahan gelombang, pembangunan groin
dan lain-lain.
Upaya struktural mitigasi dengan cara buatan tersebut perlu direncanakan secara
cermat karena dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pola dan karakteristik
gelombang yang dalam jangka panjang mungkin dapat mengakibatkan terjadinya erosi di
tempat lain.
b. Bencana Tsunami

Gambar 5. Peta Bahaya Tsunami Tahun 2010 (Sumber : www.denpasarkota.go.id)

Tsunami berasal dari bahasa Jepang yaitu tsu = pelabuhan dan nami=
gelombang. Jadi tsunami berarti pasang laut besar di pelabuhan. Dalam ilmu
kebumian terminologi ini dikenal dan baku secara umum. Secara singkat tsunami
dapat dideskripsikan sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang
ditimbulkan oleh suatu gangguan impulsif yang terjadi pada medium laut, seperti
gempa bumi, erupsi vulkanik atau longsoran (land-slide).
Gangguan impulsif pembangkit tsunami biasanya berasal dari tiga
sumber utama, yaitu :
18

Gempa didasar laut,
Letusan gunung api didasar laut, dan
Longsoran yang terjadi di dasar laut.

Di Indonesia terdapat beberapa kelompok pantai yang rawan bencana
tsunami, yaitu kelompok Pantai Barat Sumatera, Pantai Selatan Pulau Jawa,
Pantai Utara dan Selatan pulau-pulau Nusa Tenggara, pulau-pulau di Maluku,
pantai utara Irian Jaya dan hampir seluruh pantai di Sulawesi. Teluk dan bagian
yang melekuk dari pantai sangat rawan akan bencana ini. Apalagi biasanya para
nelayan mencari ikan dan bermukim di teluk. Selain itu daerah ini juga memiliki
pantai landai yang memungkinkan gelombang pasang merayap ke daratan.
Pantai Biaung termasuk kedalam pantai yang rawan bencana namun tidak
terlalu berbahaya dibanding dengan daerah di bagian selatan Kota Denpasar yang
memiliki tingkat kerawanan paling tinggi (lihat gambar 5) menurut Peta Bahaya
Tsunami di wilayah Denpasar tahun 2010. Hal ini dikarenakan Pantai Biaung
mendapat perlindungan dari Pulau Lombok maupun Pulau Nusa Penida.
Meskipun demikian Pantai Biaung tetap terkena efek apabila terjadi bencana
tsunami. Hal ini dapat terjadi karena wilayah Pantai Biaung tidak terdapat
ekosistem mangrove yang cukup serta bangunan pantai yang memadai untuk
menahan gelombang. Biasanya, tsunami yang terjadi akibat dari gempa tektonik
di sepanjang daerah subduksi dan daerah seismik lainnya.
Secara struktural, upaya mitigasi bencana tsunami dapat dijadikan 2
(dua) kelompok yaitu :
1. Alami, seperti penanaman green belt (huran pantai atau mangrove), di
sepanjang kawasan pantai dan perlindungan terumbu karang.
2. Buatan,
a) pembangunan breakwater, seawall, pemecah gelombang sejajar pantai untuk
menahan tsunami,
b) memperkuat desain bangunan serta infrastruktur lainnya dengan kaidah
teknik bangunan tahan bencana tsunami dan tata ruang akrab bencana,
dengan mengembangkan beberapa insentif, antara lain:
19

Retrofitting: agar kondisi bangunan permukiman memenuhi kaidah teknik
bangunan tahan tsunami,
Relokasi: salah satu aspek yang menyebabkan daerah rentan bencana
adalah kepadatan permukiman yang cukup tinggi sehingga tidak ada
ruang publik yang dapat dipergunakan untuk evakuasi serta terbatasnya
mobilitas masyarakat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
memindahkan sebagian pemukiman ke lokasi lain, dan menata kembali
pemukiman yang ada yang mengacu kepada konsep kawasan pemukiman
yang akrab bencana.























20

IV. KESIMPULAN


1. Bali merupakan salah satu provinsi yang memiliki obyek wisata dan
kebudayaan menarik.
2. Bali merupakan daerah pegunungan dan perbukitan yang meliputi
sebagian besar wilayah dengan rantai pegunungan yang memanjang dari
barat ke timur.
3. Konvigurasi Pulau Bali terjadi akibat adanya sesar karena tumbukan
lempeng tektonik antara Benua Asia dan Benua Australia.
4. Pantai di Bali sebagian berpotensi terjadi bencana alam seperti tsunami,
erosi dan abrasi.
5. Beberapa pantai di Bali membangun bangunan pantai untuk melindungi
pantai seperti groin, breakwater dan seawall.


















21

DAFTAR PUSTAKA


Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. 2010. Bali dalam Angka, Bali in Figures.
ISSN : 0215-2207, BPS Provinsi Bali.
Dihidros. 2002. Survei Hidro-oseanografi Pembangunan Dermaga Lanal
Banyuwangi. Laporan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut Dinas
Hidro-oseanografi, Jakarta.
Hutagalung, Lusiana E. 2009. Ngaben Upacara Kematian Sebagai Salah Satu
Atraksi Wisata Budaya di Bali. USU.
Ilyas, Tommy. 2006. Mitigasi Gempa dan Tsunami di Daerah Perkotaan.
Seminar Bidang Kerekayasaan Fatek Unsrat.
Somantri, Lili. ____. Kajian Mitigasi Bencana Longsor Lahan dengan
Menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh.
____. 2009. Pedoman Mitigasi Bencana Alam di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil. Direktorat Pesisir dan Lautan, Ditjen KP3K Kementrian Kelautan
dan Perikanan.
http://rosiana.ngeblogs.com/2009/12/23/gempa-tektonik-tgas-iad/.Diakses tanggal
22 Juli 2012 pukul 11.50 WIB.












22

LAMPIRAN


Lokasi Observasi Pantai Biaung



Peserta KKL Kelautan Angkatan 2009


23

Kelompok 7 KKL



Anggota Bis 3






24

Você também pode gostar