Você está na página 1de 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Zaman semakin maju dan berkembang, IPTEK memberikan pengaruh besar bagi
seluruh aspek kehidupan. Salah satunya adalah teknologi konstruksi yang sudah semakin maju
dalam bidang teknik sipil. Dimana dapat kita lihat telah berdiri kokoh seperti gedung-gedung
bertingkat, jalan, kereta api, jembatan, bandar udara, bangunan lepas pantai, Stadion,
terowongan, dan lain-lain termasuk pembuatan patung. Adapun elemen konstruksi tersebut
berupa kayu, besi, baja, beton, genting, kaca, dan sebagainya. Namun dewasa ini beton sering
kita jumpai sebagai elemen konstruksi bangunan. Hal ini dikarenakan beton memiliki berbagai
macam keuntungan, antara lain seperti:
1. Memiliki kekuatan yang tinggi,
2. Dapat dibentuk sesuai dengan bentuk dan ukuran yang dikehendaki,
3. Perawatan yang murah (Ekonomis),
4. Mudah dilaksanakan dibandingkan dengan bahan konstruksi lainnya,
5. Awet dan tahan terhadap cuaca serta api (durability).
Beton merupakan bahan campuran (composite) yang disusun oleh elemen pembentuk
struktur yang terdiri dari semen, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan
tambahan lainnya. Beton dalam penggunaannya dalam bidang kontruksi tidak berdiri sendiri,
sering digabungkan dengan yang lain seperti baja yang sering disebut dengan beton bertulang.
Beberapa aspek yang dibahas dalam teknologi konstruksi beton adalah:
1. Sejarah dan perkembangan teknologi beton
2. Agregat beton
3. Bahan tambahan beton
4. Pemadatan dan perawatan beton (accuring)
Kandungan beton pada umumnya terdiri dari semen, agregat, bahan tambahan
(admixture), dan air. Untuk mengisi volume pada beton dibutuhkan agregat. Tanpa agregat beton
itu tidak akan terbentuk. Maka agregat memilki fungsi dan peranan sendiri yang sangat penting
pada beton. Agregat yang baik untuk digunakan adalah agregat yang menyerupai bentuk kubus
atau bundar, bersih, keras, kuat, bergradasi baik dan stabil secara kimiawi. Sampai saat ini
agregat selain bersal dari alam ada pula para pembuat beton menggunakan agregat dari sisa-sisa
bahan konstruksi yang masih layak dipakai sebagi agregat (buatan). Maka, agregat merupakan
penyusun terbesar dalam struktur beton. Oleh karena itu, dibutuhkan agregat yang baik agar
mampu menghasilkan mutu beton yang tinggi.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Aspekaspek yang dirumuskan adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari agregat pada beton?
2. Apa jenis jenis agregat alami?
3. Apa saja klasifikasi dari jenis-jenis agregat?
4. Apa saja yang mempengaruhi dari kekuatan agregat, khususnya agregat halus?
5. Bagaimana dari sifat-sifat agregat halus?
6. Apa saja persyaratan agregat halus?
7. Bagaimana melakukan pengujian agregat halus?
1.3 MAKSUD DAN TUJUAN
Adapun maksud rumusan masalah tersebut bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan pengertian dan proses pembentukan agregat.
2. Mendekripsikan arti dan pengaruh agregat (halus) yang baik pada beton.
3. Mendeskripsikan cara pemilihan agregat (halus) yang baik.
4. Mendeskripsikan alat yang digunakan untuk melakukan pemilihan terhadap agregat yang baik?
1.4 METODE
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah dengan menggunakan
metode studi pusataka. Data diambil dari sumber tertulis. Data yang diambil berupa pendapat-
pendapat para ahli dalam bidang teknik sipil khususnya mengenai Agregat pada beton. Data
diambil melalui buku dan internet, dimana sumber data tersebut saling melengkapi.
1.5 BATAS DAN RUANG LINGKUP
Ruang lingkup yang kami bahas hanya sebatas agregat pada umumnya pada campuran
beton normal. Apa pengertian agregat pada umumnya, jenis dan kegunaan dari agregat, metode
pemilihan agregat yang baik. Tidak menspesifikasi nama-nama dari agregat tersebut. Tidak
menggolongkan dan memisahkan nama agregat yang baik. Ruang lingkup yang diidentifikasi
hanya dasar dari keseluruhan agregat itu sendiri. Memberikan petunjuk tentang bentuk dan ciri-
ciri agregat yang baik. Karena agregat merupakan salah satu yang menentukan kekuatan pada
mutu beton.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN AGREGAT
Pada dasarnya beton tidak akan terbentuk tanpa adanya campuran agregat, disini
membuktikan bahwa agregat memilki peranan yang sangat penting sekali dalam pembuatan
beton. Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya sangat tinggi sekali yaitu berkisar
(60-70) % dari berat campuran beton. Selain sebagai pengisi, agregat memilki fungsi lain yaitu
sebagai penentu sifat mortar atau mutu beton yang akan dihasilkan.Agregat yang digunakan
dalam campuran beton dapat berupa agregat alam atau agregat batuan (artificial aggregates).
Secara umum, agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu, agregat kasar dan agregat
halus. Batas antara agregat halus dan agregat kasar berbeda antara disiplin ilmu yang satu dengan
disiplin ilmu yang lainnya. Meskipun demikian, dapat diberikan batasan ukuran antara agregat
halus dengan agregat kasar yaitu 4.80 mm (british standard) atau 4.75 mm (Standar
ASTM). Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4.80 mm (4.75
mm), dan agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4.80 mm (4.75 mm). Agregat dengan
ukuran lebih besar dari 4.80 mm di bagi lagi menjadi dua yaitu, yang berdiameter antara (4.80-
40) mm. disebut kerikil beton dan yang lebih dari 40 mm disebut kerikil kasar.Agregat yang
digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih kecil dari 40 mm, dan agregat yang
ukurannya lebih besar dari 40 mm digunakan untuk pekerjaan sipil lainnya, seperti untuk
pekerjaan jalan, tanggul-tanggul penahan tanah, bronjong (bendungan), dan lainnya. Agregat
halus biasanya dinamakan pasir dan agregat kasar dinamakan kerikil, spilit, batu pecah, kricak,
dan lainnya.
2.2 PEMBENTUKAN AGREGAT ALAM
2.2.1 Batuan
Pada umunya agregat berasal dari alam, dan salah satunya berasal dari batuan. Seorang
engineer melihat sebagai sebuah mineral yang keras, getas, sering kali tahan lama dan kuat, yang
diatasnya berdiri bangunan atau dapat digunakan untuk mendirikan bangunan. Penambangan
batuan kadang-kadang dilakukan dengan peledakan (blasting), terutama pada batuan-batuan yang
keras seperti granit. Batuan dalam teknik sipil dapat dilihat menurut ilmu yang mempelajarinya
(Verhoef,1985:12), yaitu :
1) Geologis : batuan sebagai mineral, yang terbentuk melalui proses siklus batuan.
2) Geoteknik : batuan sebagai mineral yang diatasnya, di dalamnya, atau dengannya dapat
dibangun berbagai macam konstruksi.Jika dilihat dari proses terbentuknya, batuan sebagai
mineral dapat dibedakan menjadi tiga yaitu batuan beku (magma), bauan endapan (sedimentasi),
dan bauan peralihan/ malihan (metamorf).
1.Batuan Beku (Magma)
Batuan beku terbentuk dari proses pembekuan magma yang terdapat di dalam lapisan bumi yang
dalam atau dari hasil pembekuan magma yang kuat akibat dari letusan gunung berapi.
Batuan beku dibedakan menjadi dua, yakni batuan beku interusif (yang membeku di bawah
permukaan bumi), dan batuan beku eksterusif (yang embeku di permukaan bumi).
Batuan beku seperti intrusi granit adakalanya ditemui dengan massa yang tidak beraturan
Berdasarkan kandungan SiO2, batuan beku dibedakan menjadi:
1.Batuan Beku Masam -> kand. SiO2 tinggi : > 65%
2.Batuan Beku Intermedier -> kand. SiO2 sedang : + 55% s/d 65%
3.Batuan Beku Basa -> kand. SiO2 rendah : < 55%
2. Batuan Sedimen (Endapan)
Batuan sadimen terbentuk karena mengendapnya bahan-bahan yang terurai, sehingga membentuk
suatu lapisan bahan padat yang secara fisik diendapkan oleh angin, air, atau es.
Dapat terbentuk dari bahan-bahan terlarut yang secara kimia terendapkan di lautan, danau, atau
sungai.
Berdasarkan proses pembentukannya, batuan sedimen dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
(1) Klastik, tersusun atas fragmen-fragmen dan bagian-bagian kecil yang terbawa dalam keadaan
padat. Klastik dibagi menjadi siliklastik (terdiri dari bagian-bagian kecil silikat seperti batu pasir,
lempung), piroklastik (terdiri dari dari material-material vulkanik seperti tuff, lapili), dan kapur.
(2) Kimiawi, batuan sedimen yang diendapkan dari larutan. Batuan ini dibagi menjadi evaporit
(penguapan gips, garam), kapur (pengendapan), dan dan endapan kimiawi lainnya seperti besi
dan fosfat.
(3) Organik, yang dibagi menjadi kapur serta gambut, batubara, dan sapropel yang
merupakansedimen dengan banyak zat organik yang membentuk minyak bumi.
3.Batuan Metamorf
Batuan Metamorf : Adalah batuan beku atau batuan sedimen yang telah mengalami perubahan
bentuk (transformasi) akibat adanya pengaruh perubahan suhu dan tekanan yang sangat tinggi.
Proses metamorphosis di bagi menjadi dua, yaitu :
1. Metamorfosis regional, yakni perubahan bentuk dalam skala besar yang dialami batuan di
dalam kulit bumi yang lebih dalam, sebagai akibat dari terbentuknya pegunungan. (vulkanik).
2. Metamorfosis kontak, yakni perubahan bentuk yang dialami batuan sebagai akibat dari intrupsi
magma panas disekitarnya (misalnya granit).
Jenis-jenis Batuan Metamorf :
a. Schist : Batuan metamorf berbentuk lembar-lembar halusnya Schist Mika.
b. Gneis : Batuan metamorf berbentuk lembar-lembar kasarnya Granit Gneis.
c. Kuarsit : Batuan metamorf yang terbentuk dari batu pasir.
d. Marmer : Batuan metamorf yang terbentuk dari batu kapur karbonat.
Pada umumnya, peningkatan temperatur dan tekanan akan memperbesar butiran yang terbentuk.

2.3 JENISJENIS AGREGAT
Hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan penggunaan agregat dalam campuran
beton ada lima, yaitu (landgren, 1994):
1. Volume udara
Udara yang terdapat dalam campuran beton akan mempengaruhi proses pembuatan beton,
terutama setelah terbentuknya pasta semen.
2. Volume padat
Kepadatan volume agregat akan mempengaruhi berat isi dari beton jadi.
3. Berat jenis agregat
Berat jenis agregat akan mempengaruhi proporsi campuran dalam berat sebagai control.
4. Penyerapan
Penyerapan berpengaruh pada berat jenis.
5. Kadar air permukaan agregat
Kadar air permukaan agregat berpengaruh pada pengguaan air saat pencampuran.

2.3.1 Jenis Agregat Berdasarkan Berat
Ada tiga jenis agreagat berdasarkan beratnya, yaitu agregat normal, agregat ringan dan
agregat berat. Peraturan beton 1989 mencakup agregat normal an agregat ringan.
a. Agregat normal
Dihasilkan dari pemecahan batuan dengan quarry atau langsung dari sumber alam.
Agregat ini biasanya berasal dari granit, basalt, kuarsa dan sebagainya. Berat jenis rata-ratanya
adalah 2.5 2.7 atau tidak boleh kurang dari 1.2 kg/dm3. Beton yang dibuat dengan agregat
normal adalah beton normal, yaitu beton yang dibuat dengan isi 2.200 - 2.500 kg/m3 (SK.
SNI.T-15-1990:1). Kekuatan tekannya sekitar 15-40 Mpa. Ketentuan dan persyaratan dari
SII.0052-80 Mutu Dan Cara Uji Agregat Beton harus dipenuhi. Bila tidak tercakup dalam
SII.0052-80, maka agregat harus memenuhi ketentuan ASTM C-33, Specification For Concrete
Aggregates(PB-89, 1989:9).
b. Agregat ringan
Digunakan untuk menghasilkan beton yang ringan dalam sebuah bangunan yang
memperhitungkan berat dirinya. Agregat ringan digunakan dalam bermacam produk beton,
misalnya bahan-bahan untuk isolasi atau lahan untuk pra-tekan. Agregat ini paling banyak
digunakan untuk beton-beton pra-cetak. Beton yang dibuat dengan agregat ringan mempunyai
sifat tahan api yang baik. Kelemahannya adalah ukuran pori pada beton yang dibuaat dengan
agrergat ini besar, sehingga penyerapannya besar pula. Jika tidak diperhatikan hal ini akan
menyebabkan beton yang dihasilkan menjadi kurang baik kualitasnya. Agregat ringan dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu yang dihasilkan melalui pembekahan (expanding) dan yang
dihasilkan dari pengolahan bahan alam. Disarankan agar penakarannya menggunakan volume.
Berat isi agregat ini berkisar 350-880 kg/m3 untuk agregat kasarnya dan 750-1200 kg/m3 untuk
agregat halusnya. Campuran kedua agregat tersebut mempunyai berat isi maksimum 1040
kg/m3. Agregat ringan yang digunkan dalam campuran beton harus memenuhi syarat mutu dari
ASTM C-330, Specification For Lighweight Agragates For Structural Concrete.
c. Agregat berat
Agregat berat mempunyai berat jenis lebih besar dari 2.800 kg/m3. Contohnya adalah
magnetic (fe3O4), barites (BaSO4), dan serbuk besi. Berat jenis beton yang dihasilkan dapat
mencapai 5 kali berat jenis bahannya. Beton yang dibuat dengan agragat ini biasanya digunakan
sebagai pelindung dari radiasi sinar-X. Untuk mengetahui apakah suatu agregat termasuk agregat
berat, ringan atau normal dapat diperiksa berat isinya. Standar yang digunakan adalah C.29.
Definisi berat isi sendiri adalah berat dalam satuan volume untuk setiap partikel (Brink, R.H and
Timms, A.G, 1966).Ukuran maksimum yang diizinkan dalam ASTM C29 adalah 6 in(150 mm).
Alat yang digunakan dalam menentukan berat isi adalah bejana silinder dengan butir yang telah
ditentukan sesuai dengan syarat seperti yang tercantum dalam table dibawah ini. Dalam hal in
ukuran nominal agregat merupakan ukuran maksimum dan volume alat ukur tidak boleh kurang
dari 95% dari volume yang tercantum pada table.

Ukuran maksimum butiran agregat Kapasitas alat
In mm Ft
3
M
3

0.5
1
1.5
3
4.5
6
12.5
25.0
37.5
75
112
150
0.10
0.6667
0.50
1
2.5
3.5
0.0028
0.0093
0.014
0.028
0.070
0.100
Sumber : ASTM C.29-1995,p.2
Tabel 2.1

2.3.2 Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk
Bentuk agregat belum terdefinisikan secara jelas, sehingga sifat-sifat tersebut sulit diukur
dengan baik. Sejumlah peneliti telah banyak membicarakan hal ini, salah satunya adalah Mather
yang menyatakan bahwa bentuk butir agregat ditentukan oleh dua sifat yang tidak saling
tergantung yaitu kebulatan/ketajaman sudut (sifat yang tergantung pada ketajaman relatif , secara
numerik dinyatakan dengan rasio antara jari-jari rata-rata dari sudut lengkung ujung atau sudut
butir dari jari-jari maksimum lengkung salah satu ujung/sudutnya) dan oleh sperikal yaitu rasio
antara luas permukaan dengan volume butir.Bentuk agregat dipengaruhi oleh beberapa factor.
Secara alamiah bentuk agregat dipengaruhi oleh proses geologi batuan. Setelah dilakukan
penambangan, bentuk agregat dipengaruhi oleh cara peledakan maupun mesin pemecah batu dan
teknik yang digunakan.
Jika dikonsolidasikan, butiran yang bulat akan menghasilkan campuran beton yang lebih baik
jika dibandingkan dengan butiran yang pipih. Penggunaan pasta semennyapun akan lebih
ekonomis. Bentuk-bentuk agregat ini lebih banyak berpengaruh terhadap sifat pengerjaan pada
beton segar (fresh concrete). Tes standar yang dapat digunakan dalam menentukan bentuk
agregat ini adalah ASTM D-3398. Klasifikasi agregat berdasarkan bentuknya adalah sebagai
berikut:
1. Agregat Bulat
Agregat ini terbentuk karena terjadinya pengikisan oleh air atau keseluruhannya terbentuk
karena pergeseran. Rongga udaranya minimum 33%, sehingga rasio luas permukaannya kecil.
Beton yang dihasilkan dari agregat ini kurang cocok untuk struktur yang menekankan pada
kekuatan atau untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antar agregat kurang kuat.
2. Agregat Bulat Sebagian atau Tidak Teratur
Agregat ini secara alamiah berbentuk tidak teratur. Sebagian terbentuk karena pergeseran
sehingga permukaan atau sudut-sudutnya berbentuk bulat. Rongga udara pada agregat ini lebih
tinggi, sekitar 35%-38%, sehingga membutuhkan lebih banyak pasta semen agar mudah
dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini belum cukup baik untuk struktur yang
menekankan pada kekuatan atau untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antar agregat belum
cukup baik (masih kurang kuat).
3. Agregat Bersudut
Agregat ini mempunyai sudut-sudut yang Nampak jelas, yang terbentuk ditempat-tempat
perpotongan bidang-bidang dengan permukaan kasar. Rongga udara pada agregat ini berkisar
antara 38%-40%, sehingga membutuhkan lebih banyak lagi pasta semen agar mudah dikerjakan.
Beton yang dihasilkan dari agregat ini cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan
atau untuk beton mutu tinggi karena ikatan antar agregatnya baik (kuat). Agregat ini dapat juga
digunakan untuk bahan lapis perkerasan (rigid pavement).
4. Agregat Panjang
Agregat ini panjangnya >lebarnya>tebalnya. Agregat disebut panjang jika ukuran
terbesarnya lebih dari 9/5 ukuran rata-rata. ukuran rata-rata adalah ukuran ayakan yang
meloloskan dan menahan butiran agragat. Sebagai contoh, agregat dengan ukuran rata-rata 15
mm, akan lolos ayakan 19mm dan tertahan oleh ayakan 10mm. Agregat ini dinamakan panjang
jika ukuran terkecil butirannya lebih kecil dari 27 mm (9/5 x 15mm). Agregat jenis ini akan
berpengaruh buruk pada mutu beton yang akan dibuat. Agregat jenis ini cenderung berada
dirata-rata air sehingga akan terdapat rongga dibawahnya. Kekuatan tekan dari beton yang
menggunakan agragat ini buruk.
5. Agregat Pipih
Agregat disebut pipih jika perbandingan tebal agregat terhadap ukuran-ukuran lebar dan
tebalnya lebih kecil. Agregat pipih sama dengan agregat panjang, tidak baik untuk campuran
beton mutu tinggi. Dinamakan pipih jika ukuran terkecilnya kurang dari 3/5 ukuran rata-ratanya.
Untuk contoh diatas agregat disebut pipih jika lebih kecil dari 9mm. Menurut (Galloway, 1994)
agregat pipih mempunyai perbandingan antara panjang dan lebar dengan ketebalan dengan rasio
1:3 yang dapat digambarkan sama dengan uang logam.
6. Agregat Pipih Dan Panjang
Agregat jenis ini mempunyai panjang yang jauh lebih besar daripada lebarnya, sedangkan
lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya.

2.3.3 Jenis Agregat Berdasarkan Tekstur Permukaan
Umumnya agregat dibedakan menjadi kasar, agak kasar, licin, agak licin. Berdasarkan
pemeriksaan visual, tekstur agregat dapat dibedakan menjadi sangat halus (glassy), halus,
granular, kasar, berkristal (crystalline), berpori, dan berlubang-lubang. Secara numerik belum
dipakai untuk menentukan definisi dari susunan permukaan agregat. Permukaan yang kasar akan
menghasilkan ikatan yang lebih baik jika dibandingkan dengan permukaan agregat yang licin.
Jenis lain dari permukaan agregat adalah mengkilap dan kusam.Ukuran susunan agregat
tergantung dari kekerasan, ukuran molekul, tekstur batuan dan besarnya gaya yang bekerja pada
permukaan butiran yang telah membuat licin atau kasar permukaan tersebut. Secara umum
susunan permukaan ini sangat berpengaruuh pada kemudahan pekerjaan. Semakin licin
permukaan agregat akan semakin sulit beton untuk dikerjakan. Jenis agregat berdasarkan tekstur
permukaannya dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Agregat licin/halus (glassy)
Agregat jenis ini lebih sedikit membutuhkan air dibandingkan dengan agregat dengan
permukaan kasar. Dari hasil penelitian, kekasaran agregat akan menambah kekuatan gesekan
antara pasta semen dengan permukaan butir agregat sehingga beton yang menggunakan agregat
ini cenderung metunya lebih rendah. Agregat licin terbentuk dari akibat pengikisan oleh air, atau
akibat patahnya batuan (rocks) berbutir halus atau batuan yang berlapis-lapis.
2. Berbutir (granular)
Pecahan agregat jenis ini berbentuk bulat dan seragam.


3. Kasar
Pecahan kasar dapat terdiri dari batuan berbutir halu atau kasar yang mengandung bahan-
bahan berkristal yang tidak dapat terlihat dengan jelas melalui pemeriksaan visual.
4. Kristalin (crystalline)
Agregat jenis ini mengandung Kristal-kristal yang nampak dengan jelas melalui
pemeriksaan visual.
5. Berbentuk sarang lebah (honeycombs)
Tampak dengan jelas pori-porinya dan rongga-rongganya. Melalui pemeriksaan visual,
kita dapat melihat lubang-lubang pada batuannya.

2.3.4 Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butir Nominal
Ukuran agregat dapat mempengaruhi kekuatan tekan beton. Untuk perbandingan bahan-
bahan campuran tertentu, kekeuatan tekan beton berkurang bila ukuran maksimum bertambah
besar, dan juga akan menambah kesulitan dalam pengerjaanya. Ukuran dan bentuknya harus
disesuaikan dengan syarat yang diberikan oleh ASTM, BS atau SNI/SII. Seerti yang
diuraikan diatas, ukuran agregat lebih banyak pula berpengaruh terhadap kemudahan pengerjaan
(workability). Pemilihan ukuran maksimum dari agregat ini cenderung tergantung dari jenis
cetakan dan tulangan. Untuk strukutur beton bertulang SK SNI T-15-1991-03 memberikan
batasan untuk butir agregat maksimum yang digunakan sebesar 40mm.Sebagai dasar
perancangan campuran beton besar butir maksimum agregat, (ACI 318,1989:2-1) dan (PB,
1989:9), memberikan batasan sebagai berikut:
1) Seperlima dari jarak terkecil anatara bidang samping cetakan,
2) Sepertiga dari tebal pelat
3) Tiga perempat dari jarak bersih minimum diantara batang-batang tulangan atau berkas-berkas
(bundle bar) ataupun dari tendon prestress atau ducting.
Jika ukuran maksimum agregat lebih besar dari 40mm, agregat tersebut dapat saja digunakan,
asal disetujui oleh ahlinya dengan mempertimbangkan kemudahan pengerjaannya dan cara-cara
pemadatan (consolidation) beton selama pengerjaanya tidak menyebabkan terjadinya rongga-
rongga udara atau saran kerikil (honeycombs). Untuk itu pengawasan ahli harus selalu
melakukan inspeksi dan bertanggungjawab terhadap batas maksimum dari butir agregat tersebut
(ACI 318,1989:2-1). Dari ukurannya ini, agregat dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu
agregat kasar dan agregat halus (Ulasan PB,1989:9).
1. Agregat halus
Agregat halus ialah agregat yang semua butirnya menembus ayakan berlubang 4.8mm
(SII.0052,1980) atau 4.75mm (ASTM C33,1982) atau 5.0mm (BS.812,1976).
2. Agregat kasar
Agregat kasar ialah agregat yang semua butirnya tertinggal diatas ayakan berlubang
4.8mm (SII.0052,1980) atau 4.75mm (ASTM C33,1982) atau 5.0mm (BS.812,1976).
2.3.5 Jenis Agregat Berdasarkan Gradasi
Gradasi agregat ialah distribusi dari ukuran agregat. Distribusi ini bervariasi dapat
dibedakan menjadi tiga yaitu gradasi sela (gap grade), gradasi menerus (continous grade), dan
gradasi seragam (uniform grade). Untuk mengetahui gradasi tersebut dilakukan pengujian
melalui analisa ayak sesuai dengan standar dari BS-812, ASTM C-33, C136, ASHTO T.27
ataupun standar Indonesia. Beberapa ukuran saringan yang digunakan untuk mengetahui gradasi
agregat ditunjukkan oleh table berikut :

STANDAR ISO ASTM E11 BRITISH
STANDARD,BS-
812 (BS.410,1976)
STANDAR
JERMAN
128 mm 100 mm - -
64 mm 90 mm - -
- 75 mm 75 mm -
- 63 mm 63 mm 63 mm
- 50 mm 50 mm -
32 mm 37. 5 mm 37.5 mm 31.5 mm
- 25 mm 28 mm -
16 mm 19 mm 20 mm 16 mm
- 12.5 mm 14 mm -
8 mm 9.5 mm 10 mm 8 mm
4 mm 4.75 mm 5.0 mm 4 mm
2 mm 2.36 mm 2.36 mm 2 mm
1 mm 1.18 mm 1.18 mm 1 mm
500 m 600 m 600 m 500 m
250 m 300 m 300 m 250 m
125 m 150 m 150 m -
62 m 75 m 75 m -
Tabel 2.2

a. GRADASI SELA (GAP GRADATION)
Jika salah satu atau lebih dari ukuran butir atau fraksi pada satu set ayakan tidak ada,
maka gradasi ini akan menunjukkan satu garis horizontal dalam grafiknya. Keistimewaan dari
gradasi ini antara lain :
1. Pada nilai faktor air semen tertentu, kemudahan pengerjaan akan lebih tinggi bila kandungan
pasir lebih sedikit.
2. Pada kondisi kelecakan yang tinggi, lebih cenderung mengalami segregasi, oleh karena itu
gradasi sela disarankan dipakai pada tingkat kemudahan pengerjaan yang rendah, yang
pemadatannya menggunakan penggetaran (vibration).
3. Gradasi ini tidak berpengaruh buruk pada kekuatan beton.

b. GRADASI MENERUS
Didefinisikan jika agregat yang semua ukuran butirnya ada dan terdistribusi dengan baik.
Agregat ini lebih sering dipakai dalam campuran beton. Untuk mendapatkan angka pori yang
kecil dan kemampatan yang tinggi sehingga terjadi interlocking yang baik, campuran beton
membutuhkan variasi ukuran butir agregat. Dibandingkan dengan gradasi sela atau seragam,
gradas menerus adalah yang paling baik.

c. GRADASI SERAGAM
Agregat yang mempunyai ukuran yang sama didefinisikan sebagai agregat seragam.
Agregat ini terdiri dari batas yang sempit dari ukuran fraksi, agregat dengan gradasi ini biasanya
dipakai unutk beton ringan yaitu jenis beton tanpa pasirv(nir-pasir), atau untuk mengisi agregat
dengan gradasi sela, atau untuk campuran agregat yang kurang baik atau tidak memenuhi syarat.

2.4 KEKUATAN AGREGAT
Kekuatan beton tidak lebih tinggi dari kekuatan agregat, oleh karena itu sepanjang
kekuatan tekan agregat lebih tinggi dari beton yang akan dibuat maka agregat tersebut masih
cukup aman digunakan sebagai campuran beton. Pada kasus-kasus tertentu, beton mutu tinggi
yang mengalami konsentrasi tegangan lokal cenderung mempunyai tegangan lebih tinggi
daripada kekuatan seluruh beton. Dalam hal ini kekuatan agregat menjadi kritis.

2.4.1 Faktorfaktor yang mempengaruhi kekuatan agregat
Kekuatan agregat dapat bervariasi dalam batas yang besar. Butir-butir agregat dapat
bersifat kurang kuat karena dua hal, yaitu:
a. Karena terdiri dari bahan yang lemah atau terdiri dari partikel yang kuat tetapi tidak baik dalam
hal pengikatan (interlocking).Granite misalnya, terdiri dari bahan yang kuat dan keras yaitu
kristal Quards dan Feldspar, tetapi bersifat kurang kuat dan modulus elastisitasnya lebih rendah
daripada gabbros dan diabeses. Hal ini terjadi karena butir-butir granit tidak terikat dengan baik.
b. Porositas yang besar. Porositas yang besar mempengaruhi keuletan yang menentukan ketahanan
terhadap beban kejut.Kekerasan atau kekuatan butir-butir agregat tergantung dari bahannya dan
tidak dipengaruhi oleh lekatan antar butir satu dengan lainnya. Agregat yang lebih kuat biasanya
mempunyai modulus elastisitas (sifat dalam pengujian beban uniaxal) yang lebih tinggi. Butir-
butir yang lemah (lebih rendah dari pasta semen) tidak dapat menghasilkan kekuatan beton yang
dapat diandalkan. Kekerasa sedang mungkin justru lebih menguntungkan, Karena dapat
mengurangi konsentrasi tegangan yang terjadi, atau pembasahan atau pengeringan, atau
pemanasan dan pendinginan dengan demikian membantu mengurangi kemungkinan terjadinya
retakan dalam beton. Butiran yang lemah dan lunak perlu dibatasi nilai minimumnya jika
ketahanan terhadap abrasi yang kuat diperlukan. Modulus elastisitas agregat juga penting
diketahui karena memberikan kontribusi dalam modulus elastisitas beton. Pengujian kekuatan
agregat dapat menggunakan bejana Rudelloff ataupun Los Angelos Test. Sesuai dengan
SII.0052-80 (PB, 1989) untuk agregat normal dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Kelas dan mutu
beton
Kekerasan dengan bejana
Rudelloff, bagian hancur
menembus ayakan 2mm, persen
(%)maksimum
Kekerasan dengan
bejana geser Los
Angelos, bagian
hancur menembus
ayakan 1.7mm,
%maks.
Fraksi butir9.5-
19 mm
Fraksi butir19-
30 mm

(1) (2) (3) (4)
Beton kelas I
dan mutu B0
dan B1
22-30 24-32 40-50
Beton kelas II
dan mutu K.125,
K.175, dan
K.225
14-22 16-24 27-40
Beton kelas III
dan
mutu >K.225
atau beton pra-
tekan
Kurang dari 14 Kurang dari 16 Kurang dari 27
Tabel 2.3

Bejana rodelloff yang banyak digunakan di negara Inggris berupa bejana yang berbentuk silinder
baja dengan garis tengah bagian dalam 11.8 cm dan tingginya 40 cm dilengkapi dengan stempel
pada dasarnya. Cara pengujiannya, butiran agregat dimasukkan kedalam silinder tersebut dan
diletakkan stempel kemusian ditekan dengan gaya tekan 20 ton selama 20 menit. Bagian yang
hancur yang lebih kecil dari 2mm kemudian ditimbang. Beratnya merupakan kekuatan dari
agregat yang dinyataan dalam persen hancur. Semakin banyak bagian yang hancur semakin
rendah kekuatan agregat tersebut. Cara Rudelloff agak kurang tepat jika dipakai untuk menguji
agregat yang lemah, karena perkiraan akan terjadi gesekan yang kuat dengan dinding silinder
baja selama penekanan mengakibatkan beban yang ditahan butr-butir berkurang,sehingga nilai
yang dihasilkan nampaknya lebih tinggi dari nilai yang sebenarnya.Cara uji kekuatan yang
lainnya dengan menggunakan alat Los Angelos Test. Mesin ini berupa silinder baja yang tertutup
di kedua sisinya dengan diameter 71 cm da panjang 50 cm. silinder bertumpu pada sebuah
sumbu horizontal tempat berputar. Pada silinder terdapat lubang untuk memasukkan benda uji
dan tertutup rapat sedemikian sehingga permukaan dalam silinder tidak terganggu. Dibagian
dalam silinder terdapat blade baja melintang penuh setinggi 8.9 cm. silinder ini dilengkapi
dengan bola-bola baja dengan diameter rata-rata 4.68 cm dan berat masing-masing antara 390-
445 gram atau sesuai dengan gradasi benda uji seperti pada tabel berikut ini :
Tabel berat dan gradasi benda uji
Lubang ayakan (mm) Lubang ayakan (mm)Berat benda uji
(gram)
Lewat tertinggal Gradasi A Gradasi B Gradasi C
38.10
25.40
19.05
12.70
9.51
6.35
25.40
19.05
12.70
9.51
6.35
4.75
1250
1250
1250
1250


1250
1250



1250
1250
Tabel 2.4

Tabel jumlah dan berat bola-bola baja sesuai dengan gradasi
Gradasi Jumlah bola Berat semua bola
A 12 500025
B 11 458425
C 8 333020
Tabel 2.5

Untuk mengetahui nilai Los Angelos, silinder diputar dengan kecepatan 30-33 rpm. Pengujian ini
nampak lebih memuaskan jika dipakai untuk menguji agregat normal. Caranya dengan mengukur
butiran yang pecah pada akhir putaran ke-100 kali yang pertama dibandingkan dengan putaran
ke-500. Umumnya jika butiran yang pecah pada akhir ke-100 sudah lebih besar dari 20% (SNI
memberi nilai batas 27%)daripada ke-500 dianggap bagianyang lunak sudah terlalu banyak.Cara
lainnya dengan melakukan uji keuletan (toughness) caranya diberi beban dengan sebuah mesin
kejut (crushing value) dimana nilai kejut ini biasanya berhubungan dengan kekerasan agregat.
Uji kejut dilaksanakan dengan menggunakan silinder baja dengan diameter dan tebal 25 cm yang
dijatuhi hammer seberat 2kg, dengan tinggi jatuh mulai dari 1 cm dan kelipatannya. Nilai kejut
yang baik lebih besar dari 19, sedangkan nilai yang kurang dari 13 dianggap jelek. Uji kuat tekan
pada campuran beton dapatjuga digunakan untuk mengukur kekuatan agregat yaitu dengan
embuat kubus ukuran 50-200 mm yang kemudian diberi tekanan dengan menggunakan mesin
tekan sampai pecah. Sifat-Sifat Agregat Dalam Campuran BetonSifat-sifat agregat sangat
berpengaruh pada mutu campuran beton. Sifat-sifat ini harus kita ketahui dan pelajari agar dapat
mengambil tindakan yang positif dalam megatasi masalah yang timbul. Agregat yang digunakan
diindonesia harus memenuhi syarat SII 0052-80, Mutu dan Cara Uji Agregat Beton dan dalam
hal-hal yang tidak termuat dalam SII 0052-80 makaagregat tersebut harus memenuhi syarat dan
ketentuan yang diberikan oleh ASTM C-33-82, Standard Specification For Concrete
Aggregates (ulasan PB, 1989:14).Serapan Air dan Kadar Air AgregatPada saat terbentuknya
agregat kemungkinan terjadinya udara yang terjebak dalam lapisan agregat atau terjadi karena
dekomposisi mineral pembentuk akibat perubahan cuaca, mak terbentuklah lubang, atau rongga
kecil didalam butiran agregat (pori). Pori dalam agregat mempunyai variasi yang cukup besardan
menyebar diseluruh tubuh butiran. Pori mungkin menjadi reservoir air bebas didalam agregat.
Presentasi berat air yang mampu diserap agregat didalam air disebut sebagai serapan air,
sedangkan benyaknya air yang terkandung dalam agregat disebut kadar air.
Gradasi Agregat
Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa gradasi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu
menerus, seragam, dan sela. Untuk mendapat campuran beton yang baik kadang-kadang kita
harus mencampur beberapa jenis agregat. Untuk tu pengetahuan mengenai gradasi ini pun
menjadi penting. Dalam pengerjaan beton yang paling banyak dipakai adalah agregat normal
dengan gradasi yang ahrus memenuhi syarat standar, namun untuk keperluanyang khusus sering
dipakai agregat ringan maupun agregat berat.
1. Gradasi Agregat Normal
SK. SNI T-15-1990-03 memberikan syarat-syarat untuk agregat halus yang diadopsi dari British
Standard di Inggris. Agregat halus dikelompokan dalam empat daerah seperti dalam tabel berikut
ini :
Lubang ayakan
(mm)
Persen berat butir yang lewat ayakan
I II III IV
10 100 100 100 100
4.8 90-100 90-100 90-100 95-100
2.4 60-95 75-100 85-100 95-100
1.2 30-70 55-90 75-100 90-100
0.6 15-34 35-39 60-79 80-100
0.3 5-20 8-30 12-40 15-50
0.15 0-10 0-10 0-10 0-15
Tabel 2.6

Keterangan : - daerah gradasi I = Pasir Kasar
- daerah gradasi II = Pasir Agak Kasar
- daerah gradasi III = Pasir Halus
- daerah gradasi IV = Pasir Agak Halus
ASTM C.33-86 dalam Standard Specification For Concrete Aggregates memberikan syarat
gradasi agregat halus seperti yang tercantum dalam tabel dibawah ini, dimana agregat halus tidak
boleh mengandung bagian yang lolos pada satu set ayakan lebih besar dari 45% dan tertahan
pada ayaka berikutnya.




Ukuran lubang ayakan (mm) Persen lolos kumulatif
9.5 100
4.75 95-100
2.36 80-100
1.18 50-85
0.6 25-60
0.3 10-3-
0.15 2-10
Tabel 2.7

Menurut British Standard (B.S), gradasi agregat kasar (kerikil/batu pecah) yang baik sebaiknya
masuk dalam batas yang tercantum dalam tabel berikut :
Lubang ayakan
(mm)
Persen butir lewat ayakan, besar butr maks.
40 mm 20 mm 12.5 mm
40 95-100 100 100
20 30-70 95-100 100
12.5 - - 90-100
10 10-35 25-55 40-85
4.8 0-5 0-10 0-10
Tabel 2.8

2. Gradasi Agregat Campuran
Gradasi yang baik kadang sangat sulit didapatkan langsung dari suatu tempat (quarry).
Dalam praktek biasanya dlakukan pencampuran agar didapatkan gradasi yang baik antara
agregat kasar dengan agregat halus. SK SNI T-15-1990-03:21 memberikan batas gradasi yang
diadopsi dari B.S, seperti yang tercamtum dalam tabel-tabel dibawah ini :

Persen butiran yang lewat ayakan (%) untuk agregat dengan butir maksimum 40 mm
Lubang ayakan
(mm)
kurva 1 kurva 2 kurva 3 kurva 4
38 100 100 100 100
19 50 59 67 75
9.6 36 44 52 60
4.8 24 32 40 47
2.4 18 25 31 38
1.2 12 17 24 30
0.6 7 12 17 23
0.3 3 7 11 15
0.15 0 0 2 5
Tabel 2.9


Persen butiran yang lewat ayakan (%) untuk agregat dengan butir maksimum30 mm
Lubang ayakan
(mm)
kurva 1 kurva 2 kurva 3
38 100 100 100
19 74 86 93
9.6 47 70 82
4.8 28 52 70
2.4 18 40 57
1.2 10 30 46
0.6 6 21 32
0.3 4 11 19
0.15 0 1 4
Tabel 2.10

Persen butiran yang lewat ayakan (%) untuk agregat dengan butir maksimum20 mm
Lubang ayakan
(mm)
kurva 1 kurva 2 kurva 3 kurva 4
38 100 100 100 100
19 100 100 100 100
9.6 45 55 65 75
4.8 30 35 42 48
2.4 23 28 35 42
1.2 16 21 28 34
0.6 9 14 21 27
0.3 2 3 5 12
0.15 0 0 0 2
Tabel 2.11

Persen butiran yang lewat ayakan (%) untuk agregat dengan butir maksimum10 mm
Lubang ayakan
(mm)
kurva 1 kurva 2 kurva 3 kurva 4
38 100 100 100 100
19 100 100 100 100
9.6 100 100 100 100
4.8 30 45 60 75
2.4 20 33 46 60
1.2 16 26 37 46
0.6 12 19 28 34
0.3 4 8 14 20
0.15 0 1 3 6
Tabel 2.12

2.5 PEMERIKSAAN MUTU AGREGAT
Pemeriksaan mutu agregat dimaksudkan untuk mendapatkan bahan-bahan campuran
beton yang memenuhi syarat, sehingga beton yang dihasilkan nantinya sesuai dengan yang
diharapkan. Agregat normal harus memenuhi syarat mutu sesuai dengan SII .0052-80, Mutu
dan Cara Uji Agregat Beton dan jika tidak tercantum dalam syarat ini harus memenuhi syarat
ASTM C.330-80 Standard Specification for Concrete Aggregates Agregat ringan harus
memenuhi syarat yang diberikan oleh ASTM c.330-80 Specification for lightweight Aggregates
for Structural Concrete. Sebagian syarat-syarat telah di jelaskan di atas.

2.5.1 Agregat Normal Menurut SII.0052
Agregat Halus
Modulus halus butir 1.5 sampai 3.8
Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 70 mikro (0.074mm) maksimum 5%
Kadar zat organik yang terkandung yang ditentukan dengan mencampur agregat halus dengan
larutan natrium sulfat (NaSO4) 3%
kekerasan butiran jika dibandingkan dengan kekerasan butiran pasir pembanding yang berasal
dari pasir kuarsa Bangka memeberikan angka tidak lebih dari 2.20
Kekekalan (jika diuji dengan natrium sulfat bagian yang hancur maksimum 10%, dan jika
dipakai magnesium sulfat, maksimum 15%)

2.5.2 Agregat Normal Menurut ASTM C.33
Agregat normal yang dipakai dalam campuran beton sesuai dengan ASTM, berat isinya
tidak boleh kurang dari 1200 kg/m3.
Untuk Agregat halus:
Modulus halus butir 2,3 sampai 3,12.
Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 70 mikron (0,074 mm atau No.200) dalam
persen berat maksimum,
Untuk beton yang mengalarni abrasi sebesar 3,0%
Untuk beton jenis lainnya sebesar 5%.
Kadar gumpalan tanah liat dan partikel yang mudah dirapikan maksimum 3%.
Kandungan arang dan lignit.
Bila tampak permukaan beton dipandang penting (beton akan diekspos), maksimurn 0,5 %
Beton jenis lainnya, maksimum (l - 0.5) %
Kadar zat organik yang ditentukan dengan mencampur agregat halus dengan larutan natrium
sulfat (NaSO4) 3%, tidak menghasilkan warna yang lebih tua dibanding warna standar. Jika
warnanya lebih tua maka ditolak kecuali :
Warna lebih tua timbul karena sedikit adanya arang lignit atau yang sejenis
Ketika diuji dengan uji perbandingan kuat tekan beton yang dibuat dengan pasir standar silika
hasilnya menunjukan nilai lebih besar dari 95%. Uji kuat tekan sesuai dengan cara ASTM C.87
Tidak boleh bersifat reaktif terhadap alkali jika dipakai untuk beton yang berhubungan dengan
basah dan lembab atau yang berhubungan dengan bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali
semen, dimana penggunaan semen yang mengandung natrium oksida tidak lebih dari 0,6%.
Kekalan jika diuji dengan natrium sulfat bagian yang hancur maksimum 10%, dan jika dipakai
magnesium sulfat, maksimum 15%.

2.6 PERSYARATAN AGREGAT HALUS PBI 71
Persyaratan-persyaratan umum agregat halus antara lain sebagai berikut:
a. Tidak boleh mengandung lumpur lebih besar dari 5 % berat.
b. Tidak boleh mengandung bahan organis terlalu bnayak.
c. Pasir harus terdiri dari butir tajam dan keras
d. Butiran pasir harus terdiri dari beraneka ragam, Jika diuji
dengan test ayakan ISO
- Sisa di atas ayakan 4 mm minimal 2 % berat total
- Sisa di ayakan 1 mm minimum 10 % berat total
- Sisa di ayakan 0.25 mm minimum 80 90 % berat total
e. Tidak boleh menggunakan pasir laut

2.7 PENGUJIAN AGREGAT HALUS
Pengujian agregat halus antara lain meliputi:
a. Kadar Lumpur dalam pasir berdasarkan volume
Peralatan : gelas ukur 500 mm, benda uji : 250 ml pasir
b. Kadar Lumpur dalam pasir berdasarkan berat.
Peralatan : Oven pengering, benda uji 1000 gram pasir
c. Kotoran Organis.
Dengan Larutan NaOH., Benda uji 130 ml pasir + 3% larutan NaOH.
Dilihat perubahan warnanya
d. Berat Jenis/Specific Gravity dan Penyerapan,
Peralatan : piknometer
e. Gradasi / Sieve Analysis / Test Ayakan
Untuk mengetahui gradasi pasir dan modulus kehalusan dari pasir
f. Berat Isi / Unit Weight
Untuk mengkonversi berat ke volume atau sebaliknya
g. Kadar Air




BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa agregat dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu agregat kasar dan agregat halus. Kedua jenis agregat tersebut merupakan suatu bahan untuk
membuat campuran beton.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dengan penggunaan agregat dalam campuran beton
adalah:
- volume udara
- volume padat
- berat jenis agregat
- penyerapan
- kadar air permukaan agregat

Jenis agregat berdasarkan beratnya dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
- agregat normal sebagai campuran untuk membuat beton normal yaitu beton yang dibuat dengan
isi 2.200 - 2.500 kg/m3, kekuatan tekannya sekitar 15-40 Mpa.
- agregat ringan sebagai campuran untuk membuat beton ringan yaitu campuran kedua agregat
tersebut mempunyai berat isi maksimum 1040 kg/m3.
- agregat berat sebagai campuran untuk membuat beton berat yang biasanya digunakan sebagai
pelindung dari radiasi sinar-X.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kurang kuatnya kekuatan suatu agregat adalah:
-terdiri dari bahan yang lemah atau partikel yang kuat, tetapi tidak baik dalam pengikatan.
- porositas yang besar
Untuk mendapatkan bahan-bahan campuran beton yang memenuhi syarat membentuk beton
yang diharapkan, maka dilakukan pemeriksaan mutu agregat. Agregat normal harus memenuhi
syarat mutu sesuai dengan SII .0052-80, Mutu dan Cara Uji Agregat Beton dan jika tidak
tercantum dalam syarat ini harus memenuhi syarat ASTM C.330-80 Standard Specification for
Concrete Aggregates Agregat ringan harus memenuhi syarat yang diberikan oleh ASTM c.330-
80 Specification for lightweight Aggregates for Structural Concrete.

Você também pode gostar