Saat aku berada di antara pepohonan, tiba-tiba pandanganku tertuju pada sesuatu yang indah beterbangan di sekitarku. Indah sekali bagiku. Namun jika aku mengingat metamorfose yang dialaminya, aku enggak sanggup ngebayangin jika dia punya perasaan. Ya, tepat sekali dugaanku dia adalah kupu-kupu.
Aku paling senang dengan si cantik butterfly. Masih jelas diingatanku, bagaimana bangganya saat aku di Kindergarden menarikan tarian kupu-kupu. Ketika pelajaran Art & Craft, dengan antusias aku membuat kupu-kupu dengan menggunakan cat air. Kenapa sich, aku kagum dengan si cantik butterfly? Proses yang dia alami-lah yang membuatku terkagum dan menemukan bahwa terkadang dirikupun mengalami proses seperti kupu-kupu. Suatu ketika aku pernah merasa seperti seekor ulat. Jangankan untuk mendekati, mendengar namaku disebut aja orang-orang disekelilingku sudah ogah. Di lain waktu aku merasa hanya bisa berdiam dan menutup diri bak kepompong. Aku merasa tak dihiraukan bahkan tak dipandang, tak berdaya saat diinjak, menyerah jika digigit, hanya bisa pasrah, diam, dan tak mampu menolak semua hinaan dan cacian.
Dari perjuangan sang butterfly aku mendapat sesuatu pesan bahwa dibalik rasa yang tidak enak yang kita alami, tetap milikilah impian suatu saat kita bisa jadi kupu-kupu yang indah di mata orang sekitar kita. Wow, seandainya itu bisa terjadi di hidup setip kita alangkah indahnya.
Hidup yang harus kita jalani memang nggak akan pernah kita pahami karena itu rahasia-Nya. Kita harus tetap punya pengharapan agar kita punya sesuatu di depan sana yang belum nampak namun kita mau menggapainya. Jadi, jangan menyerah kepada keadaan yang sedang kita alami ini. Ingat, untuk menjadi lebih indah kita harus mengalami proses yang tidak menyenangkan dulu. Diposkan oleh William Firdaus di 14.19