Você está na página 1de 46

Asuhan Keperawatan pada Tn.

Y
dengan Gangguan Sistem Penglihatan : Abrasi Kornea
di Ruang Dahlia Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung

Ditujukan untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 4



Disusun Oleh:
Gusni Pratami Putr (P17320112029)
Ika Wijayanti (P17320112033)
Indriane Risti (P17320112036)
Kania Lestari (P17320112040)
Fitriani Fauziah Z (P17320112026)
Haryanti Apriliani S (P17320112030)

Hernawati Bernadettha (P17320112031)
Ilma Fauziah Silva (P17320112034)
Firman Pratama (P17320112023)
Gilang Permana (P17320112027)
Gita Ayu Mayacita (P17320112028)
Hurin Nasywa Adilah (P17320112032)








POLITEKNIK KEMENKES BANDUNG
JURUSAN KEPERAWATAN
2014


i

KATA PENGANTAR

Segala puji serta syukur kami panjatkan ke-Hadirat Illahi Rabbi yang selalu
memberi Petunjuk, Rahmat, serta Hidayah-Nya kepada semua makhluk-Nya. Atas
berkat-Nya pula, kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini sesuai dengan yang
diharapkan.
Adapun tujuan makalah yang berjudul ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.Y
DENGAN GANGGUAN SISTEM PENGLIHATAN: ABRASI KORNEA untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Medikal Bedah 4. Makalah ini menjelaskan
meliputi teori tentang materi serta asuhan keperawatan kepada Pasien meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi serta evaluasi
Dalam penyusunan makalah ini, telah banyak pihak yang membantu baik secara
langsung maupun tidak langsung. Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Ibu Hj. Mariana selaku dosen pembimbing,
2. Orang tua kami yang dengan kasih sayangnya senantisa memberikan pada kami baik
moril maupun materil,
3. Serta semua pihak yang ikut membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini, yang
tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
4. Pihak perpustakaan yang telah meminjami kami buku sumber untuk kami.
Semoga bimbingan dan saran dari ibu pembimbing serta semua pihak yang
terkait langsung dalam penyelesaian makalah ini, mendapat imbalan darin Allah SWT.
Akhirnya, kami berharap makalah ini dapat menjadi bahan informasi yang
berharga dan bermanfaat bagi kita semua. Amin


Bandung, Juli 2014


Penyusun


ii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1. 1 Latar Belakang ................................................................................................................ 1
1.2 Tujuan............................................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN TEORITIS ................................................................................................ 3
A. KONSEP DASAR ABRASI KORNEA............................................................................ 3
2.1 Pengertian ........................................................................................................................... 3
2.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem penglihatan .............................................................................. 3
2.3 Penyebab Abrasi Kornea ........................................................................................................... 7
2.4 Tanda dan Gejala ...................................................................................................................... 8
2.5 Patofisiologi .............................................................................................................................. 8
2.6 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................................ 9
2.7 Penatalaksanaan Medis ........................................................................................................... 10
2.8 Komplikasi .............................................................................................................................. 11
B Konsep Asuhan Keperawatan ................................................................................... 12
2.9 Pengkajian ............................................................................................................................... 12
2.10 Diagnosa keperawatan .......................................................................................................... 15
2.11 Perencanaan .......................................................................................................................... 16
2.12 Implementasi ......................................................................................................................... 21
2.13 Evaluasi ................................................................................................................................. 21
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn Y .............................................................. 22
3.1 Pengkajian ...................................................................................................................... 22
3.2 Daftar diagnosa sesuai prioritas ..................................................................................... 31
3.3 Intervensi Keperawatan .................................................................................................. 32
iii

3.4 Implementasi Keperawatan ............................................................................................ 34
3.5 Evaluasi .......................................................................................................................... 38
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 40
4.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 40
4.2 Saran ............................................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 42


1

BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Abrasi kornea umumnya akibat dari trauma pada permukaan mata. Penyebab
umum termasuk menusukkan jari ke mata, berjalan ke sebuah cabang pohon,
mendapatkan pasir di mata dan kemudian menggosok mata atau dipukul dengan
sepotong logam proyektil. Sebuah benda asing di mata juga dapat menyebabkan
goresan jika mata digosok. Cedera juga dapat dikeluarkan oleh "keras" lensa kontak
yang telah ditinggalkan di terlalu lama. Kerusakan bisa terjadi jika lensa dihapus,
bukan ketika lensa masih dalam kontak dengan mata. Selain itu, jika kornea menjadi
sangat kering, mungkin menjadi lebih rapuh dan mudah rusak oleh gerakan di seluruh
permukaan.
Hal tersebut diatas yang melatar belakangi penulis untuk melaksanakan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem penglihatan: abrasi kornea untuk
membantu Pasien dalam memecahkan masalah-masalah keperawatan atau gangguan-
gangguan yang dialami Pasien terutama pada sistem penglihatan baik yang bersifat
actual meupun potensial dengan memperhatikan seluruh aspek pasien secara
komprehensif yang meliputi bio psiko sosial - spiritual. Dari hal tersebut diatas,
maka penulis mencoba untuk menyusun makalah yang berjudul : ASUHAN
KEPERAWATAN PADA TN. DENGAN GANGGUAN SISTEM PENGLIHATAN:
ABRASI KORNEA. Untuk menerapkan pelayanan kepekatan dan asuhan
keperawatan yang dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh Pasien.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan dengan pendekatan proses
keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem penglihatan: abrasi kornea.
1.2.2 TujuanKhusus
2

Mahasiswa mampu melakukan pengkajian dan mengelompokan data fokus dari
hasil pengkajian pada Tn. Y
Mahasiswa mampu menegakkan diagnose keperawatan sesuai data fokus yang
sudah di dapat dari Tn. Y
Mahasiswa mampu membuat dan mengaplikasikan rencana keperawatan dari
sesuai diagnose keperawatan yang sudah dibuat
Mahasiswa mampu membuat evaluasi pada Tn. Y setelah dilakukan tindakan
sesuai diagnose keperawatan
Mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada Tn.Y




























3

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR ABRASI KORNEA
2.1 Pengertian
Abrasi kornea merupakan terkikisnya lapisan kornea (epitel) oleh karena
trauma pada bagian superfisial mata. Abrasi kornea umumnya sembuh dengan cepat
dan harus diterapi dengan salep antibiotik dan pelindung mata. (Ilyas, Sidarta., 2004)
Abrasi kornea atau jejas kornea adalah kondisi medis yang melibatkan
hilangnya lapisan permukaan epitel kornea mata. Abrasi kornea merupakan luka
umum yang mengakibatkan rusakya epitel permukaan kornea. Hal ini disebabkan oleh
mata kering, lensa kontak, debu atau kotoran. Penanganan yang diberikan adalah
mencakup pencucian mata dengan saline steril dan mengangkat lensa kontak hingga
kornea sembuh. (Ilyas, Sidarta., 2002)

Hifema dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris
atau badan siliar (Ilyas, 2011)

Ekskoriasi adalah perlukaan dimana terdapat kerusakan dari epidermis dan
dermis. Hifema adalah akumulasi darah pada kamera okuli anterior pada mata.
(Balatay, 2008)
2.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem penglihatan

Anatomi Mata
Struktur mata tambahan
Mata dilindungi dari kotoran dan benda asing oleh alis, bulu mata dan kelopak
mata. Konjungtiva adalah suatu membran tipis yang melapisi kelopak mata (
konjungtiva palpebra), kecuali darah pupil. Konjungtiva palpebra melipat kedalam
dan menyatu dengan konjungtiva bulbar membentuk kantung yang disebut sakus
konjungtiva. Walaupun konjungtiva transparan, bagian palpebra tampak merah
4

muda karena pantulan dari pembuluh pembuluh darah yang ada didalamnya,
pembuluh pembuluh darah kecil dapat dari konjungtiva bulbar diatas sklera
mata. Konjungtiva melindungi mata dan mencegah mata dari kekeringan.
Kelenjar lakrimalis teletak pada sebelah atas dan lateral dari bola mata. Kelenjar
lakrimalis mengsekresi cairan lakrimalis. Air mata berguna untuk membasahi dan
melembabkan kornea, kelebihan sekresi akan dialirkan ke kantung lakrimalis yang
terletak pada sisi hidung dekat mata dan melalui duktus nasolakrimalis untuk
kehidung.
Bola Mata
Bola mata disusun oleh tiga lapisan, yaitu : sklera, koroid, dan retina. Lapisan
terluar yang kencang atau sklera tampak putih gelap dan ada yang bening yaitu
pada bagian iris dan pupil yang membantuk kornea. Lapisan tengan yaitu koroid
mengandung pembuluh pembuluh darah yang arteriolnya masu kedalam badan
siliar yang menempel pada ligamen suspensori dan iris. Lapisan terdalam adalah
retina yang tidak mempunyai bagian anterior mengandung reseptor cahaya (
fotoreseptor ) yang terdiri dari sel batang dan sel kerucut. Reseptor cahaya
melakukan synap dengan saraf - saraf bipolar diretina dan kemudian dengan saraf
saraf ganglion diteruskan keserabut saraf optikus. Sel kerucut lebih sedikit
dibanding sel batang. Sel kerucut dapat ditemukan di dekat pusat retina dan
diperkirakan menjadi reseptor terhadap cahaya terang dan penglihatan warna. Sel
sel batang ditemukan banyak pada daerah perifer retina yang merupakan
reseptor terhadap gelap atau penglihatan malam. Sel sel batang mengandung
rhodopsin yaitu suatu protein fotosintetif yang cepat berkurang dalam cahaya
terang. Regenerasi rhodopsin bersifat lambat tergantung pada tersedianya vitamin
A, mata memerlukan waktu untuk beradaptasi dari terang ke gelap. Defisiensi
vitamin A mempengaruhi kemampuan melihat dimalam hari.
Ruangan pada mata
Bagian dalam bola mata terdiri dari 2 rongga ; anterior dan posterior. Rongga
anterior teletak didepan lensa, selanjutnya dibagi lagi kedalam dua ruang ; ruang
anterior (antara kornea dan iris) dan ruang posterior (antara iris dan lensa).
Rongga anterior berisi cairan bening yang dinamakan humor aqueous yang
diproduksi dalam badan ciliary, mengalir kedalam ruang posterior melewati pupil
5

masuk keruang anterior dan dikeluarkan melalui saluran schelmm yang
menghubungkan iris dan kornea (sudut ruang anterior).

Iris dan lensa
Iris adalah berwarna, membran membentuk cairan (bundar) mengandung dilator
involunter dan otot otot spingter yang mengatur ukuran pupil. Pupil adalah
ruangan ditengah tengah iris, ukuran pupil bervariasi dalam merespon intensitas
cahaya dan memfokuskan objek (akomodasi) untuk memperjelas penglihatan,
pupil mengecil jika cahaya terang atau untuk penglihatan dekat.
Lensa mata merupakan suatu kristal, berbentuk bikonfek (cembung) bening,
terletak dibelakang iris, terbagi kedalam ruang anterior dan posterior.
Lensatersusun dari selsel epitel yang dibungkus oleh membran elastis,
ketebalannya dapat berubahubah menjadi lensa cembung bila refraksi lebih
besar.
Otot otot mata
Otot otot mata terdiri dari dua tipe; ekstrinsik dan intrinsik. Otot otot intrinsi
bersifat volunter (dibawah sadar), diluar bola mata yang mengontrol pergerakan
diluar mata. Otot otot intrinsik bersifat involunter (tidak disadari) berada dalam
badan ciliary yang mengontrol ketebalan dan ketipisan lensa, iris dan ukuran
pupil.
Sudut filtrasi
Sudut filtrasi ini terdapat didalam limbus kornea. Limbus adalah bagian yang
dibatasi oleh garis yang menghubungkan akhir dari membran descemet dan
membran bowman lalu ke posterior 0,75 mm, kemudian kedalam mengelilingi
kanal schelmm dan trabekula sampai ke COA. Akhir dari membran descemet
disebut garis schwalbe. Limbus terdiri dari 2 lapisan epitel dan stroma. Epitelnya
dua kali setebal epitel kornea. Didalam stromanya terdapat serat serat saraf dan
cabang akhir dari A. siliaris anterior. Bagian terpenting dari sudut foltrasi adalah
trabekula, yang terdiri dari :
1. Trabekula korneoskeral, serabutnya berasal dari lapisan dalam stroma kornea
dan menuju kebelakang, mengelilingi kanal schelmm untuk berinsersi pada
sklera.
6

2. Trabekula uveal, serabut berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke
skleralspur (insersi dari m. siliarir) dan sebagian ke m. siliaris meridional.
3. serabut berasal dari akhir membran descemet (garis schwalbe), menuju
kejaringan pengikat m. siliaris radialis dan sirkularis.
Ligamentum pektinatum rudimenter, berasaal dari dataran depan iris menuju
ke depan trabekula. Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, jaringan homogen,
elastis, dan seluruhnya diliputi endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang
tembus pandang, sehingga bila ada darah dalam canal schelmm, dapat terlihat dari
luar. (Gibson, John, 2002)


Fisiologi Penglihatan
Cahaya masuk ke mata dan di belokkan (refraksi) ketika melalui kornea dan
struktur-struktur lain dari mata (kornea, humor aqueous, lensa, humor vitreous)
yang mempunyai kepadatan berbeda-beda untuk difokuskan di retina, hal ini
disebut kesalahan refraksi.
Mata mengatur (akomodasi) sedemikian rupa ketika melihat objek yang
jaraknya bervariasi dengan menipiskan dan menebalkan lensa. Pemglihatan dekat
memerlukan kontraksi dari badan ciliary, yang bisa memendekkan jarak antara
kedua sisi badan ciliary yang diikuti dengan relaksasi ligamen pada lensa. Lensa
menjadi lebih cembung agar cahaya dapat terfokuskan pada retina. Penglihatan
yang terus menerus dapat menimbulkan ketegangan mata karena kontraksi yang
menetap (konstan) dari otot-otot ciliary. Hal ini dapat dikurangi dengan seringnya
mengganti jarak antara objek dengan mata. Akomodasi juga dinbantu dengan
perubahan ukuran pupil. Penglihatan dekat, iris akan mengecilkan pupil agar
cahaya lebih kuat melelui lensa yang tebal.
Cahaya diterima oleh fotoreseptor pada retina dan dirubah menjadi aktivitas
listrik diteruskan ke kortek. Serabut-serabut saraf optikus terbagi di optik chiasma
(persilangan saraf mata kanan dan kiri), bagian medial dari masing-masing saraf
bersilangan pada sisi yang berlawanan dan impuls diteruskan ke korteks visual.
Tekanan dalam bola mata (intra occular pressure/IOP)
Tekanan dalam bola mata dipertahankan oleh keseimbangan antara produksi dan
pengaliran dari humor aqueous. Pengaliran dapat dihambat oleh bendungan pada
7

jaringan trabekula (yang menyaring humor aquoeus ketika masuk kesaluran
schellem) atau dengan meningkatnya tekanan pada vena-vena sekitar sclera yang
bermuara kesaluran schellem. Sedikit humor aqueous dapat maengalir keruang
otot-otot ciliary kemudian ke ruang suprakoroid. Pemasukan kesaluran schellem
dapat dihambat oleh iris. Sistem pertahanan katup (Valsava manuefer) dapat
meningkatkan tekanan vena. Meningkatkan tekanan vena sekitar sklera
memungkinkan berkurangnya humor aquoeus yang mengalir sehingga dapat
meningkatkan IOP. Kadang-kadang meningkatnya IOP dapat terjadi karena stress
emosional. (Gibson, John, 2002)
2.3 Penyebab Abrasi Kornea

Abrasio kornea umumnya akibat dari trauma pada permukaan mata. Penyebab
umum termasuk menusukkan jari ke mata, berjalan ke sebuah cabang pohon,
mendapatkan pasir di mata dan kemudian menggosok mata atau dipukul dengan
sepotong logam proyektil. Sebuah benda asing di mata juga dapat menyebabkan
goresan jika mata digosok. Selain itu, jika kornea menjadi sangat kering, mungkin
menjadi lebih rapuh dan mudah rusak oleh gerakan di seluruh permukaan.Cedera
(trauma) adalah penyebab paling umum untuk abrasio kornea.
Penyebab trauma yang paling umum adalah : (James, Bruce., 2006.)
Goresan dari kuku (manusia dan hewan)
Memukul benda asing kornea (misalnya, kotoran, serpihan kayu, serutan logam,
tanaman,
cabang pohon, dll)
Berlebihan menggosok mata.
Lebih dari pemakaian lensa kontak.
Kuas makeup.
Kimia luka bakar.
Bulu mata teratur menggosok kornea atau jatuh ke dalam mata.
Sebuah benda asing yang tertangkap di bawah kelopak mata, yang kemudian
mengganggu kornea setiap kali anda berkedip.
Penyebab lainnya adalah kondisi mata yang mendasari, seperti :
Ketidakmampuan untuk sepenuhnya menutup kelopak mata.
Kelainan posisi tutup.
8

Parah kondisi mata kering.
Parah blepharitis, kronis (kelopak mata meradang).

2.4 Tanda dan Gejala

Tanda dan Gejala yang dari abrasi kornea adalah : (James, Bruce., 2006.)
Pada anamnesis yang didapatkan adanya riwayat trauma tumpul dengan gejala-
gejala seperti rasa nyeri pada mata, fotopobia, rasa mengganjal, blefarospasme,
pengeluaran air mata berlebihan dan visus yang menurun.
Pada pemeriksaan slit lamp adanya defek yang terjadi pada lapisan epitel
bersamaan dengan adanya edema kornea.
Dengan tes fluoresensi, daerah defek/abrasi dapat dilihat pada daerah yang
berwarna hijau.
Adapun manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut :
Nyeri
Oedema
Perubahan visus
Kelopak mata bengkak
Adanya benda asing
Fotofobia
Menyipitkan mata yang berlebihan dan produksi reflex air mata

2.5 Patofisiologi

Prognosis tergantung luasnya robekan konea, jarak waktu terjadinya abrasio,
diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan. Terapi yang cepat prognosis lebih
baik. Prognosis lebih buruk bila mengenai makula atau jika telah berlangsung lama.
Jika makula melekat dan pembedahan berhasil melekatkan kembali kornea perifer,
maka robekan l yang ebih luas pada vitreus dapat dicegah .Jika makula lepas lebih
dari 24 jam sebelum pembedahan, maka tajam penglihatan sebelumnya mungkin tidak
dapat pulih sepenuhnya.
9

Korpus vitreum yang terus menyusut dan munculnya pertumbuhan jaringan di
permukaan kornea menyebabkan tidak semua kornea yang terlepas dapat direkatkan
kembali. Bila kornea tidak dapat direkatkan kembali, maka mata akan terus menurun
penglihatannya dan akhirnya menjadi buta (Corwin, Elizabeth J., 2009)


2.6 Pemeriksaan Penunjang (James, Bruce., 2006.)

Meskipun abrasio kornea dapat dilihat dengan ophthalmoscopes, celah lampu
mikroskop memberikan perbesaran yang lebih tinggi yang memungkinkan untuk
evaluasi yang lebih menyeluruh. Untuk membantu dalam melihat, fluorescein noda
yang mengisi cacat kornea dan bersinar dengan cahaya biru kobalt umumnya
ditanamkan pertama.
Sebuah pencarian yang cermat harus dilakukan untuk setiap benda asing, khususnya
mencari di bawah kelopak mata. Cedera gunakan berikut palu atau power-alat harus
selalu meningkatkan kemungkinan benda asing menembus ke mata, yang mendesak
oftalmologi pendapat harus dicari.
1. Pemeriksaan oftalmologi
a. Pemeriksaan visus, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya
makula lutea ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan atau badan kaca yang
menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat menurun bila makula
lutea ikut terangkat.
b. Pemeriksaan lapangan pandang, akan terjadi lapangan pandang seperti tertutup
tabir dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai dengan kedudukan ablasio kornea,
pada lapangan pandang akan terlihat pijaran api seperti halilintar kecil dan
fotopsia.
Pemeriksaan lapang pandangan dapat dilakukan dengan :
1. Pemeriksaan konfrontasi, yaitu pemeriksaan dengan melakukan perbandingan
lapang pandangan pasien dengan si pemeriksa sendiri.
2. Pemeriksaan perimeter atau kampimetri. Lapang pandangan normal adalah 90
derajat temporal, 50 derajat atas, 50 derajat nasal dan 65 derajat ke bawah.
3. Pemeriksaan funduskopi, yaitu salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis
ablasio kornea dengan menggunakan binokuler indirek oftalmoskopi. Pada
pemeriksaan ini ablasio kornea dikenali dengan hilangnya refleks fundus dan
10

pengangkatan kornea. Kornea tampak keabu-abuan yang menutupi gambaran
vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang
subkornea, didapatkan pergerakkan undulasi kornea ketika mata bergerak. Suatu
robekan pada kornea terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid
dibawahnya. Mungkin didapatkan debris terkait pada vitreus yang terdiri dari
darah dan pigmen atau ruang kornea dapat ditemukan mengambang bebas.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit
penyerta antara lain glaukoma, diabetes mellitus, maupun kelainan darah.
6. Pemeriksaan ultrasonografi, yaitu ocular B-Scan ultrasonografi juga digunakan
untuk mendiagnosis ablasio kornea dan keadaan patologis lain yang
menyertainya seperti proliverative vitreokorneopati, benda asing intraokuler.
Selain itu ultrasonografi juga digunakan untuk mengetahui kelainan yang
menyebabkan ablasio kornea eksudatif misalnya tumor dan posterior skleritis.
Hasil Pemeriksaan :
1. Visus atau salah satu posisi lapang pandang memburuk.
2. Fundus refleks hilang
3. Kornea terangkat, terlihat abu-abu, bergoyang-goyang.
4. Terkadang robekan kornea berwarna merah dapat terlihat langsung pada
pemeriksaan funduskopi.

2.7 Penatalaksanaan Medis

Abrasi kornea umumnya sembuh dengan cepat dan harus diterapi dengan salep
antibiotik dan pelindung mata. Meskipun abrasio kecil mungkin tidak memerlukan
pengobatan khusus, abrasio yang lebih besar biasanya diobati selama beberapa hari
dengan antibiotik topikal untuk mencegah infeksi dan kadang-kadang cycloplegic
topikal untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan kenyamanan. Dilatasi pupil dengan
siklopentolat 1% dapat membantu menghilangkan nyeri yang disebabkan oleh spasme
otot siliar.
Kornea memiliki kemampuan untuk menyembuhkan diri sendiri, dimana
pengobatan bertujuan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Jika abrasi yang
terjadi ringan, maka terapi yang diberikan hanyalah lumbrikasi pada mata yang sakit
dan kemudian dilakukan follow-up untuk hari berikutnya. Penyembuhan ini dapat
11

berlangsung selama 2 hari ataupun dalam waktu seminggu. Bagaimanapun untuk
menghindari infeksi, pemberian antibiotik dianjurkan. Namun tak lepas dari
pengobatan, seorang dokter harus tetap melakukan follow up utnuk meyakinkan
bahwa tidak terjdi inefeksi nantinya.
Sebagai langkah awal, diberikan pengobatan yang berisifat siklopegi
sepertiatropine 1% pada kasus yang berat, hematropine 5% pada kasus sedang
dancyclopentolate 1% untuk pasien dengan abrasi yang ringan. Anjuran selanjutnya
yaitu pada obat topical antibiotic yang terdiri
dari polytrim, gentamycin dan tombramycin. Selain itu, pasien dianjurkan untuk
istirahat total (bed-rest) diharapkan tidak adanya pergerakkan pasien secara aktif.
Apabila pasien merasa nyeri, diberikan pengobatan topical nonsteroid anti inflamasi
(Voltaren, Acular atau Ocufen). Untuk erosi kornea berulang, pengobatan mungkin
telah dengan operasi laser disebut keratectomy phototherapeutic.
Anestesi topikal tidak akan digunakan untuk mengontrol rasa sakit terus
karena mereka dapat mengurangi penyembuhan dan menyebabkan keratitis sekunder
(Webb, Lennox.A., 2004 )


2.8 Komplikasi

Kadang-kadang epitel dapat disembuhkan kurang patuh pada membran basement
yang mendasari.Dalam hal ini mungkin terlepas pada interval sehingga menimbulkan
erosi kornea berulang.
Komplikasi yang terjadi apabila penyembuhan epitel tidak terjadi secara baik atau
minimal sehingga kerusakan lapisan kornea bisa terjadi hingga pada daerah membrane
descemen. Dengan keadaan seperti itu, maka akan terjadi pelepasan pada lapisan kornea
hingga terjadi Recurrent Corneal Erosions (RCE) dalam beberapa bulan atau hingga
beberapa tahun.




12

B Konsep Asuhan Keperawatan

Untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan
sistem penglihatan dengan abrasi kornea perlu menggunakan proses keperawatan
untuk mencapai hasil yang diharapkan. Adapun proses keperawatan terdiri dari:
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

2.9 Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan
menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan pada
Pasien.
a. Data biografi
Hal-hal yang perlu ditanyakan meliputi nama, umur, pendidikan, semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka tingkat pengetahuan semakin
meningkat termasuk pengetahuan tentang penyakit dan penyebabnya, sehingga
dapat melakukan pencegahan lebih dini; pekerjaan
b. Riwayat kesehatan
(1) Riwayat kesehatan sekarang
a) keluhan utama masuk RS
Umumnya pasien masuk RS karena mengalami cidera pada mata.
b) keluhan saat pengkajian
Menjelaskan keluhan yang dirasakan pasien saat dikaji oleh perawat
yang kemudian dikembangkan lebih lanjut dengan memakai metoda
PQRST. Untuk pengembangan PQRST ini, tentu saja tergantung dari
keluhan yang Pasien keluhkan dan perlu diingat bahwa poin-point
PQRST ini kadang tidak secara keseluruhan keluhan pasien dapat
dikembangkan, tapi setidaknya memberikan kejelasan untuk ketepatan
intervensi pada saat itu.
Pada umumnya pasien dengan abrasi kornea akan mengeluh nyeri,
disertai rasa gatal, atau perdarahan.



13

(2) Riwayat kesehatan dahulu
Kaji adanya penyakit sistemik seperti diabetes mellitus. Tanyakan pula
penggunaan berbagai obat topikal atau sistemik (Vasokonstriktor,
bronkodilator, penenang, dan anti parkinson)
(3) Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah dalam keluarga pasien ada yang menderita penyakit diabetes
mellitus atau hipertensi.
c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada sistem penglihatan mengkaji struktur eksterna dan
interna. Selain itu pemeriksaan itu dilakukan secara head to toe.

1) Aktifitas istirahat
Gejala : perubahan aktifitas sehubungan dengan gangguan penglihatan
Gangguan istirahat karena nyeri dan ketidaknyamanan.
2) Intregitas ego
Kecemasan tentang status kesehatan dan tindakan pengobatan.
3) Neurosensor
Gejala: gangguan penglihatan, sinar terang menyebabkan silau dengan
kehilangan bertahap tentang penglihatan perifer dan lakrimasi.
Tanda: kornea keruh, iris, dan pupil tidak kelihatan serta peningkatan air
mata.
4) Keamanan
Terjadi trauma karena penurunan penglihatan.
5) Nyeri
Gejala: ketidak nyamanan ringan, mata berair dan merak, myeri berat
disertai tekanan pada sekitar bola mata dan menyebabkan sakit kepala.
6) Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga glukoma, DM, gangguan sustem vaskuler,
riwayat stress, alergi, ketidak seimbangan endokrin, terpajan pada
radiasi,polusi, steroid.
7) Rencana pemulangan
Memerlukan bantuan tranportasi, penyediaan makanan, perawatan diri,
pemeliharaan rumah.
14

(Doenges, 2000)

Pemeriksaan fisik mata
1. Inspeksi
Amati :
1) Kelopak mata .Apakah ada bengkak, benjolan,ekimosis,ekstropion,
entropion,pseudoptosis dan kelainan kelopak mata lainnya.
2) Konjungtiva. Apakah warnanya lebih pucat dari warna normalnya
merah muda pucat mengkilat. Apakah ada kerehanan / pus mungkin
karena alergi / konjungtivitis
3) Sclera. Apakahapakah ikterik atau unikterik, adanya bekas trauma
4) Iris. Apakah ada ke abnormalan seperti iridis, atropi (pada DM,
glaucoma, ishkemi,lansia) dll
5) Kornea. Apakah ada arkus senilis (cincin abu abu dipinggir luar
kornea),edema/ keruh /menebalnya kornea atau adanya ulkus kornea.
6) Pupil. Apakah besarnya normal (3-5 mm/ isokor), atau amat kecil (pin
point), miosis (< 2 mm), midriasis (>5mm)
7) Lensa. Apakah warnanya jernih (normal), atau keruh (katarak)

2. Palpasi
Setelah inspeksi, lakukan palpasi pada mata dan struktur yang
berhubungan.. Nyeri tekan dan keadaan tekanan intraokular (TIO). Mulai
dengan palpasi ringan pada kelopak mata terhadap adanya pembengkakan
dan kelemahan. Untuk memeriksa TIO dengan palpasi, setelah Pasien
duduk dengan enak, Pasien diminta melihat ke bawah tanpa menutup
matanya. Secara hati hati pemeriksa menekankan kedua jari telunjuk dari
kedua tangan secara bergantian pada kelopak atas. Cara ini diulangi pada
mata yang sehat dan hasilnya dibandingkan. Kemudian palpasi sakus
lakrimalis dengan menekankan jari telunjuk pada kantus medial. Sambil
menekan, observasi pungtum terhadap adanya regurgitasi material purulen
yang abnormal atau airmata berlebihan yang merupakan indikasi hambatan
duktus nasolakrimalis.
d. Pola aktivitas sehari-hari
15

Dengan membandingkan kebiasaan sehari-hari Pasien sebelum dan sesudah
dapat diketahui perrubahan yang terjadi pada Pasien dan membantu
memudahkan untuk mengetahui kebutuhan Pasien
e. Data psikologis
Kaji gambaran emosi dan status sosial Pasien serta identifikasi kebutuhan-
kebutuhan khusus persepsi Pasien sebelum didiagnosa.
Kaji bagaimana perasaan Pasien setelah mengalami cidera/trauma mata,
apakah harga diri Pasien terganggu. Jangan biarkan Pasien merasa stress
dengan keadaannya karena stress dapat menyebabkan peningkatan TIO.
f. Data sosial
Sering ditemukan masalah sosial yang dapat menimbulkan stress pada Pasien.
g. Data spiritual
Kaji pandangan pasien tentang penyakit dan harapan pasien tentang
penyakitnya.


2.10 Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan imflamasi pada kornea atau peningkatan
tekanan intraokular.
2) Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan penurunan tajam
penglihatan atau kurang pengetahuan.
3) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan sekunder
terhadap interupsi permukaan tubuh.
4) Gangguan persepsi sensori berhubungan penurunan visus dan ketajaman
penglihatan penyakit struktur mata
5) Gangguan rasa aman : cemas berhubungan dengan kurangnya pemahaman
mengenai perawatan serta tindakan yang akan dilakukan ditandai dengan


16

2.11 Perencanaan
Perencanaan adalah proses penentuan tujuan, merumuskan intervensi dan rasional
secara sistematis dan spesifik disesuaikan dengan kondisi, situasi dan lingkungan
Pasien itu sendiri. Dalam rencana ini perlu pula diperhatikan adanya kerjasama
yang baik antara keuarga Pasien dengan tim kesehatan lainnya agar tujuan dapat
dicapai dengan baik. Berdasarkan diagnosa keperawatan diatas dapat ditetapkan
tujuan, kriteria evaluasi, intervensi dan rasional menurut Barbara Engram (1999),
Marilyne E Doenges (1993) dan Burner dan Suddarth (2001) sebagai berikut:
1) Gangguan rasa nyaman: nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada
kornea atau peningkatan tekanan intraokular
Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
Pasien akan Melaporkan penurunan nyeri progresif dan
penghilangan nyeri setelah intervensi.
Pasien tidak gelisah.

No Intervensi Rasional
1











2.



Lakukan tindakan penghilangan
nyeri yang non invasif dan non
farmakologi, seperti berikut :
- Posisi : Tinggikan bagian
kepala tempat tidur,
berubah-ubah antara
berbaring pada punggung
dan pada sisi yang tidak
sakit.
- Distraksi
- Latihan relaksasi

Bantu pasien dalam
mengidentifikasi tindakan
penghilangan nyeri yang efektif.

Penghilangan nyeri yang non invasif
dan nonfarmakologi memungkinkan
pasien untuk memperoleh rasa
kontrol terhadap nyeri.








Pasien kebanyakan mempunyai
pengetahuan yang mendalam tentang
nyerinya dan tindakan penghilangan
nyeri yang efektif.
17


3




4



Berikan dukungan tindakan
penghilangan nyeri dengan
analgesik yang diresepkan.


Beritahu dokter jika nyeri tidak
hilang setelah 1/2 jam pemberian
obat, jika nyeri bertambah.

Untuk beberapa pasien terapi
farmakologi diperlukan untuk
memberikan penghilangan nyeri
yang efektif.

Tanda ini menunjukkan peningkatan
tekanan intraokular atau komplikasi
lain




2) Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan penurunan tajam
penglihatan atau kurang pengetahuan.
Tujuan : Pencegahan cedera

No Intervensi Rasional
1









2




Bantu pasien ketika mampu
melakukan ambulasi pascaoperasi
sampai stabil dan mencapai
penglihatan dan keterampilan
koping yang memadai. Ingat
bahwa balutan bilateral
menjadikan pasien tak dapat
(melihat), menggunakan teknik
bimbingan penglihatan.

Bantu pasien menata
lingkungan.jangan mengubah
penataan meja, kursi tanpa pasien
diorientasi dahulu

Menurunkan risiko jatuh atau cedera
ketika langkah sempoyongan atau
tidak mempunyai keterampilan
koping untuk kerusakan penglihatan






Memfasilitasi kemandirian dan
menurunkan risiko cedera



18

3


4



5



6


Orientasikan pasien pada ruangan


Bahas perlunya pengguanaan
perisai metal atau kacamata bila
diperintahkan

Jangan memberikan tekanan pada
mata yang terkena trauma


Gunakan prosedur yang memadai
keika memberiakn obat mata
Meningkatkan keamanan mobilitas
dlam lingkungan

Tameng logam atau kaca mata
melindungi mata terhadap cedera


Tekanan pada mata dapat
mengakibatkan kerusakan seritis
lebih lanjut

Cedera dapat terjadi bila wadah obat
menyentuh mata


3) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan
sekunder terhadap interupsi permukaan tubuh.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil : Pasien akan :
Menunjukkan penyembuhan tanpa gejala infeksi.
Nilai Labotratorium : SDP normal, kultur negatif.

No Intervensi Rasional
1


2






Jaga teknik aseptik ketat, lakukan
cuci tangan sesering mungkin

Tingkatkan penyembuhan luka :
a. Berikan dorongan untuk
mengikuti diet yang seimbang
dan asupan cairan yang
adekuat.
b. Instruksikan pasien untuk
tetap menutup mata sampai
Akan meminimalkan infeksi


Nutrisi dan hidrasi yang optimal
meningkatkan kesehatan secara
keseluruhan, yang meningkatkan
penyembuhan luka pembedahan.
Memakai pelindung mata
meningkatkan penyembuhan dengan
menurunkan kekuatan iritasi.
19



3










4
















5


diberitahukan untuk dilepas.

Gunakan tehnik aseptik untuk
meneteskan tetes mata :
a) Cuci tangan sebelum
memulai.
b) Pegang alat penetes agak
jauh dari mata.
c) Ketika meneteskan,
hindari kontak antara
mata, tetesan dan alat
penetes.

Kaji tanda dan gejala infeksi .
a) Kemerahan, edema pada
kelopak mata.
b) Injeksi konjungtiva
(pembuluh darah
menonjol).
c) Drainase pada kelopak
mata dan bulu mata.
d) Materi purulen pada bilik
anterior (antara kornea dan
iris).
e) Peningkatan suhu.
f) Nilai laboratorium
abnormal (misal :
peningkatan SDP, hasil
kultur ).

Beritahu dokter tentang semua
drainase yang terlihat
mencurigakan.


Tehnik aseptik meminimalkan
masuknya mikroorganisme dan
mengurangi risiko infeksi.








Deteksi dini infeksi memungkinkan
penanganan yang cepat untuk
meminimalkan keseriusan infeksi.
Pembatasan aktivitas diresepkan
untuk mempercepat penyembuhan
dan menghindari kerusakan lebih
lanjut pada mata yang cedera










Drainase abnormal memerlukan
evaluasi medis dan kemungkinan
memulai penanganan farmakologi.
20


6

Kolaborasi dengan dokter dengan
pemberian antibiotika dan steroid.


Mengurangi reaksi radang, dengan
steroid dan menghalangi hidupnya
bakteri, dengan antibiotika.



4) Gangguan persepsi sensori berhubungan penurunan visus dan ketajaman
penglihatan
Tujuan : Ketajaman penglihatan Pasien meningkat
Kriteria Hasil:
Penglihatan tidak buram
VOD 1 / 60
VOS 3/60
TIO dalam batas normal
( 12 22 )

No Intervensi Rasional
1

2


3

4


5
Orientasikan pasien terhadap
lingkungan sekitar.

Kaji kembali kemampuan
melihat antara mata kiri dan
kanan.

Bantu Pasien untuk melakukan
aktivitas.

Dorong Pasien untuk melakukan
aktivitas sederhana secara
mandiri.


Atur pencahaan lingkungan
sekitar pasien

Untuk mempermudah Pasien saat
melakukan aktivitas

Agar terkaji perkembangan
penglihatan antara mata kanan dan
kiri pasien

Untuk mengurangi resiko cedera
saat melakukan aktivitas

Mempertahankan keadaan pasien
saat normal tanpa meningkatkan
stress karena penglihatannya yang
terganggu

Membuat penglihatan optimal

5) Gangguan rasa nyaman : cemas sehubungan dengan kurangnya
pemahaman mengenai perawatan serta tindakan yang akan dilakukan
ditandai dengan
21

Tujuan: Cemas Pasien berkurang
Kriteria Hasil:
Pasien tidak memperlihatkan tanda-tanda cemas seperti Pasien tampak
tenang Pasien mengetahui tindakan yang akan dilakukan
Pasien siap dilakukan operasi
No Intervensi Rasional
1



2



3



4
Gunakan komunikasi terapeutik
dalam pendekatan kepada pasien.


Bantu pasien untuk
mengungkapkan perasaan
cemasnya.

Menjelaskan pada pasien tentang
kegiatan dari perioperatif.


Melibatkan keluarga dalam
pengambilan keputusan terhadap
perawatan yang dilakukan
Agar lebih terbuka dalam
mengungkapkan perasaan yang
pasien alami.

Mengetahui tingkat kecemasan
serta koping yang digunakan oleh
pasien

Pasien yang mendapatkan informasi
akan lebih mudah dalam menerima
penanganan yang akan dilakukan.

Melibatkan keluarga akan
menurunkan tingkat kecemasan
pasien, pasien akan merasa aman

2.12 Implementasi
Implementasi dari tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Tindakan yang dilakukan yang bertujuan untuk membantu indiviu
dalam memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dipenuhinya secara mandiri atau
membantu mengatasi permasalahan yang dihadapinya.

2.13 Evaluasi
Evaluasi disini adalah evaluasi formatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang
dilakukan setelah melakukan suatu tindakan.

22

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn Y

3.1 Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1. Identitas

a) Identitas Pasien

Nama : Tn. Y
Umur : 29 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Swasta
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda/Indonesia
Alamat : Jln Pinggirwangi RT 02 RW 08 Kutawaringin,Soreang
Diagnosa Medis : Abrasi Kornea OD + hivema ect koagulum OD +
vulnus ekskoriasi ps/pi OD + post hecting vl a/r nassal
Nomor Medrec : 00617671
Tanggal Masuk : 23 Juni 2014
Tanggal Pengkajian : 26 Juni 2014
Sumber Informasi : Pasien dan keluarga

b) Identitas Penanggungjawab

Nama : Ny Y
Umur : 27 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku Bangsa : Sunda /Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Hubungan dg Pasien : Istri
Alamat : Jln Pinggirwangi RT 02 RW 08 Kutawaringin,Soreang

2. Riwayat Kesehatan Sekarang
a. Keluhan Utama Masuk Rumah Sakit
Pasien mengatakan mata mata Pasien terkena ledakan api saat sedang
membakar sisa kain di tempat kerjanya. Lalu Pasien segera dilarikan ke Rumah Sakit
daerah setempat. Dari pihak Rumah Sakit menyarankan Pasien untuk berobat ke
Rumah Sakit Mata Cicendo. Saat Berobat ke Rumah Sakit Mata Cicendo Pasien
menjalan berobat jalan. Dan setelah tiga kali berobat jalan Pasien disarankan untuk
dirawat inap karena akan menjalani operasi di Rumah Sakit Mata Cicendo.
23


b. Keluhan Utama Saat Dikaji
Saat dilakukan pengkajian Pasien mengeluh mata kanannya mengalami
kesulitan untuk melihat. Mata kanan Pasien menjadi buram saat melihat.
Pasien juga mengeluhkan nyeri pada daerah hidung karena terdapat luka
jahitan.Nyeri dirasakan seperti disayat-sayat. Nyeri dirasakan bertambah jika
luka jahitan tersentuh dan pada saat dilakukan perawatan luka. Nyeri
dirasakan berkurang jika luka dibiarkan. Skala nyeri 5 dari 1-10.

3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Menurut Pasien, Pasien tidak pernah mengalami kejadian yang sama
sebelumnya. Pasien tidak mempunyai riwayat operasi ataupun riwayat
pengobatan. Pasien mengatakan ini adalah pertama kalinya Pasien dirawat di
Rumah Sakit. Pasien tidak menderita penyakit kronik. Pasien juga mengatakan
tidak mempunyai alergi terhadap penyakit ataupun obat.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan di keluarganya tidak ada yang mengalami masalah
kesehatan yang sama seperti apa yang Pasien alami saat ini. Di keluarganya tidak
ada yang mempunyai penyakit keturunan seperti Diabetes Melitus, Hipertensi,
ataupun yang lainnya. Dikeluarganya tidak ada yang mempunyai penyakit
menular perti TB ataupun penyakit kulit.

b. Pemeriksaan Fisik
1) KeadaanUmum

Kesadaran :kompos mentis
TD: 110/80 mmHg, N: 78x/menit, R: 18x/menit, S: 36,2
0
C
BB : 84 kg TB : 178 cm

2) Sistem Penglihatan
a. Struktur Eksterna
Bentuk kelopak mata simetris, penyebaran alis dan bulu mata merata,
pertumbuhan alis dan bulu mata keluar, pergerakan kelopak mata kiri dapat
bergerak bebas dan matakanan terbatas. Terdapat luka post hecting pada
daerah nasal

b. Struktur interna
Struktur OD OS
Palpebra Tenang Tenang
Konjungtivabulbi Merah Merahmuda
Kornea hifema, oedema Jernih, transparan
Pupil Refleks negatif Refleks positif
Iris Sinichia negatif Sinichia negative
Lensa Keruh Jernih
KetajamanPenglihatan 1/ 1.0
24

Lapangpandang Tidak terkaji 90
O


3) Sistem Pernafasan
Hidung Pasien bersih, tidak terdapat pernafasan cuping hidung, tidak terdapat polip,
bentuk hidung simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat sekret, mukosa hidung
lembab.Bentuk dada simetris, tidak terdapat retraksi interkosta, nafas reguler, RR:
18x/menit, pengembangan toraks simetris kanan dan kiri, perkusi resonan di seluruh area
paru

4) Sistem Kardiovaskuler
Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi78x/menit, tidak terdapat pembesaran KGB,
konjungtiva tidak pucat, bunyi jantung murni reguler, tidak ada pembesaran jantung, tidak
ada clubbing finger, CRT kembali dalam 2detik.

5) Sistem Pencernaan
Bentuk bibir simetris, keadaan mulut bersih dan tidak berbau, mukosa mulut berwarna
merah muda, tidak ada stomatitis, pergerakan lidah normal, tidak ada kesulitan
menelan.Bentuk abdomen datar, teraba lembut.Bising usus5x/menit, tidak terdapat
pembesaran hati dan limpa, tidak terdapat nyeri tekan pada hati dan limpa.

6) Sistem Genitourinaria
Tidak ada pembengkakan ginjal, tidak terdapat nyeri tekan pada ginjal, kandung kemih
kosong.

7) Sistem Endokrin
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, paratiroiddankelenjargetahbening,
tidakterdapat tumor.

8) Sistem Integumen
Warnakulitsawomatang, kulitkepaladanrambutlengket, badanbaukeringat, , turgor
kulitbaik, suhu 36,2
0
C.

9) Sistem Persarafan
Tingkat Kesadaran
Keadaanumum : Baik
Kualitas : CM, E
4
M
6
V
5

1. Tes fungsi serebral
Status Mental
Orientasi : Orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu baik.
Pasien dapat mengenal istri, dimana ia berada sekarang, dan dapat
menyebutkan waktu saat dikaji yaitu pagi hari.
Memori : Pasien dapat menyebutkan tanggal lahir dengan benar,
Konsentrasi & perhitungan :Pasien bisa berkonsentrasi dengan baik,
Pasien bisa menjumlahkan angka yang disebutkan perawat ( 5+5 = 10
+ 5 = 15 + 5 = 20 + 5 = 25).
Daya piker dan bahasa : Pasien dapat menyebutkan lima kota di Jawa
Barat
2. Nervus cranial
N I (Olfaktorius)
25

Fungsi penghidu Pasien baik. Pasien dapat membedakan wangi kopi dan
minyak kayu putih.

N II (Optikus)
Mata kanan Pasien tidak bisa membaca papan nama perawat dalam jarak +
30 cm. Pasien hanya dapat menghitung jari dalam jarak 1 meter untuk mata
kanan, dan mata kiri normal , lapang pandang OS 90
o
sedangkan OD tidak
terkaji.

N III, IV, VI :
Mata kiri Pasien mampu menggerakan bola mata kearah lateral, atas dan
bawah. Pupil OS isokor diameter 3 mm dan bereaksi pada cahaya, pupil OD
diameter 3 mm bereaksi terhadap cahaya, dan pergerakan bola mata kanan
keatas, kebawah, tengah (arah hidung) dan kearah lateral tidak terkaji karena
Pasien mengeluh sakit jika bola matanya digerakan
Nervus V (Trigeminus)
Sensorik : Pasien baik, dapat merasakan usapan kapas, pada kelopak mata,
dahi, dan maxilla.
Motorik : Pasien dapat mengunyah dengan baik

Nervus VII (Facialis)
Sensosik : Pasien dapat membedakan rasa manis dan asin pada 2/3 anterior
lidah.
Motorik : Wajah simetris kiri dan kanan.

Nervus VIII (Akustikus)
Pendengaran Pasien baik terbukti karena dapat menjawab pertanyaan
perawat.

Nervus IX (Glosofaringeus) & X (Vagus)
Uvula terletak ditengah, dan terangkat saat Pasien mengatakan ah.Reflek
menelan baik.

Nervus XI (Assesoris)
Pasien dapat mengangkat bahu kanan dan kiri dengan baik dan simetris

Nervus XII (Hipoglosus)
Pergerakan lidah kearah lateral, depan dan belakang baik.

3. Tes Sensorik
Pasien dapat merasakan dan membedakan halus, kasar, tajam, dan tumpul

10) Sistem Muskuloskeletal
Ekstremitas atas dan bawah simetris, tidak terdapat oedema, turgor kulit baik, ROM
bebas, reflek trisep ++/++, reflek bisep ++/++, babinski -/-. Sensasi tajam dan halus dapat
dirasakan Pasien pada ekstremitas atas dan bawah. Kekuatan otot 5 5
5 5
26

c. Pola aktivitas sehari-hari

No Aktivitas Sebelum Sakit Saat Sakit
1 Nutrisi
Makan
Jenis
Jumlah
Frekwensi
Keluhan
Minum
Jenis
Jumlah
Keluhan


Nasi, sayur, tahu, tempe, daging
1 porsi habis
2-3 kali/hari
Tidak ada

Air mineral, teh, kopi
6-7 gelas/hari
Tidak ada


Nasi, sayur, tahu, tempe, daging
1 porsi habis
3 kali/hari
Tidak ada

Air mineral, teh, kopi
4-5 gelas/hari
Tidak ada
2 Eliminasi
BAB
Warna
Konsistensi
Frekwensi
Keluhan
BAK
Warna
Frekwensi
Keluhan


Kuning khas feces
Lembek
1 kali/hari
Tidak ada

Kuning jernih
2-3 kali/hari
Tidak ada


Kuning khas feces
Lembek
1 kali/hari
Tidak ada

Kuning jernih
2-3 kali/hari
Tidak ada
3 Personal Hygiene
Mandi
Keramas
Gosok Gigi
Gunting Kuku

2 kali/hari dengan sabun
1 kali/hari dengan shampo
2 kali/hari dengan pasta gigi
Bila panjang

Hanya di lap
Belum pernah
Belum pernah
Bila panjang
4 Istirahat Tidur
Siang
Malam
Keluhan

Tidak pernah
6-8 jam
Tidak ada

1-2 jam
6-8 jam
Tidak ada
5 Aktivitas Sehari-hari
Kegiatan
Olah Raga
Kebiasaan
Keluhan

Bekerja
Tidak pernah
Merokok
Tidak ada

Istirahat di tempat tidur
Tidak pernah
Tidak merokok
Tidak ada











27

d. Data Psikologis

1) Status emosi
Pasien tampak tenang, emosi stabil, afek yang ditunjukkan sesuai dengan
suasana hati yang dirasakan

2) Konsep diri
a. Gambaran diri
Pasien mengatakan sangat menghargai matanya, karena dengan mata yang
sehat, dirinya bisa beraktivitas dan beribadah
b. Harga diri
Pasien mengatakan tidak malu pada keluarganya karena panyakit yang
dideritanya sekarang
c. Identitas diri
Pasien adalah seorang pria dan dengan penyakitnya ini Pasien tidak merasa
terganggu.
d. Ideal diri
Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan kembali kerumah serta
melakukan aktivitas seperti biasa
e. Peran
Pasien adalah seorang suami, seorang ayah. Dengan penyakitnya sekarang
Pasien merasa tidak dapat melaksanakan tugasnya sebagai seorang suami
seperti biasanya.

3) Data sosial
Hubungan Pasien dengan keluarga baik ditandai dengan banyaknya keluarga
yang menjenguk pada hari itu, hubungan Pasien dengan pasien lain baik, Pasien
sangat kooperatif dengan petugas kesehatan.

4)Data spiritual
Pasien seorang muslim, walau dalam keadaan sakit, Pasien tetap menjalankan
solat 5 waktu dan Pasien selalu berdoa untuk kesembuhannya. Pasien menerima
keadaannya sekarang karena Pasien percaya bahwa penyakitnya ini merupakan
cobaan dari Allah SWT
















28

e. Data Penunjang

a) Pemeriksaan laboratorium

PEMERIKSAAN HASIL NILAI
RUJUKAN
SATUAN
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Leukosit
Trombosit
Hematokrit

URINE
Warna Urine
Kejernihan Urine
Berat Jenis Urine
PH Urine
Nitrit Urine
Protein Urine
Glukosa Urine
Keton Urine
Urobilinogen Urine
Bilirubin Urine
Eritrosit
Leukosit
Sel Epitel
Bakteri
Kristal
Silinder


KIMIA
Glukosa Sewaktu
SGOT
SGPT
Ureum
Kreatinin

15,6
9700
340.000
46,5

Kuning
Agak Keruh
-
1,025
6,0
-
-
-
-
-
1-2
3-5
2-4
-
-
-


111
49
19
24,8
0,98


14-18
4.000 10.000
150.000-440.000
40 52

Kuning
Jernih
Negatif
1,003 1,029
5 8
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
0,2 1,0
Negatif (<0,5)
<1
<6
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

70,00 180,00
<38
<41
10,00 50,00
0,60 1,10

g/dl
/mm3
/mm3
%

-
-
/uL
-
-
-
-
-
-
Mg/dl
-
/1pb
/1pb
/1pk
/1pk
/1pk
/1pk

Mg/dl
U/L
U/L
Mg/dl
Mg/dl


b) Therapy
1. Timol 2xOD tetes
2. Floxa 6xOD tetes
3. Cyteers 8xOD tetes
4. EDTA 4xOD tetes
5. Cyclon 3xOD tetes
6. Mycetin 3xPS/PI salep
7. Vit C 2x500 mg PO

29


f. ANALISA DATA
ANALISA DATA PRE OPERASI

NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1
DS:
Pasien
mengeluh
penglihatan
buram

DO:
Tampak mata
kanan
kemerahan,
bengkak dan
berair
Trauma organ mata

Kerusakan jaringan

Abrasi kornea

Laserasi kornea bagian sentral

Kerusakan kornea

Perubahan persepsi sensori

Gangguan
persepsi
sensorik
penglihatan
2 DS :
Pasien
mengeluh
nyeri pada
luka jahitan
Nyeri
dirasakan
seperti di
sayat-sayat
dirasakan
tidak
menyebar
Nyeri
bertambah
jika luka di
palpasi dan
berkurang bila
luka dibiarkan
DO :
Skala nyeri 3
(0-10)
Tampak luka
post hecting
dibagian nasal
sepanjang 2
cm
Tekanan darah

Post hecting

Terputusnya kontinuitas
jaringan

Merangsang pengeluaran
serotonin, bradikinin dan
prostaglandin

Diteruskan ke substansia
gelatinosa pada kornu dorsalis
medulla spinalis

Tractus spinothalamicus

Thalamus

Cortex Serebri

nyeri dipersepsikan
Gangguan
rasa nyaman
nyeri
30



ANALISA DATA POST OPERASI

NO DATA ETIOLOGI MASALAH
110/80 mmHg
Nadi
76x/menit
Suhu 36,2C
RR 22x/menit

1
DS:
Pasien
mengeluh
nyeri disekitar
mata

DO:
Mata tampak
kemerahan
dan berair
Skala nyeri 2
(0-10)
Tekanan darah
120/80 mmHg
Nadi
90x/menit
RR 22x/menit
Suhu 36,4C

Post OP

Terputusnya kontinuitas
jaringan

Merangsang pengeluaran
serotonin, bradikinin dan
prostaglandin

Diteruskan ke substansia
gelatinosa pada kornu dorsalis
medulla spinalis

Tractus spinothalamicus

Thalamus

Cortex Serebri

nyeri dipersepsikan

Gangguan rasa
nyaman nyeri
2 DS : -

DO :
Tampak luka
operasi pada
mata
Mata tampak
berair dan
lengket
36,4C


Terdapat luka operasi

Sebagai port de entry

Media yang baik untuk
pertumbuhan kuman

Resiko terjadinya infeksi

Resiko infeksi
3 DS:
Pasien
mengeluh
Trauma organ mata
Gangguan
persepsi
sensorik
31





3.2 Daftar diagnosa sesuai prioritas
1. Diagnosa Pre Operasi
a. Gangguan persepsi sensorik penglihatan b.d trauma pada kornea mata
b. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d terputusnya kontinuitas jaringan

2. Diagnosa Post Operasi
a. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d terputusnya kontinuitas jaringan
b. gangguan persepsi sensorik penglihatan b.d trauma pada kornea mata
c. Resiko infeksi b.d adanya luka post op





















penglihatan
buram

DO:
Tampak mata
kanan
kemerahan,be
ngkak dan
berair

Kerusakan jaringan

Abrasi kornea

Laserasi kornea bagian sentral

Kerusakan kornea

Perubahan persepsi sensori

penglihatan
32

3.3 Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
1. - Gangguan rasa
nyaman nyeri
berhubungan
dengan
terputusnya
kontinuitas
jaringan
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
diharapkan:
Rasa
nyeri
berkurang
Pasien
tidak
meringis
Pasien
terlihat
tenang


Berikan posisi
relaks pada
pasien



Ajarkan teknik
distraksi dan
relaksasi


Pantau rasa nyeri


Ukur tanda-
tanda vital



Kolaborasi
pemberian
analgetic
Posisi relaksasi
pada pasien dapat
mengalihkan focus
pikiran pasien pada
nyeri.

Tehnik relaksasi
dan distraksi dapat
mengurangi rasa
nyeri.

Untuk mengetahui
keberhasilan tidakan

Untuk mengetahui
keadaan umum
Pasien


Analgesic
mengurangi nyeri


3. Gangguan
persepsi
sensori
berhubungan
dengan trauma
pada kornea
mata
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
diharapkan
Pasien:
Pasien
dapat
beraktivit
as secara
mandiri
Orientasikan
Pasien
terhadap
lingkungan
sekitar

Pantau
kemampuan
melihat
antara mata
kiri dan
kanan


Bantu
Pasien untuk
melakukan
aktivitas


Dorong
Pasien untuk
melakukan
Untuk
mempermudah
Pasien saat
melakukan
aktivitas

Agar terkaji
perkembangan
penglihatan
antara mata
kanan dan kiri
Pasien


Untuk
mengurangi
resiko cedera
saat melakukan
aktivitas

Mempertahanka
n keadaan
Pasien saat
33

aktivitas
sederhana
secara
mandiri



Atur
pencahaan
lingkungan
sekitar
Pasien




















normal tanpa
meningkatkan
stress karena
penglihatannya
yang terganggu

Membuat
penglihatan
optimal
4. Resiko infeksi
berhubungan
dengan adanya
luka post
operasi
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan:
Tidak
terjadi
infeksi
pada
luka
Obsevasi
luka secara
berkala



Lakukan
perawatan
luka


Kolaborasi
pemberian
antibiotik




Untuk
mengidentifikas
i infeksi secara
dini dari
keadaan luka

Menjaga luka
untuk tetap
dalam kondisi
bersih

Mencegah
peningkatan
mikroorganism
e pada luka

Mengetahui
pemingkatan
34





3.4 Implementasi Keperawatan

Kolaborasi
pemeriksaan
sysmex
(hematologi
)
leukosit sebagai
tanda dini
terjadinya
infeksi
Tanggal Tindakan Keperawatan
NO
Dx
Paraf
26 Juni 2014




































07.00






08.00




09.00


10.00



11.00




12.00




12.30






13.00
Mengobservasi tanda-tanda vital
Hasil :
T : 120 / 80 mmHg
N : 80x / mnt
R : 20 x / mnt
S : 36,3
o
C


Berkolaborasi untuk memberikan
therapy :
Cyteers
Hasil : Obat telah diberikan tetes

Memposisikan Pasien pada posisi semi
fowler (30
O
)
Hasil : Pasien mengatakan nyaman

Berkolaborasi untuk memberikan
therapy :
Floxa,Cyteers,EDTA
Hasil : Obat telah diberikan tetes

Mengajarkan kepada Pasien teknik
distraksi nafas dalam yang bisa
dipergunakan saat Pasien merasa nyeri.
Hasil : Pasien dapat melakukan kembali
teknik distraksi nafas dalam.

Berkolaborasi untuk memberikan
therapy :
Timol,Cyteers,Vit C
Hasil : Obat telah diberikan melalui oral
dan tetes

Menganjurkan kepada keluarga Pasien
agar menemani Pasien saat Pasien
1a &
1b




1a


1b

1a


1b



1a


1c



1a




1a



1a&1
b


35
































27 Juni 2014






14.00




14.30






16.00




17.00



18.00



19.00





20.00








07.00




mobilisasi
Hasil:
Keluarga mengerti dan akan selalu
menemani Pasien


Berkolaborasi untuk memberikan
therapy :
Cyclon,Mycetin
Hasil : Obat telah diberikan melalui
topical dan tetes



Berkolaborasi untuk memberikan
therapy :
Floxa,Cyteers,EDTA
Hasil : Obat telah diberikan tetes

Mengobservasi tanda-tanda vital
Hasil :
T : 120 / 80 mmHg
N : 76x / mnt
R : 18x / mnt
S : 36,2
o
C


Berkolaborasi untuk memberikan
therapy :
Cyteers
Hasil : Obat telah diberikan tetes


Berkolaborasi untuk memberikan
therapy :
EDTA
Hasil : Obat telah diberikan tetes

Berkolaborasi untuk memberikan
therapy :
Cyteers, floxa
Hasil : Obat telah diberikan tetes

Berkolaborasi untuk memberikan
therapy :
Cyclon,Mycetin
Hasil : Obat telah diberikan melalui
topical dan tetes





1a



1a


1a


1a




1a


1a &
1b




1b



1a




1b


1a




1b



1a


36




07.30



08.00







09.00



10.00



10.30


11.00





12.00





13.00





14.00





14.30
Berkolaborasi untuk memberikan
therapy :
Cyclon,mycetin
Hasil : Obat telah diberikan melalui
topical dan tetes





Mengobservasi tanda-tanda vital
Hasil :
T : 110 / 80 mmHg
N : 76x / mnt
R : 22 x / mnt
S : 36,2
o
C


Membereskan tempat tidur Pasien
Hasil:
Pasien merasa nyaman



Berkolaborasi untuk memberikan
therapy :
Cyteers
Hasil : Obat telah diberikan tetes




Memposisikan Pasien pada posisi semi
fowler (30
O
)
Hasil : Pasien mengatakan nyaman


Berkolaborasi untuk memberikan
therapy :
Floxa,Cyteers,EDTA
Hasil : Obat telah diberikan tetes

Memasang bedplang tempat tidur Pasien
Hasil:
Pasien merasa nyaman dan aman

Mengajarkan kepada Pasien teknik
distraksi nafas dalam yang bisa
dipergunakan saat Pasien merasa nyeri.
Hasil : Pasien dapat melakukan kembali

1a



1a



2a&2
c



2a


2a


2a


2a



2a



2b
37





16.00



17.00



18.00



19.00





20.00






21.00


teknik distraksi nafas dalam.


Berkolaborasi untuk memberikan
therapy :
Timol,Cyteers,Vit C
Hasil : Obat telah diberikan melalui oral
dan tetes


Berkolaborasi untuk memberikan
therapy :
Cyclon,Mycetin
Hasil : Obat telah diberikan melalui
topical dan tetes


Berkolaborasi untuk memberikan
therapy :
Floxa,Cyteers,EDTA
Hasil : Obat telah diberikan tetes

Mengobservasi tanda-tanda vital
Hasil :
T : 120 / 80 mmHg
N : 90x / mnt
R : 22x / mnt
S : 36,4
o
C
Berkolaborasi untuk memberikan
therapy :
Cyteers
Hasil : Obat telah diberikan tetes

Berkolaborasi untuk memberikan
therapy :
EDTA
Hasil : Obat telah diberikan tetes

Berkolaborasi untuk memberikan
therapy :
Cyteers, floxa
Hasil : Obat telah diberikan tetes

Berkolaborasi untuk memberikan
therapy :
Cyclon,Mycetin
Hasil : Obat telah diberikan melalui
topical dan tetes


38


3.5 Evaluasi
Tanggal No Dx Catatan Perkembangan Paraf
27 Juni 2014

1a S :Pasien masih mengeluh penglihatan
masih buram
O :Mata kanan masih tampak kemerahan,
bengkak dan berair
A :Masalah belum teratasi
P :Lanjutkan intervensi
I : Bantu Pasien melakukan aktivitas
Orientasikan Pasien terhadap lingkungan


1b

S :Pasien mengatakan nyeri sedikit
berkurang saat Pasien melakukan nafas
dalam
O :Skala nyeri 2 (0-10)
A :Masalah teratasi sebagian
P :Lanjutkan intervensi
I :Ajarkan teknik relaksasi


2a S : Pasien masih mengeluh nyeri di sekitar
mata
O :- Mata tampak kemerahan dan berair
Skala nyeri 2 (0-10)
A :Masalah belum teratasi

Berkolaborasi untuk memberikan
therapy :
Cyclon,mycetin
Hasil : Obat telah diberikan melalui
topical dan tetes


Memberikan penyuluhan kesehatan
tentang factor-faktor yang dapat
menyebabkan injuri, upaya pencegahan,
dan persiapan perawatan pasien di rumah
Hasil : Pasien dan keluarga mengerti
tentang penjelasan perawat
39

P :Lanjutkan intervensi
I :Kolaborasi pemberian analgetik

2b S :Pasien masih mengeluh penglihatan
masih buram
O :Mata kanan masih tampak kemerahan,
bengkak dan berair
A :Masalah belum teratasi
P :Lanjutkan intervensi
I : Bantu Pasien melakukan aktivitas
Orientasikan Pasien terhadap lingkungan


2c S : Pasien masih sedikit pusing
- Keluarga mengatakan selalu membantu
aktifitas Pasien
O :Keluarga tampak membantu aktifitas
Pasien
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
I : - Dekatkan alat yang di butuhkan Pasien
- Anjurkan keluarga untuk selalu menemani
dan membantu aktifitas Pasien











40

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN


4.1 Kesimpulan

Hal yang paling penting dalam melakukan asuhan keperawatan adalah pelayanan
yang diberikan secara professional. Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan
kepada Tn. Y dengan Gangguan Sistem Penglihatan : Abrasi Kornea OD + Hifema ect
Koagulum OD + Vulnus Ekskonasi Ps/Pi OD + Post Hecting Vl a/r Nassal selama 2 hari
dari tanggal 26-27 Juni 2014, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pasien dengan Abrasi Kornea pada umumnya akan mengalami beberapa masalah
keperawatan, antara lain : gangguan rasa nyaman nyeri, resiko perdarahan, gangguan
rasa aman cemas, gangguan persepsi sensorik penglihatan dan resiko tinggi infeksi.
2. Sedangkan pada Pasien Tn. Y yang penulis angkat sebagai kasus ini memiliki
masalah keperawatan antara lain : gangguan persepsi sensorik penglihatan, gangguan
rasa nyaman nyeri, resiko terjadinya injuri dan resiko infeksi.
3. Kesulitan dalam tahap pengkajian dapat diatasi dengan cara mengumpulkan informasi
tidak dari Pasien saja tetapi dari orang-orang yang berhubungan langsung dengan
Pasien, yaitu isteri dan saudaranya.
4. Pada tahap perencanaan penulis merencanakan setiap tindakan yang telah disesuaikan
dengan kondisi dan kebutuhan Pasien dengan mengacu kepada teori yang ada. Dalam
proses pelaksanaan asuhan keperawatan, penulis tidak begitu banyak mengalami
kesulitan. Hal ini dikarenakan oleh adanya kerjasama dan keterlibatan secara
langsung dari Pasien dan keluarga selama proses tersebut, serta adanya data
diagnostik yang mendukung untuk mengetahui perkembangan Pasien.
5. Dalam evaluasi ada beberapa masalah keperawatan yang sudah dapat dicapai sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan. Namun ada juga masalah keperawatan yang
sampai dengan batas waktu yang telah ditetapkan belum dapat teratasi seluruhnya,
yaitu masalah gangguan persepsi sensorik penglihatan, gangguan rasa nyaman nyeri
dan resiko infeksi. Hal tersebut dikarenakan masih memerlukan waktu yang cukup
41

lama untuk mengembalikan kondisi tubuh Pasien agar kondisi Pasien benar-benar
pulih.

4.2 Saran

Selama proses pembuatan makalah ini dari awal sampai akhir, saran penulis adalah
bahwa setiap tindakan perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada Pasien
di Rumah Sakit khususnya, akan sangat memerlukan skill dan pengetahuan yang saling
mendukung satu sama lain. Selain keterampilan dalam melakukan tindakan keperawatan,
keterampilan dalam berkomunikasi secara verbal maupun non verbal dalam mencari
informasi yang diperlukan juga harus dikuasai oleh perawat. Tindakan untuk mengurangi
kecemasan Pasien harus disertai dengan tingkat kepercayaan Pasien kepada perawat dan
tidak hanya rasa tanggungjawab terhadap tugas, tapi rasa empatipun harus terlibat dalam
tindakan komunikasi terapeutik, sehingga hal-hal yang disembunyikan oleh Pasien dapat
terungkap karena tahap saling percaya antara perawat dan Pasien sudah terbina.






















42

DAFTAR PUSTAKA


Balatay, A., Ibrahim, HR., 2008. Traumatic hyphema: a study of 40 cases. Iraq: Dohuk
Medical Journal Volume 2 Number 1.

Ilyas S. 2011. Ilmu Penyakit Mata edisi keempat. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Ilyas S, 1998. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet. 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Suzanne, C. Smeltzer. (2001). Keperawatan medikal bedah, edisi 8. Jakarta : EGC

Ilyas, Sidarta., Trauma Mata : Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. FK-UI, Jakarta, 2004.

Ilyas, Sidarta., Trauma Tumpul Mata : Ilmu Penyakit Mata. Sagung Seto, Jakarta, 2002.

Gibson, John, Fisiologi dan anatomi modern untuk perawat. Jakarta, 2002, ECG

James, Bruce., Trauma : Oftamologi edisi kesembilan. Erlangga, Jakarta, 2006.

Corwin, Elizabeth J., Buku Saku Patofisiologi Ed. 3. Jakrta, 2009, ECG

Webb, Lennox.A., Trauma : Manual of Eye Emergencies. Butterworth Heinemann,
London, 2004.

Você também pode gostar