Você está na página 1de 6

Indri Firmanita Dewi dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 842-847, September 2013

842
PENGARUH LAMA PEREBUSAN DAN LEVEL PEMBERIAN PAPAIN KOMERSIAL TERHADAP
RENDEMEN DAN AROMA TAHU SUSU

(EFFECTS OF BOILING TIME AND PAPAIN COMMERCIAL LEVEL ON THE YIELD AND MILK TOFU
AROMA)

Indri Firmanita Dewi, R. Singgih Sugeng Santosadan Samsu Wasito
Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto
e-mail :Indri.firmanita@yahoo.com

ABSTRAK
Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 3 sampai 11 Februari 2013 di Laboratorium
Teknologi Hasil Ternak Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Tujuan penelitian untuk
mengetahui pengaruh lama perebusan, level papain komersial dan interaksinya terhadap
rendemen dan aroma tahu susu. Materi penelitian yang digunakan adalah susu layu 64 liter dan
enzim papain sebanyak 1.260 gram. Metode penelitian adalah eksperimental menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola dasar faktorial 2 x 3 untuk rendemen dan untuk uji
aroma menggunakan faktorial 2x3 dengan pola dasar Rancangan Acak Kelompok (RAK).
Perlakuan yang diberikan adalah faktor pertama lama perebusan (S) yaitu S
1
= 15 menit dan S
2

= 30 menit, sedangkan faktor kedua level papain (P) yaitu P
1
= level papain 15 g/l susu, P
2
=
level papain 30 g/l susu dan P
3
= level papain 45 g/l susu. Data yang diperoleh dianalisis
menggunakan analisis variansi. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa lama perebusan,
level papain dan interaksi antara lama perebusan dengan level papain pada pembuatan tahu
susu berpengaruh tidak nyata (P>0.05) terhadap rendemen dan aroma tahu susu. Kesimpulan
dari penelitian ini adalah lama perebusan dan level papain terbaik masing-masing adalah 15
menit dan 30 g/l susu.

Kata kunci : Tahu susu, rendemen, aroma, level papain, lama perebusan

ABSTRACT
The Experiment was conducted from February, 3
th
until 11
rd
2013 at the Laboratory of
Animal Products Technology Faculty of Animal Science, JenderalSoedirman University
Purwokerto. The purpose of the research were to determine the effect of boiling time, effect
of level commercial papainand its interaction on yield and milk tofu aroma.Sixty four litters of
milk has stored for 8 hours and 1,26gramscommercial papain was used in this research. The
research was done experimentally using Completely Randomized Design (CRD) with factorial
pattern 2x3 for yield and aroma test using Randomized Complete Block Design (RCBD) with
factorial pattern 2x3 . First factor were boiling times (

= 15 minutes and

= 30 minutes) and
second factor were the level papain commercial (

= 15 g/l,

= 30 g/l and

= 45 g/l). Data
were analyzed using analysis of variance.The results showed that boiling time, papain
commercial level and interaction boiling time with papain commercial level have not significant
(P>0,05) effect on yield and flavour of milk tofu.The conclusion of this reserch the best boiling
time and papain commercial levelis 15 minutes and 30 grams, respectively.

Keyword : Milk tofu aroma, yield, papain commercial level, boiling time




Indri Firmanita Dewi dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 842-847, September 2013
843
PENDAHULUAN
Susu dapat dikatakan sebagai produk yang mendekati sempurna untuk makanan bagi
manusia. Susu mengandung bahan pangan yang dibutuhkan oleh tubuh yaitu air, lemak,
protein, karbohidrat, mineral, dan vitamin. Kadar zat gizi tersebut dalam perbandingan yang
sempurna dan mudah dicerna oleh tubuh sehingga susu merupakan salah satu bahan makanan
yang penting untuk manusia (Rokhayati, 2011). Berdasarkan susunan zat tersebut
menyebabkan susu merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme sehingga
mudah rusak (Habibah, 2011). Upaya untuk mengatasinya dengan cara pengolahan susu
menjadi bahan makanan lain seperti tahu susu selain dapat mengawetkan susu juga menunjang
program penganekaragaman pangan dalam bentuk olahan yang sudah memasyarakat (Priyono,
1993).
Tahu susu dapat diperoleh dengan cara menggumpalkan protein yang terdapat di dalam
susu. Penggumpalan susu dalam proses pembuatan tahu susu dapat dilakukan dengan berbagai
cara yaitu dengan asam atau enzim proteolitik serta dapat dipercepat dengan perebusan
(Rokhayati, 2011). Enzim proteolitik yang biasa digunakan rennet, renin dan papain (Miskiyah
dkk., 2011).
Proses pembuatantahususumeliputi proses pasteurisasi, penambahanbahan penggumpal,
pemansan 90
0
C, penyaringan, pengepresan dan pengukusan (Haryanto, 1991).Pengukusan
bertujuan untuk memanaskan adonan sehingga menghasilkan struktur tahu susu yang baik
(Farhan, 2003). Suhu optimal aktivitas papain yaitu 50-65
0
C dengan pH optimum 5-7
(Kusumadjaja dan Dewi, 2005). Enzim papain pada umumnya peka terhadap kondisi panas
terutama pada rentangan suhu diatas aktivitasnya. Papain mempunyai daya tahan panas lebih
tinggi dari enzim lain. Keaktifan enzim papain hanya menurun 20% pada pemanasan 70
0
C
selama 30 menit pada pH 7,0(Winarno,1983).
HasilpenelitianRahmawati (1993) menggunakan dosis enzim papain dari 17, 22 dan 27 g/l
susu tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen dan aroma tahu susu. Proses pembuatan
tahu susu sangat dipengaruhi oleh lama perebusan dan pemberian level
papain.Berdasarkanhaltersebut, makapenelitian ini bertujuan untuk mengkaji apakah lama
perebusan dan level pemberian enzim papain yang berbeda mempengaruhi rendemen dan
aroma tahu susu.

METODE
Materi penelitian yang digunakan adalah susu layu 8 jam sebanyak 64 liter dan level
papain sebanyak 1260 gram. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat
alat untuk membuat tahu susu, timbangan analitik dan panelisagakterlatihsebanyak16 orang.
Metode penelitian menggunakan metode eksperimental dengan Rancangan Acak
Lengkap (RAL)pola faktorial 2x3. Penelitian menggunakan 2 perlakuan.Perlakuan pertamalama
perebusan (

=15 menit dan

=30 menit) dan perlakuan kedualevel papain (

=15 g/l
susu,

=30 g/l susu dan

=45 g/l susu) masing-masing kombinasi perlakuan diulang sebanyak


4 kali. Peubah yang diamatiadalah rendemen dan aroma.
Data yang diperoleh dianalisis dengan Analisis Variansi. Apabila perlakuan berpengaruh
nyata, dilanjutkan dengan uji ortogonal polynomial (Steel and Torrie, 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen Tahu Susu
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama perebusan dan level
pemberian papain komersial berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap rendemen tahu susu,
begitu juga dengan interaksi antara lama perebusan dan pemberian level papain (P>0.05). Hal
ini diduga pada proses perebusan dilakukan di bawah titik didih susu, sehingga nilai nutrisi,
Indri Firmanita Dewi dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 842-847, September 2013
844
konsistensi tidak berubah dan rendemen yang dihasilkan relatif sama. Hasil rataan rendemen
tahu susu pada penelitian ini diperoleh 12,4%, hal ini sesuai dengan pendapat Priyono (1993)
yang menyatakan bahwa hasil rataan rendemen sebesar 12,55% meskipun
menggunakankoagulan asam cuka. Hasil rendemen tahu susu secara lengkap tertera pada
Tabel 1.

Tabel 1 Rataan Rendemen Tahu Susu Berdasarkan Lama Perebusan dan Level Pemberian
Papain terhadap Rendemen Tahu Susu (Persen)
Perlakuan P
1
P
2
P
3
Rataan SD
S
1
12,850 11,218 13,140 12,403
b
3,171
S
2
10,418 14,463 12,360 12,413
b
3,563
Rataan 11,634
a
12,840
a
12,750
a
12,408
SD 2,888 3,625 3,639
Keterangan : superskrip yang sama pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan
berpengaruh tidak nyata (P>0,05).

Lama perebusan 15 menit (S
1
) dan 30 menit (S
2
) menghasilkan rendemen tahu susu yang
relatif sama. Menurut Harmayani dkk. (2009) penggumpalan merupakan tahapan proses yang
paling penting karena adanya korelasi yang kompleks pada variabel kimia (total padatan, pH
dan volume), jumlah dan konsentrasi penggumpal, metode penambahan dan pencampuran
serta suhu dan waktu.Pemanasan protein dapat mengalami denaturasi, artinya strukturnya
berubah dari bentuk ganda yang kuat menjadi kendur dan terbuka sehingga memudahkan bagi
enzim untuk menghidrolisis dan memecahkan protein menjadi asam-asam amino. Denaturasi
dapat merubah sifat protein menjadi sukar larut dan semakin kental, keadaan ini disebut
koagulasi. Menurut Miskiyah dkk. (2011) aktivitas papain ditandai dengan proses pemecahan
substrat menjadi produk oleh gugus histidin dan sistein pada sisi aktif enzim. Menurut
Kusumadjaja dan Dewi (2005) Penggunaan suhu optimum papain berkisar antara 50-65
0
C dan
pH optimum antara 5-7, ditambahkan oleh Khoerunnisa dkk. (2002) bahwa suhu aktivitas
papain mencapai 70
0
C. Yuniwati dkk. (2008) menyatakan apabila enzim ditambahkan pada
suhu yang tidak tepat maka aktivitas enzim dalam reaksi penggumpalan protein menjadi tidak
optimal.
Pemberian level papain berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap rendemen tahu susu
yang dihasilkan, namun pada pemberian level papain 15 g/l susu sudah dapat menggumpalkan
protein susu (tetapi masih terdapat sisa protein dalam whey). Penambahan level papain
menjadi 30 gram cenderung menggumpalkan protein yang tersisa (hanya sedikit) sehingga
tidak mempengaruhi rendemen tahu susu. Hal ini disebabkan proses penggumpalan yang
optimal terjadi apabila aktivitas enzim dalam proses penggumpalan tersebut cukup baik. Proses
penggumpalan terjadi apabila jumlah enzim memadai untuk reaksi tersebut dan media (susu)
untuk aktivitas enzim mencukupi. Yuniwati dkk. (2008) menyatakan apabila jumlah enzim
kurang maka aktivitas enzim kurang untuk terjadinya reaksi penggumpalan, sebaliknya jika
terlalu banyak enzim yang ditambahkan kemungkinan media yang tersedia tidak memadai
dengan kebutuhan aktivitas enzim yang ada, tabel 1 menunjukkan bahwa pemberian level
papain yang berlebihan cenderung menurunkan rendemen tahu susu. Khoerunnisa dkk. (2002)
menyatakan apabila semakin tinggi konsentrasi enzim yang ditambahkan maka semakin besar
pula kecepatan reaksinya, tetapi pasa batas-batas tertentu hasil hidrolisis yang diperoleh akan
konstan dengan meningkatnya enzim dikarenakan enzim sudah tidak efektif.

Indri Firmanita Dewi dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 842-847, September 2013
845
Aroma Tahu Susu
Aroma mempunyai peran yang sangat penting dalam suatu produk pangan karena turut
menentukan daya terima konsumen terhadap produk tersebut. Menurut Ratnaningtyas (2003)
aroma tidak hanya ditentukan oleh satu komponen, tetapi merupakan perpaduan dari bahan-
bahan pembentuknya. Sunarlim dan Usmiati (2006) menyatakan penilaian citarasa makanan
menggunakan indera manusia sebagai alat penilaian dikenal dengan istilah penilaian
organoleptik. Berdasarkan uji organoleptik terhadap aroma tahu susu yang dilakukan oleh 16
panelis agak terlatih dengan menggunakan uji skala grafis di peroleh hasil seperti tertera pada
Tabel. 2.
Tabel 2 Rataan Skala Numerik dan Hedonik Aroma Tahu Susu
Perlakuan
Aroma
Numerik Hedonik
S
1
P
1
13,09 Agak Sedap
S
1
P
2
12,10 Agak Sedap
S
1
P
3
14,07 Agak Sedap
S
2
P
1
13,74 Agak Sedap
S
2
P
2
14,18 Agak Sedap
S
2
P
3
14,46 Sedap

Hasil analisis ragam (Tabel 3) menunjukkan bahwa lama perebusan, pemberian level
papain dan interkasi antara lama perebusan dan pemberian level papain berpengaruh tidak
nyata terhadap aroma tahu susu yang dihasilkan (P>0.05).

Tabel 3 Data Rataan Aroma Tahu Susu berdasarkan Uji Organoleptik
Perlakuan P
1
P
2
P
3
Rataan SD
S
1
13,091 12,109 14,075 13,092
b
2,992
S
2
13,747 14,181 14,467 14,132
b
2,386
Rataan 13.419
a
13,145
a
14,272
a

SD 3,279 2,332 2,477
Keterangan : superskrip yang sama pada baris dan kolom yang berbeda menunjukkan
berpengaruh tidak nyata (P>0,05).

Pemberian enzim papain dari level 15 sampai 45 gram per liter susu menghasilkan aroma
tahu susu yang relatif sama sehingga agak sulit dibedakan oleh panelis. Hal ini disebabkan
papain diduga tidak mengandung aroma yang spesifik (Saliyah, 1990). Ningsih (1990) dalam
Tantono (1993) menyatakan pemberian dosis enzim papain berpengaruh tidak nyata terhadap
aroma tahu susu karena enzim papain tidak memiliki bau yang khas sehingga dengan
penambahan pemberian enzim dalam pembuatan tahu susu tidak menimbulkan bau yang
berbeda.
Lama perebusan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap aroma tahu susu yang
dihasilkan. Uji organoleptik yang dilakukan menunjukkan bahwa lama perebusan 15 dan 30
menit tidak memberikan aroma yang berbeda terhadap produk tahu susu, namun lama
perebusan 30 menit (S2) cenderung menghasilkan aroma agak sedap dibandingkan tahu susu
dengan lama perebusan 15 menit (S2) walaupun memberikan hanya sedikit perbedaan. Hal ini
disebabkan aroma dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu aroma bahan dasar dan aroma yang
timbul dari proses perebusan (Maryam, 2007). Susu mempunyai komponen yang berpengaruh
terhadap aroma yaitu kandungan lemaknya (Adnan, 1984), dinyatakan lebih lanjut bahwa
Indri Firmanita Dewi dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 842-847, September 2013
846
semakin pendek rantai atom carbon yang dimiliki lemak maka susu mempunyai aroma yang
lebih jelas karena lebih mudah menguap. Menurut Trianasih (1993) apabila membran globula
lemak rusak, maka butiran lemak yang semula terlindung didalamnya akan mudah mengalami
kerusakan.


SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa lama perebusan dan level papain
yang terbaik pada pembuatan tahu susu masing-masing adalah 15 menit dan 30 g/l susu.

DAFTAR PUSTAKA
Adnan. 1984. Kimia dan Teknologi Pengolahan Air Susu. Penerbit Andi Offet. Yogyakarta. 94 hal
:1-77
Farhan, E. M. M. 2003. Kajian Proses Pembuatan Premix Tahu Instan Fungsional Dari Tepung
Kedelai Berlemak Penuh (Full Fat Soy Flour) dengan Teknik Aglomerasi. Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor
Habibah. 2011. Pengaruh Lama Pasteurisasi dan Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Air Susu
Sapi Perah Fresien Holstein. BIOSCIENTIAE. Vol : 8. Hal 1-8
Harmayani, E., E.S. Rahayu., T.F. Djaafar., C.A. Sari dan T. Marwati. 2009. Pemanfaatan Kultur
Pediococcus Acidilactici F-11 Penghasil Bakteriosin Sebagai Penggumpal Pada
Pembuatan Tahu. J.Pascapanen. Vol 6(1) : 10-20
Haryanto, B. 1991. Subsitusi Susu Kedelai pada Pembuatan Tahu Susu dengan Koagulan Asam
Cuka. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Khoerunnisa, H.M., Suryahadi dan E. Trisyulianti. 2002. Pengaruh Penggunaan Papain dalam
Meningkatkan Kecernaan Protein Kedelai Secara IN VITRO. Med.Pet. Vol. 25 No. 3
Maryam, S. 2007. Penentuan Suhu Optimal Air Saat Menggiling Kedelai Untuk Menghasilkan
Tahu Berkualitas.Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora. Vol. 1 No.2.
Hal : 156-167
Miskiyah., S. Usmiati dan Mulyorini. 2011. Pengaruh Enzim Proteolitik dengan Bakteri Asam
laktat Probiotik terhadap Karakteristik Dadih Susu Sapi.JITV. Vol. 16 (4) : 304-311
Ningsih, D. 1989. Pengaruh Keadaan Air Susu dan Dosis Asam Cuka Terhadap Produk,
Kandungan Gizi dan Sifat Organoleptik Tahu Susu. Laporan Penelitian. Fakultas
Peternakan. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Priyono, P. 1993. Sifat Organoleptik dan Jumlah Produk Tahu Susu dengan Jenis dan Dosis
Koagulan yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Jenderal Soedirman.
Purwokerto.
Kusumadjaja, A. P., danR. P. Dewi. 2005. PenentuanKondisi Optimum Enzim Papain
dariPepayaBurungVarietasJawa.Indo. J. Chem. Vol. 5 No.2. Hal :147-151
Rahmawati, I. 1993. Protein dan Rendemen Tahu susu yang dibuat Dari Berbagai Umur Susu
dengan Koagulan Papain. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Jenderal
Soedirman. Purwokerto.
Ratnaningtyas, A. 2003. Tahu Dari Kacang Non Kedelai; Studi Kasus Kacang Komak. Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Indri Firmanita Dewi dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 842-847, September 2013
847
Rokhayati, A. U. 2011. PengaruhPenggunaanAsamCukadanSubtitusiSusuKedelaiTerhadapBau
TahuSusu.INOVASI. Vol 8(1) :113-122
Rosariastuti, R. 1990. Pengaruh Pasteurisasi Susu dan Lama Penyimpanan terhadap Kerusakan
Protein, pH dan Kontaminasi Mikiroorganisma pada Air Susu Sapi. Skripsi. Fakultas
Peternakan. Universitas Jenderal Soedirman.
Saliyah, 1990. Papain Sebagai Koagulan Pembuatan Tahu Susu. Skripsi. Fakultas Peternakan.
Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto
Steel, R.G.D., and J. H Torrie. 1993. Principles and Procedures of Statistics. Terjemahan :
Sumantri, B. Prinsip dan Prosedur Statistika. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sunarlim, R., dan S. Usmiati. 2006. Sifat Mikrobiologi dan Sensori Dadih Susu Sapi yang
Difermentasi Menggunakan Lactobacillus Plantarum dalam Kemasan yang Berbeda.
Buletin Peternakan 30(4): 208 216
Tantono, A. 1993. Pembuatan Tahu Susu dengan Koagulan Enzim Papain dari Berbagai Umur
Susu. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Trianasih, B. 1993. Pengaruh Umur Susu dan Dosis Papain terhadap Produk dan Kandungan
Lemak Tahu Susu. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto.
Yuniwati, M., Yusran, dan Rahmadany. 2008. Pemanfaatan Enzim Papain Sebagai Penggumpal
dalam Pembuatan Keju. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi.
Yogyakarta. Hal : 131
Winarno, F.G. 1983. Pangan, Gizi Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Você também pode gostar