PRODI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG 2014 A. Definisi Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika Single, Diameter lebih dari 3 cm, Perifer, Adanya pergeseran garis tengah. Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi otak. Hemorragi ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah kecil dapat terjadi pada luka tembak ,cidera tumpul. Intra Cerebral Hematom (ICH) merupakan koleksi darah focus yang biasanya diakibatkan oleh cidera regangan atau robekan rotasional terhadap pembuluh pembuluh darah dalam jaringan fungsi otak atau kadang kerena cidera tekanan .ukuran hematom bervariasi dari beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter dan dapat terjadi pada 2- 16 kasus cidera. Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri . hal ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala terbuka .intraserebral hematom dapat timbul pada penderita strok hemorgik akibat melebarnya pembuluh nadi.
B. Etiologi Etiologi dari Intra Cerebral Hematom adalah : 1. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala 2. Fraktur depresi tulang tengkorak 3. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba 4. Cedera penetrasi peluru 5. Jatuh 6. Kecelakaan kendaraan bermotor 7. Hipertensi 8. Malformasi Arteri Venosa 9. Aneurisma 10. Distrasia darah 11. Obat 12. Merokok.
C. Patofisiologi ICH primer biasa terjadi pada kapsul internal dan hematoma meluas kemedial kesubstansi kelabu dalam dan kelateral melalui substansi putih yang relatif aseluler korona radiata. Pembuluh yang ruptur adalah satu dari arteria perforating kecil yang meninggalkan arteria serebral media dekat pangkalnya dikarotid internal dan sering dijelaskan sebagai arteria lentikulostriata. Pemeriksaan postmortem menunjukkan pada arteria perforating pasien hipertensif terdapat banyak dilatasi aneurismal yang sangat kecil yang diduga rupturnya menjadi sumber perdarahan. Lebih jarang perdarahan terjadi pada fossa posterior yang dimulai pada pons atau hemisfer serebeler. ICH akut sering terjadi saat atau setelah latihan fisik. Sekitar duapertiga akan mengalami perburukan neurologis progresif dan sepertiganya dalam defisit maksimal saat datang kerumah sakit. Penurunan kesadaran terjadi pada 60% dan duapertiganya jatuh kedalam koma. Nyeri kepala dan mual dengan muntah terjadi pada 20-40% kasus. Gejala ini karena peninggian TIK akibat perdarahan. Kejang kurang umum terjadi, sekitar 7-14%. Gejala dan tanda lainnya tergantung ukuran dan lokasi spesifik dari bekuan darah. Tanda khas perdarahan ganglia basal, biasanya putaminal, adalah defisit motor kontralateral dan gaze ipsi lateral dengan perubahan sensori, visual dan tabiat. Perubahan pupil terjadi akibat ancaman herniasi unkal lobus temporal akibat peninggian TIK dan pergeseran garis tengah. Gejala afasik bila hemisfer dominan terkena. Perdarahan menyebabkan kerusakan neurologis melalui dua cara yaitu: 1. Kerusakan otak yang nyata terjadi pada saat perdarahan. Ini terutama pada kasus dimana hematoma meluas kemedial dan talamus serta ganglia basal rusak. 2. Hematoma yang membelah korona radiata menyebabkan kerusakan yang kurang selluler namun mungkin berukuran besar dan menyebabkan penekanan serta gangguan fungsi neurologis yang mungkin reversibel. 80% pasien adalah hipertensif dan biasanya dalam eksaserbasi akut dari hipertensinya pada saat datang. Kebanyakan kasus hematoma memecah kesistema ventrikuler atau rongga subarakhnoid menimbulkan gambaran klinis PSA. Pria terkena 5-20% lebih sering dari wanita dan 75-90% terjadi antara usia 45-75 tahun. Pasien dengan koagulopatia lebih berisiko terhadap PIS seperti juga penderita yang mendapat antikoagulan terutama Coumadin. Trombositopenia dengan hitung platelet kurang dari 20.000, penyakit hati, leukemia, dan obat-obat seperti amfetamin meninggikan risiko terjadinya PIS. ICH terjadi pada teritori vaskuler arteria perforating kecil seperti lentikulostriata pada ganglia basal, talamoperforator diensefalon, cabang paramedian basiler pada pons. Karenanya kebanyakan terjadi pada struktur dalam dari hemisfer serebral. Berikut ini struktur beserta frekuensi kejadiannya: putamen 30-50%, substansi putih subkortikal 30%, serebelum 16%, talamus 10-15%, serta pons 5-12%. Arteria yang paling sering menimbulkan perdarahan adalah cabang lentikulostriata lateral dari arteria serebral media yang mencatu putamen. ICH merupakan sekitar 10% dari semua strok. Seperti dijelaskan diatas, ia disebabkan oleh perdarahan arterial langsung ke parenkhima otak. Ruptur vaskuler dikira terjadi pada aneurisma milier kecil, dijelaskan oleh Charcot dan Bouchard 1868, dan/atau pada arteria lipohialinotik yang sering tampak pada otopsi pasien dengan hipertensi. Minoritas kasus PIS kemungkinan disebabkan aneurisma, AVM, malformasi kavernosa, amiloid serebral, atau tumor. Glioblastoma adalah tumor otak primer yang paling sering mengalami perdarahan, sedangkan melanoma, khoriokarsinoma dan ipernefroma adalah tumor metastatik yang tersering menimbulkan perdarahan. Kematian akibat ICH sekitar 50% dengan 3/4 pasien yang hidup, tetap dengan defisit neurologis nyata. Penelitian memperlihatkan bahwa prognosis terutama tergantung pada derajat klinis saat pasien masuk, lokasi serta ukuran perdarahan. Pasien sadar tentu lebih baik dari pada pasien koma. Penelitian Dixon 1984 memperlihatkan bahwa satu-satunya prediktor terpenting atas outcome adalah Skala Koma Glasgow. Pasien dengan hematoma lober superfisial cenderung lebih baik dari perdarahan batang otak yang lebih dalam. Perluasan klot ke sistema ventrikuler memperburuk outcome. Pasien dengan perdarahan dengan diameter lebih dari 3 cm atau volumenya lebih dari 50 sk, lebih buruk. Pasien dengan kondisi medis buruk dan yang berusia 70 tahun atau lebih cenderung mempunyai outcome buruk.
D. Manifestasi Klinis Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar setengah orang, hal itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas. Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak ada. Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi memburuk sebagaimana peluasan pendarahaan. Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa, seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang kemungkinan tidak bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau kecil. Mual, muntah, serangan, dan kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai menit.
Menurut Corwin 2000 manifestasi klinik dari dari Intra cerebral Hematom yaitu : 1. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan membesarnya hematom. 2. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal 3. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal 4. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium 5. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat 6. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan tekanan intra kranium.
E. Penatalaksanaan Medis Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan stroke ischemic. Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic, khususnya pada orang yang mengalami tekanan darah tinggi yang kronis. Lebih dari setengah orang yang mengalami pendarahan besar meninggal dalam beberapa hari. Mereka yang bertahan hidup biasanya kembali sadar dan beberapa fungsi otak bersamaan dengan waktu. Meskipun begitu, kebanyakan tidak sembuh seluruhnya fungsi otak yang hilang. Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke ischemic. Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik, dan obat- obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan karena membuat pendarahan makin buruk. Jika orang yang menggunakan antikoagulan mengalami stroke yang mengeluarkan darah, mereka bisa memerlukan pengobatan yang membantu penggumpalan darah seperti : 1. Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse 2. Transfusi atau platelet 3. Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan pengangkatan platelet (plasma segar yang dibekukan) 4. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam darah yang membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan) 5. Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan tekanan di dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup, jarang dilakukan karena operasi itu sendiri bisa merusak otak. Corwin (2000) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra Cerebral Hematom adalah sebagai berikut : 1. Observasi dan tirah baring terlalu lama 2. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom secara bedah 3. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis 4. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok 5. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk pemberian diuretik dan obat anti inflamasi 6. Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan laboratorium lainnya yang menunjang.
PHATWAYS
Trauma/Kecelakaan
Perdarahan Intracerebral
Pecahnya Pembuluh Darah di Otak
Penekanan Pergeseran Jaringan Otak
Suplai Darah Terganggu Gangguan Sistem Neutologis Peningkatan Tekanan Intrkranial (Sususnan Saraf Pusat)
Gangguan rasa nyaman nyeri
Gangguan Motorik
Koordinasi Pergerakan Tubuh Terganggu PerubahanPerfusi Cerebral
GangguanMobilisasi Fisik
Kelemahan Otot Kelemahan Tonus Otot
DefisitPerawatan Diri
B. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan mobilisasi fisik b.d kondisi yang melemah 2. Gangguan intoleransi aktivitas b.d kelemahan tonus otot 3. Gangguan nyaman nyeri b.d peningkatan tekanan intrakranial (TIK) 4. Gangguan defisit perawatan diri b.d kelemahan otot.
C. Intervensi Keperawatan Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional Gangguan mobilisasi fisik b.d kondisi yang melemah
Gangguan intoleransi aktivitas b.d Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama waktu 4X24 jam pasien diharapkan dapat melakukan mibilisasi fisik secara optimal. Kriteria hasil: - Tonus otot bertambah - Mobilisasi ROM pasif menjadi aktif - Tidak mengeram kesakitan dalam proses latihan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 6X24 jam diharapkan 1. Observasi kondisi fisik klien 2. Rencanakan proses latihan yang efisien bila perlu kolaborasikan dengan fisioterapi untuk menambah proses latihan 3. Atur posisi senyaman mungkin 4. Mengajari pasien ROM pasif dan aktif 5. Biarkan pasien mempraktikan kembali yang sudah diajarkan tapi dengan pengawasan perawat 6. Observasi kembali peningkatan gerak fisik 7. Berikan HE(healt education)tentang pentingnya latihan ROM.
1. Observasi kondisi fisik klien 2. Rencanakan proses latihan yang efisien bila perlu kolaborasikan dengan fisioterapi untuk menambah proses latihan 3. Atur posisi senyaman mungkin 4. Mengajari pasien 1. Inspeksi kondisi awal pasien 2. Merencanakan porsi latihan untuk menunjang kesembuhan pasien
3. Memberikan kenyamanan
4. Melakukan tindakan keperawatan 5. Monitoring tindakan yang sudah dilakukan
6. Mengetahui perkembangan latihan 7. Memberikan informasi kepada pasien.
1. Inspeksi kondisi awal pasien 2. Merencanakan porsi latihan untuk menunjang kesembuhan pasien
3. Memberikan kelemahan tonus otot
Gangguan rasa nyaman Nyeri b.d peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
pasien dapt terpenuhi aktivitas sehari hari dengan normal Kriteria hasil : - Terjadi peningkatan tonus otot - Pasien dapat melakukan aktivitas sehari hari dengan mandiri - Tidak terasa sakit bila melakukan latihan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3X24 jam diharapkan rasa nyeri yang dirasak pasien dapat berkurang atau bahkan hilang Kriteria Hasil : - Wajah tidak ROM pasif dan aktif 5. Biarkan pasien mempraktikan kembali yang sudah diajarkan tapi dengan pengawasan perawat 6. Bila sudah bisa menyangga tubuh ajarkan berjalan tapi dengan dammpingan perawat 7. Berikan dukungan dalam setiap tindakan yang sudah dilakukan.
1. Observasi secara subjektiv skal nyeri yang dirasakan pasien 2. Beri posisi yang nyaman 3. Ajari metode relaksasi seperti distraksi, nafas dalam, dan bila emosi ajarkan imajinasi terpimpin 4. Anjurkan pasien untuk melakukan pemeriksaan CT- Scan 5. Kolaborasikan dengan pihak medis untuk terapi obat 6. Berikan HE tentang pentingnya kenyamanan
4. Melakukan tindakan keperawatan 5. Monitoring tindakan yang sudah dilakukan
6. Melanjutkan proses latihan keperawatan
7. Memberi semangat untuk menambah latihan.
1. Inspeksi skala nyeri awal dari pasien
2. Memberikan rasa nyaman 3. Melakukan terapi perawatan
4. Memantau adakah kelainan dari pemeriksaan
5. Membantu mempercepat kesembuhan pasien 6. Memberi informasi secara lengkap
Defisit perawatan diri b.d kelemahan otot
mengurung dan menahan kesakitan - Skala nyeri turun - Pasien tidak memegangi bagian yang sakit
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1X24 jam diharapkan pasien terpenuhi dalam perawatan dirinya secara optimal Kriteria Hasil : -.Wajah tidak lesu - Kulit tidak saling melengket - Badan menjadi harum ambulansi saat emergensi 7. Observasi penurunan skala nyeri yang dirasakan
1. Observasi kondisi awal pasien terutama fisik dan kebersihan 2. Siapkan alat untuk melakukan PH
3. Memberitahu maksud dan tujuan tindakan yang dilakukan 4. Menutup gorden
5. Melakukan PH sambil mengajari keluarga 6. Observasi tindakan yang dilakukan 7. Beri HE pentingnya perawatan diri
7. monitoring perkembangan setelah dilakukan tindakan keperawatan
1. Obsevasi kondisi awal dari pasien
2. Menyiapkan alat dari suatu bagian tindakan keperawatan 3. Menghindari penolakan dri tindakan keperawatan 4. Menjaga privasi pasien 5. Melakukan tindakan keperawatan 6. Monitoring tindakan yang sudah dilakukan 7. Membantu memberikan informasi secara jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta. Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta. Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Rochani, Siti, 2000, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Saraf Indonesia, Surabaya. Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.