Você está na página 1de 4

DASAR TEORI AUSUBEL

A. Pengertian Belajar Menurut Ausubel


Menurut Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi
pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan pada siswa,
melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa
dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif ialah
fakta-fakta, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat
oleh siswa.
Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa
baik dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final,
maupaun dengan bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan
sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa
menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan (berupa konsep-konsep
atau lain-lain) yang telah dimilikinya; dalam hal ini terjadi belajar bermakna. Akan tetapi,
siswa itu dapat juga hanya mencoba-coba menghafalkan informasi baru itu, tanpa
menghubungkan pada konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya; dalam hal
ini terjadi belajar hafalan.
Kedua dimensi,yaitu penerimaan/penemuan dan hafalan/bermakna, tidak
menunjukkan dikotomi sederhana, melainkan merupakan suatu continuum. Ausubel
menyatakan, bahwa banyak ahli pendidikan menyamakan belajar penerimaan dengan
belajar hafalan, sebab mereka berpendapat bahwa belajar bermakna hanya terjadi bila
siswa menemukan sendiri pengetahuan. Maka, belajar penerimaan pun dibuat bermakna,
yaitu dengan cara menjelaskan hubungan antara konsep-konsep. Sedangkan belajar
penemuan rendah kebermaknaannya, dan merupakan belajar hafalan, yakni memecahkan
suatu masalah hanya dengan coba-coba seperti menebak suatu teka-teki. Belajar
penemuan yang bermakna sekali hanyalah terjadi pada penelitian yang bersifat ilmiah.

B. Prinsip dan Karakteristik belajar Menurut Ausubel
1. Belajar Bermakna
Inti dari teori Ausubel tentang belajar ialah belajar bermakna (Ausubel, 1996). Bagi
Ausubel, belajar bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada
konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Walaupun kita tidak
mengetahui mekanisme biologi tentang memori atau disimpannya pengetahuan, kita
mengetahui bahwa informasi disimpan di daerah-daerah tertentu dalam otak. Banyak sel
otak yang terlibat dalam penyimpanan pengetahuan itu. Dengan berlangsungnya belajar,
dihasilkan perubahan-perubahan dalam sel-sel otak, terutama sel-sel yang telah menyimpan
informasi yang mirip dengan informasi yang sedang dipelajari.
Dasar-dasar biologi belajar bermakna menyangkut perubahan-perubahan dalam
jumlah atau cirri-ciri neron yang berpartisipasi dalam belajar bermakna. Peristiwa psikologi
tentang belajar bermakna menyangkut asimilasi informasi baru pada pengetahuan yang
telah ada dalam struktur kognitif seseorang. Jadi, dalam belajar bermakna informasi baru
diasimilasikan pada subsume-subsumer relevan yang telah ada dalam struktur kognitif.
Belajar bermakna yang baru berakibatkan perubahan dan modifikasi subsume-subsumer
yang telah ada itu. Tergantung pada sejarah pengalaman seseorang, maka subsumer itu
dapat relatif besar dan berkembang.

2. Belajar Hafalan
Bila dalam struktur kognitif seseorang tidak terdapat konsep-konsep relevan atau
subsumer-subsumer relevan, maka informasi baru dipelajari secara hafalan. Bila tidak
dilakukan usaha untuk mengasimilasikan pengetahuan baru pada konsep-konsep yang
sudah ada dalam struktur kognitif, akan terjadi belajar hafalan. Pada kenyataannya, banyak
guru dan bahan-bahan pelajaran jarang sekali menolong para siswa untuk menentukan dan
menggunakan konsep-konsep relevan dalam struktur kognitif mereka untuk
mengasimilasikan pengetahuan baru, dan akibatnya pada para siswa hanya terjadi hafalan.
Lagi pula sistem evaluasi di sekolah menghendaki hafalan, jadi timbul pikiran pada para
siswa untuk apa bersusah payah belajar secara bermakna.
Kerap kali siswa-siswa diminta untuk mengemukakan prinsip-prinsip yang
sebenarnya tidak mereka mengerti apa yang mereka katakana. Suatu contoh pada, bahwa
memang belajar hafalan yang terjadi pada anak-anak diberikan dalam buku Wiliam James
yang berjudul Talks to Teachers.

C. Langkah-langkah Pembelajaran
Sebelum dimulainya suatu proses belajar, maka penting untuk memperhatikan apa-apa saja
yang telah diketahui siswa, sebab ini merupakan faktor dalam mempengaruhi keberhasilan
belajar. Untuk itu perlu dibuat langkah-langkah pembelajaran agar tidak terjadi kerancuan
dalam kegiatan belajar. Berikut merupakan langkah-langkah pembelajaran menurut teori
Ausubel:
1. Menentukan tujuan pembelajaran.
2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awwal, motivasi, gaya belajar, dan
sebagainya)
3.Memilih materi pelajaran sesuai dengan karakteristik siswa dan mengaturnya dalam
bentuk konsep-konsep inti.
4.Menentukan topik-topik dan menampilkanya dalam bentuk advance organizer yang akan
dipelajari siswa.
5.Mempelajari konsep-konsep inti tersebut, dan menerapkannya dalam bentuk nyata/konkret.
6. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.


D. Kegiatan Pembelajaran
Hakikat belajar merupakan suatu aktivitas yang berkaitan dengan penataan informasi,
reorganisasi, perceptual, dan proses internal. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif
dalam proses belajar amat diperhitungkan agar belajar lebih bermakna bagi siswa. Berikut
merupakan bentuk kegiatan kegiatan pembelajaran:
1.Siswa bukan sebagai orang dewasa yang muda dalam proses berpikirnya. Mereka
mengalami perkembangan kognitif melaui tahap-tahap tertentu.
2.Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik, terutama
jika menggunakan benda-benda kongkrit.
3.Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan
mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman
dapat terjadi dengan baik.
4.Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengaitkan pengalaman atau
informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki si pelajar.
5.Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan
menggunakan pola atau logika tertentu, dan sederhana ke kompleks.
6.Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghafal. Agar bermakna,
informasi harus disesuaikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki
siswa. Tugas guru adalah menunjukkan hubungan antara apa yang sedang dipelajari
dengan apa yang telah diketahui siswa.
7.Adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat
mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi,
persepsi, kemampuan berpikir, pengetahuan awal, dan sebagainya.

E. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Belajar Bermakna
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel (1963),
ialah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang
studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan
kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif itu;
demiklian pula sifat proses interaksi yang terjadi. Jika struktur kognitif itu stabil, jelas, dan
diatur dengan baik, maka arti-arti yang sahih dan jelas atau tidak meragukan akan timbul,
dan cenderung bertahan. Tetapi sebaliknya, jika struktur kognitif itu tidak stabil, meragukan,
dan tidak teratur, maka struktur kognitif itu cenderung menghambat belajar dan retensi.
Prasyarat-prasyarat dari belajar bermakna adalah sebagai berikut:
1.Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial
2.Anak yang akan belajar atau siswa harus bertujuan untuk melaksanakan belajar bermakna,
jadi mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna
Tujuan siswa merupakan faktor utama dalam belajar bermakna. Banyak siswa
mengikuti pelejarn pelajaran yang kelihatannya tidak relevan dengan kebutuhan mereka
pada saat itu. Dalam pelajaran pelajaran demikian materi pelajaran dipelajari secara
hafalan.para siswa kelihatannya dapat memberikan jawaban yang benar tanpa
menghubungkan materi itu pada aspek aspek lain dalam struktur kognitif mereka.
Kebermaknaan materi pelajaran secara potensial tergantung pada dua faktor :
1.Materi itu harus memiliki kebermaknaan logis
2.Gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa.
Materi yang memiliki kebermaknaan logis merupakan materi yang nonarbitrer
( materi yang konsisten dengan apa yang telah diketahui) dan substantif ( materi itu dapat
dinyatakan dalam berbagai cara tanpa mengubah arti ). Contoh dari nonarbitrer anak yang
sudah mempelajari konsep konsep segi empat dan bujur sangkar dapat memasukkan
kedua konsep ini secara nonarbitrer ke dalam klasifikasi yang lebih luas, yaitu kuadrilateral
( persegi empat) , sebab sifat sifat dari bentuk bentuk bersegi empat akan cocok dengan
konsep konsep segi empat dan bujur sangkar yang sudah dipelajari. Selanjutnya contoh
yang substantif suatu segi tiga ekilateral adalah segitiga yang mempunyai tiga sisi yang
sama dapat diubah menjadi bila sebuah segitiga mempunyai semua sisi sama maka
segitiga itu adalah segi tiga ekilateral. Dengan mengubah urutan kata kata, kita tidak
mengubah artinya; pernyataan itu ekivalen.
Aspek kedua tentang kebermaknaan potensial adalah bahwa dalam struktur kognitif
siswa harus ada gagasan yang relevan. Dalam hal ini kita harus memperhatikan
pengalaman anak anak, tingkat perkembangan mereka, intelegensi mereka, dan usia.isi
pelajaran harus dipelajari secara hafalan, bila anak anak itu tidak mempunyai pengalaman
yang diperlukan mereka untuk mengatkan atau menghubungkan isi pelajaran itu.
Oleh karena itu, agar terjadi belajar bermakna materi pelajaran harus bermakna
secara logis, siswa harus bertujuan untuk memasukkan materi itu kedalam struktur
kognitifnya, dan dalam struktur kognitif anak harus terdapat unsure unsure yang cocok
untuk mengaitkan atau menghubungkan materi baru secara nonarbitrer dan substantif. Jika
salah satu komponen ini tidak ada maka materi itu walaupun dipelajari akan dipelajari
secara hafalan.
F. Kelebihan dari belajar menurut teori Ausubel
Proses belajar terjadi jika seseorang mampu mengasimilasikan pengetahuan yang telah
dimiliknya dengan pengetahuan baru. Proses belajar aka terjadi melalui tahap-tahap
memperhatikan stimulus, memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan
informasi yang sudah dipahami.
Menurut Ausubel dan juga Novak (1997), ada tiga kebaikan dari belajar bermakna,yaitu:
1.Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat.
2.Informasi yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsumer-
subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip.
3.Informasi yang dilupakan sesudah subsumsi obliteratif, meninggalkan efek residual pada
subsume, sehingga mempermudah belajar hal-hal yang mirip, walaupun telah terjadi lupa.

Você também pode gostar