Você está na página 1de 16

A.

Definisi
Abses otak adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir diantara jaringan otak
yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus dan protozoa.

B. Epidemiologi
Abses otak dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun paling sering terjadi pada anak
berusia 4 sampai 8 tahun. Penyebab abses otak yaitu, embolisasi oleh penyakit jantung kongenital
dengan pintas atrioventrikuler (terutama tetralogi fallot), meningitis, otitis media kronis dan
mastoiditis, sinusitis, infeksi jaringan lunak pada wajah ataupun scalp, status imunodefisiensi dan
infeksi pada pintas ventrikuloperitonial (VP-Shunt). Patogenesis abses otak tidak begitu dimengerti
pada 10-15% kasus.
Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika saat ini telah
mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit abses otak masih tetap tinggi, yaitu sekitar 10-
60% atau rata-rata 40%. Penyakit ini sudah jarang dijumpai terutama di negara-negara maju, namun
karena resiko kematiannya sangat tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi yang
mengancam kehidupan masyarakat (life threatening infection).
Menurut Britt, Richard et al., penderita abses otak lebih banyak dijumpai pada laki-laki
daripada perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya masih usia produktif yaitu sekitar 20-
50 tahun.1,6,7 Yang SY menyatakan bahwa kondisi pasien sewaktu masuk rumah sakit merupakan
faktor yang sangat mempengaruhi rate kematian. Jika kondisi pasien buruk, rate kematian akan
tinggi.2,3
Hasil penelitian Xiang Y Han (The University of Texas MD. Anderson Cancer Center
Houston Texas) terhadap 9 penderita abses otak yang diperolehnya selama 14 tahun (1989-2002),
menunjukkan bahwa jumlah penderita laki-laki > perempuan dengan perbandingan 7:2, berusia
sekitar 38-78 tahun dengan rate kematian 55%.
Demikian juga dengan hasil penelitian Hakim AA. Terhadap 20 pasien abses otak yang
terkumpul selama 2 tahun (1984-1986) dari RSUD Dr Soetomo Surabaya, menunjukkan hasil yang
tidak jauh berbeda, dimana jumlah penderita abses otak pada laki-laki > perempuan dengan
perbandingan 11:9, berusia sekitar 5 bulan-50 tahun dengan angka kematian 355 (dari 20 penderita, 7
meninggal).

C. Anatomi Otak
Anatomi otak adalah struktur yang kompleks dan rumit. Organ ini berfungsi sebagai pusat
kendali dengan menerima, menafsirkan, serta mengarahkan informasi sensorik di seluruh tubuh. Ada
tiga divisi utama otak, yaitu otak depan, otak tengah, dan otak belakang.


Gambar : Anatomi otak

(Sumber: www. biology.about.com)

Pembagian otak:
1. Prosencephalon - Otak depan
2. Mesencephalon - Otak tengah
Diencephalon = thalamus, hypothalamus
Telencephalon= korteks serebri, ganglia basalis, corpus striatum
3. Rhombencephalon - Otak belakang
Metencephalon= pons, cerebellum
Myelencephalon= medulla oblongata

a. Sawar Darah Otak (Blood Brain Barrier)
Sawar darah otak memisahkan dua kompartemen utama dari susunan saraf, yaitu otak dan
likuor serebrospinalis, dari kompartemen ketiga, yaitu darah. Tempat-tempat rintangan itu adalah
tapal batas antara darah dan kedua kompartemen susunan saraf tersebut di atas, yaitu pleksus
korioideus, pembuluh darah serebral dan ruang subarachnoid serta membrane araknoid yang menutupi
ruang subaraknoid.
Semua tempat sawar dibentuk oleh sel-sel yang bersambung satu dengan yang lain dengan
tight junction, yang membatasi difus interseluler. Sel-sel tersebut adalah endothelium pembuluh
darah, epithelium pleksus korioideus dan sel-sel membran araknoid serta perineurium.
Sawar darah otak dapat mengalami perubahan jika terjadi beberapa proses patologis, seperti
anoksia dan iskemia, lesi destruktif dan proliferatif, reaksi peradangan dan imunologik, dan juga jika
terdapat autoregulasi akibat sirkulasi serebral yang terganggu.





Tight junction dari endothelium pembuluh darah serebral biasanya mampu menghalangi
masuknya leukosit ataupun mikroorganisme patogen ke susunan saraf pusat. Tetapi pada proses
radang dan imunologik, tight junction dapat menjadi bocor. Leukosit polinuklearis terangsang oleh
substansi-substansi yang dihasilkan dari sel-sel yang sudah musnah sehingga ia dapat melintasi
pembuluh darah, tanpa menimbulkan kerusakan structural. Limfosit yang tergolong dalam T-sel
ternyata dapat juga menyebrangi endothelium tanpa menimbulkan kerusakan structural pada
pembuluh darah.

D. Etiologi dan Faktor Predisposisi
Berdasaran bakteri penyebab, maka etiologi dari abses otak dapat dibagi menjadi:
1. Organisme aerobik:
Gram positif : Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus
Gram negatif : E. coli, Hemophilus influenza, Proteus, Pseudomonas
2. Organisme anaerobik: B. fragilis, Bacteroides sp, Fusobacterium sp, Prevotella sp, Actinomyces sp,
dan Clostridium sp.
3. Fungi : Kandida, Aspergilus, Nokardia
4. Parasit : E. histolytica, Schistosomiasis, Amoeba

Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga tengah, sinusitis
(paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries).
Abses otak dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik
(empyema, abses paru, bronkiektase, pneumonia), endokarditis bakterial akut dan subakut dan pada
penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari
jaringan otak). Abses otak yang penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai dengan
peredaran darah yang didistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus parietalis, atau cerebellum
dan batang otak. Dapat juga timbul akibat trauma tembus pada kepala atau trauma pasca operasi.
Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti AIDS, penderita
penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh.
20-37% penyebab abses otak tidak diketahui. Penyebab abses yang jarang dijumpai, osteomyelitis
tengkorak, sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil, pustule kulit, luka tembus pada tengkorak kepala,
infeksi gigi luka tembak di kepala, septikemia. Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan lokasi
timbulnya abses di lobus otak.
Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograde thrombophlebitis melalui klep vena
diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya biasanya tunggal, terletak superficial
di otak, dekat dengan sumber infeksinya. Sinusitis frontal dapat juga menyebabkan abses di bagian
anterior atau inferior lobus frontalis. Sinusitis sphenoidalis dapat menyebakan abses pada lobus
frontalis atau temporalis.
Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada lobus temporalis. Sinusitis ethmoidalis
dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis. Infeksi pada telinga tengah dapat pula menyebar ke
lobus temporalis. Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan bawaan
seperti kerusakan tegmentum timpani atau kerusakan tulang temporal oleh kolesteatoma dapat
menyebar ke dalam serebelum.

Faktor predisposisi dapat menyangkut host, kuman infeksi atau faktor lingkungan :
1. Faktor tuan rumah (host)
Daya pertahanan susunan saraf pusat untuk menangkis infeksi mencakup kesehatan umum
yang sempurna, struktur sawar darah otak yang utuh dan efektif, aliran darah ke otak yang adekuat,
sistem imunologik humoral dan selular yang berfungsi sempurna.
2. Faktor kuman
Kuman tertentu cendeerung neurotropik seperti yang membangkitkan meningitis bacterial
akut, memiliki beberapa faktor virulensi yang tidak bersangkut paut dengan faktor pertahanan host.
Kuman yang memiliki virulensi yang rendah dapat menyebabkan infeksi di susunan saraf pusat jika
terdapat ganggguan pada sistem limfoid atau retikuloendotelial.
3. Faktor lingkungan
Faktor tersebut bersangkutan dengan transisi kuman. Yang dapat masuk ke dalam tubuh
melalui kontak antar individu, vektor, melaui air, atau udara



E. Patogenesis
Infeksi dapat mencapai otak dengan jalan yang berbeda-beda, seperti pada otitis media,
infeksi dapat meluas melalui cavum tympani atau melalui mastoid dan meningen, kemudian mencapai
jaringan otak. Infeksi meluas melalui vena-vena dalam, menyebabkan trombosis vena. Trombosis
menghambat sirkulasi serebral, sehingga terjadi iskemia dan infark yang mempercepat terjadinya
infeksi lokal. Setiap robekan pada duramater akibat trauma merupakan sumber yang potensial untuk
terjadinya infeksi pada otak.
Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada jaringan otak. Biasanya terdapat di bagian
substansia alba, karena bagian ini kurang mendapat suplai darah. Proses peradangan ini membentuk
eksudat, trombosis septik pada pembuluh-pembuluh darah, dan agregasi leukosit yang sudah mati
4
.
Di daerah yang mengalami peradangan tadi timbul edema, perlunakan, dan kongesti jaringan
otak disertai perdarahan kecil. Di sekeliling abses terdapat pembuluh-pembuluh darah dan infiltrasi
leukosit. Bagian tengah kemudian melunak dan membentuk ruang abses. Mula-mula dindingnya tidak
begitu kuat, kemudian terbentuk dinding yang kuat membentuk kapsul yang konsentris. Di sekeliling
abses terjadi infiltrasi leukosit polimorfnuklear, sel-sel plasma dan limfosit. Seluruh proses ini
memakan waktu lebih kurang dua minggu. Abses dapat membesar, kemudian pecah dan masuk ke
dalam ventrikulus atau ruang subaraknoid yang dapat mengakibatkan meningitis

F. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda klinis dari abses otak tergantung kepada banyak faktor, antara lain lokasi,
ukuran, stadium dan jumlah lesi, keganasan kuman, derajat edema otak, respons pasien terhadap
infeksi, dan juga umur pasien. Bagian otak yang terkena dipengaruhi oleh infeksi primernya.
Pada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat gejala-gejala infeksi seperti demam,
malaise, anoreksi dan gejala-gejala peninggian tekanan intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan
kejang. Dengan semakin besarnya abses otak gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri
dari gejala infeksi, peninggian tekanan intrakranial dan gejala neurologik fokal.

Manifestasi abses otak sebenarnya didasarkan dengan adanya:
1. Manifestasi peningkatan tekanan intrakranial, berupa sakit kepala, muntah, dan papiledema.
2. Manifestasi supurasi intrakranial berupa iritabel, drowsiness, atau stupor, dan tanda rangsang
meningeal.
3. Tanda infeksi berupa demam, menggigil, leukositosis.
4. Tanda local jaringan otak yang terkena berupa kejang, gangguan saraf kranial, afasia, ataksia,
paresis.
Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala neurologik seperti
hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai kesadaran yang menurun menunjukkan
prognosis yang kurang baik karena biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke dalam kavum ventrikel.
Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan mengecap didapatkan disfasi,
defek penglihatan kwadran alas kontralateral dan hemianopsi komplit. Gangguan motorik terutama
wajah dan anggota gerak atas dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif
asimptomatik, berlokasi terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal adalah gejala
sensorimotorik.
Abses serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan menyebabkan gangguan
koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan nistagmus. Abses batang otak jarang sekali terjadi,
biasanya berasal hematogen dan berakibat fatal.


G. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik, pemeriksaan laboratorium
disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Selain itu penting juga untuk melibatkan evaluasi neurologis
secara menyeluruh, mengingat keterlibatan infeksinya.
Perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit, onset, faktor resiko yang mungkin
ada, riwayat kelahiran, imunisasi, penyakit yang pernah diderita, sehingga dapat dipastikan
diagnosisnya.
Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi status mental, derajat
kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis, refleks patologis, dan juga tanda rangsang
meningeal untuk memastikan keterlibatan meningen. Pemeriksaan motorik sendiri melibatkan
penilaian dari integritas sistem musculoskeletal dan kemungkinan terdapatnya gerakan abnormal dari
anggota gerak, ataupun kelumpuhan yang sifatnya bilateral atau tunggal.
Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah perifer yaitu pemeriksaan
lekosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit dan laju endap darah. Pemeriksaan cairan
serebrospinal pada umumnya memperlihatkan gambaran yang normal. Bisa didapatkan kadar protein
yang sedikit meninggi dan sedikit pleositosis, glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang.
kecuali bila terjadi perforasi dalam ruangan ventrikel.
Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intrakranial, dapat pula
menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan pemeriksaan ini tidak dapat
diidentifikasi adanya abses. Pemeriksaan EEG terutama penting untuk mengetahui lokalisasi abses
dalam hemisfer. EEG memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta dengan
frekuensi 13 siklus/detik pada lokasi abses.
Pnemoensefalografi penting terutama untuk diagnostik abses serebelum. Dengan arteriografi
dapat diketahui lokasi abses di hemisfer. Saat ini, pemeriksaan angiografi mulai ditinggalkan setelah
digunakan pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti CT scan. Dan scanning otak menggunakan
radioisotop tehnetium dapat diketahui lokasi abses; daerah abses memperlihatkan bayangan yang
hipodens daripada daerah otak yang normal dan biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns. CT scan
selain mengetahui lokasi abses juga dapat membedakan suatu serebritis dengan abses.
Magnetic Resonance Imaging saat ini banyak digunakan, selain memberikan diagnosis yang
lebih cepat juga lebih akurat.


Gambaran CT-scan pada abses :
Early cerebritis (hari 1-3): fokal, daerah inflamasi dan edema.
Late cerebritis (hari 4-9): daerah inflamasi meluas dan terdapat nekrosis dari zona central
inflamasi.
Early capsule stage (hari 10-14): gliosis post infeksi, fibrosis, hipervaskularisasi pada batas
pinggir daerah yang terinfeksi. Pada stadium ini dapat terlihat gambaran ring enhancement.
Late capsule stage (hari >14): terdapat daerah sentral yang hipodens (sentral abses) yang
dikelilingi dengan kontras - ring enhancement (kapsul abses)



Pemeriksaan CT scan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan prosedur diagnostik,
dikarenakan sensitifitasnya dapat mencapai 90% untuk mendiagnosis abses serebri. Yang perlu
dipertimbangkan adalah walaupun gambaran CT tipikal untuk suatu abses, tetapi tidak menutup
kemungkinan untuk didiagnosis banding dengan tumor (glioblastoma), infark, metastasis, hematom
yang diserap dan granuloma. Walaupun sukar membedakan antara abses dan tumor (glioblastoma,
metastasis) dari CT scan, ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk membedakan keduanya
antara lain : umur penderita, ketebalan ring (cicin tipis hanya 3- 6 mm) dan biasanya uniform,
diameter ring, rasio lesi dan ring. Pada kasus, kapsul bagian medial lebih tipis dari kapsul
subkortikal. Hal ini menunjukkan sedikitnya vaskularisasi dari massa putih dan menjelaskan mengapa
abses biasanya berkembang di medial.
Abses serebri yang hematogen ditandai dengan adanya fokus infeksi (yang tersering dari
paru), lokasi pada daerah yang diperdarahi oleh arteri serebri media di daerah perbatasan massa putih
dan abu-abu dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Sedangkan gambaran glioblastoma pada CT scan
adalah adanya mixed density tumor, ring enhancement yang berlekuk-lekuk disertai perifokal edema
yang luas.

H. Penatalaksanaan

1. Terapi konservatif yaitu dengan antibiotik 4-8 minggu, bila pasien dalam kondisi
imunosupresi dapat diberikan antibiotik sampai 1 tahun.
2. Tindakan bedah ada 2 cara : eksisi atau drainase dengan cara steriotaktik untuk menghindari
kerusakan sekecil mungkin. Biasanya ukuran abses lebih dari 2,5 cm atau menimbulkan lesi
desak ruang.
3. Peran steroid untuk meredakan edema di sekitar abses diberikan selama 3-7 hari tapering
off dan nilai per individu.
4. Manitol dapat diberikan bila tekanan intra kranial meningkat, dengan dosis awal 0,5-1
gr/kgbb selama lebih dari 10 menit, kemudian diikuti dengan dosis 0,25-0,5 gr/kgbb tiap 6
jam.





















ILUSTRASI KASUS

Seorang pasien laki-laki, usia 35 tahun, masuk ke bangsal Neurologi RS Dr. M. Djamil
Padang pada tanggal 9Januari 2013, dengan :

ANAMNESIS : Alloanamnesis
Keluhan Utama :
Nyeri kepala sejak 1minggu sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang :
Nyeri kepala sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, nyeri kepala makin lama makin
hebat, muntah (+), tidak terus menerus, penglihatan ganda (+), menjalar ke bagian belakang
kepala
Nyeri kepala sudah dirasakan sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit, awalnya nyeri
kepala dirasakan pada bagian kiri, tidak terus menerus, muntah (-), aura(-), penglihatan ganda
(-), kira-kira 5 menit kemudian hilang, dan tiba-tiba muncul kembali tanpa ada faktor
pencetus tertentu
Nyeri dada sebelah kanan, nyeri bertambah bila batuk dan bila berbaring ke sebelah kanan
Kelemahan anggota gerak tidak ada
Demam (-), Kejang (-), perubahan status mental (-)
BAB dan BAK biasa
Pasien sudah dirawat di RS kerinci 1 minggu yang lalu, dengan nyeri kepala dan nyeri dada
sebelah kiri dan pernah dipasang WSD, selama dirawat pasien mendapat obat OAT (OAT
bulan ke lima) dan kemudian di rujuk ke RS Dr. M Djamil Padang.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak ada riwayat hipertensi, Diabetes Mellitus, penyakit jantung dan stroke.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang menderita hipertensi, Diabetes Mellitus, penyakit jantung dan
stroke.
Riwayat Pekerjaan dan Sosial Ekonomi :
Pasien adalah seorang pegawai dinas kesehatan
Pasien mempunyai kebiasaan merokok.
Kebiasaaan minum alkohol disangkal pasien

PEMERIKSAAN FISIK :
Status Generalis
Keadaan Umum : sedang
Kesadaran : Sadar, kooperatif
Keadaan Gizi : sedang
Tekana Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 84x /menit
Pernapasan : 18x /menit
Suhu : 37C

Status Internus
Kulit : Tidak ada kelainan
KGB : Tidak ada kelainan
Kepala : Tidak ada kelainan
Mata : Anemis (-), ikterik (-)
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Tidak ada kelainan
Mulut : Tidak ada kelainan
Leher : JVP = 5 - 2 cmH2O
Paru : I : tidak simetris kiri kanan
P : Fremitus melemah di kanan bawah
P : redup di kanan bawah
A : Suara napas vesikuler melemah, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung : I : Ictus tidak terlihat
P : Ictus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
P : Batas-batas jantung :
- atas : RIC II
- kanan : LSD
- kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
A : Irama jantung murni, teratur, M1 > M2, P2 < A2
Bising (-)
Abdomen : I : Perut tidak membuncit
P : Hepar dan lien tidak teraba
P : Timpani
A: Bising usus (+) N
Alat Kelamin : Tidak diperiksa
Tangan : Tidak ada kelainan
Tungkai dan kaki : Tidak ada kelainan

Status Neurologikus
GCS : E
4
M
6
V
5
= 15
Tanda rangsangan meningeal : kaku kuduk (-), Brudzinsky I (-), II (-), Kernig (-)
Tanda peningkatan intrakranial : muntah proyektil (+), sakit kepala progresif (+).
Nervi cranialis :
N. I : sukar dinilai
N. II : sukar dinilai
N. III, IV, VI : Pupil isokor kanan dan kiri, bulat, 3 mm, reflek cahaya (+/+), gerakan
bola mata bebas ke segala arah
N. VII : raut muka simetris, plica nasolabialis kanan = kiri
N. VIII : Fungsi pendengaran baik
N. IX, X : Arcus faring simetris, Uvula ditengah, nadi teratur, reflek muntah (+)
N. XI : Gerakan mengangkat bahu baik
N. XII : lidah tidak deviasi dan tidak atrofi
Motorik : laterisasi (-)
Sensorik : sensibilitas halus dan kasar baik
Otonom : BAB dan BAK terkontrol
Reflek fisiologis : +/+
Reflek patologis : -/-


HASIL LABORATORIUM :
Darah :
Hb : 16,2 gr%
Leukosit : 15.700/mm
LED : 81 mm/jam
Ht : 49 %
GDP : 79 mg%
DC : 0/2/2/75/16/5
Trombosit : 279.000/mm
3

Eritrosit : 5,34 juta/mm
3

Kolesterol total : 194 mg%
HDL : 49 mg%
LDL : 113 mg%
Trigliserida : 162 mg%
Ureum : 41 mg%
Kreatinin : 2,4 mg%
Asam urat : 6,1 mg%
K : 2,4 mEq/L
Na : 140 mEq/L
Urine :
Protein : (+)
Reduksi : (-)
Leukosit : +++
Eritrosit : (+)
Silinder : (-)
Kristal : (-)
Epitel : (-)
Bilirubin : (-)
Urobilin : (+)

Cl : 106 mg/dl

Konsul paru, jawaban :
Kesan efusi pleura kanan e.c ?
anjuran : rawat bersama dengan bagian paru

FODS : papil batas tidak tegas, warna pucat.
Aa:vv = 3 : 2
Kesan : papil edema

DIAGNOSIS :
Diagnosis Klinik : sefalgia + udem papil bilateral
Diagnosis Topik : intrakranial
Diagnosis Etiologi : SOL (space ocqupation lession)
Diagnosis sekunder : pleural efusi dextra

TERAPI :
Umum :
IVFD RL 12 jam/kolf
Diet MB TKTP
Khusus :
Metil prednisolon 2x4mg po
Kalltrofen 2x100 mg


PEMERIKSAAN ANJURAN :
1. Ro foto cranium
2. EEG
3. pungsi cairan pleura
dilakukan pleural pungsi pada 2 tempat
hasil : cairan (-)
kesan : penebalan pleura
anjuran : foto lateral decubitus dextra









DISKUSI
Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki berumur 41 tahun yang dirawat di bangsal
Neurologi RS Dr.M.Djamil Padang, dengan diagnosis klinis awal sefalgia dan udem papil bilateral.
Diagnosis klinis ditegakkan dari anamnesisi dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesisi
didapatkan bahwa pasien mengalami nyeri kepala yang makin lama semakin hebat namun tidak terus
menerus, muntah (+), penglihatan ganda (+). Setelah dilakukan funduskopi didapatkan hasil
















DAFTAR PUSTAKA

1. Tonam. 2004. Panduan Diagnosis dan Penatalaksanaan Ilmu Penyakit Syaraf. FKUI. Jakarta.
2. Mardjono M, Sidharta P. 1989. Neurologi Klinis Dasar, ed 5. PT. Dian Rakyat. Jakarta.
3. Silvia A Price. 1995. Patofisiologi, jilid 2. EGC. Jakarta.
4. Harsono. 1999. Buku Ajar Neurologi Klinis, ed 1. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
5. Harsono. 2000. Kapita Seekta Neurologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Você também pode gostar