Você está na página 1de 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaharui dimana dalam beberapa puluh tahun ke depan keberadaannya akan
habis. Padahal masyarakat Indonesia umumnya mengkonsumsi minyak tanah sebagai
sumber bahan bakar yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Minyak tanah
merupakan salah satu Bahan Bakar Minyak (BBM) yang disubsidi oleh pemerintah.
Setiap tahunnya Pemerintah menganggarkan dana sekitar Rp 50 trilyun untuk
mensubsidi BBM dimana minyak tanah mendapatkan subsidi lebih dari 50% dari
anggaran subsidi BBM. Dari tahun ke tahun anggaran ini semakin tinggi karena trend
harga minyak di dunia cenderung meningkat.
Menurut data dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
menyebutkan bahwa pada tahun 2006 produksi minyak tanah dalam negeri sebesar
8,545 juta kilo liter sedangkan kebutuhan minyak tanah dalam negeri mencapai
10,023 juta kilo liter sehingga saat ini masih dilakukan impor sebesar 2,111 juta kilo
liter termasuk untuk cadangan sebesar 633,881 ribu kilo liter. Dengan keterbatasan
produksi minyak tanah dalam negeri menyebabkan negara harus memenuhi
kekurangannya dengan cara melakukan impor. Hal ini tentunya membuat pemerintah
harus berpikir keras dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sehingga, pada tahun
2007 Pemerintah membuat kebijakan yaitu pengalihan subsidi minyak tanah ke
Liquefied Petroleum Gas (LPG). Pengalihan ini direncanakan akan tersebar merata
penggunaannya di seluruh Indonesia dari tahun 2007-2010. Tetapi menurut data
Pertamina, kebutuhan LPG dalam negeri mengalami peningkatan antara 3 juta metrik
ton hingga 3,9 juta metrik ton untuk tahun 2011 dan akan terus meningkat untuk
tahun-tahun berikutnya. Pertamina yang hanya dapat menyuplai 1 juta ton dan 1 juta
ton dari PetroChina perusahaan asing yang berbasis di Indonesia, harus melakukan
impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dengan harga minyak bumi di dunia
yang semakin meningkat, tentunya membuat Pemerintah harus benar-benar
menentukan langkah selanjutnya dalam menangani konsumsi BBM di Indonesia yaitu
dengan mengembangkan sumber-sumber energi alternatif yang tidak pernah habis
(renewable) dan juga ramah lingkungan.
Sektor pertanian dan perkebunan memiliki peranan yang penting dalam
pembangunan ekonomi nasional. Dalam keadaan perekonomian Indonesia saat ini,
akibat nilai tukar dolar yang meningkat dan tidak menentu, maka harga kebutuhan
impor maupun bahan baku industri semakin mahal. Untuk mengatasi hal tersebut kita
perlu mengadakan penelitian yang berdasarkan pada pemanfaatan sumber daya alam
secara lebih produktif serta memperhatikan aspek kelestarian lingkungan.
Menurut data yang dikeluarkan oleh departemen pertanian tahun 2010 di
Indonesia terdapat produksi kelapa sawit sebesar 21,58,120 ton/tahun kemudian pada
tahun 2011 meningkat sebesar 23,064,636 ton/tahun. Dengan produksi kelapa sawit
yang meningkat maka pabrik pengolahan kelapa sawit mempunyai potensi besar
selain menghasilkan crude palm oil (CPO) juga menghasilkan limbah padat yang
jumlahnya berlimpah. Limbah padat ini berupa tandan kosong, cangkang dan serabut.
Rata-rata limbah padat yang dihasilkan tiap tahunnya adalah 42,5 % ton/tahun dari
jumlah produksi kelapa sawit di Indonesia.
Tabel 1.1 Produksi Limbah Kelapa sawit
di Sumatera dan Kalimantan
Tahun
Jumlah Produksi
kelapa Sawit
Jumlah Limbah
Kelapa Sawit
2001 7324957 3113106,725
2002 8410785 3574583,625
2003 9101314 3868058,45
2004 9312757 3957921,725
2005 9989557 4245561,725



2006 14822812 6299695,1
2007 15137601 6433480,425
2008 15367534 6531201,95
2009 16744905 7116584,625
2010 18250625 7756515,625
2011 19283808 8195618,4
Limbah kelapa sawit yang digunakan sebagai pengganti gas alam adalah
limbah kelapa sawit berkualitas rendah yang sudah tidak digunakan dan harganya
relatif murah. Komponen yang dikandung limbah kelapa sawit memungkinkan
limbah kelapa sawit untuk dapat digunakan sebagai bahan baku industri metanol
menggantikan gas alam. Pemanfaatan limbah kelapa sawit ini diharapkan dapat
membantu meningkatkan nilai jual dari limbah kelapa sawit itu sendiri.
DME (dimethyl ether), merupakan sumber energi alternatif yang renewable
dan juga ramah lingkungan. Dikatakan demikian, karena bahan bakunya yang terbuat
dari biomassa yang keberadaannya di Indonesia sangat melimpah di seluruh negeri
dan ramah lingkungan karena menghasilkan produk samping gas O2 serta N2 yang
dapat langsung dibuang ke udara dan juga air yang masih bisa dipakai untuk
kebutuhan utilitas.
DME memiliki sifat tidak berbau, tidak berwarna, dan pada suhu ruangan gas
DME dapat dicairkan apabila dikompresi atau diberi tekanan. Mudahnya proses
pencairan DME ini membuatnya mudah juga dalam sistem pendistribusiannya hingga
mencapai ke pelosok-pelosok daerah dan mudah dalam penyimpanannya. DME juga
memiliki potensi bahan bakar alternatif untuk kendaraan bermesin diesel yaitu
bilangan cetane 55-60 lebih besar dibandingkan minyak diesel/solar yang hanya 40-
55. Hal ini menyebabkan mengurangi tingkat kebisingan suara mesin diesel menjadi
sehalus suara mesin kendaraan bermotor yang menggunakan gasoline. Sehingga
DME mampu menggantikan minyak diesel/solar maupun LPG.
DME adalah senyawa eter yang paling sederhana yang memiliki rumus kimia
(CH
3
-O-CH
3
), yaitu :


Gambar 1.1 Rumus Struktur Dimetil Eter


Pembuatan DME terdiri dari 2 jenis, yaitu sintesis langsung dan sintesis tak
langsung. Umpan natural gas diubah menjadi menjadi syn-gas (H
2
dan CO). Pada
sintesis langsung, gas sintesis diubah menjadi metanol yang kemudian disintesis
menjadi DME yang terjadi secara langsung dalam satu reaktor saja. Sedangkan
sintesis tak langsung terjadi intermediate produk yaitu sintesis gas diubah menjadi
metanol. Lalu metanol mentah yang dihasilkan, dialirkan ke reaktor sintesis DME
sehingga didapatkan crude DME.
Dimethyl ether adalah bahan bakar multi-source (dapat didapatkan dari
banyak sumber), diantaranya dari gas alam, fuel oil, batubara, dan biomassa.
Kebutuhan dimethyl ether di indonesia sebagian besar masih diperoleh dari impor
dari negara jepang, china, dan sebagian eropa.
Saat ini, dimethyl ether diproduksi dari gas alam melalui reaksi dehidrasi
metanol. Namun, gas alam merupakan sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaharui, sehingga akhir-akhir ini muncul alternatif bahan baku yang bersifat
diperbaharui salah satunya adalah biomassa. Pada pra rancangan pabrik ini biomassa
yang digunakan adalah tandan kosong kelapa sawit (TKKS).

1.2. Penetapan Kapasitas Produksi
Dalam pendirian pabrik dimethyl ether di Indonesia ada beberapa
pertimbangan-pertimbangan yang harus dilkaukan, yaitu :
a. Proyeksi kebutuhan pasar
b. Ketersediaan bahan baku
c. Kapasitas minimal
1.2.1. Proyeksi kebutuhan pasar
Sumber energi di Indonesia terus berkurang seadangkan kebutuhan akan
bahan bakar terus meningkat, meningkatnya kebutuhan akan bahan bakar tidak
diimbangi oleh produksi yang cukup ini dapat d lihat dari jumlah impor LPG maupun
solar yang dari tahun ketahun terus meningkat sebagaimana yang terlihat pada table
berikut :







Tabel 1.2.1.1. Produksi dan kebutuhan LPG dan Solar di Indonesia
Tahun
LPG Solar
Produksi (Ton) Kebutuhan (Ton) Produksi (Ton) Kebutuhan (Ton)
2009

2,185,950

3,014,621

13,278,720

20,019,117
2010

2,478,371

4,100,330

15,184,820

23,070,310
2011

2,285,439

4,277,213

15,221,780

25,796,287
2012

2,492,609

4,994,271

16,932,160

25,195,054
(sumber : departemen Perindustrian dan Perdagangan)

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pemenuhan kebutuhan bahan bakar di
Indonesia setiap tahunnya masih belum mencukupi sehingga tetap dilakukan impor
untuk memenuhi kekurangan produksi dalam negeri.
Pabrik Dimethyl Ether ini akan dididirikan pada tahun 2020 maka untuk
mengetahui data proyeksi Impor, Ekspor, produksi dan kebutuhan lokal Dimethyl
Ether pada tahun 2020 dapat dihitung dengan menggunakan metode Least Square
Time.
Metode Least Square Time:
Y = ax + b
Maka,
a =
2 2
) ( . (
) . (
x x n
y x xy n



b =
n
x a y .


Dimana : y = variable terikat x = variable bebas
a = slope of regration b = axis intersep
n = jumlah data
Dari teori perkiraan least square maka didapat kebutuhan DME sebagai berikut:
Tabel 1.2.1.2. Proyeksi produksi LPG pada tahun 2020
Tahun
Tahun ke-
(X) Produksi (Y)
2004 1

2,026,935
2005 2

1,827,814
2006 3

1,428,490
2007 4

1,409,430
2008 5

1,690,766
2009 6

2,185,950
2010 7

2,478,371
2011 8

2,285,439
2012 9
2,492,609

Maka didapatkan persamaan least square untuk produksi sebagai berikut :
Y=89292x + 1000000
Dalam bentuk grafik, yaitu :

Gambar 1.1 Perkembangan produksi LPG
Pada tahun ke-17 (2020) maka produksi LPG sebayak :
Y=89292x + 1000000
Y=89292(20) + 1000000
Y=2785840 Ton
Tabel 1.2.1.3. Proyeksi kebutuhan impor LPG pada tahun 2020
Tahun
Tahun ke-
(X) Impor (Y)
2004 1

32,994
2005 2

22,166
y = 89292x + 1E+06
R = 0.4731
p
r
o
d
u
k
s
i

(
T
o
n
)

Tahun ke-
2006 3

68,997
2007 4

137,760
2008 5

418,139
2009 6

917,171
2010 7

1,621,959
2011 8

1,991,774
2012 9

2,501,662

Maka didapatkan persamaan least square untuk impor sebagai berikut :
Y=277720x - 68593
Dalam bentuk grafik, yaitu :

Gambar 1.2 Perkembangan impor LPG
Pada tahun ke-17 (2020) maka impor LPG sebayak :
Y= 277720x 68593
y = 277720x - 68593
i
m
p
o
r

(
T
o
n
)

tahun ke-
Y= 277720(17) 68593
Y= 5485807 Ton



Tabel 1.2.1.4. Proyeksi kebutuhan LPG padadalam negeri tahun 2020
Tahun
Tahun ke-
(X) Kebutuhan (Y)
2004 1

1,078,149
2005 2

834,614
2006 3

1,207,789
2007 4

1,278,679
2008 5

2,008,405
2009 6

3,014,621
2010 7

4,100,330
2011 8

4,277,213
2012 9

4,994,271

Maka didapatkan persamaan least square untuk kebutuhan sebagai berikut :
Y= 477300x 11900
Dalam bentuk grafik, yaitu :

Gambar 1.3 Perkembangan kebutuhan LPG
Pada tahun ke-17 (2020) maka kebutuhan LPG sebayak :
Y= 477300x - 11900
Y= 477300(17) - 11900
Y= 8102200 Ton
Tabel 1.2.1.5. Proyeksi produksi solar pada tahun 2020
Tahun
Tahun ke-
(X) Produksi (Y)
2009 1

13,278,720
2010 2

15,184,820
2011 3

15,221,780
2012 4

16,932,160
Maka didapatkan persamaan least square untuk produksi sebagai berikut :
Y= 1000000x + 10000000
Dalam bentuk grafik, yaitu :
y = 477300x - 11900
K
e
b
u
t
u
h
a
n



(
T
o
n
)

tahun ke-

Gambar 1.4 Perkembangan produksi solar
Pada tahun ke-12 (2020) maka produksi solar sebayak :
Y= 1000000x + 10000000
Y= 1000000(12) + 10000000
Y= 22000000 Ton
Tabel 1.2.1.6. Proyeksi impor solar pada tahun 2020
Tahun
Tahun ke-
(X) impor (Y)
2009 1

6,918,152
2010 2

8,497,025
2011 3

10,895,268
2012 4

8,326,926
Maka didapatkan persamaan least square untuk impor sebagai berikut :
Y= 66245x + 7000000
Dalam bentuk grafik, yaitu :
y = 1E+06x + 1E+07
R = 0.9047
P
r
o
d
u
k
s
i

(
T
o
n
)

tahun ke-

Gambar 1.5 Perkembangan impor solar
Pada tahun ke-12 (2020) maka produksi solar sebayak :
Y= 66245x + 700000
Y= 66245(12) + 700000
Y= 7794940 Ton
Tabel 1.2.1.7. Proyeksi kebutuhan solar pada tahun 2020
Tahun
Tahun ke-
(X) kebutuhan (Y)
2009 1

20,019,117
2010 2

23,070,310
2011 3

25,796,287
2012 4

25,195,054
Maka didapatkan persamaan least square untuk kebutuhan sebagai berikut :
Y= 908667x + 20000000
Dalam bentuk grafik, yaitu :
y = 662456x + 7E+06
R = 0.2686

I
m
p
o
r

(
T
o
n
)

tahun ke-

Gambar 1.6 Perkembangan kebutuhan solar
Pada tahun ke-12 (2020) maka produksi solar sebayak :
Y= 908667x + 20000000
Y= 908667(12) + 20000000
Y= 30904000 Ton
Berdasarkan pada data kebutuhan, produksi serta impor bahna bakar LPG
maupun solar di Indonesia, maka pada tahun 2020 diperkirakan DME yang dapat
dikonsumsi sebagai pengganti bahan bakar diatas sebesar 13.280.474 Ton dan ini
merupakan peluang pasar yang sangat baik terutama untuk menutupi kebutuhan
impor bahan bakar yang akhirnya dapat menghemat devisa Negara.

1.2.2. Ketrsediaan bahan baku
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan DME Tandan Kosong Kelapa
Sawit (TKKS). TKKS dapat diperoleh dari PT. Raja Garuda Mas dan Wilmar
International Group di Medan, Sumatera Utara dan Propinsi Sumatera merupakan
produsen terbesar di Indonesia dengan kapasitas produksi 17 juta ton di tahun 2012.
Dengan setiap pengolahan 1 ton tandan buah segar kelapa sawit akan menghasilkan
y = 908667x + 2E+07

I
m
p
o
r

(
T
o
n
)

tahun ke-
sebanyak 22-23 % TKKS atau sebanyak 220 230 kg TKKS. Berikut ini adalah data
produksi kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2008 2012.

Tabel 1.4 Produksi Kelapa sawit di Indonesia 2008-2012 (ton)




1.2.3. Kapasitas minimal
Dari hasil seminar international DME association tahun 2006
diperolah informasi produksi paling besar yang telah dibuat untuk
memproduksi DME sebesar 800000 Ton/Tahun. Proses ini dilakukan dengan
motoda dehidrasi methanol dan memiliki kemurnian sampai 99%. Dengan
melihat peluang pasar yang besar akan DME di dalam negeri serta mudahnya
memperoleh bahan baku maka penetapan kapasitas pabrik yang akan didirikan
sebesar kebutuhan impor LPG dan solar tahun 2020 yaitu sebesar 13.280.474
Ton pertahun.
Dari beberapa hal tersebut di atas, maka dalam perancangan pabrik DME
menggunakan metoda indirect synthesis dengan pertimbangan :
1. produksi DME sebbesar 13.280.474 Ton pertahun mampu memenuhi
kebutuhan bahan bakar dalam negeri dan juga menghilangkan impor
bahan bakar dari luar negeri.
2. Dapat memacu perkembangan industri lain di dalam negeri yang
menggunakan DME sebagai bahan bakunya.
3. Dapat menghemat cadangan sumber daya mineral yang tak dapat
diperbaharui, sehingga harga bahan bakar lebih stabil.
4. bahan baku biomassa dapat dipenuhi dari dalam negeri ,dan dapat
diperbaharui yang otomatis lebih mensejahterakan para petani karena
sekam padi menjadi barang bernilai ekonomis.
1.3. Bahan Baku dan Produk
1.3.1 Spesifikasi bahan baku dan produk
1.3.1.1 Bahan baku
A. Limbah kelapa sawit
Analisa Proximet
(% berat)
Tandan Kosong
Kelapa Sawit
Serabut

Tempurung
(cangkang)
Moisture 58.60 31.84 12
Volatile 30.44 48.61 68.20
Fixed karbon 8.04 13.20 16.30
Ash 2.92 6.35 3.50

Analisa Elemental
(%)
Tandan Kosong
Kelapa Sawit
Serabut

Tempurung
(cangkang)
C 15.11 31.35 44.44
H 1.51 4.57 5.01
N 2.57 0.02 0.28
O 1.13 25.63 34.70



1.3.1.2 Bahan pembantu
A. Hidrogen
Sifat fisik :
Rumus Molekul : H
2

Berat molekul : 1.016
Densitas : (0 C, 101.325 kPa)0.08988 g/L Liquid dan
0.07 (0.0763 solid)
Titik Didih (760 mmHg) : -252,87
o
C
Titik Beku : -259,14
o
C
Tekanan kritis (pc) : 1,293MPa
Temperatur Kritis (tc) : 32,97 K
Kapasitas panas : (25 C) (H
2
) 28.836 J mol
1
K
1

Sifat kimia:
suhu dan tekanan standar, hidrogen tidak berwarna, tidak berbau, bukan
logam, hambar,.
gas diatomik yang sangat mudah terbakar dengan rumus molekul H2

B. Karbon dioksida
Sifat fisik :
Rumus Molekul : CO2
Berat molekul : 44.01
Densitas : 1562 kg/m
3
(solid at 1 atm and 78.5 C)
Titik Didih (760 mmHg) : -78.5
o
C
Titik Beku : -56.6
o
C
Tekanan kritis (pc) : 73.825 bar
Temperatur Kritis (tc) : 31.01 K
Kapasitas panas : (25 C) 37.135 J/K mol

C. Karbon monoksida
Sifat fisik :
Rumus Molekul : CO
Berat molekul : 28.01
Densitas : 1.25 g/L (at 1 atm and 0 C)
Titik Didih (760 mmHg) : -191.5
o
C
Titik Beku : -205
o
C
Tekanan kritis (pc) : 35 bar
Temperatur Kritis (tc) : -140.3
o
C
Kapasitas panas : (1.013 bar and 15.6 C): 0.029 kJ/(mol.K)

D. Katalis Cu/Al
2
O
3

Sifat fisik :
Rumus Molekul : Cu/Al
2
O
3

Berat molekul : 101.96
Bentuk fisik : padat
Titik Didih (760 mmHg) : 2980
o
C
Spesific grafity : 4
1.3.1.3 Produk
A. Dimethyl Eter
Rumus Molekul : CH3OCH3
Berat molekul : 46.08
Densitas gas : 0.1222 (lb/ft
3
)
Titik Didih (760 mmHg) : -23.7
o
C
Titik Beku : -138.5
o
C
Tekanan kritis (pc) : 73.825 bar
Temperatur Kritis (tc) : 126.9
o
C
Kapasitas panas : (25 C) 65.57 J K
1
mol
1


1.4. Lokasi dan Letak Pabrik
1.5. Lokasi Pabrik
Lokasi pabrik merupakan salah satu faktor penting dalam proses pendirian
sebuah industri. Pemilihan lokasi pabrik secara geografis dapat memberikan pengaruh
yang besar terhadap lancarnya kegiatan industri karena memilih lokasi pabrik yang
tepat dapat menaikan daya guna dan menghemat biaya produksinya. Beberapa faktor
yang dijadikan pertimbangan dalam menentukan lokasi pabrik antara lain adalah
ketersediaan bahan baku, daerah pemasaran, transportasi, utilitas, tenaga kerja, dan
lain-lain. Lokasi pabrik dimethyl ether direncanakan didirikan di Kawasan Industri
Medan merupakan sebuah kawasan industri yang terletak di Sumatera Utara, Medan.
Lokasi Kawasan Industri Medan sangat strategis:
Dihubungkan oleh jalan tol menuju pusat kota dan pelabuhan laut
Jarak menuju ke pelabuhan laut 15 km
Jarak menuju ke Balai kota 10 km
Jarak menuju ke pelabuhan udara 20 km
60 km menuju ke Berastagi
Jarak menuju ke Danau Toba 170 km

Gambar 1.3 Lokasi Pendirian Pabrik DME di Provinsi Sumatera Utara

Dipilihnya lokasi Kawasan Industri Medan dengan pertimbangan sebagai
berikut :
1. Penyediaan Bahan Baku
Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dapat diperoleh dari PT. Raja Garuda
Mas dan Wilmar International Group di Medan, Sumatera Utara dan Propinsi
Sumatera merupakan produsen terbesar di Indonesia dengan kapasitas produksi 17
juta ton di tahun 2012.

2. Pemasaran
Pabrik Dimethyl Ether terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri. Target pemasaran ialah pengolahan LPG maupun solar milik PERTAMINA.
Karena produksi migas di daerah kalimatan telah mengalami penurunan, sehingga
pabrik ini didirikan di kwasan kalimantan bertujuan untuk meningkatkan
perekonomian dan pemerataan pembangunan.
3. Transportasi
Sarana dan prasarana transportasi sangat diperlukan sebagai penunjang utama
penyediaan bahan baku maupun pemasaran produk. Dengan adanya fasilitas
transportasi berupa jalan raya, pelabuhan udara dan pelabuhan laut yang memadai,
maka pemilihan lokasi pabrik dimethyl ether di kawasan Industri Medan, sumatera
Utara.
4. Tenaga Kerja
Kawasan industri terletak di daerah Kalimantan yang sarat dengan pendidikan
formal maupun non formal dimana banyak dihasilkan tenaga kerja ahli maupun non
ahli, sehingga tenaga kerja mudah didapatkan. Berdirinya pabrik dimethyl ether di
kawasan Kalimantan juga bertujuan untuk pemerataan pembangunan sehingga
pembangunan tidak hanya berpusat di Pulau Jawa.
5. Utilitas
Kaltim Industrial Estate merupakan daerah industri yang sudah maju maka
penyediaan utilitas tidak mengalami kesulitan. Utilitas yang dibutuhkan adalah steam,
air, dan listrik. Pelabuhan dan sungai tersedia untuk memenuhi kebutuhan air
sedangkan listrik disuplai dari PT.PLN Kalimantan Timur.
6. Kemungkinan Perluasan Pabrik
Dengan didirikannya pabrik di Kaltim Industri Estate diharapkan dapat
diadakan perluasan ditahun mendatang mengingat lahan yang tersedia masih
memungkinkan.
1.6. Pemilihan Proses

Seiring dengan perkembangan jaman dan teknologi maka berbagai macam
teknologi terus dikembangkan untuk menghasilkan Dimethyl ether dengan upaya
peningkatan kualitas maupun secara ekonomis. Dimethyl ether diproduksi dalam
skala industri terutama berdasarkan konversi dari gas sintesa atau syngas. Syngas
diperoleh dari proses gasifikasi biomassa. Gasifikasi adalah suatu proses mengubah
bahan padatan yang mengandung karbon menjadi gas yang mudah terbakar atau
syngas ( CO, H2, CH4) dan gas-gas lain yang terjadi didalam gasifier.
Teknologi gasifikasi yang terus berkembang mengarahkan klasifikasi
teknologi yang sesuai dengan sifat fisik maupun sistem yang berlangsung dalam
menciptakan proses gasifikasi. Beberapa kategori alat gasifikasi berdasarkan mode
fluidisasi dibagi menjadi tiga antara lain :
1. Fixed atau Moving Bed Gasifier
2. Fluidized Bed Gasification
3. Entrained Flow Reaktor
Tabel 1.6 Tipe-Tipe Gasifier
Parameter Fixed/Moving
Bed
Fluidized
Bed
Entrained
Bed
Ukuran feed
(mm)
< 51 < 6 < 0.15
Kekasaran
Partikel
Sangat baik baik Buruk
Jenis feed Bahan
berkualitas
rendah
Bahan
berkuaitas
rendah
Semua jenis
batubara dan
tidak cook untuk
biomassa
Temperatur (
o
C) 1090 800-100 >1990
Temperatur gas
(
o
C)
450-600 800-1000 >1260
Kebutuhan
oksidan
Rendah

Menengah Tinggi
Dengan membandingkan beberapa tipe gasifier diatas maka digunakan
gasifier fixed atau moving bed dengan pertimbangan :
1. Temperatur gas lebih rendah
2. Temperatur operasi lebih rendah dibandingkan dengan tipe gasifier lain
3. Kekasaran ukuran feed sangat baik jadi cocok untuk limbah kelapa sawit
4. Kebutuhan oksidan lebih rendah
Setelah proses gasifikasi kemudian syngas akan dikonversi pada reaktor
sintesa metanol. Proses sintesa metanol dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Proses Tekanan Rendah
2. Proses Tekanan Tinggi

Proses-proses sintesa metanol dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Proses Tekanan Rendah
Pada proses ini tekanan yang digunakan adalah 50-150 bar dan suhu 200-500
o
C. Jenis katalis yang digunakan adalah dasar tembaga (copper based
catalyst).penggunaan katalis ini membutuhkan kondisi syn-gas yang murni dari
sulfur klorin (H
2
S < 0.1 ppm). Keunggulan dari proses ini biaya investasi yang lebih
rendah, biaya produksi lebih rendah, selktifitas yang tinggi, kemampuan operasi
yang lebih baik dan lebih fleksibel dalam penentuan ukuran pabrik.
b. Proses Tekanan Tinggi
Pada proses ini pembuatan methanol dioperasikan pada tekanan 300 bar,
menggunakan katalis krom osida-seng untuk perubahan katalitik dari CO, CO
2
dan
H
2
menjadi methanol pada suhu 320-400
o
C dan beroperasi pada tekanan 120-00 bar.
Katalis ini tahan terhadap sulfur dan klorin yang terdapat dalam syn-gas. Kekurangan
proses ini adalah mahalnya komponen yang diperlukan untuk tekanan tinggi, biaya
energi yang lebih tinggi , serta biaya peralatan yang relatif cukup tinggi.


Berdasarkan perbandingan dua proses diatas maka dipilihlah proses tekanan
rendah dengan pertimbangan sebagai berikut :
Biaya investasi yang lebih rendah
Biaya produksi yang lebih murah
Kemampuan operasi yang lebih baik
Lebih fleksibel dalam penentuan ukuran pabrik

Proses-proses tekanan rendah yang digunakan dalam produksi metanol antara
lain adalah sebagai berikut :
1. Proses Tekanan Rendah Lurgi
Proses ini patennya dimiliki oleh Lurgi Oel Gas Chemie Gmbh. Tipe
reaktor yang digunakan pada proses ini adalah reaktor shell and tube, tube
diisi dengan katalis dan panas reaksi diserap oleh air yang berikulasi secara
alami pada bagian shell. Pada proses ini gas alam dilewatkan daam proses
desulfurisasi untuk menghilangkan kontaminan sulfur. Proses ini berlangsung
pada suhu 350-380
o
C dalam reaktor desulfurisasi. Kemudian gas
dikompresidan dialirkan ke dalam unit reformer, dalam hal ini LURGI
reformer dan autothermal reformer. Dalam unit reformer gas dicampur dengan
uap panas dan diubah menjadi gas H
2
, CO
2
, dan CO dengan tiga macam
langkah pembentukan. Gas hasil kemudian didinginkan dengan serangkaian
alat penukar panas. Panas yang dimiliki oleh gas hasil digunakan untuk
membuat uap panas. Pemanas awal gas alam, pemanas air umpan masuk
boiler dan alat reboiler di kolom distilasi. Gas hasil tersebut kembali
dikompresi hingga 80-90 bar tergantung pada optimasi proses yang ingin
dicapai. Setelah dikompresi gas hasil kemudian dikirim ke dalam reaktor
pembentukan metanol. Reaktor yang digunakan adalah LURGI tubular reaktor
(proses isotermal) yang mengubah gas hasil menjadi crude methanol. Crude
methanol hasil kemudian dikirim ke dalam unit kolom distilasi untuk
menghasilkan kemurnian metanol yang dihasilkan.

2. The ICI Low Pressure Methanol (LPM) Process
Proses ini merupakan proses yang paling umum digunakan dalam proses
pembuatan metanol. Paten dari proses ini dimiliki oleh Imperial Chemical
Industri (ICI) dan sekarang lisensinya dipegang oleh anak perusahaannya
yaitu Synetik.
Pada proses ini umpan gas alam dipanaskan dan dikompresi lalu kemudian
didesulfurisasi sebelum dimasukan ke dalam saturator. Setelah didesulfurisasi,
didalam saturator gas dikontakkan dengan uap panas. Pada proses ini sekitar
90% kebutuhan steam untuk proses dapat dicapai. Selanjutnya gas alam
kemudian dipanaskan ulang, campuran gas alam dengan uap panas ini
kemudian dikirim ke dalam methanol synthesys reformer (MSR). Didalam
MSR ini gas alam dirubah menjadi H
2
, CO
2
, CO. Gas hasil ini kemudian
didinginkan dengan serangkaian alat penukar panas. Panas yang dihasilkan
digunakan untuk memanaskan air umpan masuk boiler, menghasilkan uap
panas untuk kebutuhan yang lain. Gas hasil ini dikirim ke dalam methanol
converter (ICI tube cooled reactor). Reaksi yang berlangsung dengan bantuan
katalis dalam reaktor ini menghasilkan crude methanol dan bahan lain, hasil
dari reaktor kemudian dipisahkan dengan separator, gas yang masih belum
terkonversi dipakai sebagai bahan bakar MSR. Crude methanol yang sudah
dipisahkan dari bahan lain kemudian dikirim ke unit distilasi fraksionasi untuk
menghasilkan methanol yang lebih murni.

3. The ICI Leading Concept Methanol (LCM) Process
Proses ini merupakan perbaikan dari proses ICI LPM, terutama dalam
hal unit reformer. Prosesnya adalah umpan gas alam pertama-tama
didesulfurisasi sebelum memasuki saturator. Dalam saturator gas alam
dikontakkan dengan uap panas yang dipanaskan oleh gas hasil yang keluar
dari advanced gas heated reformer (AGHR). Pengaturan saturator ini
memungkinkan untuk mendapatkan sebagian uap panas yang dibutuhkan
untuk proses dan mengurangi sistem uap panas dari boiler. Tetapi berbagai
macam modifikasi proses dapat dilakukan tergantung dari pemilihan sistem
reformer dan converter.
Campuran gas alam dan uap panas ini kemudian dipanaskan sebelum
memasuki AGHR, dalam AGHR gas campuran memasuki tabung-tabung
yang berisi katalis yang dipanaskan oleh gas hasil dari reformer kedua. Sekitar
25% gas alam terkonversi dalam AGHR menjadi CO
2
. Setelah keluar dari
AGHR gas alam memasuki reformer kedua kemudian ditambahkan semburan
oksigen yang merubah gas alam dengan bantuan katalis menjadi gas hasil
yaitu H
2
, CO
2
, dan CO. Gas ini memiliki suhu berkisar 1000
o
C dan
mengandung CH
4
yang relatif sedikit. Aliran gas hasil lalu dilewatkan melalui
shell side dari AGHR dan serangkaian alat penukar panas untuk
memaksimalkan penggunaan panas kemudian gas dikompresi hingga 80 bar.
Gas yang telah dikompresi kemudian dikirim ke methanol converter untuk
dikonversi menjadi metanol dan air. Metanol kemudian dikirim ke unit
distilasi fraksionasi untuk memurnikannya.

4. Proses Tekanan Rendah Kellog
M.W. Kellog Co. Memperkenalkan reaksi sintesis yang sangat
berbeda, tetapi pada dasarnya menggunakan reaktor tipe adiabatik. Reaktor
berbentuk bulat dan didalamnya berisi unggu katalis tunggal. Sintesis gas
mengalir melalui bebrapa bed reaktor yang tersusun aksial berseri. Panas yang
dihasilkan dikontrol dengan pendingin intermediat. Proses ini menggunakan
katalis tembaga dan beroperasi pada rentang suhu 200-280
0
C serta tekanan 100-
150 atm. Suhu didalam unggun katalis dikendalikan melalui penggunaan sebuah
reaktor berpendingin dengan menyerap panas reaksi dalam intermediate stage
boiler.

1.5.1 Perbandingan Teknologi
Dari berbagai penjelasan yang telah dipaparkan diatas dapat dilihat beberapa
hal pada masing-masing teknologi. Berdasarkan ke-4 teknologi yang digunakan untuk
proses Syntesis Methanol, maka dalam pemilihan teknologi syntesis methanol,
parameter yang digunakan adalah :
Keaktifan katalis
Jenis reaktor
Tekanan operasi yang digunakan

a. Keaktifan katalis
Keaktifan dan elektifitas katalis memgang peranan penting dalam
efisiensi proses, sehingga proses tidak berlangsung pada tekanan tinggi atu
sedang. Katalis yang digunkan pada tekanan rendah adalah katalis CuO-
ZnO/Al
2
O
3
yang memiliki keaktifan dan selektivitas yang lebih tinggi
diandingkan dengan katalis pada tekanan tinggi ZnO-CuO/Cr
2
O
3
. Selektifitas
yang tinggi akan menghasilkan metanol dengan kemurnian tinggi dan produk
samping yang terjadi dapat dikurangi. Kelebihan katalis CuO-ZnO yaitu,
mempunyai struktur yang angat baik yaitu susunan elektron yang menunjang
keaktifan katalis dan selektifitas yang tinggi pada metanol.

b. Jenis reaktor
Pemilihan jenis reaktor akan mempengaruhi biaya investasi untuk
desain reaktor tersebut. Pertimbangan jenis reaktor yang dilakukan adlah
mengenai desain reaktor yang sederhana sehingga tidak membutuhkan kontrol
suhu yang rumit dan jenis pendingin yang digunakan akan menentukan sistem
pengontrolan suhu dalam sistem ketika terjadi kenaikan suhu yang besar.
Pada reaktor berpendingin ICI, umpan yang masuk langsung bertemu
dengan unggun katalis, sehingga menyebabkan kerusakan pada katalis dan
menyebabkan reaksi terhenti.
Pada reaktor shell and tube Lurgi, pendingin menggunakan boiling
water yang mengalir di dalam shell dapat menyerap panas yang dihasilkan
reaksi di dalam tube yang berisi katalis sehingga reaktor dapat
memperahankan suhunya.
Pada teknologi Kellog digunakan pendingin intermediate coolers yang
akan memperbesar investasi desain reaktor.

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa proses
yang dipilih adalah proses tekanan rendah Lurgi dengan faktor pertimbangan sebagai
berikut :
1. Teknologi Lurgi tidak membutuhkan desain reaktor yang rumit, dimana
kontrol suhu dapat dilakukan dengan mengalirkan boiling water pada shell.
2. Stam yang dihasilkan dapat digunakan untuk pemanasan umpan reaktor dan
sebagai reboiler dalam proses distilasi metanol.
3. Menghasilkan persen perolehan atau yield yang cukup tinggi (> 85%).
4. Konversi yang besar, mencapai lebih dari 90%

1.6 Deskripsi Proses
Teknologi yang digunakan pada proses pembuatan Dimethyl Ether ini yakni
dengan menggunakan indirect syntesis. Proses umum dalam proses pembuataan
Dimethyl Ether, yaitu :
1. Persiapan Awal Bahan Baku
2. Proses Gasifikasi
3. Proses Autothermal Reforming (ATR)
4. Proses Pemurnian Gas
5. Proses Sintesa Methanol
6. Proses Dehidrasi Methanol
7. Proses Pemrosesan Produk


1.6.1 Persiapan Awal Bahan Baku
Sebelum memasuki proses gasifikasi, biomassa harus melalui proses
perlakuan awal (pre treatment) seperti pengeringan dan pencacahan. Semakin kering
umpan biomassa, efisiensi gasifikasi akan meningkat tetapi kandungan hidrogen
dalam produk gas sintesis akan berkurang. Hal tersebut menyebabkan produk gas
sintesis menjadi kurang bagus untuk digunakan dalam sintesis Fischer Tropsch serta
meningkatkan biaya produksi akibat proses pengeringan biomassa. kadar air optimum
untuk aplikasi gasifikasi biomassa yang akan dilanjutkan dengan siklus kombinasi
berkisar antara 10-15%. Pengeringan dapat dilakukan menggunakan gas buang
ataupun kukus.

1.6.2 Proses Gasifikasi
Gasifikasi adalah proses pengubahan materi yang mengandung karbon seperti
batubara, minyak bumi, maupun biomassa ke dalam bentuk karbon monoksida (CO)
dan hidrogen (H
2
), dengan mereaksikan bahan baku yang digunakan pada temperatur
tinggi dengan jumlah oksigen yang diatur menjadi syngas (CO, H
2
, CH
4
) melalui
proses pembakaran.
C + CO
2
2 CO +172,58 kj/mol (Boudouard reaction)
CO
2
+ H
2
CO + H
2
O +41 kj/mol (Reverse water shift)
C + H
2
O CO + H
2
O +131,4 kj/mol (Steam gasification)
C + 2H
2
CH
4
-74,9 kj/mol (Hydrogenation)


1.6.3 Proses Pemisahan Tar
Proses pemisahan tar yang paling umum dilakukan saat ini adalah melalui
pendinginan produk gas sehingga tar dapat terkondensasi pada permukaan tetesan
aerosol dan kemudian tetesan tersebut dipisahkan menggunakan teknologi yang mirip
dengan pemisahan partikulat. Teknologi tersebut antara lain wet scrubber,
electrostatic precipitator, atau siklon. Partikulat dihilangkan secara terpisah dengan
tar.
Wet scrubber akan mengumpulkan tar dengan cara melewatkan material
tersebut ke dalam tetesan air. Tar dan cairan mengalir ke dalam demister atau
decanter untuk kemudian dipisahkan. Penggunaan air di dalam scrubber ini
menyebabkan aliran gas harus berada pada temperatur 35-60
o
C. Berbagai penelitian
telah dilakukan untuk mencari pengganti air seperti berbagai jenis minyak, namun
penelitian-penelitian tersebut masih dalam tahap eksperimen.

1.6.4 Proses Autothermal Reforming (ATR)
Syngas yang dihasilkan dari proses gasifikasi biomassa memiliki kandungan
utama H2, CO, CO2, dan CH4. Untuk mendapatkan konversi gas H2 yang lebih
tinggi maka dilakukan proses reformasi metana (mengkonversikan CH4
menggunakan steam menjadi CO dan H2), dan menurunkan gas CO dengan reaksi
pergeseran (menyesuaikan rasio H/CO dengan mengkonversikan CO menggunakan
steam menjadi H2 dan CO2), dan penghilangan CO yang dapat mengurangi
komposisi gas-gas inert yang akan masuk ke dalam proses. Reaksi reformasi metana
dijalankan di dalam autothermal reformer (ATR), sedangkan penghilangan CO
dilakukan menggunakan proses amine treating.

1.6.5 Pemurnian Gas
Syngas yang dihasilkan dari proses gasifikasi mengandung berbagai
kontaminan seperti partikulat, tar yang mudah terkondensasi, senyawa alkali, H2S,
HCl, NH, dan HCN. Kontaminan-kontaminan tersebut dapat menurunkan proses
sintesis FT akibat peracunan katalis. Sulfur merupakan racun katalis CO dan Fe (juga
merupakan racun bagi katalis reaksi pergeseran dan reformasi), karena dapat
menutupi area aktif katalis. Toleransi terhadap kontaminan tersebut sangat rendah,
sehingga diperlukan proses pembersihan yang lebih mendalam dengan menggunakan
pelarut organik monoetil amin (MEA).

1.6.6 Proses Sintesa Metanol
Gas yang sudah dimurnikan kemudian dialirkan ke dalam reaktor konversi
metanol untuk mengkonversi gas menjadi metanol. Kenaikan tekanan operasi akan
menyebabkan bertambahnya gas terlarut dalam cairan. Untuk itu, dilakukan
penurunan tekanan agar gas-gas terlarut menguap dan volatile impurities serta gas
inert dipisahkan dari metanol mentah. Kemudian dilakukan proses distilasi dimana
produk bawah merupakan liquid metanol sedangkan produk atasnya berupa uap yang
masih mengandung metanol. Uap tersebut akan dikondensasi untuk direcycle. Liquid
metanol yang dihasilkan masih memiliki temperatur yang tinggi maka diperlukan
proses pendinginan untuk mendapatkan metanol yang diinginkan.

1.6.7 Proses Dehidrasi Metanol
Reaksi yang terjadi adalah :
2CH
3
OH
(g)
---------> (CH
3
)
2
O
(g)
+ H
2
O
(l)


Dengan kondisi operasi :
Suhu : 250C 370C
Tekanan : 12 atm
Katalis : Al
2
O
3
.SiO
2

Fase : Gas

Bahan baku yang digunakan adalah metanol cair hasil produk dari sintesa
metanol yang diuapkan dengan vaporizer, kemudian diumpankan kedalam heat
exchanger, setelah itu dimasukkan kedalam reaktor yang berisi katalis Al
2
O
3
.SiO
2
.
Reaksi berlangsung dalam fase gas, menggunakan reactor fixedbed adiabatis karena
panas reaksinya tidak terlalu besar, hanya 11,770 kJ/kmol pada 260
0
C. Dari reaktor,
dimetil eter, metanol dan air didistilasi dengan menara distilasi. Hasil atas distilasi
pertama merupakan produk yang diharapkan langsung disimpan ke alat penyimpan,
sedang hasil bawahnya adalah metanol dan air didistilasi kembali dalam menara
distilasi kedua. Hasil atas distilasi kedua adalah metanol yang kemudian di recycle
ke vaporizer dan hasil bawah adalah air buangan. Proses dehidrasi metanol,
merupakan proses yang dipakai secara luas sebab sederhana dan kemurnian
produknya tinggi. ( mg engineering.lurgi,2002 )

Você também pode gostar