Você está na página 1de 7

Stabilitas Reksadana, Deposito dan Pembiayaan Jangka Panjang

1


Dr. Agus Sugiarto
2


Isu mengenai rencana pengenaan pajak terhadap reksadana yang dilontakan oleh
pejabat Direktorat Pajak beberapa waktu yang lalu sangat menarik untuk diikuti
perkembangannya mengingat industri reksadana yang ada di Indonesia pada saat ini telah
mengalami pertumbuhan yang sangat siknifikan dalam kurun waktu dua tahun terakhir.
Komentar dan pendapat yang ditulis oleh beberapa pengamat pasar maupun para pelaku
sendiri seperti manajer investasi dan bank-bank penjual reksadana perlu diikuti secara
seksama dan berhati-hati mengingat rencana penerapan pajak terhadap reksadana tersebut
akan memiliki potensi implikasi yang sangat besar terhadap perkembangan reksadana di
masa yang akan datang. Komentar dan silang pendapat diantara para analis dan pelaku sendiri
banyak yang masih perlu ditelaah kembali mengenai setuju tidaknya reksadana tersebut akan
dikenai pajak. Untuk itu dirasakan perlu bagi kita semua untuk melihat kembali karakteristik
reksadana dan kaitannya dengan lembaga keuangan dan perbankan serta peran reksadana
dalam pembiayaan jangka panjang.
Tabel 1. Pertumbuhan Reksadana dan Deposito










1
Artikel ini telah dimuat di harian Kompas, 14 Agustus 2003.
2
Peneliti Bank Senior, Bank Indonesia.

TAHUN /
BULAN 2002 2003 2002 2003
JAN 448.20 449.75 8.53 50.99
FEB 447.40 454.54 11.54 54.65
MAR 446.80 454.10 13.89 58.38
APR 441.90 453.11 14.80 61.25
MEI 448.20 446.43 17.37 63.36
JUN 443.40 443.18 17.89 68.35
JUL 448.90 24.59
AGT 457.60 29.93
SEP 452.90 35.69
OKT 451.10 40.98
NOP 441.00 44.34
DES 446.20 46.61
DEPOSITO REKSADANA
PERTUMBUHAN REKSADANA DAN DEPOSITO
TAHUN 2002 DAN 2003 (S/D JUNI)

2

Reksadana dan deposito
Reksadana tumbuh sangat pesat dalam kurun waktu dua tahun terakhir ini dan telah
menjelma menjadi salah satu raksasa kecil di sektor keuangan. Faktor pembebasan pajak atas
investasi pada reksadana tidak bisa dipungkiri lagi menjadi salah satu faktor utama pemicu
melesatnya pertumbuhan reksadana. Dengan adanya pembebasan pajak selama lima tahun
untuk suatu portofolio reksadana maka investor memiliki preferences yang lebih menarik
untuk menanamkan uangnya pada reksadana. Berbeda dengan deposito yang dihimpun oleh
bank-bank, secara fundamental pemilik deposito akan terkena pajak final atas bunga yang
diperolehnya sebesar 20%. Dengan adanya faktor pajak tersebut, deposito yang dihimpun
oleh industri perbankan tidak mengalami pertumbuhan sepesat dan secepat reksadana. Hal ini
tercermin dari Tabel 1, dimana terlihat bahwa pertumbuhan deposito cenderung stabil dan
tidak mengalami perubahan yang berarti dari Januari 2002 sampai dengan Juni 2003 dan
malah sedikit menurun dalam lima bulan terakhir di tahun 2003. Kondisi tersebut sangat
berbeda dengan reksadana yang tumbuh sangat pesat dari Januari 2002 sampai dengan Juni
2003 yang kecepatan pertumbuhannya mencapai 701%. Dari data tersebut sangatlah jelas
bahwa peran dispensasi pajak sangat kuat sekali dalam mendorong pertumbuhan reksadana
selain dipengaruhi oleh faktor lain seperti misalnya rate of return maupun komposisi
portofolio reksadana itu sendiri. Reksadana yang berbasis obligasi rekap dianggap lebih
menarik oleh investor karena faktor keamanan (zero-risky-assets) maupun rate of return yang
lebih tinggi. Saat ini jumlah obligasi rekap yang menjadi underlying transaction reksadana
mencapai Rp50,6 triliun dari total Rp68,35 triliun reksadana yang ada sampai dengan Juni
2003.
Apabila dispensasi pajak juga diberikan kepada simpanan dalam bentuk deposito,
maka bukanlah sesuatu yang tidak mungkin kalau deposito akan mampu berkembang dan
tumbuh secepat reksadana. Pengenaan pajak atas bunga deposito sebesar 20% bersifat final
tentu saja dirasakan kurang menguntungkan bagi para pemilik dana dan tentunya investor
akan mencari jenis penanaman dana yang memberikan tingkat keuntungan yang lebih baik.
Walaupun secara fundamental reksadana tidak dijamin oleh pemerintah karena tidak
termasuk dalam program blanket guarantee, namun tetap saja lebih menarik dari deposito
karena secara struktural memang mampu menghasilkan keuntungan yang lebih baik ditambah
dengan faktor pembebasan pajak. Lihat saja saat ini deposito satu tahun hanya memberkan

3
bunga pada kisaran 8%-11,5% belum dipotong pajak pendapatanbunga deposito sebesar 20%,
sebaliknya reksadana memberikan rate of return lebih tinggi misalnya saja Trimegah Dana
Tetap yang mberikan tingkat keuntungan 17% ataupun BNI Dana Berbunga Dua sebesar
17,45% dan keuntungan tersebut sudah bersih dari faktor pajak. Investor akan semakin
tertarik untuk memilih reksadana apabila tingkat inflasi memperlihatkan tren penurunan
karena dengan tingkat inflasi yang rendah investasi pada instrumen keuangan yang berbunga
tetap seperti deposito menjadi semakin tidak menarik. Pada akhirnya arbritage theory yang
akan berbicara disini, artinya kalau seorang pemilik dana ingin mencari yang rate of return
yang lebih tinggi tentu dia akan memilih reksadana sebagai instrumen investasinya
dibandingkan pada deposito. Oleh karena itu perbedaan perlakuan pajak tersebut secara tidak
langsung sangat mempengaruhi pertumbuhan reksadana dan deposito.
Selain itu, investasi pada deposito maupun reksadana memiliki karakter yang sangat
berbeda. Perbedaan tersebut terletak pada jangka waktunya karena reksadana merupakan
instrumen investasi jangka panjang sedangkan deposito atau produk bank lain seperti giro dan
tabungan merupakan instrumen jangka pendek. Mengingat perbedaan jangka waktu tersebut,
rate of return dari reksadana dan deposito serta tabungan dan giro juga berbeda. Pada Tabel
2, terlihat bahwa reksadana pada dasarnya memiliki rate of return yang lebih tinggi
dibandingkan instrumen investasi jangka pendek yang dikeluarkan oleh bank seperti deposito
dan tabungan. Tingkat keuntungan yang lebih tinggi tersebut sangat wajar mengingat
reksadana adalah instrumen investasi jangka panjang dan memerlukan rate of return yang
lebih besar untuk mengcover volatility ririko-risiko yang akan muncul di kemudian hari. Oleh
karena itu, risk premium (premi risiko) yang diperlukan untuk mengcover risiko jangka
panjang yang sulit diprediksikan tersebut haruslah tercermin pada rate of return yang lebih
tinggi. Apabila rate of return untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang adalah
sama, maka investor tidak tertarik untuk menanamkan dananya pada instrumen investasi
jangka panjang karena ketidak pastian risiko yang dihadapi pada jangka panjang sulit untuk
diukur. Secara teoritis, semua investor yang melakukan penanaman dana dalam bentuk
instrumen apapun selalu berpegang pada prinsip risk-averse yang berarti investor akan
memilih jenis investasi yang memberikan rate of return yang sebesar mungkin dengan
tingkat risiko yang serendah mungkin.



4
Tabel 2. Perbandingan rate of return beberapa instrumen keuangan.










Isu pajak reksadana
Rencana pemerintah untuk mengenakan pajak atas reksadana haruslah ditanggapi
dengan kepala dingin oleh kita semua. Pertama-tama, masalah pajak adalah sepenuhnya
kewenangan pemerintah yang harus dihormati oleh semua pihak. Pengenaan pajak untuk
reksadana merupakan tindakan yang sah-sah saja menurut hukum karena hal tersebut adalah
bagian dari kewenangan pemerintah. Masalahnya adalah reksadana sudah diberikan
dispensasi pajak sehingga pemerintah tentunya memiliki pertimbangan-pertimbangan
tersendiri. Apabila tujuan tersebut dalam rangka menggerakkan pertumbuhan reksadana di
Indonesia, maka upaya tersebut sangat tepat mengingat reksadana merupakan instrumen
investasi jangka panjang yang masih baru sehingga diperlukan insentif tertentu untuk
menarik investor. Dengan insentif pajak tersebut menjadikan reksadana memiliki rate of
return yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan instrumen investasi yang dikeluarkan
perbanakn. Di sisi lain, rate of return yang lebih tinggi pada reksadana diperlukan untuk
mengcover risiko jangka panjang yang akan dihadapi oleh investor. Investasi jangka panjang
sangat rentan terhadap risiko-risiko yang datangnya tidak bisa diprediksikan sebelumnya
seperti risiko suku bunga, risiko nilai tukar, risiko harga maupun risiko gagal bayar (default
risk). Risiko-risiko tersebut sebetulnya juga ada pada setiap jenis investasi termasuk investasi
jangka pendek, namun karena karena reksadana merupakan investasi jangka panjang maka
Reksadana
Saham/obligasi
Medium term
notes
Deposito
Tabungan
Giro
1%
10%
20%
30%
Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
Jangka Waktu
Rate of
Return

5
volatility dan exposures-nya juga semakin besar. Dengan demikian, semakin panjang waktu
investasi tersebut maka diperlukan daya tarik yang lebih besar baik berupa insentif seperti
pajak ataupun struktur portofolio investasi yang lebih menarik agar investor mau
menanamkan dananya pada investasi jangka panjang termasuk reksadana.

Pembiayaan jangka panjang
Industri reksadana yang telah tumbuh pesat dalam kurun waktu dua tahun terakhir
diharapkan dapat menjadi salah satu sumber pembiayaan alternatif diluar perbankan. Dengan
karakterisitik reksadana sebagai instrumen investasi jangka panjang, maka peran reksadana
sangatlah penting untk membiayai investasi jangka panjang di sektor riil. Korporasi-korporasi
menengah dan besar dapat mengeluarkan corporate bonds untuk membiayai usahanya, dan
corporate bonds tersebut nantinya akan dibeli oleh para fund managers yang nantinya akan
dipakai sebagai bagian dari portofolio reksadana yang akan dijualnya. Begitu juga dengan
saham-saham yang dikeluarkan oleh para emiten di pasar modal dapat menjadi sumber lain
untuk portofolio reksadana. Dengan semakin banyaknya korporasi-korporasi yang
mengeluarkan saham maupun obligasi, maka peran intermediasi di pasar modal akan semakin
meningkat. Kondisi ini akan semakin penting di saat-saat seperti sekarang ini karena
banyaknya bank-bank yang melakukan reposisi strategi ekspansi kredit mereka dari
corporate lending menjadi retail lending yang emnyebabkan pasokan corporate loan menjadi
terbatas.
Ditengah-tengah minimnya sumber dana pembiayaan jangka panjang saat ini, peran
reksadana dirasakan sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional.
Sumber dana pembiayaan perbankan memang dapat dipakai untuk membiayai kegiatan
ekonomi berjangka panjang, namun kemampuan perbankan untuk membiayai sektor riil yang
berjangka panjang juga terbatas, sehingga kehadiran reksadana akan menjadi pendukung
perbankan untuk bersama-sama membantu pembangunan ekonomi nasional. Seperti yang
telah kami sampaikan sebelumnya pada tulisan tentang Reksadana, Perbakan dan Sektor Riil
(Kompas, 3 Juli 2003), satu hal yang memang masih harus diperhatikan oleh para fund
managers adalah keberanian untuk mendiversifikasikan portofolio reksadana dengan lebih
banyak memanfaatkan corporate bonds maupun saham yang terdaftar di pasar modal. Kalau
skenario ini dapat berjalan dengan baik, maka reksadana memiliki peran yang sangat
strategis untuk mencipatakan pasar yang bullish untuk corporate bonds maupun saham-

6
saham yang diperdagangkan di pasar modal. Sedangkan untuk investor sendiri juga perlu
diberikan edukasi bahwa investsi penanaman uang mereka dalam jangka panjang pada
reksadana yang berbasis corporate bonds maupun saham akan memberikan sumbangan yang
cukup besar terhadap pembiayaan pembangunan di sektor riil untuk jangka panjang.

Stabilitas dan kepastian
Sekali lagi isu mengenai pengenaan pajak terhadap reksadana perlu dicermati oleh
semua pihak. Pertumbuhan reksadana yang sangat pesat selama dua tahun terakhir yang telah
dipicu oleh faktor pajak telah melahirkan suatu industri yang cukup besar di sektor keuangan.
Tumbuhnya industri reksadana tersebut telah mempengaruhi pertumbuhan pasar obligasi
rekap. Pasar sekunder obligasi rekap menjadi bullish karena meningkatnya transaksi jual beli
obligasi rekap, dan sebagai akibat peningkatan frekuensi perdagangan obligasi rekap tersebut
maka likuiditas obligasi rekap juga semakin tinggi. Dengan semakin membaiknya likuiditas
perdagangan obligasi rekap tersebut, harga-harga obligasi rekap akan semakin menarik.
Bertambah bagusnya harga-harga obligasi pemerintah tersebut akan mempermudah
pemerintah dalam mengeluarkan obligasi baru sebagai pengganti obligasi rekap lama yang
telah jatuh tempo. Penjualan reksadana yang sebagian besar menggunakan channel
distribution perbankan nasional di sisi lain juga menyumbangkan fee-based income yang
cukup besar bagi bank-bank penjualnya. Selain itu, penjualan reksadana yang pesat dengan
memakai jalur distribusi perbankan telah menyebabkan masyarakat kelas menengah di
daerah-daerah yang belum tersentuh dengan produk-produk investasi menjadi tertarik
menanamkan uangnya di reksadana. Dengan demikian, isu stabilitas merupakan suatu
masalah yang harus diperhatikan betul-betul apabila pajak reksadana akan diterapkan.
Tumbuh dan besarnya industri reksadana sampai 701% dalam kurun waktu kurang dari dua
tahun salah satunya juga disebabkan karena insentif pemerintah dalam hal perpajakan. Oleh
karena itu perlu adanya suatu penyelesaian yang bersifat win-win solution untuk pemerintah
maupun industri reksadana, bukan suatu penyelesaian yang bersifat quick-win untuk salah
satu pihak saja. Kestabilan industri reksadana merupakan prioritas utama yang harus kita
perhatikan mengingat ketidak stabilan atau guncangan yang terjadi pada industri reksadana
dapat pula berpengaruh terhadap sektor keuangan lain dan menimbulkan suatu sistemyc risk
yang mengancam kestabilan di sistem keuangan secara keseluruhan.

7
Untuk ke depan perlu adanya suatu agenda yang jelas, akan dibawa ke mana industri
reksadana kita, apakah pajak reksadana akan diberlakukan pada tingkat portofolio reksadana
ataukah akan dikenakan pada final output (tingkat pendapatan yang diperoleh) seperti halnya
pajak final untuk deposito. Secara teoritis, walaupun saat ini tidak ada pajak final untuk
pendapatan yang diperoleh dari reksadana, para investor tetap berkewajiban untuk membayar
pajak atas penghasilan yang diterima dari reksadana maupun pendapatan lainnya dalam
bentuk pajak penghasilan biasa yang harus dilaporkan setiap tahun. Oleh karena itu, investor
memerlukan suatu kepastian bagaimana bentuk dan struktur pajak yang akan dikenakan
untuk reksadana nantinya. Disamping itu, perlu juga adanya kepastian mengenai kapan pajak
atas reksadana tersebut akan diimplementasikan, apakah diperlukan suatu masa transisi dan
berapa lama masa transisi tersebut akan berlangsung. Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan
mempengaruhi investment decision yang akan dibuat oleh para investor reksadana maupun
fund managers.

Você também pode gostar