Você está na página 1de 36

MAKALAH

PENGOLAHAN DATA SEISMIK



PENERAPAN FUNGSI MATEMATIKA DALAM EKSPLORASI MIGAS,
PANAS BUMI, DAN SEISMOLOGI GUNUNG API


Dosen Pengampu :
Sukir Maryanto, Ph.D




Disusun oleh :
SEPTIANDI AKHMAD PERDANA
NIM. 115090700111012




JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
KATA PENGANTAR

Segala puji kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Makalah Pengolahan Data Seismik
yang berjudul Penerapan Fungsi Matematika Dalam Eksplorasi Migas, Panas Bumi,
Dan Seismologi Gunung Api.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengolahan Data
Seismik pada Program Studi Geofisika, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya.
Penulis masih menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan dan
sangat perlu saran dan kritik yang membangun, guna memperbaiki karya-karya yang
akan datang.

Malang, 30 Maret 2014


Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Peranan metode geofisika dalam kegiatan eksplorasi sumber daya energi
maupun pengembangan imu pengetahuan terkait ilmu kebumian telah mengalami
perkembangan yang luar biasa. Dimulai dari orang zaman dulu mencari sumber energi
berupa minyak bumi dengan mengacu pada tanda-tanda di permukaan, seperti
rembesan-rembesan minyak di permukaan tanah. Kini dalam eksplorasi energi baik
itu minyak bumi ataupun panas bumi mampu membuat gambaran bagaimana kondisi
di bawah permukaan, sehingga tingkat efektifitas dan probabilitas semakin tinggi.
Metode geofisika terdiri dari tiga tahap, yaitu akuisisi, prosesing, dan
interpretasi. Dari ketiga tahap tersebut tahapan prosesing memiliki perkembangan
yang paling pesat. Pada setiap penerbitan jurnal geofisika selalu ada metode baru
dalam pengolahan data geofisika. Perkembangan pengolahan data geofisika ditunjang
dengan metode perhitungan matematis yang dikenakan pada data geofisika. Sehingga
terdapat hubungan yang sangat kuat antara fungsi matematika dengan metode
pengolahan data geofisika, khususnya dalam hal ini pengolahan data seismik.

1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini ialah:
1. Mengetahui penerapan fungsi matematika di dalam pengolahan data
seismik
2. Mengetahui penerapan pengolahan data seismik pada eksplorasi migas,
panas bumi, dan seismologi eksplorasi.
BAB II
FUNGSI MATEMATIKA DENGAN PENGOLAHAN DATA SEISMIK

2.1 Keterkaitan Fungsi Matematika dengan Pemrosesan Data Seismik
Pengolahan data seismik merupakan tahapan kedua di dalam kegiatan
eksplorasi seismik, yang bertujuan untuk mengolah/memproses data akuisisi lapangan
menjadi penampang seismik yang menyerupai keadaan di bawah permukaan yang
mana merupakan daerah target eksplorasi.
Dari masa ke masa perkembangan teknologi pengolahan data seismik
mengalami progres yang sangat cepat. Dibandingkan dengan akuisisi dan interpretasi,
tahap pengolahan data memiliki perkembangan yang paling pesat. Dimulai dengan
proses secara analog hingga proses secara digital. Proses Analog berumpu pada
komponen-komponen listrik / elektronik yang bersifat pasif maupun aktif. Akibatnya
kecepatan proses yang rendah dan kecermatan proses yang kurang baik. Sebaliknya,
pengolahan data seismik secara digital seluruhnya merupakan operator-operator
matematika terhadap data seismik yang diimplementasikan ke dalam perangkat lunak
yang sekarang ini digunakan oleh industri migas. Di dalam perangkat lunak berisikan
prosedur-prosedur perintah bagaimana data tersebut harus diproses. Pengolahan data
seismik secara digital muncul setelah tahun 1967, sekitar 4 tahun setelah dibentuknya
Geophysical Analysis Group dari MIT yang terdiri dari ahli geosains dan matematika.
Contoh perangkat lunak untuk pengolahan data seismik yang hingga saat ini masih
digunakan oleh industri migas antara lain Omega, ProMAX, Geovecteur, dll.
Jadi sudah jelas bahwa fungsi matematika merupakan elemen utama dalam
pengolahan data seismik, khususnya pengolahan secara digital.

2.2 Contoh Fungsi Matematika dalam Tahapan Pengolahan Data Seismik
Salah satu contoh sederhana terkait dengan fungsi matematika yang ada di
dalam tahapan pengolahan data seismik ialah persamaan TAR (True Amplitude
Recovery).
Gelombang seismik yang berasal dari sumber kemudian merambat ke bawah
permukaan dan diterima oleh geophone mengalami banyak pelemahan. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kuat/lemahnya amplitudo gelombang seismik adalah:
1. Kekuatan sumber ledakan dan kopling antara sumber ledakan dengan
medium.
2. Divergensi bola (Spherical Divergence) yang menyebabkan energi
gelombang terdistribusi dalam volume bola.
3. Variasi koefisien refleksi terhadap sudut datang gelombang atau terhadap
offset.
4. Atenuasi dan Absorbsi.
5. Pantulan berulang (multipel) oleh lapisan-lapisan tipis.
6. Hamburan gelombang oleh struktur-struktur yang runcing.
7. Interferensi dan superposisi oleh gelombang-gelombang yang berbeda
asalnya.
8. Ketergantungan arah dari sistem pengaturan penerima (array directivity)
9. Sesitivitas dan kopling antara geophone dengan tanah.
10. Superposisi dengan noise.
11. Pengaruh instrumen (instrument balance).

Gambar 1. Berbagai penyebab pelemahan amplitudo gelombang seismik
Dari sekian banyak penyebab pelemahan amplitudo gelombang seismik yang
diterima oleh geophone, pelemahan amplitudo akibat divergensi bola dapat dikuatkan
kembali dengan koreksi TAR.

Gambar 2. Tras seismik yang telah mengalami pelemahan
TAR atau True Amplitude Recovery bertujuan untuk memunculkan amplitudo-
amplitudo gelombang seismik yang lemah setelah faktor penguatan oleh amplifier
diangkat dari dalamnya (Gain Rmoval). Pengangkatan faktor penguatan ini diperlukan
dalam upaya mendapatkan amplitudo yang lebih representatif di daerah penyelidikan.
Di dalam proses TAR terdapat 3 tahapan:
1. Gain Removal
2. Koreksi Divergensi Bola (Spherical Divergence)
3. Koreksi Atenuasi


2.2.1 Gain Removal
Gain removal merupakan proses membuang penguatan yang dilakukan
oleh amplifier. Karena setelah penguatannya dibuang, sinyal-sinyal refleksi
akan menjadi demikian lemah, maka penguatan amplifier ini digantikan oleh
penguatan lain yang nilai-nilainya didapat dari experimental gain curve yang
dianggap lebih sesuai untuk daerah yang diselidiki.

Gambar 3. (a) Tras seismik terekam ; (b) Gain Amplifier yang direkam; (c) Tras seismik setelah Gain
Removal ; (d) Experimental Gain Curve (e) Tras Seismik setalah pemakian Experimental Gain Curve

Experimental Gain Curve:

Contoh Experimental Gain Curve yang dipakai untuk mengangkat
amplitudo gelombang seismik ialah sebagai berikut:

Bentuk dari 3 contoh Experimental Gain Curve tersebut dapat
diperlihatkan pada gambar di bawah ini:



2.2.2 Penentuan Koreksi Atenuasi
Dalam rumus yang mencerminkan proses TAR, terlihat adanya faktor
yakni koefisien atenuasi. Untuk menentukan besarnya nilai koefisien atenuasi
ini perlu dilakukan percobaan dengan membandingkan data dari jarak offset
yang berbeda-beda. Hal ini menginagat adanya hubungan sebagai berikut:



umumnya tergantung dari frekuensi, maka :









Realisasi dari persamaan diatas adalah bahwa () atau koefisien
atenuasi untuk frekuensi tertentu dapat diperoleh dengan melakukan plot
silang antara ln A ()dan X, dan () merupakan kemiringan (slope) dari plot
silang tersebut.
2.2.3 Koreksi Divergensi Bola
Akibat pengaruh geometri bumi yang spheric, energi akan semakin
melemah jika semakin jauh dari sumber. Maka diperlukan faktor koreksi untuk
meningkatkan amplitudo sesuai fungsi waktunya. Maka, koreksi spherical
divergence ditujukan untuk menigatkan resolusi di kedalaman yang lebih
dalam.
Koreksi ini merupakan koreksi yang digunakan akibat geometri bumi,
dengan pengaruh velocity untuk setiap time. Sehingga data yang dikenai
spherical divergence masih preserve.

Gambar 4. pelemahan amplitudo gelombang seismik akibat geometri bumi yang spheric

Saat melakukan proses TAR (pre-procesng), nilai ditentukan secara
pendekatan karena belum melakukan analisa kecepatan (main-processing),
namun setelah melakukan proses analisa kecepatan, nilai kecepatan yang
diperoleh dari analisa ini dapat digunakan kembali untuk proses TAR yang
final. Koreksi spherical divergence sendiri menggunakan formula P.Newman
sebagai berikut :

Berikut adalah perbandingan data sebelum dan setelah koreksi spherical
divergence :


Gambar 5. Penampang seismik sebelum dan sesudah TAR

BAB III
STUDI KASUS APLIKASI FUNGSI MATEMATIKA
DALAM OIL & GAS EXPLORATION

APPLICATION OF ROBUST NOISE REDUCTION ON LAND 3D
SEISMIC DATA

3.1 Pengenalan
Data seismik darat kebanyakan banyak memuat ground roll atau gelombang
permukaan yang dikarakterisasi seagai noise yang memiliki frekuensi rendah,
amplitudo tinggi, kecepatan rendah dan terdispersi ketika kecepatan merambat pada
medium berubah terhadap kedalaman. Pada data seismik 3D darat, gelombang
permukaan merusak karakteristi amplitudo sinyal, membuat artifak migrasi, dan
mendegradasikan estimasi solusi statik dan wavelet. FK filtering konvensional telah
banyak digunakan untuk melemahkan gelombang permukaan. Bagaimanapun juga,
tidak seluruhnya secara efektif mereduksi multi-mode surface waves dengan perilaku
dispersi yang berbeda. Dibandingkan dengan FK filter, multi fase GRB (Ground Rol
Buster) menunjukkan sebuah peningkatan kemampuan untuk melemahkan sumber
noise gelombang permukaan semenjak hal ini cocok dengan hubungan dispersi noise
wavetrain.
Curvelet Transform adalah metode multidimensi yang mentransform data
seismik bernoise menjadi domain yang lain yang disebut Curvelet. Pada domain ini,
noise random dan linier terpisahkan dengan baik dari data primer dalam dip,
frekuensi, magnitude, atau lokasi. Ini menyebabkan proses pembuangan noise
menjadi lebih efisien dan lebih sedikit merusak sinyal primer. Superioritas Curvelet
Transform dibandingkan dengan teknik tradisional seperti FX-Decon yang telah
didemonstrasikan oleh Neelamani et al (2008). Teknik ini efektif untuk melemahkan
noise tanpa merusak sinyal. Paper ini menjelaskan aplikasi GRB dan Curvelet
Transform di dalam atenuasi gelombang permukaan, random noise, dan linier noise di
dalam data seismik 3D darat.

Gambar 6. Contoh shot gather seismik 3D Cepu yang mengandung multi-mode gelombang permukaan.

3.2 Teori Gound Rol Buster (GRB)
Teknik Ground Roll Buster (GRB)-3D terdiri dari tiga bagian: (1) Phase
velocity calculation by beam forming, (2) Averaging of the phase velocity estimates,
and (3) Applying the averaged phase velocity sendiri untuk mengatenuasi gelombang
permukaan.
Untuk data gelombang permukaan diberikan G
j
( x
c
, y
c
, f ) pada domain
frekuensi, medan beamformed dengan susunan (array) 2D diberikan
sebagai berikut :

Dimana adalah susunan fungsi taper dan k
xc
dan k
yc
adalah bilangan
gelombang horisontal dalam arah x
c
dan y
c
. Subscript j mendenotasikan spasial
window ke j. Fungsi taper memiliki nilai yang tidak nol ketika
,
dan sama dengan nol sebaliknya, dimana Lxc dan Lyc adalah array apertures di
dalam arah x
c
dan y
c
.
Beamformed filed adalah sebuah fungsi scanning bilangan gelombang k
s

dan frekuensi f pada keadaan offset sumber-penerima r
sr
sudut azimut penerima
dengan berdampak pada sumber dapat diekspresikan sebagai

dimana fungsi taper 1D diberikan sebagai :

Untuk memudahkan secara matematis, kita mendifinisikan

Dan , dimana v
n
adalah variabel di dalam bentuk velocity referensi,
beamformed field dapat diekspresikan dalam bentuk spatial Fourier Tranform:
(3)
Dari persamaan (3), puncak dari keluaran beamformer terjadi pada
, perlambatan fase dan estimasi fase velocity dapat ditentukan sebagai

Suatu ketika semua shots diproses untuk estimasi fase velocity menggunakan
metode yang dijelaskan diatas, estimasi multipel velocity fase teah dirata-rata, jadi:

dimana adalah fungsi taper.
Secara umum, filter mitigasi gelombang permukaan tipe GRB adalah velocity
fase dari filter yang cocok. Sebuah gelombang permukaan dispersif dapat
diekspresikan sebagai , dimana adalah Transformasi Fourier dari
gelombang permukaan adalah sebuah fungsi waktu t, k
r
bilangan gelombang
horisontal, dn r adalah offset sumber-penerima.
GRB menghitung efek dispersi dengan mengkonjugasi fase dalam
domain frekuensi menggunakan velocity estimasi .
Waveform yang telah dikonjugasi diatur pada t = t
0
dengan sebuah
implementasi time shift menggunakan sebuah linier fase shift dalam domain frekuensi
diikuti dengan Invers Fourier Transformation. Ini dapat secara matematis
diekspresikan sebagai :

Dimana adalah fase waveform terkonjugasi oleh
dan kemudian time shifted.
3.3 Curvelet Transform
Dalam pengolahan gambar (image prcessing), implementasi Curvelet
Transform terdiri dari 3 tahap: (1) penerapan 2D Fast Fourier Transform (FFT), (2)
Perkalian dengan window frekuensi, dan (3) penerapan 2D inverse FFT for each
window. Secara matematis, ini dapat diekspresikan :

Dimana F
2
adalah matriks 2D FFT dan W
f
mendenotasikan fungsi window
diikuti dengan 2D FFT dalam masing-masing skala dan masing-masing arah.
Aplikasi Curvelet Transform untuk data seismik disketsakan dengan 3 tahap
berikut : (1) Estimasi koefisien curvelet dengan menerapkan forward Curvelet
Transform. Hubungan antara koefisien curvelet dan data seismik dapat diespresikan
sebagai :

Dimana parameterisasi dimensi m dari data. (2) mengatenuasi
koefisien curvelet dari data bernoise , dimana
1
dalam
kisaran 0 hingga 1, dan (3) mengambil inverse Curvelet Transform dari koefisien
yang telah didenoised untuk mendapatlan estimasi sinyal.

Gambar 7. Beamformed field of multi-modes surface wave data. Warna biru dan merah merepresentasikan
beamfromed, vertical axis adalah frekuensi dan horisontal adalah perlambatan



Gambar 8. Peta dispersi gelombang permukaan di Area Cendana pada 2.17 Hz dan 3.17 Hz. Catatan bahwa
perilaku dispersi dapat dikorelasikan dengan kondisi dekat permukaan.


Gambar 9. Perbandingan shot gather sebelum dan sesudah first pass GRB dan plot perbedaan,
mendemonstrasikan noise yang telah dibuang. Panel kiri: input, panel tengah: setelah first pass GRB, panel
kanan: plot perbedaan (residu) dari sebelum dan sesudah

Gambar 10. Stack section setelah Final GRB 3D (3 passes). Pabel kiri: input, panel tegah: setelah GRB 3D.
Panel kanan: residual.


Gambar 11. Sebuah contoh dari Curvelet Transform noise removal


Gambar 12. Stack section sebelum (left) dan sesudah (right) Curvelet Transform noise removal. Linier
noises telah sukses dibuang dengan meminimalkan sinyal utama yang hilang.

BAB III
STUDI KASUS APLIKASI FUNGSI MATEMATIKA
DALAM GEOTHERMAL EXPLORATION

TOMOGRAFI SEISMIK 3-D PADA LAPANGAN PANAS BUMI X

3.1 Pendahuluan
Kecepatan seismik adalah salah satu parameter fisis yang sangat baik
untuk menggambarkan karakteristik medium bawah permukaan` disebabkan
adanya hubungan kuat antara distribusi kecepatan seismik dengan gambaran
penyebaran litologi. pemodelan kecepatan seismik 3D menggunakan data gempa
mikro akan sangat berguna di daerah geotermal. Jumlah gempa mikro yang terjadi
akibat eksploitasi dan proses recharge dapat digunakan untuk mengamati perubahan
kondisi yang terjadi pada reservoir lapangan geotermal melalui deskripsi data
anomali kecepatan lapisan yang diperoleh dari proses inversi.
Data lapangan geotermal yang digunakan pada penelitian ini adalah data
rekaman gempa lapangan X selama 4 bulan. Data input yang diperoleh dari
lapangan X terdiri dari 61 event gempa dengan jumlah fasa gelombang yang
terekam sebanyak 268 dan stasiun pengamatan sebanyak 6 stasiun. Luas area
penelitian adalah 30 x 30 km2 dan kedalaman 7 km dan titik referensi berada
pada 1100 m diatas msl. Rekaman data gempa mencakup data waktu terjadi
gempa (origin time), waktu tempuh gelombang P dan S (travel time), dan
referensi data kecepatan yang kemudianakan menjadi model kecepatan awal
untuk proses pengolahan data. Pada penelitian ini dilakukan parameterisasi model
blok tiga-dimensi. Penentuan jumlah dan besarnya tiap blok model ini bergantung
pada luas area dan kedalaman daerah penelitian, serta distribusi data yang
diperoleh. Dengan luas area 30 x 30 km2 dan kedalaman 7 km, maka model
awal dibangun dengan dimensi jumlah blok 15 x 15 x 14 dan ukuran tiap blok 2000
x 2000 x 500 m3.

Gambar 13. Distribusi hiposenter gempa a) vertikal 3D, b) horisontal, c) vertikal barat-timur, dan d) vertikal
utara-selatan
3.2 Metodologi
Pada penelitian ini digunakan metode ray tracing pseudo-bending (Um
dan Thurber, 1987) untuk menghitung waktu tempuh kalkukasi dari sumber ke
penerima dalam proses inversi tomografi. Metode pseudo-bending menggunakan
prinsip Fermat dimana gelombang merambat pada lintasandengan waktu tempuh
tercepat. Waktu tempuh (T) sepanjang lintasan gelombang diekspresikan dalam
sebuah persamaan integral di antara dua titik (Um dan Thurber, 1987):

dengan dl merupakan segmen panjang lintasan dan V merupakan kecepatan
gelombang seismik. Pada penelitian ini algoritma tersebut disesuaikan dengan
parameterisasi model yang digunakan. Sehingga perhintungan waktu tempuh,

Dimana adalah slowness pada blok ke-f yang dilewati oleh ray.
merupakan panjang ray pada blok ke-f yang dilewati ray. Panjang lintasan ini
akan bergantung pada lokasi sumber dan penerima serta struktur bumi yang
dilewati. Pada proses ray tracing dan inversi delay time tomografi pada studi ini,
digunakan kode program MATLAB yang telah dibuat sebelumnya oleh (Nugraha,
A. D., 2005) dan kemudian dimodifikasi untuk disesuaikan dengan penelitian ini.
Dari ray tracing ini diperoleh data waktu tempuh kalkulasi (tcal) perambatan
gelombang dan panjang ray tiapsegmen maupun panjang ray secara keseluruhan
setiap source-receiver baik gelombang P dan S. (Gambar 2 dan 3)

Gambar 14. Plot cakupan sinar seismik gelombang P dalam arah (a) vertikal 3D (b) horisontal, (c) vertikal
barat-timur, dan (d) vertikal utara-selatan.
Dengan menggunakan data delay time (t) hasil pengurangan waktu
observasi (tobs) dengan waktu kalkulasi (tcal) dan panjang ray path tiap segmen
model tiga-dimensi (dl), dapat dibangun matriks tomografi. Untuk menghindari
nilai determinan matriks sama dengan nol, digunakan norm damping () dan
gradient damping () sehingga matriks menjadi :

Nilai norm damping () dan gradient damping () yang digunakan dalam
tahap inversi ini secara berturut-turut adalah 3 dan 0.5, baik untuk gelombang P
maupun gelombang S. Selanjutnya inversi dilakukan untuk matriks A ([A])
terhadap matriks dt ([d]) dengan menggunakan metode iterative least-square
sehingga akan didapatkan matriks [x] yang merupakan nilai perubahan dari
parameter slowness (s). Model kecepatan awal akan ditambahkan dengan
matriks [x] sehingga akan diperoleh model kecepatan lapisan yang baru. Pada
penelitian ini, nilai perubahan kecepatan (V) dianggap cukup besar sehingga
untuk memperoleh nilai V dari data perubahan slowness (S) digunakan
persamaan sebagai berikut (Widiyantoro, 2000):

Proses dari perhitungan waktu rambat gelombang sampai didapatkan hiposenter
dan model kecepatan lapisan yang baru, akan dilakukan berulang-ulang, hingga
kesalahan bernilai dibawah 0.01 atau kesalahan sudah bersifat konvergen.


Gambar 15. Plotcakupan sinar seismik gelombang S dalam arah a) vertikal 3D (b) horisontal, (c) vertikal
barat-timur, dan (d) vertikal utara-selatan

3.3 Hasil dan Analisis
Hasil inversi tomografi untuk struktur Vp dan Vs (Gambar 15) menunjukkan adanya
anomali kecepatan yang cukup rendah pada kedalaman +0,5 -1,5 km terhadap titik referensi
(MSL = 0 m).


Gambar 16. Hasil Tomografi struktur Vp dan Vs
Tomogram penampang horisontal pertrubasi kecepatan gelombang P (Vp),
gelombang S (Vs), dan rasio Vp/Vs pada kedalaman +0,5 km, 0 km, -0,5 km, -1 km,
dan -1,5 km. Struktur Vp dan Vs di plot dalam persen pertrubasi relatif terhadap
model awal 1D, sedangkan struktur rasio Vp/Vs diplot dalam nilai absolut. Warna
biru anomali positif Vp dan Vs sedangkan warna merah untuk anomali negatif Vp
dan Vs. Sebaliknya, nilai rasio Vp/Vs yang tinggi ditunjukkan oleh warna biru dan
rendah oleh warna merah.

Gambar 17. Plot error RMS terhadap jumlah iterasi pada saat proses inverse tomografi Vp

Gambar 18. (a) Plot error RMS terhadap jumlah iterasi pada saat proses inverse tomografi Vs, (b) Histogram
distribusi dt (delay time)
Keberadaan zona dengan temperatur tinggi pada lapisan bawah permukaan
memberikan pengaruh yang bervariasi pada nilai Vp dan Vs. Pada keadaan gas-
saturated rock baik Vp maupun Vs cenderung menurun dengan penurunan nilai Vp
yang cenderung lebih signifikan dibanding dengan nilai Vs sehingga nilai rasio
Vp/Vs cenderung kecil (Wang, 1990). Pada keadaan watersaturated rock nilai
Vp dan Vs akan cenderung menurun pula. Namun pada kondisi ini, penurunan
nilai Vp cenderung lebih kecil dibandingkan pada gas-saturated rock sehingga nilai
rasio Vp/Vs cenderung lebih tinggi (Wang, 1990; Baris, 2005). Sementara itu,
pada batuan yang berasosiasi dengan partial melting, baik nilai Vp dan Vs akan
cenderung menurun namun dengan penurunan nilai Vs yang jauh lebih
signifikan. Pada kasus ini, nilai rasio Vp/Vs cenderung akan lebih tinggi (Takei,
2002).
Berdasarkan penjelasan tersebut maka penurunan nilai kecepatan
gelombang P (Vp) dan gelombang S (Vs) yang berkisar pada 10%-15% dan
nilai rasio Vp/Vs pada 1.7 1.9 km/sec di kedalaman +0.5 -1.5 km terhadap
MSL (Gambar 16) dapat diinterpretasikan bahwa pada kedalaman tersebut
terdapat lapisan anomali kecepatan rendah yang kemungkinan berasosiasi dengan
gas-saturated rock. Lapisan anomali berupa batuan gas-saturated ini dapat
diidentifikasi sebagai reservoir lapangan geotermal X. Hal ini sejalan dengan
salah satu sumber penelitian yang menyatakan bahwa reservoir pada area
geothermal ini terletak pada kedalaman sekitar 544 m sampai 1700 m dari titik
referensi (titik referensi berada 1100 m di atas MSL (MSL berada pada 0 m) atau
dengan kata lain reservoir berada mulai dari 556 m di atas MSL sampai 1200 m
di bawah MSL.
Lapisan yang diidentifikasi sebagai kemungkinan reservoir ini berada pada 8
km hingga 18 km arah BaratTimur dan 4 km hingga 14 km arah UtaraSelatan ,
dengan kedalaman pada +0.5 km -1.5 km terhadap MSL. Sedangkan adanya
anomali tinggi yang menyertainya, dapat diidentifikasikan sebagai cap rock.

BAB IV
STUDI KASUS APLIKASI FUNGSI MATEMATIKA
DALAM VOLCANO SEISMOLOGY

ANALISIS DATA GEOFISIKA MONITORING GUNUNGAPI
BERDASARKAN PENGEMBANGAN PEMODELAN ANALITIK DAN
DISKRIT (BAGIAN II) : CONTOH KASUS KOREKSI INSTRUMEN
DALAM PENENTUAN AMPLITUDO SEISMOGRAM DIGITAL

Pendahuluan
Pengukuran yang akurat dari pergerakan medium batuan dalam satuan fisis,
yaitu dalam satuan m atau m/detik atau m/detik2, adalah penting untuk analisis
geofisika lebih jauh. Dalam kaitannya dengan dinamika erupsi gunungapi hal itu
berhubungan dengan besar dan arah gaya maupun stress (momen tensor) dari sumber
erupsi. Dalam tulisan terdahulu oleh penulis (Gunawan, 2008) praktek analisis
dilakukan dengan anggapan data sudah terkoreksi. Dalam hal analisis data rekaman
propagasi gelombang elastik, sebelum melakukan analisis intepretatif, hal pertama
yang penting dilakukan pada data tersebut adalah dengan melakukan koreksi
instrumental. Dalam teknis pelaksanaan koreksi akan diuraikan secara singkat terlebih
dahulu hubungan antara konsep LTI dengan instrumen pendeteksi gelombang gempa
atau seismometer.
Sistem Linier, Fungsi Respon Frekuensi, Poles dan Zeros
Dalam subbab ini penulis akan menghubungkan parameter-parameter suatu
intrumen sistem LTI, dengan contoh kasus seismometer, dengan variabel geofisika.
Aplikasi ini dapat digunakan untuk sistem LTI dengan instrumen geofisika lainnya.
Prinsip utama dalam sistem linier, misalnya ada sinyal masukan untuk
instrumen x(t) dengan sinyal keluaran y(t). Bila sinyal input diperbesar (x(t) dikalikan
dengan suatu konstanta) maka sinyal keluaran y(t) akan diperbesar juga oleh
konstanta pengali yang sama. Misalkan sistem instrumen yang ditinjau merupakan
sebuah filter lolos rendah RC (low pass filter) (Gambar 19).

Gambar 19. Filter resistor-kapasitor (RC filter). Sinyal masukan x(t) dan sinyal keluaran y(t)
Penurunan persamaan diferensial detil sistem filter di atas dapat dilihat di
dalam bukubuku fisika dasar. Fungsi respon frekuensi didefinisikan sebagai
perbandingan transformasi Fourier dari y(t) terhadap x(t) sebagai berikut (Scherbaum,
1996) :
(1a)
atau
(1b)

Dalam bentuk persamaan polinomial persamaan 1b adalah sebagai berikut
(Haskov, 2002):
(2)
Untuk sistem linier filter RC maka :
a
0
= 1 dan a
1
= 0
b
0
= 1 dan b
1
= RC
Sedangkan dalam bentuk poles

dan zeros

adalah sebagai berikut (Haskov,
2002):
(3)

Polesdan Zeros dan Fungsi Transfer Seismometer L-4C
Untuk seismometer dengan transduser kecepatan standar fungsi respon
frekuensinya (dinyatakan dalam polesdan zeros) adalah sebagai berikut :
(4)
Mengacu pada literatur seismometer L-4C mempunyai poles dan zeros sebagai
berikut:
zeroes
0.0 0.0
0.0 0.0
Poles
-4.443 4.443
-4.443 -4.443
Pada gambar di bawah ini ditunjukkan respon amplitudo dan respon fasa dari
fungsi respon frekuensi seismometer L-4C berdasarkan parameterparameter di atas.

Gambar 20. Fungsi respon frekuensi seismometer L-4C (algoritma mengacu pada Sokos dan Zahradnik,
2008)
Persamaan (4) bila dinyatakan dalam fungsi transfer adalah sebagai berikut
(Scherbaum, 1996, Lay dan Wallace, 1995) :
(5)


Gambar 21. Plot Bode seismometer L-4C. = 0,28 dan
0
= 1
Tabel 1 . Perbandingan parameter poles dan zeros beberapaseismometer (sumber Guralp Systems)

Contoh Aplikasi Gempa Vulkanik-B G.Anak Krakatau
Setelah mengetahui karakter fugsi respon frekuensi seismometer L-4C
parameter lain yang harus diketahui adalah parameter yang menghubungkan
seismometer dan data logger (dalam hal ini data logger tipe Datamark). Ada tiga
parameter lagi yang harus dimasukkan dalam fungsi respon frekuensi, yaitu:
Konstanta generator seismometer L-4C : 300V/m/s
Sensitivitas Analog to Digital Converter atau ADC Datamark : 2,445
uV/digit
Konstanta normalisasi : 1
Dalam contoh Gempa Vulkanik Dangkal (tipe B) atau VB G. Anak Krakatau
Gain dalam Datamark digunakan 20 dB (perbesaran 1 kali). Pada gambar 4 dan 5
ditunjukan rekaman Gempa VB sebelum terkoreksi intrumen dan setelah terkoreksi
instrumen. Satuan amplitudo gempa setelah terkoreksi adalah m/detik. Untuk
menghitung momen seismik statik dan magnitudo Gempa VB tersebut maka terlebih
dahulu rekaman terkoreksi diintegrasikan sehingga diperoleh rekaman gempa dalam
satuan displacement(m). Pada gambar 6 ditunjukan displacementGempa VB
(amplitudo maksimum ~ 2.10
-5
m).


Gambar 22. Contoh rekaman gempa VB G. Anak Krakatau (sebelum koreksi).

Gambar 23. Contoh rekaman gempa VB G. Anak Krakatau (setelah koreksi)


Gambar 24. Contoh rekaman gempa VB G. Anal Krakatau setelah diintegrasikan (satuan amplitudo dalam
meter)

Kesimpulan
Aplikasi konsep sistem LTI dapat digunakan untuk instrumen seismometer
yang berbeda-beda. Parameter terpenting untuk melakukan koreksi instrumen adalah
mengetahui parameter poles dan zeros seismometer, konstanta generator seismometer
serta sensitivitas ADC dataloger.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Fungsi matematika dalam pengolahan data seismik memiliki
peranan yang sangat penting. Pengolahan data seismik secara digital
merupakan operator-operator matematika yang dikenakan pada data
seismik. Operator matematika ini diimplementasikan dalam perangkat
lunak, sehingga pengolahan dat seismik secara digital memiliki tingkat
kecepatan, akurasi, dan efektifitas yang jauh lebih baik dibanding secara
digital. Contoh operator matematika dalam pengolahan data seismik ialah
pada koreksi divergensi bola dengan menggunakan metode TAR (true
amplitude recovery).
Pengolahan data seismik untuk eksplorasi migas contohnya ialah
metode Curvelet Transform dalam GRB (Ground Roll Buster) yang
efektif membuang sinyal ground roll dengan meminimalisasi sinyal
utama yang hilang. Pada eksplorasi panas bumi fungsi matematika
digunakan untuk keperluan tomografi untuk menduga posisi dari
reservoir panas bumi dan batuan penutup. Dalam seismologi gunung api
fungsi matematika dapat digunakan untuk keperluan monitoring gunung
api, yaitu koreksi instrumentasi untuk penentuan amplitudo seismik.

5.2 Saran
Penerapan fungsi matematika dalam pengolahan data seismik masih banyak
lagi, untuk referensi lebih lanjut dapat membaca penerbitan jurnal ilmiah geofisika
yang terbit secara berkala.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A., & Shaw, J. (2012). Application of Robust Noise Reduction on A Land
3D Seismic Data. Proceedeings, Indonesian Petroleum Association.
Gunawan, H. (2008). Analisis Data Geofisika Monitoring Gunung Api Berdasarkan
Pengembangan Pemodelan Analitik dan Diskrit (Bagian II) : Contoh Studi
Kasus Koreksi Instrumen Dalam Penentuan Amplitudo Seismogram Digital.
Iskandar, A. (2012). Tomografi Seismik 3D Pada Lapangan Panas Bumi "X".
Munadi, S. (2002). Pengolahan Data Seismik - Prinsip Dasar dan Metodologi. Depok:
Universitas Indonesia.
Yilmaz, O. (2001). Seismic Data Processing. Tusla: Society of Exploration
Geophysicists.

Você também pode gostar