Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Proyek dan Seminar Jakarta 2014
i
ABSTRAK
Digital Video Broadcasting Second Generation Terrestrial (DVB-T2) yang merupakan ekstensi/generasi lanjutan dari standar televisi DVB-T, yang dikeluarkan oleh konsorsium DVB, dirancang untuk transmisi siaran televisi digital terrestrial. DVB-T2 merupakan sebuah standar teknis dari sistem yang digunakan untuk mentransmisikan siaran TV / video digital hingga sampai ke pengguna akhir dengan menggunakan pemancar terestrial bumi. Standar DVB-T yang ditetapkan ETSI (European Telecommunications Standards Institute) mengatur struktur pembingkaian, pengkodean kanal, dan teknik modulasi yang digunakan. Pada penulisan ini dibuat simulasi system DVB-T2 dengan program SIMULINK menggunakan teknik modulasi OFDM (Orthogonal Frequency Divison Multiplexing) 64QAM dan FFT 32k. Jenis kanal yang digunakan adalah AWGN (Additive White Gaussian Noise). Unjuk kerja sistem diamati dengan mengukur laju bit (Bit Rate) dan membandingkan nilai BER (Bit Error Ratio) dan input berupa sinyal random integer dengan output dengan parameter SNR 10 dB, 40 dB, dan 50 dB sebagai acuan untuk melihat pola propagasi OFDM, frekuensinya, hingga Power Spectral Density.
Kata kunci: DVB-T2, OFDM, SNR, DVB-S2.
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK................................................................................................................i DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii DAFTAR TABEL.................................................................................................. iv BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1 1.2 Batasan Masalah ....................................................................................... 1 1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................... 2 1.4 Metode Penelitian ..................................................................................... 2 1.5 Sistematika Penulisan ............................................................................... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 4 2.1 DVB-T2 .................................................................................................... 4 2.1.1 Fitur DVB-T2 .................................................................................. 4 2.2 Modulasi pada DVB- T2........................................................................... 9 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 12 3.1 Diagram Desain Digital Video Broadcasting Terrestrial 2 .................. 12 3.2 Blok Komponen Pendukung DVB-T2. ................................................... 13 3.3 Desain Sistem Keseluruhan .................................................................... 14 3.3.1 Input............................................................................................... 15 3.3.2 BCH Encoder/Decoder .................................................................. 16 3.3.3 LPDC Encoder/Decoder ................................................................ 17 3.3.4 Interleaver/deinterleaver ................................................................ 18 3.3.5 64 QAM Modulator/Demodulator................................................. 18 3.3.6 OFDM Transmitter/Receiver......................................................... 19 3.3.7 Output ............................................................................................ 20 BAB 4 HASIL SIMULASI DAN ANALISA..................................................... 21 4.1 Hasil Simulasi Rangkaian Digital Video Broadcasting Terrestrial 2 .. 21 4.1.1 Scatter Plot dan Spectrum Scope Menggunakan SNR 10 dB ....... 22 BAB 5 KESIMPULAN........................................................................................ 26 5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 26 5.2 Saran........................................................................................................ 26 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 27
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Arsitektur Physical- layer dari transmitter DVB-T2 .............. 5 Gambar 2.2 Diagram Blok OFDM............................................................ 10 Gambar 2.3 Definisi cyclic prefix sebagai guard interval pada OFDM ... 10 Gambar 3.1 Urutan dalam Mendesain Digital Video Broadcasting Terrestrial 2 ........................................................................... 12 Gambar 3.2 Block diagram Digital Video Broadcasting Terrestrial 2... 13 Gambar 3.3 Block diagram Desain DVB-T2 ............................................ 14 Gambar 3.4 Desain DVB-T2 pada Simulink.............................................. 15 Gambar 3.5 Blok Input .............................................................................. 15 Gambar 3.6 Blok BCH Encoder/Decoder .................................................. 17 Gambar 3.7 LPDC Encoder/Decoder......................................................... 17 Gambar 3.8 Blok Interleaver/Deinterleaver ............................................... 18 Gambar 3.9 Blok 64 QAM Modulator/Demodulator ................................. 19 Gambar 3.10 OFDM Transmitter/Receiver................................................. 19 Gambar 3.11 Output Rangkaian .................................................................. 20 Gambar 4.1 Nilai output dengan parameter LDPC Bit Error Rate, Packet Error Rate, dan Error Rate Calculation .................................. 22 Gambar 4.2 Scatter Plot dan Spectrum Scope dengan menggunakan SNR 10 dB............................................................................. 23 Gambar 4.2 Scatter Plot dan Spectrum Scope dengan menggunakan SNR 40 dB............................................................................. 24 Gambar 4.3 Scatter Plot dan Spectrum Scope dengan menggunakan SNR 50 dB............................................................................. 25
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbandingan Mode yang Tersedia di DVB-T dan DVB-T2.. 7 Tabel 2.2 Contoh mode MFN di Inggris .................................................. 8
1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi di bidang penyiaran televisi semakin berkembang. Semakin banyak stasiun televisi yang berdiri dari tahun ke tahun. Setiap stasiun televisi membutuhkan kanal frekuensi untuk menyiarkan siarannya. Dengan bertambahnya stasiun televisi, maka semakin banyak kebutuhan akan kanal frekuensi. Di sisi lain, kanal frekuensi tidak mungkin ditambah. Jika hal ini dibiarkan, semakin lama stasiun televisi akan mencapai batas maksimumnya, sehingga satu-satunya cara yaitu dengan mengembangkan teknologi penyiaran televisi secara digital yaitu, DVB-T (Digital Video Broadcasting-Terresterial). Teknologi DVB-T dikembangkan menjadi DVB-T2 guna memenuhi kebutuhan akan kualitas layanan yang lebih baik seperti warna, gambar dan suara. DVB-T2 menggunakan teknik modulasi OFDM (Orthogonal Frequency Divison Multiplexing) dengan pilihan tipe modulasi QPSK, 16QAM atau 64QAM. Pada penulisan ini dilakukan simulasi sistem DVB-T2 yang merupakan kombinasi dari tiga ukuran bandwidth yang berbeda, dua pilihan jumlah sub- pembawa, tiga pilihan laju pengkodean konvolusi, dan tiga pilihan teknik modulasi. Selanjutnya, dilakukan pengujian untuk mengetahui besar laju bit dan kinerjanya terhadap derau yang disebabkan oleh kanal AWGN. 1.2 Batasan Masalah Pada penulisan ini, masalah dibatasi dengan melakukan perancangan sederhana DVB-T2 menggunakan Simulink Matlab. DVB-T2 menggunakan teknik modulasi OFDM (Orthogonal Frequency Divison Multiplexing) dengan pilihan tipe modulasi 64QAM dan menggunakan standarisasi ukuran FFT sesuai dengan standar yang digunakan oleh IEEE802 untuk DVBT-2 yakni 32k.Setelah melakukan perancanan DVB-T2, selanjutnya dilakukan analisa terhadap beberapa parameter. Pengujian yang dilakukan terhadap scatter plot dan spectrum scope dengan menggunakan SNR 10 dB, 40 dB dan 50 dB. Simulasi tersebut ditujukan 2
untuk mengetahui besar nilai Power Spectral Density yang dihasilkan dengan membandingkan nilai LDPC BER (Bit Error Ratio), Erro Rate Calculation dan Packet Error Rate di penerima. 1.3 Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk merancang, menganalisa, serta membandingkan hasil keluaran dari DVB-T2 sesuai dengan parameter yang diujikan. 1.4 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut.: 1. Studi Pustaka Mempelajari mengenai prinsip kerja sistem DVB-T2, konsep dasar OFDM, BER, SNR dan AWGN melalui sumber-sumber yang berasal dari internet, buku, maupun jurnal terkait hal-hal tersebut. 2. Perancangan dan Simulasi Perancangan dilakukan dengan menggunakan program simulasi Simulink yang di rancang sesuai dengan parameter DVB-T2 yang menjadi standar IEE802 dan selanjutnya hasil rancangan dijalankan pada program Simulink. 3. Observasi Observasi dilakukan secara langsung dengan simulasi, mengamati, mempelaj ar i dan membandingkan sistem DVB-T2 yang dirancang dengan sistem DVB-S2 model lain yang telah ada sebelumnya. 1.5 Sistematika Penulisan Penulisan ini dilakukan dengan sistematika sebagai berikut: BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini berisi latar belakang, batasan masalah, tujuan penulisan, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini menjelaskan teori yang mendukung penulisan ini. Teori ini terdiri dari penjelasan mengenai DVB-T2 dan teori lain yang mendukung penelitian. 3
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini fokus pada perancangan DVB-T2 dengan standarisasi yang sudah ditetapkan oleh standar dari DVB-T2. Perancangan DVB-T2 dilakukan dengan menggunakan aplikasi Simulink Matlab. BAB 4 HASIL SIMULASI DAN ANALISA Pada bab ini berisi mengenai hasil keluaran dari simulasi rancangan DVB-T2 dan menganalisa hasil keluaran sesuai dengan parameter yang telah diujikan. BAB 5 KESIMPULAN Pada bab ini berisi mengenai kesimpulan dan saran dari penulisan ini.
4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DVB-T2 DVB-T2 adalah sistem transmisi terrestial digital yang dikembangkan oleh proyek DVB. Ini adalah sistem yang paling maju di dunia dan memperkenalkan modulasi terbaru dan teknik coding untuk menyediakan efisien yang tinggi dalam penggunaan spektrum terresetial untuk pengiriman audio, video dan layanan data ke perangkat tetap, portabel dan mobile.(DVB- T2 factsheet) 2.1.1 Fitur DVB-T2 Perkembangan spesifikasi DVB-T2 terbaru menggabungkan modulasi dan Error Protection untuk meningkatkan kapasitas bit-rate dan meningkatkan sinyal ketahanan. Untuk mencapai peningkatan ini, perubahan yang rinci telah dibuat dengan fitur lapisan fisik, untuk konfigurasi jaringan, dan mengoptimalkan kinerja sesuai dengan karakteristik propagasi frekuensi channel.
A. Fitur Physical layer Seperti standar DVB-T, spesifikasi DVB-T2 menggunakan OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplex) modulasi. Ketersediaan sejumlah besar mode memungkinkan untuk tingkat yang sama fleksibilitas untuk memenuhi area spesifik aplikasi seperti dengan standar DVB-T. Namun, penambahan modus 256 QAM dalam spesifikasi DVB-T2 memungkinkan untuk kemampuan untuk meningkatkan jumlah bit dilakukan per sel data dan manfaat dari peningkatan FEC (forward error correction) yang memberikan dorongan kapasitas besar. Seperti standar DVB-S2, spesifikasi DVB-T2 yang menggunakan kode LDPC (Low Density Parity Check) dalam kombinasi dengan BCH (Bose Chaudhuri Hocquengham) untuk melindungi terhadap tingkat kebisingan yang tinggi dan gangguan. Sebagai perbandingan standar DVB-T, yang menggunakan 5
coding convolutional dan Reed-Solomon dua tingkat kode lebih lanjut telah ditambahkan. Seperti dengan standar DVB-T, spesifikasi DVB-T2 yang menggunakan pola percobaan yang tersebar untuk digunakan oleh penerima untuk mengkompensasi perubahan saluran sebagai akibat dari waktu dan frekuensi. Spesifikasi DVB-T2 memiliki fleksibilitas tambahan yang disediakan oleh pilihan delapan pola percobaan tersebar yang dapat dipilih berdasarkan pada ukuran FFT dan fraksi Guard Interval diadopsi untuk memaksimalkan data payload. Spesifikasi DVB-T2 menawarkan pilihan berbagai tingkat ketahanan dan perlindungan untuk setiap layanan secara terpisah dalam transportasi stream yang dibawa oleh sinyal yang diberikan unruk saluran. Hal ini memungkinkan setiap layanan untuk memiliki mode modulasi unik yang tergantung pada sinyal ketahanan yang dibutuhkan oleh penggunaan Physical Layer Pipes(PLP).
Gambar 2.1. Arsitektur Physical-layer dari transmitter DVB-T2
6
B. Kofigurasi Jaringan Spesifikasi DVB-T2 memungkinkan untuk kemungkinan memaksimalkan kinerja dalam aplikasi jaringan frekuensi tunggal. Dibandingkan dengan standar DVB-T, mode operator terbaru telah ditambahkan untuk meningkatkan kinerja SFNS dan meningkatkan periode simbol. Peningkatan dalam periode simbol, pada gilirannya, memungkinkan untuk pengurangan proporsional ukuran dari guard interval yang sementara masih menangani refleksi multipath. Mode coding tambahan Alamouti ini juga tersedia dalam pilihan untuk SFNs sederhana yang mana Penerima bisa mendapatkan keuntungan dari sinyal secara bersamaan menerima dari lebih dari satu pemancar. Menggunakan fitur ini, telah diperkirakan bahwa penggunaan SFNS dapat memungkinkan untuk kapasitas ukuran Gain hingga 67% dibandingkan dengan ketahanan modus DVB-T. Dibandingkan dengan standar DVB-T, spesifikasi DVB-T2 memungkinkan untuk penurunan puncak untuk daya rata-rata yang digunakan dalam stasiun pemancar. Rata-rata puncak power amplifier dikurangi 25% yang secara signifikan dapat mengurangi jumlah total daya yang harus disediakan untuk fungsi tinggi dari stasiun transmisi listrik. Hal ini dicapai melalui penggunaan nada reservasi dan teknik ACE (Active Constellation Extension). Spesifikasi DVB-T2 didefinisikan dengan profil tunggal yang menggabungkan Time-Slicing tapi tidak Time-Frequency-Slicing (TFS). Fitur yang akan memungkinkan dimasa depan adlah implementasi dari TFS (untuk penerima dengan dua tuner / Front-End) dapat ditemukan di Lampiran E (ETSI EN302755). TFS mungkin di masa depan memungkinkan besar multipleks sinyal yang akan tersebar di beberapa frekuensi terkait dan dengan demikian manfaat dari potensial Gain yang signifikan dalam kapasitas sebagai akibat dari statistic multiplexing dan Gain dalam perencanaan jaringan sebagai akibat dari keragaman peningkatan frekuensi. Analisis awal dalam DVB menunjukkan bahwa TFS memungkinkan keuntungan kapasitas sekitar 20% dan Gain perencanaan jaringan 3-4 dBs.
7
Tabel 2.1 Perbandingan mode yang tersedia di DVB-T dan DVB-T2
C. Keuntungan Efisiensi Spektrum Yang Diharapkan Peningkatan kapasitas yang tepat yang dapat dicapai dengan menggunakan spesifikasi DVB-T2 dibandingkan dengan standar DVB-T belum sepenuhnya diketahui. Persyaratan komersial menyerukan kenaikan kapasitas 30% dibandingkan dengan DVB-T dalam kondisi penerimaan setara. Namun, mode transmisi saat ini yang dipilih oleh Inggris menunjukkan bahwa kapasitasnya sebanyak 66%. Contoh mode MFN di Inggris
Tabel 2.2 Contoh mode MFN di Inggris
Penggunaan SFN nasional dapat memungkinkan untuk efisiensi spektrum yang lebih besar. Namun, SFNs nasional membatasi kemampuan untuk penyiaran dalam menyediakan layanan regional dan lokal.
8
D. Status (pilots, announced launches) Saat ini, Inggris dan Finlandia telah mengumumkan rencana untuk meluncurkan layanan HDTV pada platform terestrial menggunakan spesifikasi DVB-T2. Percobaan DVB-T2 yang berlangsung baik atau telah selesai adalah di Finlandia, Jerman, Italia, Spanyol, Swedia, dan Inggris. Di Inggris, komunikasi regulator Ofcom telah memutuskan untuk mengalokasikan salah satu dari enam perusahaan multipleks DTT (Multiplex B) pada pita frekuensi UHF untuk penyediaan layanan HD menggunakan spesifikasi DVB-T2 dalam kombinasi dengan MPEG-4 AVC teknologi kompresi. Ini telah mengalokasikan slot layanan program televisi 4 HD untuk penyiaran dengan layanan pada analog saat ini platform televisi terestrial (BBC, ITV, Channel 4 / S4C, dan Lima). Pelepasan Multiplex B ini dimungkinkan karena peningkatan kapasitas yang tersedia di multiplexes lainnya DTT setelah selesainya analog switch-off. Layanan SD di Multiplex B akan dipindahkan ke multiplexes lain sehingga tidak ada layanan program SD perlu dikorbankan. Di Finlandia, operator telekomunikasi seluler DNA Oy telah dialokasikan lisensi untuk mengoperasikan dua multiplexes DVB-T2 menggunakan frekuensi di pita frekuensi VHF. Sementara arsitektur jaringan belum diketahui, dua pilihan saat ini sedang dievaluasi. Ada kemungkinan bahwa DNA Oy bisa mengoperasikan jaringan baik dengan DVB-T2 menggunakan serangkaian pemancar kecil yang terletak di tiang-tiang telepon selular atau sebaliknya, DNA Oy bisa mengadopsi jaringan siaran tradisional menggunakan situs transmisi dengan tiang-tiang yang tinggi dan daya tinggi untuk menargetkan atap antena. Pilihan kedua adalah implementasi yang diharapkan dari spesifikasi DVB-T2 seperti yang telah dipertimbangkan oleh Project DVB dalam perkembangan standar. Dua multiplexes DVB-T2 akan menggunakan MPEG-4 AVC format kompresi dan membuat antara layanan program televisi 8-10 HD tersedia untuk pemirsa. Peluncuran layanan ini diharapkan pada tahun 2010 dengan cakupan 60% dari populasi yang akan dicapai pada akhir tahun 2011.
9
2.2 Modulasi pada DVB-T2 Seperti standar DVB-T, spesifikasi DVB-T2 menggunakan OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplex) modulasi. Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) merupakan sebuah teknik transmisi yang menggunakan beberapa buah frekuensi pembawa (multicarrier) dalam satu saluran dimana setiap frekuensi pembawa tersebut saling orthogonal (tegak lurus). Semua data carrier pada frame OFDM dimodulasi oleh QPSK, 16-QAM, atau 64-QAM.
A. Prinsip Dasar OFDM Prinsip dari OFDM yaitu merubah pengiriman informasi yang tadinya berbentuk serial menjadi bentuk paralel. Sebagai contoh pengiriman informasi yang terdiri atas data empat bit yang dikirimkan dengan waktu empat detik. Pada pengiriman data serial maka tiap bit hanya mempunyai durasi satu detik. Sedangkan jika pengiriman data dengan menggunakan OFDM, data tersebut akan dibagi menjadi paralel dan dikirim secara bersamaan sehingga waktu yang diperlukan oleh tiap bit adalah empat detik. Selain itu OFDM juga mengurangi kompleksitas seperti penggunaan equalizer pada pengimplementasian sistem data kecepatan tinggi jika dibandingkan dengan teknik single carrier. Pembagian pita frekuensi pada OFDM hampir sama dengan Frequency Division Multiplexing (FDM) yaitu membagi pita lebar yang ada ke dalam berbagai frekuensi pembawa hanya saja pada OFDM membaginya lebih efisien. Dikarenakan pada setiap frekuensi pembawa tersebut sudah saling orthogonal maka akan terjadi tumpang tindih pada setiap frekuensi pembawa yang bersebelahan dimana pada setiap frekuensi pembawa tersebut dipisahkan guard interval atau yang lebih dikenal dengan cyclic prefix. Sistem OFDM sederhana dapat ditunjukkan pada diagram blok gambar 1 berikut : 10
Gambar 2.2. Diagram Blok OFDM
B. Guard Interval Ketika saluran melewati saluran dispertif waktu, orthogonalitas dari OFDM dapat berubah. Cyclic prefix (CP) dapat membantu menjaga ke-orthogonalitas- an dari sinyal OFDM tersebut. Pada mulanya sebelum ada cyclic prefix (CP) jarak antara subcarrier di isi dengan guard interval. Dalam prakteknya ternyata antara subcarrier tersebut yang berisikan guard interval menimbulkan intercarr ier interference (ICI) karena adanya crosstalk antara subcarrier yang berbeda sehingga hal tersebut akan menimbulkan hilangnya orthogonalitas dari sinyal OFDM. Cyclic prefix merupakan salinan dari bagian akhir simbol OFDM yang ditaruh di depan pada saat pengiriman sinyal OFDM. Ketika sampai di penerima maka cyclic tersebut akan dibuang. Gambar 2 memperlihatkan definisi cyclic prefix yang digunakan sebagai guard interval pada sistem OFDM.
Gambar 2.3 Definisi cyclic prefix sebagai guard interval pada OFDM 11
C. Outer Coding dan Outer Interleaving Pengkodean Reed-Solomon (RS), bekerja dengan cara menambahkan bit- bit tambahan (data yang bersifat redundan) pada data asli. Data yang sudah dikodekan kemudian ditransmisikan, dalam proses transmisi biasanya bit bit yang ada dalam data akan terganggu oleh noise transmisi sehingga dapat menimbulkan error pada bitbit tersebut. Bitbit redundan yang telah ditambahkan bisa digunakan untuk memeriksa bit mana saja yang mengalami error dan kemudian juga dapat melakukan koreksi terhadap bit yang mengalami error tersebut.
12
BAB 3 METODOLOGI PENILITIAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai desain penelitian berbasis pada teor i yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya dan mendemonstrasikan desain dari Digital Video Broadcasting Terrestrial 2 menggunakan Simulink
3.1 Diagram Desain Digital Video Broadcasting Terrestrial 2
Gambar 3.1 Urutan dalam Mendesain Digital Video Broadcasting Terrestrial 2
Pada desain diagram Digital Video Broadcasting Terrestrial 2 yang ditampilkan pada gambar 3.1 langkah pertama yang dilakukan dengan mengumpulkan segala informasi, studi literatur dan referensi yang digunakan dalam desain Digital Video Broadcasting Terrestrial 2. Selanjutnya pada urutan kedua adalah membuat blok diagram Digital Video Broadcasting Terrestrial 2 yang menggunakan basis diagram DVB-T dan DVB-S2. Pada langkah terakhir Studi Literatur Membuat Rancangan Diagram DVB-T2 berbasis Diagram DVB-T dan DVB-S2 Membuat Diagram Blok Desain DVB-T2 dengan Menggunakan Simulink 13
dilakukan pendesainan pada program Simulink dengan melakukan modifikasi pada diagram DVB-T dan DVB-S2 sebagai basis diagram yang digunakan dalam desain. Pada gambar 3.2 adalah blok diagram sederhana dari desain Digital Video Broadcasting Terrestrial 2.
Gambar 3.2 Block diagram Digital Video Broadcasting Terrestrial 2.
3.2 Blok Komponen Pendukung Desain Digital Video Broadcasting Terrestrial 2. Pada desain Digital Video Broadcasting Terrestrial 2 memiliki banyak blok komponen pendukung seperti modulator/demulator dan encoder/decoder. Untuk menentukannya harus diketahui terlebih dahulu dari spesifikasi dari Digital Video Broadcasting Terrestrial 2 sebelum melakukan simulasi. Dalam spesifikasi Digital Video Broadcasting Terrestrial 2 (DVB-T2) ada beberapa parameter encoder/decoder dan modulator/demulator yang yang harus diikuti sesuai dengan standarisasi yang berlaku untuk DVB-T2 antara lain : FEC yang sama dengan DVB-S2 (BCH+LDPC) COFDM (1K, 2K, 4K, 8K, 16K and 32K mode) Modulasi yang digunakan QPSK, 16QAM, 64QAM, 256QAM Bandwidth 10, 8, 7, 6, 5, 1.7 MHz Pada penilitian ini. Penulis menggunakan komponen-komponen sesuai dengan standar DVB-T2 yang telah ditetapkan oleh IEEE802 dengan modulasi yang digunakan adalah 64 QAM dan COFDM pada mode 32K.
. 14
3.3 Desain Sistem Keseluruhan Pada desain penilitian ini, software simulasi yang digunakan adalah Simulink dimana penulis membuat desain rangkaian menggunakan blok-blok yang disediakan serta mengatur variabel-variabel input dan nilai modulasi serta sinyal sesuai dengan penilitian yang dilakukan. Berikut blok diagram dari desain DVB- T2 seperti Gambar 3.3 :
Gambar 3.3 Block diagram Desain DVB-T2
Penjelasan dari Desain sebagai berikut : Input berupa masukan berupa data input berupa video BCH Encoder/Decoder merupakan jenis encoding data dimana output yang sama persis dengan data yang dikirim. LPDC Encoder/Decoder, dimana akan mengubah bit dari BCH Encoder menjadi kode linear blok. Blok Interleaver/Deinterleaver, berfungsi untuk mengurangi burst. 64 QAM Modulator, merupakan modulator yang memodulasi hasil output dari blok interleaver. OFDM Transmitter/Receiver merupakan modulasi yang digunakan pada AWGN pada simulasi Output hasil akhir dari simulasi dimana akan dibandingkan dengan nilai input untuk mendapatkan nilai BER. Input
BCH Encoder
LPDC Encoder
BLOK Interleaver
Output
BCH Decoder
OFDM Transmitter
BLOK Denterleaver
LPDC Decoder
64 QAM Modulator 64 QAM Modulator 15
Blok-blok tersebut kemudian akan dirangkai menjadi desain Digital Video Broadcasting Terrestrial 2 pada simulator SIMULINK. Gambar 3.4 merupakan gambar dari desain blok pada Simulink.
Gambar 3.4 Desain DVB-T2 pada Simulink
3.3.1 Input Desain DVB-T pada simulator Simulink memiliki input berupa random interger yang memiliki output data bertipe integer uint8 dengan M-ary 256 dan sample 188 perframe. Input yang diterima oleh BCH Encoder adalah binary, sehingga input yang bertipe interger uint8 harus dikonversikan kebentuk binary dengan menggunakan blok Integer to Bit Converter dengan output bit order MSB first dan Output data type Boolean
Gambar 3.5 Blok Input 16
3.3.2 BCH Encoder/Decoder Sebelum masuk atau keluar dari BCH Encoder/Decoder, input masuk pada generator Frame Base Band (BBFRAME). Blok ini berkaitan dengan tingkat coding yang digunakan, sama dengan BCH ukuran input encoder. Bit informasi atau disebut data field (DFL) dapat dihitung seperti yang diberikan dalam rumus berikut:
DataField =Kbch 80 (1)
Dimana : Kbch : ukuran FEC pada masukan Encoder BCH 80 : ukuran header BBFrame.
Sementara jumlah paket MPEG yang dapat dipasang dalam satu BBFRAME dapat dihitung: (2) Untuk memenuhi ukuran BBFRAME dan mencocokkan dengan input BCH encoder, maka digunakan zero padding. Pada sisi penerima block Unbuffer ing bertanggung jawab untuk tidak menambahkan zero pads dan BBHeader untuk menghasilkan paket MPEG dari frame yang diterima. Jumlah zero pad ditambahkan dapat ditampilkan sebagai:
ZeroPadNo=Kbch((NumberofPackets*1504)+80) (3)
DVB-T2 menggunakan BCH yang merupakan standar koreksi kesalahan ke depan yang digunakan untuk mengurangi BER dalam transmisi menggunakan BCH Error Correction seperti pada DVB-S2. Output blok buffer BBFrame dari pengirim adalah frame dari bit kbch dimana BCH (Nbch, Kbch) merupakan koreksi kesalahan dengan kekuatan mengoreksi t sesuai yang diterapkan.
17
Output dari BCH encoder merupakan frame BCHFEC untuk menambahkan cek paritas bit untuk membuat frame sesuai dengan ukuran Nbch.
Gambar 3.6 Blok BCH Encoder/Decoder
3.3.3 LPDC Encoder/Decoder Nbch output dari encoder BCH akan menjadi masukan dalam encoder FEC yang diproses pada LDPC encoder untuk menghindari kesalahan dengan paritas bit.
Gambar 3.7 Blok LPDC Encoder/Decoder 18
LDPC encoder mendukung 11 tingkat coding. Harga coding adalah rasio antara bit informasi (Nbch bit) dan LDPC kode blok bit yang FECFRAME tersebut. Setiap 1 bit informasi yang dikirim dari luar coder FEC (BCH), akan ada 3 bit cek paritas ditambahkan dalam LDPC encoder. Semakin rendah rasio ini semakin baik perlindungan data terhadap kesalahan yang dilakukan di LDPC encoder. Ini akan menghasilkan transmisi data yang lebih kuat, dan itu akan mengurangi kesalahan sistem. Pada sisi penerima, LDPC decoder akan memeriksa urutan yang diterima sampai cek paritas sesuai hingga 50 iterasi. Koreksi kesalahan ini menggunakan matriks paritas-cek dengan algoritma pengambilan keputusan.
3.3.4 Interleaver/deinterleaver Proses interleaving menciptakan baris dalam matriks dari output LDPC encoder sesuai dengan urutan modulasi M, sehingga setiap baris akan berisi simbol siap untuk dipetakan di blok berikutnya yang akan dimodulasi. Pada sisi penerima deinterleaver blok akan menerima output dari demodulator blok sebagai masukan dan akan menerapkan proses sebaliknya untuk menciptakan output serial untuk.
Gambar 3.8 Blok Interleaver/Deinterleaver
3.3.5 64 QAM Modulator/Demodulator Bit-bit yang telah dipetakan kemudian dimodulasi dengan menggunakan 64 QAM, dimana modulasi ini digunakan untuk komunikasi digital. 64 QAM ini memiliki 64 poin rasi. Modulator ini akan mengubah tipe data menjadi double outputnya dimana input sebelumnya adalah bertipe binary. 19
Gambar 3.9 Blok 64 QAM Modulator/Demodulator
Pada desain DVB-T2 menggunakan modulasi ini karena memiliki keuntungan yaitu bentuk tatanan yang lebih tinggi dari sisi modulasi dan sebagai hasilnya mampu membawa lebih banyak bit informasi per simbol. Dengan memilih format yang lebih tinggi dari QAM, laju data link dapat ditingkatkan.
3.3.6 OFDM Transmitter/Receiver DVB-T2 menggunakan metode pengkodean data digital pada beberapa frekuensi carrier yang disebut dengan OFDM. Metode ini merupakan frekuensi- division multiplexing (FDM) skema yang digunakan sebagai metode modulasi multi-carrier digital.
Gambar 3.10 OFDM Transmitter/Receiver
OFDM ini digunakan pada sistem DVB-T2 karena memiliki keuntungan memiliki bandwidth yang besar. Selain itu OFDM menggunakan banyak sinyal narrowband termodulasi bukan satu sinyal wideband yang termodulasi cepat. 20
Tingkat simbol yang rendah membuat penggunaan guard interval antara simbol- simbol menjadi terjangkau, sehingga memungkinkan untuk menghilangkan interferensi antar (ISI) dan memanfaatkan gema dan waktu penyebaran (di TV analog ini terlihat sebagai ghosting dan kabur)
3.3.7 Output Output yang keluar merupakan hasil keluaran dari blok BBFRAME yang memiliki tipe data Boolean. Hasil output kemudian dihubungkan pada blok packet error rate dan bit error rate untuk kemudian menampilkan perbandingan bit error dalam bentuk BER.
Gambar 3.11 Output Rangkaian
21
BAB 4 HASIL SIMULASI DAN ANALISA
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hasil simulasi dan analisa, berbasis pada teori yang telah diterangkan sebelumnya dan rancangan blok Digital Video Broadcasting Teresstrial 2 dengan menggunakan Simulink.
4.1 Hasil Simulasi Rangkaian Digital Video Broadcasting Terrestrial 2 Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, desain rangkain Digital Video Broadcasting Terrrestrial 2 ini menggunakan kombinasi antar 2 rangkain Digital Video Broadcasting lainya, yakni menggunakan DVB-T dan DVBS-2. Secara keseluruhan blok dapat dilihat pada gambar 3.4. Pada penelitian kali ini, penulis membuat tiga parameter ukuran untuk melihat hasil keluaran dari rangkaian Digital Video Broadcasting Terrestrial 2, diantara lain LDPC Bit Error Rate, Packet Error Rate, dan Error Rate Calculation yang diterima receiver pada rangkaian DVBT-2. Dengan menggunakan Simulink, penulis dapat menganalisa Scatter Plot dan juga Spectrum Scope dari rangkaian DVBT-2. Sebelumnya, dalam desain rangkaian DBVT-2 ini, penulis menggunakan parameter ukuran SNR 10 dB, 40 dB, dan 50 dB sebagai acuan untuk melihat pola propagasi OFDM, frekuensinya, hingga Power Spectral Density. Penulis menggunakan standarisasi ukuran FFT sesuai dengan yang digunakan oleh IEEE802 untuk DVBT-2 yakni 32k, dengan modulasi OFDM, QPSK 64-QAM. 22
Gambar 4.1 Nilai output dengan parameter LDPC Bit Error Rate, Packet Error Rate, dan Error Rate Calculation.
4.1.1 Scatter Plot dan Spectrum Scope Menggunakan SNR 10 dB Pengukuran Scatter Plot dan Spectrum Scope mulanya menggunakan nilai SNR 10 dB. Ini dilakukan untuk melihat aktivitas propagasi sinyal OFDM. Gambar 4.1 memperlihatkan propagasi penyebaran sinyal OFDM yang acak dan penuh, serta didapatkan Power Spectral Density yang kecil. Artinya, dengan nilai SNR (Signal Noise to Ratio) yang rendah akan mengakibatkan terjadinya informasi yang tersampaikan tidak terkirim sempurna. Mengingat pola pengiriman atau transmisi sinyal DVBT-2 ini mirip dengan DVBT, maka jarak transmisi dari pemancar ke receiver pun sangat berpengaruh besar. Selain noise yang terdapat dalam proses transmisinya, pemancar harus memperhitungkan secara benar Line of Sight (LOS) agar proses transmisi sinyal ke receiver berjalan dengan baik. Pada umumnya SNR dipakai untuk melihat power sinyal secara keseluruhan dengan mengesampingkan jumlah energi bit dan peforma dari batas Shannon limit. Maka dari itu, dengan nilai SNR 10 dB didapatkan output LDPC Bit Error Rate sebesar 0.5, nilai ini masih bisa ditoleransi mengingat rasio BER masih tidak melebihi 1. Nilai SNR 10 dB juga mempunyai output Error Rate Calculation sebesar 0.5. Namun sistem mengalami Packet Error Rate (PER) bernilai 1, PER tersebut terjadi karena adanya bit yang error dari input data pada saat mengkonversi nilai integer ke bit. Secara 23
keseluruhan, Parity-Check Failures tidak mendeteksi adanya error kembali dengan jumlah penglangan (literasi) sebanyak 3 kali.
Gambar 4.2 Scatter Plot dan Spectrum Scope dengan menggunakan SNR 10 dB
4.1.2. Scatter Plot dan Spectrum Scope Menggunakan SNR 40 dB Selanjutnya, penulis mengukur Scatter Plot dan Spectrum Scope rangkaian DVBT-2 dengan nilai SNR 40 dB. Dalam pengukuran ini didapatkan hasil yang signifikan, dimana nilai Power Spectral Density yang didapat sangat besar dan bandwidth yang didapat pun besar. Bandwidth yang didapat besar, maka frekuensi yang dihasilkan pun besar. Ini sangat mendukung sistem daripada DVBT-2, menggunakan frekeunsi dan bandwidth tinggi untuk performa siaran yang maksimal. 24
Gambar 4.3 Scatter Plot dan Spectrum Scope dengan menggunakan SNR 40 dB
Pada gambar 4.3 diperlihatkan bahwa propagasi penyebaran sinyal OFDM membentuk sebuah pola yang rapi. Transmisi sinyal dari pemancar ke receiver terlihat baik, didukung power yang kuat. Dengan nilai SNR 40 dB didapat nilai LDPC Bit Error Rate sebesar 0.5, dengan nilai Error Rate Calculation pun sebesar 0.5. Nilai SNR 40 dB masih terdapat Packet Error Rate sebesar 1, diakibatkan adanya kesalahan bit saat mengkonversi Integer ke Bit. Secara keselurahan Parity- Check Failures tidak mendeteksi adanya kesalahan dengan jumlah literasi sebanyak 3 kali.
4.1.3. Scatter Plot dan Spectrum Scope Menggunakan SNR 50 dB Selanjutnya, penulis menggunakan nilai SNR sebesar 50 dB. Dalam pengukuran ini didapatkan hasil yang sangat berbeda jauh dengan menggunakan 25
nilai SNR lainnya. Didapatkan hasil Power Spectral Density yang besar dengan pola propagasi OFDM yang rapi. Pola propagasi ini sudah sesuai dengan standard yang ada. Dalam pengukuran ini pun didapat nilai frekuensi dan bandwidth yang besar.
Gambar 4.4 Scatter Plot dan Spectrum Scope dengan menggunakan SNR 40 dB
Hampir sama dengan analisa nilai SNR 10 dB dan 40 dB, hasil keluaran nilai LDPC Bit Error Rate adalah 0.5, dengan nilai Error Rate Calculation pun sebesar 0.5. Terdapat nilai Packet Error Rate sebesar 1 akibat adanya kesalahan bit saat mengkonversi integer ke bit. Parity-Check Failures tidak mendeteksi adanya error pada sistem dengan jumlah literasi sebanyak 3 kali.
26
BAB 5 KESIMPULAN
Dalam bab ini akan membahas kesimpulan dan saran yang diperlukan dalam perancangan Digital Video Broadcasting Terrestrial 2 menggunakan Simulink. 5.1 Kesimpulan Penelitian ini membahas rancangan Digital Video Broadcasting Terrestrial 2 menggunakan Simulink. Dari hasil analisa dapat disimpulkan: Penelitian ini focus pada bagaimana menghasilkan Power Spectral Density yang besar yang diperlukan dalam sistem Digital Video Broadcasting Terrestrial 2. Dengan nilai SNR 10 dB didapatkan hasil propagasi OFDM yang acak dan penuh, dengan nilai Power Spectral Density yang rendah. Dengan nilai SNR 50 dB didapatkan hasil propagasi sinyal OFDM yang rapi, dengan nilai Power Spectral Density yang besar, frekuensi besar dan bandwidth yang besar. Berapapun nilai SNR tidak memberikan dampak yang signifikan untuk nilai LDPC Bit Error Rate, Error Rate Calculation, dan Packet Error Rate. Packet Error Rate bernilai 1 dikarenakan terjadi kesalahan bit saat mengkonversi nilai integer ke bit.
5.2 Saran Dari hasi penilitian yang dilakukan melalui simulasi Simulink, nilai BER yang dihasilkan belum sesuai dengan hasil yang diinginkan, dimana nilai BER mendekati 0. Pada penilitian selanjutnya pada rangkaian ini diharapkan dapat menghasilkan output yang sesuai dengan teori dan standar IEE802 dengan nilai BER mendekati 0.
27
DAFTAR PUSTAKA
[1] NN. Understanding DVB-T2 Key technical, business, & regulatory implications. DigiTAG - The Digital Terrestrial Television Action Group. Geneva, Switzerland. 2009. [2] Dian Widi Astuti. Analisa Simulasi Performansi Penggunaan Orthogonal Frequency Division Multiplexing Pada Sistem Digital Video Broadcasting- Terrestrial.Teknik Elektro.Universitas Mercu Buana.
[3] Dedi Usman Effendy, Agung Darmawansyah, Rudy Yuwono. Analisis Unjuk Kerja Sistem Digital Video Broadcast (DVB). Jurnal EECCIS Vol. III, No. 2. Desember 2009.
[4] V. Deksnys, A. itaviius. Simulation of Lithuanian Version of DVBT System. Department of Electronics and Measurements Systems, Kaunas University of Technology. 2009.
[5] ETSI EN 302 755 V1.3.1 (2012-04). Digital Video Broadcasting (DVB); Frame structure channel coding and modulation for a second generation digital terrestrial television broadcasting system (DVB-T2). 650 Route des Lucioles F-06921 Sophia Antipolis Cedex FRANCE.2012
[6] Rodhe & Schwarz.Introduction to DVB-T2.Training center munich.2010.
[7] Erna Supriyatna, Imam Santoso, Ajub Ajulian Z. KINERJA SISTEM TRANSMISI DVB-T STANDAR ETSI EN 300 744. TRANSIENT, VOL.2, NO. 1, MARET 2013, ISSN: 2302-9927, 196. Jurusan Teknik Elektro, Universitas Diponegoro. Semarang. 2013.
[8] Bahman Azarbad, Aduwati Binti Sali. DVB-S2 Model in Matlab: Issues and Impairments. University Putra Malaysia, Malaysia. 2012.