Você está na página 1de 27

1

PRESENTASI KASUS HEPATOMA DENGAN METASTASIS PARU


KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILEGON
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

Topik : Hepatoma dengan metastasis paru
Penyusun : Yulirika Ashari Lucha
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. R
Usia : 34 tahun
Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam
Alamat : Link. Baru 03/06, Jombangwetan, Jombang
No. CM : 756xxx
Pembiayaan : BPJS
Tanggal Berobat : 09-08-2014
Ruangan : Nusa Indah RSUD Cilegon

II. Anamnesa
Dilakukan secara auto-anamnesa pada tanggal 19 Mei di Ruang Nusa Indah RSUD
Cilegon pukul 13.00 WIB.
Keluhan Utama :
Perut membesar sudah 1 bulan.

Keluhan tambahan :
Mual, muntah setiap makan, nyeri perut kanan atas, nafsu makan menurun, sesak nafas.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang berobat ke IGD RSUD Cilegon dengan keluhan perut membesar sudah 1
bulan. Perut perlahan-lahan membesar, merasa seperti ada benjolan di bagian perut kanan
atas, terasa menyesak ke atas sehingga dada terasa sesak, tidak ada suara ngik saat
bernafas, batuk tidak ada, dan nyeri perut bagian kanan atas tidak menjalar. Pasien juga
merasakan warna badannya menguning terutama terlihat jelas di bagian mata. Keluhan
lain seperti mual disertai muntah hampir terjadi setiap kali makan, nafsu makan
2

menurun. Buang air besar (-) 4 hari, dan buang air kecil berwarna pekat seperti teh.
Pasien mengatakan sebelumnya belum pernah merasakan keluhan seperti ini, dan pada
keluarga pasien tidak ditemukan keluhan yang sama. Riwayat transfusi disangkal, riwayat
minum jamu-jamuan disangkal namun pasien mengakui suka minum alkohol saat SMA
dan rutin dilakukan jika berkumpul dengan teman-teman, pasien juga mengakui membuat
tato dibadan, dan menikah lebih dari sekali.
- Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat darah tinggi disangkal.
Riwayat penyakit kencing manis disangkal.
Riwayat pengobatan paru-paru selama 6 bulan sebelumnya disangkal.
Riwayat penyakit jantung disangkal.
Riwayat asma dan alergi disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang mengeluh keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat DM pada keluarga disangkal
Riwayat TB paru pada keluarga disangkal
Riwayat asma dan alergi pada keluarga disangkal
Riwayat penyakit hipertensi pada keluarga disangkal
Riwayat penyakit jantung pada keluarga disangkal

Anamnesis Sistem
Tanda checklist (+) menandakan keluhan pada sistem tersebut. Tanda strip (-)
menandakan keluhan di sistem tersebut disangkal oleh pasien.
Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat malam
(-) Kuku (+) Ikterus (-) Sianosis
(-) Lain-lain
Kepala
(-) Trauma (-) Nyeri kepala
(-) Sinkop (-) Nyeri sinus


3


Mata
(-) Nyeri (-) Sekret
(-) Radang (-) Gangguan penglihatan
(+) Sklera Ikterus (-) Penurunan ketajaman penglihatan

Telinga
(-) Nyeri (-) Tinitus
(-) Sekret (-) Gangguan pendengaran
(-) Kehilangan pendengaran

Hidung
(-) Trauma (-) Gejala penyumbatan
(-) Nyeri (-) Gangguan penciuman
(-) Sekret (-) Pilek
(-) Epistaksis

Mulut
(-) Bibir (-) Lidah kotor
(-) Gusi (-) Gangguan pengecapan
(-) Selaput (-) Stomatitis

Tenggorokan
(-) Nyeri tenggorok (-) Perubahan suara
Leher
(-) Benjolan/ massa (-) Nyeri leher

Jantung/ Paru
(-) Nyeri dada (+) Sesak nafas
(-) Berdebar-debar (-) Batuk darah
(-) Ortopnoe (+) Batuk
Abdomen
(-) Rasa kembung (+) Perut membesar
4

(+) Mual (-) Wasir
(+) Muntah (-) Mencret
(-) Muntah darah (-) Melena
(-) Sukar menelan (-) Tinja berwarna dempul
(+) Nyeri perut (-) Tinja berwarna teh
(+) Benjolan (hepar teraba)

Saluran Kemih / Alat Kelamin
(-) Disuria (-) Kencing nanah
(-) Stranguri (-) Kolik
(-) Poliuria (-) Oliguria
(-) Polakisuria (-) Anuria
(-) Hematuria (-) Retensi urin
(-) Batu ginjal (-) Kencing menetes
(-) Ngompol (+) Kencing seperti air teh

Ekstremitas
(-) Bengkak (-) Deformitas
(-) Nyeri sendi (-) Sianosis

III. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada tanggal 19 Agusutus 2014 pukul 13.00 WIB
VITAL SIGNS:
- Kesadaran : Compos mentis
- Keadaan Umum : Lemah
- Tekanan Darah : 110/60 mmHg
- Nadi : 84 kali/menit, reguler
- Respirasi : 24x kali/menit
- Suhu : 36,8
0
C




5

STATUS GENERALIS:
- Kulit : Berwarna sawo matang, tidak terdapat kelainan warna kulit, ikterik, suhu
normal, dan turgor kulit baik.
- Kepala : Bentuk oval, simetris, ekspresi wajah lemah.
- Rambut : Berwana hitam, lurus dan lebat.
- Mata : Tidak exopthalmus, konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik, pupil bulat
dan isokor, tidak terdapat benda asing, pergerakan bola mata baik.
- Hidung : Tidak terdapat nafas cuping hidung, tidak deviasi septum, tidak ada sekret,
dan tidak hiperemis.
- Telinga : Bentuk normal, liang telinga luas, tidak ada sekret, tidak ada darah, tidak
ada tanda radang, membran timpani intak.
- Mulut : Bibir tidak sianosis, gigi geligi lengkap, gusi tidak hipertropi, lidah kotor,
mukosa mulut basah, tonsil T
1
-T
1
tidak hiperemis.
- Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening pada submentalis,
subklavikula, pre-aurikula, post-aurikula, oksipital, sternokleido-
mastoideus, dan supraklavikula. Tidak terdapat pembesaran tiroid, trakea
tidak deviasi.
- Thoraks : Normal, Simetris kiri dan kanan perbandingan transversal : antero
posterior = 2:1, tidak ditemukan kelainan kulit, tidak terlihat adanya
massa.

- Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri pada saat statis dan
dinamis, tidak terdapat retraksi dan pelebaran sela iga.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas, tidak terdengar adanya krepitasi,
fremitus taktil dan vokal simetris kanan dan kiri.
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru dan terdapat peranjakan paru hati pada
sela iga VI.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

- Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS IV linea midklavikula sinistra, dan tidak
terdapat thrill
6

Perkusi : Batas jantung kanan pada ICS IV linea para sternalis dextra, batas atas
ICS III linea parasternalis sinistra, batas jantung kiri pada ICS V linea
midklavikula sinistra.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, tidak terdapat murmur dan gallop

- Abdomen
Inspeksi : Tampak massa pada kuadran kanan atas, terlihat pelebaran vena.
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), hepar teraba pada kuadran kanan atas 5 jari
diatas spina iliaca anterior superior dan 6 jari dari procesus xyphoideus,
teraba keras, konsistensi padat, permukaan rata, tidak berbenjol-benjol,
tepi tumpul, immobile.
Perkusi : Suara redup dikuadran kanan atas dan bawah, suara timpani kuadaran kiri
atas dan bawah. Tidak terdapat nyeri ketuk, shifting dullness (+).
- Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
- Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada edema, tidak ada deformitas.
- Refleks fisiologis dan patologis : tidak dilakukan pemeriksaan.

IV. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Lab 9 Agustus 2014 12 Agustus 2014 17 Agustus 2014
Hb 12,2 11,5
Ht 38,6 34,9
Leukosit 6.310 8.810
Trombosit 349.000 333.000
GDS 63
Ureum 17
Creatinin 0,4
SGOT 129 174
SGPT 39 50
Natrium 138,9
Kalium 3,98
Chlorida 102,2
7

HbSAg POSITIF
Anti HCV NEGATIF
Albumin 4,8
Kolesterol Total 240
HDL 34
LDL 183
Trigliserida 113

USG Abdomen
Hasil USG Abdomen (11 Agustus 2014)


8








9

Hepar Membesar, permukaan rata, tepi tajam, echostruktur hiperechoic, tak
tampak lesi hyper/hypoechoic. Saluran empedu intra/extrahepatik baik
tidak melebar. Sol / ascites positif.
Kandung Empedu Besar , bentuk dan caliber normal. Dinding reguler Intraluminal tidak
tampak sludge/batu maupun massa.
Pankreas Besar, bentuk normal, echostruktur parenkim normal. Tak tampak lesi
hyper/hypoechoic, ductus pancreaticus tidak melebar.
Lien Ukuran membesar ringan (craniocaudal 12,82 cm).Parenkim
homogen.
Ginjal Kanan Membesar. Permukaan rata, echo parenkim normal, sistem
pelviocalyces melebar grade 2-3, korteks dan medulla tak menipis.
Tak tampak batu maupun massa.
Ginjal Kiri Besar dan bentuk normal. Permukaan rata, echo parenkim normal,
sistem pelviocalyces tak melebar, korteks dan medulla tak menipis.
Tak tampak batu maupun massa.
Aorta Dinding licin, tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening
paraaorta.
Vesica Urinaria Besar, bentuk baik, dinding reguler tak menebal, tak tampak batu,
sludge maupun massa.
Prostat Besar, bentuk normal. Echotexture parenkim homogen. Intraluminal
tak tampak SOL.
Usus usus tergenang cairan di rongga peritoneal.

Kesan : -Hepatomegali dengan ascites intrahepatik dan intraperitoneal
-Hydronefrosis ginjal kanan grade 2-3

CT scan Thorax dengan kontras pada tanggal 14 Agustus 2014 :
Paru kanan-kiri Corakan bronkovaskular paru kanan kiri tampak meningkat,
tampak multiple nodul yang tersebar pada kedua lapangan paru.
Pasca injeksi kontras tampak enhancement inhomogen.
Bronkus Bronkus utama kanan-kiri terbuka. Tak tampak pembesaran
kelenjar limfe.
Trachea Baik, letak sentral.
10

Oessophagus Tak melebar, dinding tak menebal, tak tampak massa, dan
pendesakkan.
Cor Ukuran tak membesar
Aorta Tak tampak melebar, tak tampak kalsifikasi dinding, tak tampak
nodul. Tak tampak effuse pleura. Tampak multiple nodul
hipodens pada hepar

Kesan : - Nodul multiple yang tersebar pada kedua lapangan paru, cenderung suatu gambaran
metastasis pada paru (tumor primer?).
- Nodul metastasis multiple pada hepar.
- Tak tampak pembesaran KGB paratracheal, perihiler, maupun para aorta.
- Tak tampak effusi pleura.

Pemeriksaan Rontgen Thorax
- COR : CTR <50%, Aorta baik.
- Tampak multiple coin lesion di paru kanan kiri.
- Hilus kanan/kiri baik.
- Kedua sinus dan diafragma baik.
- Tulang dan jaringan lunak baik.
Kesan : sesuai metastase

V. Diagnosis
Diagnosis Kerja :
HCC + Metastasis paru + Hep B + Asites + Hidronefrosis + Anemia
VI. Pemeriksaan yang dianjurkan
PT, APTT
HbeAg
Hbc IgG
AFP



11

VII. Terapi yang diberikan
Terapi di UGD Terapi di bangsal
IVFD D5% 15 tpm
Inj. Ceftriaxone 1 x 2 gr dalam NaCl
100 cc
Inj. Ranitidin 1 amp
Curcuma tab 3 x 4
Spironolacton 2 x 100 mg
Rencana USG Abdomen
IVFD RL : D5% [2 : 2] 30 tpm
Inj. Ceftriaxone 1 x 2 gr
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
Oral Curcuma 3 x 1
Oral Spironolacton 2 x 100 mg
Oral Ambroxol 3 x 1 c
Oral Simvastatin 1 x 10 mg
Metil Prednisolon 2 x 62,5 g
Retaphyl 2 x 1 gr
Nebulizer 4 x 1
Diit MLRS


VIII. Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad malam
- Quo ad functionam : dubia ad malam
- Quo ad sanactionam : dubia ad malam














12

FOLLOW UP



13





14




15





16



















17

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 DEFINISI

Karsinoma hepatoselular (hepatocellular carcinoma) adalah tumor ganas hati primer
yang berasal dari hepatosit, demikian pula dengan karsinoma fibrolamelar dan
hepatoblastoma. Dalam dasawarsa terakhir terjadi perkembangan yang cukup berarti
menyangkut HCC, antara lain perkembangan modalitas terapi yang memberikan harapan
untuk sekurang-kurangnua perbaikan pada kualitas hidup pasien. (Budihusodo, U. 2010).
1.2 EPIDEMIOLOGI
Kanker hati merupakan penyakit kanker kelima tersering di dunia. Dan saat ini
menempati posisi ketiga penyebab kematian yang disebabkan oleh kanker di dunia. Frekuensi
kanker hati di Asia Tenggara dan Afrika Sub-Sahara adalah lebih besar dari 20 kasus-kasus
per 100,000 populasi. Berlawanan dengannya, frekuensi kanker hati di Amerika Utara dan
Eropa Barat adalah jauh lebih rendah, kurang dari lima per 100,000 populasi. Dari 632.000
kasus kanker hati di dunia yang terdiagnosa setiap tahunnya, sekitar 450.000 dilaporkan di
Asia Pasifik (lebih dari 70%). Di Indonesia sendiri, menurut data GLOBOCAN 2008,
terdapat 13.238 kasus kanker hati, dengan angka kematian mencapai 12.825. (Hanifah, R.
2012)

Frekuensi kanker hati di Amerika secara keseluruhannya meningkat, dimana
peningkatan ini disebabkan terutama oleh hepatitis C kronis, suatu infeksi hati yang
menyebabkan kanker hati. Frekuensi kanker hati tinggi pada orang-orang Asia karena kanker
hati dihubungkan sangat dekat dengan infeksi hepatitis B kronis. (Hanifah, R. 2012)
1.3 ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
a. Infeksi Hepatitis B
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya HCC terbukti kuat, baik
secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental. Karsinogenitas virus hepatitis B
terhadap hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi
hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel pejamu, dan aktifitas protein
spesifik HBV berintegrasi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari
kondisi inaktif menjadi sel aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenitas hati.
Siklus sel dapat diaktifkan secara tidak langsung oleh kompensasi proliferatif
18

merespons nekroinflamsi sel hati, atau akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu
atau beberapa gen yang berubah akibat HBV. (Budihusodo, U. 2010)
b. Infeksi Hepatitis C
Infeksi virus hepatitis C (HCV) juga dihubungkan dengan perkembangan kanker hati.
Hepatokarsinogesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas nekroinflamasi
kronik dan sirosis hati. Dalam meta analisis penelitian disimpulkan bahwa risiko
terjadinya hepatoma pada pengidap infeksi HCV adalah 17 kali lipat dibandingkan
dengan risiko pada bukan pengidap. (Budihusodo, U. 2010)
c. Sirosis hati
Faktor risiko utama hepatoma didunia dan melatarbelakangi lebih dari 80% kasus
hepatoma. Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahan
saluran cerna bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal. Sindrom
hepatorenal adalah suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan
fungsi hati, hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dan
sirkulasi darah. Sindrom ini mempunyai risiko kematian yang tinggi. (Budihusodo, U.
2010)

d. Aflatoxin B1
Aflatoxin B1 (AFB1) merupakan mikrotoksin yang diproduksi oleh jamur
Aspergillus, ditemukan pada makanan seperti kacang-kacang tanah, beras, kacang-
kacang kedelai, jagung, dan gandum. Aflatoxin B1 telah dilibatkan pada
perkembangan kanker hati di China Selatan dan Afrika Sub-Sahara. Dari percobaan
binatang, diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogenik. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-
2-3 epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang membentuk
ikatan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah
kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada kodok 249 dari gen suppressor tumor
p53. (Budihusodo, U. 2010)
e. Obesitas.
Faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya
nonalcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan
kemudian dapat berlanjut menjadi HCC. (Budihusodo, U. 2010)

19

f. Diabetes Melitus
Pada penderita DM, terjadi perlemakkan hati dan steatohepatitis non akoholik
(NASH) . Disamping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan
insulin like growth factors (IGFs) yang merupakan faktor promotif potensial untuk
kanker. (Budihusodo, U. 2010)

g. Alkohol
Sirosis yang disebabkan oleh konsumsi alkohol yang kronis adalah hubungan yang
paling umum dari kanker hati di negara berkembang. Meskipun alcohol tidak
memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat alcohol berisiko menderita
hepatoma melalui sirosis hati alkoholik. (Budihusodo, U. 2010)
h. Faktor risko lain.
Faktor risiko lain namun jarang ditemukan :
- Penyakit hati autoimun : hepatitis autoimu, PBS/sirosis bilier primer.
- Penyakit hati metabolik : hemokromatosis genetic, defisiensi antitripsin-alfa1,
Wilson disease.
- Kontrasepsi oral.
- Senyawa kimia : thorotrast, vinil klorida, nitrosamine, insektisida, organoklorin,
asam tanik. (Budihusodo, U. 2010)

1.4 PATOFISIOLOGI
Mekanisme karsinogenesis hepatoma belum sepenuhnya diketahui, apapun agen
penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui peningkatan perputaran
(turnover) sel hati yang diinduksi oleh cedera (injury) dan regenerasi kronik dalam bentuk
inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hal ini dapat menimbulkan perubahan genetik
seperti perubahan kromosom, aktivasi oksigen selluler atau inaktivasi gen suppressor tumor,
yang mungkin bersama dengan kurang baiknya penanganan DNA mismatch, aktivasi
telomerase, serta induksi faktor-faktor pertumbuhan dan angiogenik. Hepatitis virus kronik,
alkoholik dan penyakit hati metabolik seperti hemokromatosis dan defisiensi antitrypsin alfa
1 , mungkin menjalankan perannya terutama melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi, dan
sirosis). Aflatoksin dapat menginduksi mutasi gen suppressor tumor P53 dan ini
20

menunjukkan bahwa faktor lingkungan juga berperan pada tingkat molekular untuk
berlangsungnya hepatogenesis. (Hanifah, R. 2012)

Gambar 1. Patofisiologi hepatoma (Hanifah, R. 2012)
1.5 PENYEBARAN
Metastasis intrahepatic dapat melalui pembuluh darah, saluran limfe atau infiltrasi
langsung. Metastasis ekstrahepatik dapat melibatkan vena hepatika, vena porta atau vena
kava. Dapat terjai metastasis pada varises esophagus dan di paru. Metastasis sistemik seperti
ke kelenjar getah bening di porta hepatis tidak jarang terjadi, dan dapat juga sampai di
mediastinum. Bila sampai di peritoneum, dapat menimbulkan asites hemoragik, yang berarti
sudah memasuki stadium terminal. (Hashem, E. 2011)
1.6 GEJALA KLINIS
Hepatoma Sub Klinis
Yang dimaksud hepatoma subklinis atau stadium dini adalah pasien yang tanpa gejala
dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan melalui pemeriksaan AFP dan
teknik pencitraan. (Desen, W. 2008)
Hepatoma Fase Klinis
Tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut, manifestasi utama yang sering
ditemukan adalah (Desen, W. 2008):
21

a. Nyeri abdomen kuadran kanan atas : hepatoma stadium sedang dan lanjut sering datang
berobat karena kembung dan tak nyaman atau nyeri samar di abdomen kanan atas.
Nyeri umumnya bersifat tumpul atau menusuk intermitter atau terus menerus. Jika nyeri
abdomen bertambah hebat atau timbul akut abdomen harus dipikirkan rupture
hepatoma.
b. Massa abdomen atas : hepatoma lobus kanan dapat menyebabkan batas atas hati
bergeser ke atas, pemeriksaan fisik menemukan hepatomegali di bawah arcus costa tapi
tanpa nodul, hepatoma segmen inferior lobus kanan sering dapat langsung teraba massa
di bawah arcus costa kanan. Hepatoma lobus kiri tampil sebagai massa dibawah
processus xyphoideus atau massa di bawah arcus costa kiri.
c. Perut kembung : timbul karena massa tumor sangat besar, asites, dan gangguan fungsi
hati.
d. Anoreksia : timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran
gastrointestinal.
e. Letih : dapat disebabkan metabolit dari tumor ganas dan berkurangnya asupan
makanan.
f. Demam : timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit tumor, jika tanpa
bukti infeksi disebut demam kanker, umumnya tidak disertai menggigil.
g. Ikterus : kulit dan sklera tampak kuning, karena gangguan fungsi hati, juga dapat karena
sumbatan kanker di saluran empedu atau tumor mendesak saluran empedu hingga
timbul ikterus obstruktif.
h. Lainnya : perdarahan, diare, nyeri bahu belakang kanan, edema kedua tungkai bawah,
kulit gatal dan lainnya, juga manifestasi sirosis hati seperti splenomegali, palmar
eritema, lingua hepatik, spider nevi, venadilatasi dinding abdomen, dll. Pada stadium
akhir hepatoma sering timbul metastasis paru, tulang dan banyak organ lain.

1.7 STADIUM PENYAKIT
Untuk stadium penyakit dapat diklasifikasikan berdasarkan (Budihusodo, U. 2010):
Tumor Node Metastasis (TNM) Staging System
Okuda Staging System
Cancer of the Liver Italian Program (CLIP) Scoring System
Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC) Staging System
22

Chinese University Prognostic Index (CUPI)

Berdasarkan TNM KHS dapat diklasifikasikan menjadi (Desen, W. 2008) :
Stadium Ia : tumor tunggal berdiameter < 3cm tanpa emboli tumor, tanpa
metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh : Child A
Stadium Ib : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan 5 cm, di
separuh hati, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe
peritoneal ataupun jauh : Child A
Stadium IIa : Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri (segment IV) atas ke
lobus kanan segment V dan VIII atau tumor dengan invasi peripheral
ke sistem pembuluh darah (vascular) atau pembuluh empedu (billiary
duct) tetapi hanya terbatas pada lobus kanan atau lobus kiri hati.
Stadium IIb : Tumor tunggal atau multiple dengan diameter gabungan 10 cm, di
separuh hati, atau tumor multiple dengan gabungan > 5 cm, dikedua
belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis
kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh: Child A. terdapat emboli tumor
dipercabangan vena portal, vena hepatica atau saluran empedu dan atau
Child B
Stadium IIIa: tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utama
vena porta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal
atau jauh, salah satu daripadanya; Child A atau B
Stadium IIIb: tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis;
Child C
1.8 DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN PATOLOGI ANATOMI
a. Penanda Tumor
Alfa-fetoprotein (AFP) adalah protein serum normal yang disintesis oleh sel hati
fetal, sel yolk-sac dan sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal fetal. Rentang
normal AFP serum adalah 0-20 ng/mL. kadar AFP meningkat pada 60-70% pasien
23

hepatoma, dan kadar > 400 ng/mL adalah diagnostik atau sangat sugestif
hepatoma. (Budihusodo, U. 2010)

b. Biopsi Hati
Dapat dilakukan jika sampel diambil dari daerah lokal dengan ultrasound atau CT,
karena tumor ini cenderung akan ke pembuluh darah. Pemeriksaan sitologi cairan
asites selalu negatif untuk tumor. (Rasyid, A. 2006)

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
a. Ultrasonografi Abdomen
Untuk tumor kecil pada pasien dengan risiko tinggi, USG lebih sensitife daripada
AFP serum berulang, sensitifitas USG untuk neoplasma hati berkisar antara 70-
80%. Tampilan USG yang khas untuk HCC kecil adalah gambaran mosaik,
formasi septum, yang dibentuk oleh pseudokapsul fibrotic, serta penyangatan eko
posterior. Berbeda dari tumor metastasis, HCC dengan diameter kurang dari 2 cm
mempunyai gambaran bentuk cincin yang khas. USG color Doppler berguna
untuk membedakan HCC dari tumor hepatik lain. (Budihusodo, U. 2010)

b. CT-Scan
Pemeriksaan rutin untuk diagnosis lokasi dan sifat hepatoma. Menunjukkan
lokasi, jumlah dan ukuran tumor dalam hati, hubungannya dengan pembuluh
darah dan penentuan modalitas terapi.(Rasyid, A. 2006)

c. MRI
Teknik nonradiasi, tidak memakai kontras berisi iodium, dapat secara jelas
menunjukkan struktur pembuluh darah dan saluran empedu dalam hati, struktur
internal jaringan hati dan hepatoma, sangat membantu dalam menilai efektifitas
aneka terapi. Dengan zat kontras spesifik hepatosit dapat menemukan hepatoma
kecil kurang dari 1 cm dengan keberhasilan 55 %. (Desen, W. 2008)

d. Angiografi arteri hepatika.

24

Untuk tumor dengan diameter > 2cm, adanya penyakit hati kronik, hipervaskularisasi
arterial dari nodul (dengan CT atau MRI) serta kadar AFP serum 400 ng/mL adalah
diagnostik
Kriteria Diagnostik HCC menurut Barcelona EASL Conference
Kriteria sito-histologis
Kriteri non-invasif (Khusus pasien sirosis hati)
Kriteria radiologis : koinsidensi 2 cara imaging (USG/CT-spiral/MRI/angiografi)
- Lesi fokal > 2cm dengan hipervaskularisasi arterial
Kriteria kombinasi : satu cara imaging dengan kadar AFP serum:
- Lesi fokal > 2 cm dengan hipervaskularisasi arterial
- Kadar AFP serum 400 ng/mL
Tabel 1. Kriteria Diagnostik HCC menurut Barcelona EASL Conference
Diagnosis histologis diperlukan bila tidak ada kontraindikasi (untuk lesi diameter >
2cm) dan diagnosis pasti diperlukan untuk menetapkan pilihan terapi. Tumor diameter < 2
cm, sulit menegakkan diagnosis secara non-invasif karena berisiko tinggi terjadinya diagnosis
negative palsu akibat belum matangnya vaskularisasi arterial pada nodul. Bila dengan cara
imaging dan biopsi tidak diperoleh diagnosis definitif, sebaiknya ditindaklanjuti dengan
pemeriksaan imaging serial setiap 3 bulan sampai diagnosis dapat ditegakkan.
1.9 PENGOBATAN
Pilihan terapi ditetapkan berdasarkan atas ada tidaknya sirosis, jumlah dan ukuran
tumor, serta derajat pemburukan hepatik. Untuk menilai status klinis, sistem skol Child Pugh
menunjukkan estimasi yang akurat mengenai kesintasan pasien. (Budihusodo, U. 2010)
a. Reseksi Hepatik
Untuk pasien non sirosis yang biasanya mempunyai fungsi hati normal pilihan utama
terapi adalah reseksi hepatic. Pada pasien sirosis perlu kriteria seleksi karena dapat memicu
gagal hati yang menurunkan angka harapan hidup. Kontraindikasinya adalah metastasis
ekstrahepatik, hepatoseluler karsinoma difus atau multifocal, sirosis stadium lanjut dan
penyakit penyerta yang dapat mempengaruhi ketahanan pasien menjalani operasi.



25

b. Transplantasi Hati
Memberikan kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan mengganti parenkim hati
yang mengalami disfungsi. Kematian pasca transplantasi tersering disebabkan oleh rekurensi
tumor di dalam maupun di luar transplant.
c. Ablasi Tumor Perkutan
Destruksi dari sel neoplastic dapat dicapai dengan bahan kimia (alkohol, asam asetat)
atau dengan memodifikasi suhunya (radiofrequency, microwave, laser dan cryoablation).
Injeksi etanol perkutan (PEI) memiliki efikasi tinggi, efek samping rendah serta relative
murah. Dasar kerjanya menimbulkan dehidrasi, nekrosis, oklusi vascular dan fibrosis. PEI
bermanfaat untuk pasien dengan tumor kecil namun resektabilitasnya terbatas Karena adanya
sirosis hati non-Child A. Radiofrequency ablation (RFA) menunjukkan angka keberhasilan
lebih tinggi daripada PEI dan efikasi tertinggi untuk tumor yang lebih besar dari 3 cm, namun
tidak berpengaruh terhadap harapan hidup pasien. Namun RFA lebih mahal dan efek samping
lebih banyak dibanding PEI.Guna mencegah rekurensi tumor, pemberian asam poliprenoik
selama 12 bulan.
d. Terapi Paliatif
Sebagian besar pasien HCC didiagnosis pada stadium menengah-lanjut yang tidak ada
terapi standarnya. Berdasarkan meta analisis, pada stadium ini hanya TAE/TACE
(transarterial embolization/chemo embolization) saja yang menunjukkan penurunan
pertumbuhan tumor serta dapat meningkatkan harapan hidup pasien dengan HCC yang tidak
resektabel. TACE dengan frekuensi 3 4 kali setahun dianjurkan pada pasien yang fungsi
hatinya cukup baik (Child-Pugh A) serta tumor multinodular asimptomatik tanpa invasi
vascular atau penyebaran ekstrahepatik, yang tidak dapat diterapi secara radikal. Sebaliknya
bagi pasien yang dalam keadaan gagal hati (Child Pugh B-C) serangan iskemik akibat terapi
ini mengakibatkan efek samping yang berat. Adapun beberapa terapi lain yang tidak
resektabel seperti imunoterapi dengan interferon, terapi antiestrogen, antiandrogen, oktreotid,
radiasi internal, kemoterapi arterial atau sistemik masih memerlukan penilaian yang
meyakinkan.


26


The BCLC staging system and treatment allocation
Sumber : Bruix, J. et al. 2011









27

DAFTAR PUSTAKA

1. Budihusudo U. 2007. Tumor Hati. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati Edisi Pertama.
Jakarta : Jayabadi.. Hal 469-485.
2. Bruix, J. et al. 2011. Management of Hepatocellular Carcinoma: An Update . AASLD
Practice Guideline. Vol 53. No 3.
3. Rasyid, A. 2006. Pentingnya Peranan Radiologi Dalam Deteksi Dini Dan Pengobatan
Kanker Hati Primer. USU e-repository.
4. El-serag Hashem. 2011. Current concepts hepatocellular carcinoma. The New England
Journal of Medicine.
5. Rizka Hanifah. Kanker hati dan hepatoma. Diakses dari http://medical-center-
health.blogspot.com/2010/03/kanker-hati-hepatoma.html pada tanggal 14 Agustus 2014.
6. Desen, W. 2008. Tumor Abdomen. Dalam Buku Ajar Onkologi Klinik edisi 2. Jakarta;
Balai Penerbit FKUI

Você também pode gostar