KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILEGON FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
Topik : Hepatoma dengan metastasis paru Penyusun : Yulirika Ashari Lucha I. Identitas Pasien Nama : Tn. R Usia : 34 tahun Pekerjaan : Buruh Agama : Islam Alamat : Link. Baru 03/06, Jombangwetan, Jombang No. CM : 756xxx Pembiayaan : BPJS Tanggal Berobat : 09-08-2014 Ruangan : Nusa Indah RSUD Cilegon
II. Anamnesa Dilakukan secara auto-anamnesa pada tanggal 19 Mei di Ruang Nusa Indah RSUD Cilegon pukul 13.00 WIB. Keluhan Utama : Perut membesar sudah 1 bulan.
Keluhan tambahan : Mual, muntah setiap makan, nyeri perut kanan atas, nafsu makan menurun, sesak nafas. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang berobat ke IGD RSUD Cilegon dengan keluhan perut membesar sudah 1 bulan. Perut perlahan-lahan membesar, merasa seperti ada benjolan di bagian perut kanan atas, terasa menyesak ke atas sehingga dada terasa sesak, tidak ada suara ngik saat bernafas, batuk tidak ada, dan nyeri perut bagian kanan atas tidak menjalar. Pasien juga merasakan warna badannya menguning terutama terlihat jelas di bagian mata. Keluhan lain seperti mual disertai muntah hampir terjadi setiap kali makan, nafsu makan 2
menurun. Buang air besar (-) 4 hari, dan buang air kecil berwarna pekat seperti teh. Pasien mengatakan sebelumnya belum pernah merasakan keluhan seperti ini, dan pada keluarga pasien tidak ditemukan keluhan yang sama. Riwayat transfusi disangkal, riwayat minum jamu-jamuan disangkal namun pasien mengakui suka minum alkohol saat SMA dan rutin dilakukan jika berkumpul dengan teman-teman, pasien juga mengakui membuat tato dibadan, dan menikah lebih dari sekali. - Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat darah tinggi disangkal. Riwayat penyakit kencing manis disangkal. Riwayat pengobatan paru-paru selama 6 bulan sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit jantung disangkal. Riwayat asma dan alergi disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada anggota keluarga yang mengeluh keluhan yang sama dengan pasien. Riwayat DM pada keluarga disangkal Riwayat TB paru pada keluarga disangkal Riwayat asma dan alergi pada keluarga disangkal Riwayat penyakit hipertensi pada keluarga disangkal Riwayat penyakit jantung pada keluarga disangkal
Anamnesis Sistem Tanda checklist (+) menandakan keluhan pada sistem tersebut. Tanda strip (-) menandakan keluhan di sistem tersebut disangkal oleh pasien. Kulit (-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat malam (-) Kuku (+) Ikterus (-) Sianosis (-) Lain-lain Kepala (-) Trauma (-) Nyeri kepala (-) Sinkop (-) Nyeri sinus
III. Pemeriksaan Fisik Dilakukan pada tanggal 19 Agusutus 2014 pukul 13.00 WIB VITAL SIGNS: - Kesadaran : Compos mentis - Keadaan Umum : Lemah - Tekanan Darah : 110/60 mmHg - Nadi : 84 kali/menit, reguler - Respirasi : 24x kali/menit - Suhu : 36,8 0 C
5
STATUS GENERALIS: - Kulit : Berwarna sawo matang, tidak terdapat kelainan warna kulit, ikterik, suhu normal, dan turgor kulit baik. - Kepala : Bentuk oval, simetris, ekspresi wajah lemah. - Rambut : Berwana hitam, lurus dan lebat. - Mata : Tidak exopthalmus, konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik, pupil bulat dan isokor, tidak terdapat benda asing, pergerakan bola mata baik. - Hidung : Tidak terdapat nafas cuping hidung, tidak deviasi septum, tidak ada sekret, dan tidak hiperemis. - Telinga : Bentuk normal, liang telinga luas, tidak ada sekret, tidak ada darah, tidak ada tanda radang, membran timpani intak. - Mulut : Bibir tidak sianosis, gigi geligi lengkap, gusi tidak hipertropi, lidah kotor, mukosa mulut basah, tonsil T 1 -T 1 tidak hiperemis. - Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening pada submentalis, subklavikula, pre-aurikula, post-aurikula, oksipital, sternokleido- mastoideus, dan supraklavikula. Tidak terdapat pembesaran tiroid, trakea tidak deviasi. - Thoraks : Normal, Simetris kiri dan kanan perbandingan transversal : antero posterior = 2:1, tidak ditemukan kelainan kulit, tidak terlihat adanya massa.
- Paru-paru Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri pada saat statis dan dinamis, tidak terdapat retraksi dan pelebaran sela iga. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas, tidak terdengar adanya krepitasi, fremitus taktil dan vokal simetris kanan dan kiri. Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru dan terdapat peranjakan paru hati pada sela iga VI. Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
- Jantung Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS IV linea midklavikula sinistra, dan tidak terdapat thrill 6
Perkusi : Batas jantung kanan pada ICS IV linea para sternalis dextra, batas atas ICS III linea parasternalis sinistra, batas jantung kiri pada ICS V linea midklavikula sinistra. Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, tidak terdapat murmur dan gallop
- Abdomen Inspeksi : Tampak massa pada kuadran kanan atas, terlihat pelebaran vena. Auskultasi : Bising usus (+) normal Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), hepar teraba pada kuadran kanan atas 5 jari diatas spina iliaca anterior superior dan 6 jari dari procesus xyphoideus, teraba keras, konsistensi padat, permukaan rata, tidak berbenjol-benjol, tepi tumpul, immobile. Perkusi : Suara redup dikuadran kanan atas dan bawah, suara timpani kuadaran kiri atas dan bawah. Tidak terdapat nyeri ketuk, shifting dullness (+). - Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan - Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada edema, tidak ada deformitas. - Refleks fisiologis dan patologis : tidak dilakukan pemeriksaan.
HbSAg POSITIF Anti HCV NEGATIF Albumin 4,8 Kolesterol Total 240 HDL 34 LDL 183 Trigliserida 113
USG Abdomen Hasil USG Abdomen (11 Agustus 2014)
8
9
Hepar Membesar, permukaan rata, tepi tajam, echostruktur hiperechoic, tak tampak lesi hyper/hypoechoic. Saluran empedu intra/extrahepatik baik tidak melebar. Sol / ascites positif. Kandung Empedu Besar , bentuk dan caliber normal. Dinding reguler Intraluminal tidak tampak sludge/batu maupun massa. Pankreas Besar, bentuk normal, echostruktur parenkim normal. Tak tampak lesi hyper/hypoechoic, ductus pancreaticus tidak melebar. Lien Ukuran membesar ringan (craniocaudal 12,82 cm).Parenkim homogen. Ginjal Kanan Membesar. Permukaan rata, echo parenkim normal, sistem pelviocalyces melebar grade 2-3, korteks dan medulla tak menipis. Tak tampak batu maupun massa. Ginjal Kiri Besar dan bentuk normal. Permukaan rata, echo parenkim normal, sistem pelviocalyces tak melebar, korteks dan medulla tak menipis. Tak tampak batu maupun massa. Aorta Dinding licin, tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening paraaorta. Vesica Urinaria Besar, bentuk baik, dinding reguler tak menebal, tak tampak batu, sludge maupun massa. Prostat Besar, bentuk normal. Echotexture parenkim homogen. Intraluminal tak tampak SOL. Usus usus tergenang cairan di rongga peritoneal.
Kesan : -Hepatomegali dengan ascites intrahepatik dan intraperitoneal -Hydronefrosis ginjal kanan grade 2-3
CT scan Thorax dengan kontras pada tanggal 14 Agustus 2014 : Paru kanan-kiri Corakan bronkovaskular paru kanan kiri tampak meningkat, tampak multiple nodul yang tersebar pada kedua lapangan paru. Pasca injeksi kontras tampak enhancement inhomogen. Bronkus Bronkus utama kanan-kiri terbuka. Tak tampak pembesaran kelenjar limfe. Trachea Baik, letak sentral. 10
Oessophagus Tak melebar, dinding tak menebal, tak tampak massa, dan pendesakkan. Cor Ukuran tak membesar Aorta Tak tampak melebar, tak tampak kalsifikasi dinding, tak tampak nodul. Tak tampak effuse pleura. Tampak multiple nodul hipodens pada hepar
Kesan : - Nodul multiple yang tersebar pada kedua lapangan paru, cenderung suatu gambaran metastasis pada paru (tumor primer?). - Nodul metastasis multiple pada hepar. - Tak tampak pembesaran KGB paratracheal, perihiler, maupun para aorta. - Tak tampak effusi pleura.
Pemeriksaan Rontgen Thorax - COR : CTR <50%, Aorta baik. - Tampak multiple coin lesion di paru kanan kiri. - Hilus kanan/kiri baik. - Kedua sinus dan diafragma baik. - Tulang dan jaringan lunak baik. Kesan : sesuai metastase
V. Diagnosis Diagnosis Kerja : HCC + Metastasis paru + Hep B + Asites + Hidronefrosis + Anemia VI. Pemeriksaan yang dianjurkan PT, APTT HbeAg Hbc IgG AFP
11
VII. Terapi yang diberikan Terapi di UGD Terapi di bangsal IVFD D5% 15 tpm Inj. Ceftriaxone 1 x 2 gr dalam NaCl 100 cc Inj. Ranitidin 1 amp Curcuma tab 3 x 4 Spironolacton 2 x 100 mg Rencana USG Abdomen IVFD RL : D5% [2 : 2] 30 tpm Inj. Ceftriaxone 1 x 2 gr Inj. Ranitidin 2 x 1 amp Oral Curcuma 3 x 1 Oral Spironolacton 2 x 100 mg Oral Ambroxol 3 x 1 c Oral Simvastatin 1 x 10 mg Metil Prednisolon 2 x 62,5 g Retaphyl 2 x 1 gr Nebulizer 4 x 1 Diit MLRS
VIII. Prognosis - Quo ad vitam : dubia ad malam - Quo ad functionam : dubia ad malam - Quo ad sanactionam : dubia ad malam
12
FOLLOW UP
13
14
15
16
17
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 DEFINISI
Karsinoma hepatoselular (hepatocellular carcinoma) adalah tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit, demikian pula dengan karsinoma fibrolamelar dan hepatoblastoma. Dalam dasawarsa terakhir terjadi perkembangan yang cukup berarti menyangkut HCC, antara lain perkembangan modalitas terapi yang memberikan harapan untuk sekurang-kurangnua perbaikan pada kualitas hidup pasien. (Budihusodo, U. 2010). 1.2 EPIDEMIOLOGI Kanker hati merupakan penyakit kanker kelima tersering di dunia. Dan saat ini menempati posisi ketiga penyebab kematian yang disebabkan oleh kanker di dunia. Frekuensi kanker hati di Asia Tenggara dan Afrika Sub-Sahara adalah lebih besar dari 20 kasus-kasus per 100,000 populasi. Berlawanan dengannya, frekuensi kanker hati di Amerika Utara dan Eropa Barat adalah jauh lebih rendah, kurang dari lima per 100,000 populasi. Dari 632.000 kasus kanker hati di dunia yang terdiagnosa setiap tahunnya, sekitar 450.000 dilaporkan di Asia Pasifik (lebih dari 70%). Di Indonesia sendiri, menurut data GLOBOCAN 2008, terdapat 13.238 kasus kanker hati, dengan angka kematian mencapai 12.825. (Hanifah, R. 2012)
Frekuensi kanker hati di Amerika secara keseluruhannya meningkat, dimana peningkatan ini disebabkan terutama oleh hepatitis C kronis, suatu infeksi hati yang menyebabkan kanker hati. Frekuensi kanker hati tinggi pada orang-orang Asia karena kanker hati dihubungkan sangat dekat dengan infeksi hepatitis B kronis. (Hanifah, R. 2012) 1.3 ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO a. Infeksi Hepatitis B Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya HCC terbukti kuat, baik secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental. Karsinogenitas virus hepatitis B terhadap hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel pejamu, dan aktifitas protein spesifik HBV berintegrasi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif menjadi sel aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenitas hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara tidak langsung oleh kompensasi proliferatif 18
merespons nekroinflamsi sel hati, atau akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen yang berubah akibat HBV. (Budihusodo, U. 2010) b. Infeksi Hepatitis C Infeksi virus hepatitis C (HCV) juga dihubungkan dengan perkembangan kanker hati. Hepatokarsinogesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas nekroinflamasi kronik dan sirosis hati. Dalam meta analisis penelitian disimpulkan bahwa risiko terjadinya hepatoma pada pengidap infeksi HCV adalah 17 kali lipat dibandingkan dengan risiko pada bukan pengidap. (Budihusodo, U. 2010) c. Sirosis hati Faktor risiko utama hepatoma didunia dan melatarbelakangi lebih dari 80% kasus hepatoma. Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahan saluran cerna bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal. Sindrom hepatorenal adalah suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan fungsi hati, hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dan sirkulasi darah. Sindrom ini mempunyai risiko kematian yang tinggi. (Budihusodo, U. 2010)
d. Aflatoxin B1 Aflatoxin B1 (AFB1) merupakan mikrotoksin yang diproduksi oleh jamur Aspergillus, ditemukan pada makanan seperti kacang-kacang tanah, beras, kacang- kacang kedelai, jagung, dan gandum. Aflatoxin B1 telah dilibatkan pada perkembangan kanker hati di China Selatan dan Afrika Sub-Sahara. Dari percobaan binatang, diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogenik. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1- 2-3 epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang membentuk ikatan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada kodok 249 dari gen suppressor tumor p53. (Budihusodo, U. 2010) e. Obesitas. Faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya nonalcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapat berlanjut menjadi HCC. (Budihusodo, U. 2010)
19
f. Diabetes Melitus Pada penderita DM, terjadi perlemakkan hati dan steatohepatitis non akoholik (NASH) . Disamping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin like growth factors (IGFs) yang merupakan faktor promotif potensial untuk kanker. (Budihusodo, U. 2010)
g. Alkohol Sirosis yang disebabkan oleh konsumsi alkohol yang kronis adalah hubungan yang paling umum dari kanker hati di negara berkembang. Meskipun alcohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat alcohol berisiko menderita hepatoma melalui sirosis hati alkoholik. (Budihusodo, U. 2010) h. Faktor risko lain. Faktor risiko lain namun jarang ditemukan : - Penyakit hati autoimun : hepatitis autoimu, PBS/sirosis bilier primer. - Penyakit hati metabolik : hemokromatosis genetic, defisiensi antitripsin-alfa1, Wilson disease. - Kontrasepsi oral. - Senyawa kimia : thorotrast, vinil klorida, nitrosamine, insektisida, organoklorin, asam tanik. (Budihusodo, U. 2010)
1.4 PATOFISIOLOGI Mekanisme karsinogenesis hepatoma belum sepenuhnya diketahui, apapun agen penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui peningkatan perputaran (turnover) sel hati yang diinduksi oleh cedera (injury) dan regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hal ini dapat menimbulkan perubahan genetik seperti perubahan kromosom, aktivasi oksigen selluler atau inaktivasi gen suppressor tumor, yang mungkin bersama dengan kurang baiknya penanganan DNA mismatch, aktivasi telomerase, serta induksi faktor-faktor pertumbuhan dan angiogenik. Hepatitis virus kronik, alkoholik dan penyakit hati metabolik seperti hemokromatosis dan defisiensi antitrypsin alfa 1 , mungkin menjalankan perannya terutama melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi, dan sirosis). Aflatoksin dapat menginduksi mutasi gen suppressor tumor P53 dan ini 20
menunjukkan bahwa faktor lingkungan juga berperan pada tingkat molekular untuk berlangsungnya hepatogenesis. (Hanifah, R. 2012)
Gambar 1. Patofisiologi hepatoma (Hanifah, R. 2012) 1.5 PENYEBARAN Metastasis intrahepatic dapat melalui pembuluh darah, saluran limfe atau infiltrasi langsung. Metastasis ekstrahepatik dapat melibatkan vena hepatika, vena porta atau vena kava. Dapat terjai metastasis pada varises esophagus dan di paru. Metastasis sistemik seperti ke kelenjar getah bening di porta hepatis tidak jarang terjadi, dan dapat juga sampai di mediastinum. Bila sampai di peritoneum, dapat menimbulkan asites hemoragik, yang berarti sudah memasuki stadium terminal. (Hashem, E. 2011) 1.6 GEJALA KLINIS Hepatoma Sub Klinis Yang dimaksud hepatoma subklinis atau stadium dini adalah pasien yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan melalui pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan. (Desen, W. 2008) Hepatoma Fase Klinis Tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut, manifestasi utama yang sering ditemukan adalah (Desen, W. 2008): 21
a. Nyeri abdomen kuadran kanan atas : hepatoma stadium sedang dan lanjut sering datang berobat karena kembung dan tak nyaman atau nyeri samar di abdomen kanan atas. Nyeri umumnya bersifat tumpul atau menusuk intermitter atau terus menerus. Jika nyeri abdomen bertambah hebat atau timbul akut abdomen harus dipikirkan rupture hepatoma. b. Massa abdomen atas : hepatoma lobus kanan dapat menyebabkan batas atas hati bergeser ke atas, pemeriksaan fisik menemukan hepatomegali di bawah arcus costa tapi tanpa nodul, hepatoma segmen inferior lobus kanan sering dapat langsung teraba massa di bawah arcus costa kanan. Hepatoma lobus kiri tampil sebagai massa dibawah processus xyphoideus atau massa di bawah arcus costa kiri. c. Perut kembung : timbul karena massa tumor sangat besar, asites, dan gangguan fungsi hati. d. Anoreksia : timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran gastrointestinal. e. Letih : dapat disebabkan metabolit dari tumor ganas dan berkurangnya asupan makanan. f. Demam : timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit tumor, jika tanpa bukti infeksi disebut demam kanker, umumnya tidak disertai menggigil. g. Ikterus : kulit dan sklera tampak kuning, karena gangguan fungsi hati, juga dapat karena sumbatan kanker di saluran empedu atau tumor mendesak saluran empedu hingga timbul ikterus obstruktif. h. Lainnya : perdarahan, diare, nyeri bahu belakang kanan, edema kedua tungkai bawah, kulit gatal dan lainnya, juga manifestasi sirosis hati seperti splenomegali, palmar eritema, lingua hepatik, spider nevi, venadilatasi dinding abdomen, dll. Pada stadium akhir hepatoma sering timbul metastasis paru, tulang dan banyak organ lain.
1.7 STADIUM PENYAKIT Untuk stadium penyakit dapat diklasifikasikan berdasarkan (Budihusodo, U. 2010): Tumor Node Metastasis (TNM) Staging System Okuda Staging System Cancer of the Liver Italian Program (CLIP) Scoring System Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC) Staging System 22
Chinese University Prognostic Index (CUPI)
Berdasarkan TNM KHS dapat diklasifikasikan menjadi (Desen, W. 2008) : Stadium Ia : tumor tunggal berdiameter < 3cm tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh : Child A Stadium Ib : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan 5 cm, di separuh hati, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh : Child A Stadium IIa : Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri (segment IV) atas ke lobus kanan segment V dan VIII atau tumor dengan invasi peripheral ke sistem pembuluh darah (vascular) atau pembuluh empedu (billiary duct) tetapi hanya terbatas pada lobus kanan atau lobus kiri hati. Stadium IIb : Tumor tunggal atau multiple dengan diameter gabungan 10 cm, di separuh hati, atau tumor multiple dengan gabungan > 5 cm, dikedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh: Child A. terdapat emboli tumor dipercabangan vena portal, vena hepatica atau saluran empedu dan atau Child B Stadium IIIa: tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utama vena porta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal atau jauh, salah satu daripadanya; Child A atau B Stadium IIIb: tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis; Child C 1.8 DIAGNOSIS PEMERIKSAAN PATOLOGI ANATOMI a. Penanda Tumor Alfa-fetoprotein (AFP) adalah protein serum normal yang disintesis oleh sel hati fetal, sel yolk-sac dan sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal fetal. Rentang normal AFP serum adalah 0-20 ng/mL. kadar AFP meningkat pada 60-70% pasien 23
hepatoma, dan kadar > 400 ng/mL adalah diagnostik atau sangat sugestif hepatoma. (Budihusodo, U. 2010)
b. Biopsi Hati Dapat dilakukan jika sampel diambil dari daerah lokal dengan ultrasound atau CT, karena tumor ini cenderung akan ke pembuluh darah. Pemeriksaan sitologi cairan asites selalu negatif untuk tumor. (Rasyid, A. 2006)
PEMERIKSAAN RADIOLOGI a. Ultrasonografi Abdomen Untuk tumor kecil pada pasien dengan risiko tinggi, USG lebih sensitife daripada AFP serum berulang, sensitifitas USG untuk neoplasma hati berkisar antara 70- 80%. Tampilan USG yang khas untuk HCC kecil adalah gambaran mosaik, formasi septum, yang dibentuk oleh pseudokapsul fibrotic, serta penyangatan eko posterior. Berbeda dari tumor metastasis, HCC dengan diameter kurang dari 2 cm mempunyai gambaran bentuk cincin yang khas. USG color Doppler berguna untuk membedakan HCC dari tumor hepatik lain. (Budihusodo, U. 2010)
b. CT-Scan Pemeriksaan rutin untuk diagnosis lokasi dan sifat hepatoma. Menunjukkan lokasi, jumlah dan ukuran tumor dalam hati, hubungannya dengan pembuluh darah dan penentuan modalitas terapi.(Rasyid, A. 2006)
c. MRI Teknik nonradiasi, tidak memakai kontras berisi iodium, dapat secara jelas menunjukkan struktur pembuluh darah dan saluran empedu dalam hati, struktur internal jaringan hati dan hepatoma, sangat membantu dalam menilai efektifitas aneka terapi. Dengan zat kontras spesifik hepatosit dapat menemukan hepatoma kecil kurang dari 1 cm dengan keberhasilan 55 %. (Desen, W. 2008)
d. Angiografi arteri hepatika.
24
Untuk tumor dengan diameter > 2cm, adanya penyakit hati kronik, hipervaskularisasi arterial dari nodul (dengan CT atau MRI) serta kadar AFP serum 400 ng/mL adalah diagnostik Kriteria Diagnostik HCC menurut Barcelona EASL Conference Kriteria sito-histologis Kriteri non-invasif (Khusus pasien sirosis hati) Kriteria radiologis : koinsidensi 2 cara imaging (USG/CT-spiral/MRI/angiografi) - Lesi fokal > 2cm dengan hipervaskularisasi arterial Kriteria kombinasi : satu cara imaging dengan kadar AFP serum: - Lesi fokal > 2 cm dengan hipervaskularisasi arterial - Kadar AFP serum 400 ng/mL Tabel 1. Kriteria Diagnostik HCC menurut Barcelona EASL Conference Diagnosis histologis diperlukan bila tidak ada kontraindikasi (untuk lesi diameter > 2cm) dan diagnosis pasti diperlukan untuk menetapkan pilihan terapi. Tumor diameter < 2 cm, sulit menegakkan diagnosis secara non-invasif karena berisiko tinggi terjadinya diagnosis negative palsu akibat belum matangnya vaskularisasi arterial pada nodul. Bila dengan cara imaging dan biopsi tidak diperoleh diagnosis definitif, sebaiknya ditindaklanjuti dengan pemeriksaan imaging serial setiap 3 bulan sampai diagnosis dapat ditegakkan. 1.9 PENGOBATAN Pilihan terapi ditetapkan berdasarkan atas ada tidaknya sirosis, jumlah dan ukuran tumor, serta derajat pemburukan hepatik. Untuk menilai status klinis, sistem skol Child Pugh menunjukkan estimasi yang akurat mengenai kesintasan pasien. (Budihusodo, U. 2010) a. Reseksi Hepatik Untuk pasien non sirosis yang biasanya mempunyai fungsi hati normal pilihan utama terapi adalah reseksi hepatic. Pada pasien sirosis perlu kriteria seleksi karena dapat memicu gagal hati yang menurunkan angka harapan hidup. Kontraindikasinya adalah metastasis ekstrahepatik, hepatoseluler karsinoma difus atau multifocal, sirosis stadium lanjut dan penyakit penyerta yang dapat mempengaruhi ketahanan pasien menjalani operasi.
25
b. Transplantasi Hati Memberikan kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan mengganti parenkim hati yang mengalami disfungsi. Kematian pasca transplantasi tersering disebabkan oleh rekurensi tumor di dalam maupun di luar transplant. c. Ablasi Tumor Perkutan Destruksi dari sel neoplastic dapat dicapai dengan bahan kimia (alkohol, asam asetat) atau dengan memodifikasi suhunya (radiofrequency, microwave, laser dan cryoablation). Injeksi etanol perkutan (PEI) memiliki efikasi tinggi, efek samping rendah serta relative murah. Dasar kerjanya menimbulkan dehidrasi, nekrosis, oklusi vascular dan fibrosis. PEI bermanfaat untuk pasien dengan tumor kecil namun resektabilitasnya terbatas Karena adanya sirosis hati non-Child A. Radiofrequency ablation (RFA) menunjukkan angka keberhasilan lebih tinggi daripada PEI dan efikasi tertinggi untuk tumor yang lebih besar dari 3 cm, namun tidak berpengaruh terhadap harapan hidup pasien. Namun RFA lebih mahal dan efek samping lebih banyak dibanding PEI.Guna mencegah rekurensi tumor, pemberian asam poliprenoik selama 12 bulan. d. Terapi Paliatif Sebagian besar pasien HCC didiagnosis pada stadium menengah-lanjut yang tidak ada terapi standarnya. Berdasarkan meta analisis, pada stadium ini hanya TAE/TACE (transarterial embolization/chemo embolization) saja yang menunjukkan penurunan pertumbuhan tumor serta dapat meningkatkan harapan hidup pasien dengan HCC yang tidak resektabel. TACE dengan frekuensi 3 4 kali setahun dianjurkan pada pasien yang fungsi hatinya cukup baik (Child-Pugh A) serta tumor multinodular asimptomatik tanpa invasi vascular atau penyebaran ekstrahepatik, yang tidak dapat diterapi secara radikal. Sebaliknya bagi pasien yang dalam keadaan gagal hati (Child Pugh B-C) serangan iskemik akibat terapi ini mengakibatkan efek samping yang berat. Adapun beberapa terapi lain yang tidak resektabel seperti imunoterapi dengan interferon, terapi antiestrogen, antiandrogen, oktreotid, radiasi internal, kemoterapi arterial atau sistemik masih memerlukan penilaian yang meyakinkan.
26
The BCLC staging system and treatment allocation Sumber : Bruix, J. et al. 2011
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Budihusudo U. 2007. Tumor Hati. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati Edisi Pertama. Jakarta : Jayabadi.. Hal 469-485. 2. Bruix, J. et al. 2011. Management of Hepatocellular Carcinoma: An Update . AASLD Practice Guideline. Vol 53. No 3. 3. Rasyid, A. 2006. Pentingnya Peranan Radiologi Dalam Deteksi Dini Dan Pengobatan Kanker Hati Primer. USU e-repository. 4. El-serag Hashem. 2011. Current concepts hepatocellular carcinoma. The New England Journal of Medicine. 5. Rizka Hanifah. Kanker hati dan hepatoma. Diakses dari http://medical-center- health.blogspot.com/2010/03/kanker-hati-hepatoma.html pada tanggal 14 Agustus 2014. 6. Desen, W. 2008. Tumor Abdomen. Dalam Buku Ajar Onkologi Klinik edisi 2. Jakarta; Balai Penerbit FKUI