Você está na página 1de 20

1. Qs.

Al Fushshilat, ayat 30
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:
"Tuhan Kami ialah Allah" kemudian mereka
meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat
akan turun kepada mereka dengan mengatakan:
"Janganlah kamu takut dan janganlah merasa
sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah
yang telah dijanjikan Allah kepadamu" .

Azbabun nuzul
Sementara ini penulis belum menemukan
azababun nuzul dari ayat ini.

Tafsirul ayat.
Firman allah : sesungguhnya orang yang
mengatakan, tuhan kami ialah Allah lalu
mengesakannya dan tidak menyekutukannya ,
maka mereka telah melepaskan diri dari tuhan
tuhan dan sekutu sekutu. kemudian mereka
meneguhkan pendirian mereka dalam
mengesakan Allah, tidak mencapur adukkan
dengna perbuatan syirik, maka mereka telah taat
kepada Allah, melaksanakan perintahnya dan
menjauhi larangannya.
Berikut berbagai riwayat dari Rasulullah Saw
mengenai penafsiran kalimat kemudian mereka
meneguhkan pendirian mereka:
a. Amr bin Ali menceritakan kepada kami, ia
berkata : Salin bin Qutaibah Abu Qutaibah
menceritakan kepada kami: Suhail bin Abi Hazm
Al-Qathi menceritakan kepada kami dari Tsabit
Albunnani, dari bin Malik, bahwa Rasulullah Saw
membaca ayat Sesungguhnya orang-orang yang
mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah" kemudian
mereka meneguhkan pendirian mereka, ia
berkata, manusia telah mengucapkan tuhan
kami adalah Allah kemudian sebagian mereka
menjadi kafir. Barang siapa wafat dengan
brpegang penuh pada kalimat ini, maka ia
termasuk orang yang teguh pendiriannya .
b. Menurut ahli takwil mereka berpendapat pada
kata yakni : tidak menyekutukan Allah dengan
apapun, mereka menyempurnakan ketauhidan
mereka.
c. Ibnu Bassyar (dalam sanadnya) menyebutkan
maksud dari kata adalah orang orang yang
tidak mempersekutukan Allah dengan apapun.
d. Ia berkata : Jarir bin Abdul Hamid dan Abdllah
bin Idris menceritakan dari Asy-Syaibani, dari
Abu Bakar bin Abu Musa, dari Al Aswad bin
Hilal, dari Abu Bakar ia berkata kepada para
sahabatnya tentang ayat Sesungguhnya orang-
orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah
Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian
mereka, mereka berkata maknanya adalah
orang orang itu berkata tuhan kami adalah
Allah kemudian mereka beramal. Abu Bakar
lalu berkata : kamu memakanai ayat ini bukan
pada tempatnya, makna dari ayat
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:
"Tuhan Kami ialah Allah" kemudian mereka
meneguhkan pendirian mereka maksudnya
adalah orang orang yang tidak menodai kata
kata mereka dengan perbuatan syirik dan
lainnya
e. Yunus menceritakan kepadaku, ia berkata: Ibu
Wahab memberi tahu kepada kami, ia berkata :
Ibnu Zaid berkata tentang ayat Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami
ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan
pendirian mereka ia berkata maksud dari ayat
tersebut adalah teguh pendirian dalam
beribadah kepada Allah .
Sementara mengenai ayat, Maka Malaikat akan
turun kepada mereka maksudnya adalah
malaikat akan turun menghampiri mereka dari
sisi Allah ketika kematian datang kepada mereka.
Dan berikut riwayat yang di jadikan pedoman
oleh para ahli takwil :
Ibnu Humaid menceritakan kepada kami, ia
berkata Hakkam mencceritakan kepada kami
dari Anbasah, dari Muhammad bin
Abndurrahman, dari Qassaim bin Abi Bazzah,
dari Mujahid, tentang ayat ,Maka Malaikat akan
turun kepada mereka dengan mengatakan:
"Janganlah kamu takut dan janganlah merasa
sedih, ia berkata maksudnya adalah pada saat
kematian.
Diriwayatkan dari Abdullah bahwa ia membaca
maka malaikat akan turun kepada mereka dan
berkata : Janganlah kamu takut dan janganlah
merasa sedih maksudnya adalah jangan kamu
meras merasa takut terhadap apa yang akan
menimpamu setelah kamu mati, dan janganlah
kamu merasa sedih atas apa yang kamu
tingglkan dibelakangmu.
Ahli takwil berpendapat berdasar, Muhammad
menceritakan kepadakami, ia berkata : Ahmad
menceritakan kepada kami, ia berkata : Asbath
menceritakan kepada kami dari As-Suddi,
tentang ayat janganlah kamu takut dan
janganlah kamu merassa sedih. Maksudnya
adalah : janganlah kamu takut terhadap apa yang
ada didepanmu dan jangan pula merasa sedih
terhadap sesuatu setelah kamu.
Firman Allah yang berbunyi dan gembirakanllah
mereka dengan jannah yang telah dijanjikan oleh
allah kepadamu maksudnya adalah
bergembiralah kamu, karena diakhirat kamu
akan mendapatkan surga yang telah dijanjikan
ketika kamu berada didunia, karena
keimananmu kepada allah dan teguhnya
pendirianmu dalam ketaatna kepadanya.
Demikian meurut riwayat berikut ini:
Muhammad menceritakan kepada kami, ia
berkata : ahmad menceritakan kepada kami, ia
berkata : asbath menceritakan kepada kami dari
as suddi, tentang ayat dan gembirakanllah
mereka dengan jannah yang telah dijanjikan oleh
allah kepadamu ia berkata ; maksudnya adalah
janji ketika masih didunia.


2. Qs. Surat Al-Anbiya
- Ayat 22
Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan
selain Allah, tentulah keduanya itu telah Rusak
binasa. Maka Maha suci Allah yang mempunyai
'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan .

- Azbabun nuzul
Sementara ini penulis belum menemukan
azababun nuzul dari ayat ini.

- Tafsirul ayat
Maksud ayat diatas adalah, Allah berfirman :
sekiranya dilangit dan di bumi ada tuhan tuhan
yang patut disembah selain Allah pencipta segala
sesuatu, yang uluhiyah dan ibadah tidak
diperbolehkan kecuali kepadanya, tentu
keduanya telah rusak binasa maksudnya adalah
kedua penduduk langit dan bumi pastilah rusak.
Dan maksud dari kalimat Maka Maha suci Allah
yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang
mereka sifatkan adalah ke-maha-sucian itu
hanya milik allah, dari dusta mereka yang
musyrik kepada-Nya.
Perihal diatas sebagai mana yang terdapat pada
riwayat berikut:
Bisyr menceritakan kepada kami, ia berkata :
Syaid menceritakan kepada kami dari Qatadah,
tentang firman Allah (7:22) Sekiranya ada di
langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah,
tentulah keduanya itu telah Rusak binasa. Maka
Maha suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada
apa yang mereka sifatkan. Ia berkata Allah
mensucikan Dzatnya sendiri ketika dia
didustakan .

Ayat 25
dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun
sebelum kamu melainkan Kami wahyukan
kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang
hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu
sekalian akan aku ".


Azbabun nuzul
Sementara ini penulis belum menemukan
azababun nuzul dari ayat ini.

Tafsirul ayat
Maksud ayat diatas adalah; allah taala berfirman
dankami tidak mengutus wahai Muhammad
sebelum kamu seorang rosulpun pada suatu
kaum melainkan kami wahyukan tiada tuhan
yang wajib disembah baik dilangit maupun
dibumi kecuali aku (Allah).
maka sembahlah oleh kamu sekalian akan aku.
maksudnya memurnikan ibadah hanya untuk
Allah dan mengesakan ketuhanan hanya untuk
Allah.
Perihal diatas sesuai pentakwilan dari para
ulama mufassir, sebagaimana yang tertera pada
periwayatan berikut:
Bisyr menceritakan kepada kami, ia berkata :
Yazid menceritakan kepada kami, ia berkata Said
menceritakan kepada kami dari Qatadah,tentang
firman Allah QS. Al_Anbiya ayat 25:
dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun
sebelum kamu melainkan Kami wahyukan
kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang
hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu
sekalian akan aku". ia mengatakan maksudnya
adalah: dengan aku mengutus para rasul dengan
ikhlas dan tauhid, dan tidaka kan diterima abu
jafar berkata : menrutku ia berkata suatu amal
perbuatan sebelum mereka mengucapkannya
dan mengakuinya. Syariat itu bermacam-
macam, dalam taurat ada syariat, dalam injil ada
syariat dfan dalam al-quran ada syariat halal
dan haram. Ini semua menyangkut keikhlasan
beribadah kepada allah dan memurnikan tauhid
kepada Nya .


3. Qs. Al-Araf ayat 172
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan
keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka
dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini
Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau
Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan
yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam)
adalah orang-orang yang lengah terhadap ini
(keesaan Tuhan)" ,

4. Kontekstualisasi Ayat
Beriman kepada Allah taala memiliki pengaruh
yang baik, kaitannya didunia maupun diakhirat,
dan sungguh kebaikan dunia akhirat, serta
penolakan kejahatan semua itu adalah pengaruh
dari iman ini, karena Allah swt akan membela
kaum mukminin dari segala hal yang dibenci,
menyelamatkan umatnya dari segala
penderitaan dan menjaga dari tipudaya para
mussuh (setan).
Selain itu keimanan kepada allah akan membawa
jiwa manusia menjadi bersih dari khurafat.
Karena ketika keimanan itu memang
berlangsung secara benar, niscaya manusia akan
menggantungkan segala perkaranya kepada allah
swt semata, karena hakikinya allah adalah rabb
semesta alam, dan tidak ada rabb yang hak
untuk disembah selain Nya. Karena itu orang
tidak akan takut kepada makhluk, tidak akan
menggantungkan hatinya kepada salah seorang
manusia, karena itu manusia terbebas dari
khurafat dan ilusi.
Termasuk pengaruh dari iman kepada Allah
adalah keberuntungan dan kemenangan :
mendapata apa yang diminta dan selamat dari
seiap yang ditakuti, hal ini sesuai dengn firman
Allah Qs. Al-Baqarah ayat 5 :
Mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk
dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang
yang beruntung

Namun pengaruh atau manfaat terbesar dari
rasa iman kepada Allah adalah didapatkan
keridhaan dari Allah swt, sehingga surga
merupakan puncak kebahaagiaan yang
merupakan kenikmatan abadi serta kasih sayang
yang sempurna, karena hal tersebut telah di
janjikan oleh Allah swt .

5. kesimpulan
bahwasanya kebutuhan kita terthadap aqidah
adalah diatas segala kebutuhan , dan
kepentingan kita terhadap aqidah adalah diatas
segala kepentingan, sebab tidak ada
kebahagiaan, kenikmatan, dan kegembiraan bagi
hati kecuali dengan beridbadah kepada Allah.
Aqidah adalah kwajiban yang paling besar dan
yang paling ditekaknkan, karena itu ia adalah
yang pertama kali diwajibkan atas manusia,
seseuai dengan sabda rasulullah saw : aku
diperintahkan menerangi manusia sampai
mereka bersaksi bahwa tidak ada sesebahan
yang haq kecuali allah dan bahwa Muhammad
adalah utusan Allah.
Sesungguhnya semengakui wujud allah adalah
fitrah bagi manusia, sebagian besar manusia
mengakui wujud allah kecuali sedikit sekali dari
ikalangan orang orang atheis. Lalu semua
orang mengetahu bahwa yang baru opasti ada
pembuatnya dan makhluq mahluk yang banyak
ini serta apa saja yang kita saksikan setiap saat
pastilah ada ag menciptakannya. Dan pencipta
itu adalah Allah, sebab mustahil ada makhluk
tanpa ada yang menciptakan, sebagaimana
mustahil makhluk itu menciptakan dirinya
sendiri. Sebab itu kita sebagai makhluq dilarang
keras untuk melakukan perbuatan syirik, karena
syirik adalah perbuatan yang berlawanan dengan
keimanan terhadap uluhiyah Allah sebagai
sesembahan yang haq semata, dan jika beriman
kepada uluhiyah Allah semata dan meng-Esa-
kanNya dalam beribadah adalah kewajiban yang
terpenting dan yang paling besar, maka syirik
adalah perbuatan yang paling besar disisi Allah,
dan syirik inilah satu satunya dosa yang tak
terampuni oleh Allah swt.

1. Surat Rum ayat 30:
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama sebagi fitrah
Allah, yang telah menciptakan manusia atasnya. Tidak ada perubahan
pada ciptaan (fitrah) Allah."
Pada ayat ini jelas sekali, bahwa Din merupakan fitrah manusia dan
bagian dari fitrah manusia yang tidak akan pernah berubah.
Syekh Muhammad Taqi Mishbah, seorang mujtahid dan filosuf
kontemporer, ketika mengomentari ayat di atas menyatakan, bahwa
ada duia penafsiran yang dapat diambil dari ayat ini, (1) Pertama,
maksud ayat ini ialah, bahwa prinsip-prinsip agama, seperti tauhid dan
hari akhir, dan hukum-hukum agama secara global, seperti membantu
orang-orang miskin, menegakkan keadilan dan lainnya, sejalan sengan
kecenderungan manusia. (2)Kedua, tunduk kepada Allah Taala
mempunyai akar dalam diri manusia. Lantaran manusia secara fitrah,
cenderung untuk bergantung dan mencintai Kesempurnaan yang
mutlak
Kedua penafsiran di atas bisa diselaraskan. Penafsiran pertama
mengatakan, bahwa mengenal agama adalah fitrah, sedangkan
penafsiran kedua menyatakan bahwa yang fitri adalah
ketergantungan, cinta dan menyembah kepada Yang Sempurna.
Namun menyembah kepada Yang Sempurna tidak mungkin dilakukan
tanpa mengenal-Nya terlebih dahulu. Dengan demikian, penafsiran
kedua kembali kepada yang pertama. (Maarif al-Quran, juz 1
halaman 31-32).
Allamah Thabathabai memberikan penjelasan mengapa Din itu
merupakan fitrah. Dalam kitab Tafsir al-Mizan, beliau
berkata,"(Lantaran) Din tidak lain kecuali tradisi kehidupan dan jalan
yang harus dilalui manusia, sehingga dia bahagia dalam hidupnya.
Tidak ada tujuan yang ingin dicapai manusia, melainkan
kebahagiaaan."
Selanjutnya, beliau menjelaskan bahwa setiap fitrah mendapat
bimbingan untuk sampai kepada tujuannya masing-masing.
Sebagaimana terungkap dalam firman Allah berikut, "Tuhan kami yang
menciptakan segala sesuatu, kemudian memberinya petunjuk."(QS.
Thaha: 50).
Manusia, seperti juga makhluk lainnya, mempunyai tujuan dan
mendapat bimbingan agar sampai kepada tujuannya. Bimbingan
tersebut berupa fitrah yang akan mengantarkan dirinya kepada tujuan
hidupnya." (Tafsir al-Mizan, juz 21 halaman 178-179).

2. Surat al-Araf ayat 172: "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu
mengeluarkan dari sulbi anak-anak Adam keturunan mereka dan
mengambil kesaksian dari mereka atas diri mereka sendiri, Bukankah
Aku ini Tuhan kalian? Seraya mereka menjawab, Benar (Engkau
Tuhan kami), Kami menjadi saksi. (Hal ini Kami lakukan), agar dihari
kiamat kalian tidak mengatakan, Sesungguhnya kami lengah atas ini
(wujud Allah).
Dalam ayat tersebut dikatakan, bahwa setiap manusia sebelum lahir
ke muka bumi ini pernah dimintai kesaksiannya atas wujud Allah
Taala dan mereka menyaksikan atau mengenal-Nya dengan baik.
Kemudian, hal itu mereka bawa terus hingga lahir ke dunia.
Oleh karena itu, manusia betapapun besarnya dia, kuat dan kaya,
namun dia tetap tidak dapat mengingkari bahwa dirinya tidak memiliki
wujud dirinya sendiri dan tidak dapat berdiri sendiri dalam mengurus
segala urusannya. Sekiranya dia memiliki dirinya sendiri, niscaya dia
dapat mengatasi berbagai kesulitan dan kematian. Dan sekiranya dia
pun berdiri sendiri dalam mengurus segala urusannya, maka dia tidak
akan membutuhkan fasilitas-fasilitas alam.
Ketidakberdayaan manusia dan ketergantungannya kepada yang lain,
merupakan bagian dari fitrah (ciptaan) manusia. Jadi, selamanya
manusia membutuhkan dan bergantung kepada yang lain. Dan dia
tidak akan mendapatkan tempat bergantung yang sempurna, kecuali
Allah Taala semata. Itulah yang dinamakan fitrah bertuhan (fitrah
Ilahiyah). (Lihat kitab Tafisr al-Mizan, juz 9 halaman 306-323).
Selanjutnya ayat tersebut menyatakan, bahwa dengan dibekalinya
manusia (dengan) fitrah, maka ia tidak mempunyai alasan untuk
mengingkari dan lengah atas wujud Allah Taala.
Syekh Taqi Misbah berpendapat, bahwa pengetahuan dan pengakuan
manusia akan Allah, dalam ayat tersebut, adalah pengetahuan yang
sifatnya huduri-syuhudi (ilmu huduri) dan bukan hushuli (Lihat kitab
Maarif al-Quran, juz 1 halaman 33).

3. Surat Yasin, ayat 60-61:
"Bukankah Aku telah memerintahkan kepada kalian, wahai anak-anak
Adam, agar kalian tidak menyembah setan. Sesungguhnya setan itu
adalah musuh kalian yang nyata. Dan sembahlah Aku. Itulah jalan
yang lurus."
Sebagian ulama, seperti Ayatullah Syahid Muthahhari berpendapat,
bahwa perintah ini terjadi di alam sebelum alam dunia, dan dijadikan
sebagai bukti, bahwa mengenal Allah adalah sebuah fitrah (Kitab
Fitrat, halaman 245).

4. Surat al-Ankabut ayat 65:
"Dikala mereka menaiki kapal, mereka berdoa (memanggil) Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Namun, ketika Allah
menyelamatkan mereka ke daratan, mereka kembali berbuat syirik."
Ayat ini menjelaskan, bagaimana fitrah itu mengalami pasang surut
dalam diri manusia. Biasanya, fitrah itu muncul saat manusia merasa
dirinya tidak berdaya dalam menghadapi kesulitan.
Dalam kitab tafsir Namuneh disebutkan, bahwa kesulitan dan bencana
dapat menjadikan fitrah manusia tumbuh, karena cahaya tauhid
tersimpan dalam jiwa setiap manusia. Namun, fitrah itu sendiri bisa
tertutup, disebabkan oleh tradisi dan tingkah laku yang menyimpang,
atau pendidikan yang keliru. Lalu ketika bencana dan kesulitan dari
berbagai arah menimpanya, sementara dia tidak berdaya
menghadapinya, maka pada saat seperti itu dia berpaling kepada Sang
Pencipta. (Tafsir Namuneh, juz 16 halaman 340-341)
Oleh karena itu, para ahli marifat dan ahli hikmah meyakini, bahwa
dalam suatu musibah besar, yaitu kesadaran manusia terhadap
(keberadaan) Allah muncul kembali.

Ayat-ayat Afaqi
Selain menegaskan bahwa masalah tauhid adalah fitrah, al-Quran
juga berusaha mengajak manusia berpikir dengan akalnya bahwa di
balik terciptanya alam raya dan perubahan-perubahan yang terjadi di
dalamnya (membuktikan) adanya Sang Pencipta.
Allamah al-Hilly dalam kitab Bab Hadi al-Asyr halaman 7 menjelaskan,
bahwa para ulama dalam upaya membuktikan wujud Sang Pencipta
mempunyai dua jalan. Salah satunya, adalah dengan jalan
membuktikan wujud Allah melalui fenomena-fenomena alam yang
membutuhkan sebab, seperti diisyaratkan dalam ayat al-Quran
berikut ini:
"Akan Kami perlihatkan kepada mereka tanda-tanda Kami di alam raya
ini (afaq) dan di dalam diri mereka sendiri, sehingga jelas bagi mereka
bahwa sesungguhnya Dia itu benar (haq)."(QS. Fush-shilat: 53).
Inilah jalan yang ditempuh Nabi Ibrahim as. Pengembaraan rasional
Nabi Ibrahim as. seperti ini dalam mencari Tuhan, yang sebenarnya
beliau tujukan untuk mengajak kaumnya berpikir, merupakan metode
Afaqi yang efektif sekali.
Untuk lebih jelasnya, kita dapat melihat langsung ayat-ayat yang
menjelaskan pengembaraan rasional Nabi Ibrahim as. tersebut dalam
al-Quran, surat al-Anam ayat 75 sampai 79.
Ayat-ayat al-Quran yang mengajak kita untuk merenungkan
fenomena alam dan keunikan-keunikan makhluk yang ada di
dalamnya, sangatlah banyak. Tentang hal ini, kami mencoba
mengklasifikasikan kepada dua kelompok:
Pertama, ayat-ayat tentang benda-benda mati di langit dan di bumi.
Misalnya, ayat yang berbunyi, "Sesungguhnya di dalam penciptaan
langit dan bumi serta pergantian malam dan siang, terdapat tanda-
tanda bagi orang-orang yang memiliki akal." (QS. Ali Imran:190).
Atau ayat lain berbunyi,"Sesungguhnya, pada pergantian malam dan
siang dan apa yang Allah ciptakan di langit dan di bumi, terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang bertaqwa." (QS. Yunus: 6). Untuk
menambah wawasan tentang ayat-ayat semacam ini bacalah pula
surat an-Nahl ayat 3 sampai 17.
Kedua ayat tersebut dan ayat-ayat lainnya, memandang langit dan
seisinya serta bumi dan segala yang terkandung di dalamnya, sebagai
tanda dan bukti wujud Allah Ta'ala. Karena secara akal, tidak mungkin
semua itu ada dengan sendirinya, di samping semuanya itu akan
mengalami perubahan atau hadits (lihat pembahasan burhan huduts
pada risaltuna edisi 3).
Demikian pula, yang terdapat pada peristiwa peredaran matahari dan
bulan serta benda-benda langit lainnya yang teratur, tanaman-
tanaman di dalam bumi yang disirami air yang tumbuh besar, lalu
mengeluarkan ranting-ranting yang dihiasi dengan dedaunan yang
rindang dan memberikan berbagai buah-buahan dengan seribu rasa,
subhanallah.
Begitulah, semuanya terus berlangsung dengan sangat teratur.. Tiada
lain, hal itu semua menunjukkan wujud Allah Ta'ala semata. (Lihat
burhan an-nidham dalam buletin Risalatuna nomor 3).
Kedua, ayat-ayat tentang keunikan berbagai ragam binatang.
Diantaranya ayat yang berkenaan dengan kehidupan lebah berikut
ini,"Dan Tuhanmu telah mewahyukan kepada lebah, Buatlah sarang-
sarang di bukit-bukit, pada pohon-pohon dan tempat-tempat yang
dibuat manusia. Kemudian makanlah dari berbagai buah-buahan, dan
tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan. (Lalu) dari perut
lebah tersebut akan keluar minuman (madu) yang bermacam-macam
warnanya. Padanya terdapat obat untuk manusia. Sesungguhnya,
pada semua itu terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berpikir."
(QS. An-Nahl : 68-69)
Seekor lebah akan hinggap dari satu bunga kepada bunga yang lain,
untuk menghisap cairan yang terkandung di dalamnya, lalu (darinya)
dihasilkan madu yang lezat dan dapat dimanfaatkan sebagai penawar
penyakit.

2. 1. Surat al-Anbiya, ayat 22
"Seandainya di langit dan di bumi terdapat beberapa Tuhan selain
Allah, niscaya keduanya akan rusak."
Dalam terminologi ilmu mantiq (logika aristotelian) argumentasi di
atas disebut dengan qiyas istitsnai. Qiyas ini terdiri dari dua unsur
yang disebut dengan muqaddam dan tali.Ia mempunyai mempunyai
beberapa bentuk salah satunya ialah, jika tali itu benar maka
muqaddam benar juga, dan jika tali keliru maka dengan sendirinya
muqaddam keliru. Dalam aplikasi kehidupan sehari-hari mereka
seringkali memberi contoh seperti ini, jika matahari terbit maka siang
tiba, namun jika siang belum tiba berarti matahari belum terbit.
Sehubungan dengan ayat tersebut, jika Tuhan itu berbilang maka alam
raya ini tidak teratur dan seimbang, namun kenyataannya alam raya
ini teratur dan seimbang, berarti Tuhan tidak berbilang. Dalil ini
disebut para mutakallimin dan filosuf dengan istilah dalil tamanu.
Yang menentukan benar tidaknya qiyas istitsna'i ini, adalah sejauh
mana konsekuensi logis (mulazamah aqliyyah) atau keterkaitan antara
muqaddam dan tali. Jika konsekuensi logis dan keterkaitan itu dapat
dipertanggung jawabkan,maka qiyas itu benar. Sebaliknya, jika
keduanya tidak dapat dipertanggung jawabkan, maka qiyas itu tidak
benar.

2. Surat al-Mukminun, ayat 91
"Tidaklah Allah mempunyai anak dan tidak pula ada Tuhan disamping-
Nya. (karena jika mempunyai anak dan ada Tuhan selain-Nya), maka
masing-masing Tuhan akan membawa ciptaan-Nya sendiri dan
sebagian akan lebih unggul dari sebagian yang lainnya."
Ayat ini juga menggunakan qiyas yang sama dengan ayat sebelumnya.
Maksud ayat tersebut, ialah bahwa jika Tuhan itu banyak, maka
masing-masing dari mereka mempunyai ciptaan sendiri-sendiri sebagai
bukti kekuasaannya, dan mereka akan mengaturnya sesuai dengan
kemauan mereka. Tiada yang dapat memaksa dan menghalangi
kemauan mereka.
Jika ada satu Tuhan yang mengalah atau dikalahkan kemauannya oleh
yang lainnya, maka dia sebenarnya bukan Tuhan, karena Tuhan harus
Maha Kuat dan Maha Kuasa yang tidak mungkin terkalahkan.
Lebih jelas lagi, jika Tuhan itu banyak, maka mampukah sebagian
mengalahkan yang lainnya? Jika dapat, maka yang kalah bukanlah
Tuhan, sebaliknya jika tidak dapat, maka Tuhan yang tidak bisa
mengalahkan Tuhan yang lain sebenarnya bukan Tuhan, karena Tuhan
adalah Maha Kuasa.

3. Surat al-Isra, ayat 42
"Katakanlah, sendainya terdapat beberapa Tuhan di samping-Nya,
sebagai mana yangmereka yakini, niscaya mereka mencari jalan
menuju Tuhan, Pemilik Arsy."
Ayat ini juga menggunakan pendekatan yang sama dengan ayat
sebelumnya, yaitu qiyas istitsnai.
Allamah Thabathabai dalam mengomentari ayat di atas berkata,
"Kesimpulan dalil ini ialah bahwa jika terdapat beberapa tuhan di
samping Allah Ta'ala, sebagaiman yang mereka yakini, dan setiap
mereka dapat meraih apa yang dimiliki-Nya, maka mereka ingin
meraih kekuasaan dan akan menyingkirkan-Nya, sehingga mereka
akan lebih berkuasa. Lantaran, keinginan untuk berkuasa merupakan
ciri dari segala sesuatu yang wujud. Namun tiada satupun yang dapat
melakukan hal itu." (Tafsir al-Mizan, jilid 13 hal. 106-107)
Dalam ayat tersebut disingung kata-kata Arsy, sebagai tempat yang
sangat agung dan tinggi, serta merupakan lambang kebesaran dan
kekuasaan yang paling tinggi. Mereka pasti ingin menguasainya,
sebagai bukti kebesaran mereka.

4. Surat al-Qashash, ayat 71-72
"Katakanlah,Tidakkah kalian perhatikan, jika Allah jadikan untuk
kalian malam terus menerus sampai hari kiamat, Siapakah Tuhan
selain Allah yang akan mendatangkan sinar terang kepada kalian?
Maka apakah kalian tidak mendengar ?"
"Katakanlah,Tidakkah kalian renungkan, jika Allah jadikan untuk
kalian siang terus menerus sampai hari kiamat, Siapakah Tuhan selain
Allah yang akan mendatangkan malam kepada kalian untuk
beristirahat? Tidakkah kalian perhatikan?"

Kedua ayat ini dengan tegas membantah kaum musyrikin yang
menganggap patung-patung sebagai Tuhan. Andaikan patung-patung
itu Tuhan, maka mereka harus bisa mengubah hukum alam ini, karena
Tuhan adalah Dzat yang Mahakuasa.

5. Surat al-Baqarah, ayat 258
"Ibrahim berkata, Sesungguhnya Allah mendatangkan (menerbitkan)
matahari dari ufuk timur, maka terbitkanlah ia dari ufuk barat ? Maka
terdiamlah orang kafir."
Ayat ini menceritakan perdebatan antara Nabi Ibrahim as. dengan raja
Namrudz yang mengaku sebagai Tuhan. Beliau ingin mematahkan
argumen Namrudz, dengan cara menyuruhnya agar memperlihatkan
kekuasaan dan keperkasaannya dengan menerbitkan matahari dari
ufuk barat bukan dari ufuk timur.
Sudah tentu, permintaan Nabi Ibrahim as. seperti ini tidak mungkin
dilakukan oleh Raja Namrudz, sehingga tampak jelas di mata khalayak
banyak, bahwa Raja Namrud bukan Tuhan semesta alam.
Nabi Ibrahim as. dikenal sebagai seorang nabi yang bijak dan cerdik,
yang sering memojokkan lawan bicaranya dengan argumentasi yang
sederhana namun akurat, sehingga lawan bicaranya dibuat tidak
berkutik.
Sehubungan hal di atas, Allah Ta'ala sering mengutip dalam kitab-Nya
tentang perdebatan beliau dengan orang musyrik, misalnya dalam
surat al-Anbiya, ayat 62 sampai ayat 65.

6. Surat al-maidah, ayat 17
"Sungguh telah kafir orang-orang yang meyakini, bahwa Tuhan itu
adalah al-Masih putera Maryam. Katakanlah,Maka siapakah yang
dapat menahan Allah, jika hendak mematikan al-Masih putera Maryam
dan Ibunya atau seluruh yang hidup di muka bumi ini ?"
Penuhanan Nabi Isa as. sudah berlangsung sejak zaman
diturunkannya Al-Qur'an , bahkan jauh sebelumnya.
Dengan ayat di atas Allah ingin menyatakan, bahwa Isa al-Masih as.
bukanlah Tuhan, tapi seorang manusia pilihan Allah. Karena terbukti
(menurut kaum Nashrani), bahwa al-Masih telah meninggal, apapun
alasan kematiannya. Hal ini mengindikasikan, bahwa al-Masih itu tidak
lain dari ciptaan Allah semata, karena ciri khas Tuhan adalah kekal dan
sejati.

7. Surat al-Anam, ayat 101
"(Tuhan) Pencipta langit dan Bumi, bagaimana mungkin Dia
mempunyai putera, padahal Dia telah menciptakan segala sesuatu dan
Dia Maha Mengetahui segala sesuatu."

8. Surat Fathir, ayat 15
"Wahai manusia, kalian adalah faqir (membutuhkan) kepada Allah,
sementara Allah adalah Mahakaya lagi Maha Terpuji."
Kata faqir berarti sesuatu atau seseorang yang tidak mempunyai apa-
apa. Allah ingin menegaskan, bahwa manusia itu benar-benar faqir ,
artinya benar-benar ia membutuhkan kepada Allah dalam segala
perkara dan keadaan, hatta wujudnya (eksistensi dirinya). Atau
dengan meminjam istilah Mulla Shadra, seorang filosuf muslim dan
penulis kitab al-Hikmah al-Mutaaliyah, yaitu bahwa selain Allah adalah
faqir wujudi. Pengertian benar-benar faqir, diambil dari huruf alim lam
Ta'alarif pada kata 'al-Fuqara (lihat teks arabnya) yang berkonotasi
pembatasan atau pengkhususan (hashr). Sedangkan kata al-Ghani,
berarti yang tidak membutuhkan apapun.
Sifat ghani hanya ada pada Allah saja. Jadi hanya Allah sajalah yang
tidak membutuhkan apa-apa (al-ghina) kepada yang lain, merupakan
ciri khas Tuhan semesta alam.

9. Surat al-Hadid, ayat 3
"Dialah Yang Awal dan yang Akhir, yang tampak dan Yang
Tersembunyi, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu."
Termasuk kemahasempuranaan Allah, adalah Dia yang paling pertama
dan terdahulu, sehingga tiada yang lebih dahulu, sehingga tiada yang
lebih dahulu dari-nya. Akan tetapi, pada saat yang sama Dia yang
Paling Akhir, sehingga tiada yang lebih akhir dari-Nya.
Demikian pula, Dia yang paling Tampak dan Jelas, dan tiada yang lebih
jelas dari-Nya, akan tetapi pada saat yang sama Dia yang
Tersembunyi, itu semua ada pada-Nya, karena Dialah illat (prima
kausa) segala sesuatu dan tidak tergantung kepada selain-Nya (al-
Ghani), sementara segala sesuatu bergantung kepada-Nya dalam
segala sesuatu dan keadaan (al-faqir).

10. Surat asy-Syura, ayat 11
"Tiada sesuatupun yang menyerupai-Nya"
Ayat ini ringkas , namun menjelaskan wujud dan semua sifat
kesempurnaan Allah Ta'ala. Tiada satupun yang menyerupai Allah
dalam segala hal, karena andaikan ada sesuatu yang menyerupai
Allah, maka Dia bukan lagi Maha Esa. Dia sangat jauh berbeda dengan
makhluk-Nya. Dengan kesendirian-Nya dalam wujud dan sifat
kesempurnaan, tapi pada saat yang sama Dia sangat dekat dengan
makhluk-Nya, lantaran makhluk merupakan bagian dari wujud-Nya
dan dalam liputan-Nya.
3. Kitab Rujukan :
4.


5. Telah menceritakan kepada kami Al Husain bin Huraits telah
menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Abu Hazim?? dari Katsir bin
Zaid? dari Utsman bin Rabiah? dari Syaddad bin Aus? radliallahu anhu
bahwa Nabi? shallallahu alaihi wasallam berkata kepadanya: Maukah
aku tunjukkan kepadamu sayyid istighfar? Yaitu ALLAAHUMMA ANTA
RABBII LAA ILAAHA ILLAA ANTA KHALAQTANII WA ANAA
ABDUKA WA ANAA ALAA AHDIKA WA WADIKA
MASTATHATU, AUUDZU BIKA MIN SYARRI MAA SHANATU
WA ABUU-U LAKA BINIMATIKA ALAYYA WA ATARIFU
BIDZUNUUBII FAGHFIR LII DZUNUUBII, INNAHU LAA
YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLAA ANTA. (Ya Allah, Engkau adalah
Tuhanku, tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Engaku, Engkau
telah menciptakanku, dan aku adalah hambaMu, dan berada dalam
perjanjian dan janjiMu semampuku. Aku berlindung kepadaMu dari
keburukan apa yang telah aku perbuat, dan aku mengakui kenikmatanMu
yang Engkau berikan kepadaku dan mengakui dosa-dosaku, maka
ampunilah dosaku, sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa
kecuali Engkau). Tidak ada seorangpun diantara kalian yang
mengucapkannya ketika sore hari kemudian datang kepadanya taqdir
untuk meninggal sebelum datang pagi hari melainkan wajib baginya
Surga, dan tidaklah ia mengucapkannya ketika pagi hari kemudian datang
kepadanya taqdir untuk meninggal sebelum datang sore hari melainkan
wajib baginya Surga. (HR.Tirmidzi : 3315 ).
Itulah Dia Allah, tidak ada Tuhan yang wajib disembah, selain Dia! KepunyaanNyalah
segala puji baik di dunia maupun di akhirat. Dan wewenangnyalah pemutusan segala
hukum, serta kepadaNya pulalah nanti kamu dikembalikan.(al-qashas ayat 70)


(: )

Você também pode gostar