1.1 UU ITE Terdapat 13 BAB dan 54 pasal yang mengatur tentang penggunaan atau penyebaran informasi dan transaksi elektronik dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008. Secara umum, materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang dalam transaksi elektronik. Pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik mengacu pada beberapa instrumen internasional, seperti UNCITRAL Model Law on eCommerce dan UNCITRAL Model Law on eSignature. Bagian ini dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat umumnya guna mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan transaksi elektronik. Bagian-bagian UU ITE secara umum adalah : - Bab I : Ketentuan Umum (Pasal 1 dan Pasal 2) - Bab II : Asas & Tujuan (Pasal 3 dan Pasal 4) - Bab III : Informasi, Dokumen dan Tanda Tangan Elektronik (Pasal 5 sampai Pasal 12) - Bab IV : Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik (Pasal 13 Pasal 18) - Bab V : Transaksi Elektronik (Pasal 17 Pasal 22) - Bab VI : Nama Domain, Hak Kekayaan Intelektual & Perlindungan Hak Pribadi (Pasal 23 Pasal 28) - Bab VII : Perbuatan yang Dilarang (Pasal 27 Pasal 37) - Bab VIII : Penyelesaian Sengketa (Pasal 38 dan Pasal 39) - Bab IX : Peran Pemerintah & Masyarakat (Pasal 40 dan Pasal 41) - Bab X : Penyidikan (Pasal 42 dan Pasal 44) - Bab XI : Ketentuan Pidana (Pasal 45 samapai Pasal 52) - Bab XII : Ketentuan Peralihan (Pasal 53 - Bab XIII : Ketentuan Penutup (Pasal 54)
1.2 UU ITE Tentang E-Commerce Beberapa pasal dalam Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (UU-ITE) yang berperan dalam e-commerce adalah sebagai berikut : 1. Pasal 2 Undang-Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia. 2. Pasal 9 Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan. 3. Pasal 10 Ayat (1) Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan. Ayat (2) Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi Keandalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 4. Pasal 18 - Ayat (1) Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak. - Ayat (2) Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya. - Ayat (3) Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional. - Ayat (4) Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya. - Ayat (5) Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.
5. Pasal 20 - Ayat (1) Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima. - Ayat (2) Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.
6. Pasal 21 - Ayat (1) Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik. - Ayat (2) Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut: a. jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi. b. jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa atau c. jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik. - Ayat (3) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik. - Ayat (4) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan. (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik. 7. Pasal 22 - Ayat (1) Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada Agen Elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi. - Ayat (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen Elektronik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
8. Pasal 28. - Ayat (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. - Ayat (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). 9. Pasal 30. - Ayat (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun. - Ayat (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik. - Ayat (3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan. 10. Pasal 46. - Ayat (1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). - Ayat (2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah). - Ayat (3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Selain mengacu kepada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi & Transaksi Elektronika di atas, ada beberapa peraturan atau perundangan yang mengikat dan dapat dijadikan sebagai payung hukum dalam kegiatan bisnis e-commerce, diantaranya adalah : 1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 2. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 4. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata 5. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang 6. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan 7. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang 8. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 9. Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 Tentang Telekomunikasi 10. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 11. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. 12. Peraturan Pemerintah RI Nomor 48 Tahun 1998 Tentang Pendirian Perusahaan Perseroan dibidang Perbankan.
1.3 Contoh Kasus Pelanggaran Hukum UU ITE Salah satu contoh kasus hukum terkait penipuan atau pelanggaran hukum UU ITE di bidang e-commerce adalah peristiwa yang diberitakan oleh tim viva news tahun 2012. POLRI UNGKAP PENIPUAN JUAL BELI ONLINE ANTARNEGARA
Kamis, 11 Oktober 2012, 21:46 VIVAnews - Seorang warga negara Indonesia diduga terlibat kasus penipuan terhadap seorang warga negara Amerika Serikat melalui penjualan online. Kasus ini terungkap setelah Markas Besar Kepolisian mendapat laporan dari Biro Penyelidik Amerika Serikat.
"FBI menginformasikan tentang adanya penipuan terhadap seorang warga negara Amerika yang berinisial JJ, yang diduga dilakukan oleh seorang yang berasal dari Indonesia," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat, Brigjen Pol Boy Rafli Amar, di Mabes Polri, Kamis 11 Oktober 2012.
Boy mengatakan seorang warga Indonesia itu menggunakan nama HB untuk membeli sebuah alat elektronik melalui pembelian online. "Jadi ini transaksi melalui online, tetapi lintas negara. Jadi transaksinya dengan pedagang yang ada di luar negeri, khususnya Amerika," kata Boy.
Dalam kasus ini, kata Boy, Mabes Polri telah menetapkan satu tersangka berinisial MWR. Dia memanfaatkan website www.audiogone.com yang memuat iklan penjualan barang.
Kemudian, kata Boy, MWR menghubungi JJ melalui email untuk membeli barang yang ditawarkan dalan website itu. "Selanjutnya kedua belah pihak sepakat untuk melakukan transakasi jual beli online. Pembayaran dilakukan dengan cara transfer dana menggunakan kartu kredit di salah satu bank Amerika," kata dia.
Setelah MWR mengirimkan barang bukti pembayaran melalui kartu kredit, maka barang yang dipesan MWR dikirimkan oleh JJ ke Indonesia. Kemudian, pada saat JJ melakukan klaim pembawaran di Citibank Amerika, tapi pihak bank tidak dapat mencairkan pembayaran karena nomor kartu kredit yang digunakan tersangka bukan milik MWR atau Haryo Brahmastyo.
"Jadi korban JJ merasa tertipu, dan dirugikan oleh tersangka MWR," kata Boy.
Dari hasil penyelidikan, MWR menggunakan identitas palsu yaitu menggunakan KTP dan NPWP orang lain. Sementara barang bukti yang disita adalah laptop, PC, lima handphone, KTP, NPWP, beberapa kartu kredit, paspor, alat scanner, dan rekening salah satu bank atas nama MWRSD.
Atas perbuatannya, tersangka dikenai Pasal 378 atau Pasal 45 ayat 2 junto Pasal 28 Undang- Undang nomor 11 tentang Informasi Transaksi Elektronik.
Selain itu, polri juga menerapkan Pasal 3 Undang-Undang nomor 8 tahun 2010 tentang Pencucian Uang. Selain itu, juga dikenakan pasal pemalsuan yaitu Pasal 378 dan beberapa pasal tambahan Pasal 4 ayat 5, dan pasal 5 UU no 8 tahun 2010. (ren)
Berdasarkan pembahasan berita diatas hanya diketahui bahwa pelaku telah menjadi tahanan NKRI dan terkena pasal berlapis, yaitu : Pasal 378 atau Pasal 45 ayat 2, Pasal 28 Undang-Undang nomor 11 tentang Informasi Transaksi Elektronik, yang berbunyi : 1. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. 2. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Ditambah dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Polri juga menerapkan Pasal 3 Undang- Undang nomor 8 tahun 2010 tentang Pencucian Uang. Selain itu, juga dikenakan pasal pemalsuan yaitu Pasal 378 dan beberapa pasal tambahan Pasal 4 ayat 5, dan pasal 5 UU no 8 tahun 2010.