Você está na página 1de 16

ANAFILAKSIS,RINITIS ALERGI

DAN DERMATITIS ATOPIK



Chyntia Eka A
Dede Supriyatna
Diana Loika Sari
Peronika Sartika
Yohanes Sahagun

ANATOMI FISIOLOGI
Lapisan Epidermis
Lapisan epidermis adalah bagian kulit yang paling luar.
Ketebalannya bervariasi, yang paling tebal 1 mm pada telapak
tangan dan yang paling tipis 0,1 mm pada kelopak mata, pipi,
dahi dan perut. Bagian epidermis melekat pada dermis. Lapisan
ini memperoleh makanan dan cairan dari plasma yang
merembes dari dinding dinding kapiler. Sel epidermis disebut
juga keratinosit.
Lapisan Dermis

Pars Papilare => bagian yang
menonjol ke epidermis, berisi
ujung serabut saraf dan
pembuluh darah.
o Pars Retikulare => bagian
bawah yang menonjol ke
subkutan. Terdiri dari serabut
penunjang seperti kolagen
(terbanyak) dan elastin.

Lapisan Subkutis
Lapisan Subkutis (subkutan) => lapisan paling dalam. Jaringan
subkutan dan jumlah lemak yang tertimbun merupakan faktor
terpenting dalam pengaturan suhu tubuh. Terutama jaringan
adiposa karena memberi bantalan antara lapisan kulit dan
struktur internal seperti otot dan tulang.

Definisi
Dermatitis Atopik adalah penyakit kulit yang paling sering
dijumpai pada bayi dan anak-anak.
Dermatitis atopik ialah keadaan peradangan kulit kronis dan
residif, disertai gatal yang berhubungan dengan atopik
Dermatitis atopik atau yang sering disebut ekzema atopik atau
infantil merupakan respon inflamatorik kronis atau rekuren
yang umumnya berkaitan dengan penyakit atopik lainnya,
misalnya asma bronkial dan rinitis alergik,anak-anak biasanya
memperoleh gangguan atopik lainnya saat mereka bertambah
usia.
Jadi Dermatitis Atopik dapat disimpulkan merupakan penyakit
kulit yang sering terjadi pada bayi dan anak-anak yang dalam
kondisi tersebut semakin anak menginjak usia dewasa akan
mengalami kesembuhan yang biasanya diikuti oleh gangguan
atopik lainnya seperti rinitis alergik dan asma bronkial dan
merupakan suatu sindrom Hiper IgE.(Kelompok).

Patofisiologi
Pada penyakit dermatitis atopik masuk pada tipe
hipersensitivitas I yang merupakan hipersensitivitas anafilaktik
seketika dengan reaksi yang dimulai dalam tempo beberapa
menit setelah terjadi kontak dengan antigen. Kalau mediator
kimia terus dilepaskan reaksi lambat dapat berlanjut sampai
selama 24jam. Reaksi ini di antarai oleh antibodi IgE dan
bukan oleh antibodi IgE atau IgM. Hipersensitivitas tipe I
memerlukan kontak sebelumnya dengan antigen yang spesifik
sehingga terjadi produksi antibodi IgE oleh sel sel plasma.
Proses ini berlangsung dalam kelenjar limfe tempat sel sel T
helper membantu menggalakan reaksi ini.
Antibodi IgE akan terikat dengan reseptor membran pada sel
sel mast yang dijumpai dalam jaringan ikat dan basofil. Pada
saat terjadi kopntak ulang, antigen akan terikat dengan
antibodi IgE didekatnya dan pengikatan ini mengaktivkan reaksi
selular yang memicu proses degranulasi serta pelepasan MK
(histamin, leukotrien, dan ECF A (eusinofil chemotactic factor
of anapilaxsis).
Mediator kimia bertanggung jawab atas berbagai gejala pada
hipersensitivitas tipe I karena efeknya pada kulit, paru, dan
trakktus gastrointerstuinal. Gejala klinis ditentukan oleh jumlah
alergen, jumlah mediator yang dilepas, sensitivitas target
organ dan jalur masuknya alergen. Reaksi hipersensitivitas tipe
I dapat mencakup anafilaksis lokal dan sistemik.

Definisi
Rhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan ) pada
membran mukosa di hidung. (Dipiro, 2005 ).
Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung. (
Dorland, 2002 ).
Rinitis alergika merupakan penyakit saluran nafas yang
sering dijumpai pada anak, disamping asma dan sinusitis.
Rinitis alergi diklasifikasikan
berdasarkan:
Lama gejala, rinitis alergi dibagi menjadi:
Intermiten: Gejala <4 hari per minggu dan lamanya <4 minggu
Persisten: Gejala >4 hari per minggu dan lamanya >4 minggu
Berdasarkan berat gejala, rinitis alergi dibagi menjadi:
Ringan (tidur normal, aktivitas sehari-hari, saat olahraga dan
santai normal, tidak ada keluhan yang mengganggu).
Berat (satu atau lebih gejala, tidur terganggu, aktivitas sehari-
hari, saat olahraga dan santai terganggu, gangguan saat bekerja
dan sekolah, ada keluhan yang mengganggu).

Patofisiologi
Sensitisasi dimulai dengan konsumsi atau inhalasi antigen. Pada
pemajanan ulang, mukosa nasal bereaksi dengan pelambatan
kerja silia, pembentukan edema dan infiltrasi leukosit (terutama
eusinofil). Histamine merupakan mediator utama reaksi alergi
pada mukosa nasal. Edema jaringan terjadi akibat vasodilatasi
dan peningkatan permeabilitas kapiler. Tepung sari yang dihirup,
spora jamur, dan antigen hewan di endapkan pada mukosa
hidung.
Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada
individu individu yang kecenderungan atopik secara genetik,
memulai produksi imunoglobulin lokal (Ig ) E. Pelepasan
mediator sel mast yang baru, dan selanjutnya, penarikan
neutrofil, eosinofil, basofil, serta limfosit bertanggung jawab
atas terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat terhadap
alergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus, edema, radang,
gatal, dan vasodilatasi. Peradangan yang lambat dapat turut
serta menyebabkan hiperresponsivitas hidung terhadap
rangsangan nonspesifik suatu pengaruh persiapan. (Behrman,
2000).

Definisi
Anaphylaxis (Yunani, Ana = jauh dari dan phylaxis =
perlindungan). Anafilaksis berarti Menghilangkan
perlindungan. Anafilaksis adalah reaksi alergi umum
dengan efek pada beberapa sistem organ terutama
kardiovaskular, respirasi, kutan dan gastro intestinal yang
merupakan reaksi imunologis yang didahului dengan
terpaparnya alergen yang sebelumnya sudah
tersensitisasi.
Patofisiologi
Oleh Coomb dan Gell (1963), anafilaksis dikelompokkan dalam
hipersensitivitas tipe 1 atau reaksi tipesegera (Immediate type
reaction).
Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase :
Fase Sensitisasi Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk
pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh reseptor spesifik
pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen yang masuk
lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di
tangkap oleh Makrofag.
Makrofag segera mempresen-tasikan antigen tersebut kepada
Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13)
yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma
(Plasmosit).
Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (Ig E) spesifik
untuk antigen tersebut. Ig E ini kemudian terikat pada
receptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.
Fase Aktivasi Yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan
antigen yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang
berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang . Pada
kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen
yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya
reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain
histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain
dari granula yang di sebut dengan istilah Preformed mediators.
Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari
membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan
Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi
yang disebut Newly formed mediators.

Fase Efektor Adalah waktu terjadinya respon yang
kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas
mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada
organ organ tertentu. Histamin memberikan efek
bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler
yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mukus dan
vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas
vaskuler dan Bradikinin menyebabkan kontraksi otot
polos. Platelet activating factor (PAF) berefek
bronchospasme dan meningkatkan permeabilitas
vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor
kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin
yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi,
demikian juga dengan Leukotrien.

TERIMAKASIH

Você também pode gostar