Organ reproduksi pria terdiri atas genetalia dalam dan organ genetalia luar. 1. Genetalia Dalam Menurut C. Rolland Leeson genetalia dalam pria terdiri atas testis, saluran pengeluaran dan kelenjar asesoris. - Testis Testis (gonad jantan) berbentuk oval dan terletak didalam kantung pelir (skrotum). Testis berjumlah sepasang (testes = jamak). Testis terdapat di bagian tubuh sebelah kiri dan kanan. Testis kiri dan kanan dibatasi oleh suatu sekat yang terdiri dari serat jaringan ikat dan otot polos. Testis merupakan kelenjar ganda, karena secara fungsional bersifat esokrin dan juga endokrin. Bagian esokrin terutama menghasilkan sel kelamin (sel benih), sehingga testis dianggap sebagai kelenjar sitogenik. Bagian endokrin menghasilkan sekret internal yang dilepaskan oleh sel-sel khusus. Testis tergantung di dalam skrotum dan dibungkus oleh simpai testis yang terdiri atas 3 lapisan: 1. Lapisan terluar,tunika vaginalis 2. Lapisan tengah,tunika albuginea 3. Lapisan terdalam,tunika vaskulosa Tunika vaginalis merupakan selapis sel mesotel gepeng, seringkali rusak pada saat pembuatan sajian. Lapisan ini merupakan bagian dari sebuah kantung serosa yang tertutup, berasal dari peritoneum yang membungkus permukaan lateral dan anterior testis. Lapisan ini terletak diatas lamina basal yang memisahkanya dari lapisan tengah yang paling jelas yaitu tunika albuginea. Tunika albuginea digambarkan sebagai lapisan tebal, terdiri atas jaringan ikat pada fibroelastis, tapi sekarang dapat diperlihatkan juga adanya sejumlah sel otot polos. Pada manusia, meskipun unsur unsur otot polos tersebar luas, tapi umumnya terdapat paling banyak dibagian posterior testis dekat epididimis. Lapisan terdalam simpai testis adalah tunika vaskulosa terdiri atas jala-jala kapiler darah yang terbenam di dalam jaringan ikat jarang. Simpai testis bukan merupakan suatu pembungkus yang lembam, seperti persangkaan dahulu, melainkan merupakan suatu selaput dinamis yang mampu berkerut secara berkala. Tujuan kerutan kerutan tersebut adalah untuk mempertahankan tekanan yang sesuai didalam testis, mengatur gerak keluarnya cairan kedalam 2
kapiler kapiler dan untuk memijit sistem saluran, sehingga membantu gerakan spermatozoa kearah luar. Fungsi eksokrin yang terutama adalah menghasilkan sel-sel kelamin pria. Fungsi tersebut tergantung pada banyak faktor. Hormon penggiat folikel (follicle stimulating hormone) (FSH) dari lobus anterior hipofisis merangsang spermatogenesis mamalia,meskipun pengaruhnya tidak begitu jelas pada manusia dibandingkan mamalia dengan tingkat yang lebih rendah. FSH mempengaruhi sel sertoli untuk mengrangsang sintesis suatu reseptor, protein pengikat androgen, yang akan berkaitan dengan testosteron didalam ruangan adluminal agaknya dibutuhkan untuk memelihara spermatogenesis. - Saluran Pengeluaran Saluran pengeluaran pada organ reproduksi dalam pria terdiri dari epididimis, vas deferens, dan uretra. a. Epididimis Epididimis merupakan saluran berkelok-kelok di dalam skrotum yang keluar dari testis. Epididimis berjumlah sepasang di sebelah kanan dan kiri. Epididimis berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara sperma sampai sperma menjadi matang dan bergerak menuju vas deferens. Spermatogenesis Spermatogenesis terjadi di dalam di dalam testis, tepatnya pada tubulus seminiferus. Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel germinal dengan melalui proses pembelahan dan diferensiasi sel, yang mana bertujuan untuk membentu sperma fungsional. Pematangan sel terjadi di tubulus seminiferus yang kemudian disimpan di epididimis. Dinding tubulus seminiferus tersusun dari jaringan ikat dan jaringan epitelium germinal (jaringan epitelium benih) yang berfungsi pada saat spermatogenesis. Pintalan-pintalan tubulus seminiferus terdapat di dalam ruang-ruang testis (lobulus testis). Satu testis umumnya mengandung sekitar 250 lobulus testis. Tubulus seminiferus terdiri dari sejumlah besar sel epitel germinal (sel epitel benih) yang disebut spermatogonia (spermatogonium = tunggal). Spermatogonia terletak di dua sampai tiga lapisan luar sel-sel epiteltubulus seminiferus.Spermatogonia terus- menerus membelah untuk memperbanyak diri, sebagian dari 3
spermatogonia berdiferensiasi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu untuk membentuk sperma. Pada tahap pertama spermatogenesis, spermatogonia yang bersifat diploid (2n atau mengandung 23 kromosom berpasangan), berkumpul di tepi membran epitel germinal yang disebut spermatogonia tipe A. Spermatogenia tipe A membelah secara mitosis menjadi spermatogonia tipe B. Kemudian, setelah beberapa kali membelah, sel-sel ini akhirnya menjadi spermatosit primer yang masih bersifat diploid. Setelah melewati beberapa minggu, setiap spermatosit primer membelah secara meiosis membentuk dua buah spermatosit sekunder yang bersifat haploid. Spermatosit sekunder kemudian membelah lagi secara meiosis membentuk empat buah spermatid. Spermatid merupakan calon sperma yang belum memiliki ekor dan bersifat haploid (n atau mengandung 23 kromosom yang tidak berpasangan). Setiap spermatid akanberdiferensiasi menjadi spermatozoa (sperma). Proses perubahan spermatid menjadi sperma disebut spermiasi. Ketika spermatid dibentuk pertama kali, spermatid memiliki bentuk seperti sel-sel epitel. Namun, setelah spermatid mulai memanjang menjadi sperma, akan terlihat bentuk yang terdiri dari kepala dan ekor. Kepala sperma terdiri dari sel berinti tebal dengan hanya sedikit sitoplasma. Pada bagian membran permukaan di ujung kepala sperma terdapat selubung tebal yang disebut akrosom. Akrosom mengandung enzim hialuronidase dan proteinase yang berfungsi untuk menembus lapisan pelindung ovum. Pada ekor sperma terdapat badan sperma yang terletak di bagian tengah sperma. Badan sperma banyak mengandung mitokondria yang berfungsi sebagai penghasil energi untuk pergerakan sperma. Semua tahap spermatogenesis terjadi karena adanya pengaruh sel-sel sertoli yang memiliki fungsi khusus untuk menyediakan makanan dan mengatur proses spermatogenesis.
4
5
b. Vas deferens Vas deferens atau saluran sperma (duktus deferens) merupakan saluran lurus yang mengarah ke atas dan merupakan lanjutan dari epididimis. Vas deferens berbanding tebal dengan panjang kurang lebih 18 inci (45cm), yang menyalurkan sperma matang dari epididimis ke ductus ejaculatorius dan urethra (Richard S. Sneel, 2006). Vas deferens berasal ujung bawah atau cauda epididimis dan berjalan didalam canalis inguinalis. Vas deferens keluar dari analus inguinalis profundus dan berjalan di sekitar pinggir lateral arteria epigastrica inferior. Kemudian vas deferens berjalan kebawah dan belakang pada dinding lateral pelvis dan menyilang ureter pada regio spina ischiadica. Vas deferens kemudian berjalan ke medial dan bawah pada facies posterior vesicae. Bagian terminal vas deferens melebar membentuk Ampulla ductus deferentis. Ujung bawah ampulla menyempit dan bergabung dengan ductus vesicula seminalis membentuk ductus ejaculatorius. Masing masing ductus ejaculatorius panjang kurang dari 1 inci. Ductus ejaculatorius menembus facies posterior prostatae dan bermuara ke urethra pars prostatica, dekat pinggir utriculus prostaticus. Fungsinya adalah mengalirkan cairan ke semen ke urethra. Vas deferens tidak menempel pada testis dan ujung salurannya terdapat di dalam kelenjar prostat. Vas deferens berfungsi sebagai saluran tempat jalannya sperma dari epididimis menuju kantung semen atau kantung mani (vesikula seminalis). c. Uretra Uretra merupakan saluran akhir reproduksi yang terdapat di dalam penis. Uretra berfungsi sebagai saluran kelamin yang berasal dari kantung semen dan saluran untuk membuang urin dari kantung kemih. - Kelenjar Asesoris Selama sperma melalui saluran pengeluaran, terjadi penambahan berbagai getah kelamin yang dihasilkan oleh kelenjar asesoris. Getah-getah ini berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan pergerakakan sperma. Kelenjar asesoris merupakan kelenjar kelamin yang terdiri dari vesikula seminalis, kelenjar prostat dan kelenjar Cowper .
6
a. Vesikula seminalis Vesikula seminalis atau kantung semen (kantung mani) merupakan kelenjar berlekuk-lekuk yang terletak di belakang kantung kemih. Dinding vesikula seminalis menghasilkan zat makanan yang merupakan sumber makanan bagi sperma. Vesicula seminalis merupakan dua organ yang berlobus dengan panjang kurang lebih 2 inci ( 5cm) dan terletak pada facies posterior vasicae (Richard S. Sneel, 2006). Ujung atasnya terletak agak berjauhan dan ujung bawahnya saling berdekatan. Pada sisi medial masing masing vesicula seminalis terdapat bagian terminal ductus deferens. Diposterior, vesicula seminalis berbatasan dengan rectum. Ke inferior, masing masing vesicula seminalis menyempit dan bersatu dengan ductus deferens sisi yang sama untuk membentuk ductus ejaculatorius. Masing masing vesicula seminalis terdiri atas saluran melengkung yang tertanam didalam jaringan ikat. Fungsi vesicula seminalis adalah menghasilkan sekret yang ditambahkan pada cairan semen. Sekretnya mengandung zat yang penting sebagai makanan spermatozoa. Dinding vesicula seminalis berkontrasi selama ejakulasi dan mendorong isinya ke ductus ejaculatorius sehingga mengeluarkan spermatozoa ke uretrha. b. Kelenjar prostat Kelenjar prostat melingkari bagian atas uretra dan terletak di bagian bawah kantung kemih. Kelenjar prostat menghasilkan getah yang mengandung kolesterol, garam dan fosfolipid yang berperan untuk kelangsungan hidup sperma. Prostat merupakan organ kelenjar fribromuskular yang mengelilingi urethra pars prostatica. Prostat memiliki panjang kurang lebih 1 inci (3cm) dan terletak diantara collum vesicae diatas dan diaphragma urogenitale. Prostata dikelilingi oleh kapsul fibrosa. Diluar capsula terdapat selubung fibrosa, yang merupakan bagian lapisan visceral fescia pelvis. Prostata yang terbentuk kerucut mempunyai basis prostatae yang terletak di superior dan berhadapan dengan vesicae dan apex prostatae yang terletak diinferior dan berhadapan dengan diaphragma urogenitale. Kedua ductus ejaculatorius menembus bagian atas facies posterior prostatae untuk bermuara ke urethra pars prostatica pada pinggir lateral utriculus pors. Kelenjar prostata yang jumlahnya banyak tertanam didalam campuran otot 7
polos dan jarigan ikat, dan ductusnya bermuara ke urethra pars prostatica. Prostatica secara tidak sempurna terbagi menjadi 5 lobus. Lobus anterior terletak didepan urethra dan tidak mempunyai jaringan kelenjar. Lobus medius atau lobus medianus adalah kelenjar terbentuk baji yang terletak diantara urethra dan ductus ejaculatorius. Permukaan atas lobus medius berhubungan dengan trigonum vesicae, bagian ini mengandung banyak kelenjar. Lobus posterior terletak dibelakang urethra dan dibawah ductus ejaculatorius,juga mengandung kelenjar. Lobus prostatae dexter dan sinister terletak disamping urethra dan dipisahkan satu dengan yang lain oleh oleh alur vertikal dangkal yang terdapat pada facies posterior prostatae. Lobi laterales mengandung banyak kelenjar taticus. Fungsi prostat adalah menghasilkan cairan tipis seperti susu yang mengandung asam sitrat dan fosfatase asam (Richard S. Sneel, 2006). Cairan ini ditambahkan ke semen pada waktu ejakulasi. Bila otot polos pada capsula dan stroma berkontraksi, sekret yang berasal dari banyak kelenjar diperas masuk ke uretra pars prostatica. Sekret prostata bersifat alkalis dan membantu menetralkan suasana asam divagina. c. Kelenjar Cowper Kelenjar Cowper (kelenjar bulbouretra) merupakan kelenjar yang salurannya langsung menuju uretra. Kelenjar Cowper menghasilkan getah yang bersifat alkali (basa).
2. Genetalia Luar Menurut C. Rolland Leeson genetalia luar pria terdiri dari penis dan skrotum. a. Penis Penis terdiri dari tiga bagian yaitu akar, badan, dan glans penis yang membesar yang banyak mengandung ujung-ujung saraf sensorik (Ethel Sloane, 2003). Kulit penis tipis dan tidak berambut kecuali didekat akar organ. Prepusium (kulup) adalah lipatan sirkular kulit longgar yang merentang menutupi glans penis kecuali jika diangkat melalui sirkumsisi. Korona adalah ujung proksimal glans penis. Badan 8
penis dibentuk dari tiga massa jaringan erektil silindris, dua rongga yang terletak di bagian atas berupa jaringan korpus kavernosa dan satu korpus spongiosum. Jaringan erektil adalah ruang darah iregular (venosa sinusoid) yang diperdarahi oleh arteriol aferen dan kapilar, didrainase oleh venula dan dikelilingi jaringan ikat rapat yang disebut tunika albuginea. Korpus kavernosa dikelilingi oleh jaringan ikat rapat yang disebut tunika albuginea. Satu rongga lagi berada di bagian bawah yang berupa jaringan korpus spongiosum yang membungkus uretra. Uretra pada penis dikelilingi oleh jaringan erektil yang rongga-rongganya banyak mengandung pembuluh darah dan ujung-ujung saraf perasa. Bila ada suatu rangsangan, rongga tersebut akan terisi penuh oleh darah sehingga penis menjadi tegang dan mengembang (ereksi). Penis berfungsi untuk tempat keluar urine dan semen serta sebagai organ kopulasi. b. Skrotum Skrotum (kantung pelir) merupakan kantung yang di dalamnya berisi testis. Skrotum berjumlah sepasang, yaitu skrotum kanan dan skrotum kiri. Di antara skrotum kanan dan skrotum kiri dibatasi oleh sekat yang berupa jaringan ikat dan otot polos (otot dartos). Otot polos berfungsi untuk menggerakan skrotum sehingga dapat mengerut dan mengendur sebagai respon terhadap udara dingin atau eksitasi seksual. Di dalam skrotum juga tedapat serat-serat otot yang berasal dari penerusan otot lurik dinding perut yang disebut otot kremaster. Otot ini bertindak sebagai pengatur suhu lingkungan testis agar kondisinya stabil. Proses pembentukan sperma (spermatogenesis) membutuhkan suhu yang stabil, yaitu beberapa derajat lebih rendah dari pada suhu tubuh.
9
10
B. Asuhan keperawatan pada pasien ejakulasi dini : a. Definisi Ejakulasi dini adalah ejakulasi yang persisten atau rekuren pada stimulasi seksual yang minimal, sebelum, pada, atau segera setelah penetrasi dan sebelum keinginanya ( menurut buku sinopsis psikiatri ). Ejakulasi dini absolut adalah mengalami ejakulasi kurang dari 3 menit. Ejakulasi dini relatif yaitu ejakulasi yang terjadi antara 3 15 menit ( menurut buku 55 masalah seksualitas, andik wijaya, 2004 ). Ejakulasi dini berarti ketidakmampuan mengontrol ejakulasi sehingga terjadi dalam waktu singkat, yang tidak sesuai dengan keinginannya, sedangkan ejakulasi sendiri adalah peristiwa penyemburan air mani ke luar secara mendadak yang menandai klimaks bagi pria.
. Jenis-Jenis Ejakulasi Ejakulasi dini di bagi menjadi tiga derajat berdasarkan ringan beratnya gangguan yaitu meliputi: 1. Ejakulasi Dini Ringan terjadi setelah beberapa kali gesekan singkat. 2. Ejakulasi Dini Sedang terjadi setelah penis masuk ke vagina. 3. Ejakulasi Dini Berat terjadi begitu penis menyentuh kelamin wanita bagian luar atau ejakulasi terjadi sebelum penisnya menyentuh kelamin wanita bagian luar.
1. Etiologi Ejakulasi Dini 1. Penyebab psikis seperti stress berkepanjangan, kebiasaan ingin cepat selesai ketika melakukan hubungan seksual. 2. Penyebab fisik terutama kurang berfungsinya serotonin yang berfungsi menghambat. 3. Gangguan kontrol saraf yang mengatur peristiwa ejakulasi juga diduga menjadi penyebab terjadinya ejakulasi dini.
2. Patofisiologi Proses ejakulasi berada di bawah pengaruh saraf otonom. Asetilkolin berperan sebagai neurotransmitter ketika saraf simapatis mengaktifasi kontraksi dari leher 11
kandung kemih, vesika seminalis dan vas deferens. Reflex ejakulasi berasal dari kontraksi otot bulbokavernosus dan ischiokavernosus serta di control oleh saraf pudendus. Singkatnya, ejakulasi terjadi karena mekanisme reflex yang di cetuskan oleh rangsangan pada penis melalui saraf sensorik pudendus yang terhubung dengan persarafan tulang belakang ( T12-L2 ) dan korteks sensorik ( salah satu bagian otak). Mengapa reflex ini dapat terjadi sebelum pria tersebut menginginkannya? Penelitian terakhir mengemukakan bahwa terdapat gangguan respon penis pria dengan ejakulasi dini. Penelitian yang dilakukan oleh Xin dan kawan-kawan serta di muat di dalam J.Urol mengukur kadar sensorik penis menggunakan biothesiometry pada pria dengan ejakulasi dini dan membandingkannya dengan kadar yang normal. Pada pria tanpa ejakulasi dini, pengukuran kadar sensitivitas penis meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Namun pada pria dengan ejakulasi dini , justru sensitivitas semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia. Penelitian lanjutan mengemukakan bahwa pria dengan ejakulasi dini memiliki sensitivitas lebih tinggi daripada pria tanpa ejakulasi dini.
3. Manifestasi klinis Gejala ejakulasi : 1. Ejakulasi yang selalu atau hampir selalu terjadi dalam satu menit atau kurang pada saat melakukan penetrasi vagina. 2. Ketidakmampuan untuk menunda ejakulasi pada semua atau hampir saat melakukan penetrasi vagina. 3. Kehidupan pribadi yang negative, seperti stress, frustasi atau menghindari keintiman seksual.
4. Penatalaksanaan ejakulasi dini 1. Pertama-tama disarankan untuk melakukan sex therapy. 2. Jika sex therapy tidak berhasil, maka lakukan cara yang kedua yaitu menggunakan obat. Obat untuk mengatasi ejakulasi dini adalah obat yang berkhasiat mengontrol ejakulasi. Ada beberapa jenis obat yang dapat mengontrol ejakulasi.Tergantung penyebabnya karena penyebabnya banyak berkaitan dengan fungsi serotonin, maka 12
diperlukan obat yang mengatur fungsi serotonin.misalnya, golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor). 3. Jika ejakulasi dini diakibatkan oleh gangguan ereksi, maka dengan memperbaiki fungsi ereksi, ejakulasi dapat diperlambat. Jadi obat disfungsi ereksi bermanfaat kalau ejakulasi dini disebabkan oleh gangguan ereksi. 4. Cara pengobatan lainnya ialah dengan cara operasi terhadap saraf yang mengontrol terjadinya peristiwa ejakulasi.
13
C. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Ejakulasi Dini
A. Pengakajian
1. Identitas Klien Nama, Umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, suku, dan lain-lain.
2. Aktivitas atau istirahat Gejala : mudah lelah, sulit berkonsentrasi, saat memiliki waktu luang lebih banyak di gunakan untuk melihat gambar, film ataupun berimajinasi tentang hal- hal yang membangkitkan libido. 3. Sirkulasi Hipertensi dan Aterosklerosis 4. Integritas ego Kecemasan, malas, takut ketidakmampuan dalam berhubungan seksual terutama kepada pasangan, pasangan tidak mampu menerima keadaan suaminya karena tidak mendapatkan kepuasan saat berhubungan seksual. 5. Eliminasi Normal 6. Makanan/ cairan Penurunan nafsu makan, anoreksia 7. Nyeri/ kenyamanan Tidak nyaman dalam berhubungan seksual 8. Seksualitas Ketidakmampuan dalam mempertahankan ejakulasi, penurunan libido
14
B. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien ejakulasi dini adalah sebagai berikut: 1. Perubahan pola seksualitas berhubungan dengan gangguan biopsiko seksualitas (cemas). 2. Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fungsi seksual. 3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan penurunan libido. (Doengoes, 2000)
D. Intervensi Keperawatan Gangguan harga diri rendah b.d perubahan fungsi seksual Intervensi : 1. Persiapan pasien terhadap krisis perkembangan atau krisis situasional yang di antisipasi 2. Meningkatkan sikap dan persepsi sadar dan tidak sadar pasien terhadap tubuhnya 3. Membantu pasien beradaptasi dengan persepsi stressor, perubahan, atau ancaman yang menggangu pemenuhan tuntutan hidup dan peran. 4. Membantu pasien meningkatkan penilaian pribadi tentang harga diri.
Resiko tinggi disfungsi seksual b.d penurunan libido Intervensi : 1. Menggunakan proses menolong interaktif yang berfokus pada kebutuhan melakukan penyesuaian dalam praktik seksual untuk meningkatkan koping terhadap peristiwa atau gangguan seksual
Perubahan pola seksualitas b.d gangguan biopkoseksual Intervensi : 1. Penggunaan proses pertolongan interaktif yang berfokus pada kebutuhan untuk membuat penyesuaian pada praktik seksual atau meningkatkan koping terhadapap gangguan atau peristiwa seksual 2. Membantu pasien meningkatkan penilaian pribadi harga diri
15
E. Implementasi Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/ pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan.
F. Evaluasi Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai.