Você está na página 1de 19

LABORATORIUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI

SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2013/2014



MODUL : PENGOLAHAN ANAEROBIK
PEMBIMBING : Ir. Herawati B, M.Eng.Ph.D.






Oleh :
Kelompok : V (lima)
Nama : 1. Hana Afifah Rahman NIM.111411045
2. Iffa Marifatunnisa NIM.111411046
3. Imam Prasetya Utama NIM.111411057
Kelas : 3B









PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA
JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2013
Praktikum : 16 Oktober 2013
Penyerahan : 23 Oktober 2013
(Laporan)
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Metode pengolahan air limbah secara anaerobik merupakan metode pengolahan
untuk air limbah yang mempunyai kandungan organik tinggi ( 2000 mg/L). Dengan
tingginya kandungan organik biasanya pengolahan secara aerobik tidak dapat
berlangsung dengan efisisen karena waktu yang dibutuhkan untuk dekomposisi bahan-
bahan organik terlalu lama dan ukuran reaktor yang dibutuhkan terlalu besar. Pengolahan
anaerobik juga ditujukan untuk menghasilkan biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai
sumber energi. Pengolahan anaerobik membutuhkan bakteri anaerobik yang
pertumbuhannya sangat lambatdan penjagaan kondisi kedap oksigen bebas yang cukup
ketat. Dengan demikian tahap persiapan penumbuhan bakteri anaerobik (tahap start-up)
merupakan salah satu kendala dalam implementasi pengolahan air limbah secara
anaerobik. Penjagaan kondisi kedap oksigen bebas membutuhkan penanganan khusus
dan biaya yang tidak murah. Maka dalam aplikasi di industri pengolahan anaerobik
biasanya dikombinasikan dengan pengolahan aerobik.

1.2 Tujuan
a. Menentukan konsentrasi awal kandungan organik (COD) dalam umpan dan
konsentrasi kandungan organic (COD) dalam efluen setelah percobaan berlangsung
selama seminggu,
b. Menentukan kadnungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS) yang
mewakili kadungan mikroorganisme dalam reaktor
c. Mempersiapkan nutrisi dalam umpan bagi mikroorganisme pendegradasi air limbah
d. Menghitung efisiensi pengolahan dengan cara menentukan persen (%) kandungan
bhan organic yang didekomposisi selama seminggu oleh mikroorganisme dalam
reactor terhadap kandungan bahan organik mula-mula,
e. Menghitung total gas yang dihasilkan setelah proses berjalan selama seminggu untuk
mengetahui efisiensi pembentukan gas.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Proses pengolahan air limbah secara biologi dapat dilakukan secara aerobik dan
anaerobik. Pada pengolahan air limbah secara anaerobik, mikroorganisme pendekomposisi
bahan bahan organic dalam air limbah akan terganggu pertumbuhannya jika terdapat O
2

dalam system pengolahannya. Dalam pengolahan air limbah secara aerobic, mikroorganisme
mengoksidasi dan mendekomposisi bahan-bahan organik dalam air limbah dengan
menggunakan oksigen yang disuplai oleh aerasi dengan bantuan enzim dalam
mikroorganisme. Pada waktu yang sama mikroorganisme mendapatkan energi sehingga
mikroorganisme baru dapat bertumbuh.
Pada dasarnya, pertumbuhan mikroba dalam peralatan pengolah air limbah terdapat
dua macam pertumbuhan mikroorganisme, yaitu pertumbuhan tersuspensi dan pertumbuhan
terlekat. Pertumbuhan tersuspensi (suspended growth) merupakan pertumbuhan dimana
mikroba pendegradasi bahan-bahan organik bercampur merata dengan air limbah dalam
peralatan pengolah limbah, sedangkan pertumbuhan terlekat (attached growth) merupakan
pertumbuhan mikroba yang melekat pada bagian pengisi yang terdapat pada peralatan
pengolah air limbah.
Contoh pengolah limbah secara anaerobik yang menggunakan sistem pertumbuhan
mikroba tersuspensi diantaranya yaitu Laguna Anaerobik dan Up-Flow Anaerobic Sludge
Blanket. Sedangkan Filter Anaerobik dan Anaerobic Fluidized Bed Reactor merupakan
contoh peralatan pengolahan air limbah/reaktor yang menggunakan sistem pertumbuhan
mikroba terlekat secara anaerobik. Contoh peralatan pengolahan aerobic diantaranya yaitu
Lumpur Aktif dan Laguna Teraerasi. Sedangkan reaktor yang menggunakan sistem
pertumbuhan mikroba terlekat secara aerobik diantaranya yaitu Trickling Filter dan Rotating
Biological Contactor.
Berdasarkan jumlah tahapan reaksi daldam pengolahan secara anaerobik terdapat dua
macam sistem pengolahan yaitu Pengolahan Satu Tahap dan Pengolahan Dua Tahap. Dalam
Pengolahan Satu Tahap semua reaksi pengolahan secara anaerobik yakni hidrolisis,
asetogenesis, dan metanogenesis berlangsung dalam satu reaktor. Sedangkan dalam
Pengolahan Dua Tahap reaksi hidrolisis berlangsung daldam reaktor pertama dan reaksi
asetogenesis dan metanogenesis berlangsung daldam reaktor kedua. Reaksi hidrolisis dijaga
pada pH 6,5-7, reaksi asetogenesis dan metanognesis dijaga pada rentang pH 4,5-6. Dengan
pemisahan tahapan reaksi yang berlangsung pada rentang pH yang berbeda maka
Pengolahan Dua Tahap diharapkan akan terjadi pengolahan air limbah dengan efisiensi yang
lebih tinggi. Secara skematis tiga tahapan reaksi degradasi air limbah secara anaerobik
ditunjukan pada gambar dibawah ini:




















Air limbah beserta mikroba tersuspensi dalam air limbah tersebut biasa disebut
dengan mixed liquor. Untuk mengetahui kuantitas mikroba tersuspensi pendekomposisi atau
pendegradasi air limbah maka ditentukan dengan mengukur kandungan padatan tersuspensi
yang mudah menguap (mixed liquor volatile suspended solids/MLVSS) dalam reaktor.

Substrat metanogenetik H2CO2,
format, methanol, metal amin,
dan asetat
Metan + Karbon Dioksida
Produk fermentasi lain
(propionate,butirat, etanol, dsb)
Asam Lemak Monosakarida
Asam Amino
Purin & pirimidin
Lipid Polisakarida Protein Asam nukleat
Hidrolisis
Asetogenesis
Metanogenesis
w
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan BahanTahap Percobaan
3.1.1 Alat yang digunakan
1 buah unit Anaerobic Digester
6 buah tabung hach
1 buah hach COD digester
6 buah erlenmeyer 250 ml
1 buah desikator
1 buah pipet ukur
1 buah bola isap
1 buah stirrer
1 roll tissue
1 buah gelas kimia
1 buah botol semprot
1 buah dosimat






Unit W8 Anaerobic Digester
Reaktor pada Unit W8 Anaerobic Digester
dilengkapi jaket diluar dan bahan isian di
dalam jaket
Tabung hach dan COD Digester
Dosimat untuk standardisasi
3.1.2 Bahan kimia yang digunakan
FAS
Indikator ferroin 2-3 tetes (untuk 1 sampel)
Sampel air limbah 2,5 ml efluen reaktor 1(untuk 1 sampel)
Sampel air limbah 2,5 ml efluen reaktor 2 (untuk 1 sampel)
Pereaksi asam sulfat 3,5 ml (untuk 1 sampel)
Pereaksi kalium bikromat 1,5 ml (untuk 1 sampel)
Asam sulfat (standardisasi) 10 ml (untuk 1 sampel)
K
2
Cr
2
O
7
(standardisasi) 0,25 N; 10 ml Aquadest (untuk 1 sampel)


3.2 Prosedur Kerja
a. Standardisasi larutan FAS


10 ml asam sulfat
(standarisasi)

Gelas kimia
10 ml K2Cr2O7
Aquades hingga
volume 100 ml
Titrasi dengan FAS

Penghentian titrasi setelah perubahan warna
dari hijau menjadi merah bata

Pencatatan volume FAS
yang dibutuhkan untuk
titrasi

Indikator ferroin 2-
3 tetes
b. Penentuan kandungan organik (COD) dari sampel



























1,5 ml pereaksi
kalium bikromat
3,5 ml
pereaksi
H2SO4

Aquadest
hingga
tanda batas
25 ml sampel
hasil
pengenceran
10x
Labu
takar
25 ml
2,5 ml sampel
efluen reaktor 2

Botol
aquadest
Aquadest
hingga
tanda batas
25 ml sampel
hasil
pengenceran
10x
Labu
takar
25 ml
2,5 ml sampel
efluen reaktor 1
Pengambilan
sampel 2,5
ml

Pengambilan
sampel 2,5
ml

1,5 ml
pereaksi
kalium
bikromat
3,5 ml
pereaksi
H2SO4
Pengambilan
sampel 2,5
ml

Pengambilan
sampel 2,5
ml

1,5 ml
pereaksi
kalium
bikromat
3,5 ml
pereaksi
H2SO4
1,5 ml
pereaksi
kalium
bikromat
3,5 ml
pereaksi
H2SO4
Tabung hach Tabung hach
Tabung hach Tabung hach
Pengambilan
aquadest 2,5
ml
Pengambilan
aquadest 2,5
ml


Tabung hach
Tabung hach
1,5 ml
pereaksi
kalium
bikromat
3,5 ml
pereaksi
H2SO4
1,5 ml
pereaksi
kalium
bikromat
3,5 ml
pereaksi
H2SO4
Pemasukan tabung hach ke COD
digester (T=150
0
C, t = 2 jam)
Pengangkatan tabung hach dan
pendinginan di udara
Titrasi dengan FAS
Penghentian titrasi setelah perubahan
warna dari hijau menjadi merah bata
indikator ferroin (2-3 tetes)

Pencatatan volume FAS yang
dibutuhkan untuk titrasi
c. Penentuan Kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS)







Penyaringan air sampel
oleh kertas saring
Penimbangan cawan
pijar berisi kertas
sairng
Cawan pijar pada Furnace (600
0
C) dan
Kertas saring dalam Oven (105
0
C)
Pemanasan
Penimbangan berat
kosong hingga konstan
Penyaringan air sampel
oleh kertas saring
Pemanasan cawan pijar
berisi saringan kertas
sampel dalam Oven
Penimbangan cawan
pijar berisi kertas
sairng
Pemanasan cawan pijar
berisi saringan kertas
sampel dalam Furnace

Penimbangan cawan
pijar berisi kertas
sairng
Kondisi Operasi : T = 105
0
C dengan waktu
1 jam
Kondisi Operasi : T = 600
0
C selama 2 hari

BAB IV
DATA PENGAMATAN

Nilai COD awalsampel : 4111 mg O
2
/L
pH awal : Reaktor 1 = 7,65
Reaktor 2 = 7,60
Hasiltitrasimenggunakanlarutan FAS 0,204 N
-
Air limbahsampel Blanko (mL)
Reaktor 1 (mL) Reaktor 2 (mL)
1,052 0,956 1,227
0,984 0,990 1,208
Rata-rata 1,018 0,973 1,2175

Data penentuan MLVSS

Berat (gram)
Reaktor1 Reaktor2
Cawanpijar (a) 32,68 34,42
Kertassaring (b) 1,1711 1,1712
Cawanpijar + kertassaring + endapan yang
dipanaskandalamOven (c)
33,875 35,555
Cawanpijar + kertassaring + endapan yang
dipanaskandalamOvenkemudianFurnace (d)
32,8 34,53







BAB V
PENGOLAHAN DATA

5.1 Menentukan COD akhir dari sampel
a) Reaktor 1
- a (volume FAS untuk blanko) = 1,2175 mL
- b (volume FAS untuk sampel) = 1,018 mL
- c (normalitas FAS) = 0,204 N
- d (berat equivalen Oksigen) = 8
- p (pengenceran) = 10 kali
- Volume sampel = 2,5 mL

COD =
(u-b) x c x 1000 x d x p
oIumc sumpcI

=
(1,2175-1,018) mL x 0,204 N x 1000 x 8 x 10
2,5 mL

= 1302,336 mg O
2
/L

b) Reaktor 2
- a (volume FAS untuk blanko) =1,2175 mL
- b (volume FAS untuk sampel) = 0,973 mL
- c (normalitas FAS) = 0,204 N
- d (berat equivalen Oksigen) = 8
- p (pengenceran) = 10 kali
- Volume sampel = 2,5mL

COD =
(u-b) x c x 1000 x d x p
oIumc sumpcI

=
(1,2175-0,973) mL x 0,204 N x 1000 x 8 x 10
2,5 mL

= 1596,096 mg O
2
/L

5.2 Menentukan kandungan MLVSS
a) Reaktor 1
- a (berat cawan pijar) = 32,68 gr
- c (Cawan pijar+kertas saring+endapan yang dipanaskan dalam Oven) = 33,875
gr
- d (Cawan pijar+kertas saring+endapan setelah dioven dan Furnace)=32,8 gr
- Volume sampel = 40mL
TSS =
(c-u)
oIumc sumpcI
x 10
6
=
(33,875-32,68)
40
x 10
6
= 29875 mg/L

VSS (MLVSS) =
(c-d)
oIumc sumpcI
x 10
6
=
(33,875-32,8)
40
x 10
6
= 26875 mg/L

FSS = TSS VSS
= 29875 26875
= 3000 mg/L

b) Reaktor 2
- a (beratcawanpijar) = 34,42 gr
- c (Cawan pijar+kertas saring+endapan yang dipanaskan dalam Oven)= 35,555 gr
- d (Cawan pijar+kertas saring+endapan setelah diovendan Furnace)=34,53 gr
- Volume sampel = 40mL

TSS =
(c-u)
oIumc sumpcI
x 10
6
=
(35,555-34,42)
40
x 10
6
= 28375 mg/L
VSS (MLVSS) =
(c-d)
oIumc sumpcI
x 10
6
=
(35,555 -34,53)
40
x 10
6
= 25625 mg/L

FSS = TSS VSS
= 28375 -25625
= 2750 mg/L


5.3 Menentukan efisiensi pengolahan
a) Reaktor 1
=
COD awa|-COD akh|r
COD awa|
x 100 %
=
4111 - 1302,336
4111
x 100 %
= 8, 32%
b) Reaktor 2
=
COD awa|-COD akh|r
COD awa|
x 100 %
=
4111 - 1596,096
4111
x 100 %
= 1, 17%



BAB VII
PEMBAHASAN

Oleh Iffa Marifatunnisa
NIM 11411046

Pada praktikum pengolahan anaerobik, alat yang dipakai untuk proses ini adalah
anaerobic digaester yang memiliki 2 reaktor dan beroprasi secara batch. Proses pengolahan
anaerobik dilakukan secara satu tahap dengan kondisi nilai COD awal sampel adalah 4111
mg O2/L, pH awal raktor yaitu ; rekator ke-1 sebesar 7,65 dan reaktor ke-2 sebesar 7,60.
Masing-masing sampel yang telah dimasukan ke dalam Hach COD Digester dititrasi oleh
FAS 0,2406 sehingga daapat diperoleh pada reaktor ke-1 nilai COD akhir adalah 1302, 336
mg O2/L; VSS (MLVSS) sebesar 26875 mg/L ; FSS sebesar 3000 mg/L; dan efisiensi yang
diperoleh adalah 68,32% sedangkan pada reaktor ke-2 kandungan COD akhir adalah 1596,
096 mg O2/L; VSS (MLVSS) sebesar 25625 mg/L, FSS sebesar 2750 mg/L; dan efisiensi
yang diperoleh adalah 61.17%.
Dari data perolehan, TSS pada masing-masing reaktor nilai TSS yang diperoleh
melebihi 50 mg/L. Berdasarkan literatur nilai TSS yang diperbolehkan adalah sebesar 50
mg/L (Pergub Bali No. 8 Tahun 2007). Sehinga dapat disimpulkan bahwa padatan
tersuspensi yang terendapkan cukup tinggi. Sedangkan pada penentuan kandungan MLVSS
diperoleh dengan mengukur VSS untuk mengetahui banyaknya mikroorganisme yang ada
pada sampel. Dari nilai yang didapat, nilai VSS masih tinggi yaitu pada rekator ke 1 sebesar
26875 mg/L dan pada reaktor ke-2 sebesar 25625 mg/L sehingga untuk mendekomposisi
kandungan organik membutuhkan banyak mikroba
Dalam penentuan nilai COD, pada pasil percobaan menunjukan bahwa telah terjadi
penurunan kandungan COD pada sampel air limbah. :
COD AWAL COD REAKTOR KE-1 COD REKATOR KE-2
4111 mg O2/L 1302, 336 mg O2/L 1596, 096 mg O2/L

Berdasarkan literatur pengolahan limbah menggunakan anaerobik dapat menurunkan
konsentrasi COD sebesar 60%-90% (http://www.kelair.bppt.go.id). Bila dibandingkan
dengan literatur, hasil percobaan efisiensi penurunan COD sudah melebihi dari 60 % yaitu
perolehan efisiensi pada rekator ke-1 adalah sebesar 68,32 % dan pada reaktor ke 2 adalah
61,17%, sehingga dapat dikatakan bahwa proses ini sudah cukup optimum untuk
menurunkan kandungan COD dalam sampel air limbah. Walaupun penurunan ini
menghasilkan kandungan organik yang masih tinggi dimana nilai ini masih lebih besar bila
dibandingkan dengan standar kualitas air bersih dimana batas COD adalah 100 mg O2/L
(Peraturan Mentri Kesehatan RI. 416/Menkes/Per/IX/1990), sehingga dapat dikatakan dari
hasil COD yang diperoleh setelah proses ini kandungan organiknya masih tinggi dan tidak
memenuhi syarat kualitas air bersih. Kandungan organik masih tinggi dari nilai yang
diperbolehkan karena kurangnya pengecekan temperatur yang dapat mempengaruhi kondisi
reaktor.
Selain itu salah satu faktor yang mempengaruhi perolehan dan penurunan nilai COD
dan efisiensi pengolahan adalah pH (Keasaman). Berdasarkan literatur yang diperoleh bahwa
untuk proses pengolahan anaerobik sekurang-kurangnya, pH harus dijaga pada nilai 6,2 dan
jika konsentrasi sulfat cukup tinggi maka kisaran pH sebaiknya berada pada pH 7 8. Pada
praktikum pH air limbah dari reaktor ke-1 adalah 7,65 dan pada reaktor ke-2 adalah 7,60
(http://nadyacintabiru.blogspot.com). Dengan kondisi tersebut menunjukan bahwa kondisi
pH pada proses pengolahan anaerobik sudah memenuhi syarat. Selain itu Hasil efisiensi
dapat ditingkatkan dengan cara mengoptimalkan kondisi pH pada masing-masing reaktor.












BAB VII
SIMPULAN

Nilai COD Umpan Sebesar 4111 mg O
2
/L
Nilai COD Akhir :
Reaktor 1 = 1302,336 mg O
2
/L
Reaktor 2 = 1596,096 mg O
2
/L
Kandungan MLVSS yang diperoleh pada :
Reaktor 1 = 26875 mg/L
Reaktor 2 = 25625 mg/L
Efisiensi pengolahan yang diperoleh pada :
Reaktor 1 = 68,32 %
Reaktor 2 = 61,17%

















LAMPIRAN
GAMBAR PRAKTIKUM


Seperangkat Alat Anaerobik Digester

Reaktor

COD Digester

Desikator

pH meter

Furnace

Oven

Neraca Analitik

Dosimat

Abung Hach, sampel yang teah
dicampur 3,5ml H
2
SO
4
dan 1,5 ml
kalium bikromat

Sampel hasil
pengenceran 10x dari
2,5ml limbah masing-
masing reaktor


40 mL limbah dari masing-masing
reaktor untuk uji MLVSS

Volume gas yang
terbentuk pada reaktor












DAFTAR PUSTAKA

Budiastuti, Herawati. 2010. Jobsheet Pengolahan Limbah Industri ModulPengolahan Air
LimbahsecaraAnaerobik.PoliteknikNegeri Bandung.

Sumber lain :
http://www.discoverarmfield.co.uk/W8 anaerobic digester.htm. Diakses tanggal 22 oktober
2010
http://wiedeva.wordpress.com/seputar-tl/. Pengolahan Air Limbah Secara Anaerobik.
Diakses tanggal 22 Oktober 2010.

Você também pode gostar