Você está na página 1de 15

Arti Syariat

Syariat bisa disebut syirah. Artinya secara bahasa adalah sumber air mengalir yang didatangi manusia atau binatang untuk
minum. Perkataan syaraa fiil maai artinya datang ke sumber air mengalir atau datang pada syariah.
Kemudian kata tersebut digunakan untuk pengertian hukum-hukum Allah yang diturunkan untuk manusia.
Kata syaraa berarti memakai syariat. Juga kata syaraa atau istaraa berarti membentuk syariat atau hukum. Dalam
hal ini Allah berfirman, Untuk setiap umat di antara kamu (umat Nabi Muhammad dan umat-umat sebelumnya) Kami
jadikan peraturan (syariat) dan jalan yang terang. *QS. Al-Maidah (5): 48]
Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) tentang urusan itu (agama), maka ikutilah syariat
itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang yang tidak mengetahui. *QS. Al-Maidah (5): 18].
Allah telah mensyariatkan (mengatur) bagi kamu tentang agama sebagaimana apa yang telah diwariskan kepada Nuh.
[QS. Asy-Syuuraa (42): 13].
Sedangkan arti syariat menurut istilah adalah maa anzalahullahu li ibaadihi minal ahkaami alaa lisaani rusulihil kiraami
liyukhrijan naasa min dayaajiirizh zhalaami ilan nuril bi idznihi wa yahdiyahum ilash shiraathil mustaqiimi. Artinya, hukum-
hukum (peraturan) yang diturunkan Allah swt. melalui rasul-rasulNya yang mulia, untuk manusia, agar mereka keluar dari
kegelapan ke dalam terang, dan mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus.
Jika ditambah kata Islam di belakangnya, sehingga menjadi frase Syariat Islam (asy-syariatul islaamiyatu), istilah
bentukan ini berarti, maa anzalahullahu li ibaadihi minal ahkaami alaa lisaani sayyidinaa muhammadin alaihi afdhalush
shalaati was salaami sawaa-un akaana bil qur-ani am bisunnati rasuulillahi min qaulin au filin au taqriirin. Maksudnya,
syariat Islam adalah hukum-hukum peraturan-peraturan) yang diturunkan Allah swt. untuk umat manusia melalui Nabi
Muhammad saw. baik berupa Al-Quran maupun Sunnah Nabi yang berwujud perkataan, perbuatan, dan ketetapan, atau
pengesahan.
Terkadang syariah Islam juga dimaksudkan untuk pengertian Fiqh Islam. Jadi, maknanya umum, tetapi maksudnya untuk
suatu pengertian khusus. Ithlaaqul aammi wa yuraadubihil khaashsh (disebut umum padahal dimaksudkan khusus).
Pembagian Syariat Islam

Hukum yang diturunkan melalui Nabi Muhammad saw. untuk segenap manusia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Ilmu Tauhid, yaitu hukum atau peraturan-peraturan yang berhubungan dengan dasar-dasar keyakinan agama Islam,
yang tidak boleh diragukan dan harus benar-benar menjadi keimanan kita. Misalnya, peraturan yang berhubungan dengan
Dzat dan Sifat Allah swt. yang harus iman kepada-Nya, iman kepada rasul-rasul-Nya, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-
Nya, dan iman kepada hari akhir termasuk di dalamnya kenikmatan dan siksa, serta iman kepada qadar baik dan buruk.
Ilmu tauhid ini dinamakan juga Ilmi Aqidah atau Ilmu Kalam.
2. Ilmu Akhlak, yaitu peraturan-peraturan yang berhubungan dengan pendidikan dan penyempurnaan jiwa. Misalnya,
segala peraturan yang mengarah pada perlindungan keutamaan dan mencegah kejelekan-kejelekan, seperti kita harus
berbuat benar, harus memenuhi janji, harus amanah, dan dilarang berdusta dan berkhianat.
3. Ilmu Fiqh, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan hubungan manusia
dengan sesamanya. Ilmu Fiqh mengandung dua bagian: pertama, ibadah, yaitu yang menjelaskan tentang hukum-hukum
hubungan manusia dengan Tuhannya. Dan ibadah tidak sah (tidak diterima) kecuali disertai dengan niat. Contoh ibadah
misalnya shalat, zakat, puasa, dan haji. Kedua, muamalat, yaitu bagian yang menjelaskan tentang hukum-hukum hubungan
antara manusia dengan sesamanya. Ilmu Fiqh dapat juga disebut Qanun (undang-undang).
Definisi Fiqh Islam
Fiqh menurut bahasa adalah tahu atau paham sesuatu. Hal ini seperti yang bermaktub dalam surat An-Nisa (4) ayat 78,
Maka mengapa orang-orang itu (munafikin) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan (pelajaran dan nasihat yang
diberikan).
Nabi Muhammad saw. bersabda, Barangsiapa dikehendaki Allah kebaikan, maka Allah akan memahamkannya di dalam
perkara agama.
Kata Faqiih adalah sebutan untuk seseorang yang mengetahui hukum-hukum syara yang berhubungan dengan perbuatan
orang mukallaf, hukum-hukum tersebut diambil dari dalil-dalilnya secara terperinci.
Fiqh Islam menurut istilah adalah ilmu pengetahuan tentang hukum-hukum Allah atas perbuatan orang-orang mukallaf,
hukum itu wajib atau haram dan sebagainya. Tujuannya supaya dapat dibedakan antara wajib, haram, atau boleh
dikerjakan.
Ilmu Fiqh adalah diambil dengan jalan ijtihad. Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah-nya menulis, Fiqh adalah pengetahuan
tentang hukum-hukum Allah, di dalam perbuatan-perbuatan orang mukallaf (yang dibebani hukum) seperti wajib, haram,
sunnah, makruh, dan mubah. Hukum-hukum itu diambil dari Al-Quran dan Sunnah serta dari sumber-sumber dalil lain
yang ditetapkan Allah swt. Apabila hukum-hukum tersebut dikeluarkan dari dali-dalil tersebut, maka disebut Fiqh.
Para ulama salaf (terdahulu) dalam mengeluarkan hukum-hukum dari dalil-dalil di atas hasilnya berbeda satu sama lain.
Perbedaan ini adalah suatu keharusan. Sebab, pada umumnya dalil-dalil adalah dari nash (teks dasar) berbahasa Arab yang
lafazh-lafazhnya (kata-katanya) menunjukkan kepada arti yang diperselisihkan di antara mereka.
Fiqh Islam terbagi menjadi enam bagian:
1. Bagian Ibadah, yaitu suatu bagian yang membicarakan hukum-hukum yang dipakai untuk mendekatkan diri kepada Allah
swt. dan untuk mengagungkan kebesaran-Nya, seperti shalat, zakat, puasa, dan haji.
2. Bagian Ahwal Syakhshiyah (al-ahwaalu asy-syakhsyiyyatu), yaitu suatu bagian yang membicarakan hukum-hukum yang
berhubungan dengan pembentukan dan pengaturan keluarga dan segala akibat-akibatnya, seperti perkawinan, mahar,
nafkah, perceraian (talak-rujuk), iddah, hadhanah (pemeliharaan anak), radhaah (menyusui), warisan, dan lain-lain. Oleh
kebanyakan para mujtahidin, bagian kedua ini dimasukkan ke dalam bagian muamalah.
3. Bagian Muamalah (hukum perdata), yaitu suatu bagian yang membicarakan hukum-hukum yang mengatur harta benda
hak milik, akad (kontrak atau perjanjian), kerjasama sesama orang seperti jual-beli, sewa menyewa (ijarah), gadai (rahan),
perkonsian (syirkah), dan lain-lain yang mengatur urusan harga benda seseorang, kelompok, dan segala sangkut-pautnya
seperti hak dan kekuasaan.
4. Bagian Hudud dan Tazir (hukum pidana), yaitu bagian yang membicarakan hukum-hukum yang berhubungan dengan
kejahatan, pelanggaran, dan akibat-akibat hukumnya.
5. Bagian Murafaat (hukum acara), yaitu bagian yang membicarakan hukum-hukum yang mengatur cara mengajukan
perkara, perselisihan, penuntutan, dan cara-cara penetapkan suatu tuntutan yang dapat diterima, dan cara-cara yang
dapat melindungi hak-hak seseorang.
6. Bagian Sirra wa Maghazi (hukum perang), yaitu bagian yang membicarakan hukum-hukum yang mengatur peperangan
antar bangsa, mengatur perdamaian, piagam perjanjian, dokumen-dokumen dan hubungan-hubungan umat Islam dengan
umat bukan Islam.
Jadi, Fiqh Islam adalah konsepsi-konsepsi yang diperlukan oleh umat Islam untuk mengatur kepentingan hidup mereka
dalam segala segi, memberikan dasar-dasar terhadap tata administrasi, perdagangan, politik, dan peradaban. Artinya,
Islam memang bukan hanya akidah keagamaan semata-mata, tapi akidah dan syariat, agama dan negara, yang berlaku
sepanjang masa dan sembarang tempat.
Dalam Al-Quran ada 140 ayat yang secara khusus memuat hukum-hukum tentang ibadah, 70 ayat tentang ahwal
syakhshiyah, 70 ayat tentang muamalah, 30 ayat tentang uqubah (hukuman), dan 20 ayat tentang murafaat. Juga ada
ayat-ayat yang membahas hubungan politik antara negara Islam dengan yang bukan Islam. Selain Al-Quran, keenam tema
hukum tersebut di atas juga diterangkan lewat hadits-hadits Nabi. Sebagian hadits menguatkan peraturan-peraturan yang
ada dalam ayat-ayat Al-Quran, sebagian ada yang memerinci karena Al-Quran hanya menyebutkan secara global, dan
sebagian lagi menyebutkan suatu hukum yang tidak disebutkan dala mAl-Quran. Maka, fungsi hadits adalah sebagai
keterangan dan penjelasan terhadap nash-nash (teks) Al-Quran yang dapat memenuhi kebutuhan (kepastian hukun) kaum
muslimin.
Hukum Syara
Hukum syara adalah maa tsabata bi khithaabillahil muwajjahi ilaal ibaadi alaa sabiilith thalabi awit takhyiiri awil wadhi.
Maksudnya, sesuatu yang telah ditetapkan oleh titah Allah yang ditujukan kepada manusia, yang penetapannya dengan
cara tuntutan (thalab), bukan pilihan (takhyir), atau wadha.
Contoh hukum syara, perintah langsung Allah swt., Tegakkahlah shalat dan berikanlah zakat! *QS. Al-Muzzamil (73): 20].
Ayat ini menetapkan suatu tuntutan berbuat, dengan cara tuntutan keharusan yang menunjukkan hukum wajib melakukan
shalat dan zakat.
Firman Allah swt., Dan janganlah kamu mendekati zina! *QS. Al-Isra' (17): 32]. Ayat ini menetapkan suatu tuntutan
meninggalkan, dengan cara keharusan yang menunjukkan hukum haram berbuat zina.
Firman Allah swt., Dan apabila kamu telah bertahallul (bercukur), maka berburulah. *QS. Al-Maidah (5): 2]. Ayat ini
menunjukkan suatu hukum syara boleh berburu sesudah tahallul (lepas dari ihram dalam haji). Orang mukallaf boleh
memilih antara berbuat berburu atau tidak.
Yang dimaksud dengan wadha adalah sesuatu yang diletakkan menjadi sebab atau menjadi syarat, atau menjadi pencegah
terhadap yang lain. Misalnya, perintah Allah swt. Pencuri lelaki dan wanita, potonglah tangan keduanya. *QS. Al-Maidah
(5): 38]. Ayat ini menunjukkan bahwa pencurian adalah dijadikan sebab terhadap hukum potong tangan.
Bersabda Rasulullah saw., Allah swt. tidak menerima shalat yang tidak dengan bersuci. Hadits ini menunjukkan bahwa
bersuci adalah dijadikan syarat untuk shalat.
Contoh yang lain, sabda Rasulullah saw., Pembunuh tidak bisa mewarisi sesuatu. Hadits ini menunjukkan bahwa
pembunuhan adalah pencegah seorang pembunuh mewarisi harta benda si terbunuh.
Dari keterangan-keterangan di atas, kita paham bahwa hukum syara dibagi menjadi dua, yaitu hukum taklifi dan hukum
wadhi.
Hukum taklifi adalah sesuatu yang menunjukkan tuntutan untuk berbuat, atau tuntutan untuk meninggalkan, atau boleh
pilih antara berbuat dan meninggalkan.
Contoh hukum yang menunjukkan tuntutan untuk berbuat: Ambilah sedekah dari sebagian harta mereka! *QS. At-
Taubah (9): 103+, Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan
perjalanan kepadanya. *QS. Al-Imran (3): 97].
Contoh hukum yang menunjukkan tuntutan untuk meninggalkan: Janganlah di antara kamu mengolok-olok kaum yang
lain. *QS. Al-Hujurat (49): 11+, Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah, dan daging babi. *QS. Al-Maidah (5): 3].
Contoh hukum yang menunjukkan boleh pilih (mudah): Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di
muka bumi. *QS. Al-Jumu'ah (62): 10+, Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu
mengqashar shalat. *QS. An-Nisa' (4): 101].
Hukum wadhi adalah yang menunjukkan bahwa sesutu telah dijadikan sebab, syarat, dan mani (pencegah) untuk suatu
perkara.
Contoh sebab: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai siku-siku. *QS. Al-Maidah (5): 6]. Kehendak melakukan shalat adalah yang menjadikan sebab
diwajibkannya wudhu.
Contoh syarat: Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan
perjalanan kepadanya. *QS. Ali Imran (3): 97+. Kemampuan adalah menjadi syarat diwajibkannya haji.
Contoh mani (pencegah): Rasulullah saw. bersabda, Pena diangkat (tidak ditulis dosa) dari tiga orang, yaitu dari orang
tidur sampai ia bangun, dari anak kecil sampai ia dewasa, dan dari orang gila sampai ia sembuh (berakal). Hadits ini
menunjukkan bahwa gila adalah pencegah terhadap pembebanan suatu hukum dan menjadi pencegah terhadap
perbuatan yang sah.
Hukum taklifi terbagi menjadi dua, yaitu azimah dan rukhshah. Azimah adalah suatu hukum asal yang tidak pernah
berubah karena suatu sebab dan uzur. Seperti shalatnya orang yang ada di rumah, bukan musafir. Sedangkan rukhshah
adalah suatu hukum asal yang menjadi berubah karena suatu halangan (uzur). Seperti shalatnya orang musafir.
Azimah meliputi berbagai macam hukum, yaitu:
1. Wajib. Suatu perbuatan yang telah dituntut oleh syara (Allah swt.) dengan bentuk tuntutan keharusan. Hukum
perbuatan ini harus dikerjakan. Bagi yang mengerjakan mendapat pahala dan bagi yang meninggalkan mendapat siksa.
Contohnya, puasa Ramadhan adalah wajib. Sebab, nash yang dipakai untuk menuntut perbuatan ini adalah menunjukkan
keharusan. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa. *QS. Al-Baqarah (2): 183]
2. Haram. Haram adalah sesutu yang telah dituntut oleh syara (Allah swt.) untuk ditinggalkan dengan bentuk tuntutan
keharusan. Hukumnya bila dikerjakan adalah batal dan yang mengerjakannya mendapat siksa. Contohnya, tuntutan
meninggalkan berzina, tuntutan meninggalkan makan bangkai, darah, dan daging babi.
3. Mandub (sunnah). Mandub adalah mengutamakan untuk dikerjakan daripada ditinggalkan, tanpa ada keharusan. Yang
mengerjakannya mendapat pahala, yang meninggalkannya tidak mendapat siksa, sekalipun ada celaan. Mandub biasa
disebut sunnah, baik sunnah muakkadah (yang dikuatkan) atau ghairu (tidak) muakkadah (mustahab).
4. Makruh. Makruh adalah mengutamakan ditinggalkan daripada dikerjakan, dengan tidak ada unsur keharusan. Misalnya,
terlarang shalat di tengah jalan. Yang melaksanakannya tidak mendapat dosa sekalipun terkadang mendapat celaan.
5. Mubah. Mubah adalah si mukallaf dibolehkan memilih (oleh Allah swt.) antara mengerjakan sesuatu atau
meninggalkannya, dalam arti salah satu tidak ada yang diutamakan. Misalnya, firman Allah swt. Dan makan dan minumlah
kamu sekalian. Tegasnya, tidak ada pahala, tidak ada siksa, dan tidak ada celaan atas berbuat atau meninggalkan
perbuatan yang dimubahkan.
Apabila Allah swt. menuntut kepada seorang mukallaf untuk melakukan sesuatu perbuatan lalu perbuatan tersebut
dikerjakannya sesuai dengan yang dituntut darinya dengan terpenuhi syarat rukunnya, maka perbuatan tersebut disebut
shahih. Tetapi apabila salah satu syarat atau rukunnya rusak, maka perbuatan tersebut disebut ghairush shahiih.
Ash-shahiih adalah sesuatu yang apabila dikerjakan mempunyai urutan akibatnya. Contohnya, bisa seorang mukallaf
mengerjakan shalat dengan sempurna, terpenuhi syarat rukunnya, maka baginya telah gugur kewajiban dan
tanggungannya.
Ghairush-shahiih adalah sesuatu yang dilakukannya tidak mempunya urutan akibat-akibat syara. Contohnya, seorang
mukallaf mengerjakan shalat tidak terpenuhi syarat rukunnya, seperti shalat tanpa rukuk. Kewajiban mukallaf mengerjakan
shalat tersebut belum gugur. Demikian pula kalau shalat dikerjakan tidak pada waktunya atau mengerjakannya tanpa
wudhu. Perbuatan-perbuatan yang dikerjakan tidak sesuai dengan tuntutan Allah swt. dianggap tidak ada atau tidak
mengerjakan apa-apa.



PENGERTIAN DAN KEDUDUKAN AQIDAH DALAM ISLAM

PENGERTIAN DAN KEDUDUKAN AQIDAH DALAM ISLAM
1. Pengertian Aqidah
A. Pengertian Aqidah Secara Bahasa
Aqidah secara bahasa berasal dari kata ( ) yang berarti ikatan. Secara istilah adalah keyakinan hati atas sesuatu.
Kata aqidah tersebut dapat digunakan untuk ajaran yang terdapat dalam Islam, dan dapat pula digunakan untuk ajaran
lain di luar Islam. Sehingga ada istilah aqidah Islam, aqidah nasrani; ada aqidah yang benar atau lurus dan ada aqidah
yang sesat atau menyimpang.
Dalam ajaran Islam, aqidah Islam (al-aqidah al-Islamiyah) merupakan keyakinan atas sesuatu yang terdapat dalam apa
yang disebut dengan rukun iman, yaitu keyakinan kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari
akhir, serta taqdir baik dan buruk. Hal ini didasarkan kepada Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari
Shahabat Umar bin Khathab r.a. yang dikenal dengan Hadits Jibril.

B. Pengertian Secara Istilah Dan Menurut Para Ahli (Terminologi)
Aqidah menurut istilah adalah perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga
menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.

Pengertian aqidah menurut hasan al-Banna:
"Aqa'id bentuk jamak rai aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan
kekntentraman jiwa yang tidak bercampur sedikit dengan keraguan-raguan".
Pengertian Aqidah Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy:
"Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan
fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini keshahihan dan keberadaannya secara pasti
dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.
2. Kedudukan Aqidah dalam Islam
Dalam ajaran Islam, aqidah memiliki kedudukan yang sangat penting. Ibarat suatu bangunan, aqidah adalah pondasinya,
sedangkan ajaran Islam yang lain, seperti ibadah dan akhlaq, adalah sesuatu yang dibangun di atasnya. Rumah yang
dibangun tanpa pondasi adalah suatu bangunan yang sangat rapuh. Tidak usah ada gempa bumi atau badai, bahkan
untuk sekedar menahan atau menanggung beban atap saja, bangunan tersebut akan runtuh dan hancur berantakan.
Maka, aqidah yang benar merupakan landasan (asas) bagi tegak agama (din) dan diterimanya suatu amal. Allah swt
berfirman,

.
Artinya: Maka barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya (di akhirat), maka hendaklah ia beramal
shalih dan tidak menyekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya. (Q.S. al-Kahfi: 110)
Allah swt juga berfirman,

.
Artinya: Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada nabi-nabi sebelummu, bahwa jika engkau betul-betul
melakukan kesyirikan, maka sungguh amalmu akan hancur, dan kamu benar-benar akan termasuk orang-orang yang
merugi. (Q.S. az-Zumar: 65)
Mengingat pentingnya kedudukan aqidah di atas, maka para Nabi dan Rasul mendahulukan dakwah dan pengajaran
Islam dari aspek aqidah, sebelum aspek yang lainnya. Rasulullah saw berdakwah dan mengajarkan Islam pertama kali di
kota Makkah dengan menanamkan nilai-nilai aqidah atau keimanan, dalam rentang waktu yang cukup panjang, yaitu
selama kurang lebih tiga belas tahun. Dalam rentang waktu tersebut, kaum muslimin yang merupakan minoritas di
Makkah mendapatkan ujian keimanan yang sangat berat. Ujian berat itu kemudian terbukti menjadikan keimanan
mereka sangat kuat, sehingga menjadi basis atau landasan yang kokoh bagi perjalanan perjuangan Islam selanjutnya.
Sedangkan pengajaran dan penegakan hukum-hukum syariat dilakukan di Madinah, dalam rentang waktu yang lebih
singkat, yaitu kurang lebih selama sepuluh tahun. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita mengenai betapa penting dan
teramat pokoknya aqidah atau keimanan dalam ajaran Islam.
3. SUMBER, METODE DAN CARA PENGAMBILAN AQIDAH ISLAM
A. Sumber-sumber Aqidah Islam
Aqidah Islam adalah sesuatu yang bersifat tauqifi, artinya suatu ajaran yang hanya dapat ditetapkan dengan adanya
dalil dari Allah dan Rasul-Nya. Maka, sumber ajaran aqidah Islam adalah terbatas pada al-Quran dan Sunnah saja.
Karena, tidak ada yang lebih tahu tentang Allah kecuali Allah itu sendiri, dan tidak ada yang lebih tahu tentang Allah,
setelah Allah sendiri, kecuali Rasulullah saw.
B. Metode Memahami Aqidah Islam dari Sumber-sumbernya Menurut Para Shahabat
Generasi para shahabat adalah generasi yang dinyatakan oleh Rasululah sebagai generasi terbaik kaum muslimin.
Kebaikan mereka terletak pada pemahaman dan sekaligus pengamalannya atas ajaran-ajaran Islam secara benar dan
kaffah. Hal ini tidak mengherankan, karena mereka adalah generasi awal yang menyaksikan langsung turunnya wahyu,
dan mereka mendapat pengajaran dan pendidikan langsung dari Rasulullah saw. Setelah generasi shahabat, kualifikasi
atau derajat kebaikan itu diikuti secara berurutan oleh generasi berikutnya dari kalangan tabiin, dan selanjutnya diikuti
oleh generasi tabiut tabiin. Tiga generasi inilah yang secara umum disebut sebagai generasi salaf. Rasulullah bersabda
tentang mereka,


Artinya: Sebaik-baik manusia adalah generasi pada masaku, lalu generasi berikutnya, lalu generasi berikutnya (H.R.
Bukhari dan Muslim)
Generasi salaf yang shalih (al-salaf al-shalih) mengambil pemahaman aqidah dari al-Quran dan sunnah dengan metode
mengimani atau meyakini semua yang diinformasikan (ditunjukkan) oleh kedua sumber tersebut. Dan apa saja yang
tidak terdapat dapat dalam kedua sumber itu, mereka meniadakan dan menolaknya. Mereka mencukupkan diri dengan
kedua sumber tersebut dalam menetapkan atau meniadakan suatu pemahaman yang menjadi dasar aqidah atau
keyakinan.
Dengan metode di atas, maka para shahabat, dan generasi berikutnya yang mengikuti mereka dangan baik (ihsan),
mereka beraqidah dengan aqidah yang sama. Di kalangan mereka tidak terjadi perselisihan dalam masalah aqidah.
Kalau pun ada perbedaan, maka perbedaan di kalangan mereka hanyalah dalam masalah hukum yang bersifat cabang
(furuiyyah) saja, bukan dalam masalah-masalah yang pokok (ushuliyyah). Seperti ini pula keadaan yang terjadi di
kalangan para imam madzhab yang empat, yaitu Imam Abu Hanifah (th. 699-767 M), Imam Malik (tahun 712-797), Imam
Syafii (tahun 767-820), dan Imam Ahmad (tahun 780-855 M).
Karena itulah, maka mereka dipersaksikan oleh Rasulullah saw sebagai golongan yang selamat, sebagaimana sabda
beliau,


Artinya: Mereka (golongan yang selamat) adalah orang-orang yang berada di atas suatu prinsip seperti halnya saya
dan para shahabat saya telah berjalan di atasnya.(H.R.Tirmidzi)
C. Ruang Lingkup Pembahasan Aqidah
Menurut Hasan al-Banna sistematika ruang lingkup pembahasan aqidah adalah:
1. Ilahiyat
Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Ilahi seperti wujud Allah dan sifat-sifat Allah, ad'al
Alah dan lain-lain

2. Nubuwat
Yaitu pembahasan tentang segala seuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul, termasuk pembahasan tentang
Kitab-Kitab Alah, mu'jizat, dan lain sebagainya.




3. Ruhaniyat
Yaitu pembahsasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik seperti malaikat, Jin, Iblis, Syaitan,
Roh dan lain sebagainya.

4. Sam'iyyat
Yaitu pembahahasan tentang segaa sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sam'I (dalil naqli berupa Al-Quran dan
Sunnah) seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur, tanda-tanda kiamat, surga neraka dan lainnya.

E. Aqidah Islamiyah
Aqidah Islamiyah telah memcahkan uqdah al-kubra (perkara besar) pada manusia. Aqidah Islam juga memberikan
jawaban aras pertanyaan-pertanyaan manusia, sebab Islam telah menjelaskan bahwa alam semesta, manusia, dan
kehidupan adalah ciptaan (makhluk) bagi pencipta (al-Kahliq) yaitu Allah swt, dan bahwasannya setelah kehidupan ini
akan ada hari kiamat. Hubungan antara kahidupan dunia dengan apa yang ada sebelum kehidupan dunia adalah
ketundukan manusia terhadap printah-perintah Allah dan laranga-laranganNya sedangkan hubungan antara kehidupan
dunia dengan apa yang ada sesudah kehidupan dunia adalah adanya Hari Kiamat, yang di dalamnya terdapat pahala dan
siksa, serta surga dan neraka. Al-Quran telah menetapkan rukun-rukun aqidah ini.
"Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang
beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka
mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", (al-
Baqarah, 285)
Didalam hadits yang panjang, Jibril as pernah bertanya kepada rasulullah saw, Beritahukanlah kepadaku tentang
iman! Lalu Rasul saw menjawab, Iman itu adlah percaya kepada (adanya) Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-
Nya, hari kiamat, dan percaya kepadaal-qadr (takdir), baik dan buruknya berasal dari Allah swt. Jibril berkata, Engkau
benar (HR. Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud dan al-Nasai).








Aqidah Islam mempunyai kekhususan-kekhususan diantaranya adalah:
1. Aqidah Islam dibangun berlandaskan akal. Selama kita beriman kepada Allah, al-quran, dan kepada kenabian
Mihammad saw dengan jalan akal, maka wajib bagi kita mengimani segala hal yang diberitakan al-Quran kepada kita.
Sama saja apakah yang diberitakan itu dapat dijabgkau oleh akal dan panca indera manusia, atau berupa perkara-
perkara ghaib yang sama sekali tidak dapat dijangkau oleh [anca indera manusia seperti hari akhir, malaikat, dan
perkara-perkara ghaib lainnya.

2. Aqidah Islam sesuai dengan fitrah manusia. Beragama (al-tadayun) merupakan hal yang fitri pada diri manusia.
Perwujudan dari naluri beragama ini adalah kenyatan bahwa dirinya penuh kelemahan, kekurangan, dan serva
membutuhkan terhadap sesuatu yang lain. Kemudian aqidah Islan hadir untuk memberikan pemenuhan terjadap naluri
beragama yang ada pada diri manusia, dan membimbing mausia untuk mendapatkan kebenaran akan adanya Pencipta
Yang Maha Kuasa. Dimana, semua makhluk yang ada, keberadaanNya sendiri tidak berhantung pada siapapun.

3. Aqidah Islam komprehensif (menyeluruh). Aqidah Islam telah menjawab seluruh pertanyaan manusia tentang alam
semesta, manusia, kehidupan, dan menetapkan bahwa semuanya itu adalah makhluk. Aqidah Islam juga menetapkan
bahwa sebelum kehidupan dunia ada Allah swt, sedangakn setelah kehidupan dunia adakan ada hari kiamat. Aqidah
Islam juga menetapkan bahwa hubungan antara kehidupan dunia dengan apa yang ada sebelum kehidupan dunia
adalah keterikatan manusia dengan perintah-perintah dan larangan-larangan Allah swt. Sedangakn hubungan antara
kehidupan dunia ini dengan kehidupan sesudahnya adalah perhitungan, surga dan neraka.

enurut bahasa iman berarti pembenaran dalam hati. Sedangkan menurut istilah, iman adalah membenarkan dalam hati,
mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota badan.
Sedang iman menurut pandangan para ulama terdahulu, diantaranya adalah pendapat Imam Al-Baghawi R.A., beliau
berkata :Para sahabat, Tabiin, dan para ulama sunnah mereka bersepakat bahwa amal shalih adalah bagian dari iman.
Mereka berkata bahwasannya iman terdiri dari ucapan dan perbuatan serta keyakinan. Iman bertambah karena ketaatan
dan berkurang karena kemaksiatan.[1]
Imam Abu Ubaid al-Qasim bin Sallam R.A. berkata:Pandangan ahlus sunnah yang kami ketahui adalah apa yang
disampaikan oleh para ulama kita yang kami sebutkan di kitab-kitab kami, yakni bahwa iman itu meliputi kumpulan niat
(keyakinan), ucapan , dan amal perbuatan. Iman itu bertingkat-tingkat, sebagian berada di atas sebagian yang lain.[2]
Imam Muhammad bin al-Husain al-Ajuri R.A.,berkata :Ketahuilah , semoga Allah SWT memberi rahmat kepada kami dan
anda, bahwasannya sesuatu yang diyakini oleh para ulam umat Islam adalah iman itu wajib bagi semua mahluq, yaitu
membenarkan dengan hati, mengakui dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota badan. Ketahuilah, marifah
(mengenal Allah) dengan hati dan membenarkannya tidak cukup, kecuali jika disertai dengan pengakuan lisan dan
keyakinan hati; dan ucapan tidak sah , kecuali apabila dibuktikan dengan amal perbuatan. Bila ketiganya (keyakinan hati,
ucapan lisan dan amal anggota badan) terpenuhi, maka ia disebut Mukmin. Kitab, Sunnah, dan ucapan para ulama salaf
R.A., telah menunjukkan hal itu.[3]
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat,
mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati. (Al-Baqarah: 277)
1. Penjelasan Definisi Iman
Membenarkan dengan hati maksudnya adalah menerima segala apa yang di bawa oleh Rasulullah Saw.
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari
penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin
dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di
antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya (Al-Hasyr: 7)
Mengikrarkan dengan lisan maksudnya, mengucapkan dua kalimat syahadat, La ilaaha illallah wa anna Muhammadan
Rasulullah (Tidak ada yang di sembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah).
Mengamalkan dengan anggota badan maksudnya, hati mengamalkan dalam bentuk keyakinan, sedang anggota badan
mengamalkannya dalam bentuk ibadah-ibadah sesuai dengan fungsinya.
Seperti dikatakan sebelumnya bahwa para ulama salaf menjadikan amal termasuk dalam pengertian iman. Dengan
demikian iman itu bisa berkurang dan bertambah seiring dengan berkurang dan bertambahnya amal shalih.
1. Dalil-Dalil Ulama Salaf
1. Firman Allah Dalam Q.S Al-Mudatsir : 31
Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat: dan tidaklah Kami menjadikan bilangan
mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi
yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi Al Kitab dan orng-
orang mukmin itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang
kafir (mengatakan): Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?
Demikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. Dan Saqar itu tiada lain
hanyalah peringatan bagi manusia. (Al-Mudatsir : 31)
Maknanya, di dalamnya terdapat penetapan bertambahnya iman orang-orang mukmin, yaitu persaksian mereka akan
kebenaran Nabinya berupa terbuktinya kabar beritanya sebagaimana yang ter
Pengertian Tauhid dam Macam-macamnya
Yang disebut tauhid menurut bahasa adalah meng-Esa-kan. Sedangkan menurut syariat, tauhid adalah meng-Esa-kan
Allah. Adapun yang disebut ilmu tauhid adalah ilmu yang membicarakan tentang akidah atau kepercayaan kepada Allah
dengan didasarkan pada dalil-dalil yang benar. Hukum mempelajari Ilmu Tauhid, mempelajari tauhid hukumnya fardhu
ain yaitu kewajiban individual (perorangan). Kewajiban itu dimaksudkan untuk menetapkan keimanan sehingga tidak
mudah goyah karena adanya kepercayaan-kepercayaan lain.
Tauhid dibagi menjadi 3 bagian yaitu
Tauhid Uluhiyah lengkapnya adalah Tauhid Uluhiyah dan ibadah, artinya peng-Esa-an kepada Allah dan sekaligus
beribadah kepada-Nya. Dengan kata lain hanya Allah saja yang disembah manusia dan dijadikan tempat beribadah.
Tauhid Rububiyah adalah meng-Esa-kan Allah yang berhubungan dengan perbuatan-Nya. Dengan kata lain bahwa semua
perbuatan Allah hanya dikerjakan sendiri, tidak dibantu yang lain.
Tauhid Asma dan Sifat maksudnya adalah beriman kepada nama-nama Allah yang ditetapkan Al Quran dan sunnah secara
utuh.

Pengertian Syirik dan Bahayanya
MARET 29, 2009
tags: Aqidah Muslim, Fiqih, Syirik
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi
siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.
(QS. An Nisa: 48)
Syirik adalah menyamakan selain Allah dengan Allah pada perkara yang merupakan hak istimewa-Nya. Hak istimewa Allah
seperti: Ibadah, mencipta, mengatur, memberi manfaat dan mudharat, membuat hukum dan syariat dan lain-lainnya.
Syirik adalah mensejajarkan selain Allah dengan Allah dalam halhal yang merupakan kekhususan bagi Allah. Kekhususan
Allah meliputi tiga hal rububiyah, uluhiyah, dan asma dan sifat.
Bentuk-bentuk Syirik
Bentuk-bentuk Syirik dapat dibagi kedalam 3 bagian :
1) Syirik di dalam Al Uluhiyyah
Yaitu kalau seseorang menyakini bahwa ada tuhan selain Allah yang berhak untuk disembah (berhak mendapatkan sifat-
sifat ubudiyyah). Yang mana Allah Subhanahuwa Taala dalam berbagai tempat dalam Kitab-Nya menyeru kepada hamba-
Nya agar tidak menyembah atau beribadah kecuali hanya kepada-Nya saja. Firman Allah Taala :
Wahai manusia sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelummu agar kamu
bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap dan Dia menurunkan air
(hujan) dari langit lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu karena itu
janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kamu mengetahuinya. (QS. Al Baqarah : 21-22)
Perintah Allah dalam ayat ini agar semua manusia beribadah kepada Rabb mereka dan bentuk ibadah yang diperintahkan
antara lain syahadat, shalat, zakat, shaum, haji, sujud, ruku, thawaf, doa, tawakal, khauf (takut), raja (berharap), raghbah
(menginginkan sesuatu), rahbah (menghindarkan dari sesuatu), khusu, khasyah, istiadzah (berlindung), istighatsah
(meratap), penyembelihan, nadzar, sabar dan lain lain dari berbagai macam ibadah yang diperintahkan oleh Allah dan
Rasul-Nya.
Di sisi lain ada kerancuan yang terdapat di kalangan umum dalam memahami ibadah. Mereka mengartikan ibadah dalam
definisi yang sempit sekali seperti shalat, puasa, zakat, haji. Ada pun yang lainnya tidak dikategorikan di dalamnya. Sungguh
indah perkataanSyaikhul Islam Abul Abbas Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam mendefinisikan ibadah, beliau berkata :
Ibadah itu ialah suatu nama yang mencakup semua perkara yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, apakah berupa
perkataan ataupun perbuatan, baik dhahir maupun yang bathin.
Inilah pengertian ibadah yang sesungguhnya, yaitu meliputi segala perkara yang dicintai dan diridlai Allah, baik itu berupa
perkataan maupun perbuatan.
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa, (
QS. Al-baqoroh 21 )
Firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 21 di atas menyatakan sembahlah Rabb kamu, dimaksudkan untuk mendekatkan
pemahaman kepada semua manusia bahwa Ar Rabb yang wajib disembah adalah yang telah menciptakanmu dan orang-
orang sebelum kamu, yang menciptakan langit dan bumi serta yang mampu menurunkan air (hujan) dari langit. Yang
dengan air hujan itu dihasilkan segala jenis buah-buahan sebagai rezeki bagi kalian agar kalian mengetahui semua. Maka
janganlah mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah dengan menyembah dan meminta rezeki kepada selain-Nya. Apakah
kalian tidak malu dan berpikir bahwa Allah yang menghidupkan dan yang memberi rezeki kemudian kalian tinggalkan untuk
beribadah kepada selain-Nya?
Firman Allah Ta?ala :
Dan mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tak dapat memberi rezeki kepada mereka sedikitpun dari langit dan
bumi dan tidak berkuasa (sedikit jua pun). Maka janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah. Sesungguhnya
Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui. (QS. An Nahl : 73-74)
2) Syirik Di Dalam Ar Rububiyyah
Yaitu jika seseorang meyakini bahwa ada selain Allah yang bisa menciptakan, memberi rezeki, menghidupkan atau
mematikan, dan yang lainnya dari sifat-sifat ar rububiyyah. Orang-orang seperti ini keadaannya lebih sesat dan lebih jelek
daripada orang-orang kafir terdahulu.
Orang-orang terdahulu beriman dengan tauhid rububiyyah namun mereka menyekutukan Allah dalam uluhiyyah. Mereka
meyakini kalau Allah satu-satunya Pencipta alam semesta namun mereka masih tetap berdoa, meminta pada kuburan-
kuburan seperti kuburan Latta. Sebagaimana Allah kisahkan tentang mereka :
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka : Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan
matahari dan bulan? Tentu mereka akan menjawab : Allah. Maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan
yang benar). (QS. Al Ankabut : 61)
Firman Allah Taala :
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka : Siapakah yang menciptakan langit dan bumi? Tentu mereka akan
menjawab : Allah. Katakanlah : Segala puji bagi Allah. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahuinya. (QS. Luqman :
25)
Ayat-ayat ini semua menunjukkan kalau orang-orang musyrik terdahulu mengakui Allah-lah satu-satunya pencipta yang
menciptakan langit dan bumi, yang menghidupkan dan mematikan, yang menurunkan hujan dan seterusnya. Akan tetapi
mereka masih memberikan peribadatan kepada yang lainnya. Maka bagaimanakah dengan orang-orang yang tidak
menyakini sama sekali kalau Allah-lah Penciptanya atau ada tuhan lain yang menciptakan, menghidupkan, dan mematikan,
yang menurunkan hujaan dan seterusnya atau ada yang serupa dengan Allah dalam masalah-masalah ini. Tentu yang
demikian lebih jelek lagi. Inilah yang dimaksud syirik dalam rububiyah.
3) Syirik Di Dalam Al Asma wa Ash Shifat
Yaitu kalau seseorang mensifatkan sebagian makhluk Allah dengan sebagian sifat-sifat Allah yang khusus bagi-Nya.
Contohnya, menyakini bahwa ada makhluk Allah yang mengetahui perkara-perkara ghaib.
Firman Allah Ta?ala :
(Dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib. Maka Dia tidak memperlihatkan
kepada seorang pun tentang yang ghaib itu.? (QS. Al Jin : 26)
JENIS-JENIS SYIRIK
1. Syirik Akbar
Syirik ini menjadi penyebab keluarnya seseorang dari agama Islam, dan orang yang bersangkutan jika meninggal dalam
keadaan demikian, akan kekal di dalam neraka.
Hakikat syirik akbar adalah memalingkan salah satu jenis ibadah kepada selain Allah! Seperti :
- memohon dan taat kepada selain Allah
- bernadzar untuk selain Allah
- takut kepada mayat, kuburan, jin, setan disertai keyakinan bahwa hal-hal tersebut dapat memberi bahaya dan
mudharat kepadanya
- memohon perlindungan kepada selain Allah, seperti meminta perlindungan kepada jin dan orang yang sudah mati
- mengharapkan sesuatu yang tidak dapat diwujudkan kecuali oleh Allah
- seperti meminta hujan kepada pawang, meminta penyembuhan kepada dukun dengan keyakinan bahwa dukun
itulah yang menyembuhkannya, mengaku mengetahui perkara ghaib, menyembelih hewan kurban yang
ditujukan untuk selain Allah.
Macam-macam Syirik Besar
a. Syirik dalam berdoa
Yaitu meminta kepada selain Allah, disamping meminta kepada-Nya. Allah Subhanahu wa Taala berfirman dalam kitab-Nya
(yang terjemahannya):
Dan orang-orang yang kamu seru selain Allah tiada mempunyai apa-apa meskipun setipis kulit ari. Jika kamu meminta
kepada mereka, mereka tiada mendengar seruanmu, dan kalau mereka mendengar mereka tidak dapat memperkenankan
permintaanmu. (QS. Faathir: 13-14)
b. Syirik dalam sifat Allah
Seperti keyakinan bahwa para nabi dan wali mengetahui perkara-perkara ghaib. Allah Taala telah membantah
keyakinan seperti itu dengan firman-Nya (yang terjemahannya):
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali dia sendiri. (QS. Al-Anam :
59). Lihat QS. Al-Jin: 26-27.
Pengetahuan tentang hal yang ghaib merupakan salah satu hak istimewa Allah, menisbatkan hal tersebut kepada selain-
Nya adalah syirik akbar.
c. Syirik dalam Mahabbah (kecintaan)
Mencintai seseorang, baik wali atau lainnya layaknya mencintai Allah, atau menyetarakan cinta-nya kepada makhluk
dengan cintanya kepada Allah Taala. Mengenai hal ini Allah Taala berfirman (yang terjemahannya):
Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya
sebagaimana mereka mencintai Allah, adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. (QS. Al-Baqarah:
165).
Mahabbah dalam ayat ini adalah mahabbatul ubu-diyah (cinta yang mengandung unsur-unsur ibadah), yaitu cinta yang
dibarengi dengan ketundukan dan kepatuhan mutlak serta mengutamakan yang dicintai daripada yang lainnya. Mahabbah
seperti ini adalah hak istimewa Allah, hanya Allah yang berhak dicintai seperti itu, tidak boleh diperlakukan dan disetarakan
dengan-Nya sesuatu apapun.
d. Syirik dalam ketaatan
Yaitu ketaatan kepada makhluk, baik wali ataupun ulama dan lain-lainnya, dalam mendurhakai Allah Taala. Seperti
mentaati mereka dalam menghalal-kan apa yang diharamkan Allah Taala, atau mengharamkan apa yang dihalalkan-Nya.
Mengenai hal ini Allah Subhanahu wa Ta ala berfirman (yang terjemahannya) : Mereka menjadikan orang-orang alim, dan
rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah. (QS. At-Taubah: 31).
Taat kepada ulama dalam hal kemaksiatan inilah yang dimaksud dengan menyembah berhala mereka! Berkaitan dengan
ayat tersebut di atas, Rasulullah SAW menegaskan (yang terjemahannya): Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam
bermaksiat kepada al-Khaliq (Allah). (Hadits Shahih, diriwayatkan oleh Ahmad).
e. Syirik khauf (takut)
Jenis-jenis takut :
1. Khauf Sirri; yaitu takut kepada selain Allah Subhanahu wa Taala, berupa berhala, thaghut, mayat, makhluk gahib seperti
jin, dan orang-orang yang sudah mati, dengan keyakinan bahwa mereka dapat menimpakan mudharat kepada makhluk.
Allah Subhanahu wa Taala berfirman (yang terjemahannya): Janganlah kamu takut kepada mereka, takutlah kamu
kepada-Ku jika kamu benar-benar orang beriman.(QS. Ali Imran: 175).
2. Takut yang menyebabkan seseorang meninggalkan kewajibannya, seperti: Takut kepada seseorang sehingga
menyebabkan kewajiban ditinggalkan. Takut seperti in hukumnya haram, bahkan termasuk syirik ashghar (syirik kecil).
Berkaitan dengan hal tersebut Rasulullah SAW bersabda (yang terjemahannya):
Janganlah seseorang dari kamu menghinakan dirinya! Shahabat bertanya: Bagaimana mungkin seseorang menghinakan
dirinya sendiri? Rasulullah bersabda: Yaitu ia melihat hak Allah yang harus ditunaikan, namun tidak ditunaikannya! Maka
Allah akan berkata kepadanya di hari kiamat: Apa yang mencegahmu untuk mengucapkan begini dan begini?.
Ia menjawab: Karena takut kepada manusia!. Allah berkata: Seharusnya hanya kepadaKu saja engkau takut. (HR. Ibnu
Majah dari Abu Said al Khudry, Shahih).
3. Takut secara tabiat, takut yang timbul karena fitrah manusia seperti takut kepada binatang buas, atau kepada orang
jahat dan lain-lainnya. Tidak termasuk syirik, hanya saja seseorang janganlah terlalu didominasi rasa takutnya sehingga
dapat dimanfaatkan setan untuk menyesatkannya.
f. Syirik hulul
Percaya bahwa Allah menitis kepada makhluk-Nya. Ini adalah aqidah Ibnu Arabi (bukan Ibnul Arabi, beliau adalah ulama
Ahlus Sunnah) dan keyakinan sebagian kaum Sufi yang ekstrem.
g. Syirik Tasharruf
Keyakinan bahwa sebagian para wali memiliki kuasa untuk bertindak dalam mengatur urusan makhluk. Keyakinan seperti
ini jelas lebih sesat daripada keyakinan musyrikin Arab yang masih meyakini Allah sebagai Pencipta dan Pengatur alam
semesta.
h. Syirik Hakimiyah
Termasuk syirik hakimiyah adalah membuat undang-undang yang betentangan dengan syariat Islam, serta membolehkan
diberlakukannya undang undang tersebut atau beranggapan bahwa hukum Islam tidak sesuai lagi dengan zaman. Yang
tergolong musyrik dalam hal ini adalah para hakim yang membuat dan memberlakukan undang-undang, serta orang-orang
yang mematuhinya, jika meyakini kebenaran UU tersebut dan rela dengannya.
i. Syirik tawakkal
Tawakkal ada tiga jenis:
- Tawakkal dalam perkara yang hanya mampu dilaksanakan oleh Allah saja. Tawakkal jenis ini harus diserahkan kepada
Allah semata, jika seseorang menyerahkan atau memasrahkannya kepada selain Allah, maka ia termasuk Musyrik.
- Tawakkal dalam perkara yang mampu dilaksanakan para makhluk. Tawakkal jenis ini seharusnya juga diserahkan kepada
Allah, sebab menyerahkannya kepada makhluk termasuk syrik ashghar.
- Tawakkal dalam arti kata mewakilkan urusan kepada orang lain dalam perkara yang mampu dilaksanakannya. Seperti
dalam urusan jual beli dan lainnya. Tawakkal jenis ini diperbolehkan, hanya saja hendaklah seseorang tetap bersandar
kepada Allah Subhanahu wa Taala, meskipun urusan itu diwakilkan kepada makhluk.
j. Syirik niat dan maksud
Yaitu beribadah dengan maksud mencari pamrih manusia semata, mengenai hal ini Allah Subhanahu wa Taala berfirman
(yang terjemahannya):
Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepadanya balasan pekerjaan
mereka di dunia dengan sempurna, dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak akan
memperoleh di akhirat kecuali neraka, dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia, dan sia-
sialah apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Hud: 15-16).
Syirik jenis ini banyak menimpa kaum munafiqin yang telah biasa beramal karena riya.
k. Syirik dalam Hal Percaya Adanya Pengaruh Bintang dan Planet terhadap Berbagai Kejadian dan Kehidupan Manusia.
Dari Zaid bin Khalid Al Juhani, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda (yang terjemahannya): Allah berfirman: Pagi ini di
antara hambaku ada yang beriman kepada-Ku dan ada pula yang kafir. Adapun orang yang berkata, kami diberi hujan
dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, maka dia beriman kepada-Ku dan kafir terhadap bintang. Adapun orang yang
berkata: Hujan itu turun karena bintang ini dan bintang itu maka dia telah kufur kepada-Ku dan beriman kepada bintang.
(HR, Bukhari).
Lihat Fathul Bary, 2/333).
Termasuk dalam hal ini adalah mempercayai astrologi (ramalan bintang) seperti yang banyak kita temui di koran dan
majalah. Jika ia mempercayai adanya pengaruh bintang dan planet-planet terse-but maka dia telah musyrik. Jika ia
membacanya sekedar untuk hiburan maka ia telah melakukan perbuatan maksiat dan dosa. Sebab tidak dibolehkan
mencari hiburan dengan membaca hal-hal syirik. Disamping setan terkadang berhasil menggoda jiwa manusia sehingga ia
percaya kepada hal-hal syirik tersebut. Maka, membacanya termasuk sarana dan jalan menuju kemusyrikan.
Kisah Seputar Syirik Besar
Masuk Neraka karena seekor lalat
Thariq bin Syihab menuturkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda (yang terjemahannya): Ada
seseorang masuk surga karena seekor lalat, dan ada seseorang masuk neraka karena seekor lalat pula. Para shahabat
bertanya: Bagaimana hal itu, ya Rasulul-lah? Beliau menjawab: Ada dua orang berjalan melewati suatu kaum yang
mempunyai berhala, yang mana tidak seorang pun melewati berhala itu sebelum mempersembahkan kepadanya suatu
kurban.
Ketika itu, berkatalah mereka kepada salah seorang dari kedua orang tersebut: Persembahkanlah kurban kepadanya! Dia
menjawab: Aku tidak mempunyai sesuatu yang dapat kupersem-bahkan kepadanya. Mereka pun berkata kepadanya lagi:
Persembahkan sekalipun seekor lalat. Lalu orang itu mempersembahkan seekor lalat, mereka pun memperkenankan dia
untuk meneruskan perjalanan.
Maka dia masuk neraka karenanya. Kemudian berkatalah mereka kepada seorang yang lain: Persembahkanlah kurban
kepadanya. Dia menjawab: Aku tidak patut mempersembahkan sesuatu kurban kepada selain Allah Azza wa Jalla.
Kemudian mereka memenggal lehernya, karenanya orang ini masuk surga. (HR. Imam Ahmad).
Dan termasuk penyembelihan jahiliyah yang terkenal di zaman kita sekarang ini- adalah menyembelih untuk jin. Yaitu
manakala mereka membeli rumah atau membangunnya, atau ketika menggali sumur mereka menyembelih di tempat
tersebut atau di depan pintu gerbangnya sebagai sembelihan (sesajen) karena takut dari gangguan jin. (Lihat Taisirul Azizil
Hamid, hal. 158).
2. Syirik Ashghar
Yaitu setiap ucapan atau perbuatan yang dinyatakan syirik oleh syara tetapi tidak mengeluarkan dari agama. Ia merupakan
dosa besar yang dapat mengantarkan kepada syirik akbar.
Macam-macam syirik asghar:
a. Zhahir (nyata)
Berupa ucapan: Rasulullah SAW bersabda (yang terjemahannya): Barangsiapa yang bersumpah dengan selain nama Allah,
maka ia telah berbuat syirik. (HR. Ahmad, Shahih).
Dan sabda Nabi SAW yang lain (yang terjemahannya): Janganlah kamu berkata: Atas kehendak Allah dan kehendak Fulan.
Tapi katakanlah: Atas kehendak Allah , kemudian kehendak Fulan. (HR. Ahmad, Shahih).
Berupa amalan, seperti: Memakai gelang, benang, dan sejenisnya sebagai pengusir atau penangkal mara bahaya, jika ia
meyakini bahwa benda-benda tersebut hanya sebagai sarana tertolak atau tertangkalnya bala. Namun bila dia meyakini
bahwa benda-benda itulah yang menolak dan menangkal bala, hal itu termasuk syirik akbar. Imran bin Hushain radiallahu
anhu menuturkan, bahwa Nabi SAW melihat seorang laki-laki terdapat di tangannya gelang kuningan, maka beliau
bertanya (yang terjemahannya): Apakah ini?.
Orang itu menjawab: Penangkal sakit. Nabi pun bersabda: Lepaskan itu karena dia hanya akan menambah kelemahan
pada dirimu; sebab jika kamu mati sedang gelang itu masih ada pada tubuhmu, kamu tidak akan beruntung selama-
lamanya. (HR. Imam Ahmad dengan sanad yang bisa diterima).
Dan riwayat Imam Ahmad pula dari Uqbah bin Amir dalam hadits marfu (yang terjemahannya): Barang siapa
menggantungkan tamimah, semoga Allah tidak mengabul-kan keinginannya; dan barang siapa menggantungkan wadaah,
semoga Allah tidak memberi ketenangan pada dirinya. Disebutkan dalam riwayat lain: Barang siapa menggantungkan
tamimah, maka dia telah berbuat syirik.(Tamimah adalah sesuatu yang dikalungan di leher anak-anak sebagai penangkal
atau pengusir penyakit, pengaruh jahat yang disebabkan rasa dengki seseorang dan lain sebagainya. Wadaah adalah
sejenis jimat).
b. Khafi (tersembunyi); syirik yang bersumber dari amalan hati, berupa riya, sumiah dan lain-lainnya.
BAHAYA SYIRIK
1. Syirik Ashghar (tidak mengeluarkan dari agama).
a. Merusak amal yang tercampur dengan syirik ashghar.
Dari Abu Hurairah radiallahu anhu marfu (yang terjemahannya): Allah berfirman: Aku tidak butuh sekutu-sekutu dari
kalian, barang siapa yang melakukan suatu amalan yang dia menyekutukan-Ku padanya selain Aku, maka Aku tinggalkan
dia dan persekutuannya. (Riwayat Muslim, kitab az-Zuhud 2985, 46).
b. Terkena ancaman dari dalil-dalil tentang syirik, karena salaf menggunakan setiap dalil yang berkenaan dengan syirik
akbar untuk syirik ashghar. (Lihat al-Madkhal, hal 124).
c. Termasuk dosa besar yang terbesar.
2. Syirik Akbar
a. Kezhaliman terbesar.
Firman Allah Taala (yang terjemahannya): Sesungguhnya syirik itu kezhaliman yang besar. (QS. Luqman: 13).
b. Menghancurkan seluruh amal.
Firman Allah Taala (yang terjemahannya): Sesungguhnya jika engkau berbuat syirik, niscaya hapuslah amalmu, dan benar-
benar engkau termasuk orang yang rugi. (QS. Az-Zumar: 65).
c. Jika meninggal dalam keadaan syirik, maka tidak akan diampuni oleh Allah Subhanahu wa Taala.
Firman Allah Taala (yang terjemahannya):Sesungguhnya, Allah tidak akan mengampuni jika disekutukan, dan Dia akan
mengampuni selain itu (syirik) bagi siapa yang (Dia) kehendaki. (QS. An-Nisa: 48, 116).
d. Pelakunya diharamkan masuk surga.
Firman Allah Taala (yang terjemahannya): Sesungguhnya barang siapa menyekutukan Allah, maka pasti Allah
mengharamkan jannah baginya dan tempatnya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong
pun. (QS. Al-Maidah: 72).
e. Kekal di dalam neraka.
Firman Allah Taala (yang terjemahannya): Sesungguhnya orang kafir, yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (akan
masuk) ke neraka jahannam, mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. (QS. Al-Bayyinah: 6).
f. Syirik adalah dosa paling besar.
Firman Allah Taala (yang terjemahannya): Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu)
dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu. Bagi siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan
Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. (QS. An-Nisa: 116).
g. Perkara pertama yang diharamkan oleh Allah.
Allah Subhanahu wa Taala berfirman (yang terjemahannya): Katakanlah: Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang
keji, baik yang nampak ataupun ter-sembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar,
(mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menu-runkan hujjah untuk itu dan (meng-
haram-kan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui. (QS. Al-Araaf: 33).
h. Dosa pertama yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Taala. Lihat Quran surah Al-Anaam: 151.
Katakanlah: Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan
sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu
karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati
perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar Demikian itu
yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).
( Qs. Al-Anam )
i. Pelakunya adalah orang-orang najis (kotor) akidahnya.
Allah Taala berfirman (yang terjemahannya): Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang musyrik itu
najis. (QS. At-Taubah: 28).
Wallahualam Bii Shawab
Sumber :
- Kitab Tauhid (terjemah) Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi
- Dosa-Dosa yang Dianggap Biasa (terjemah), Syaikh Muhammad bin Shalih al Munajjid.
- Majalah As-Sunnah 09/IV/1421/2000.
- Dan sumber lainnya

Você também pode gostar