Você está na página 1de 3

Agar Kamu Bertaqwa

َ
‫ن‬
َ ‫قو‬ ْ ُ ‫م ل َعَل ّك‬
ُ ّ ‫م ت َت‬ ْ ُ ‫ن قَب ْل ِك‬
ْ ‫م‬
ِ ‫ن‬ ِ ّ ‫ب ع ََلى ال‬
َ ‫ذي‬ َ ِ ‫ما ك ُت‬
َ َ‫م ك‬
ُ ‫صَيا‬ ُ ُ ‫ب ع َل َي ْك‬
ّ ‫م ال‬ َ ِ ‫مُنوا ك ُت‬
َ ‫ن َءا‬ ِ ّ ‫َياأي َّها ال‬
َ ‫ذي‬
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu
agar kamu bertaqwa” (Q.S. Al Baqarah: 183)
Defenisi taqwa tidak akan dijumpai dalam Al Qur’an dan hadis. meskipun kata taqwa diulang berkali-kali. Al Qur’an
hanya menyebut sifat orang yang bertaqwa, ciri serta arnaliyahnya. Para ulamalah yang pada akhirnya membuat defenisi taqwa
sesuai dengan kadar penyerapannya terhadap isi dan kandungan Al Qur’an dan As Sunnah.
Habib Abdullah Al Haddad dalam risalahnya Al Mudzakarah Maal ikhwan Wal Muhibbinn ahli al Khair u’a ad Dien
menyimpulkan perkataan Imam Ghazali yang mengatakan bahwa taqwa memiliki tiga makna; yaitu pertama, khasqah dan
haibah (takut yang disertai dengan pengagungan) kedua, ketaatan dan pengabdian kepada Allah; ketiga, pensucian hati dari dosa-
dosa. Dan secara umum taqwa dapat diartikan sebagai upaya menghindari murka Allah dan hukumannya, dengan mematuhi apa
saja yang diperintahkan oleh-Nya, dan menjauhi apa saja yang dilarang oleh-Nya.
Taqwa memang kata kunci dalam Islam. Semua pelaksanaan ibadah sasaran terakhirnya adalah lahirnya insan taqwa.
Shalat, puasa, zakat dan haji serta ibadah lainnya, baik mahdah maupun mu’malah jika disederhanakan, maka tampaklah bahwa
target perintah pelaksanaannya adalah taqwa. Demikianlah, sehingga kata taqwa sangat sering kita jumpai dalam Al Qur’an
dalam berbagai konteks dan pembahasannya.
Taqwa adalah wasiat yang senantiasa disampaikan kepada orang-orang yang beriman. Khutbah Jum’ at tidak sah
secara syara‘ jika khatib tidak berwasiat tentang taqwa. Dan sesungguhnya taqwa adalah wasiat Allah Azza wa Jalla kepada
segenap umat manusia baik yang terdahulu maupun yang kemudian. Allah SWT berfirman:

َ َ ‫خل‬ َ
ٍ‫حد َة‬
ِ ‫س َوا‬
ٍ ‫ف‬
ْ َ‫ن ن‬
ْ ‫م‬ ْ ُ ‫قك‬
ِ ‫م‬ ِ ّ ‫م ال‬
َ ‫ذي‬ ُ ُ ‫قوا َرب ّك‬
ُ ّ ‫س ات‬
ُ ‫َياأي َّها الّنا‬
Hal sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri…! (Q.S. An Ansaa’:1)
Wasiat taqwapun dikhususkan pula bagi orang-orang yang beriman. Suatu wasiat agar orang beriman meningkatkan
keimanannya hingga mencapai derajat ketaqwaan yang sesungguhnya. Diantara ciri dan karakteristik orang yang beriman adalah:
1. Menjadikan Al Qur’an sebagai pedoman dan petunjuk jalan kehidupannya, 2. Senantiasa mendirikan shalat, 3. Meyakini akan
adanya hari pembalasan, 4. Suka berinfak secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi, 5.Menahan amarah, menghilangkan
dendam dan kebencian serta suka memaafkan kesalahan orang lain, 6.Senantiasa berintrospeksi diri, bertaubat kepada Allah akan
kesalahan yang pernah diperbuat, baik yang disengaja maupun yang tanpa disadari; baik kecil apalagi dosa besar.
Anugerah yang akan diraih dan dicapai oleh orang-orang yang beriman karena ketaqwaannya kepada Allah SWT antara
lain adalah:
Dianugerahkan kepada orang yang bertaqwa jalan keluar dari perbagai kesulitan yang dihadapi dan diberikan pula rezeki
yang tiada mereka sangka dan tiada mereka duga.
Barangsiapa yang bentaqwa kepada Allah, niscaya Allah akan mengadakan jalan keluar baginya. Dan memberinya rezeki dan
arah yang tiada diduga-duganya! (Q.S. Ath Thalaaq: 2 - 3)
Dianugerahkan kepada orang yang bertaqwa hidayah (pedoman dan petunjuk hidup) berupa Al Qun~in yang tiada
kenaguan padanya.
Alif Laam Miim, kitab (Al Qur’an) ini tiada keraguan padanya, petunjuk (hudan) bagi mereka yang bentaqw (Q.S. Al-Baqarah :
1 -2)
Dianugerahkan kepada orang yang bertaqwa ilmu dari sisi Tuhannya.
Dan bertaqwah kepada Allah; (niscaya) Allah mengajarimu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu( Q.S. Al-
Baqarah : 282)
Dianugerahkan kepada orang yang bertaqwa furqan; perbeda antara yang hak dan yang batil senta diampuni dari segala
dosa dan kesalahan.
Jika kamu bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan men ganugerahkan kepadamu furqan dan menghapus segala kesalahan-
kesalahanmu serta mengampuni (dosa-dosa) mu! (Q.S. Al Anfaal : 29)
Dianugerahkan kepada orang yang bertaqwa jaminan perlindungan dari Allah SWT.
… Dan Allah adalah pelindung orang-orang yang bertaqwa! (Q.S. Al Jaatsiyah: 19)
Dianugerahkan kepada orang yang bertaqwa bahwa Allah SWT senantiasa menyertainya. Yakni dengan memberikan
kemenangan, pertolongan dan perlindungan.
..Dan ketahuilah, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bentaqwa’ (Q.S. At Taubah 36)
Dianugerahkan kepada orang yang bentaqwa jaminan keselamatan, terutama keselamatan dari ancaman api neraka dan
jaminan mendapatkan surga.
Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertaqwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka
dalam keadaan berlutut! (Q.S. Maryam: 72)
Sesungguhnya ketaqwaan adalah kontrol yang paling efektif dan paling kuat terhadap perbuatan dosa. Secara naluriah
seseorang akan rnenyingkirkan semua perbuatan yang menyimpang dan ajaran Islam jika sifat taqwa telah bersemayam dalam
kalbunya. Abu Darda r.a. mengatakan, “bahwa takqwa seseorang dikatakan sempurna apabila orang tersebut telah menjaga diri
dari penbuatan dosa walau pun sebesar dzarrah sekalipun, bahkan bersedia meninggalkan yang syubhat, karena takut tergeluncir
kepada yang haram. Dengan demikian terbentuklah benteng yang kokoh diantara dirinya dengan sesuatu yang diharamkan!’
Dari sini tampaklah dengan nyata keagungan bulan suci Ramadhan yang di dalamnya Allah telah mewajibkan untuk
berpuasa yang mana puasa itu sendiri bertujuan agar manusia mukrnin mencapai ketaqwaannya.

Makna Ketaqwaan
dalam Sikap & Perbuatan
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dan Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas lanqit dan bumi yang disediakan untuk
oranq-oranq yang bertaqwa. Yaitu oranq-oranq yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapanq mau pun sem pit. Dan
orang-orang yang menahan amarahnya dan memaatfkan kesalahan orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya dirinya sendiri mereka ingat
akan Allah, atau memohon ampunan terhadap dosa-dosa mereka. Dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah?
Dan mereka tidak meneruskan perbuatan keji itu, sedang mereka mengetahui (Q.S. Ali lmnan: 133 - 135)
Bulan Ramadhan yang agung baru saja meninggalkan kita. rasa suka dan duka lara berbaur menyatu menyelimuti
perasaan kaum muslimin. Adapun mereka yang bersuka cita mungkin dikarenakan rasa syukur yang tiada terhingga setelah
berhasil menunaikan ibadah puasa dengan baik. Ditambah lagi dengan kabar gembira tentang ampunan Allah akan dosa-dosa
yang telah lampau. Atau mungkin ia bersuka cita karena merasa telah terbebas dan kewajiban berpuasa yang memaksakannya
menahan lapar dan dahaga serta keinginan hawa nafsunya di siang hari, selama bulan Ramadhan itu.
Sementara mereka yang berduka lara boleh jadi disebabkan oleh rasa sayangnya berpisah dan bulan yang penuh berkah,
rahmah dan maghfirah ini. Sehingga ia khawatir jangan-jangan ia tidak dapat lagi bersua dengan bulan nan suci ini di tahun
mendatang. Atau boleh jadi ia bersedih karena rezkinya tidak lagi mengalir setelah bulan Ramadhan pergi.
Atas dasar apa kita bersuka cita? dan atas dasar apa pula kita bersedih? Hanya Allah dan kita sajalah yang tahu persis
jawabannya. Disinilah kita dapat mengukur seberapa besar kadar ketaqwaan yang kita raih setelah menjalankan ibadah puasa
selama Ramadhan ini.
Dalam waktu sebulan penuh di bulan Ramadhan Allah mewajihkan hamba-hamba-Nya yang beriman menunaikan
ibadah puasa. Ibadah ini tak obahnya sebuah madrasah atau lembaga pendidikan yang mendidik orang-orang yang beriman agar
menjadi hamba-hamha yang bertaqwa. Ketaqwaan itu sendiri merupakan sebuah pangkat atau kedudukan yang paling tinggi
derajatnya di sisi Allah SWT (inna Akramakum indallahi atqaakum).
Adakah kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang bertaqwa Dalam surah Ali Imran ayat 133-135 di atas. Allah
menyebutkan beberapa ciri perbuatan orang-orang yang bentaqwa.
Pertama, orang-orang yang menafkahkan hartanya baik di waktu lapang maupun di waktu sempit. Mari sejenak kita
renungkan makna ibadah puasa yang haru saja kita tunaikan. Ibadah puasa pada hakekatnya mendidik seseorang untuk menjadi
lehih peka dan peduli terhadap lingkungannya. khususnya tcrhadap mereka yang kurang mampu secara material. Karena melalui
puasa orang merasakan benar betapu pahit dan getirnya mclewati siang dengan rasa lapar dan dahaga. Disini secara alami orang
akan terketuk nuraninya untuk meringankan beban mereka yang dicengkram kemiskinan. Sehingga ia pun tidak segan-segan
menafkahkan sehagian harta yang ia miliki. Dengan demikian akan tcrjalin persaudaraan yang harmonis antar si kaya dan si
miskin.
Barangsiapa melapangkan kesulitan-kesulitan saudaranya di dunia, maka Allah akan melapangkan kesulitannya diantara
kesulitan-kesulitannya (yang ia hadapi) di yaumil qiyamah:. (HR. Muslim)
Lebih jauh Allah telah mengingatkan hamba-Nya untuk menafkahkan sebagian rezkinya yang Allah berikan pada hamha
tersebut sebelum ajal menjemputnya. Sebagaiman firman-Nya:
Dan nafkahkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berlkan kepadamu, sebelum datang kematian kepada salah seorang
diantara kaunu, lalu ia benkata, “Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat,
sehingga aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shaleh? (Q.S. Al Munafiqun:10)
Kedua, mereka mampu menahan amarahnya. Allah begitu mencintai orang-orang yang sabar, sebaliknya Allah tidak
mcnyukai orang yang tidak sabar termasuk orang yang cepat marah. Kemarahan muncul oleh dorongan nafsu yang tidak
terkendali. Nafsu yang sudah tidak dapat dikendalikan lagi itu bernama an Nafsu al-Amarah. Nafsu sejenis ini cenderung pada
kejahatan dan kemaksiatan. Apabila scseorang telah dikuasai oleh an Nafsu amarah setan akan dengan mudah mengendalikannya.
Sementara nafsu yang tcrkendali adalah nafsu yang senantiasa disinari oleh petunjuk ilahi. Inilah nafsu yang di rahmati
Tuhannya, yakni an Nafsu al Muthmainnah. Orang-orang yang bertaqwa memiliki an Nafsu al Muthmainnah ini. Mereka itulah
orang-orang yang mampu menahan amarahnya, namun bukan berarti mereka tidak pernah marah akan tetapi kemarahan mereka
tidak sampai menimbulkan kerusakan atan denda menclan permusuhan serta pertikaian, baik yang terang-terangan atau yang
terselubung, karena kemarahannya didasari atas keikhlasan dan kebenaran.
Ketiga, mereka yang memaafkan kesalahan orang lain. Meminta maaf atau memberi maaf adalah perbuatan yang
sungguh mulia. Orang yang mau mengakui kesalahan dan meminta maaf adalah orang yang kesatria, dan orang yang suka
memberi maaf adalah orang yang berjiwa besar. Begitulah orang yang bertaqwa.
Menurut kabar gembira yang disampaikan Baginda Nabi SAW, bagi kita yang berpuasa di bulan Ramadhan yang penuh
dengan keimanan dan keikhlasan serta hanya mengharap ridha Allah SWT; maka dosa-dosa kita yang telah lampau akan
diampuni oleh Allah. Namun perlu diketahui bahwa dosa yang diampuni itu hanyalah dosa yang ber-hubungan langsung dengan
Allah SWT. (Hablun Minallah). Sementara dosa lain yang berkaitan dengan antar manusia (Hablun Minannas), kemampunan
Allah akan dosa tersebut bergantung kepada pemaafan masing-masing kita yang bersangkutan.
Dengan demikian, entah sejak kapan dimulainya, pada setiap lebaran ditradisikanlah silaturrahmi massal dan halal-bi
halal, saling kunjung mengunjungi untuk saling maaf memaafkan antar ke]uarga, kerabat dekat maupun jauh dan handai tolan.
Sedangkan makanan dan kue-kue lebaran kiranya hanyalah merupakan hidangan penghormatan kepada tamu yang senantiasa
bcndak berkunjung. Begitu pula halnya dengan baju baru yang dikenakan. Adapun pahalanya terletak pada niat penghormatan
tamu itu atau pada niat sedckah atau hadiah yang mengiringinya. Namun yang terpenting bahwa tradisi leharan ini intinya adalah
silalurnahmi dan saling maaf-memaafkan untuk menghapuskan dosa antar sesama setelah dosa terhadap dosa diampuni.

Você também pode gostar