PENINGKATAN PROFESIONALISME AKUNTAN PUBLIK DI JAKARTA
Skripsi
oleh : Akhmad Bustanul Arifin NIM : 105082002696
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M
SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan dibawah ini, Nama : Akhmad Bustanul Arifin NIM : 105082002696 Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: Pengaruh Penerapan Etika Profesi, Komitmen Organisasi dan Kecerdasan Emosional Terhadap Peningkatan Profesionalisme Akuntan Publik di Jakarta. Merupakan hasil pekerjaan saya sendiri. Apabila skripsi tersebut bukan hasil pekerjaan sendiri, saya bersedia menerima segala sangsi yang telah ditetapkan. Demikian skripsi ini dibuat sebagaimana mestinya dan benar adanya. J akarta, Maret 2011 Peneliti,
Akhmad Bustanul Arifin
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI 1. Nama : Akhmad Bustanul Arifin 2. Tempat & Tanggal Lahir : Tegal, 27 J uli 1984 3. Alamat : Balamoa Rt.04, Rw.03 Pangkah, Tegal J awa Tengah 4. Telepon : 021-95054897 II. PENDIDIKAN FORMAL 1. SDN Balamoa 1 1991-1997 2. SLTP N 1 Pangkah 1997-2000 3. SLTA N 1 Pangkah 2000-2003 4. Strata 1 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah J akarta Fakultas Ekonomi dan Bisnis J urusan Akuntansi 2005-2011 III. PENGALAMAN ORGANISASI 1. Ikatan Mahasiswa Tegal (IMT) Ciputat 2. KMPLHK RANITA UIN Syarif Hidayatullah J akarta IV. LATAR BELAKANG KELUARGA 1. Ayah : Daimudin 2. Ibu : Khonipah 3. Alamat : Balamoa Rt.04, Rw.03 Pangkah, Tegal J awa Tengah 4. Anak ke dari : 2 dari 2 bersaudara
ABSTRACT Public accountant is an accountant whose practiced in the Public Accounting Firm (KAP), which provides the services stipulated in the Public Accountants Professional Standards (auditing, attestation, reviews and other accounting services). One of the responsibilities of public accountants to maintain a professional quality. The purpose of this study was to determine the extent to which the influence of partial or simultaneous application of professional ethics, organizational commitment, and emotional intelligence to increase the professionalism of public accountants. The variables used in this research is the application of professional ethics, organizational commitment and emotional intelligence as the independent variable, while professionalism as the dependent variable. The population in this research is a public accountant who worked on the firm in Jakarta. The sample is 70 public accountants located at 17of Public Accounting Firm in South Jakarta. Sampling using convenience sampling methods, and analysis of research data using multiple regression analysis. The results of this study indicated that the application of professional ethics and emotional intelligence is partially affect the increased professionalism, whereas organizational commitment does not affect the increased professionalism of public accountants. And according to research results obtained in Test F (simultaneous), the application of professional ethics, organizational commitment and emotional intelligence affects simultaneously towards increased professionalism of public accountants
. Keywords: Public Accountants, Professional Ethics, Organizational Commitment, Emotional Intelligence,
professionalism
ABSTRAK Akuntan publik adalah akuntan yang berpraktik dalam Kantor Akuntan Publik (KAP) yang menyediakan jasa yang diatur dalam Standar Profesi Akuntan Publik (auditing, atestasi, review dan jasa akuntan lainya). Salah satu tanggung jawab akuntan publik adalah menjaga mutu profesionalnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh secara parsial maupun simultan penerapan etika profesi, komitmen organisasi, dan kecerdasan emosional terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah penerapan etika profesi, komitmen organisasi dan kecerdasan emosional sebagai variabel independen, sedangkan profesionalisme sebagai variabel dependen. Populasi dalam penelitian ini adalah akuntan publik yang bekerja pada KAP di J akarta. Sampel penelitian ini yaitu 70 akuntan publik yang terdapat pada 17 KAP di J akarta Selatan. Pengambilan sampel menggunakan metode convenience sampling, dan analisis data penelitian menggunakan analisis regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan etika profesi dan kecerdasan emosional secara parsial berpengaruh terhadap peningkatan profesionalisme, sedangkan komitmen organisasi tidak berpengaruh terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik. Dan menurut hasil penelitian yang diperoleh dalam Uji F (simultan), penerapan etika profesi, komitmen organisasi dan kecerdasan emosional berpengaruh secara simultan terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah mengkaruniakan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Pengaruh Penerapan Etika Profesi, Komitmen Organisasi, dan Kecerdasan Emosional Terhadap Peningkatan Profesionalisme Akuntan Publik di J akarta. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagai syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah J akarta. Pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan rasa syukur atas rahmat dan karunia Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini serta tak pula peneliti menghaturkan terimakasih kepada: 1. Keluargaku, Ayah dan Ibu atas setiap helaian kasih sayangnya, semua perhatian dan dukunganya, kakakku dan keponakanku Eka dan Manda, kalian penghibur sekaligus penyemangatku. 2. Bpk Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah J akarta. 3. Bpk Dr. Amilin, S.E., M.Si, Ak selaku pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya memberikan arahan dan bimbingan. 4. Ibu Rini, S.E., M.Si, Ak selaku pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya memberikan arahan dan bimbingan. 5. Ibu Rahmawati, S.E., MM selaku Ketua J urusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah J akarta. 6. Ibu Yessi Fitri, S.E., M.Si, Ak selaku Sekretaris J urusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah J akarta. 7. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah mencurahkan dan mengamalkan ilmunya, serta Karyawan Universitas Islam Negeri yang telah memberikan bantuanya kepada peneliti. 8. Seluruh teman-teman akuntansi C 2005 dan teman-teman Fakultas Ekonomi dan Bisnis, teman-teman Ikatan Mahasiswa Tegal, dan teman-teman KMPLHK RANITA UIN J akarta dan teman-teman MAPALA se-Indonesia, serta teman2 seperjuangan yang tak bisa disebut satu persatu. Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Dengan segala kerendahan hati peneliti memohon maaf dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan peneliti dan bermanfaat bagi semua. Wassalamuallaikum. Wr. Wb
J akarta,
105082002696 Akhmad Bustanul Arifin
DAFTAR ISI Lembar Pengesahan Skripsi Lembar Pengesahan Uji Komprehensip Lembar Pengesahan Uji Skripsi Lembar Pernyataan Daftar Riwayat Hidup .... Abstract .......................................... Abstrak ........................................... Kata Pengantar ........................................... Daftar Isi..... Daftar Tabel ....... Daftar Gambar ....... Daftar Lampiran .
i ii iii iv vi viii ix x BAB I. PENDAHULUAN .... A. Latar Belakang Penelitian ...... B. Perumusan Masalah ....... C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......... 1 1 8 9 BAB II. TINJ AUAN PUSTAKA .......... A. Akuntan Publik .................. 1. Pengertian Akuntan Publik .. ... 2. Akuntan Publik sebagai Suatu Profesi .... B. Etika Profesi ....... 1. Pengertian Etik Profesi ..... 2. Prinsip-Prinsip Etika Profesi ........ 3. Kode Etik Profesi Akuntan Publik ... 4. Tujuan Kode Etik . C. Komitmen Organisasi ............................................................ D. Kecerdasan Emosional ...... E. Profesionalisme .................................................................. 11 11 11 12 15 15 17 23 24 25 28 35 F. Penelitian Terdahulu .............................................................. G. Keterkaitan Antar Variabel dan Perumusan Hipotesis ........... H. Model Pemikiran .................................................................... 38 42 47 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ...... A. Ruang Lingkup Penelitian ...... B. Metode Penentuan Sampel ..... C. Metode Pengumpulan Data ... D. Metode Analisis Data ..... 1. Statistik Deskriptif ... 2. Uji Kualitas Data ..... 3. Uji Asumsi Klasik 4. Uji Hipotesis ..... E. Operasionalisasi Variabel Penelitian ...... 48 48 48 49 50 50 50 51 53 55 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..... A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ... 1. Tempat dan Waktu Penelitian .. 2. Karakteristik Profil Responden B. Hasil Uji Instrumen Penelitian ... 1. Hasil Uji Statistik Deskriptif 2. Hasil Uji Kualitas Data ........ 3. Hasil Uji Asumsi Klasik .. 4. Hasil Uji Hipotesis ... C. Pembahasan 62 62 62 64 67 67 68 73 76 81 BAB V. Kesimpulan dan Implikasi .. A. Kesimpulan . B. Implikasi . C. Keterbatasan dan Saran ... 1. Keterbatasan . 2. Saran . DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 87 87 88 89 89 89 91 95 DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman 1.1 Kasus, Temuan dan Dampak .. 3 2.1 Penelitian Terdahulu ... 39 3.1 Operasional Variabel Penelitian ..... 58 4.1 Data Sampel Penelitian ... 62 4.2 Data Distribusi Sampel Penelitian .. 63 4.3 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan J enis Kelamin .. 64 4.4 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Usia .. 65 4.5 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ...
65 4.6 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Posisi Terakhir . 66 4.7 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja
67 4.8 Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 68 4.9-1 Hasil Uji Validitas Variabel Etika Profesi ...... 69 4.9-2 Hasil Uji Validitas Variabel Komitmen Organisasi 70 4.9-3 Hasil Uji Validitas Variabel Kecerdasan Emosional .. 70 4.9-4 Hasil Uji Validitas Variabel Profesionalisme . 71 4.10 Hasil Uji Reliabilitas ... 73 4.11 Hasil Uji Multikolonieritas . 74 4.12 Hasil Uji Koefisien Determinasi . 77 4.13 Hasil Uji Statistik t .. 78 4.14 Hasil Uji Statistik F . 80
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman 2.1 Model Peneltian ..... 47 4.1 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik P-Plot ... 75 4.2 Grafik Scatterplot .. 76
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Halaman 1 Kuesioner Penelitian ... 95 2 Data Kuesioner Penelitian .. 104 3 Hasil Uji Validitas .. 111 4 Hasil Uji Reliabilitas .. 123 5 Hasil Uji Regresi 125 6 Surat Izin Penelitian ... 127 7 Surat Keterangan Penelitian ... 128
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Profesi akuntan di Indonesia sekarang ini menghadapi tantangan yang semakin berat. Tantangan tersebut adalah berikut ini. Pertama, WTO, GATT, dan GATS tidak hanya merundingkan masalah perdagangan komoditi riil, namun juga sektor jasa. Kedua, diberlakukanya perdagangan bebas diantara Negara-negara di kawasan Asia-Pasifik dalam rangka kerjasama ekonomi APEC tahun 2010 bagi Negara maju dan pada tahun 2020 bagi Negara berkembang, termasuk Indonesia. Ketiga, diberlakukanya perdagangan bebas diantara Negara-negara di kawasan ASEAN, yaitu AFTA (Ekayani dan Adi Putra, 2003:2). Disamping itu, kemajuan ekonomi mendorong munculnya pelaku bisnis baru sehingga menimbulkan persaingan bisnis yang cukup tajam. Semua usaha bisnis tersebut berusaha untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Namun terkadang untuk mencapai tujuan itu, segala upaya dan tindakan dilakukan walaupun pelaku bisnis harus melakukan tindakan- tindakan yang mengabaikan berbagai dimensi moral dan etika bisnis itu sendiri, termasuk profesi akuntansi. Untuk mengantisipasi hal itu, maka profesionalisme suatu profesi harus dimiliki oleh setiap anggota profesi, yaitu berkeahlian, berpengetahuan, dan berkarakter. Karakter menunjukkan personalitas seorang profesionalisme yang diwujudkan dalam sikap 2
profesional dan tindakan etisnya (Machfoedz dalam Winarna dan Retnowati, 2004). Akhir-akhir ini muncul issue yang sangat menarik yaitu pelanggaran etika oleh akuntan baik tingkat nasional maupun internasional. Di Indonesia issue ini berkembang seiring dengan adanya pelanggaran etika, baik yang dilakukan oleh akuntan publik, akuntan intern, maupun akuntan pemerintah. Etika profesi akuntan publik berfungsi sebagai panduan bagi para akuntan publik dalam menjalani kewajiban mereka memberikan dan mempertahankan jasa kepada masyarakat yang berstandar tinggi. Oleh karena itu, etika profesi ini menjadi sangat urgent karena etika profesi ini merupakan sarana pengaturan diri (self-regulation), yang sangat menentukan bagi pelaksanaan profesi sebagaimana diharapkan oleh masyarakat. Kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntansi ditentukan oleh kepatuhan para akuntan terhadap standar etika yang telah disepakati. Sebaliknya, apabila etika profesi ini dilanggar maka akuntan publik akan menghasilkan jasa yang berstandar rendah, sehingga kredibilitas akuntan publik diragukan dan kepercayaan masyarakat hilang (Yuliani, 2005). Oleh karena itu, pada tabel 1.1 berikut ini disajikan kasus-kasus dan masalah-masalah yang dilakukan oleh akuntan publik yang dapat menyebabkan kredibilitas mereka diragukan.
3
Tabel 1.1 Kasus, Temuan dan Dampak Tahun Kasus Temuan Dampak 2002
(VIVAnews. com) PT. Kimia farma Auditor tidak mampu mendeteksi adanya kesalah sajian dalam lapotan keuangan PT kimia Farma Menurunya kredibilitas sebagai akuntan publik atau auditor yang profesional 2005
(ICW) Dana Abadi Umat (DAU) Tim jaksa penyidik memiliki bukti kalau Khairiansyah (auditor BPK) kecipratan (suap) Dana Abadi Umat (DAU) Menurunya kredibilitas sebagai akuntan publik atau auditor yang profesional dan menjadi preseden sangat buruk bagi institusi negara seperti BPK. 2009
(Koran- J akarta.com) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bagindo Quirino (Auditor BPK) terbukti melakukan tindak pidana suap sebesar 650 juta rupiah dalam kasus korupsi Anggaran Belanja Tambahan tahun 2004 di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Menurunya kredibilitas sebagai akuntan publik atau auditor yang profesional dan menjadi preseden sangat buruk bagi institusi negara seperti BPK. Merugikan negara Rp 13,6 Miliar 2010
( Kasus korupsi dan kredit macet untuk pengembangan usaha di bidang otomotif Raden Motor (Biasa Sitepu sebagai Auditor) VIVAnews. com) Kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI. data yang diduga tidak dibuat semestinya dan tidak lengkap oleh akuntan publik. Lemahnya sifat independensi pada auditor 2010
(Koran- jakarta.com) Suap dari Pemerintah Kota Bekasi Enang Hermawan dan S (auditor BPK) diduga menerima suap dari pejabat Pemerintah Kota Bekasi untuk mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Menurunya kredibilitas sebagai akuntan publik atau auditor yang profesional dan menjadi preseden sangat buruk bagi institusi negara seperti BPK. Sumber: Diolah dari berbagai referensi 4
Profesionalisme telah menjadi issue yang kritis untuk profesi akuntan karena dapat menggambarkan kinerja akuntan tersebut. Gambaran terhadap profesionalisme dalam profesi akuntan publik seperti yang dikemukakan oleh Hastuti et al. (2003) dalam Arleen Herawati (2008), dicerminkan melalui lima dimensi, yaitu pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan terhadap profesi dan hubungan dengan rekan seprofesi. Selain menjadi seorang profesional yang memiliki sikap profesionalisme, akuntan publik juga harus memiliki pengetahuan yang memadai dalam profesinya untuk mendukung pekerjaannya dalam melakukan setiap pemeriksaan. Setiap akuntan publik juga diharapkan memegang teguh etika profesi yang sudah ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Kode etik menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap individu dalam kantor akuntan publik (KAP) atau jaringan KAP, baik yang merupakan anggota IAPI maupun yang bukan merupakan anggota IAPI, yang memberikan jasa profesional yang meliputi jasa assurance dan jasa selain assurance seperti yang tercantum dalam standar profesi dan kode etik profesi (Kode Etik Profesi Akuntan Publik IAPI, 2008). Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan para auditor akan selalu berhubungan dengan individu-individu maupun kelompok-kelompok didalam sebuah instansi atau perusahaan yang diperiksa serta dihadapkan dengan berbagai masalah yang cukup rumit, baik yang bersifat teknis maupun bersifat non teknis, apalagi menyangkut ketidakpuasan kinerja akuntan dapat 5
menyebabkan kurangnya profesionalisme akuntan dalam melaksanakan tugas, sehingga akan berdampak pada pandangan negatif terhadap citra akuntan publik dan profesi akuntan publik dimasyarakat (Monika, 2007). Keberhasilan dan kinerja seseorang dalam suatu bidang pekerjaan sangat ditentukan oleh profesionalisme terhadap bidang yang ditekuninya. Profesionalisme sendiri harus ditunjang dengan komitmen serta independensi untuk mencapai tingkatan yang tertinggi. Komitmen merupakan suatu konsistensi dari wujud keterikatan seseorang terhadap suatu hal, seperti karir, keluarga, lingkungan pergaulan sosial dan sebagainya. Adanya suatu komitmen dapat menjadi suatu dorongan bagi seseorang untuk bekerja lebih baik atau malah sebaliknya menyebabkan seseorang justru meninggalkan pekerjaannya, akibat suatu tuntutan komitmen lainnya. Komitmen yang tepat akan memberikan motivasi yang tinggi dan memberikan dampak yang positif terhadap kinerja suatu pekerjaan (Trisnaningsih, 2007). Komitmen anggota organisasi menjadi hal penting bagi sebuah organisasi dalam menciptakan kalangsungan hidup sebuah organisasi apapun bentuk organisasinya. Komitmen menunjukan hasrat karyawan sebuah perusahaan untuk tetap tinggal dan bekerja serta mengabdikan diri bagi perusahaan (Amilin dan Rosita Dewi, 2008). Komitmen organisasional dibangun atas dasar kepercayaan pekerja atas nilai-nilai organisasi, kerelaan pekerja membantu mewujudkan tujuan organisasi dan loyalitas untuk tetap menjadi anggota organisasi. Oleh karena itu, komitmen organisasi akan menimbulkan rasa ikut memiliki (sense of belonging) bagi pekerja terhadap 6
organisasi. J ika pekerja merasa jiwanya terikat dengan nilai-nilai organisasional yang ada maka dia akan merasa senang dalam bekerja, sehingga kinerjanya dapat meningkat (Trisnaningsih, 2007). Setiap manusia ingin berprestasi dalam segala hal, tidak terkecuali berprestasi dalam pekerjaan. Saat ini keberhasilan kerja seseorang tidak ditunjang oleh kemampuan intelektual semata, namun juga didukung oleh kemampuan penyesuaian emosi dalam berhubungan dengan seseorang. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa Intelektual Quotient (IQ) menentukan keberhasilan seseorang. Masyarakat beranggapan bahwa semakin tinggi IQ seseorang semakin berhasil orang tersebut dalam pekerjaannya. Namun kenyataannya tidak demikian, IQ hanya memberikan kontribusi 20% dalam menentukan keberhasilaan hidup seseorang dan 80% lainnya ditentukan oleh faktor lain. Faktor inilah yang disebut kecerdasan emosional (EQ) (Alwani, 2007). Aturan bekerja sekarang ini tengah berubah, seseorang dinilai tidak hanya berdasarkan tingkat kepribadian atau berdasarkan tingkat penilaian dan pengalaman tetapi juga berdasarkan seberapa baik seseorang mengelola diri sendiri dan orang lain. Sebagai seorang auditor, pendidikan dan pengalaman dapat meningkatkan kompetensinya, namun dalam berhubungan dengan pihak lain (auditee) seorang auditor selain harus memiliki kemampuan intelektual juga harus memiliki kemampuan organisasional, interpersonal dan sikap dalam berkarir dilingkungan yang selalu berubah. Dalam meningkatkan profesionalisme seorang auditor harus terlebih dahulu memahami dirinya 7
sendiri dan tugas yang akan dilaksanakan serta selalu meningkatkan dan mengendalikan dirinya dalam berhubungan dengan auditee (Tantina 2003:2). Saat ini profesionalisme akuntan publik memang banyak dipertanyakan oleh berbagai pihak, apalagi dengan terbongkarnya makelar kasus yang terjadi di Institusi Pemerintahan Indonesia, sebagai akuntan publik perlu menunjukkan bahwa dirinya adalah akuntan publik yang profesional. Melihat kondisi seperti ini, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Penerapan Etika Profesi, Komitmen Organisasi dan Kecerdasan Emosional Terhadap Peningkatan Profesionalisme Akuntan Publik di Jakarta. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Yuliani (2005). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut: 1. Ada penambahan dua variabel independen, yaitu variabel komitmen organisasi dan kecerdasan emosional. Komitmen organisasi diperoleh dari penelitian Trisnaningsih (2007), Amilin dan Rosita Dewi (2008). Kecerdasan emosional diperoleh dari penelitian Maslahah (2007), dan Alwani (2007). Penelitian sebelumnya hanya menguji pengaruh faktor situasional yang mengindikasikan bahwa dalam setiap penugasannya Kantor Akuntan Publik melaksanakan etika profesi yang tertuang dalam PMK no.17 tahun 2008 dan PSPM no. 04 yang ditetapkan oleh IAPI, sedangkan penelitian ini menguji pengaruh faktor situasional dan faktor 8
karakteristik personal akuntan publik dalam penugasanya sehingga diharapkan dapat meningkatkan sikap profesionalisme akuntan publik. 2. Metode pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan metode analisis regresi berganda (multiple regression analysis) untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan metode analisis regresi linier. 3. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik di wilayah J akarta, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan sampel auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik di Bandung J awa Barat. B. Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah penerapan etika profesi berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik? 2. Apakah komitmen organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik? 3. Apakah kecerdasan emosional berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik? 4. Apakah penerapan etika profesi, komitmen organisasi, dan kecerdasan emosional berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik? 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris atas hal-hal sebagai berikut: a. Menguji pengaruh penerapan etika profesi terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik. b. Menguji pengaruh komitmen organisasi terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik. c. Menguji pengaruh kecerdasan emosional terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik. d. Menguji pengaruh penerapan etika profesi, komitmen organisasi, dan kecerdasan emosional terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik 2. Manfaat Penelitian Penelitian atas penerapan etika profesi, komitmen organisasi, dan kecerdasan emosional untuk meningkatkan profesionalisme akuntan publik di J akarta diharapkan dapat berguna bagi semua pihak yang berkepentingan dan di samping itu, penelitian dapat memberi manfaat: a. Bagi Kantor Akuntan Publik (KAP) diharapkan dapat memberikan suatu masukan yang bermanfaat untuk mengetahui kekurangan, kelemahan, dan kendala yang dihadapi dalam meningkatkan profesionalisme akuntan publik.
10
b. Bagi Pihak Lain Sebagai informasi dan gambaran yang lebih jelas yang dapat digunakan untuk bahan penelitian bagi peneliti lain yang berminat dalam bidang serupa. c. Bagi Peneliti Memperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai etika profesi, komitmen organisasi dan kecerdasan emosional terhadap peningkatan perofesionalisme akuntan publik baik secara teori maupun praktek, Dan sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian akhir sarjana (program SI) program studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah J akarta.
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akuntan Publik 1. Pengertian Akuntan Publik Akuntan publik adalah akuntan yang telah memperoleh izin dari menteri untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini (Pasal 1 Angka (2) PMK Nomor 17/PMK.01/2008 tentang J asa Akuntan Publik). Akuntan publik merupakan profesi yang mempunyai posisi unik. Pada satu sisi mendapat honor dari klien, tetapi jika ia melaksanakan praktik publik (public practice) harus bersikap independen (tidak memihak kepada salah satu pihak baik klien maupun dari pihak lain). Kode Etik Akuntan Indonesia pada pembukaanya memberikan definisi akuntan publik sebagai berikut: Akuntan adalah profesi yang terdiri atas landasan kepercayaan masyarakat. Dengan demikian, dalam melaksanakan tugasnya akuntan harus mengutamakan kepentingan masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha. Menurut Arens et-al (2010:18), memberikan definisi akuntan publik sebagai berikut: A person who has met state regulatory requirements, including passing the Uniform CPA Examination, and has thus been certified; a CPA may have as his or her primary responsibility the performance of the audit function on published historical financial statements of commercial and noncommercial financial entities.
12
Sedangkan Charmichael et-al (1996:39), dalam Yuliani (2005), memberikan definisi akuntan publik sebagai berikut: The CPA is a member of time honored profession, and the status of the profession and the responsibilities that accompany their status effect the audit function and the structure of the profession. The independent auditor is subject to regulations imposed by profession and by society. Mulyadi dan Puradiredja (2002:52), memberikan perbedaan definisi antara pengertian akuntan publik dengan pengertian auditor independen sebagi berikut: Akuntan publik adalah akuntan yang berpraktik dalam Kantor Akuntan Publik (KAP) yang menyediakan jasa yang diatur dalam Standar Profesi Akuntan Publik (auditing, atestasi, review dan jasa akuntan lainya). Sedangkan Auditor Independen adalah akuntan publik yang melaksanakan penyusunan audit atas laporan keuangan historis yang menyediakan jasa audit atas dasar standar auditing yang tercantum dalam Standar Profesi Akuntan Publik. Berdasarkan definisi tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa akuntan publik adalah suatu profesi yang telah memperoleh izin dari menteri keuangan yang berpraktik dalam Kantor Akuntan Publik (KAP) untuk memberikan jasa profesionalnya atas landasan kepercayaan masyarakat yang dibayar oleh klien, bekerja secara profesional, bertanggung jawab dan harus mengutamakan kepentingan masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha. 2. Akuntan Publik Sebagai Suatu Profesi Akuntan sebagai suatu profesi telah ada dan berkembang sejalan dengan perkembangan kebutuhan akan informasi keuangan dalam dunia bisnis. Profesi adalah karya bidang keahlian yang terorganisasi guna 13
memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap keahlianya tersebut. Karya sebagai suatu profesi berarti bidang keahlianya tersebut menjadi sumber nafkah hidupnya. Disiplin ilmu yang mendasari suatu profesi biasanya merupakan ilmu terapan. Karena ilmu tersebut digunakan dalam praktik sehari-hari guna menjawab persoalan yang dibutuhkan oleh masyarakat. J adi, suatu profesi terbentuk berdasarkan dua hal yaitu adanya suatu disiplin ilmu yang menjadi induknya dan adanya kebutuhan masyarakat. Menurut Mulyadi (2002: 4), profesi akuntan publik adalah: Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat, dari profesi inilah masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan. Penelitian Suryaningtias (2007), menyebutkan bahwa suatu dikatakan menjadi suatu profesi yang sudah mapan bila memiliki enam cirri, yaitu: a. Memberikan jasa yang bermanfaat bagi masyarakat. b. Terikat oleh prinsi-prinsip etika dengan tekanan kepada kebijakan berupa pelayanan, kejujuran, integritas serta pengabdian kepada kesejahteraan yang dilayani. c. Mempunyai persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat menjadi anggota yang diatur dengan undang-undang. d. Mempunyai prosedur dalam menegakkan disiplin anggota yang melanggar kode etik. e. Mempunyai pengetahuan minimal dalam bidang keahlian yang diperoleh melalui pendidikan formal. 14
f. Mempunyai bahasa sendiri, dan mengenai hal-hal yang sangat teknik hanya dimengerti oleh mereka yang menjadi anggota. Bagi seseorang yang merencanakan untuk menjadi Akuntan Publik Bersertifikat (BPA), adalah penting untuk mengetahui persyaratan di negara di mana ia berencana untuk mendapatkan dan mempertahankan penunjukan BPA. BPA diatur oleh hukum negara melalui departemen lisensi dari masing-masing negara. dalam setiap negara, peraturan yang konstan yang berbeda untuk menjadi BPA dan mempertahankan izin praktek setelah penunjukan awalnya telah dicapai (Aren et-al, 2010:17). Menurut Arens et-al (2010:17), ada tiga syarat untuk menjadi seorang Akuntan Publik Bersertifikat, yaitu: Educational Requirement, Uniform CPA Examination Requirement, Experience Requirement. a. Educational Requirement normaly, an undergraduate or graduate degree with a major in accounting, including a minimum number of accounting credits. Most states now require 150 semester credits hours (225 quarter credits) for licensure as a CPA. Some states require fewer credits before taking the examination but require 150 semester credits before receiving the CPA certificate. b. Uniform CPA Examination Requirement computer-based examination offered at various testing centers. Examination section are follows: Auditing and Attestation 4.5 hours, Financial Accounting and Reporting 4 hours, Regulation 3 hours, Business Environment and Concepts 2.5 hours. Same states also require a separate ethics examination. c. Experience Requirement varies widely from no experience to 2 years, including. Some states including experience working for governmental units or in internal auditing. 15
J adi akuntan publik dikatakan sebagai suatu profesi karena memiliki spesialisasi pengetahuan dan pendidikan khusus, mamiliki persyaratan tertentu untuk profesi tersebut dan diatur oleh hukum negara melalui departemen lisensi di masing-masing Negara, memiliki kode etik, mengutamakan kepentingan masyarakat, serta memiliki organisasi profesi. Seperti halnya profesi-profesi yang lain, profesi akuntan publik terikat dengan aturan-aturan (regulasi) yang mengatur setiap anggota profesi dalam menjalankan pekerjaanya. B. Etika Profesi 1. Pengertian Etika profesi Menurut Harahap (2002:41), apakah etika, dan apakah etika profesi itu? Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakanya itu salah atau benar, baik atau buruk. Rahayu dan Ely Suhayati (2010:49), mendefinisikan etika sebagai nilai-nilai tingkah laku atau aturan-aturan tingkah laku yang diterima dan digunakan oleh individu atau segolongan tertentu. Sedangkan Aren et-al (2010:104), mendefinisikan etika adalah a set of moral principles or value. Menurut Keraf (2001: 33-35), dalam Utami dan Indriawati (2006), etika dibagi dalam etika umum dan etika khusus. Etika khusus dibagi lagi menjadi tiga kelompok, yaitu: etika individual, etika lingkungan hidup dan 16
etika sosial. Etika sosial berbicara mengenai kewajiban dan hak, sikap dan pola perilaku manusia sebagi mahluk sosial dalam interaksinya dengan sesama. Karena etika sosial menyangkut hubungan antara manusia dengan manusia. Ia menyangkut hubungan individual antara orang yang satu dengan orang yang lain, serta menyangkut interaksi sosial secara bersama. Etika sosial mencakup etika profesi dan didalamnya terdapat etika bisnis. Etika profesi lebih menekankan kepada tuntutan terhadap profesi seseorang, dimana tuntutan itu menyangkut tidak saja dalam hal keahlian, melainkan juga adanya komitmen moral: tanggung jawab, keseriusan, disiplin, dan integritas moral. Sedangkan menurut Rumanti (2004:297), etika profesi adalah: Norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah, ukuran-ukuran yang diterima dan ditaati para pegawai atau karyawan, berupa peraturan-peraturan, tatanan yang ditaati semua karyawan dari organisasi tertentu, yang telah diketahuinya untuk dilaksanakan, karena hal tersebut melekat pada status atau jabatanya, bisa juga kebiasan yang baik atau peraturan yang diterima dan ditaati para karyawan dan telah mengendap menjadi bersifat normatif. Etika profesi merupakan karakteristik suatu profesi yang membedakan suatu profesi dengan profesi lain, yang berfungsi untuk mengatur tingkah laku para anggotanya. Dalam hal etika, sebuah profesi harus memiliki komitmen moral yang tinggi yang dituangkan dalam bentuk aturan khusus. Aturan ini merupakan aturan main dalam menjalankan atau mengemban profesi tersebut, yang biasa disebut sebagai kode etik. Kode etik harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi yang 17
memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat dan merupakan alat kepercayaan bagi masyarakat luas (Herawati dan Yulius Susanto, 2008). Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode etik ini mengikat para anggota IAI dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI. Di Indonesia penegakan kode etik dilaksanakan oleh sekurang- kurangnya oleh enam unit organisasi, Badan Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan Publik-IAI, Dewan Pertimbangan Profesi IAI, Departemen Keuangan RI dan BPKP. Selain enam unit organisasi diatas, pengawasan terhadap kode etik juga dilakukan oleh para anggota dan pimpinan KAP. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa etika profesi adalah bidang etika khusus atau terapan yang merupakan produk dari etika sosial yang mengatur nilai-nilai tingkah laku atau aturan-aturan tingkah laku yang menekankan kepada tuntutan terhadap suatu profesi yang dituangkan dalam bentuk aturan khusus berupa kode etik. 2. Prinsip-Prinsip Etika Profesi Menurut Harahap (2002:41), prinsip-prinsip etika profesi ada empat bagian, yaitu: Tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya, terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya, keadilan (prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya), 18
otonom (prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan diberi kebebasan dalam menjalankan profesinya). Menurut Arens et-al (2010:111), prinsip etika ada enam, yaitu: Responsibilities, the public interst, integrity, objective and independent, due care, scope and nature of service. Sedangkah di dalam Kode Etik Profesi Akuntan Publik IAPI (2008), prinsip-prinsip etika profesi terdapat dibagian A dari Kode Etik ini menetapkan prinsip dasar etika profesi dan memberikan kerangka konseptual untuk penerapan prinsip tersebut, yaitu: Prinsip integritas, prinsip objektivitas, prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional, prinsip kerahasiaan, prinsip perilaku professional. Berikut prinsip-prinsip dasar etika profesi menurut Kode Etik Profesi Akuntan Publik IAPI (2008), yaitu: Prinsip integritas, prinsip objektivitas, prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional, prinsip kerahasiaan, prinsip perilaku professional. a. Prinsip integritas Setiap praktisi harus tegas dan jujur dalam menjalin hubungan profesional dan hubungan bisnis dalam melaksanakan pekerjaanya. Praktisi tidak boleh terkait dengan laporan, komunikasi, atau informasi lainya yang diyakininya terdapat: Kesalahan yang material atau pernyataan yang menyesatkan, pernyataan atau informasi yang diberikan secara tidak hati-hati, penghilangan atau penyembunyian yang dapat menyesatkan atas informasi yang seharusnya diungkapkan. 19
b. Prinsip objektivitas Setiap praktisi tidak boleh membiarkan subjektivitas, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak (undue influence) dari pihak-pihak lain memengaruhi pertimbangan profesional atau pertimbangan bisnisnya. Praktisi mungkin dihadapkan pada situasi yang dapat mengurangi objektivitasnya. Karena beragamnya situasi tersebut, tidak mungkin untuk mendefinisikan setiap situasi tersebut. Setiap praktisi harus menghindari setiap hubungan yang bersifat subjektif atau yang dapat mengakibatkan pengaruh yang tidak layak terhadap pertimbangan profesionalnya. c. Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional (professional competence and due care) Setiap praktisi wajib memelihara pengetahuan dan keahlian profesionalnya pada suatu tingkatan yang dipersyaratkan secara berkesinambungan, sehingga klien atau pemberi kerja dapat menerima jasa profesional yang diberikan secara kompeten berdasarkan perkembangan terkini dalam praktik, perundang-undangan, dan metode pelaksanaan pekerjaan. Setiap praktisi harus bertindak secara professional dan sesuai dengan standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku dalam memberikan jasa profesionalnya. Pemberian jasa profesional yang kompeten membutuhkan pertimbangan yang cermat dalam menerapkan pengetahuan dan keahlian profesional. 20
Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi dua tahap yang terpisah yaitu: pencapaian kompetensi profesional dan pemeliharaan kompetensi profesional. Pemeliharaan kompetensi profesional membutuhkan kesadaran dan pemahaman yang berkelanjutan terhadap perkembangan teknis profesi dan perkembangan bisnis yang relevan. Pengembangan dan pendidikan profesional yang berkelanjutan sangat diperlukan untuk meningkatkan dan memelihara kemampuan praktisi agar dapat melaksanakan pekerjaannya secara kompeten dalam lingkungan profesional. Sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional mengharuskan setiap praktisi untuk bersikap dan bertindak secara hati-hati, menyeluruh, dan tepat waktu, sesuai dengan persyaratan penugasan. d. Prinsip kerahasiaan Prinsip kerahasian mewajibkan setiap praktisi untuk tidak melakukan tindakan-tindakan, seperti mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh dari hubungan profesional dan hubungan bisnis kepada pihak diluar KAP atau jaringan KAP tempatnya bekerja tanpa adanya wewenang khusus, kecuali jika terdapat kewajiban untuk mengungkapkanya sesuai dengan ketentuan hukum atau peraturan lainya yang berlaku, dan mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh dari hubungan profesional dan hubungan bisnis untuk keuntungan pribadi atau pihak ketiga. 21
Setiap praktisi harus tetap menjaga prinsip kerahasiaan, termasuk dalam lingkungan sosialnya. Setiap praktisi harus waspada terhadap kemungkinan pengungkapan yang tidak disengaja, terutama dalam situasi yang melibatkan hubungan jangka panjang dengan rekan bisnis maupun anggota keluarga langsung atau anggota keluarga dekatnya. Setiap praktisi harus menjaga kerahasiaan informasi yang diungkapkan oleh calon klien atau pemberi kerja. Setiap praktisi harus mempertimbangkan pentingnya kerahasiaan informasi terjaga dalam KAP atau jaringan KAP tempatnya bekerja. Kebutuhan untuk mematuhi prinsip kerahasiaan terus berlanjut, bahkan setelah berakhirnya hubungan antara Praktisi dengan klien atau pemberi kerja. e. Prinsip perilaku profesional Prinsip perilaku profesional mewajibkan setiap praktisi untuk mematuhi setiap ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku, serta menghindari setiap tindakan yang dapat mendiskriditkan profesi. Hal ini mencakup setiap tindakan yang dapat mengakibatkan terciptanya kesimpulan yang negatif oleh pihak ketiga yang rasional dan memiliki pengetahuan mengenai semua informasi yang relevan, yang dapat menurunkan reputasi profesi. Dalam memasarkan dan mempromosikan diri dan pekerjaannya, setiap praktisi tidak boleh merendahkan martabat profesi. Setiap praktisi harus bersikap jujur dan tidak boleh bersikap atau melakukan tindakan sebagai berikut: membuat pernyataan yang berlebihan mengenai jasa 22
profesional yang dapat diberikan, kualifikasi yang dimiliki, atau pengalaman yang telah diperoleh, membuat pernyataan yang merendahkan atau melakukan perbandingan yang tidak didukung bukti terhadap hasil pekerjaan Praktisi lain. Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota. Prinsip Etika mengharuskan akuntan publik untuk tegas dan jujur dalam menjalin hubungan professional dan hubungan bisnis dalam melaksanakan pekerjaanya, memelihara pengetahuan dan keahlian profesionalnya, bersikap cermat dan bertindak secara hati-hati, menghindari setiap hubungan yang bersifat subjektif atau yang dapat mengakibatkan pengaruh yang tidak layak terhadap pertimbangan profesionalnya dan tidak melakukan tindakan-tindakan, seperti mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh dari hubungan profesional dan hubungan bisnis kepada pihak diluar KAP, mematuhi setiap ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku, serta menghindari setiap tindakan yang dapat mendiskriditkan profesi. Interprestasi Aturan Etika merupakan interprestasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika Profesi, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
23
3. Kode Etik Profesi Akuntan publik Harahap (2002:29) kode yaitu tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata tulisan atau benda yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu, misalnya untuk menjamin suatu berita, keputusan atau suatu kesepakatan suatu organisasi. Menurut Rumanti (2004:295), kode etik merupakan aturan-aturan susila yang ditetapkan bersama dan ditaati bersama oleh seluruh anggota yang bergabung dalam suatu profesi. Kode Etik akuntan merupakan seperangkat prinsip moral dan pelaksanaan aturan-aturan yang memberikan pedoman kepada akuntan publik dalam berhubungan dengan klien, masyarakat dan akuntan lain (Nasyah HP dan Payamta, 2002). Sehingga yang menjadi dasar diperlukannya Kode Etik pada setiap profesi adalah kebutuhan akan kepercayaan publik terhadap kualitas jasa yang diberikan. Menurut Arens et-al (2010:110), yang diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia, bahwa kode etik profesional menyediakan baik standar umum perilaku yang ideal dan aturan berlaku spesifik perilaku. Ada empat bagian untuk kode etik: prinsip-prinsip, aturan perilaku, interpretasi aturan pelaksanaan, dan keputusan etis. Kode etik ini menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap individu dalam kantor akuntan publik (KAP) atau jaringan KAP, baik yang merupakan anggota IAPI maupun yang bukan merupakan anggota IAPI, yang memberikan jasa profesional yang meliputi jasa assurance dan jasa selain assurance seperti yang 24
tercantum dalam standar profesi dan kode etik profesi (Kode Etik Profesi Akuntan Publik IAPI, 2008). Kode etik yang berlaku efektif sejak tanggal 1 januari 2010, yang disusun oleh SPAP adalah Kode Etik International Federation of Accountans (IFAC) yang diterjemahkan (dengan modifikasi), jadi kode etik ini bukan merupakan hal yang baru kemudian disesuaikan dengan IFAC, tetapi memang mengadopsi dari IFAC. J adi tidak ada perbedaan yang signifikan antara kode etik SPAP dengan IFAC. Setiap akuntan (praktisi) wajib mematuhi dan menerapkan seluruh prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur dalam kode etik, kecuali bila prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur oleh perundang- undangan, ketentuan hukum, atau peraturan lainya yang berlaku ternyata lebih ketat dari kode etik. J adi kode etik adalah tanda-tanda atau simbol- simbol yang berupa seperangkat prinsip moral dan pelaksanaan aturan- aturan yang memberikan pedoman kepada akuntan publik sebagai prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap individu dalam kantor akuntan publik serta dalam berhubungan dengan klien, masyarakat dan akuntan lain. 4. Tujuan Kode Etik Profesi Menurut Harahap (2002:228), tujuan Kode Etik adalah membantu membangun sikap kehati-hatian akuntan dengan menarik perhatianya pada isu etika dalam praktik profesional sehingga dia dapat memisahkan mana perilaku yang etis dan non etis, dan untuk meyakinkan keakuratan dan keyakinan pada informasi yang disajikan dalam laporan keuangan 25
sehingga akan memperluas kredibilitas dan mempromosikan keyakinan terhadap jasa profesi akuntan. Sedangkan menurut Nadirsyah (1993:49) dalam Yuliani (2006), tujuan kode etik adalah menuntun praktik bagaimana memelihara suatu sikap professional yang mana pengalaman menunjukkan akan membantunya sukses, memberi klien dan klien potensial suatu dasar untuk menyakini bahwa akuntan publik benar-benar melayani mereka dengan baik dan menempatkan pelayanan diatas imbalan. J adi tujuan dari kode etik adalah membantu akuntan publik untuk bersikap hati-hati dalam pelaksanaan profesinya sehingga dapat memisahkan mana perilaku etis dan non etis sehingga dapat memelihara suatu sikap profesional yang mana pengalaman menunjukkan akan membantunya sukses, memperluas kredibilitas dan mempromosikan keyakinan terhadap jasa profesi akuntan, dan sebagai dasar untuk menyakini bahwa akuntan publik benar-benar melayani mereka dengan baik dan menempatkan pelayanan diatas imbalan. C. Komitmen Organisasi Konsep komitmen organisasional didasarkan pada premis bahwa individual membentuk suatu keterikatan (attachment) terhadap organisasi. Secara historis, komitmen organisasional merupakan perspektif yang bersifat keperilakuan dimana komitmen diartikan sebagai perilaku yang konsisten dengan aktivitas (consistent lines of activity) (Setiawan dan Iman Ghozali, 2006: 193). 26
Komitmen organisasi cenderung didefinisikan sebagai suatu perpaduan antara sikap dan perilaku (Trisnaningsih, 2007). Sedangkan menurut Hatmoko (2006) dalam Amilin dan Rosita Dewi (2008), Komitmen organisasional adalah loyalitas karyawan terhadap organisasi melalui penerimaan saran-saran, nilai-nilai organisasi, kesediaan atau kemauan untuk berusaha menjadi bagian dari organisasi, serta keinginan untuk bertahan di dalam organisasi. Aliran attudinal (Setiawan dan Iman Ghozali, 2006:193), terutama dikembangkan dan dipopulerkan oleh porter serta koleganya, yang mendefinisikan komitmen sebagai kekuatan relatif identifikasi individual terhadap suatu organisasi tertentu, yang dicirikan oleh tiga faktor psikologis, yaitu: Keinginan yang kuat untuk tetap mejadi anggota organisasi tertentu, keinginan untuk berusaha sekuat tenaga demi organisasi, kepercayaan yang pasti dan penerimaan nilai-nilai dan tujuan-tujuan organisasi. Dalam perkembanganya perspektif attitudinal memandang bahwa komitmen organisasional bersifat multi dimensi dan tersusun atas affective commitment, continuance commitment, normative commitment. 1. Affective Commitment merupakan keterikatan emosional terhadap organisasi dimana pegawai mengidentifikasikan diri dengan organisasi dan menikmati keanggotaan dalam organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen organisasi affective yang kuat akan cenderung terlibat dan menikmati keberadaanya dalam organisasi serta akan tetap bertahan pada perusahaan karena mereka 27
menginginkan hal itu (Anastasia, Vennylia dan Lina, 2009). Hasil penelitian dari Kalbers dan Fogarty (1995) dalam Trisnaningsih (2007), mengungkapkan bahwa komitmen organisasi affective berhubungan dengan satu pandangan profesionalisme yaitu pengabdian pada profesi. 2. Continuance Commitment Merupakan biaya yang dirasakan yaitu berkaitan dengan biaya-biaya yang terjadi jika meninggalkan organisasi. Kecenderungan karyawan untuk tidak meninggalkan perusahaan karena ada sejumlah investasi yang harus dikorbankan bila meninggalkan perusahaan. Investasi yang dimiliki karyawan dapat berupa waktu, usaha dalam mengerjakan pekerjaan, hubungan dengan sesama rekan kerja, keterampilan, kompensasi yang dapat mengurangi keterikatan karyawan terhadap kesempatan eksternal lainya (Anastasia, Vennylia dan Lina, 2009). Hasil penelitian dari Kalbers dan Fogarty (1995) dalam Trisnaningsih (2007), mengungkapkan bahwa komitmen organisasi continuance berhubungan secara positif dengan pengalaman dan secara negatif dengan pandangan profesionalisme kewajiban sosial. 3. Normative Commitment merupakan suatu tanggung jawab untuk tetap berada dalam organisasi. Menurut Anastasia, Vennylia dan Lina (2009), Komitmen terhadap organisasi berkaitan erat dengan niat atau intensi untuk tetap bertahan, atau dengan kata lain bersikap loyal terhadap organisasi dan akan menimbulkan rasa ikut memiliki (sense of belonging) bagi karyawan terhadap organisasi. 28
Komitmen organisasional dibangun atas dasar kepercayaan pekerja atas nilai- nilai organisasi, kerelaan pekerja membantu mewujudkan tujuan organisasi dan loyalitas untuk tetap menjadi anggota organisasi (Trisnaningsih, 2007). Komitmen merupakan sebuah sikap dan perilaku yang saling mendorong antara satu dengan yang lain. Akuntan yang komit terhadap organisasi akan menunjukkan sikap dan perilaku yang positif terhadap lembaganya (KAP), akuntan publik akan memiliki jiwa untuk tetap membela organisasinya, berusaha meningkatkan prestasi, dan memiliki keyakinan yang pasti untuk membantu mewujudkan tujuan organisasi. Komitmen akuntan publik terhadap organisasinya adalah kesetiaan akuntan publik terhadap organisasinya (KAP), disamping juga akan menumbuhkan loyalitas serta mendorong keterlibatan diri dalam mengambil berbagai keputusan. Oleh karenanya komitmen akan menimbulkan rasa ikut memiliki (sense of belonging) bagi karyawan terhadap organisasi. D. Kecerdasan Emosional Pada tahun 1985 seorang mahasiswa kedokteran di sebuah Universitas AS menulis disertasi dengan tema emotional intelligence. Tahun 1990 psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan J ohn Mayer dari University of New Hampshire mengembangkan cara pengukuran kemampuan manusia dalam bidang emosi. Istilah Kecerdasan Emosional pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dan J hon Meyer tersebut, untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan (Alwani, 2007). Kualitas-kualitas itu antara lain: 29
empati (kepedulian), mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah antar pribadi ketekunan kesetiakawanan, keramahan, dan sikap hormat. Definisi yang diberikan oleh Meyer dan Peter Salvoes tentang kecerdasan emosi adalah kemampuan menerima dan mengekspresikan emosi yang dirasakan, memahami emosi secara kognitif, mengerti dan mengetahui penyebab emosinya serta mampu mengatur atau mencocokkan emosinya dengan situasi yang tidak menyenangkan (Nindyati, 2009). Menurut Alwani (2007), kecerdasan emosional adalah seperangkat kemampuan untuk mengenal, memahami perasaan diri sendiri dan orang lain serta mampu menggunakan perasaan itu untuk memandu pikiran dalam bertindak. Sedangkan menurut Maslahah (2007), dapat dikatakan bahwa kecerdasan emosional menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain dan untuk menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. Individu yang memiliki kecerdasan emosi tinggi mempunyai kesadaran diri untuk lebih mengenali emosi dan pikiran yang sedang terjadi pada dirinya, tidak larut dalam situasi yang tidak menyenangkan. Individu tersebut mempunyai kejernihan dalam berfikir, mampu lebih mengendalikan diri dan melindungi dirinya dari pengaruh stress yang datang, sehingga mengetahui tindakan apa yang akan diambil untuk mengatasi permasalahanya (Mayer 30
dalam Goleman, 1999; Taylor, 2001; Salvoes dan Pizarro, 2003), dalam Nindyati (2009). Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah kemampuan Akuntan Publik untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan keterampilan sosial. Berikut penjelasan kecerdasan emosional yang terbagi dalam lima dimensi, sebagai berikut: 1. Kesadaran diri Kesadaran diri merupakan dasar dari kecerdasan emosional yaitu merupakan kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu. Menurut Goleman (2001:513), kesadaran diri adalah mengetahui apa yang dirasakan pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri. Selain itu kesadaran diri juga berarti menetapkan tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat. Kesadaran diri merupakan ketrampilan dasar yang vital untuk ketiga kecakapan emosi, yaitu: kesadaran emosi, yaitu mengetahui pengaruh emosi terhadap kinerja, dan mampu menggunakan nilai-nilai untuk memandu membuat keputusan; penilaian diri secara akurat, yaitu mengetahui kekuatan dan batas-batas diri sendiri; percaya diri, yaitu keyakinan tentang harga diri dan kemampuan sendiri. Hautman dalam Suryanti dan Ika (2004:264) menyatakan bahwa saat kita semakin mengenal diri kita, kita akan lebih memahami apa yang kita rasakan dan lakukan. Pemahaman itu akan memberi kita kesempatan atau 31
kebebasan untuk mengubah hal-hal yang ingin kita ubah mengenai diri kita dan menciptakan kehidupan yang kita inginkan. Kesadaran diri memungkinkan kita untuk berhubungan dengan emosi, pikiran, dan tindakan (Suryanti dan Ika, 2004:264). 2. Motivasi Motivasi berarti menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun seseorang menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi (Goleman 2001:514). Motivasi yang paling ampuh adalah motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang (Condry dan Chambers dalam Suryani dan Ika, 2004, :266). Pencapaian keberhasilan menuntut dorongan untuk berprestasi. Studi-studi yang membandingkan para bintang kinerja ditingkat eksekutif dengan rekan-rekannya yang berprestasi bisa menemukan bahwa bintang tersebut menunjukkan ciri-ciri kecakapan peraihan prestasi sebagai berikut: mereka berbicara mengenai resiko dan lebih berani menanggung resiko yang telah diperhitungkan. Mereka mendesakkan dan mendukung inovasi-inovasi baru dan menetapkan sasaran-sasaran yang menantang bagi para bawahan mereka. Kebutuhan berprestasi adalah kecakapan yang paling kuat satu- satunya yang membedakan eksekutif bintang dari para eksekutif biasa (Alwani, 2007). Kecakapan emosi yang terdapat dalam motivasi adalah: dorongan prestasi, yaitu dorongan untuk menjadi lebih baik atau memeuhi standar keberhasilan; inisiatif, yaitu kesiapan untuk memanfaatkan 32
kesempatan; optimis, yaitu kegigihan dalam memperjuangkan sasaran kendati ada halangan dan kegagalan (Yuniani, 2007). 3. Empati Kemampuan berempati adalah kemampuan untuk mengetahui bagaimana perasaan orang lain, mampu memahami persepektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang (Goleman, 2001:514). Meltzoff dalam Suryani dan Ika, (2004:267), menyatakan bahwa empati telah ada saat kita berusia tiga tahun. Ini dapat dihubungkan dengan gerakan meniru yang dilakukan bayi pada usia dini. Sebenarnya, empati membuat seseorang lebih tegas dan sadar diri, karena empati memberi informasi yang kaya tentang orang lain dan hubungannya dengan mereka. Mengetahui persaan orang lain membantu seseorang menghargai individualitasnya. Empati juga memotivasi dan mengilhami tindakan, menjadikannya sumber daya yang memberdayakan bagi kehidupan pribadi dan sosial (Segal, 2000) dalam Maslahah (2007). Empati adalah menghayati masalah-masalah atau kebutuhan-kebutuhan yang tersirat dibalik perasaan seseorang. Empati merupakan ketrampilan dasar untuk semua kecakapan sosial yang penting untuk bekerja. Kecakapan-kecakapan ini meliputi: memahami orang lain, yaitu mengindra perasaan dan perspektif orang lain, dan menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan mereka; orientasi pelayanan; yaitu mengantisipasi, mengenali, dan berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan; 33
kesadaran politis, yaitu mampu membaca arus-arus emosi sebuah kelompok dan hubungannya dengan kekuasaan (Yuniani, 2007). 4. Pengendalian diri Menurut Goleman (2001:514) mendefinisikan pengendalian diri dengan menangani emosi kita sedemikian sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya sesuatu sasaran dan mampu pulih kembali dari tekanan emosi. Kecakapan emosi utama dalam pengaturan diri adalah sebagai berikut: dapat dipercaya, yaitu memelihara norma kejujuran dan integritas; kehati-hatian, yaitu dapat diandalkan dan bertanggungjawab dalam memenuhi kewajiban; adaptabilitas, yaitu keluwesan dalam menangani perubahan dan tantangan. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi yang berlebihan dapat mengoyak kesetabilan seseorang. Aristoteles dalam Nicomachean Ethnic menulis siapapun bisa marah, marah itu mudah. Tetapi, marah pada orang yang tepat, dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar, dan dengan cara yang baik, bukanlah hal yang mudah (Alwani,2007). 5. Keterampilan sosial Menurut Goleman (2001:514) keterampilan sosial berarti menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, 34
menggunakan keteraampilan-keterampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan dan untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim. Keterampilan sosial merupakan aspek penting dalam Emotional Intellegence, keterampilan sosial bisa diperoleh dengan banyak berlatih. Hatch dan Gardner dalam Suryanti dan Ika (2004:268) mengungkapkan bahwa orang-orang yang terampil dalam kecerdasan sosial dapat menjalin hubungan dengan orang lain dengan cukup lancar, peka terhadap reaksi dan perasaan mereka, mampu memimpin dan mengorganisir dan pintar menangani perselisihan yang muncul dalam setiap kegiatan manusia. Kecerdasan emosional merupakan kesadaran diri untuk mengetahui apa yang dirasakan dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri dan mendorong untuk menjadi lebih baik, memahami persepektif orang lain sehingga dapat menumbuhkan hubungan saling percaya mampu menjalin hubungan dengan orang lain dengan cukup lancar, peka terhadap reaksi dan perasaan orang, mampu memimpin dan mengorganisir dan pintar menangani perselisihan yang muncul dalam setiap kegiatan serta dapat menyelaraskan diri dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya sesuatu sasaran dan mampu pulih kembali dari tekanan emosi. Dengan demikian, individu yang memiliki kecerdasan emosi tinggi mampu untuk lebih mengenali emosi dan pikiran yang sedang terjadi pada dirinya, tidak larut dalam situasi yang tidak menyenangkan. Individu tersebut mempunyai kejernihan dalam berfikir, dan mampu mengendalikan diri 35
E. Profesionalisme Profesi berasal dari kata profess yang berarti pengakuan atau pernyataan dimuka umum. Makna kata profesi adalah pekerjaan yg dilakukan sebagai nafkah hidup dengan mengandalkan keahlian dan keterampilan (kemahiran) yang tinggi dan dengan melibatkan komitmen pribadi (moral) yang mendalam. Profesional merupakan orang yg melakukan kegiatan atau menjalani profesi tertentu, sedangkan profesionalisme adalah sikap atau perilaku seseorang dalam melakukan profesi tertentu (Harefa, (1999) dalam Halim, (2003:12)). Arleen Herawati (2008), menyatakan bahwa profesionalisme merupakan suatu atribut individual yang penting tanpa melihat apakah suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak. Menurut Aren et-al (2010:108), yang dimaksud dengan professional adalah: The term professional means a responsibility for conduct that extends beyond satisfying individual responsibilities and beyond the requirements of out societys laws and regulation. Setiawan dan Gozali (2006), sebelum suatu profesi memperoleh pengakuan sosial, praktisi (akuntan) harus memiliki atribut profesionalisme yang mencakup, yaitu keyakinan bahwa pekerjaanya secara sosial adalah penting, berdedikasi terhadap pekerjaanya, membutuhkan otonomi dalam melaksanakan pekerjaanya, dukungan terhadap pengaturan sendiri (self- regulation), berafiliasi dengan praktisi lainya. Menurut Hall, pada Kalber dan Forgerty (1995); dalam Yuliani (2005), seseorang yang profesional layaknya Akuntan Publik harus didasari oleh 36
beberapa hal, seperti dedikasi terhadap profesi, tanggung jawab sosial, tuntutan otonom, percaya pada pengaturan sendiri, dan perkumpulan profesi. Sedangkan Hall (Syahrir, 2002:7); Hastuti dkk (2003) dalam Reni Yendrawati (2008) dan Arleen Herawati (2008), menyatakan gambaran seseorang yang profesional dalam profesi dicerminkan dalam lima dimensi profesionalisme, yaitu pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan terhadap peraturan profesi, dan hubungan dengan sesama profesi. Berikut penjelasan lima dimensi profesionalisme, sebagai berikut: 1. Pengabdian pada profesi (dedication) Dicercermin dalam dedikasi profesional melalui penggunaan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Sikap ini adalah ekspresi dari penyerahan diri secara total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan hidup dan bukan sekadar sebagai alat untuk mencapai tujuan. Penyerahan diri secara total merupakan komitmen pribadi, dan sebagai kompensasi utama yang diharapkan adalah kepuasan rohaniah dan kemudian kepuasan material. 2. Kewajiban sosial (social obligation) Yaitu pandangan tentang pentingnya peran profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat ataupun oleh profesional karena adanya pekerjaan tersebut.
37
3. Kemandirian (autonomy demands) Yaitu suatu pandangan bahwa seorang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak yang lain (pemerintah, klien dan mereka yang bukan anggota profesi). Setiap ada campur tangan dari luar dianggap sebagai hambatan kemandirian secara profesional. 4. Keyakinan terhadap peraturan profesi (belief in self-regulation) Yaitu suatu keyakinan bahwa yang berwenang untuk menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, dan bukan pihak luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka. 5. Hubungan dengan sesama profesi (professional community affiliation) Berarti menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk organisasi formal dan kelompok-kelompok kolega informal sebagai sumber ide utama pekerjaan. Sebagai profesional, auditor mempunyai kewajiban untuk memenuhi aturan perilaku spesifik, yang menggambarkan suatu sikap atau hal-hal yang ideal. Kewajiban tersebut berupa tanggung jawab yang bersifat fundamental bagi profesi untuk memantapkan jasa yang ditawarkan. Seseorang yang profesional mempunyai tanggung jawab yang lebih besar karena diasumsikan bahwa seorang profesional memiliki kepintaran, pengetahuan dan pengalaman untuk memahami dampak aktifitas yang dilakukan. konsep profesionalisme akuntan publik menjadi hal yang penting karena akuntan publik merupakan asset penting Kantor Akuntan Publik (KAP) dimana akuntan (auditor) itu bekerja sebagai indikator keberhasilan Kantor Akuntan 38
Publik (KAP). Diharapkan akuntan publik yang mempunyai sikap profesionalisme yang tinggi dapat memberikan kontribusi yang baik bagi Kantor Akuntan Publik (KAP) dan memberikan pelayanan yang optimal bagi klienya Setelah mengetahui dengan jelas apa itu profesionalisme dalam profesi akuntan publik, para akuntan publik dan para calon akuntan publik perlu mempersiapkan diri untuk memenuhi tuntutan profesionalisme. Hanya dengan profesionalisme ini, kepercayaan masyarakat terhadap akuntan publik pulih kembali dan dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi era globalisasi saat ini. F. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai peningkatan profesionalisme dan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti penerapan etika profesi, komitmen organisasi dan kecerdasan emosional telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Penelitian-penelitian tersebut banyak memberikan masukan serta kontribusi tambahan bagi akuntan publik dalam meningkatkan profesionalisme pada kinerjanya. Pada tabel 2.1 berikut ini disajikan hasil- hasil penelitian terdahulu mengenai etika profesi, komitmen organisasi, kecerdasan emosional dan profesionalisme. Tabel 2.1 disajikan pada halaman selanjutnya.
39
Tabel 2.1 Tabel Penelitian Terdahulu Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Variabel Yang Diteliti Metodologi Penelitian Hasil Penelitian (Kesimpulan) Sri Anik dan Arifuddin (2003) Analisis Pengaruh Komitmen Organisasi dan Keterlibatan Kerja Terhadap Hubungan antara Etika Kerja Islam dengan Sikap Perubahan Organisasi 1. Keterlibatan Kerja 2. Komitmen Organisasi 3. Etika Kerja Islam 4. Sikap terhadap Perubahan Organisasi Sampel: Dosen akuntansi pada Perguruan Tinggi Swasta di Kota Makasar dan Malang.
Metode analisis data menggunakan Regresi dan metode analisis jalur (Path Analysis) Interaksi antara keterlibatan kerja dengan sikap perubahan organisasi tidak mempengaruhi etika kerja Islam. Interaksi antara perubahan organisasi dan komitmen organisasi tidak mempengaruhi etika kerja Islam. Ani Yuliani (2005) Pengaruh Penerapan Aturan Etika Terhadap Peningkatan Profesionalisme 1. Penerapan Aturan Etika yang Baik (X) 2. Peningkatan Profesionalis me Akuntan Publik (Y) Sampel: Akuntan Publik yang bekerja pada KAP di Bandung.
Metode analisi data menggunakan Regresi Linier. Penerapan Aturan Etika yang baik (X) berpengaruh secara signifinakan terhadap Peningkatan Profesionalisme Akuntan Publik (Y). Ahmad Alwani (2007) Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja Auditor pada Kantor Akuntan Publik di Kota Semarang 1. Kesadaran diri (X1) 2. Pengaturan diri (X2) 3. Motivasi (X3) 4. Empati (X4) 5. Keterampilan sosial (X5) 6. Kinerja auditor (Y) Sampel: Auditor yang bekerja pada KAP di kota Semarang
Metode analsis data menggunakan Regresi berganda Kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial baik secara simultan maupun secara parsial mempunyai pengaruh terhadap kinerja auditor. Bersambung pada halaman selanjutnya 40
Tabel 2.1 (Lanjutan) Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Variabel Yang Diteliti Metodologi Penelitian Hasil Penelitian (Kesimpulan) Sri Trisnani ngsih (2007) Independensi auditor dan komitmen organisasi sebagai mediasi pengaruh pemahaman good governance, gaya kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap Kinerja auditor 1. Kinerja Auditor 2. Independensi Auditor 3. Komitmen Organisasi 4. Pemahaman atas Good Governance 5. Gaya Kepeminpin an 6. Budaya Organisasi Sampel: Auditor yang bekerja pada KAP J awa Timur
Metode analisis data menggunakan Structural Equation Modelling (SEM) Pemahaman good governance tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja auditor. Gaya kepemimpinan berpengaruh langsung terhadap kinerja auditor. Budaya organisasi tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja auditor. Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto (2008) Profesionalism e, Pengetahuan Akuntan Publik dalam Mendeteksi Kekeliruan, Etika Profesi dan Pertimbangan Tingkat Materialitas 1.Profesionalis me (X1) 2. Pengetahuan Akuntan Publik dalam Mendeteksi Kekeliruan (X2) 3. Etika Profesi (X3) 4. Materialitas (Y) Sampel: (KAP) yang terdaftar pada Direktori (IAPI) 2008 di wilayah J akarta dengan akuntan publik yang bekerja di KAP.
Metode analisis data menggunakan Regresi Berganda.
Profesionalisme (X1), pengetahuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan (X2) dan etika profesi (X3) berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas (Y) dalam proses audit laporan keuangan. Bersambung pada halaman selanjutnya
41
Tabel 2.1 (Lanjutan) Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Variabel Yang Diteliti Metodologi Penelitian Hasil Penelitian (Kesimpulan) Amilin dan Rosita Dewi (2008) Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Akuntan Publik dengan Role Stress sebagai Variabel Moderating. 1. Komitmen Organisasi 2. Role Stress 3. Kepuasan Kerja Sampel: Auditor yang bekerja pada KAP di J akarta.
Motode analisis data menggunakan Regresi dengan Variabel Moderating Variabel komitmen organisasi, variabel konflik peran secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kepuasan kerja. Secara parsial variabel komitmen organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kepuasan kerja. Anastasia, Vennylia dan Lina (2009) Pengaruh Komitmen Organisasi, Konflik Peran terhadap Turnover Intention dengan Kepuasan Kerja 1. Komitmen Organisasi 2. Konflik Peran 3. Turnover Intention 4. Kepuasan Kerja Sampel: Auditor yang bekerja pada KAP di J akarta.
Metode analisis data menggunakan Structural Equation Modelling (SEM)
Terdapat pengaruh yang positif antara komitmen organisasi dengan kepuasan kerja auditor. Terdapat pengaruh yang signifikan antara komitmen organisasi terhadap turnover intention dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening Sumber: Diolah dari berbagai referensi
42
G. Keterkaitan Antar Variabel dan Perumusan Hipotesis 1. Penerapan Etika Profesi dengan Peningkatan Profesionalisme Akuntan Publik Penelitian yang dilakukan oleh Yuliani (2005), menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan aturan etika terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik. Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto (2008), mengindikasikan bahwa profesionalisme, pengetahuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan. Semakin tinggi tingkat profesionalisme akuntan publik, pengetahuannya dalam mendeteksi kekeliruan dan ketaatannya akan kode etik semakin baik pula pertimbangan tingkat materialitasnya dalam melaksanakan audit laporan keuangan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuliani (2005), Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto (2008), dapat disimpulkan bahwa penerapan etika profesi mempengaruhi peningkatan profesionalisme akuntan publik. Dengan demikian, keterkaitan antara penerapan etika profesi atas peningkatan profesionalisme akuntan publik dapat dirumuskan melalui hipotesis sebagai berikut: Ha1: Penerapan etika profesi berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik. 43
2. Komitmen Organisasi dengan Peningkatan Profesionalisme akuntan Publik Penelitian mengenai komitmen organisasi telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Anastasia, Vennylia dan Lina (2009), menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara komitmen organisasi dengan kepuasan kerja auditor. Penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Amilin dan Rosita Dewi (2008) yang menunjukan bahwa secara parsial komitmen organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja. Sedangkan pada penelitian Sri Anik dan Arifuddin (2003), tentang komitmen organisasi terhadap etika kerja islam tidak mempunyai hubungan yang signifikan. Setiap perusahaan senantiasa menghendaki karyawanya memiliki komitmen organisasi yang tinggi dalam bekerja. Adanya komitmen karyawan yang tinggi dapat meningkatkan motivasi, produktivitas kerja karyawan dan dapat menghasilkan suatu pekerjaan yang optimal (Anastasia, Vennylia dan Lina, 2009). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anastasia, Vennylia dan Lina (2009); Amilin dan Rosita Dewi (2008) dan Sri Anik dan Arifuddin (2003), dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi yang tinggi dapat meningkatkan profesionalisme akuntan publik. Dengan demikian, keterkaitan antara komitmen organisasi dengan peningkatan profesionalisme akuntan publik dapat dirumuskan melalui hipotesis sebagai berikut: 44
Ha2: Komitmen organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik. 3. Kecerdasan Emosional dengan Peningkatan Profesionalisme Akuntan Publik Penelitian yang dilakukan oleh Alwani (2007), menyatakan bahwa kecerdasan emosional yang diukur dari kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial baik secara simultan maupun secara parsial mempunyai pengaruh terhadap kinerja auditor. Pada penelian Maslahah (2007), menyatakan bahwa kecerdasan emosional terbukti berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat pemahaman akuntansi. Profesionalisme pada akuntan publik dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kepribadian, pendidikan dan pelatihan, kesejahteraan, serta kondisi di sekitarnya. Tugas akuntan publik sebagian besar berhubungan dengan kepentingan masyarakat. Masyarakat yang dihadapi pun adalah masyarakat dengan permasalahan yang berbeda-beda, maka setiap akuntan publik dituntut memiliki kemampuan pengendalian emosi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Alwani (2007), dan Maslahah (2007), dapat disimpulkan bahwa profesionalisme merupakan atribut pada kinerja yang baik, dan tingkat pemahaman akuntansi akan teraplikasi pada kinerja akuntan dalam mengaudit laporan keuangan. Dengan demikian kecerdasan emosional mempengaruhi peningkatan profesionalisme akuntan publik. Maka keterkaitan antara kecerdasan emosional terhadap 45
peningkatan profesionalisme akuntan publik dapat dirumuskan dengan hipotesis sebagai berikut: Ha3: Kecerdasan emosional berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik. 4. Penerapan Etika Profesi, Komitmen Organisasi dan Kecerdasan Emosional dengan Peningkatan Profesionalisme Akuntan Publik. Akuntan merupakan satu di antara sekian banyak profesi yang selalu dituntut untuk dapat menampilkan hasil kerja sebaik mungkin. Rahardjo (2002, h.xxxii), Profesionalisme bersangkutan dengan profesi. Sebuah profesi selalu menuntut penguasaan pengetahuan yang diperoleh melalui pendidikan atau pelatihan berjangka panjang, serta hubungan antara pelaku profesi dan klien. Profesionalisme adalah suatu tindakan yang dilandasi dengan keahlian tertentu yang diperoleh melalui pendidikan tertentu dan dilaksanakan dengan memenuhi kode etik profesi (Kunarto dan Tabah, 1995:45). Profesionalisme merupakan suatu sikap, cara pikir, tindakan, dan perilaku seseorang dalam menjalankan suatu pekerjaan yang didasarkan pada ilmu pengetahuan dan ketrampilan serta kode etik profesinya untuk kemudian diabdikan bagi kemanusiaan. Profesionalisme didorong suatu tekat pengabdian sebaik-baiknya untuk kepentingan bersama. Pengabdian dalam penelitian Amilin dan Rosita Dewi (2008) merupakan suatu bentuk komitmen terhadap organisasinya. Komitmen 46
menunjunkan hasrat karyawan sebuah perusahaan untuk tetap tinggal dan bekerja serta mengabdikan diri bagi perusahaan. Sedangkan sikap, cara pikir, tindakan, dan perilaku seseorang dalam menjalankan suatu pekerjaan merupakan bagian dari kecerdasan emosional yang dalam penelitian Alwani (2007) disebut kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial. Dalam hal etika Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto (2008), sebuah profesi harus memiliki komitmen moral yang tinggi yang dituangkan dalam bentuk aturan khusus. Aturan ini merupakan aturan main dalam menjalankan atau mengemban profesi tersebut, yang biasa disebut sebagai kode etik. Kode etik harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi yang memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat dan merupakan alat kepercayaan bagi masyarakat luas. Berdasarkan hasil dari penelitian Yuliani (2005), Alwani (2007), Amilin dan Rosita Dewi (2008), serta Herawaty dan Yulius Susanto (2008), dapat disimpulkan bahwa secara simultan penerapan etika profesi, komitmen organisasi dan kecerdasan emosional berpengaruh terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik. Dengan demikian, keterkaitan antar faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan profesionalisme akuntan publik dapat dirumuskan dengan hipotesis sebagai berikut: Ha4: Penerapan etika profesi, komitmen organisasi dan kecerdasan emosional berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik. 47
H. Model Penelitian Berdasarkan uraian di atas, gambaran menyeluruh tentang penerapan etika profesi, komitmen organisasi dan kecerdasan emosional yang mempengaruhi peningkatan profesionalisme akuntan publik yang merupakan kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Gambar 2.1 Skema Model Peneltian
Variabel Independen Variabel Dependen
Etika Profesi (X1) Ani Yuliani (2005); Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto (2008).
Komitmen Organisasi (X2) Sri Anik dan Arifuddin (2003); Sri Trisnaningsih (2007); Amilin dan Rosita Dewi (2008); serta Anastasia, Vennylia dan Lina (2009). Kecerdasan Emosional Ahmad Alwani (2007); dan Maslahah (2007). Profesionalisme Ani Yuliani (2005); Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto (2008); serta Reni Yendrawati (2008).
48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kausalitas, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan serta pengaruh antara dua variabel atau lebih (Sularso, 2003:31). Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variabel independen, yaitu penerapan etika profesi, komitmen organisasi dan kecerdasan emosional terhadap variabel dependen, yaitu peningkatan profesionalisme akuntan publik. Populasi dari penelitian ini adalah akuntan publik yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di J akarta. B. Metode Penentuan Sampel Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode convenience sampling, metode ini memilih sampel dari elemen populasi (orang atau kejadian) yang datanya mudah diperoleh peneliti. Elemen populasi yang dipilih sebagai subyek sampel adalah tidak terbatas sehingga peneliti memiliki kebebasan untuk memilih sampel yang paling cepat dan murah (Indriantoro dan Supomo, 2002:130). Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuntan publik yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik (KAP). Para akuntan publik tersebut harus memiliki pengalaman bekerja minimal satu tahun, memiliki jenjang pendidikan minimal S1 dan posisi minimal sebagai akuntan publik senior, untuk tujuan memperoleh responden yang memiliki pengalaman dalam tingkat 49
kinerja/hasil kerja. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan secara langsung kepada akuntan publik yang bekerja pada KAP yang berada di J akarta Selatan. C. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua cara, yaitu penelitian pustaka dan penelitian lapangan. 1. Penelitian Pustaka (Library Research) Kepustakaan merupakan bahan utama dalam penelitian data sekunder (Indriantoro dan Supomo, 2002:150). Peneliti memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti melalui buku, jurnal, skripsi, directory kantor akuntan publik 2009, internet dan perangkat lain yang berkaitan dengan penghentian prematur atas prosedur audit. 2. Penelitian Lapangan (Field Research) Data utama penelitian ini diperoleh melalui penelitian lapangan, peneliti memperoleh data langsung dari pihak pertama (data primer). Pada penelitian ini, yang menjadi subyek penelitian adalah auditor yang masih aktif bekerja di Kantor Akuntan Publik. Pengumpulan data kuisioner dilakukan dengan teknik personally administered questionnaires, yaitu kuisioner disampaikan dan dikumpulkan langsung oleh peneliti (Indriantoro dan Supomo, 2002:154).
50
D. Metode Analisis Data Metode analisis data menggunakan statistik deskriptif, uji kualitas data, uji asumsi klasik dan uji hipotesis. 1. Statistik Deskriptif Statistik deskriptif dimaksudkan untuk menggambarkan dan menyajikan secara ringkas informasi dari sejumlah besar data. Dengan statistik deskriptif data mentah diubah kedalam suatu bentuk yang dapat menyediakan informasi untuk menggambarkan serangkaian faktor dalam suatu keadaan yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum minimum, dan skewness (Sularso, 2003:77). 2. Uji Kualitas Data Untuk melakukan uji kualitas data atas data primer ini, maka peneliti menggunakan uji validitas dan reliabilitas. a. Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidak suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapakan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Pengujian validitas ini menggunakan Pearson Correlation yaitu dengan cara menghitung korelasi antara nilai yang diperoleh dari pertanyaan- pertanyaan. Apabila Pearson Correlation yang didapat memiliki nilai di bawah 0,05 berarti data yang diperoleh adalah valid (Ghozali, 2005:45).
51
b. Uji Reliabilitas Sugiyono (2004:3) menyatakan bahwa reliabilitas berkenaan derajat konsistensi/keajegan data dalam interval tertentu. Maksudnya ialah instrumen yang disebarkan kepada responden dalam jangka waktu yang berbeda namun hasilnya akan tetap sama. Untuk menguji reliabilitas penulis menggunakan rumus Croncbach Alpha. Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60 (Nunnaly, 1967 ) dalam Ghozali (2005:42). 3. Uji Asumsi Klasik Untuk melakukan uji asumsi klasik atas data primer ini, maka peneliti melakukan uji multikolonieritas, uji normalitas dan uji heteroskedastisitas. a. Uji Multikolonieritas Frish menyatakan bahwa multikolinier adalah adanya lebih dari satu hubungan linier yang sempurna. Menurut frish apabila terjadi multikolinier apalagi kolonier yang sempurna (koefisien korelasi antarvariabel bebas =1), maka koefisien regresi dari variabel bebas tidak dapat ditentukan dan standar error-nya tidak terhingga (Suharyadi dan Purwanto, 2008:231). Suatu model regresi dapat dikatakan bebas multiko jika mempunyai nilai VIF di sekitar angka 1 dan mempunyai angka tolerance mendekati 1, sedangkan jika dilihat dengan besaran korelasi antar variabel independen, maka suatu model regresi dapat dikatakan bebas multiko jika koefisien korelasi antar variabel 52
independen haruslah lemah (dibawah 0,5). J ika korelasinya kuat, maka terjadi problem multiko (Santoso, 2004:203-206). b. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengukur apakah di dalam model regresi variabel independen dan variabel dependen keduanya mempunyai distribusi normal atau mendekati normal. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi normal atau mendekati normal. Dalam penelitian ini, uji normalitas menggunakan Normal Probability Plot (P-P Plot). Suatu variabel dikatakan normal jika gambar distribusi dengan titik-titik data yang menyebar di sekitar garis diagonal, dan penyebaran titik-titik data searah mengikuti garis diagonal (Santoso, 2004:212). c. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas dilakukan untuk melihat nilai varians, apakah sama atau heterogen. Dampak dari heteroskedastisitas adalah walaupun terjadi Heteroskedastisitas, koefisien penduga tetap koefisien, namun varianya atau kesalahan baku penduganya menjadi lebar atau tidak efisien, interval keyakinan untuk koefisien regresi menjadi semakin lebar dan uji signifikansi kurang kuat. Mengatasi terjadinya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melakukan metode kuadrat terkecil tertimbang (nilai tertimbang dapat dilakukan berdasarkan apriori atau observasi), melakukan transformasi log, yaitu data diubah 53
dalam bentuk log atau data ditransformasikan kebentuk lainya seperti 1/X (Suharyadi dan Purwanto, 2008:231-232). 4. Uji Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan model regresi berganda. Regresi berganda digunakan untuk menganalisis besarnya hubungan dan pengaruh variabel independen yang jumlahnya lebih dari dua (Suharyadi dan Purwanto, 2008:210). Variabel independen terdiri dari penerapan etika profesi, komitmen organisasi dan kecerdasan emosional. Sedangkan variabel dependennya adalah peningkatan profesionalisme akuntan publik. Rumus regresi berganda yang digunakan adalah sebagai berikut.
Keterangan: Y : Peningkatan profesionalisme akuntan publik a : Konstanta (harga Y, bila X=0) b1-3 : Koefisien regresi (menunjukkan angka peningkatan atau penurunan variabel dependen yang didasarkan pada hubungan nilai variabel independen) X1 : Penerapan etika profesi X2 : Komitmen organisasi X3 : Kecerdasan emosional e : Error
Y = a + b1X1+ b2X2+ b3X3+e 54
Pengujian hipotesis dilakukan melalui: a. Koefisien Determinasi Koefisien determinsi menunjukan suatu proporsi dari varian yang dapat diterangkan oleh persamaan regresi terhadap varian total. Koefisien Determinasi (R) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nilai koefisien determinasi lebih besar dari 0,5 menunjukan variabel bebas dapat menjelaskan variabel terikat dengan baik atau kuat, sama dengan 0,5 dikatakan sedang dan kurang dari 0,5 relatif kurang baik (Suharyadi dan Purwanto, 2008:217). b. Uji statistik t Uji statistik t untuk mengetahui apakah suatu variabel secara parsial berpengaruh nyata atau tidak (Suharyadi dan Purwanto, 2008:217). Menurut Santoso (2004:168), dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut: 1) J ika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima atau Ha ditolak, ini berarti menyatakan bahwa variabel independen atau bebas tidak mempunyai pengaruh secara individual terhadap variabel dependen atau terikat. 2) J ika nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak atau Ha diterima, ini berarti menyatakan bahwa variabel independen atau 55
bebas mempunyai pengaruh secara individual terhadap variabel dependen atau terikat. c. Uji statistik F Uji statistik F atau uji global dimaksudkan untuk melihat kemampuan menyeluruh dari variabel bebas (X1, X2, Xk dapat atau mampu menjelaskan tingkah laku atau keragaman variabel terikat (Y)). Uji global juga dimaksudkan untuk mengetahui apakah semua variabel bebas memiliki koefisien regresi sama dengan nol (Suharyadi dan Purwanto, 2008:225). Menurut Santoso (2004:120), dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut: 1) J ika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima atau Ha ditolak, ini berarti menyatakan bahwa semua variabel independen atau bebas tidak mempunyai pengaruh secara bersamasama terhadap variabel dependen atau terikat. 2) J ika nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak atau Ha diterima, ini berarti menyatakan bahwa semua variabel independen atau bebas mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat. E. Operasionalisasi Variabel Penelitian Operasionalisasi variabel adalah bagaimana menemukan dan mengukur variabel-variabel tersebut di lapangan dengan merumuskan secara singkat dan jelas, serta tidak menimbulkan berbagai tafsiran. Pertayaan atau pernyataan dalam kuesioner untuk masing-masing variabel dalam penelitian ini diukur 56
dengan menggunakan skala Interval yaitu suatu skala pengukuran yang menyatakan kategori, peringkat dan jarak construct yang diukur. J awaban dari responden bersifat kualitatif dikuantitatifkan, dimana jawaban diberi skor dengan menggunakan 5 (lima) poin skala Interval, yaitu: nilai 1 =sangat tidak setuju; 2 =tidak setuju; 3 =netral; 4 =setuju; 5 =sangat setuju (Indriantoro dan Supomo, 2002:99). Berdasarkan kajian pustaka dan penelitian terdahulu, pendekatan operasional variabel untuk masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Etika Profesi (X1) Etika profesi yang dimaksud pada penelitian ini adalah Kode Etik Akuntan Indonesia, yaitu norma perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan publik dengan kliennya, antara akuntan publik dengan rekan sejawatnya dan antara profesi dengan masyarakat. Etika profesi diukur dengan prinsip- prinsip dasar etika profesi, kode etik dan karakteristik profesi (Yuliani, 2006). 2. Komitmen Organisasi (X2) Komitmen Organisasi didefisinikan sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasi keterlibatan dirinya ke dalam organisasi. Hal ini merefleksikan sikap individu akan tetap sebagai anggota organisasi yang ditunjukkan dengan kerja kerasnya. Variabel komitmen organisasi diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Meyer dan Allen (1984), telah direplikasi oleh 57
Trisnaningsih (2008). Instrumen terdiri dari 7 item komitmen organisasi affective dan 5 item komitmen continuance. Terdapat satu pernyataan yang bersifat negatif diukur dengan skor dibalik atau berlawanan. 3. Kecerdasan Emosional (X3) Kecerdasan emosional adalah kemampuan subjek untuk mengenali perasaannya sendiri dan orang lain, memotivasi dirinya sendiri serta kemampuan mengelola perasaannya dengan baik untuk memandu pikiran dan tindakan dalam menghadapi tuntutan hidup sehari-hari, yang akan diungkap dengan menggunakan Skala Kecerdasan Emosional. Skala ini didasarkan pada beberapa aspek kecerdasan emosional, yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan ketrampilan sosial. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek maka semakin tinggi pula kecerdasan emosionalnya, sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh subjek maka kecerdasan emosionalnya juga semakin rendah (Maslahah, 2007). 4. Profesionalisme (Y) Seorang akuntan publik dikatakan profesional apabila akuntan publik memiliki perilaku yang profesional sebagai cerminan dari sikap profesionalisme. Konsep profesionalisme yang dikembangkan merupakan konsep yang dilihat dari level individual. Seorang akuntan publik yang dianggap profesional harus memiliki, yaitu: pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan pada profesi dan hubungan dengan sesama profesi (Reni Yendrawati, 2008).
58
Tabel 3.1 Operasional Variabel Penelitian Variabel Sub Variabel Indikator No.Butir Pertanyaan Skala Pengukuran Etika Profesi (X1)
Ani Yuliani (2005); Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto (2008)
Prinsip- prinsip dasar etika profesi 1. Integritas 1 Skala Interval
2. Objektivitas 2 3. Kompetensi, kecermatan dan kehati-hatian 3 4. Kerahasiaan 4 5. Perilaku profesional 5 6. Prinsip-prinsip moral 6 7. Karakteristik 7 Komitmen Organisasi (X2) Sri Anik dan Arifuddin (2003); Sri Trisnaningsih (2007); Amilin dan Rosita Dewi (2008); serta Anastasia, Vennylia dan Lina (2009) Komitmen organisasi affective
1. Ikut memiliki 8 2. Keterikatan 9 3. Arti sebuah Organisasi 10 4. Bagian dari organisasi 11 5. Masalah organisasi seperti masalah sendiri 12 6. Sulit terikat dengan organisasi lain 13 7. Berusaha di atas batas normal 14 Bersambung pada halaman selanjutnya
59
Tabel 3.1 (Lanjutan) Variabel Sub Variabel Indikator No.Butir Pertanyaan Skala Pengukuran Komitmen organisasi continuance 8. Loyalitas 15 Skala Interval
Tabel 3.1 (Lanjutan) Variabel Sub Variabel Indikator No.Butir Pertanyaan Skala Pengukuran Ketrampilan sosial 13. Komunikasi 32 Skala Interval
14. Kemampuan mengorganisasi 33 Profesionalisme (Y)
Ani Yuliani (2005); Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto (2008); serta Reni Yendrawati (2008)
Pengabdian terhadap profesi 1. Totalitas 34 2. Teguh pada profesi 35 3. Kepuasan Batin 36 4. Cita-cita 37 Kewajiban sosial 5. Profesi yang penting dimasyarakat 38 6. Menjaga kekayaan negara atau masyarakat 39 7. Pengawasan 40 8. Transparansi 41 Kemandirian 9. Memutuskan hasil berdasarkan laporan yang ditemukan 42 10. Tidak dibawah tekanan manajemen 43 11. Tanpa tekanan dari siapapun 44 Keyakinan terhadap profesi 12. Pendapat kewajaran laporan keuangan hanya oleh akuntan publik 45 Bersambung pada halaman selanjutnya 61
Tabel 3.1 (Lanjutan) Variabel Sub Variabel Indikator No.Butir Pertanyaan Skala Pengukuran 13. Cara menilai kompetensi 46 Skala Interval
14. Cara dan kekuatan untuk pelaksanaan standar 47 Hubungan dengan sesama profesi 15. Partisipasi 48 16. Tukar pendapat 49 17. Mendukung ikatan profesi 50 Sumber: Diolah dari berbagai referensi
62
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap akuntan publik yang bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP) yang berada diwilayah J akarta Selatan. Akuntan publik yang berpartisipasi dalam penelitian ini meliputi manajer, supervisor, auditor senior dan auditor junior. Pengumpulan data dilaksanakan melalui penyebaran kuesioner penelitian secara langsung kepada responden yang bekerja pada KAP di wilayah J akarta Selatan dan terdaftar dalam Directory Kantor Akuntan Publik 2009 yang diterbitkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Penyebaran serta pengembalian kuesioner dilaksanakan mulai tanggal 5 J anuari 2011 hingga 21 J anuari 2011. Gambaran mengenai data sampel ini dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Data Sampel Penelitian
Sumber: Data primer yang diolah
No Keterangan Akuntan Publik Persentase 1. J umlah Kuesioner yang disebar 90 100 % 2. J umlah Kuesioner yang kembali 82 91,1 % 3. J umlah Kuesioner yang tidak kembali 8 8,89 % 4. J umlah kuesioner yang tidak dapat diolah 12 13,3 % 5. J umlah kuesioner yang dapat diolah 70 77,78 % 63
Berdasarkan tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa kuesioner yang disebarkan berjumlah 90 buah dan jumlah kuesioner yang kembali adalah sebanyak 82 kuesioner atau 91,1%. Kuesioner yang tidak kembali sebanyak 8 buah atau 8,89%. Kuesioner yang dapat diolah berjumlah 70 buah atau 77,78%, sedangkan kuesioner yang tidak dapat diolah karena tidak diisi secara lengkap oleh responden sebanyak 12 buah atau 13,3%. Peneliti mengambil sampel sebanyak 17 KAP dari keseluruhan KAP yang berada di wilayah J akarta Selatan, dengan peta distribusi yang terlihat dalam tabel 4.2. Tabel 4.2 Data Distribusi Sampel Penelitian No Nama Kantor Akuntan Publik Kuesioner dikirim Kuesioner dikembalikan 1. Nugroho & Rekan 6 4 2. Toni H. Ratim 4 4 3. Hananta Budianto & Rekan 5 5 4. Herman Dody T & Rekan 7 5 5. Husni, Mucharam & Rekan 5 5 6. Abdi Ichjar, BAP & Rekan 4 4 7. Drs. Heroe Pramono & Rekan 6 6 8. Gatot Premadi Yoewono Akuntan 6 6 9. Ishak, Saleh, Soewondo & Rekan 5 4 10. Hasnil, M.Yasin & Rekan 4 4 11. Drs. Wirawan & Rekan 6 5 12. Drs. Usman & Rekan 5 5 13. Abdul Hamid & Khairunnas 7 7 14. Drs. Thomas, Lesmana, Henky & Rekan 5 5 15. Noor Salim, Nursehan & Sinarahardja 6 5 16. Drs. Arifin Faqih 5 4 17. Achmad, Rasyid, Hisbullah & J erry 4 4 Total 90 82 Sumber: Data Primer 64
2. Karakteristik Profil Responden Responden dalam penelitian ini adalah akuntan publik yang bekerja pada KAP di J akarta Selatan. Berikut ini adalah deskripsi mengenai identitas responden penelitian yang terdiri dari jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, posisi terakhir, dan pengalaman kerja responden. a. Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Responden dalam penelitian ini adalah akuntan publik yang bekerja pada KAP di J akarta Selatan. Pada tabel 4.3 berikut ini disajikan deskripsi responden berdasarkan jenis kelamin. Tabel 4.3 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Pria 54 77.1 77.1 77.1 Wanita 16 22.9 22.9 100.0 Total 70 100.0 100.0 Sumber: Data primer yang diolah Tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa sekitar 54 orang atau 77,1% responden didominasi oleh jenis kelamin pria, dan sisanya sebesar 16 orang atau 22,9% responden berjenis kelamin wanita. b. Deskripsi Responden Berdasarkan Usia Responden dalam penelitian ini adalah akuntan publik yang berusia 21 tahun keatas. Pada tabel 4.4 berikut ini disajikan deskripsi responden penelitian berdasarkan. Tabel 4.4 disajikan pada halaman selanjutnya 65
Tabel 4.4 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Usia Usia Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid
21-25 48 68.6 68.6 68.6 25-30 16 22.9 22.9 91.4 30-40 4 5.7 5.7 97.1 >40 2 2.9 2.9 100.0 Total 70 100.0 100.0 Sumber: Data primer yang diolah Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berusia 21-25 tahun dengan jumlah 48 responden atau 68,6%. Usia 25-30 tahun dengan jumlah 16 responden atau 22,9%; dan usia 30-40 tahun dengan jumlah 4 responden atau 5,7% serta usia 40 tahun keatas dengan jumlah 2 responden atau 2,9%. c. Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Responden dalam penelitian ini adalah akuntan publik berdasarkan pendidikan terakhir. Pada tabel 4.5 berikut ini disajikan deskripsi responden penelitian berdasarkan pendidikan terakhir. Tabel 4.5 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Pendidikan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid S1 57 81.4 81.4 81.4 S2 11 15.7 15.7 97.1 S3 2 2.9 2.9 100.0 Total 70 100.0 100.0 Sumber: Data primer yang diolah 66
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berpendidikan terakhir Strata Satu (S1) dengan jumlah 57 responden atau 81,4%. Sisanya sebesar 15,7% atau sebanyak 11 orang berpendidikan terakhir Strata Dua (S2) dan sebesar 2,9% atau sebanyak 2 orang berpendidikan terakhir Strata Tiga (S3). d. Deskripsi Responden Berdasarkan Posisi Terakhir Responden dalam penelitian ini adalah akuntan publik yang bekerja pada KAP di J akarta Selatan dengan posisi jabatan terakhir. Pada tabel 4.6 berikut ini disajikan deskripsi responden penelitian berdasarkan posisi terakhir. Tabel 4.6 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Posisi Terakhir Posisi Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Manajer 2 2.9 2.9 2.9 Supervisor 4 5.7 5.7 8.6 Auditor Senior
29
41.4
41.4
50.0 Auditor J unior
35
50.0
50.0
100.0 Total 70 100.0 100.0
Sumber: Data primer yang diolah Berdasarkan tabel 4.6 diatas diperoleh informasi bahwa mayoritas responden sebanyak 35 orang atau sebesar 50% menduduki posisi sebagai auditor junior, dan sebanyak 29 orang atau 41,4% sebagai auditor senior. Responden yang menduduki jabatan sebagai supervisor sebanyak 4 orang atau 5,7% dan sisanya adalah manajer sebanyak 2 orang atau sekitar 2,9%. 67
e. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja Responden dalam penelitian ini adalah akuntan publik yang telah bekerja lebih dari satu tahun. Pada tabel 4.7 berikut ini disajikan deskripsi responden berdasarkan pengalaman. Tabel 4.7 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja Pengalaman Kerja Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 1-3 35 50.0 50.0 50.0 3-6 25 35.7 35.7 85.7 >6 10 14.3 14.3 100.0 Total 70 100.0 100.0 Sumber: Data primer yang diolah Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden atau sebanyak 50% atau sekitar 35 akuntan publik memiliki pengalaman bekerja 1-3 tahun, 35,7% atau sekitar 25 akuntan memiliki pengalaman kerja 3 tahun sampai 6 tahun dan sisaya 14,3% atau sekitar 10 akuntan memiliki pengalaman di atas 6 tahun. B. Hasil Uji Instrumen Penelitian 1. Hasil Uji Statistik Deskriptif Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi etika profesi, komitmen organisasi, kecerdasan emosional dan profesionalisme. Akan diuji secara statistik deskriptif seperti yang terlihat dalam tabel 4.8. Tabel 4.8 disajikan pada halaman selanjutnya.
68
Tabel 4.8 Hasil Uji Statistik Deskriptif
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variabel EP 70 9.00 35.00 28.7143 4.58461 KO 70 35.00 56.00 45.5143 4.69580 EQ 70 40.00 70.00 55.4571 6.38995 Profesionalisme 70 45.00 79.00 64.1714 7.05870 Valid N (listwise) 70 Sumber: Data primer yang diolah Tabel 4.8 menjelaskan bahwa pada variabel etika profesi jawaban minimum responden sebesar 9 dan maksimum sebesar 35,00 dengan rata- rata total jawaban 28,7143 dan standar deviasi sebesar 4,58461. Variabel komitmen organisasi jawaban minimum responden sebesar 35 dan maksimum sebesar 56 dengan rata-rata total jawaban 45.5143 dan standar deviasi sebesar 4.69580. Pada variabel kecerdasan emosional jawaban minimum responden sebesar 40 dan maksimum sebesar 70 dengan rata- rata total jawaban 55,4571 dan standar deviasi sebesar 6,38995. Variabel profesionalisme jawaban minimum responden sebesar 45 dan maksimum sebesar 79 dengan rata-rata total jawaban 64.1714 dan standar deviasi sebesar 7.05870. 2. Hasil Uji Kualitas Data a. Hasil Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk mengukur valid atau tidaknya suatu kuesioner. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan Pearson Corelation, pedoman suatu model dikatakan valid jika tingkat 69
signifikansinya dibawah 0,05 maka butir pertanyaan tersebut dapat dikatakan valid. Pada tabel 4.9-1 sampai 4.9-4 berikut ini disajikan hasil uji validitas dari empat variabel yang digunanakan dalam penelitian ini, yaitu etika profesi dengan pertanyaan sebanyak 7 item, komitmen organisasi dengan pertanyaan sebanyak 12 item, kecerdasan emosional (EQ) dengan pertanyaan sebanyak 14 item, dan profesionalisme dengan pertanyaan sebanyak 17 item. Tabel 4.9-1 Hasil Uji Validitas Variabel Etika Profesi Pertanyaan Pearson Corelation Sig (2-Tailed) Keterangan Etika Profesi1 0,758** 0,000 Valid Etika Profesi2 0,767** 0,000 Valid Etika Profesi3 0,842** 0,000 Valid Etika Profesi4 0,822** 0,000 Valid Etika Profesi5 0,870** 0,000 Valid Etika Profesi6 0,851** 0,000 Valid Etika Profesi7 0,440** 0,000 Valid Sumber: Data primer yang diolah Berdasarkan tabel 4.9-1 diatas menjelaskan bahwa variabel etika profesi memiliki kriteria valid untuk setiap item pertanyaan dengan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti bahwa semua item pernyataan yang digunakan dalam penelitian ini mampu mengungkapkan sesuatu yang diukur pada kuesioner tersebut dan dapat digunakan untuk menganalisis data penelitian.
70
Tabel 4.9-2 Hasil Uji Validitas Variabel Komitmen organisasi Pertanyaan Pearson Corelation Sig (2-Tailed) Keterangan KO1 0,662** 0,000 Valid KO2 0,715** 0,000 Valid KO3 0,739** 0,000 Valid KO4 0,757** 0,000 Valid KO5 0,646** 0,000 Valid KO6 0,729** 0,000 Valid KO7 0,703** 0,000 Valid KO8 0,683** 0,000 Valid KO9 0,726** 0,000 Valid KO10 0,601** 0,000 Valid KO11 0,314** 0,008 Valid KO12 -0,604** 0,000 Valid Sumber: Data primer yang diolah Berdasarkan tabel 4.9-2 diatas menjelaskan bahwa variabel komitmen organisasi memiliki kriteria valid untuk setiap item pertanyaan dengan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti bahwa semua item pernyataan yang digunakan dalam penelitian ini mampu mengungkapkan sesuatu yang diukur pada kuesioner tersebut. Tabel 4.9-3 Hasil Uji Validitas Variabel Kecerdasan Emosional Pertanyaan Pearson Corelation Sig (2-Tailed) Keterangan EQ1 0,668** 0,000 Valid EQ2 0,730** 0,000 Valid Bersambung pada halaman selanjutnya 71
Tabel 4.9-3 (Lanjutan) Pertanyaan Pearson Corelation Sig (2-Tailed) Keterangan EQ3 0,755** 0,000 Valid EQ4 0,582** 0,000 Valid EQ5 0,798** 0,000 Valid EQ6 0,671** 0,000 Valid EQ7 0,706** 0,000 Valid EQ8 0,802** 0,000 Valid EQ9 0,728** 0,000 Valid EQ10 0,775** 0,000 Valid EQ11 0,659** 0,000 Valid EQ12 0,683** 0,000 Valid EQ13 0,415** 0,000 Valid EQ14 0,755** 0,000 Valid Sumber: Data primer yang diolah Berdasarkan tabel 4.9-3 diatas menjelaskan bahwa variabel kecerdasan emosional memiliki kriteria valid untuk setiap item pertanyaan dengan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti bahwa semua item pernyataan yang digunakan dalam penelitian ini mampu mengungkapkan sesuatu yang diukur pada kuesioner tersebut. Tabel 4.9-4 Hasil Uji Validitas Variabel Profesionalisme Pertanyaan Pearson Corelation Sig (2-Tailed) Keterangan Profesionalisme1 0,526** 0,000 Valid Profesionalisme2 0,607** 0,000 Valid Profesionalisme3 0,582** 0,000 Valid Profesionalisme4 0,513** 0,000 Valid Profesionalisme5 0,357** 0,002 Valid Bersambung pada halaman selanjutnya 72
Tabel 4.9-4 (Lanjutan) Pertanyaan Pearson Corelation Sig (2-Tailed) Keterangan Profesionalisme6 0,393** 0,001 Valid Profesionalisme7 0,486** 0,000 Valid Profesionalisme8 0,574** 0,000 Valid Profesionalisme9 0,480** 0,000 Valid Profesionalisme10 0,395** 0,001 Valid Profesionalisme11 0,437** 0,000 Valid Profesionalisme12 0,383** 0,001 Valid Profesionalisme13 0,457** 0,000 Valid Profesionalisme14 0,531** 0,000 Valid Profesionalisme15 0,520** 0,005 Valid Profesionalisme16 0,528** 0,003 Valid Profesionalisme17 0,448** 0,000 Valid Sumber: Data primer yang diolah Berdasarkan tabel 4.9-4 diatas menjelaskan bahwa variabel profesionalisme memiliki kriteria valid untuk setiap item pertanyaan dengan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti bahwa semua item pernyataan yang digunakan dalam penelitian ini mampu mengungkapkan sesuatu yang diukur pada kuesioner tersebut dan dapat digunakan untuk menganalisis data penelitian. b. Hasil Uji Reliabilitas Uji reliabilitas dilakukan untuk menilai konsistensi dari instrumen penelitian. Suatu instrumen penelitian dapat dikatakan reliabel jika nilai Cronbach Alpha berada diatas 0,6. Tabel 4.10 menunjukkan hasil uji reliabilitas untuk empat variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. 73
Tabel 4.10 Hasil Uji Reliabilitas
Sumber: Data primer yang diolah Tabel 4.10 menunjukkan nilai cronbachs alpha atas variabel etika profesi sebesar 0,882, komitmen organisasi sebesar 0,807, kecerdasan emosional sebesar 0,912, dan profesionalisme sebesar 0,796. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pernyataan dalam kuesioner ini reliabel karena mempunyai nilai cronbachs alpha lebih besar dari 0,6. Hal ini menunjukkan bahwa setiap item pernyataan yang digunakan akan mampu memperoleh data yang konsisten yang berarti bila pernyataan itu diajukan kembali akan diperoleh jawaban yang relatif sama dengan jawaban sebelumnya. 3. Hasil Uji Asumsi Klasik a. Hasil Uji Multikolonieritas Pada tabel 4.11 berikut ini disajikan hasil uji multikolonieritas. Penyajian tabel 4.11 disajikan pada halaman salanjutnya.
Variabel Cronbachs Alpha Keterangan Etika Profesi 0,882 Reliabel Komitmen Organisasi 0,807 Reliabel EQ 0,912 Reliabel Profesionalisme 0,796 Reliabel 74
Tabel 4.11 Hasil Uji Multikolonieritas Coefficients
a
Unstandardized Coefficients Stand ardiz ed Coeffi cients
t
Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error
Beta Toler ance VIF 1 (Constant) 8.221 2.014 4.081 .000 EP .597 .092 .388 6.464 .000 .980 1.021 KO .243 .260 .162 .935 .353 .665 1.505 EQ .500 .207 .452 2.414 .019 .673 1.485 a. Dependent Variabel: Profesionalisme Sumber: Data primer yang diolah Berdasarkan tabel 4.11 diatas terlihat bahwa nilai tolerance mendekati angka 1 dan nilai variance inflation factor (VIF) disekitar angka 1 untuk setiap variabel, yang ditunjukkan dengan nilai tolerance 0,980; 0,665; dan 0,673 serta VIF sebesar 1,021; 1,505; dan 1,485 untuk variabel etika profesi, komitmen organisasi, dan kecerdasan emosional. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model persamaan regresi tidak terdapat multiko dan dapat digunakan dalam penelitian ini. b. Hasil Uji Normalitas Pada gambar 4.1 berikut ini disajikan hasil uji normalitas dengan menggunakan Grafik P-Plot. Gambar 4.1 disajikan pada halaman selanjutnya.
75
Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik P-Plot
Sumber: Data primer yang diolah Gambar 4.1 memperlihatkan penyebaran data yang berada disekitar garis dengan titik-titik data yang menyebar di sekitar garis diagonal, dan penyebaran titik-titik data searah mengikuti garis diagonal. Ini menunjukkan bahwa model regresi telah memenuhi asumsi normalitas. c. Hasil Uji Heteroskedastisitas Pada gambar 4.2 berikut ini disajikan hasil uji heteroskedastisitas dengan menggunakan Grafik Scatterplot. Gambar 4.2 disajikan pada halaman selanjutnya. 76
Gambar 4.2 Grafik Scatterplot
Sumber: Data primer yang diolah Berdasarkan gambar 4.2, grafik scatterplot menunjukkan bahwa data tersebar di atas dan di bawah angka 0 (nol) pada sumbu Y dan tidak terdapat suatu pola yang jelas pada penyebaran data tersebut. Hal ini berarti tidak terjadi heteroskedastisitas pada model persamaan regresi, sehingga model regresi layak digunakan untuk memprediksi peningkatan profesionalisme akuntan publik berdasarkan variabel yang mempengaruhinya, yaitu etika profesi, komitmen organisasi, dan kecerdasan emosional. 4. Hasil Uji Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan model analisis regresi berganda (multiple regression analysis). 77
a. Uji Koefisien Determinasi Pada tabel 4.12 berikut ini disajikan hasil uji koefisien determinasi. Tabel 4.12 Hasil Uji Koefisien Determinasi Model Summary b
R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .983 a .966 .965 1.32354 a. Predictors: (Constant), EQ, EP, KO b. Dependent Variable: Profesionalisme Sumber: Data primer yang diolah Tabel 4.12 menunjukkan nilai R sebesar 0,983 atau 98,3%. Hal ini berarti bahwa hubungan atau korelasi antara variabel independen yaitu etika profesi, komitmen organisasi, dan kecerdasan emosional dengan variabel dependen yaitu peningkatan profesionalisme adalah kuat karena nilai korelasinya mendekati angka 1 (Suharyadi dan Purwanto, 2009:152). Nilai Adjusted R Square sebesar 0,965 atau 96,5%, ini menunjukkan bahwa variabel peningkatan profesionalisme yang dapat dijelaskan oleh variabel etika profesi, komitmen organisasi, dan kecerdasan emosional adalah sebesar 96,5%, sedangkan sisanya sebesar 0,035 atau 3,5% (1-0,965) dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak disertakan dalam model penelitian ini. Variabel-variabel lain yang mempengaruhi variabel peningkatan profesionalisme akuntan publik adalah kecerdasan spiritual (Unti Ludigdo, 2006), dan menurut Suryani (2005) adalah variabel 78
akuntabilitas profesional dan pengalaman, karena dari hasil penelitianya menyatakan bahwa semakin tinggi pemahaman terhadap etika dan semakin berpengalaman maka semakin patuh terhadap standar profesi serta semakin bertanggungjawab dalam melaksanakan profesionalismenya. b. Hasil Uji Statistik t Uji statistik t digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikansi 0,05. Hasil uji statistik t dapat dilihat pada tabel 4.13, jika nilai probability t lebih kecil dari 0,05 maka Ha diterima dan menolak H0, sedangkan jika nilai probability t lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima dan menolak Ha. Tabel 4.13 Hasil Uji Statistik t Coefficients
Beta 1 (Constant) 8.221 2.014 4.081 .000 EP .597 .092 .388 6.464 .000 KO .243 .260 .162 .935 .353 EQ .500 .207 .452 2.414 .019 a. Dependent Variabel: Profesionalisme Sumber: Data primer yang diolah
79
Hasil Uji Hipotesis 1: Pengaruh penerapan etika profesi terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik. Berdasarkan uji statistik t pada tabel 4.13, memperlihatkan bahwa variabel penerapan etika profesi memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,000. Hal ini berarti menerima Ha 1 Hasil Uji Hipotesis 2: Pengaruh komitmen organisasi terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik. sehingga dapat dikatakan bahwa penerapan etika profesi berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik karena tingkat signifikansi yang dimiliki variabel etika profesi lebih kecil dari 0,05 (0,000 <0,05). Berdasarkan uji statistik t pada tabel 4.13, memperlihatkan bahwa variabel komitmen organisasi mempunyai tingkat signifikansi sebesar 0,353. Hal ini berarti menolak Ha 2
sehingga dapat dikatakan bahwa komitmen organisasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik karena tingkat signifikansi yang dimiliki variabel komitmen organisasi lebih besar dari 0,05 (0,353 >0,05).
80
Hasil Uji Hipotesis 3: Pengaruh kecerdasan emosional terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik. Berdasarkan uji statistik t pada tabel 4.13, memperlihatkan bahwa variabel kecerdasan emosional mempunyai tingkat signifikansi sebesar 0,019. Hal ini berarti menerima Ha 3 c. Hasil Uji Statistik F sehingga dapat dikatakan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik karena tingkat signifikansi yang dimiliki variabel kecerdasan emosional lebih kecil dari 0,05. Uji statistik F digunakan untuk mengetahui pengaruh semua variabel independen yang dimasukkan dalam model regresi secara bersama-sama terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikan 0,05. Pada tabel 4.14 berikut ini disajikan hasil uji statistik F. Tabel 4.14 Hasil Uji Statistik F ANOVA b
Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 3322.328 3 1107.443 632.193 .000 a
Residual 115.615 66 1.752
Total 3437.943 69
a. Predictors: (Constant), EQ, EP, KO b. Dependent Variable: Profesionalisme Sumber: Data primer yang diolah 81
Hasil Uji Hipotesis 4: Pengaruh penerapan etika profesi, komitmen organisasi, dan kecerdasan emosional terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik. Hasil uji statistik F dalam model ANOVA dapat dilihat pada tabel 4.14. Nilai F diperoleh sebesar 632,193 dengan tingkat signifikansi 0,000. Karena tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 (0,000 <0,05) maka Ha 4 C. Pembahasan diterima, sehingga dapat dikatakan bahwa penerapan etika profesi, komitmen organisasi, dan kecerdasan emosional berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik. 1. Pengaruh penerapan etika profesi terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa tingkat signifikansi variabel penerapan etika profesi 0,000 <0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan etika profesi berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik. Hubungan antara penerapan etika profesi dan peningkatan profesionalisme bersifat positif. Dengan demikian, jika akuntan publik menerapkan aturan etika dengan baik dan benar atau tingkat penerapan etika profesinya tinggi maka kecenderungan profesionalisme akuntan publik akan meningkat. Hal ini disebabkan, karena etika profesi lebih menekankan kepada tuntutan terhadap profesi 82
seseorang, dimana tuntutan itu menyangkut tidak saja dalam hal keahlian, melainkan juga adanya komitmen moral: tanggung jawab, keseriusan, disiplin, dan integritas moral (Keraf (2001: 33-35), dalam Utami dan Indriawati (2006)). Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuliani (2005). 2. Pengaruh komitmen organisasi terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik Berdasarkan uji statistik t pada tabel 4.13, memperlihatkan bahwa variabel komitmen organisasi mempunyai tingkat signifikansi sebesar 0,353 lebih besar dari nilai alpa 0,05 (0,353 > 0,05). Hal ini berarti menolak Ha 2 Dalam hal ini peneliti belum menemukan penelitian terdahulu mengenai pengaruh komitmen organisasi terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik, tetapi hal ini sejalan dengan penelitian serupa yakni oleh Trisnaningsih (2007) dengan judul Independensi Auditor dan Komitmen Organisasi sebagai Mediasi Pengaruh Pemahaman Good Governance, Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Auditor; Amilin dan Rosita Dewi (2008) dengan judul Pengaruh Komitmen Organisasi terhadap Kepuasan Akuntan Publik dengan Role Stress sebagai Variabel Moderating; Serta Anastasia, Vennylia dan Lina (2009) dengan judul Pengaruh Komitmen Organisasi, Konflik Peran sehingga dapat dikatakan bahwa komitmen organisasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik. 83
Terhadap Turnover Intention dengan Kepuasan Kerja. Hasil dari ketiga penelitian tersebut menunjukan bahwa komitmen organisasi berpengaruh terhadap kinerja dan kepuasan kerja. Kinerja dan kepuasan kerja merupakan suatu ukuran prestasi dari suatu pekerjaan atau pelaksanaan tugas (Gibson et-al, 1996:95), yang diikuti dengan ukuran sikap profesionalisme. Karena profesionalisme adalah sikap atau perilaku seseorang dalam melakukan profesi tertentu (Harefa, 1999) dalam Halim, (2003:12), dan merupakan suatu atribut individual yang penting tanpa melihat apakah suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak (Herawati, 2008). Begitu pula menurut logika teori penulis, bahwa keberhasilan dan kinerja seseorang dalam suatu bidang pekerjaan sangat ditentukan oleh profesionalisme terhadap bidang yang ditekuninya. Profesionalisme sendiri harus ditunjang dengan komitmen serta independensi untuk mencapai tingkatan yang tertinggi. Tetapi dalam penelitian ini komitmen organisasi tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik. Peneliti menduga penyebab komitmen organisasi tidak berpengaruh terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik adalah adanya keterikatan atau loyalitas terhadap organisasi diukur dari manfaat organisasi bagi dirinya yang mengarah pada kecenderungan karyawan untuk tidak meninggalkan perusahaan karena adanya sejumlah investasi yang harus dikorbankan bila meninggalkan perusahaan, antara lain hubungan dengan sesama rekan kerja, keterampilan, dan kompensasi, seperti yang dijelaskan 84
oleh aliran Attudinal (Setiawan dan Iman Ghozali, 2006:193), terutama dikembangkan dan dipopulerkan oleh Porter serta koleganya tentang komitmen organisasi Continuance. 3. Pengaruh Kecerdasan emosional terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik Berdasarkan uji statistik t pada tabel 4.13, memperlihatkan bahwa variabel kecerdasan emosional mempunyai tingkat signifikansi sebesar 0,019. Hal ini berarti menerima Ha 3 sehingga dapat dikatakan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik karena tingkat signifikansi yang dimiliki variabel kecerdasan emosional lebih kecil dari nilai alpa 0,05 (0,019 < 0,05). Hubungan antara kecerdasan emosional dan peningkatan profesionalisme bersifat positif. Dengan demikian, jika akuntan publik memiliki kecerdasan emosional yang tinggi maka kecenderungan profesionalisme akuntan publik akan meningkat. Hal ini disebabkan karena individu yang memiliki kecerdasan emosional tinggi mempunyai kesadaran diri untuk lebih mengenali emosi dan pikiran yang sedang terjadi pada dirinya, tidak larut dalam situasi yang tidak menyenangkan. Individu tersebut mempunyai kejernihan dalam berfikir, mampu lebih mengendalikan diri dan melindungi dirinya dari pengaruh stress yang datang, sehingga mengetahui tindakan apa yang akan diambil untuk mengatasi permasalahanya (Mayer dalam Goleman, 1999; Taylor, 2001; Salvoes dan Pizarro, 2003), dalam Nindyati (2009). 85
Dalam hal ini peneliti belum menemukan penelitian terdahulu mengenai pengaruh kecerdasan emosional terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik, tetapi hal ini sejalan dengan penelitian serupa yakni oleh Alwani (2007) derngan judul Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja Auditor. Hasil penelitianya menunjukan bahwa kesadaran diri, pengatuaran diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial secara simultan dan parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor, dan berdasarkan koefisien determinasi persamaan regresi, (R2) atau R Square sebesar 0,775. Koefisien ini mempunyai arti bahwa tiga variabel bebas tersebut secara bersama-sama memberikan sumbangan terhadap variabel terikat sebesar 77,5% sedangkan sisanya 22,5% dipengaruhi oleh faktor lain di luar model. 4. Pengaruh penerapan etika profesi, komitmen organisasi dan kecerdasan emosional terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik Hasil uji statistik F dalam model ANOVA dapat dilihat pada tabel 4.14. Nilai F diperoleh sebesar 632,193 dengan tingkat signifikansi 0,000. Karena tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 (0,000 <0,05) maka Ha 4
diterima, sehingga dapat dikatakan bahwa penerapan etika profesi, komitmen organisasi, dan kecerdasan emosional berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik. Dengan demikian, hal tersebut menyatakan bahwa semakin tinggi penerapan etika profesi dan semakin patuh terhadap standar profesi serta 86
dapat mengendalikan emosionalnya dan memiliki rasa keterikatan dengan organisasi maka semakin bertanggungjawab dalam melaksanakan profesionalismenya. Akuntan yang komitmen terhadap organisasi akan menunjukkan sikap dan perilaku yang positif terhadap lembaganya (KAP), akuntan publik akan memiliki jiwa untuk tetap membela organisasinya, berusaha meningkatkan prestasi, dan memiliki keyakinan yang pasti untuk membantu mewujudkan tujuan organisasi dan akuntan publik yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi akan mampu untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan keterampilan sosial cenderung akan meningkatkan tingkat profesionalisme akuntan publik. Oleh karena itu, untuk menghindari rendahnya tingkat profesionalisme akuntan publik dalam kinerjanya diperlukan adanya penerapan etika profesi, komitmen terhadap organisasi dan kecerdasan emosional yang tinggi kepada setiap individu akuntan publik atau praktisi. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuliani (2005), Kalbers dan Fogarty (1995) dalam Trisnaningsih (2007), serta selaras dengan penelitian Alwani (2007); Maslahah (2007); Anastasia, Vennylia dan Lina (2009).
87
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan pengujian dengan analisis regresi berganda yang telah dilakukan terhadap permasalahan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris akan adanya pengaruh penerapan etika profesi, komitmen organisasi, dan kecerdasan emosional terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Penerapan etika profesi dan kecerdasan emosional secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik. Hasil penelitian ini mendukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuliani (2005), dan sejalan dengan penelitian serupa yakni oleh Alwani (2007). 2. Komitmen organisasi secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik. Hasil penelitian ini tidak mendukung dengan penelitian Trisnaningsih (2007), Amilin dan Rosita Dewi (2008). 3. Penerapan etika profesi, komitmen organisasi, dan kecerdasan emosional berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap peningkatan profesionalisme akuntan publik. Hasil penelitian ini mendukung dengan penelitian Yuliani (2005), Trisnaningsih (2007), Amilin dan Rosita Dewi (2008), serta Alwani (2007). 88
4. Untuk menentukan besar variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen diperoleh hasil bahwa Nilai Adjusted R Square sebesar 0,965. Ini menunjukkan bahwa variabel peningkatan profesionalisme akuntan publik dapat dijelaskan oleh variabel etika profesi, komitmen organisasi, dan kecerdasan emosional, sedangkan sisanya sebesar 0,035 dijelaskan oleh variabel lain yakni kecerdasan spiritual, akuntabilitas profesional dan pengalaman akuntan publik. B. Implikasi Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan diatas, didapatkan impilikasi. Pertama, bahwa semakin tinggi penerapan etika profesi dan semakin patuh terhadap standar profesi, dan dapat mengendalikan emosionalnya serta memiliki rasa keterikatan dengan organisasi maka semakin bertanggungjawab dalam melaksanakan profesionalismenya. Kedua, dengan meningkatkan sikap profesionalisme akuntan publik menjadi hal yang penting kerena akuntan publik merupakan aset penting Kantor Akuntan Publik dimana akuntan tersebut bekerja sebagai indikator keberhasilan Kantor Akuntan Publik. Oleh karena itu diharapkan akuntan publik yang mempunyai sikap profesionalisme yang tinggi dapat memberikan kontribusi yang baik bagi Kantor Akuntan Publik dan memberikan pelayanan yang optimal bagi klienya sehingga kepercayaan masyarakat terhadap akuntan tetap terjaga dan bagi akuntan publik dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi era globalisasi saat ini. 89
C. Keterbatasan dan Saran 1. Keterbatasan Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, diantaranya adalah: a. Sampel dalam penelitian ini hanya mencakup akuntan publik yang bekerja pada KAP di wilayah J akarta Selatan. b. Penambahan variabel yang digunakan hanya dua variabel, yaitu komitmen organisasi dan kecerdasan emosional b. Penelitian ini tidak menggunakan metode wawancara. c. Penyebaran dan pengumpulan kuisioner dilakukan pada bulan J anuari sehingga kurang tepat karena dilakukan saat Akuntan Publik (auditor) sedang sibuk mengaudit. 2. Saran Setelah melakukan penelitian ini, peneliti mempunyai beberapa saran sebagai berikut: a. Penelitian selanjutnya agar memperluas wilayah sampel penelitian. b. Penelitian selanjutnya agar menambah variabel independen lainnya, seperti kecerdasan spiritual, pengalaman, pendidikan profesi dan akuntabilitas profesional c. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan metode wawancara langsung kepada responden. d. Penelitian selanjutnya agar lebih memperhatikan waktu penelitian yang tepat saat menyebarkan dan mengumpulkan kuesioner. 90
e. Mahasiswa jurusan akuntansi yang ingin bekerja di KAP disarankan untuk meningkatkan pengetahuan dan personal skill serta memahami Kode Etik Akuntan Publik dengan baik.
91
DAFTAR PUSTAKA Alwani, Akhmad. 2007. Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja Auditor pada Kantor Akuntan Publik di Kota Semarang. Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Amilin dan Rosita Dewi. 2008. Pengaruh Komitmen Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Akuntan Publik dengan Role Stress sabagai Variabel Moderating. JAAI, Volume 12 No.1. J uni:13-24. Anastasia, Thio., Vennylia dan Lina. 2009. Pengaruh Komitmen Organisasi, Konflik Peran terhadap Tunover Intention dengan Kepuasan Kerja. Akuntabilitas ISSN 1412-0240. Hal 137-147. Arens, Alvin A. Rendal dan Mark. 2010. Auditing and Assurance Service. Edisi Tigabelas. New J ersey, 07458. Pearson Prentice Hall. Ekayani, Ni Nengah Seri dan Made Pradana Adi Putra. 2003. Persepsi Akuntan dan Mahasiswa Bali terhadap Etika Bisnis. Makalah. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VI. Surabaya: 16-17 Oktober. Goleman, Daniel. 2001. Working White Emotional intelligence. (terjemahan Alex Tri Kantjono W). J akarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Edisi Ketiga. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Halim, Abdul. 2003. AUDITING (dasar-dasar Audit laporan keuangan). Edisi ketiga jilid 1. UPP AMP YKPN. Harahap, Sofyan S. 2002. Auditing dalam Perspektif Islam. Pustaka Quantum. J akarta. Hastuti, T.D., S.L. Indriarto dan C. Susilawati. 2003. Hubungan antara Profesionalisme dengan Pertimbangan Tingkat Materialitas dalam Proses Pengauditan Laporan Keuangan. Makalah. Prosiding Simposium Nasional Akuntansi VI, Oktober, hlm.12061220. Herawaty, Arleen dan Yulius Kurnia Susanto. 2008. Profesionalisme, Pengetahuan Akuntan Publik dalam Mendeteksi Kekeliruan, Etika Profesi dan Pertimbangan Tingkat Materialitas. Makalah. The 2nd National Conference UKWMS, Surabaya. 92
HP. Nasyiah dan Payamta. 2002. Sikap akuntan terhadap advertensi J asa akuntan publik. JAAI, volume 6 no. 1. Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen. BPFE, Yogyakarta. Kode Etik Profesi Akuntan Publik IAPI, 2008. Kunarto dan Tabah, A. 1995. Polisi Harapan dan Kenyataan. Klaten: CV Sahabat. Lianti, Rahmah. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penghentian Prematur Atas prosedur Audit. Skripsi, J akarta: Universitas Islam Negeri. Ludigdo, Unti. 2006. Strukturasi Praktik Etika di Kantor Akuntan Publik: Sebuah Studi Interpretif. Makalah. Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang. Padang, 23-26 Agustus. Maslahah, Ratna Eka. 2007. Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Tingkat Pemahaman Akuntansi dengan Kepercayaan Diri sebagai Variabel Pemoderasi. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. Monica, Citra. 2007. Hubungan Persepsi Auditor Internal Atas Kode Etik dengan Efektivitas Pelaksanaan Audit. Skripsi. Bandung: Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama. Mulyadi. 2002. Auditing. Edisi Ke-enam, Salemba Empat, J akarta. Nindyati. Ayu Dwi. 2009. Pengaruh Resistance to change terhadap Perilaku Inovatif: Kecerdasan Emosi sebagai Mediator. Jurnal Universitas Paramadina vol.6 N0.1, April. NN. 2008. Peraturan Menteri Keuangan no.17 tahun 2008 (online). Tersedia: http://www.akuntanpublikindonesia.com. Rahardjo, S. 2002. Polisi Sipil Dalam Perubahan Sosial Di Indonesia. J akarta: Buku Kompas. Rahayu, Siti Kurnia dan Ely Suhayati. 2010. AUDITING. Konsep dasar dan pedoman pemeriksaan akuntan publik. Edisi pertama. Graha Ilmu Yogyakarta. 93
Rumanti, Sr.Maria Assumpta. 2002. Dasar-Dasar Publik Relation: Teory dan Praktek. Grasindo. J akarta. Santoso, Singgih. 2004. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. PT. Elex Media Komputindo, J akarta. Setiawan, Ivan Aries. dan Iman Ghozali. 2006. Akuntansi Keperilakuan: Konsep dan Kajian Empiris Perilaku Akuntan. Salemba Empat. J akarta. Sularso, Sri. 2003. Metode Penelitian Akuntansi: Sebuah Pendekatan Replikasi. BPFE. Yogyakarta. Suharyadi dan Purwanto. 2009. Statistika: untuk Ekonomi dan Keuangan Modern. Salemba Empat, J akarta. Suryaningtias, Agustin. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Independensi Akuntan Publik. Skripsi. Bandung: Universitas Widyatama. Suryani, Tri Eka dan Dharma. 2005. Hubungan Etika, Pengalaman, Ketaatan pada Standar Profesi dan Akuntanbilitas Profesional. Makalah. Seminar Nasional PESAT. ISSN: 18582559 Suryati P, dan Ika N P. 2004. Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Tingkat Pemahaman Akuntansi. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Vol. 2, September: hal 260 281. Tantina, Yetti. 2004. Pengaruh Kepuasan Kerja, Kemampuan Auditor dan Komitmen Organisasional Terhadap Kinerja Auditor di Semarang. Skripsi, J urusan Akuntansi UKSW. Trisnaningsih, Sri. 2007. Independensi Auditor dan Komitmen Organisasi sebagai Mediasi Pengaruh Pemahaman Good Governance, Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Auditor. Makalah. Simposium Nasional Akuntansi X. Unhas Makasar:26-28 J uli. Utami, Wiwik dan Fitri Indriawati. 2006. Muatan Etika dalam Ajaran Akuntansi Keuangan dan Dampaknya Terhadap Persepsi Etika Mahasiswa:Studi Eksperimen Semu. Makalah. Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang:23-26 Agustus.
94
Winarna, J aka dan Ninuk Retnowati. 2004. Persepsi Akuntan Pendidik, Akuntan Publik, dan Mahasiswa Akuntansi terhadap Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia. Jurnal Perspektif FE UNS, Vol. 9, No. 2, Desember: 129- 139. Yuliani, Ani. 2005. Pengaruh Penerapan Aturan Etika Terhadap Peningkatan Profesionalisme Akuntan Publik Di Kota Bandung. Skripsi. Bandung: Universitas Widyatama.
.
95
LAMPIRAN
96
Bersama ini saya mohon kesediaan Saudara untuk mengisi kuesioner dalam rangka penelitian saya yang berjudul Pengaruh Penerapan Etika Profesi, Komitmen Organisasi dan Kecerdasan Emosional terhadap Peningkatan Profesionalisme Akuntan Publik. Yth. Saudara Responden Kuesioner ini terdiri atas sejumlah pertanyaan yang membutuhkan jawaban dari Saudara. Keberhasilan penelitian ini sangat tergantung dari pertisipasi Saudara dalam menjawab pertanyaan. Sesuai dengan kode etik penelitian, kami menjamin kerahasiaan semua data. Kesediaan anda mengisi kuisioner ini adalah bantuan yang tak ternilai bagi saya. Atas partisipasi dan kerjasamanya, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Cara Pengisian Kuesioner Saudara cukup memberikan tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang tersedia (rentang angka dari 1 sampai dengan 5) sesuai dengan pendapat suadara. Setiap pertanyaan mengharapkan hanya satu jawaban dan bila memilih jawaban lain-lain maka diharapkan untuk memberikan keterangan lebih lanjut. Setiap angka akan mewakili tingkat kesesuaian dengan pendapat saudara: 1 =Sangat Tidak Setuju (STS) 2 =Tidak Setuju (TS) 3 =Netral (N) 4 =Setuju (S) 5 =Sangat Setuju (SS) Untuk pertanyaan yang tidak ada angka pilihanya, Saudara diminta untuk menjawab pertanyaan sesuai dengan kondisi yang dialami pada pekerjaan saat ini. Dosen Pembimbing Hormat Saya
Dr. Amilin, S.E., M.Si, Ak NIP. 19730615 200501 1 009 Peneliti Akhmad Bustanul Arifin 97
IDENTITAS RESPONDEN Nama Responden :.... (Boleh dikosongkan) Nama Perusahaan : .. Umur Responden : ( ) 21- 25 th; ( ) 25-30 th; ( ) 30-40 th; ( ) >40 th J enis Kelamin : ( ) Pria; ( ) Wanita J enjang Pendidikan : ( ) S1 ( ) S2 ( ) S3 Bidang kerja yang ditangani: ( ) Manajer; ( ) Supervisor; ( ) Auditor Senior; ( ) Auditor J unior Lama Saudara bekerja: ( ) 1- 3 th; ( ) 3-6 th; ( ) >6 th
PENERAPAN ETIKA PROFESI No. Pernyataan STS TS N S SS 1. Saya selalu tegas dan jujur dalam menjalin hubungan profesional dan hubungan bisnis dalam melaksanakan pekerjaan.
2. Saya selalu menghindari setiap hubungan yang bersifat subjektif
3. Saya selalu memelihara pengetahuan dan keahlian profesional, bersikap cermat dan bertindak secara hati-hati
Bersambung pada halaman selanjutnya 98
ETIKA PROFESI (Lanjutan) No. Pernyataan STS TS N S SS 4. Saya selalu merahasiakan informasi yang diperoleh dari hubungan profesional yang bersifat rahasia
5. Saya selalu mematuhi setiap ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku, serta menghindari setiap tindakan yang dapat mendiskriditkan profesi
6. Bagi saya, kode etik merupakan seperangkat prinsip-prinsip moral yang mengatur tentang perilaku profesional
7. Bagi saya, etika profesi merupakan karakteristik suatu profesi yang membedakan suatu profesi dengan profesi lain, yang berfungsi untuk mengatur tingkah laku para anggotanya
KOMITMEN ORGANISASI No. Pernyataan STS TS N S SS 8. Saya merasa ikut memiliki organisasi di tempat saya bekerja
9. Saya merasa terikat secara emosional dengan organisasi di tempat saya bekerja
10 Organisasi di tempat saya bekerja sangat berarti bagi saya
11. Saya merasa menjadi bagian dari organisasi di tempat saya bekerja
Bersambung pada halaman selanjutnya 99
KOMITMEN ORGANISASI (Lanjutan) No. Pernyataan STS TS N S SS 12. Saya merasa masalah organisasi di tempat saya bekerja juga seperti masalah saya
13. Saya sulit terikat dengan organisasi lain seperti organisasi di tempat saya bekerja
14. Saya mau berusaha di atas batas normal untuk mensukseskan perusahaan di tempat saya bekerja
15. Alasan utama saya tetap bekerja di perusahaan ini adalah karena loyalitas terhadap perusahaan
16. Saya rela membantu mewujudkan tujuan organisasi
17. Saya merasa kehilangan waktu, keterampilan dan hubungan dengan rekan kerja jika meninggalkan organisasi di tempat saya bekerja
18. Saya berusaha meningkatkan prestasi, dan memiliki keyakinan yang pasti untuk membantu mewujudkan tujuan organisasi
19. Saya tidak meninggalkan perusahaan bukan karena ada sejumlah investasi yang harus dikorbankan bila meninggalkan perusahaan
100
KECERDASAN EMOSIONAL No. Pernyataan STS TS N S SS 20. Saya mengetahui pengaruh emosi terhadap kinerja, dan mampu menggunakan nilai-nilai untuk memandu membuat keputusan
21. Saya mengetahui kekuatan dan batas- batas diri sendiri
22. Saya yakin tentang harga diri dan kemampuan sendiri
23. Saya terdorongan untuk menjadi lebih baik atau memenuhi standar keberhasilan
24. Saya selalu memanfaatkan kesempatan 25. Saya selalu gigih dalam memperjuangkan sasaran kendati ada halangan dan kegagalan
26. Saya mampu memahami persepektif orang, sehingga menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam- macam orang
27. Saya selalu mengantisipasi, mengenali, dan berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan
28. Dengan mengetahui perasaan orang lain, membantu saya menghargai individualitasnya
29. Saya selalu memelihara norma kejujuran dan integritas
Bersambung pada halaman selanjutnya
101
KECERDASAN EMOSIONAL (Lanjutan) No. Pernyataan STS TS N S SS 30. Saya sanggup menunda kenikmatan pribadi sebelum tercapainya sesuatu sasaran dan mampu pulih kembali dari tekanan emosi
31. Saya selalu luwes dalam menangani perubahan dan tantangan
32. Saya dapat menjalin hubungan dengan orang lain dengan cukup lancar
33. Saya mampu memimpin dan mengorganisir serta pintar menangani perselisihan yang muncul dalam setiap kegiatan manusia
PROFESIONALISME No. Pernyataan STS TS N S SS 34 Saya menggunakan segenap pengetahuan, kemampuan dan pengalaman yang dimiliki secara total terhadap pekerjaan
35. Saya tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik kurang
36. Kompensasi utama yang saya harapkan adalah kepuasan rohaniah dan kemudian kepuasan material
37. Pekerjaan Akuntan Publik sebagai tujuan hidup dan bukan sekadar sebagai alat untuk mencapai tujuan
Bersambung pada halaman selanjutnya 102
PROFESIONALISME (Lanjutan) No. Pernyataan STS TS N S SS 38. Profesi akuntan publik adalah profesi yang penting dimasyarakat
39. Profesi akuntan publik mampu menjaga kekayaan Negara/masyarakat
40. Profesi akuntan publik merupakan profesi yang dapat dijadikan dasar kepercayaan masyarakat terhadap pengawasan kekayaan negara
41. Profesi akuntan publik merupakan satu- satunya profesi yang menciptakan transparansi dalam masyarakat
42. Saya merencanakan dan memutuskan hasil audit berdasarkan fakta yang saya temui dalam proses pemeriksaan
43. Dalam menyatakan pendapat atas laporan keuangan saya tidak berada dibawah tekanan manajemen.
44. Dalam menentukan pendapat atas laporan keuangan saya tidak mendapatkan tekanan dari siapapun
Bersambung pada halaman selanjutnya
103
PROFESIONALISME (Lanjutan) No. Pernyataan STS TS N S SS 45. Pemeriksaan atas laporan keuangan untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran laporan keuangan hanya dapat dilakukan oleh akuntan publik
46. Akuntan publik mempunyai cara yang dapat diandalkan untuk menilai kompetensi eksternal auditor lain.
47. Ikatan akuntan publik harus mempunyai cara dan kekuatan untuk pelaksanaan standar untuk akuntan publik
48 Saya selalu berpartisipasi dalam pertemuan para akuntan publik.
49 Saya sering mengajak rekan rekan seprofesi untuk bertukar pendapat tentang masalah yang ada, baik dalam satu organisasi maupun organisasi lain.
50 Saya mendukung adanya organisasi ikatan akuntan publik.
104
Lampiran 2: Data Kuesioner Data Kuesioner Etika Profesi
N 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
N 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
N 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
123
Lampiran 4: Hasil Uji Reliabilitas Etika Profesi Case Processing Summary
N % Cases Valid 70 100.0 Excluded a 0 .0 Total 70 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items .882 .881 7
Scale Statistics Mean Variance Std. Deviation N of Items 28.7143 21.019 4.58461 7
Komitmen Organisasi Case Processing Summary
N % Cases Valid 70 100.0 Excluded a 0 .0 Total 70 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
124
Komitmen Organisasi
Reliability Statistics Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items .807 .797 12
Scale Statistics Mean Variance Std. Deviation N of Items 45.5143 22.051 4.69580 12
Kecerdasan Emosional Case Processing Summary
N % Cases Valid 70 100.0 Excluded a 0 .0 Total 70 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items .912 .918 14
125
Kecerdasan Emosional
Scale Statistics Mean Variance Std. Deviation N of Items 55.4571 40.831 6.38995 14
Profesionalisme
Case Processing Summary
N % Cases Valid 70 100.0 Excluded a 0 .0 Total 70 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items .796 .795 17
Scale Statistics Mean Variance Std. Deviation N of Items 64.1714 49.825 7.05870 17
126
Lampiran 5: Hasil Uji Regresi Variables Entered/Removed Model Variables Entered Variables Removed Method 1 Kecerdasan, Etika, Kmitmen a
. Enter a. All requested variables entered.
Model Summary b
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin- Watson 1 .983 a .966 .965 1.32354 .586 a. Predictors: (Constant), Kecerdasan, Etika, Kmitmen b. Dependent Variable: Profesionalisme
ANOVA b
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 3322.328 3 1107.443 632.193 .000 a
Residual 115.615 66 1.752
Total 3437.943 69
a. Predictors: (Constant), Kecerdasan, Etika, Kmitmen b. Dependent Variable: Profesionalisme
Coefficients a
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF 1 (Constant) 8.221 2.014
ILMU PERUBAHAN DALAM 4 LANGKAH: Strategi dan teknik operasional untuk memahami bagaimana menghasilkan perubahan signifikan dalam hidup Anda dan mempertahankannya dari waktu ke waktu
Manajemen waktu dalam 4 langkah: Metode, strategi, dan teknik operasional untuk mengatur waktu sesuai keinginan Anda, menyeimbangkan tujuan pribadi dan profesional
Pengaruh Jenis Usaha, Ukuran Perusahaan Dan Financial Leverage Terhadap Tindakan Perataan Laba Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (Studi Empiris Di Bursa Efek Indonesia)