Você está na página 1de 4

DASAR TEORI

Cacing tanah termasuk dalam Filum Annelida kelas Oligochaeta yang memiliki
ciri-ciri tubuh bersegmen, simetri bilateral, tubuh berongga (memiliki selom) yang
berisi cairan yang membantu pergerakan. Cacing tanah sudah memiliki saluran
pencernaan yang lengkap, system peredaran darah tertutup, dan system saraf
tangga tali (Riyanto, 2005). Permukaan tubuh cacing tanah berwarna merah
sampai biru kehijauan. Bentuk tubuh panjang silindris, dengan 2/3 bagian
posteriornya sedikit memipih kearah dorsoventral. Permukaan bagian bawah
berwarna lebih pucat, umumnya berwarna merah jambu dan kadang-kadang putih
(Kastawi, 2003).
Annelida mempunyai system saraf yang berkembang baik, terdiri atas neuron
aferen (sensorik) dan neuron eferen (motorik) yang jelas. Pada ujung anterior, tali
syaraf ventral terbagi (bercabang-cabang) dan menuju ke atas di sekeliling saluran
pencernaan untuk bersatu dengan otak yang terdiri atas dua bagian. Dalam tiap
segmen tali saraf yang rangkap terdapat suatu ganglion rangkap, masing-masing
dengan dua pasang saraf (Soebiyanto, 1993).
Habituasi merupakan bentuk belajar sederhana yang ditemukan hampir pada
semua spesies hewan. Pada hewan, tingkah laku belajar tersebut berupa tingkah
laku yang dapat mengalami modifikasi sebagai akibat dari pengalaman individu.
Bentuk belajar sederhana adalah respon bersyarat (Susilowati dan Rahayu, 2007).
Menurut Drickamer (2002), habituasi adalah tidak berpengaruhnya suatu respon
terhadap individu karena pengulangan respon tidak menimbulkan reinforcement.
Reinforcement adalah semua hal yang mengubah semua kemungkinan dari
tingkah laku hewan. Reinforcement dapat negative maupun positif.
Dalam eksperiment ini masih menurut Drickamer (2002), berkurangnya suatu
respon terhadap stimulus bisa terjadi selain karena habituasi juga dapat terjadi
karena kelelahan jika stimulus terjadi secara berulang.
Habituasi dan respon bersarat pada dasarnya adalah sama, yaitu respon yang
diberikan merupakan hasil dari pengalaman. Kebiasaan itu sendiri merupakan
respon yag dipelajari secara berulang sehingga menjadi otomatis. Perbedaan
antara kebiasaan dan respon bersarat antara lain yaitu: 1) Pada kebiasaaan
biasanya lebih kompleks dalam hal melibatkan urutan aksi secara menyeluruh,
dalam arti bahwa setiap bagian dari urutan kejadian merupakan respon bersyarat.
Dalam arti satu bagian dari suatu respon merupakan stimulus untuk respon
berikutnya. 2) Kebiasaan tidak diperoleh secara pasif, artinya bahwa hewan
berpartisipasi secara aktif dalam perkembangan kebiasaan (Drickamer, 1984
dalam Susilowati dan Rahayu, 2002).
Jadi, dapat dikatakan bawa habituasi dapat merupakan rangkaian dari stimulus-
respon-stimulus-respon, dan seterusnya. Pada suatu saat tertentu bila stimulus
yang diberikan berulang-ulang, kemungkinan akan terjadi hewan tidak akan
meresponnya. Hal tersebut terjadi karena kelelahan dan adaptasi, akan tetapi tidak
sama dalam hal proses terjadinya kelelahan dan adaptasi tersebut. Kelelahan
terjadi karena system saraf tidak lagi dapat menerima dan merespon stimulus yang
datang mengenai system saraf tepi (Soebiyanto, 1993). Sedangkan adaptasi
merupakan serangkaian kegiatan tingkah laku yang dilakukan oleh individu untuk
bertahan pada suatu lingkungan yang baru.
PEMBAHASAN
1. Perlakuan Kontrol Dengan Ketukan
System saraf cacing tanah berupa system saraf tangga tali. Dari timer dan
ketukan pada cawan petri, selain menimbulkan bunyi, juga menimbulkan suatu
getaran. Stimulus yang berupa getaran tersebut selanjutnya diterima oleh organ
reseptor epidermal yang terletak pada sisi ventral maupun sisi lateral tubuh
cacing. Reseptor epidermal tersebut merupakan bagian dari system saraf tepi.
Stimulus yang diterima oleh reseptor epidermal pada cacing selanjutnya diubah
menjadi impuls saraf dan diteruskan oleh neuron aferen (sensorik) menuju ke
bagian otak. Setelah sampai di otak impuls saraf akan diterjemahkan, dan diterima
oleh saraf eferen (motorik), gerak akan terjadi sebagai respon dari stimulus yang
diterima(Kastawi, 2003).
Pemberian stimulus yang dilakukan berulang-ulang, menimbulkan impuls
saraf yang diterima oleh reseptor epidermal untuk diubah menjadi impuls saraf
terjadi secara terus-menerus. Sehingga, energy yang dibutuhkan caing banyak,
apabila energy yang dibutuhkan kurang, maka hal itu menyebabkan system saraf
pada cacing mengalami kelelahan, yang pada akhirnya system saraf tidak mampu
lagi untuk menerima, mengubah, dan memberikan respon terhadap stimulus yang
diterima oleh reseptor. Hal itulah yang menyebabkan, pemberian stimulus pada
cacing tanah yang kolaps tidak menghasilkan suatu respon apapun dan cacing
hanya diam saja.
Pemberian perlakuan setelah mengistirahatkan cacing selama 24 jam, pada
umumnya respon yang diberikan cacing ketika menerima stimulus adalah sama
dengan respon yang terjadi pada hari pertama. Selain itu, waktu yang dibutuhkan
untuk tidak merespon stimulus getaran menjadi lebih singkat dari pada hari
pertama. Hal ini terjadi karena cacing memiliki memori terhadap habituasi hari
pertama. Memori pada cacing tanah didapat dari stimulus yang diterima oleh
reseptor epidermal kemudian diubah menjadi impuls saraf untuk diteruskan ke
otak. Ketika impuls saraf sampai di otak, impuls tersebut diterjemahkan dan
selanjutnya terjadi perintah untuk melakukan gerakan sebagai bentuk respon
sesuai dengan stimulus yang diterima. Selain menterjemahkan dan memberikan
perintah untuk menanggapi respon dengan gerakan, ganglion di otak juga
menyimpan impuls saraf beserta dengan jawaban/ pesan gerakan sebagai respon.
Sehingga ketika ada stimulus yang sama, maka otak langsung memberikan
perintah untuk melakukan gerakan yang sama dengan memori yang tersimpan
pada ganglion otak(Kastawi, 2003). Jadi, uji memori yang dilakukan pada cacing
tanah sebagian besar menunjukkan hasil yang positif, karena system saraf pada
cacing tanah sudah berkembang baik.

DAFTAR RUJUKAN
Drickamer, Leel. 2002. Animal Behaviour. New York: Mc Graw- Hill Higler
Education
Kastawi, Yusuf. 2003. Zoologi Avertebrata. Malang: FMIPA UM
Riyanto, Sugeng. 2005. Filum Annelida. (Online),
(http://www.ziddu.com/download/3144228/ filum Annelida.doc.html, diakses
tanggal 23 Oktober 2009)
Soebiyanto. 1993. Fisiologi Hewan. Malang: IKIP Malang
Susilowati, Rahayu Sofia Ery. 2007. Petunjuk Kegiatan Praktikum Tingkah Laku
Hewan. Malang: FMIPA UM

Você também pode gostar