Você está na página 1de 6

ANALISIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27

TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT,


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Tugas Mata kuliah


Teori Perundang-Undangan

Oleh:
ALDIAN HARIKHMAN, SH
NBP. 0921211038

Dosen: Prof. Dr. Yuliandri, SH. MH

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2009
A. Latar belakang dibentuknya Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
1. Untuk melaksanakan kedaulatan rakyat atas dasar kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, perlu
mewujudkan lembaga permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat,
dan lembaga perwakilan daerah yang mampu mengejawantahkan nilai-nilai
demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah
sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Untuk perlu menata Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
3. Untuk mengembangkan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah, perlu mewujudkan lembaga perwakilan rakyat daerah
sebagai penyelenggara pemerintahan daerah bersama-sama dengan pemerintah
daerah yang mampu mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan aspirasi masyarakat dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Dalam rangka peningkatan peran dan tanggung jawab lembaga
permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, lembaga perwakilan
daerah sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.

B. Perihal yang diatur dalam Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang


Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
1. Perihal Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR): Susunan dan Kedudukan,
Tugas dan Wewenang, Keanggotaan, Hak dan Kewajiban Anggota, Fraksi dan
Kelompok Anggota MPR, Alat Kelengkapan, Pelaksanaan Tugas dan
Wewenang, Pelaksanaan Hak Anggota, Persidangan dan Pengambilan
Keputusan, Penggantian Antar waktu serta Penyidikan.
2. Perihal Depan Perwakilan Rakyat (DPR): Susunan dan Kedudukan, Fungsi,
Tugas dan Wewenang, Keanggotaan, Hak dan Kewajiban Anggota, Fraksi,
Alat Kelengkapan, Pelaksanaan Tugas dan Wewenang, Pelaksanaan Hak

1
DPR, Pelaksanaan Hak Anggota, Persidangan dan Pengambilan Keputusan,
Tata Tertib dan Kode Etik, Larangan dan Sanksi, Pemberhentian Antarwaktu,
Penggantian Antarwaktu, dan Pemberhentian Sementara serta Penyidikan.
3. Perihal Dewan Perwakilan Daerah (DPD): Susunan dan Kedudukan, Fungsi,
Tugas dan Wewenang, Keanggotaan, Hak DPD, Hak dan Kewajiban Anggota,
Alat Kelengkapan, Pelaksanaan Tugas dan Wewenang DPD, Pelaksanaan Hak
Anggota, Persidangan dan Pengambilan Keputusan, Tata Tertib dan Kode
Etik, Larangan dan Sanksi, Pemberhentian Antarwaktu, Penggantian
Antarwaktu dan Pemberhentian Sementara, Penyidikan.
4. Perihal DPRD PROVINSI: Susunan dan Kedudukan, Fungsi, Tugas dan
Wewenang, Keanggotaan, Hak DPRD Provinsi, Hak dan Kewajiban Anggota, 
Fraksi, Alat Kelengkapan DPRD Provinsi, Pelaksanaan Hak DRPD Provinsi,
Pelaksanaan Hak Anggota, Pelaksanaan Hak Anggota, Persidangan dan
Pengambilan Keputusan, Tata Tertib dan Kode Etik, Larangan dan Sanksi,
Pemberhentian Antarwaktu, Penggantian Antarwaktu, dan Pemberhentian
Sementara serta Penyidikan.
5. Perihal DPRD KABUPATEN/ KOTA: Susunan dan Kedudukan, Fungsi,
Tugas dan Wewenang, Keanggotaan, Hak DPRD Kabupaten/ Kota, Hak dan
Kewajiban Anggota,  Fraksi, Alat Kelengkapan DPRD Kabupaten/ Kota,
Pelaksanaan Hak DRPD Kabupaten/ Kota, Pelaksanaan Hak Anggota,
Pelaksanaan Hak Anggota, Persidangan dan Pengambilan Keputusan, Tata
Tertib dan Kode Etik, Larangan dan Sanksi, Pemberhentian Antarwaktu,
Penggantian Antarwaktu, dan Pemberhentian Sementara serta Penyidikan.
6. Sistem Pendukung.
a. Sistem Pendukung MPR, DPR, dan DPD.
b. Sistem Pendukung DPRD Provinsi.
c. Sistem Pendukung DPRD Kabupaten/Kota.

C. Isu Hukum yang menjadi problematika dari Undang-undang Nomor 27


Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Revisi UU Susduk MPR, DPR, DPD dan DPRD akhirnya ditetapkan
dalam Rapat Paripurna Khusus DPR RI 3 Juli 2009, menjadi UU MPR, DPR,

2
DPD, DPRD Propinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Untuk singkatnya, UU ini
akan disebut dengan UU Parlemen Indonesia. Sebagaimana layaknya suatu revisi,
UU Parlemen ini memuat koreksi, penyesuaian (penambahan dan pengurangan)
dan penyempurnaan UU Susduk lama. Namun, apakah revisi ini memantulkan
pengembangan dan kemajuan dalam tata kelola parlemen Indonesia yang
berkualitas dan fungsional bagi dukungan terhadap tata kelola pemerintahan
perwakilan (demokratis) Indonesia tetap merupakan pertanyaan. Berikut isu
hukum yang menjadi problematika dari undang-undang tersebut:
1. Masih terdapatnya hirarki kekuasaan di parlemen yang ditujukan dengan
syarat kuorum saat rapat pengambilan keputusan. Syarat kuorum ini diatur
dalam Pasal 203 Ayat (2) yang lengkapnya berbunyi
“Kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi apabila
rapat dihadiri oleh lebih dari ½ (satu perdua) jumlah anggota rapat
dan terdiri dari atas lebih dari ½ (satu perdua) jumlah fraksi, kecuali
dalam rapat pengambilan keputusan terhadap pelaksanaan hak
menyatakan pendapat”.

“Persyaratan pengambilan keputusan bisa dimainkan disini, fraksi paling


sedikit pun juga bisa boikot,” ujar Tommy dalam diskusi diskusi bertema
“UU Susduk, Reformasi Kelembagaan dan Efektifitas Kinerja DPR” di
Komplek Parlemen Jakarta, Selasa (4/8)1. Sebagai contoh, pada pengambilan
keputusan, sebuah fraksi meskipun dengan jumlah anggota sedikit bisa
menunda pengambilan keputusan apabila tidak hadir saat sidang. Apalagi UU
Susduk dianggap lebih memperlonggar syarat pembentukan fraksi karena
semua partai politik yang memenuhi parliamentary treshold 2,5 persen bisa
membentuk fraksi. Meskipun hanya dua orang anggota dewan dalam satu
partai yang lolos PT, dua orang tersebut bisa membentuk sebuah fraksi.
2. Penghapusan Kata Susunan dan Kedudukan. Penggunaan kata susunan tidak
relevan karena isi dari undang-undang ini tidak hanya memuat "susunan"
MPR, DPR, DPD dan DPRD tetapi juga memuat soal hak, kewajiban dan
sebagainya. Sedangkan penggunaan kata "kedudukan" tidak lagi relevan oleh
karena setelah perubahan UUD Negara RI Tahun 1945; alasan pertama, MPR
tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara maka penyebutan kedudukan tidak
relevan lagi. Alasan kedua, kita tidak mengenal adanya lembaga negara yang
1
http://www.hukumonline.com, Masih Banyak Lubang di Undang-undang Susduk, Diakses
Tanggal 29 September 2009 Pukul 11:06 AM.
3
kedudukannya didasarkan pada "tinggi atau rendah lembaga negara"
melainkan dibedakan berdasarkan "fungsi dan wewenang masing-masing
lembaga negara". Selain alasan-alasan itu Tap MPR Nomor 1/MPR/2003 yang
mengatur tentang hubungan antara lembaga tinggi negara dan lembaga
tertinggi negara sudah dicabut.
3. Komposisi Pimpinan MPR, DPR, DPD dan DPRD. Undang-undang ini
mengapresiasi berbagai aspirasi dan pandangan mengenai cara pemilihan
Pimpinan MPR, DPR, DPD dan DPRD yang didasarkan pada urutan
perolehan kursi terbanyak dalam pemilihan umum. Dengan cara tersebut,
maka diharapkan akan menimbulkan kestabilan politik dan meminimalkan
goncangan-goncangan politik yang tidak perlu di parlemen. Untuk pemilihan
Ketua MPR yang berasal dari anggota DPR, UU ini memberi ruang seluas-
seluasnya kepada anggota DPR untuk menentukan pilihannya berdasarkan
usulan partai-partai yang berhasil menempatkan wakil-wakilnya di DPR.
Adapun komposisi Pimpinan DPRD Provinsi menggunakan 3 kluster: (1)
untuk DPRD Provinsi yang beranggotakan 85 s.d 100 orang, pimpinan terdiri
dari satu orang ketua dan empat orang wakil ketua; (2) untuk DPRD Provinsi
yang beranggotakan 45 s.d 84 orang, pimpinan terdiri dari satu orang ketua
dan tiga orang wakil ketua; dan (3) untuk DPRD Provinsi yang beranggotakan
35 s.d 44 orang, pimpinan terdiri dari satu ketua dan dua orang wakil ketua.
Sementara itu, komposisi Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota menggunakan 2
kluster: (1) untuk DPRD Kabupaten/Kota yang beranggotakan 31 s.d 50
orang, pimpinan terdiri dari satu orang ketua dan tiga orang wakil ketua; dan
(2) untuk DPRD Kabupaten/Kota yang beranggotakan 20 s.d 30 orang,
pimpinan terdiri dari satu orang ketua dan dua wakil ketua2.
4. Adopsi sejumlah bab (pasal) baru. Dua di antaranya terkait dengan upaya
efektivitas pelaksanaan fungsi DPR, yaitu: Bab tentang Badan Anggaran, Bab
tentang Badan Akuntabilatas Keuangan Negara. Adopsi atas kedua bab baru
itu jelas dimaksudkan untuk mengoptimalkan pelaksanaan fungsi Anggaran,
dan fungsi Pengawasan DPR. Badan Anggaran bersifat tetap, menggantikan
yang selama ini dikenal dengan Panitia Anggaran yang bersifat ad hoc, agar
DPR dapat makin intensif, teliti dan cermat dalam turut serta menentukan
2
http://politikana.com, Hal-Hal Baru UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (Bagian 1), Diakses
Pada Tanggal 11 September 2009 Pukul 11:11 AM.
4
Anggaran dan Belanja Negara (APBN). Badan Akuntabilatas Keuangan
Negara dijelaskan sebagai alat kelengkapan DPR untuk menindaklanjuti
temua-temuan dari audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang selama ini
dinilai kurang ditinjaklanjuti dengan sungguh-sungguh oleh DPR. Dengan
badan baru ini, DPR membuka peluang untuk mengoptimalkan fungsi
pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan pemerintah dan peluang untuk
mencegah tindak korupsi atas APBN. Kedua bab ini membawa konsekuensi
pada penambahan jumlah alat kelengkapan DPR dalam rupa Badan yang
selama ini dikenal, yaitu: Badan Musyawarah (Bamus), Badan Legislasi
(Baleg), Badan Urusan Rumah Tungga (BURT), Badan Kerjasama Antar
Parlemen (BKSAP), Badan Kehormatan (BK)3.

Referensi.
http://www.hukumonline.com, Masih Banyak Lubang di Undang-undang Susduk,
Diakses Tanggal 29 September 2009 Pukul 11:06 AM
http://politikana.com, Hal-Hal Baru UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (Bagian 1),
Diakses Pada Tanggal 11 September 2009 Pukul 11:11 AM
TA. Legowo (Formappi), 2009, UU Baru Parlemen Indonesia: Kemajuan dan
Masalah, Diakses Dari Internet (pdf) Pada Tanggal 29 September 2009 Pukul
11:15 AM
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan perwakilan
Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

3
TA. Legowo (Formappi), 2009, UU Baru Parlemen Indonesia: Kemajuan dan Masalah
(pdf), Diakses Pada Tanggal 29 September 2009 Pukul 11:15 AM.
5

Você também pode gostar