Você está na página 1de 17

Audit Operasional dan Temuan audit

Penyelesaian Damai Terhadap Temuan Hasil Audit Operasional


I Penyajian Temuan Audit
Akuntan yang bekerja di Lembaga Pengawasan Pemerintah dahulu sering mendapat
tugas untuk melakukan audit opersional terhadap satu kegiatan atau perusahaan,
terhadap kantor Pemerintah, proyek atau program. Sekarang ini yang melakukan
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara dilakukan oleh
BPK atau atas nama BPK yang pelaksanaan pemeriksaan diatur dalam UU.No. 15
Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan
Negara.
Untuk Proyek-proyek yang mendapat bantuan Bank Dunia, pihak pemberi pinjaman
minta agar audit keuangan dilakukan oleh auditor independent.. Karena Proyek
bantuan Bank Dunia banyak tersebar di Propinsi atau kabupaten, maka audit
dukungan dari kabupaten yang berupa audit operasional dilaksanakan oleh Aparat
Pemeriksaan di daerah . Pembangunan fisik proyek ada yang dikerjakan / dikelola
masyarakat desa
Sebelum melakukan audit operasional , auditor sebaiknya memahami terlebih dulu
aturan atau ketentuan yang mendasari kegiatan yang akan diaudit.
Audit operasional dilaksanakan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan
paska proyek. Apabila audit operasional di kabupaten merupakan audit dukungan
financial audit di Kantor Pusat, berarti hanya mencakup mutasi satu tahun,
Kegiatan fisik tahun itu mungkin sedang berjalan, dan pada saat selesai audit
kemungkinan kegiatan fisik belum selesai.
Agar hasil audit memberikan informasi yang lebih berguna bagi Pemerintah, Pemberi
Kredit dan masyarakat pengguna hasil proyek, maka justru insformasi pemanfaatan
setelah paska proyek sangat-sangat penting terutama untuk perbaikan tahun
berikutnya.
Tujuan audit operasional untuk menilai apakah kegiatan yang diaudit telah
dilaksanakan secara efektif, efisien dan ekonomis (3E). Hasil yang diharapkan berupa
rekomendasi untuk memperbaiki operasi dari kegiatan yang diaudit pada masa yang
akan datang.
Temuan audit mengenai kelemahan aturan/ketentuan atau per-undangan-undangan
yang mendasari kegiatan yang diaudit sehingga aturan/ketentuan perlu diperbaiki /
dirubah memiliki bobot yang tinggi dibanding temuan agar auditee mengembalikan
kelebihan misalnya kelebihan uang perjalanan dinas sebesar Rp. 100.000,-
Dalam audit operasional lebih mudah lagi untuk mendeteksi bila ada kecurangan
sepanjang auditor memahami sistem pengendalian intern dan penerapannya, ketentuan
yang mendasari operasi kegiatan yang diaudit serta memilih prosedur audit yang tepat.
Dalam audit operasional sebagai acuan dalam menetapkan prosedur audit adalah
masih mengacu pada Standar Audit.
Audit tidak boleh bersifat mengusut misalnya dalam hal melakukan konfirmasi (diatur
dalam Standar Audit) dan memegang teguh azas skeptisme profesional dan azas
praduga tak bersalah. Auditor tidak boleh menganggap manajemen sebagai orang
yang tidak jujur, namun juga tidak boleh menganggap manajemen sebagai orang yang
tidak diragukan lagi kejujurannya.
Dalam bidang hukum dikenal azas praduga tak bersalah , sebelum ada keputusan tetap
dari hakim bahwa terdakwa terbukti bersalah dan dijatuhi hukuman pidana ,
kedudukan terdakwa sama. Oleh karena itu berilah kesempatan sebesar-besarnya
terhadap auditee atau orang yang bertanggung jawab terhadap temuan tersebut
memberikan tanggapan.
Apabila dalam audit dijumpai temuan harus disajikan dengan atribut yang lengkap
yaitu :
Temuan/ permasalahan
Kriteria
Sebab terjadinya penyimpangan
Akibat
Tanggapan auditee
Rekomendasi
Terhadap temuan audit , sebelum diserahkan kepada auditee.auditor juga harus
memikirkan apakah orang yang bertanggung jawab menindak lanjuti temuan tidak
mengalami kesulitan melaksanakan rekomendasi sesuai laporan audit.
Berikanlah kesempatan yang cukup kepada auditee agar dapat menanggapi temuan
yang diajukan auditor dengan baik, misalnya auditor demikian menemukan
permasalahan langsung disampaikan kepada auditee dan tidak usah menunggu sampai
selesainya audit. Apabila temuan bisa ditanggapi auditee dan memang temuan auditor
salah, misalnya kriterianya tidak tepat maka dengan rasa terima kasih konsep temuan
tersebut digugurkan, sebab temuan tersebut tidak terlanjur disajikan dalam laporan
audit.
Kriteria dalam temuan audit pada umumnya yang menetapkan auditor sendiri
disesuaikan dengan undang-undang atau ketentuan yang menyangkut temuan,
misalnya dalam hal kemahalan harga maka auditor agar memberikan data harga
sekurang-kurangnya 3 (tiga) rekanan. Berilah auditee copy daftar harga tersebut biar
dia mempelajari apakah benar harga beli yang dilakukan terlalu mahal. Auditor tidak
dibenarkan, misalnya sebagai kriteria menurut harga pasar tanpa didukung sekurang-
kurangnya 3 (tiga) sumber harga. Temuan menyangkut harga ini sangat resiko karena
periode kapan dibeli dan kapan dilakukan audit mungkin beda waktunya cukup lama
dan auditor (akuntan ) sendiri bukan ahli dalam hal harga.
Rekomendasi auditor memang bertitik tolak dari penyebab terjadinya penyimpangan,
namun perlu dipikirkan pula kesulitan auditee menindak lanjuti temuan tersebut.
Tindak lanjut oleh auditee dianggap selesai setelah tindak lanjut diverifikasi auditor,
Dalam hal ini perlu dipikirkan jarak/ kesulitan perjalanan/ kesulitan dana untuk biaya
menghadap di kantor auditor dalam rangka menyerahkan tindak lanjut temuan audit.
Apabila dari hasil audit dijumpai kerugian negara, dan kerugian tersebut ditimbulkan
oleh perbuatan bawahannya atau pikak ke tiga misalnya rekanan , secara administarif
tindak lanjut temuan audit tetap menjadi tanggung jawab Kepala Kantor/Satker/Pinpro
namun apabila ada saran harus menyetor kerugian tersebut ke kas Negara , maka
temuan tersebut menjadi kewajiban siapa yang bertanggung jawab.
Agar audit operasional lebih berhasil, misalnya ada temuan yang mengarah ke
perbaikan cara pengelolaan seperti rumah sakit, kalau yang dipentingkan
pelayanannya , maka dengan sistem swadana, atau kalau sekedar mengikuti SK
Mendagri pada waktu itu sekitar tahun 1986 semua pendapatan harus masuk ke kas
Daerah, saran temuan audit untuk mengurangi pemalsuan sertifikat tanah maka blanko
setifikat tanah yang lama ( putih ) agar diganti. ( ditindak lanjuti dengan sertifikat
tanah berwarna hijau dengan seri nomor yang ketat. )
2. Apabila auditor menemukan adanya kerugian negara karena jumlahnya tidak
material dan tidak dilakukan dengan perbuatan melawan hukum formil melainkan
karena kelalaian atau melawan hukum materiil dan penyelesaiannya harus dilakukan
dengan menyetor kerugian negara tersebut ke Kas Negara atau pihak lain yang
dirugikan sebaiknya diselesaikan melalui penyelesaian damai misalnya dengan
tuntutan ganti rugi , kalau dahulu mengacu ICW dan sekarang mengacu UU. No. 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan KUH Perdata .karena kalau
diselesaikan secara hukum di samping nilainya tidak materiil juga akan memakan
waktu lama karena prosesnya panjang.
Temuan audit menyangkut ganti rugi, harus dilampiri surat pernyataan kesanggupan
dan pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia
mengganti kerugian tersebut.
setor ke Kas Negara sebaiknya dilampirkan dalam laporan audit,
Apabila audite memang telah mengakui ada penyimpangan, dan bersedia menyetor
kerugian tersebut ke Kas Negra, misalnya karena nilai temuan relatif kecil ,bisa saja
audite sebelum laporan audit terbit menyetor kerugian negara tersebut ke kas negara ,
jadi tidak perlu dimintai surat pernyataan kesanggupan mengganti kerugian tersebut.
Selanjutnya dalam LHA cukup dikemukakan tentang adanya penyimpangan, namun
telah ditindak lanjuti dengan menyetor kerugian negara tersebut ke kas negara. Bukti
2.1 Ketentuan Dalam UU. No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Pasal 60
Terdiri 3 ayat, antara lain ;
Ayat ( 2 )
Segera setelah kerugian negara tersebut diketahui , kepada bendahara, pegawai
negeri bukan bendahara , atau pejabat lain yang nyata-nyata melanggar hukum
atau melalaikan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, ayat ( 2 )
dimintakan surat pernyataan kesanggupan dan pengakuan bahwa kerugian
tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia mengganti kerugian tersebut
2.2 Pasal Lain Yang Perlu Diketahui Auditor :
Ketentuan penyelesaian damai diatur dalam Bab XI Penyelesaian kerugian negara /
daerah UU No.1 Tahun 2004 yang terdiri dari 9 pasal ,yaitu pasal 59 sampai dengan
67.
Beberapa pasal lain yang perlu diketahui auditor adalah :
Pasal 59
Terdiri dari 3 ayat, antara lain :
Ayat ( 1 )
Setiap kerugian negara / daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum
atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Ayat ( 2 )
Bendahara, pegawai bukan bendaharawan, atau pejabat lain yang karena
perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya kepadanya, secara
langsung merugikan keuangan negara, diwajibkan mengganti kerugian tersebut.
Pasal 64 ayat (1 )
Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, dan pejabat lain yang telah
ditetapkan / untuk mengganti kerugian negara./ daerah dapat dikenai sanksi
administrasi dan atau sanksi pidana.
Ayat (2 )
Putusan pidana tidak membebaskan dari tuntutan ganti rugi
2.3 Pasal-Pasal Yang Menyangkut Penyelesaian Damai Dalam KUH Perdata.
Penyelesaian secara damai diatur dalam KUH Perdata Bab Ke Delapan Belas Tentang
Perdamaian Pasal 1851 s/d 1864
Dalam Pasal 1851 dikemukakan :
Perdamaian adalah suatu prerjanjian dengan mana kedua belah pihak ,
dengan menyerahkan, menanjikan atau menahan suatu barang , mengakhiri
suatu perkara yang sedang bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu
Perkara . Perjanjian ini tidak sah , melainkan dibuat secara tertulis
Pasal 1858
Segala perdamaian mempunyai di antara para pihak suatu kekuatan seperti
putusan Hakim dalam tingkat penghabisan, tidak dapatlah perdamaian itu
dibantah dengan alasan kekhilafan mengenai hukum atau dengan alasan bahwa
salah satu pihak dirugikan,
2.4 Yurisprudensi Yang Berkaian Kerugian Negara
Dalam perkara pidana misalnya dalam korupsi ada pula yurisprudensi yang
mengemukakan pengaruh apabila uang hasil korupsi digunakan untuk sumbangan,
dan lain-lain, atau uang hasil korupsi disetor kembali ke Kas Negara sehingga
terdakwa sendiri tidak memperoleh keuantungan , yaitu yurisprudensi :
Putusan No 42 K / Kr / 1965 Tanggal 8 Januari 1966.
Bahwa pada umumnya suatu tidak pidana dapat hilang sifatnya sebagai
Perbuatan yang melawan hukum, kecuali berdasarkan ketentuan undang-
undang, juga berdasarkan hukum yang tidak tertulis, misalnya bahwa dalam
hal ini faktor negara tidak dirugikan, kepentingan umum tetap dapat dilayani,
dan terdakwa sendiri tidak memperoleh keuntungan
.
Bagi akuntan yang sering menjadi saksi ahli di sidang pengadilan , kadang-kadang
pada akhir sidang, pernah ada pertanyaan dari Pak Hakim yaitu :
Bagaimana Sdr. Saksi ahli, kalau uang hasil korupsi digunakan sumbangan
membangun jalan, sekolah dasar. rumah ibadah dan lain-lain ?
Walaupun ada yurisprodensi lain yang mengatakan pengembalian kerugian negara
tidak mengapuskan tuntutan pidana, namun saya kira yurisprudensi mana yang dipilih
, terserah hakim
Beberapa hal yang penting dan perlu diketahui auditor dalam audit operasional dan
memproses temuan audit antara lain.
3 . Audit Harus Dilaksanakan Secara Profesional.
Audit harus dilaksanakan secara profesional. yang hanya dapat terwujud apabila
dalam melaksanakan audit dilandasi : Independen. Kejujuran, Intergritas, dan nilai
etika serta tidak ada kepentingan lain kecuali audit dan obyektivitas,. Auditor dapat
memilih atau menetapkan prosedur audit yang tepat. Untuk memudahkan tindak lanjut
temuan audit bagi Kepala Kantor ( atasan aiditee ) sebaiknya Laporan audit dilampiri
copy matrik temuan yang telah disetujui auditee dan apabila ada kerugian negara yang
harus disetor ke Kas Negara di lampiri copy surat pernyataan kesanggupan dan
pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia
mengganti kerugian tersebut sebagaimana diatur dalam UU. No. 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara .
Beberapa Contoh Permasalahan Atau Temuan Dalam Audit Operasional
3.1. Apabila kegiatan / proyek yang diperiksa misalnya kegiatannya dilaksanakan di
kabupaten , sedang sebagian kegiatan yang diaudit tim audit Daerah . kontraknya ada
di Pusat, dibayar di Pusat maka pada waktu merumuskan Program audit dengan Tim
Daerah, diusahakan agar Tim Daerah diberikan / dipinjamkan kontrak berikut
dokumen pembayaran sebagai dasar melakukan audit operasional di kabupaten ( di
lapangan ).
3,2. Jangan sampai terjadi , suatu kejadian dikabupaten A sebagai temuan audit,
namun dikabupaten B untuk kejadian yang sama bukan sebagai temuan audit,
Antara auditor boleh saja beda pendapat, namun kalau sebagai dasar memandang
sama, maka akan memberikan pendapat yang sama pula
Atau kalau kejadian A dinyatakan sebagai temuan, maka kejadian di kabupaten B juga
sebagai temuan audit Sebagai contoh pembelian barang di pasar oleh masyarakat
pedesaan yang didanai dari Bantuan Luar Negeri tidak dikenakan Pajak. Kalau
misalnya di kabupaten A dalam Surat Perjanjian Pembelian dimasukkan unsur Pajak,
auditor sebaiknya memanggil Pemimpin proyek , dan rekanan , menanyakan apakah
pungutan pajak telah disetor ke kas negara atau apakah pencantuman pajak semata-
mata karena mereka tidak mengerti. Pembelian barang yang sama oleh masyarakat
pedesaan di kabupten B,C.D tidak dicantumkan Pajak.
Apabila transaksi dikabupaten A diperlakukan sebagai temuan audit , tentunya
transaksi di kabupaten B,C,D juga diperlakukan sebagai temuan.
Auditor harus mentapkan siapa yang bertanggung jawab menyetorkan pajak ke Kas
Negara dan apakah akibat pencantuman pajak harga belinya lehih mahal bila
dibandingan dengan harga beli di Kab. B,C.D.
Dan yang lebih penting auditor harus memikirkan tindak lanjut temuan audit
bagi Pemimpin Proyek mengalami kesulitan atau tidak.
3.3. Setiap temuan audit yang rekomendasinya ada kewajiban kepada auditee , dan
atau pihak yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan sesuatu kewajiban atau
untuk mengembalikan uang negara sesuai pasal 60 UU.No.1 Tahun 2004 agar
dilampiri Surat Pernyataan Surat Kesanggupan dan atau pengakuan kerugian tersebut
menjadi tanggung jawabnya dan bersedia mengganti kerugian negara tersebut.
Surat keterangan ini sebaiknya di diketahui Pemimpin Proyek atau atasan orang yang
bertanggung jawab menyelesaikan temuan tersebut , sehingga akan lebih
memudahkan tidak lanjut temuan tersebut.
3.4. Suatu kegiatan, misalnya kegiatan pelatihan yang pesertanya dari daerah yaitu
dari kecamatan atau desa sesuai jadwal ada salah satu pelatihan yang akan
dilaksanakan 6 kali selama 6 hari. Namun dari hasil audit berdasarkan absen hanya
dilaksakan lima hari. Auditor langsung menganggap terjadi kerugian negara berupa
biaya hotel satu hari dan honor pelatih satu kali , Sebaiknya auditor memanggil panitia
penyelenggara atau rekanan yang menyelenggarakan pelatihan ditanyakan ada salah
satu pelatihan seharusnya dilaksanakan 6 kaki dalam 6 hari, namun hanya dilakanakan
5 hari. Mungkin saja pelatihan tersebut dilaksanakan 6 kali. dan honor pelatih dibayar
6 kali.
Auditor dapat minta pertanggung jawaban Panitia Penyelenggara atau rekanan
mengenai penggunaan kelebihan uang hotel satu hari tersebut, sehingga dapat
memberikan rekomendasi yang tepat.
3,5 Masih banyak ketentuan lain yang perlu diketahui auditor dalam audit operasional,
sehingga audit dilaksanakan secara secara profesional.
Pandangan apabila auditor tidak menemukan temuan audit, dianggap auditor kurang
mampu melakukan audit , menurut kami tidak benar. Yang penting auditor benar-
benar telah melaksanakan audit secara profesional yang dilandasai kejujuran,
integritas dan nilai etika dan tanpa ada kepentingan pribadi.
4 . Negara Kita Adalah Negara Hukum
Negara kita adalah negara hukum, maka apabila ada kegiatan tertentu dalam
audit yang diatur dalam Undang-undang, auditor harus mengikutinya. Apabila tidak
mengikuti UU yang mengatur, dalam hukum pidana dinyatakan batal demi hukum.
Beberapa ketentuan / perundang-undangan yang perlu sedikit diketahui auditor
antara lain:
4.1 Menyangkut Kitab UU. Hukum Pidana ( KUHP ) .
Temuan audit yang diduga terjadi perbuatan korupsi, pada umumnya penyelesaiannya
, setelah di setujui Pihak Kejaksaan , dan apabila kasus tersebut penanganannya telah
sampai pada tingkat penyidikan, pihak Kejaksaan minta bantuan lembaga audit
melalukan audit forensik membantu Kejaksaan. Auditor sebaiknya tahu sedikit-sedikit
ketentuan penting dalam KUHP dan KUHAP 1981 yang menyangkut pelaksanaan
tugas sebagai auditor forensik maupun sebagai Saksi ahli masuk pokok perkara dalam
sidang pengadilan
Seperti yang diatur dalam pasal 60 UU No.1 Tahun 2004 yang mengganti kerugian
adalah mereka yang bertanggung jawab.
Pasal dalam KUHP pada umumnya didahului Barang siapa ........
Yang bertanggung jawab menyelesaikan temuan tersebut tidak mesti Pemimpin
Proyek atau Satker, melainkan orang yang bertanggung jawab, misalnya orang yang
menikmati kerugian negara tersebut, maka dialah yang harus mengganti.
Pelaku perbuatan pidana sesuai pasal 55 KUHP :
A Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan, atau turut
melakukan perbuatan tersebut
b.Orang yang dengan pemberian, perjanjian,salah memakai kekuasaan
atau pengaruh, kekerasan. ancaman. atau tipu daya atau dengan
memberi kesempatan , daya upaya atau keterangan sengaja membujuk
untuk melakukan perbuatan.
Sebagai contoh menyangkut butir b ini misalnya jumlah penerimaan barang dalam
tanda terima barang tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Dalam hal ini ada
kemungkinan bahwa petugas tersebut disuruh oleh atasannya untuk menanda
tangani tanda terima barang tanpa melihat barang yang diterima.
4,2 Menyangkut Kitab UU. Hukum Perdata ( KUH Perdata ) .
Beberapa pasal lain dalam KUH Perdata yang perlu diketahui auditor antara lain :
Pasal 1853
Tentang kepentingan kepentingan keperdataan yang terbit dari suatu kejahatan
atau pelanggaran dapat diadakan perdamaian. Perdamaian ini tidak sekali-kali
menghalangi jawatan kejaksaan untuk menuntut perkaranya
Pasal 1859
Namun suatu perdamaian dapat dibatalkan , apabila terjadi suatu kekhilapan mengenai
orangnya, atau mengenai pokok perselisihan.
Ia dapat dibatalkan dalam segala hal di mana telah dilakukan penipuan atau paksaan.
Temuan audit yang rekomendasinya penyetoran kembali kerugian Negara, apabila
tahu-tahu muncul dalam laporan audit operasional , tidak dilampiri matrik temuan
yang disetujui auditee/ pihak yang bertanggung jawab. serta tidak dilampiri Surat
Pernyataan Kesanggupan mengembalikan kerugian Negara karena kerugian tersebut
menjadi tanggung jawabnya, di samping tidak sesuai ketentuan profesi, secara hukum
mungkin termasuk Pasal 1859 KUH Perdata.
Setiap temuan audit harus ditindak lanjuti, dengan alasan sudah terlanjur masuk
laporan audit, menurut kami merupakan alasan yang tidak tepat
4.3 Tuntutan Ganti Rugi Dengan Pasal 1365 KUHPt
Apabila yang merugikan negara adalah pihak swasta umumnya diselesaikan dengan
menggunakan Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1365, yaitu
Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain ,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti
kerugian tersebut.
Misalnya ada pekerjaan yang kurang atau salah hitung sehingga misalnya Pemerintah
dirugikan Rp. 10.000.000,- Kerugian negara tersebut menjadi tanggung jawab
rekanan. Apabila masih ada sisa tagihan, kerugian tersebut dapat diperhitungkan
dengan pembayaran sisa tagihan.
Tuntutan ganti rugi oleh Pemerintah kepada pemborong umumnya berkaitan dengan
kontrak pekerjaan
4.4 Pasal-Pasal Dalam KUH Perdata Yang Berhubungan Dengan Perikatan
Pasal 1313
Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Pasal 1233
Tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan , baik karena undang-undang.
Pasal 1234
Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu , untuk berbuat sesuatu, atau
untuk tidak berbuat sesuatu
Pasal 1320
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 syarat;
1.sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. kecakapan untuk membuat perikatan
3. suatu hal tertentu
4, suatu sebab yang halal.
5. Penyelesaian Kerugian Negara Dengan ICW
Apabila penyelesaian damai terjadi sebelum berlakunya UU No. 1 tahun 2004 . maka
berlaku ketentuan ICW
Tuntutan Ganti Rugi ( TGR) Dan Tuntutan Perbendaharaan ( TP ).
Sejak jaman penjajahan Belanda tahun 1867 di Indonesia berlaku UU Perbendaharaan
Negara yang dikenal dengan Indonesiche Comptabilited Wet (ICW) dan baru dicabut
dengan berlakunya UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.
Pada waktu itu sampai dengan tahun 1958 , belum ada undang-undang korupsi, bagi
pegawai negeri yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya sehingga
merugikan langsung maupun tidak langsung keuangan negara harus mengganti, yang
diatur dalam Pasal 74 ICW tentang Tuntutan Ganti Rugi dan Pasal 77 ICW tentang
Tuntutan Perbendaharaan.dan swasta Pasal 1365 KUH Perdata,
Tuntutan Ganti Rugi ( TGR ) diatur dalam pasal 74 ICW, sebagai berikut :
Semua pegawai negeri (bukan bendaharawan) yang dalam jabatannya selaku
demikian melakukan perbuatan melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya
yang harus ia lakukan, baik langsung maupun tidak langsung merugikan negara,
diwajibkan mengganti kerugian tersebut.
Aturan pelaksanaannya dibuat tahun 1910, yang antara lain menyatakan bahwa
kerugian harus pasti , tidak boleh sangkaan. Namun sekarang berubah yaitu kerugian
negara harus pasti, tidak boleh perkiraan.
Dalam praktek banyak kerugian negara yang tidak dapat dihitung secara pasti,
misalnya harus dengan sampling. sehingga dalam sidang pengadilan jarang ada
perkara yang menyangkut pembuatan jalan, pengaspalan jalan, pengerukan pelabuhan/
sungai di mana kerugian negara hanya dapat dihitung secara sampling.
Tuntutan Perbendaharaan Diatur Dalam Pasal 77 ICW
Mengatur kerugian negara akibat kekurangan kas atau barang milik negara yang
menjadi tanggung jawab bendaharawan uang atau bendaharawan barang.
Aturan pelaksanaan Tuntutan Perbendaraan diatur dalam pasal-pasal ICW yaitu pasal
78 sampai dengan pasal 86.
6. UU. No.15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara.
Bagi auditor Pemerintah yang tidak bekerja pada BPK sebaiknya tahu tentang
UU.No,15 Tahun 2004
Beberapa Pengertian Tentang UU. No.15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara adalah sebagai berikut :
Bab I : Ketentuan Umum
Pasal 1 butir 1
Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah , analisis, dan evaluasi yang dilakukan
secara independen . obyekif dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan , untuk
menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Pasal 1 butir 3
Pemeriksa adalah adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK.
Pasal 1 butir 4
Pejabat yang diperiksa dan / atau yang bertanggungjawab , yang selnjutnya disebut
pejabat , adalah satu orang atau lebih yang diserahi tugas untuk mengelola keuangan
negara
Bab II : Lingkup Pemeriksaan
Pasal 2 ayat ( 1 )
Pemeriksaan keuangan negara meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan
negara dan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara.
Pasal 2 ayat (2)
BPK melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara
Pasal 16 ayat ( 4 )
Tanggapan pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas temuan, kesimpulan dan
rekomendasi pemeriksa dimuat atau dilampirkan pada laporan hasil pemeriksaan
BAB VI : Ketentuan Pidana
Pasal 24
Pasal 24 menyangkut perbuatan dan sanksi pihak yang diperiksa, yang secara garis
besar adalah sebagai berikut ;
Pasal 24 butir 1
Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyerahkan dokumen dan atau menolak
memberikan keterangan yang diperlukan untuk kepentingan kelancaran pemeriksaan
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan dan atau denda paling
bayak Rp.500.000.000,-
Pasal 24 butir 2
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalangi, dan atau menggagalkan
pelaksanaan pemeriksaan sebagai mana dimaksud Pasal 10 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 tahun 6 bulan dan atau denda paling bayak Rp.500.000.000,-
Pasal 24 butir 3
Setiap orang yang menolak pemanggilan yang dilakukan BPK sebagaimana dimakdud
Pasal 11 tanpa menyampaikan alasan peolakaan secara tertulis dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan dan atau denda paling bayak
Rp.500.000.000,-
Pasal 24 butir 4
Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan atau membuat palsu dokumen yang
diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 tahun dan atau denda paling bayak Rp.1.000.000.000,-
Pasal 25
Pasal 25 menyangkut perbuatan dan sanksi pihak pemeriksa , secara garis besar
adalah sebagai berikut :
Pasal 25 ayat ( 1 )
Setiap pemeriksa dengan sengaja menggunakan dokumen yang diperoleh dalam tugas
pemeriksaan sebagaimana dimaksud Pasal 10 melampaui batas kewenangannya
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan atau denda paling banyak
Rp.1.000.000.000,-
Pasal 25 ayat ( 2 )
Setiap pemeriksa yang dengan sengaja menyalah gunakan kewenangannya
sehubungan dengan kedudukan dan/ atau tugas pemeriksaan sebagai mana di maksud
pasal 10 dipidana dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 1 tahun dan paling lama
5 tahun dan atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,-
Pasal 26
Pasal 26 menyangkut perbuatan dan sanksi pihak pemeriksa , dan pihak yang diaudit,
secara garis besar adalah sebagai berikut :
Pasal 26 ayat ( 1 )
Setiap pemeriksa yang dengan sengaja tidak melaporkan temuan pemeriksaan yang
mengandung unsur pidana yang diperoleh pada waktu melakukan pemeriksaan
sebagaimana dimaksud Pasal 13 dan Pasal 14 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 tahun 6 bulan dan atau denda paling banyak Rp.500.000.000,-
Pasal 26 ayat ( 2 )
Setiap orang yang tidak memenuhi kewajibannya untuk menindak lanjuti rekomendasi
yang disampaikan dalam laporan hasil pemeriksaan sebagai mana dimaksud dengan
pasal 20 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan dan atau denda
paling banyak Rp.500.000.000,-
6, Beberapa Contoh Audit Oprasional
1). Audit Terhadap Salah Satu Proyek Pemerintah.
Dalam audit terhadap Proyek yang memberikan bantuan berupa pengurusan sertifikat
tanah sekitar tahun 1986 kepada masyarakat pedesaan dengan biaya murah, dijumpai
misalnya untuk keperluan pembuatan sertifikat satu desa petugas yang bersangkutan
mengambil 300 blanko sertifikat kosong, namun misalnya hanya digunakan 250
blanko, Auditor menanyakan pengembalian kelebihan 50 blanko sertifikat. Ternyata
memang ada beberapa sertifikat tanah yang batal, namun jumlahnya sedikit, dan
selebihnya tidak dikembalikan sepanjang petugas yang mengurus pelaksanaan proyek
tersebut mengganti sebesar Rp. 600,- tiap sertifikat. Dengan demikian di luar banyak
blanko sertifikat yang masih kosong. Auditor memasalahkan hal tersebut bahkan
minta agar diadakan inventarisasi blanko sertifikat dalam satu propinsi yang diaudit.
Secara kebetulan ada orang mengadu bahwa tanahnya diserifikatkan orang lain dan
setelah diperiksa sertifikat tersebut tidak terdaftar.
Kepala Kantor yang diaudit sangat merespon terhadap masalah tersebut dan
melaporkan ke Pusat termasuk menyerahkan laporan auditan. Entah karena laporan
dari Kepala Kantor yang bersangkutan ke Kantor Pusat yang dilampiri laporan audit
atau sebab lain, yang jelas beberapa bulan kemudian Pemerintah mengeluarkan
sertifikat hijau dengan diberikan kode nomer yang sangat ketat pengawasan
penggunaannya.
2 ) . Audit Operasional Pada salah Satu Dinas .
Dalam konfirmasi saldo uang di bank. auditor hendaknya tidak hanya minta saldo
bilyet bank pada hari itu, melainkan harus minta Rekening Koran Bank sesuai periode
yang diaudit. Pernah pada tahun 1987 suatu kantor pemerintah yang anggarannya
cukup besar walaupun telah dilakukan berkali-kali audit tidak ditemukan
permasalahan karena pada saat audit auditor hanya minta / hanya diberi saldo bilyet
bank pada hari itu misalnya Rp. 81.090.105,-. Seharusnya yang diminta auditor selain
saldo bilyet juga R/K bank sesuai periode yang diperiksa. Entah karena
Bendaharawan tidak mengerti atau sebab lain akhirnya dia memberikan salinan R/K
Bank. Setelah memeriksa R/K Bank, yaitu saldo per tanggal pemeriksa terdahulu
minta saldo bilyet, ternyata saldo bilyet yang diserahkan kepada auditor sebelumnya
hanya akal-akalan saja, yaitu saldo uang pada R/K pada hari itu sebenarnya hanya Rp.
1.090.105,- Pada waktu auditor minta saldo bank, pada pagi hari ada setoran
Rp.80.000.000,-, setelah setor uang, Bendaharawan minta saldo bilyet untuk
diserahkan kepada auditor dengan saldo sebesar Rp. 81.090.105,- Setelah minta saldo
bilyet, pada hari itu juga ada penarikan sebesar Rp.80.000.000,- sehingga saldo pada
akhir hari kembali menjadi Rp. 1.090.105,- Uang itu ternyata diputar diluar.
Untuk pengembangan temuan lebih lanjut kemudian dilakukan pemeriksaan khusus/
investigasi.
3) . Prosedur Pengadaan Yang Tidak Benar.
Suatu kantor Pemerintah yang besar sudah dilakukan berkali-kali audit tidak pernah
ditemukan permasalahan yang signifikan. Temuan audit antara lain hanya
menyangkut kelebihan pembayaran honor, perjalanan dinas tidak benar dan
semacamnya. Yang melakukan audit cukup banyak ( terdiri dari beberapa tim ) karena
pada kantor tersebut terdapat banyak proyek, di samping itu anggaran rutinnya sangat
besar.Kelemahan auditor adalah langsung melakukan audit tanpa mempelajari secara
mendalam prosedur pengadaan barang / inventaris serta risiko bawaan, yaitu saat
diadakan pergantian pimpinan.
Kami menemui Kepala Bagian Pengadaan barang / inventaris, Pada mejanya bayak
terdapat tumpukan map. Berdasarkan pengalaman map-map yang ditaruh di meja
Bagian Pengadaan berisi kwitansi atau nota/ kontrak yang akan diproses
pembayarannya , map yang paling atas pada umumnya yang sudah siap diproses
pembayarannya lengkap dengan SPK nya ,sedang map paling bawah berisi bukti
bukti yang akan diproses. Jumlah mapnya cukup banyak kurang lebih 15 map.
Auditor minta ijin untuk mempelajari prosedur pengadaan ingin membuka isi map.
Kepala Bagian Pengadaan memberikan map yang paling atas yang sudah lengkap .
Setelah diberi map yang paling atas , auditor sengaja mengambil map yang paling
bawah. Walaupun dia mencegah, namun auditor telah sempat membuka sehingga tahu
isinya. Isinya hanya secarik kertas, yang berfungsi sebagai nota pembelian yang telah
dilaksanakan beberapa bulan yang lalu. Dan selanjutnya dari nota-nota tersebut dibuat
Surat Perintah Pembelian.( SPK ) Walaupun tidak dapat dibuktikan apakah ada
pembelian yang fiktif, namun dari prosedur pengadaan tersebut menunjukkan bahwa
laporan keuangan kantor tersebut tidak benar.
4) . Pengelolaan Uang Rumah Sakit Tidak Sesuai Dengan SK.Menteri Dalam
Negeri
Dalam pemeriksaan terhadap program kesehatan sekitar tahun 1986 ada rumah sakit
yang mengelola langsung pendapatan tanpa melalui penyetoran ke Kas Daerah dengan
tujuan agar dapat meningkatkan pelayanan. Kebijakan tersebut bertentangan dengan
SK. Menteri Dalam Negeri yang mengikuti kebijakan umum pengelolaan keuangan
yaitu seluruh penerimaan harus disetor ke Kas Daerah, dan dari Pemerintah Daerah
baru dikeluarkan untuk pembiayaan rumah sakit. Auditor meneliti dalam laporan
keuangannya memang semua penerimaan, termasuk keuntungan dari apotik masuk
pendapatan rumah sakit.
Sebagai auditor berfikir secara logika, yaitu apabila RS langsung mengelola uang
memang benar rumah sakit dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat tidak
ada masalah, yang penting kebijakan tersebut segera diusulkan ke Pusat.
Apakah kasus dirumah sakit yang diaudit tersebut merupakan permulaan adanya
pemikiran tentang rumah sakit swadana, auditor tidak tahu,namun yang jelas sekarang
ada istilah rumah sakit swadana.

Você também pode gostar