Você está na página 1de 10

Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malanng , 17-18 November 2006

136
EVALUASI RUTE ANGKUTAN PERDESAAN
DI KABUPATEN SLEMAN

DIAN KRISNA ADITYA
Mahasiswa S1 Teknik Sipil
Universitas Gadjah Mada
a_dhiet@yahoo.com


Berkembangnya kegiatan penghidupan di Kabupaten Sleman akan mengakibatkan perkembangan dan perubahan
terhadap tata guna lahannya. Ini dapat terlihat dan semakin banyaknya fasilitas-fasilitas layanan masyarakat yang
dibangun, sehingga lahan yang dulunya digunakan untuk pertanian berubah fungsinya menjadi lahan terbangun.
Tumbuhnya kawasan perumahan, pusat industri dan perdagangan akan membangkitkan peningkatan arus lalu lintas,
sehingga diperlukan usaha peningkatan pelayanan transportasi. Yang menjadi kendala dalam upaya meningkatkan
pelayanan angkutan umum pedesaan salah satunya citra angkutan umum tersebut yang sudah terlanjur buruk
sehingga diperlukan suatu perubahan untuk memperbaiki citra tersebut.

Masyarakat pedesaan cenderung melakukan urbanisasi dari desa menuju ke kota, baik pelajar/mahasiswa melakukan
kegiatan belajar, para pekerja yang melakukan kegiatan seperti pegawai kantor, buruh pabrik atau yang lain
memerlukan suatu layanan angkutan yang memadai dan layak. Angkutan umum juga merupakan salah satu cara
untuk mempercepat hubungan sosial antar satu desa dengan desa lain ataupun desa dengan kota.

Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pelayanan angkutan umum (dalam hal ini adalah angkutan perdesaan
atau angkudes) adalah tipe jaringan dan rute pelayanannya. J aringan dan rute angkudes harus memberikan
pelayanan yang baik, sehingga tempat-tempat yang potensial untuk dikunjungi masyarakat, seperti: pusat
pemerintahan, pusat perdagangan, pendidikan, pemukiman dan tempat pelayanan masyarakat lainnya mudah
dicapai. Selain itu, jaringan dan rute angkutan tersebut diharapkan mampu memacu perkembangan dan pemerataan
pertumbuhan perekonomian daerah dengan memperlancar pergerakan orang, barang, jasa dan informasi dari satu
tempat ke tempat yang lain.

Adapun tujuan-tujuan dari penelitian ini yang diharapkan dapat tercapai adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui tipe jaringan angkutan pedesaan di Kabupaten Sleman yang meliputi jaringan/rute angkutan
pedesaan untuk rute tertentu.
2. Menganalisis rute angkutan pedesaan terhadap Pola Perjalanan Penumpang dan Pola Penggunaan Lahan di
Kabupaten Sleman sesuai karakteristik penumpang.

Pada penelitian ini, yang ingin diketahui adalah asal dan tujuan perjalanan penumpang pengguna angkutan pedesaan
saja yang memiliki jumlah populasi relatif sedikit, sehingga metode yang digunakan adalah melakukan O-D surveys
yang dilakukan di atas atau di luar angkutan (di tempat henti).

Manfaat yang ingin dicapai adalah diharapkan dapat mengetahui sistem jaringan angkudes di Kabupaten Sleman,
serta memberikan hasil jaringan trayek angkutan perdesaan di Kabupaten Sleman. J aringan tersebut dapat
meminimumkan transfer sehingga diharapkan perjalanan lebih cepat, waktu tunggu lebih singkat dan biaya
perjalanan lebih murah. Selain itu, jaringan telah sesuai dengan pola perjalanan penumpang serta penggunaan lahan
kota-kota di Kabupaten Sleman untuk kondisi saat ini

Kata-kata kunci : angkutan pedesaan, rute pelayanan








Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malanng , 17-18 November 2006

137
1. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Aktifitas manusia selalu disertai dengan pergerakan dan perpindahan tempat,
sehingga untuk melakukan perpindahan tempat yang cukup jauh dibutuhkan suatu
transportasi. Transportasi merupakan salah satu unsur yang sangat besar perannya
dalam pembangunan nasional. Transportasi yang baik sangat menentukan
pengembangan suatu wilayah, karena dapat memperlancar pergerakan manusia,
barang, jasa serta informasi dan suatu daerah ke daerah lainnya. Transportasi
merupakan sarana yang dapat menciptakan suatu korelasi antar daerah. Transportasi
yang lancar tidak hanya dibutuhkan oleh kota-kota besar, tetapi juga oleh daerah
pinggiran kota atau perdesaan. Sebagaimana diketahui bahwa banyak daerah
pinggiran atau perdesaan pada dasarnya memiliki potensi kegiatan ekonomi yang
besar, namun dikarenakan sulitnya mencapai lokasi, maka potensi tersebut tidak
berkembang.

Peningkatan intensitas ruang (land use) akan berpengaruh pada intensitas
kebutuhan terhadap pelayanan transportasi. Tumbuhnya kawasan perumahan, pusat
industri dan perdagangan akan langsung membangkitkan peningkatan arus lalu lintas,
sehingga diperlukan usaha peningkatan pelayanan transportasi.

Pola pemanfaatan ruang juga dipengaruhi oleh jaringan transportasi.
Pengembangan dan pembangunan jaringan transportasi akan selalu diikuti oleh
tumbuhnya kegiatan baru atau land use baru dan mungkin pertumbuhannya justru
dipercepat tak terkecuali dengan dengan Kabupaten Sleman.

Berkembangnya kegiatan penghidupan di Kabupaten Sleman akan
mengakibatkan perkembangan dan perubahan terhadap tata guna lahannya. Ini dapat
terlihat dan semakin banyaknya fasilitas-fasilitas layanan masyarakat yang dibangun
(perumahan, perhotelan, kampus, kompleks sekolahan, perkantoran, pertokoan, dll),
sehingga lahan yang dulunya digunakan untuk pertanian berubah fungsinya menjadi
lahan terbangun.

Sementara itu dalam usaha meningkatkan taraf kehidupannya masyarakat
semakin membutuhkan perjalanan, baik untuk kegiatan pekerjaan, pendidikan,
hiburan, maupun kegiatan sosial. Untuk melancarkan kegiatan tersebut, dibutuhkan
adanya pelayanan angkutan umum yang lancar serta yang dapat menghubungkan
daerah pemukiman dengan daerah-daerah yang berpotensi sebagai tujuan perjalanan
masyarakat.

Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pelayanan angkutan umum
(dalam hal ini adalah angkutan perdesaan atau angkudes) adalah tipe jaringan dan
rute pelayanannya. J aringan dan rute angkudes harus memberikan pelayanan yang
baik, sehingga tempat-tempat yang potensial untuk dikunjungi masyarakat, seperti:
pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pendidikan, pemukiman dan tempat
pelayanan masyarakat lainnya mudah dicapai. Selain itu jaringan dan rute angkutan
tersebut diharapkan mampu memacu perkembangan dan pemerataan pertumbuhan
perekonomian daerah dengan memperlancar pergerakan orang, barang, jasa dan
informasi dari satu tempat ke tempat yang lain.

Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malanng , 17-18 November 2006

138
b. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat diketahui sistem jaringan
angkudes di Kabupaten Sleman, serta memberikan hasil jaringan trayek angkutan
perdesaan di Kabupaten Sleman yang meminimumkan transfer sehingga diharapkan
perjalanan lebih cepat, waktu tunggu lebih singkat dan biaya perjalanan lebih murah
dan telah sesuai dengan pola perjalanan penumpang serta penggunaan lahan kota-kota
di Kabupaten Sleman untuk kondisi saat ini.

c. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan-tujuan dari penelitian ini yang diharapkan dapat tercapai
adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui tipe jaringan angkutan perdesaan di Kabupaten Sleman yang
meliputi jaringan/rute angkutan pedesaan untuk rute tertentu..
2. Mengevaluasi rute angkutan perdesaan terhadap Pola Perjalanan Penumpang
dan Pola Penggunaan Lahan di Kabupaten Sleman sesuai karakteristik
penumpang.

d. Ruang Lingkup Penelitian
Angkutan perdesaan (angkudes) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
angkutan umum perdesaan di Kabupaten Sleman yang telah memiliki trayek/rute
tetap dan resmi. Ruang lingkup atau batasan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Daerah yang ditinjau meliputi Kabupaten Sleman yang menjadi rute angkutan
perdesaan, terutama dareah sekitar terminal J ombor dan Condong Catur.
2. J aringan trayek yang dianalisa hanya untuk angkutan perdesaan yang berupa
mobil carry (MPU) yang memiliki kapasitas penumpang 9 orang dan minibus
yang memiliki kapasitas penumpang 14 orang.
3. J alur trayek yang melewati daerah perkotaaan terutama jalur 21 dan jalur
Zebra untuk jenis kendaraan MPU dan jalur A3 dan jalur D6 untuk kendaraan
jenis minibus.
4. Angkutan perdesaan yang dikelola oleh Koperasi Pemuda Sleman.

2. ANGKUTAN PERDESAAN DI KABUPATEN SLEMAN
a. Definisi dan Kriteria
Pernyataan yang dikutip dari Gray (1992) mengemukakan bahwa layanan
angkutan umum perdesaan merupakan semua layanan angkutan umum yang tersedia
di daerah perdesaan atau di daerah perkotaan yang memiliki jumlah penduduk kurang
dari 50.000 orang. Angkutan umum perdesaan tersebut merupakan angkutan yang
terbuka untuk umum. Sedangkan angkutan udara, kereta api, atau angkutan pribadi
tidak termasuk ke dalam angkutan umum perdesaan yang dimaksudkan.

Untuk daerah yang perkembangannya rendah, angkutan perdesaan merupakan
angkutan umum yang melayani wilayah perdesaan, dengan trayek yang
menghubungkan antar pusat kecamatan atau antara pusat kecamatan dengan ibu kota
kabupaten dan memiliki ijin resmi dari pemerintah daerah. Dalam hal ini wilayah
perdesaan yang dilayani adalah wilayah yang berada dalam wilayah pengaruh ibukota
kecamatan atau jalur jalan penghubungnya.

Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malanng , 17-18 November 2006

139
b. Jaringan Trayek Angkutan Perdesaan
Perencanaan jaringan trayek angkutan sangat dipengaruhi oleh pola perjalanan
dan demand dari masyarakat. Dari hasil studi sebelumnya tentang analisis jaringan
rute angkutan perdesaan di Kabupaten Sleman, didapatkan bahwa pola perjalanan
penumpang yang dominan di Kabupaten Sleman berasal dari daerah
perumahan/permukiman menuju perumahan/permukiman lain, perkantoran, pasar,
sekolah, kampus, rumah sakit/puskesmas, tempat wisata/rekreasi, transit ke perkotaan
atau kabupaten lain.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993, bahwa trayek perdesaan
memiliki batasan yaitu memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Mempunyai jadwal tetap dan/atau tidak terjadwal.
2. Pelayanan cepat atau lambat.
3. Dilayani mobil bus umum dan/atau mobil penumpang umum.
4. Prasarana jalan yang dilalui memenuhi ketentuan kelas jalan.
5. Tersedianya terminal sekurang-kurangnya tipe C, pada awal pemberangkatan
dan terminal tujuan.

c. Angkutan Perdesaan Di Kabupaten Sleman
Permasalahan yang dihadapi pengguna jasa angkutan perdesaan di Kabupaten
Sleman adalah tingkat pelayanan yang masih rendah khususnya dalam hal menunggu
kedatangan angkutan yang sedang memberikan pelayanan, rute pelayanan yang
cukup panjang dan jam operasi yang sangat terbatas yaitu sampai pukul 17.00 wib.
Hal ini menyebabkan seseorang cenderung untuk menggunakan kendaraan pribadi
seperti sepeda motor.

Tujuan sosial angkutan perdesaan adalah memperkecil kesenjangan sosial
dalam struktur masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedang
tujuan ekonomi adalah terdapatnya tingkat efektifitas menyangkut sarana-prasarana.

d. Pengelola Angkutan Perdesaan
Pengelola angkudes di wilayah Sleman adalah Koperasi Dharma Pemuda
(Koperasi Pemuda) dengan nomer Badan Hukum 1250/BH/XI tanggal 19 September
1982. Koperasi ini berada di J l. Radjimin No. 74 Dusun Ngemplak Caban, Desa
Tridadi, Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman. Koperasi ini didirikan dengan
maksud untuk memberikan pelayanan pada anggota khususnya dan masyarakat pada
umumnya.

e. Faktor Penetapan Jaringan Trayek
Angkutan perdesaan merupakan angkutan dari suatu tempat ke tempat lain
dalam wilayah perdesaan dengan menggunakan mobil penumpang umum yang terkait
dalam trayek tetap dan teratur. Wilayah pengoperasian adalah wilayah atau daerah
untuk pelayanan angkutan perdesaan yang dilaksanakan dalam jaringan trayek yang
merupakan kumpulan trayek yang menjadi satu kesatuan pelayanan angkutan orang.

Pola pergerakan dalam sistem transportasi sering dijelaskan dalam bentuk arus
pergerakan (kendaraan, penumpang dan barang) yang bergerak dari zona asal ke zona
tujuan di dalam daerah tertentu dan selama periode waktu tertentu.
Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malanng , 17-18 November 2006

140
Faktor yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan
jaringan trayek adalah sebagai berikut:
a. Pola tata guna lahan
Pelayanan angkutan umum diusahakan mampu menyediakan aksesbilitas yang
baik. Untuk memenuhi hal itu, lintasan trayek angkutan umum diusahakan
melewati tata guna lahan dengan potensi permintaan yang tinggi.
b. Pola pergerakan penumpang angkutan umum
Rute angkutan umum yang baik adalah yang mengikuti pola pergerakan
penumpang angkutan sehingga tercipta pergerakan yang lebih efisien. Trayek
angkutan umum harus dirancang sesuai dengan pola pergerakan penduduk
yang terjadi, sehingga transfer moda yang terjadi pada saat penumpang
mengadakan perjalanan dengan angkutan umum dapat diminimumkan.
c. Kepadatan penduduk
Salah satu faktor yang menjadi prioritas pelayanan angkutan umum adalah
wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi, yang pada umumnya
merupakan wilayah yang mempunyai potensi permintaan yang tinggi.
d. Daerah pelayanan
Pelayanan angkutan umum selain memperhatikan wilayah-wilayah potensial
pelayanan, juga menjangkau semua wilayah perdesaan yang ada. Hal ini
sesuai dengan konsep pemerataan pelayanan terhadap penyediaan fasilitas
angkutan umum.

Overlapping/tumpang tindih trayek harus sedapat mungkin dihindari, karena
dapat mengakibatkan pemborosan sumber daya. Di pinggiran kota/perdesaan hanya
dapat ditoleransi satu overlap.
Pertimbangan yang dapat diterima untuk dapat membiarkan overlapping adalah
sebagai berikut:
a. Selang waktu (headway) antara angkutan yang berhimpitan trayeknya lebih
besar dari 3 menit di jam puncak dan 6 8 menit di luar jam sibuk. Bila
selang waktu antara angkutan berada di bawah angka yang disebutkan diatas,
maka perlu langkah untuk melakukan perubahan rute.
b. Load faktor pada lintasan yang tumpang tindih lebih besar dari 60%.
c. Panjang lintasan yang tumpang tindih tidak boleh melebihi 50% dari panjang
lintasan.
d. Geometrik jalan yang dilalui memadai untuk moda angkutan yang
direncanakan untuk melayani trayek itu. Lebar lajur sekurang-kurangnya lebih
lebar dari lebar badan kendaraan, agar tidak mengganggu lalu lintas dari arah
berlawanan.
e. Panjang trayek angkutan agar dibatasi tidak terlalu jauh, maksimal antara 2
2,5 jam untuk perjalanan. Khusus angkutan menuju pusat kegiatan di
pinggiran kota dapat melampaui angka tersebut. Biasanya kendala yang
dihadapi dalam perencanaan jadwal angkutan adalah trayek yang panjang.
f. Disarankan agar trayek yang melalui kota tidak berhenti dan mangkal tetapi
jalan terus, karena hal ini akan berdampak kepada kemacetan.
g. Kepadatan trayek harus disusun sedemikian sehingga dapat menjangkau
seluruh wilayah yang membutuhkan pelayanan angkutan umum. Yang
dimaksud terjangkau adalah bahwa rute pelayanan dapat dijangkau dengan
berjalan kaki maksimal 800 meter oleh 50 60% penduduk yang tinggal di
daerah yang padat atau sama dengan waktu berjalan kaki selama 5 6 menit.

Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malanng , 17-18 November 2006

141
3. EVALUASI ANGKUTAN PEDESAAN DI KABUPATEN SLEMAN
a. Perhitungan Load Factor dan Headway
Dasar-dasar perhitungan angkutan yang digunakan sebagai acuan dalam
evaluasi rute angkutan antara lain sebagai berikut :
1. Headway
Headway dalam penelitian ini dilakukan berdasar waktu sibuk dan
tidak sibuk, yaitu waktu pagi dan siang hari dan dicari rata-ratanya, kemudian
dibandingkan dengan headway dari data sekunder.
Tabel 3.1. Headway Angkutan Perdesaaan
Jalur Headway terjadwal (menit) Headway aktual (menit)
A3 15 11,5
D6 11 8
21 14 22
ZEBRA 8 9,5
Dari tabel diatas terlihat bahwa jalur 21 dan Zebra mempunyai
headway yang lebih besar dari pada headway yang terjadwal dari sektor. Hal
ini dapat terjadi karena beberapa hal, antara lain tidak beroperasinya salah
satu atau beberapa angkudes terjadwal sehingga terlewati oleh jadwal
angkudes berikutnya. Sedangkan untuk jalur D6 tidak mempunyai jadwal
yang tetap sehingga hanya berdasarkan perkiraan dari sektor.

2. Load Factor
Dari hasil pengamatan setiap jalur yang diteliti dalam satu kali putaran
atau pulang pergi, didapat jumlah penumpang dan load factor rerata.
Load factor =jumlah penumpang / kapasitas angkutan x 100 %
J umlah penumpang merupakan jumlah penumpang komulatif dari penumpang
turun dan naik dan kemudian dibagi kapasitas angkutan.
Tabel 3.2. Load Factor Angkutan Perdesaaan
Jalur Penumpang/rit/hari Rit/hari Penumpang/hari
Load
Factor
A3 85 2,5 213 49,5
D6 29 2,5 73 65,87
21 65 3 195 63,5
ZEBRA 26 6 156 43,16
J umlah rit per hari untuk jalur A3 dan D6 tersebut adalah jumlah rit
per hari aktual yang didapat dari sektor. Sedangkan untuk jalur 21 dan Zebra
biasanya beroperasi sesuai dengan jumlah rit yang ditentukan.

3. Jarak Tempuh dan Kecepatan
J arak tempuh adalah jarak yang ditempuh angkudes untuk satu kali
putaran atau pulang pergi. Kecepatan dihitung berdasarkan jarak tempuh dan
waktu sirkulasi atau waktu tempuh angkudes. Waktu henti tidak dimasukkan
dalam perhitungan.
Tabel 3.3. Jarak Tempuh dan Kecepatan Angkudes
Jalur
Jarak /rit
(km)
Jarak /rit aktual
(km)
Waktu
(jam)
Kecepatan
(km/jam)
Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malanng , 17-18 November 2006

142
A3 70 91 5 20,46
D6 60 34,4 2 24,42
21 48 67,8 4,5 18,88
ZEBRA 35 32,2 2 18,56

Untuk jalur A3 dan jalur 21, jarak tempuh menjadi lebih panjang
karena terjadi penyimpangan/perubahan rute dari yang telah ditetapkan.
Sedangkan untuk jalur D6, jarak tempuh menjadi lebih pendek karena terjadi
perubahan (pemotongan) rute dari yang telah ditetapkan dikarenakan D6
belum memiliki jadwal trayek yang ditetapkan. Dan untuk jalur Zebra relatif
sama dengan rute yang telah ditetapkan.

Tabel 6.4. Penyimpangan Rute/Trayek Angkudes
Jalur Rute/Trayek Asli Penyimpangan Rute/Trayek
A3
Term. Prambanan-J ambon-
Ngemplak-Sidorejo-Perum
Purwomartani-Kadisoko-Tajem-
SMK Maguwo-Ring Road-Term.
Condongcatur-Bunderan UGM-
J etis-Borobudur Plaza-J l.
Magelang-Term. J ombor-Wadas
Sleman-Turi-Pulowatu-PP
Term. Prambanan-J ambon-
Ngemplak-Sidorejo-Perum
Purwomartani-Kadisoko-Tajem-
SMK Maguwo-Ring Road-Term.
Condongcatur-Bunderan UGM-
J etis-Borobudur Plaza-J l.
Magelang-Term. J ombor-Wadas
Sleman-Turi-PP
D6
Term. J ombor-J l. Magelang-
Borobudur Plaza-J etis-Bunderan
UGM-J l. Colombo-J l. Gejayan-
Term. Condongcatur-Ring Road
Utara-Maguwoharjo-J l. Solo-
Grorol-Berbah-Madurejo-Pasar
Gendeng-J l. Prambanan-Term.
Prambanan-PP
Term. J ombor-J l. Magelang-
Borobudur Plaza-J etis-Bunderan
UGM-J l. Colombo-J l. Gejayan-
Term. Condongcatur-Ring Road
Utara-Maguwoharjo-PP
21
Term. J ombor-J l. Magelang-
Karangwaru-J etis-Bunderan UGM-
J l. Colombo-Term. Condongcatur-
STIPER-Candi Gebang-Krapyak-
Tunggalan-Besi-Perum
Pamungkas-Term. Pakem-Pokoh-
Bedoyo-Umbulharjo-Bebeng-PP
Term. J ombor-J l. Magelang-
Karangwaru-J etis-Bunderan UGM-
J l. Colombo-Term. Condongcatur-
STIPER-Candi Gebang-Krapyak-
Tunggalan-Besi-Perum
Pamungkas-J l. Kaliurang- Term.
Pakem-Pokoh-Bedoyo-
Umbulharjo-Bebeng-PP
Z
E
B
R
A

Term. J ombor-J l. Magelang-
Borobudur Plaza-J etis-Bunderan
UGM-J l. Colombo-J l. Gejayan-
Term. Condongcatur-Perum
Minomartani-Kamdanen-Beran-
Pasar Sleman-J umeneng-Pasar
Cebongan-Mlati-Term. J ombor-PP
Term. J ombor-J l. Magelang-
Borobudur Plaza-J etis-Bunderan
UGM-J l. Colombo-J l. Gejayan-
Term. Condongcatur-Perum
Minomartani-Kamdanen-Beran-
Pasar Sleman-J umeneng-Pasar
Cebongan-Mlati-Term. J ombor-PP
b. Karakteristik Penumpang Angkudes
Karakteristik penumpang berbeda-beda berkaitan dengan penggunaan fasilitas
angkutan umum, khususnya angkutan perdesaan. Hal tersebut mencakup antara lain
pekerjaan, maksud perjalanan, frekuensi pergantian angkutan, jarak ke tempat henti,
waktu tunggu dan lama perjalanan.

Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malanng , 17-18 November 2006

1. Jenis Pekerjaan
J enis pekerjaan penumpang menenukan maksud dari perjalanan yang
dilakukan. Dari hasil survei diperoleh data seperti pada Gambar 3.1 berikut.
8%
4%
5%
5%
51%
8%
4%
5%
10%
Wiraswasta
Pegawai swasta
Tidak bekerja
Buruh/Petani
Guru/Dosen
Pelajar/Mahasiswa
Ibu rumah tangga
Pegawai Negeri/ABRI
Lainnya

Gambar 3.1. Jenis Pekerjaan
Dari grafik dapat dilihat bahwa prosentase jenis pekerjaan sebagai
pelajar/mahasiswa dominan sebesar 51%. Sedang untuk jenis pekerjaan yang
lain dapat dianggap merata. Oleh karena itu diutamakan rute yang melewati
sarana pendidikan seperti sekolah, kampus.

2. Maksud Perjalanan
Maksud perjalanan merupakan tujuan penumpang dalam melakukan
perjalanan. Dari hasil survei diperoleh data seperti pada Gambar 3.2 berikut.

21%
46%
7%
18%
1%
7%
Bekerja
Sekolah/Kursus
Belanja
Sosial/keluarga
Rekreasi/berlibur
Lainnya

Gambar 3.2. Maksud Perjalanan

Dari grafik dapat dilihat bahwa sekolah/kursus merupakan maksud
perjalanan yang paling dominan sebesar 46%. Hal tersebut berkaitan dengan
jenis pekerjaan yang dominan yaitu pelajar/mahasiswa.

Sedang untuk karakteristik penumpang dengan kategori lain, ditabelkan
sebagai berikut

No. Kategori Pilihan J umlah (%)
1.



Frekuensi Pergantian Angkutan Untuk
Mencapai Tujuan


Tidak
1 kali
2 kali
>2 kali
35,94
36,56
22,50
5,00
2.




J arak Untuk Mencapai Tempat Henti/Halte




<250 meter
250 - 500 meter
500 - 750 meter
750 - 1000 meter
>1000 meter
58,13
17,81
8,13
4,38
11,56
3.





Waktu Tunggu di Tempat Henti





<5 menit
5 - 10 menit
10 - 15 menit
15 - 20 menit
20 - 25 menit
>25 menit
15,94
26,88
23,75
17,50
5,94
10,00
143
Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malanng , 17-18 November 2006

144
4. Lama Perjalanan Untuk Mencapai Tujuan <15 menit
15 - 30 menit
30 - 45 menit
>45 menit
26,25
35,31
22,19
16,25

4. KESIMPULAN
Rute angkutan sudah menjangkau hampir di setiap daerah di Kabupaten Sleman.
Untuk jalur A3, 21 dan jalur Zebra sudah memiliki jadwal trayek yang tetap, sedang jalur D6
masih dalam proses penetapan jadwal trayek.

Sebagian besar penumpang angkutan pedesaan adalah pelajar/mahasiswa (51%) yang
memiliki rutinitas ke sekolah/kampus. Untuk jalur A3, D6, 21 dan Zebra sudah memliki rute
yang melewati daerah kampus/sekolah, dapat dilihat pada peta rute.

Untuk karakteristik penumpang dan headway, tidak terjadi overlapping karena rata-
rata headway angkutan adalah 10-15 menit sehingga memenuhi syarat >3 menit. Rute yang
ada sudah sesuai dengan karakteristik penumpang, misal maksud perjalanan sebagian besar
sekolah/kursus sedang rute angkutan sebagian sudah melewati sekolah-sekolah.

Angkutan pedesaan di Kabupaten Sleman sudah terkoordinasi dengan baik, hal
tersebut terbukti adanya koperasi yang mengelola angkutan tersebut bahkan dapat
mensejahterakan anggotanya.

Alhamdullillaahirobbilaalamiin, puji syukur ke hadirat Allah S.W.T. atas segala
rahmat, hidayah dan karunia yang tak ternilai yang telah diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Atas terselesaikanya makalah ini, penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Ir. Sigit Priyanto, M.Sc, Ph.D, selaku dosen pembimbing saya atas bimbingan dan
masukannya yang sangat berharga.
2. PHKB J urusan Teknik Sipil yang telah banyak membantu terutama dalam pendanaan
survei.
3. Teman-teman satu kelompok atas kerjasamanya.
4. Teman-teman J urusan Teknik Sipil UGM atas bantuan surveinya.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan yang tidak disengaja
dalam penyusunan Laporan Kerja Praktek ini. Dengan segala kerendahan hati penulis
mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan laporan ini.



DAFTAR PUSTAKA

____________, 1993, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 1993
tentang Angkutan Jalan, Departemen Perhubungan Darat, J akarta.
Gray, E.G, 1992, Public Transport, Prentice Hall, Engelwood Cliffs, New J ersey.
Sondang, 1998, Analisis Jaringan dan Rute Angkutan Perdesaan di Kabupaten Sleman,
TGA, J urusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, UGM


Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malanng , 17-18 November 2006

LAMPIRAN




Lampiran 1. Peta Rute Angkutan Pedesaan di Kabupaten Sleman
untuk Jalur A3, D6, 21 dan Zebra
(daerah arsiran merupakan kawasan sekolah/kampus)
145

Você também pode gostar