Você está na página 1de 28

BAB 2

RANGKAIAN LOGIKA
DIGITAL KOMBINASIONAL
Sebelum melangkah lebih jauh, dalam bab ini akan dibahas dasar-dasar
logika digital yang merupakan elemen dasar penyusunan komputer. Pem-
bahasan dimulai dengan rangkaian logika kombinasional yang hasil kelu-
arannya hanya tergantung pada masukan saat itu, kemudian dilanjutkan de-
ngan rangkaian logika sekuensial yang hasil keluarannya tergantung pada
masukan saat itu dan hasil keluaran sebelumnya. Dengan memahami prin-
sip logika digital, dapat dirancang rangkaian logika digital seperti yang ada
dalam komputer.
2.1 Unit Logika Kombinasional
Unit logika kombinasional (ULK) adalah unit yang menerjemahkan sederetan
masukan menjadi sederetan keluaran menggunakan fungsi-fungsi tertentu.
Keluaran yang dihasilkan hanya merupakan fungsi dari masukan, dan be-
gitu nilai masukan berubah maka nilai keluaran akan menyesuaikan. Bentuk
umum dari unit logika kombinasional tercantum pada Gambar 2.1. Sederetan
masukan i
0
i
n
diumpankan ke ULK, yang mengahsilkan sederetan keluaran
sesuai dengan fungsi f
0
f
m
. Tidak ada umpan balik dari keluaran ke ma-
sukan dalam rangkaian logika kombinasional.
Masukan dan keluaran untuk ULK secara normal mempunyai 2 nilai
yaitu: tinggi dan rendah. Jika sinyal (nilai) berupa nilai yang dimabil
dari anggota himpunan berhingga, rangkaiannya disebut digital. Rangka-
ian elektronika digital menerima masukan dan keluaran dalam nilai 0 atau
1. Nilai 0 yang berarti 0 volt disebut sebagai nilai rendah dan nilai 1 yang
biasanya mengacu pada 5 volt disebut nilai tinggi. Kesepakatan ini tidak
11
12 2. RANGKAIAN LOGIKA DIGITAL KOMBINASIONAL
i
0
f
0
(i
0
, i
1
)
i
1
unit logika f/qqf1(i
1
, i
3
, i
4
)
.
.
. kombinasional
.
.
.
i
n
f
m
(i
9
, i
n
)
Gambar 2.1: Unit logika kombinasi, jika dilihat dari luar
berlaku di semua keadaan.
Walaupun sebagian besar komputer digital adalah komputer biner, na-
mun rangkaian yang menggunakan multi-nilai juga ada. Jalur yang men-
girimkan data denga multi-nilai menjadi lebih esien daripada menggunakan
2 nilai saja. Rangkaian digital multi-nilai berbeda dengan rangkaian ana-
log karena rangkaian digital multi-nilai mempunyai variasi nilai terhingga
sedangkan sinyal analog mempunyai nilai kontinu. Secara teori penggu-
naan rangkaian digital multi-nilai adalah menguntungkan. Namun dalam
pratiknya sulit untuk membuat rangkaian multi-nilai yang handal dalam
membedakan nilai lebih dari 2 macam. Oleh karena itu, logika multi-nilai
saat ini digunakan secara terbatas.
Dalam buku ini hanya akan dibahas mengenai rangkaian digital biner,
yang mempunyai tepat 2 macam nilai yang diperbolehkan untuk masukan
maupun keluaran. Dengan demikian, hanya sinyal binerlah yang digunakan
dalam pembahasan selanjutnya.
2.2 Tabel Kebenaran
Pada tahun 1854 George Boole mempublikasikan kertas kerjanya dalam ben-
tuk aljabar unruk merepresentasikan logika. Boole tertarik dengan pemikiran
matematika untuk menuangkan pernyataan Pintu itu terbuka atau Pintu
itu tidak terbuka. Aljabar Boole kemudian dikembangkan oleh Shannon
dalam bentuk seperti sekarang ini. Dalam aljabar boole, perhitungan di-
dasarkan pada variabel biner yang mempunyai satu nilai 0 atau 1. Nilai
ini mengacu pada nilai 0 volt dan 5 volt seperti yang ditulis pada bagian se-
belumnya. Pengacuan nilai ini dapat tertukar. Artinya nilai 0 mengacu pada
+5 V dan nilai 1 mengacu pada 0 V. Untuk memahami kelakukan rangkaian
digital pembahasan dititikberatkan pada nilai simbolis 0 dan 1 saja. Dengan
kata lain nilai sik dikesampingkan terlebih dulu.
Sumbangan penting yang diberikan Boole adalah penyusunan tabel
kebenaran, yang menyatakan hubungan logis dalam bentuk tabel. Misal-
nya ada ruang dengan 2 saklar A dan B yang mengendalikan lampu Z. Salah
satu saklar dapat hidup atau mati, atau kedua saklar dapat hidup atau mati.
Yohanes Suyanto
2.3. Gerbang Logika 13
Masukan Keluaran Masukan Keluaran
A B Z A B Z
0 0 0 0 0 1
0 1 1 0 1 0
1 0 1 1 0 0
1 1 0 1 1 1
(a) (b)
Gambar 2.2: Tabel kebenaran untuk saklar A dan B serta lampu Z
Jika hanya ada satu saklar yang hidup maka lampu Z akan menyala. Jika
kedua saklar hidup semua atau mati semua, lampu Z akan mati. Tabel
kebenaran dapat disusun dengan mendaftar semua kemungkinan kombinasi
keadaan saklar A dan B serta keadaan lampu Z seperti pada Tabel 2.2.
Dalam tabel tersebut nilai 0 menyatakan mati sedang nilai 1 menyatakan
hidup atau menyala.
Dalam tabel kebenaran, semua kombinasi biner 0 dan 1 yang mungkin
untuk nilai masukan didaftar dan setiap kombinasi tersebut menghasilkan
nilai keluaran 0 atau 1. Untuk Gambar 2.2.(a) keluaran Z tergantung pada
nilai masukan A dan B. Untuk setiap kombinasi masukan menghasilkan
nilai X 0 atau 1. Kita dapat menentukan tabel lain seperti Gambar 2.2.(b)
yang berarti lampu akan menyala jika A dan B kedua-duanya mati atau
kedua-duanya hidup. Jumlah kombinasi yang mungkin untuk 2 masukan
adalah 2
2
= 4. Jumlah kombinasi keluaran yang mungkin adalah 2
4
=
16, karena ada 4 kombinasi masukan yang masing-masing baris kombinasi
masukan ada 2 kemungkinan nilai keluaran. Secara umum, karena ada 2
n
kombinasi masukan untuk masukan sebanyak n, maka ada 2
2
n
kombinasi
keluaran dan masukan.
2.3 Gerbang Logika
Jika kita mendaftar semua kemungkinan dari kombinasi variabel 2 masukan,
maka didapat 16 macam kombinasi keluaran seperti tampak pada Gambar
2.3. Fungsi-fungsi tersebut dinamakan fungsi logika Boolean. Fungsi AND
akan benar (hasilnya 1) hanya jika A dan B keduanya 1, sedang fungsi OR
akan benar (nilainya 1) jika A atau B bernilai 1, yang berarti juga jika
keduanya bernilai 1. Fungsi akan menghasilkan salah jika keluaran bernilai
0. Oleh karena itu fungsi False selalu menghasilkan 0 sedang fungsi True
selalu menghasilkan 1.
Fungsi A dan B hanya mengulang nilai masukan A dan B sedang fungsi
Yohanes Suyanto
14 2. RANGKAIAN LOGIKA DIGITAL KOMBINASIONAL
Masukan Keluaran
A B False AND AB A AB B XOR OR
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 1 0 0 0 0 1 1 1 1
1 0 0 0 1 1 0 0 1 1
1 1 0 1 0 1 0 1 0 1
Masukan Keluaran
A B NOR XNOR B A+B A A+B NAND True
0 0 1 1 1 1 1 1 1 1
0 1 0 0 0 0 1 1 1 1
1 0 0 0 1 1 0 0 1 1
1 1 0 1 0 1 0 1 0 1
Gambar 2.3: Tabel kebenaran untuk semua kemungkinan fungsi dari 2 ma-
sukan
A dan B adalah komplemen A dan B yang nilai berkebalikan dengan A dan
B. Fungsi ini dapat ditulis juga dengan NOTA dan NOTB. Fungsi NAND
kependekan dari NOTAND sedang NOR kependekan dari NOTOR. Fungsi
XOR bernilai benar jika salah satu masuka bernilai benar, dan bukan kedua-
duanya benar. Fungsi XNOR adalah komplemen dari XOR. Fungsi lainnya
dapat diduga sendiri artinya.
Dari 16 fungsi tersebut, ada 3 fungsi paling dasar dalam gerbang logika
ini adalah AND, OR dan NOT. Ke-13 fungsi lainnya dapat disusun dari 3
fungsi tersebut. Lihat Gambar 2.4.
Gerbang logika adalah alat sis yang merupakan implementasi dari
fungsi Boolean. Fungsi seperti yang tertera pada Gambar 2.3 mempunyai
simbol gerbang logika, dan sebagian dapat dilihat pada Gambar 2.5 dan
Gambar 2.6. Untuk setiap fungsi, masukannya adalah A dan B dan sebagai
keluaran adalah F.
Dalam Gambar 2.5, gerbang AND dan OR sudah dijelaskan sebelumnya.
Keluaran dari gerbang AND akan benar jika kedua masukan bernilai benar,
dan menghasilkan salah untuk kombinasi lainnya. Keluaran dari gerbang OR
adalah benar jika salah satu atau kedua masukan bernilai benar, dan bernilai
salah jika kedua masukan bernilai salah. Gerbang buer hanya meneruskan
nilai masukan. Walaupun secara logika gerbang buer tidak mempunyai
peran, namun dalam praktik ini penting karena dapat mengendalikan sejum-
lah gerbang dengan satu sinyal saja. Gerbang NOT (disebut juga pembalik
atau inverter) menghasilkan 1 untuk masukan 0 dan menghasilkan 0 un-
tuk masukan 1. Sekali lagi, keluaran pembalik ini adalah komplemen dari
Yohanes Suyanto
2.3. Gerbang Logika 15
False = 0
AB = A AND NOT B
A = A
AB = NOT A AND B
B = B
XOR = A AND NOT B OR NOT A AND B
NOR = NOT (A OR B)
XNOR = NOT (A AND NOT B OR NOT A AND B)
B = NOT B
A+B = A OR NOT B
A = NOT A
A+B = NOT A OR B
NAND = NOT (A AND B)
True = 1
Gambar 2.4: Fungsi AND, OR, dan NOT sebagai pembentuk fungsi-fungsi
lainnya
masukan. Lingkaran kecil di bagian keluaran atau masukan berfungsi juga
sebagai komplemen.
Dalam Gambar 2.6, gerbang NAND dan NOR mengahasilkan komplemen
dari gerbang AND dan OR. Gerbang XOR menghasilkan 1 jika salah satu
masukan bernilai 1, tetapi tidak keduanya. Secara umum, gerbang XOR
menghasilkan 1 jika masukan yang bernilai 1 berjumlah ganjil. Ini pent-
ing untuk diingat karena gerbang XOR tidak selalu mempunyai 2 masukan.
Gerbang XNOR menghasilkan komplemen dari gerbang XOR.
Simbol logika seperti gambar 2.5 dan 2.6 hanya merupakan bentuk dasar.
Masih banyak variasi simbol yang sering digunakan. Contohnya, dapat
berupa AND dengan 3 masukan seperti Gambar 2.7a. Lingkaran kecil se-
bagai simbol kompelemen juga dapat dipasang pada bagian masukan seperti
pada Gambar 2.7b.
Secara sis, gerbang logika bukanlah barang ajaib, karena hanya berupa
rangkaian elektronika yang menghasilkan keluaran tertentu dari masukan
tertentu. Misalnya pada gerbang NOT, akan menghasilkan logika 1 (+5V)
untuk masukan berupa logika 0 (0V). Bagian berikut membahas mekanisme
Yohanes Suyanto
16 2. RANGKAIAN LOGIKA DIGITAL KOMBINASIONAL
A B F
0 0 0
0 1 0
1 0 0
1 1 1
A B F
0 0 0
0 1 1
1 0 1
1 1 1
A
B
F = AB
A
B
F = A+B
AND OR
A F
0 0
1 1
A F
0 1
1 0
A F = A A
F = A
BUFFER NOT
Gambar 2.5: Simbol gerbang logika untuk fungsi Boolean AND, OR, buer,
dan NOT
dasar bagaimana rangkaian gerbang logika bekerja.
2.4 Implementasi Elektronik dari Gerbang
Logika
Secara elektronis, gerbang logika mempunyai terminal untuk dihubungkan
dengan sumber tenaga yang biasanya tidak ditampilkan. Gambar 2.8a
menggambarkan pembalik dengan terminal +5V dan 0V (GND) yang
dimunculkan. Sinyal +5V biasanya disebut V
CC
yang berarti voltage
collector-collector. Pada rangkaian sis, semua terminal V
CC
dan GND di-
hubungkan dengan sumber tenaga yang cocok.
Gerbang logika tersusun dari alat elektronik yang disebut transistor, yang
dapat bersifat sebagai saklar yang mengendalikan sinyal elektronis kuat de-
ngan menggunakan sinyal elektronis lemah. Transistor juga bersifat penguat
yang dapat menguatkan sinyal masukan sehingga dapat digunakan untuk di-
hubungkan dengan banyak gerbang logika. Tanpa penguatan, kita mungkin
hanya dapat mengirim sinyal ke sejumlah kecil gerbang logika, sebelum sinyal
itu bercampur dengan derau sehingga tidak terdeteksi lagi.
Simbol transistor tampak seperti Gambar 2.8c yang digunakan sebagai
Yohanes Suyanto
2.4. Implementasi Elektronik dari Gerbang Logika 17
A B F
0 0 1
0 1 1
1 0 1
1 1 0
A B F
0 0 1
0 1 0
1 0 0
1 1 0
A
B
F = AB
A
B
F = A +B
NAND NOR
A B F
0 0 0
0 1 1
1 0 1
1 1 0
A B F
0 0 1
0 1 0
1 0 0
1 1 1
A
B
F = A B
A
B
F = A B
Exclusive-OR (XOR) Exclusive-NOR (XNOR)
Gambar 2.6: Simbol gerbang logika untuk fungsi Boolean NAND, NOR,
XOR, dan XNOR
A
B
C
F = ABC
A
B
F = A + B
(a) (b)
Gambar 2.7: Variasi gerbang logika (a) tiga masukan dan (b) masukan de-
ngan komplemen
gerbang pembalik. Untuk masukan berupa 0 (0 V) pada basis akan meng-
hasilkan keluaran 1 (+5 V) pada kolektor, karena tidak ada arus dari V
CC
ke GND akibat transistor mati. Jika sinyal 1 (+5 V) dimasukkan ke basis,
maka akan ada arus listrik dari V
CC
ke GND karena transistor hidup. Oleh
karena itu di kolektor tegangannya cukup kecil untuk dianggap logika 1. Jadi
keluaran akan 0 (0 V).
Karena akan selalu ada arus yang mengalir walaupun keluaran menun-
jukkan logika 0, maka kita perlu menentukan batas tegangan yang aman
untuk nilai logika 0 dan 1. Jika kita menentukan secara ketat bahwa logika 0
adalah 0 V dan logika 1 adalah 5 V, maka kemungkinan rangkaian kita tidak
bekerja sebagai mana mestinya jika keluarannya adalah 0.1 V bukan 0 V. Hal
ini dapat terjadi dalam praktiknya. Untuk alasan ini, maka penentuan nilai
Yohanes Suyanto
18 2. RANGKAIAN LOGIKA DIGITAL KOMBINASIONAL
A
F = A
V
cc
= +5V
GND = 0V
A
A
R
V
CC
(a) (b)
Gambar 2.8: (a) pembalik dengan terminal tenaga dimunculkan dan (b)
rangkaian transistor untuk pembalik
tegangan untuk logika 0 dan 1 menggunakan batas ambang. Pada Gambar
2.9a logika 0 ditentukan pada tegangan dalam rentang 0 V sampai dengan 0.4
V dan logika 1 dalam rentang 2.4 V sampai dengan 5 V. Rentang tegangan
pada Gambar 2.9a adalah untuk sinyal keluaran. Karena sinyal dapat men-
galami pelemahan maka untuk sinyal masukan diberi berselisih 0.4 V seperti
tampak pada Gambar 2.9b. Namun demikian rentang nilai tegangan yang
tercantum di sini tidak mengikat, tergantung dari keluarga gerbang logika
yang digunakan.
Logika 1
Daerah
terlarang
Logika 0
0.0 V
0.4 V
2.4 V
5.0 V
Logika 1
Daerah
terlarang
Logika 0
0.0 V
0.8 V
2.0 V
5.0 V
(a) (b)
Gambar 2.9: Penentuan nilai tegangan untuk logika 0 dan 1 (a) gerbang
logika keluaran, (b) gerbang logika masukan
Gambar 2.10 menunjukkan rangkaian transistor untuk gerbang logika
NAND dan NOR. Untuk rangkaian NAND kedua masukan A dan B harus
berada pada daerah tegangan logika 1 untuk menghasilkan keluaran pada
daerah tegangan logika 0. Untuk rangkaian gerbang NOR, salah satu ma-
sukan Aatau B berada pada tegangan logika 1, akan mengakibatkan keluaran
Yohanes Suyanto
2.5. Buer Tri-State 19
B
A
AB
R
V
CC
A
A+B
B
R
V
CC
(a) (b)
Gambar 2.10: Rangkaian transistor (a) NAND 2 masukan (b) NOR 2 ma-
sukan
berada pada daerah tegangan 0.
2.5 Buer Tri-State
Buer Tri-state adalah seperti buer biasa yang kita bahas sebelumnya, de-
ngan pengecualian bahwa ada tambahan masukan untuk mengendalikan kelu-
aran buer. Tergantung dari masukan kendali ini, keluaran dari buer dapat
bernilai 0, 1, atau tak berfungsi. Jadi ada 3 macam keluaran. Dalam Gambar
2.11a, jika masukan kendali C bernilai 1 maka buer bekerja seperti biasa.
Namun jika masukan kendali C ini bernilai 0 maka buer dalam keadaan
tak berfungsi, tidak ada sinyal keluaran. Simbol digunakan untuk meny-
atakan keadaan tak berfungsi ini. Perlu diketahui bahwa keadaan tidak
menunjukkan 0 atau 1, tetapi menyatakan bahwa tidak ada sinyal. Dalam
istilah elektronika keadaan ini disebut berimpedansi tinggi high impedance.
Buer tri-state kendali inversi mirip dengan buer tri-state kecuali masukan
kendalinya merupakan komplemen. Lihat Gambar 2.11b.
A
C
F = AC
atau
F =
A
C
F = AC
atau
F =
(a) (b)
Gambar 2.11: Buer tri-state dan Buer tri-state kendali inversi
Keluaran yang secara elektronis tak terhubung berbeda dengan keluaran
yang menghasilkan 0. Tidak terhubung secara elektronis berarti tidak ada
Yohanes Suyanto
20 2. RANGKAIAN LOGIKA DIGITAL KOMBINASIONAL
Relasi Dualisme Sifat
Postulat AB = BA A +B = B +A Komutatif
A(B +C) = AB +AC A +BC = (A +B)(A + C) Distributif
1A = A 0 +A = A Identitas
AA = 0 A +A = 1 Komplemen
Teorema 0A = 0 1 +A = 1 Teorema nol dan satu
AA = A A+A = A Idempoten
A(BC) = (AB)C A + (B +C) Asosiatif
A = A Involusi
AB = A +B A +B = A B Teorema DeMorgan
AB +AC +BC (A +B)(A +C)(B +C) Teorema konsensus
= AB +AC = (A +B)(A +C)
A(A +B) = A A +AB = A Teorema absorbsi
Tabel 2.1: Sifat-sifat dasar aljabar Boole
sinyal elektronis sedang logika 0 terhubung dengan GND. Dengan buer tri-
state memungkinkan sejumlah keluaran dihubungkan menjadi satu tanpa
ada risiko hubung singkat, asal dijaga bahwa pada satu saat hanya boleh
satu buer tri-state yang hidup. Buer tri-state penting saat implementasi
register.
2.6 Sifat-sifat Aljabar Boole
Tabel 2.1 merangkum sebagian dari sifat-sifat aljabar Boole yang dapat diter-
apkan pada ekspresi logika Boole. Postulat (dikenal sebagai postulat Hunt-
ington) merupakan aksioma dasar untuk aljabar Boole dan tidak memer-
lukan pembuktian. Teorema dapat dibuktikan melalui postulat. Setiap relasi
dalam tabel mempunyai bentuk AND dan OR sebagai hasil dari prinsip du-
alisme. Bentuk dualisme ini memungkinan mengubah bentuk AND menjadi
OR dan sebaliknya bentuk OR menjadi AND.
Sifat komutatif menyatakan bahwa urutan kemunculan du avriabel dalam
fungsi AND dan OR tidak mengakibatkan hasil yang berbeda. Dengan prin-
sip dualisme, sifat komutatif mempunyai bentuk AND (AB = BA) dan ben-
tuk OR (A+B = B +A). Sifat distributif menunjukkan bagiaman variabel
didistribusikan melalui operasi AND. Karena prinsip dualisme juga maka ada
sifat distributif untuk OR.
Sifat identitas menunjukkan bahwa variabel yang di-AND-kan dengan 1
atau di-OR-kan dengan 0, menghasilkan nilai variabel itu sendiri. Sifat kom-
plemen mengakibatkan bahwa variabel yang dikenakan operasi AND ter-
hadap komplemen variabel tersebut, menghasilkan 0 (karena paling tidak
pasti ada 1 operan bernilai 0), dan variabel yang dikenakan operasi OR ter-
Yohanes Suyanto
2.6. Sifat-sifat Aljabar Boole 21
A B AB = A+ B A +B = A B
0 0 1 1 1 1
0 1 1 1 0 0
1 0 1 1 0 0
1 1 0 0 0 0
Gambar 2.12: Pembuktian teorema DeMorgan untuk 2 variabel
hadap komplemennya, menghasilkan nilai 1 (karena pasti ada nilai 1 pada
operannya).
Teorema nol dan satu menyatakan bahwa operasi AND antara variabel
dengan 0 akan menghasilkan 0 dan operasi OR antara variabel dengan 1 akan
menghasilkan 1. Teorema idempoten menyatakan bahwa operasi AND atau
OR antara variabel dengan dirinya sendiri menghasilkan nilai variabel itu
sendiri.
Teorema asosiatif menyatakan bahwa urutan operasi AND atau OR tidak
mengakibatkan hasil yang berbeda. Teorema involusi menyatakan bahwa
komplemen dari komplemen suatu variabel adalah variabel itu sendiri.
Teorema DeMorgan, teorema konsensus, dan teorema absorbsi tidak be-
gitu jelas sehingga kita perlu membuktikannya. Teorema DeMorgan dapat
dibuktikan dengan induksi yaitu mendaftar semua kemungkinan nilai 2 vari-
abel A dan B serta fungsi yang dibuktikan seperti Gambar 2.12. Sisi kiri dan
kanan dalam ekspresi DeMorgan mempunyai nilai yang sama, inilah buk-
tinya. Untuk teorema konsensus dan absorbsi, silakan dicoba sendiri untuk
latihan.
Tidak semua gerbang logika dibicarakan secara mendalam karena
berdasarkan 3 himpunan gerbang logika yaitu {AND, OR, NOT}, {NAND},
dan {NOR}, satu himpunan dapat disusun dari gerbang-gerbang pada him-
punan lainnya.
Sebagai contoh misalnya implementasi OR dengan menggunakan him-
punan {NAND}. Teorema DeMorgan dapat digunakan untuk menyusun
gerbang OR dari gerbang NAND seperti Gambar 2.13 dan 2.14. Penjelasan-
nya adalah sebagai berikut:
A+B = A+B Teorema involusi
= A B Teorema DeMorgan
Untuk mendapatkan inversi (NOT) dari gerbang NAND penjelasannya
adalah:
A = A +A Teorema idempoten
= A A Teorema DeMorgan
Yohanes Suyanto
22 2. RANGKAIAN LOGIKA DIGITAL KOMBINASIONAL
A
B
F = A +B
A
B
F = A B
Gambar 2.13: Penyusunan NAND menjadi OR
A
B
A+B A +B
A
B
Gambar 2.14: Implementasi inversi dengan NAND
Fungsi AND dalam {NAND} (Gambar 2.15) dijelaskan sebagai berikut:
AB = AB Teorema involusi
A
B
F = AB
A
B
F = AB
Gambar 2.15: Penyusunan NAND menjadi AND
Ekuivalensi di antara fungsi-fungsi logika menjadi penting dalam prak-
tik, karena suatu jenis gerbang logika kemungkinan mempunyai karakteristik
yang lebih baik daripada yang lainnya.
2.7 Bentuk Sum-of-Product dan Diagram
Logika
Misalnya kita akan membuat fungsi yang lebih kompleks daripada sekedar
gerbang logika sederhana, seperti fungsi mayoritas yang tertera sebagai tabel
kebenaran pada Gambar 2.16. Fungsi mayoritas akan benar jika lebih dari
separo masukan bernilai benar. Fungsi ini sering digunakan pada pembetu-
lan kesalahan dengan menganggap bahwa nilai yang paling banyak muncul
sebagai nilai hasil, atau kadang disebut pula sebagai fungsi voting.
Karena pembahasan sampai di sini belum ada gerbang sederhana yang
dapat digunakan secara langsung untuk implementasi fungsi mayoritas,
maka kita akan melakukan transformasi dari persamaan AND-OR dua-level
dan mengimplementasikannya dalam bentuk gerbang logika dari himpunan
{AND, OR, NOT} (misalnya). Disebut persamaan dua-level karena ada satu
level bentuk AND dilanjutkan dengan satu level bentuk OR. Fungsi Boolean
untuk mayoritas ini bernilai benar jika nilai F pada tabel kebenaran bernilai
Yohanes Suyanto
2.7. Bentuk Sum-of-Product dan Diagram Logika 23
Indeks
minterm
A B C F
0 0 0 0 0
1 0 0 1 0
2 0 1 0 0
3 0 1 1 1
4 1 0 0 0
5 1 0 1 1
6 1 1 0 1
7 1 1 1 1
Gambar 2.16: Tabel kebenaran untuk fungsi mayoritas
benar. Dengan demikian F akan benar untuk nilai A = 0, B = 1, dan C = 1,
atau A = 1, B = 0, dan C = 1, dan seterusnya seperti dalam tabel.
Salah satu cara untuk menuliskan persamaan logika adalah dengan meng-
gunakan bentuk sum-of-product atau SOP, yang merupakan kumpulan AND
dari variabel yang terlibat kemudian dioperasikan dengan OR. Bentuk per-
samaan logika untuk fungsi mayoritas tertulis pada Persamaan 2.1. Tanda
+ berarti operasi OR dan bukan penambahan secara aritmetika.
F = ABC +ABC +ABC +ABC (2.1)
Dengan mengamati persamaan tersebut kita dapat menentukan
bahwa diperlukan 4 buah AND untuk implementasi suku perkalian
ABC, ABC, ABC, dan ABC. Keluaran dari gerbang AND kemudian
dihubungkan ke masukan gerbang OR 4-masukan seperti Gambar 2.17.
Rangkaian ini menunjukkan fungsi mayoritas, dan kita dapat mengeceknya
dengan memasukkan semua kombinasi yang mungkin untuk masukan dan
mengamati hasilnya.
Jika setiap suku mengandung tepat masing-masing variabel 1 kali, dalam
bentuk komplemen atau bukan, maka suku ini disebut minterm. Minterm
mempunyai nilai 1 dalam keluaran tabel kebenaran. Dengan demikian
minterm adalah minimum term yang menghasilkan benar. Sebagai alternatif
fungsi dapat ditulis dalam bentuk jumlahan dari kombinasi yang benar. Per-
samaan 2.1 dapat ditulis ulang menjadi persamaan 2.2 dengan indeks adalah
minterm indeks seperti Gambar 2.16.
F =

(3, 5, 6, 7) (2.2)
Notasi ini digunakan secara resmi sebagai persamaan Boolean karena
hanya berisi minterm saja. Persamaan 2.1 dan 2.2 disebut sebagai notasi
Yohanes Suyanto
24 2. RANGKAIAN LOGIKA DIGITAL KOMBINASIONAL
A B C
F
Gambar 2.17: Implementasi fungsi mayoritas dengan dua-level AND-OR.
Inverter tidak dihitung sebagai level.
resmi untuk bentuk SOP.
2.8 Bentuk Product-of-Sum
Sebagai pasangan dari bentuk sum-of-product, persamaan Boolean dapat di-
representasikan dalam bentuk product-of-sum (POS). Persamaan dalam
bentuk POS berupa koleksi rangkaian OR yang keluarannya dihubungkan
bersama dengan gerbang AND. Salah satu cara untuk membentuk POS
adalah dengan jalan melakukan komplemen terhadap bentuk SOP, dan ke-
mudian diterapkan teorema DeMorgan. Sebagai contoh, lihat kembali fungsi
mayoritas dalam bentuk tabel kebenaran di Gambar 2.16, bentuk komple-
mennya adalah baris-baris yang menghasilkan keluaran 0, seperti persamaan
2.3:
F = A B C +A BC +ABC +AB C (2.3)
Dilakukan komplemen pada kedua ruas didapat persamaan 2.4:
F = A B C +A BC +ABC +AB C (2.4)
Penerapan teorema DeMorgan yang berbentuk W +X +Y +Z = W X Y Z
didapat persamaan 2.5:
F = (A B C) (A BC) (ABC) (AB C) (2.5)
Penerapan teorema DeMorgan yang berbentuk WXY Z = W+X+Y +Z
pada faktor dalam kurung didapat persamaan 2.6
Yohanes Suyanto
2.8. Bentuk Product-of-Sum 25
A B C
F
Gambar 2.18: Rangkaian OR-AND dua-level implementasi dari fungsi may-
oritas. Inverter tidak dihitung sebagai level
F = (A+B +C)(A+B +C) + (A+B +C)(A+B +C) (2.6)
Persamaan 2.6 berbentuk POS, dan berisi 4 maxterms, yang mem-
bolehkan setiap variabel muncul tepat 1 kali dalam bentuk komplemen
maupun tidak. Maxterm, misalnya (A + B + C), mempunyai nilai 0 untuk
satu baris dalam tabel kebenaran. Persamaan yang hanya berisi maxterm
dalam bentuk POS dikatakan sebagai persamaan product-of-sum. Rangkaian
OR-AND sebagai implementasi dari persamaan 2.5 tampaka pada Gambar
2.18.
Salah satu motivasi penggunaan POS daripada SOP adalah jika meng-
hasilkan bentuk persamaan Boole yang lebih sederhana. Persamaan Boole
yang lebih sederhana dapat menghasilkan rangkaian yang lebih sederhana,
namun ini tidak pasti karena ada sejumlah faktor yang tidak tergan-
tung langsung pada ukuran persamaan Boole, seperti kompleksitas topologi
perkawatan.
Cacah gerbang adalah ukuran kompleksitas rangkaian yang menun-
jukkan cacah semua gerbang logika yang digunakan. Cacah masukan ger-
bang adalah ukuran lain kompleksitas rangkaian yang menunjukkan jumlah
masukan ke semua gerbang logika. Untuk rangkaian pada Gambar 2.17 dan
Gambar 2.18, cacah gerbang adalah 8 dan cacah masukan gerbang adalah
19 untuk bentuk SOP dan POS. Dalam kasus ini tidak ada perbedaan kom-
pleksitas rangkaian antara bentuk SOP dan POS, tetapi untuk kasus lain
perbedaannya menjadi nyata. Ada banyaj variasi metode untuk mereduksi
kompleksitas rangkaian digital, beberapa di antaranya dibahas pada Bab 4.
Yohanes Suyanto
26 2. RANGKAIAN LOGIKA DIGITAL KOMBINASIONAL
2.9 Logika Positif dan Negatif
Sampai saat ini kita berasumsi bahwa tegangan tinggi dan rendah
berpadanan dengan logika 1 dan 0, atau BENAR dan SALAH, yang dikenal
sebagai active high atau logika positif. Kita dapat membuat pernyataan
yang sebaliknya: tegangan rendah untuk logika 1 dan tegangan tinggi un-
tuk logika 0. Penggunaan logika negatif kadang-kadang lebih disukai dari-
pada logika positif untuk aplikasi yang sifatnya menghalangi daripada mem-
bolehkan.
Gambar 2.19 menunjukkan ilustrasi pasangan gerbang AND-OR dan
NAND-NOR untuk logika positif dan negatif. Logika positif gerbang AND
berlaku seperti logika negatif gerbang OR. Gerbang logika secara sis sama
tanpa memperhatikan logika positif atau negatif, hanya interpretasi sinyalnya
berubah.
Level tegangan Level logika positif Level logika negatif
A B F A B F A B F
rendah rendah rendah 0 0 0 1 1 1
rendah tinggi rendah 0 1 0 1 0 1
tinggi rendah rendah 1 0 0 0 1 1
tinggi tinggi tinggi 1 1 1 0 0 0
gerbang
AND
sis
A
B
F
A
B
F = AB
A
B
F = A +B
Level tegangan Level logika positif Level logika negatif
A B F A B F A B F
rendah rendah tinggi 0 0 1 1 1 0
rendah tinggi tinggi 0 1 1 1 0 0
tinggi rendah tinggi 1 0 1 0 1 0
tinggi tinggi rendah 1 1 0 0 0 1
gerbang
NAND
sis
A
B
F
A
B
F = AB
A
B
F = A+B
Gambar 2.19: Logika positif dan negatif untuk pasangan AND-OR dan
NAND-NOR
Pencampuran logika positif dan negatif dalam satu sistem sebaiknya di-
hindari untuk mencegah kerancuan, tetapi kadang-kadang hal ini tidak da-
Yohanes Suyanto
2.10. Data Sheet 27
pat dihindari. Untuk kasus ini, suatu teknik yang dikenal dengan nama
pencocokan gelembung membantu untuk menjaga agar logikanya berjalan
dengan benar. Idenya adalah rangkaian logika positif bernilai positif dan di-
pasangi gelembung (yang berarti inversi) untuk semua masukan dan kelu-
aran untuk dihubungkan dengan rangkaian logika negatif. Dengan demikian
sinyal yang keluar dari gelembung adalah komplemen dari sinyal yang mema-
sukinya.
Perhatikan rangkaian yang ditunjukkan oleh Gambar 2.20a, 2 rangkaian
logika positif digabungkan dengan gerbang AND dan dihubungkan ke sistem
logika positif. Sistem yang ekuivalen secara logis ditunjukkan pada Gam-
bar 2.20b. Dalam proses pencocokan gelembung, gelembung dipasang pada
setiap masukan atau keluaran dari rangkaian aktif rendah seperti Gambar
2.20c.
Untuk memudahkan analisis rangkaian, gelembung masukan aktif rendah
perlu dicocokkan dengan gelembung keluaran aktif rendah. Dalam Gambar
2.20c ada gelembung yang tidak cocok karena hanya ada 1 gelembung dalam
1 garis. Teorema DeMorgan digunakan untuk konversi dari gerbang OR
menjadi gerbang NAND dengan masukan yang dikomplemenkan. Gambar
2.20d menunjukkan gelembung yang sudah cocok.
Logika positif x
0
Logika positif x
1
logika
positif
(a)
Logika negatif x
0
Logika negatif x
1
logika
negatif
(b)
Logika negatif x
0
Logika negatif x
1
logika
negatif
(c)
Logika negatif x
0
Logika negatif x
1
logika
negatif
(d)
Gambar 2.20: Proses pencocokan gelembung
2.10 Data Sheet
2.11 Komponen Digital
Desain rangkaian digital tingkat tinggi biasanya menggunakan sekumpulan
gerbang yang dikemas dalam bentuk komponen bukan gerbang logika tung-
gal. Hal ini mengakibatkan bahwa kompleksitas rangkaian dapat dikurangi
dan pemodelannya menjadi sederhana. Beberapa komponen dibahas dalam
bagian berikut.
Yohanes Suyanto
28 2. RANGKAIAN LOGIKA DIGITAL KOMBINASIONAL
2.11.1 Level Integrasi
Sampai saat ini kita membahas desain unit logika kombinasional. Karena
kita bekerja dengan gerbang tunggal, maka kita bekerja pada level inte-
grasi skala kecil (small scale integration (SSI), yang meliputi chip dengan
isi 10 - 100 komponen. Pengertian komponen di sini berbeda dengan kom-
ponen sebelumnya, yaitu mengacu pada transitor dan elemen diskrit lain.
Dalam integrasi skala menengah atau mediam scale integration (MSI), isi
chip berkisar antara 100-1000 komponen. Integrasi skala besar atau large
scale integration (LSI) mengacu pada chip yang berisi 1000-10.000 kompo-
nen, dan integrasi skala sangat besar atau very large scale integration
(VLSI) berisi komponen yang lebih banyak lagi.
2.11.2 Multiplekser
Multiplekser atau MUX (mutiplexer) adalah komponen yang mempunyai
banyak masukan dan 1 keluaran. Diagram blok dan table kebenaran dari
MUX 4-ke-1 ditunjukkan oleh Gambar 2.21. Keluaran F adalah sama dengan
masukan pada jalur yang dipilih oleh kendali masukan A dan B. Misalnya,
jika AB = 00, maka keluaran F adalah nilai pada masukan D
0
(baik 0
maupun 1). Rangkaian yang sesuai untuk MUX ini terlihat pada Gambar
2.22
00 D
0
01 D
1
10 D
0
11 D
1
F
A B
Kendali masukan
Masukan
A B
0 0
0 1
1 0
1 1
D
0
D
1
D
2
D
3
F
F = A BD
0
+A BD
1
+A BD
2
+ABD
3
Gambar 2.21: Blok diagram dan tabel kebenaran untuk MUX 4-ke-1
Saat kita mendesain rangkaian dengan MUX, biasanya kita menggunakan
bentuk kotak seperti Gambar 2.21, bukan bentuk terperinci seperti Gambar
2.22. Dengan cara ini, gambar rangkaian menjadi lebih mudah dipahami.
Multiplekser juga dapat digunakan untuk implemtasi fungsi Boolean.
Gambar 2.23 menunjukkan penggunaan MUX sebagai fungsi mayoritas.
Data masukan diambil langsung dari tabel kebenaran fungsi mayoritas, dan
masukan kendali dihubungkan langsung ke variabel A, B, dan C. Imple-
mentsai fungsi menggunakan MUX adalah dengan memasang 1 pada jalur
Yohanes Suyanto
2.11. Komponen Digital 29
D
0
F
D
1
D
2
D
3
A B
Gambar 2.22: Implementasi MUX 4-ke-1 dengan AND-OR
masukan yang merupakan minterm dan mengisi 0 untuk lainnya. Walaupun
sebagian masukan tidak digunakan namun penggunakan MUX untuk imple-
mentasi fungsi Boolean namun banyak juga fungsi Boolean yang menggu-
nakannya, sebab proses desainnya dan implementasinya menjadi lebih seder-
hana.
A B C
0 0 0
0 0 1
0 1 0
0 1 1
1 0 0
1 0 1
1 1 0
1 1 1
F
0
0
0
1
0
1
1
1
0
0
0
1
0
1
1
1
000
001
010
011
100
101
110
111
F
B A C
Kendali masukan
Gambar 2.23: Implementasi MUX 8-ke-1 untuk fungsi mayoritas
Kasus lain penggunakan MUX 4-ke-1 untuk fungsi dengan 3 variabel
ditunjukkan pada Gambar 2.24. Data msukan diambil dari himpunan
{0,1,C, C}, dan pengelompokannya dapat dilihat pada tabel kebenaran. Jika
AB = 00 maka F = 0, apapun nilai C, sehingga kita isi 0 untuk jalur ma-
sukan 00 pada MUX. Jika AB = 01, maka F = 1 apapun nilai C, sehingga
Yohanes Suyanto
30 2. RANGKAIAN LOGIKA DIGITAL KOMBINASIONAL
kita isi 1 pada jalur 01 pada MUX. Jika AB = 10 maka F = C, karena untuk
C = 0 maka F = 0 dan untuk C = 1 maka F = 1, sehingga kita isi C pada
jalur 10 pada MUX. Akhirnya untuk AB = 11, maka F = C, dan kita isi
jalur 11 pada MUX dengan C. Dengan cara ini, kita dapat mengimplemen-
tasikan fungsi 3 variabel dengan menggunakan MUX 2 variabel.
A B C
0 0 0
0 0 1
0 1 0
0 1 1
1 0 0
1 0 1
1 1 0
1 1 1
F
0
0
1
1
0
1
1
0
0
1
C
C
00 0
01 1
10 C
11
C
F
A B
Gambar 2.24: Implementasi MUX 4-ke-1 untuk fungsi dengan 3 variabel
2.11.3 Demultiplekser
Demultiplekser atau DEMUX (demultiplexer) adalah kebalikan dari MUX.
Diagram blok untuk DMUX 1-ke-4 dengan kendali masukan A dan B serta
tabel kebenaran yang sesuai ditunjukkan oleh Gambar 2.25. DEMUX men-
girim data masukan D ke salah satu jalur keluaran F
i
yang ditentukan oleh
kendali masukan. Rangkaian DEMUX 1-ke-4 ditunjukkan pada Gambar 2.26.
Aplikasi DEMUX digunakan untuk mengirim data dari satu sumber ke salah
satu dari sejumlah tujuan, seperti tombol pada elevator kepada wahana el-
evator terdekat. DEMUX tidak biasa digunakan pada implementasi fungsi
Boolean umumnya, walaupun cara ini juga bisa dilakukan.
2.11.4 Dekoder
Dekoder menerjemahkan secara logika kode menjadi artinya. Pada satu saat
tepat hanya satu keluaran yang bernilai 1, yang ditentukan oleh kendali in-
put. Diagram blok dan tabel kebenaran dari dekoder 2-ke-4 dengan kendali
masukan A dan B tercantum pada Gambar 2.27. Rangkaian dekoder yang
sesuai dengan itu terlihat pada Gambar 2.28. Dekoder dapat digunakan
untuk mengendalikan rangkaian lain, dan menonaktifkan rangkaian lain.
Karena alasan ini, kita tambahkan jalur Enable yang kan menghasilkan kelu-
Yohanes Suyanto
2.11. Komponen Digital 31
00 D
0
01 D
1
10 D
0
11 D
1
D
A B
D A B
0 0 0
0 0 1
0 1 0
0 1 1
1 0 0
1 0 1
1 1 0
1 1 1
F
0
F
1
F
2
F
3
0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
1 0 0 0
0 1 0 0
0 0 1 0
0 0 0 1
Gambar 2.25: Diagram blok dan tabel kebenaran untuk DEMUX 1-ke-4
A B
D
F
0
F
1
F
2
F
3
Gambar 2.26: Rangkaian DEMUX 1-ke-4
aran 0 semua jika Enable ini diisi 0, yang secara logika mirip dengan DEMUX
dengan masukan 1.
Salah satu aplikasi dekoder adalah untuk menerjemahkan alamat me-
mori menjadi lokasi sis. Dekoder juga dapat digunakan untuk implemen-
tasi fungsi Boolean. Karena setiap jalur keluaran berkorespondensi dengan
minterm yang berbeda, maka fungsi dapat diimplementasikan dengan ope-
rasi OR pada keluaran yang berkorespondensi dengan minterm yang berni-
lai benar. Contohnya Gambar 2.29 adalah implementasi fungsi mayoritas
menggunakan dekoder 3-ke-8. Keluaran yang tidak digunakan dibiarkan tak
terhubung.
Yohanes Suyanto
32 2. RANGKAIAN LOGIKA DIGITAL KOMBINASIONAL
00 D
0
01 D
1
10 D
0
11 D
1
A
B
Enable
A B
0 0
0 1
1 0
1 1
D
0
D
1
D
2
D
3
1 0 0 0
0 1 0 0
0 0 1 0
0 0 0 1
Enable=1
A B
0 0
0 1
1 0
1 1
D
0
D
1
D
2
D
3
0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
Enable=0
D
0
= A B D
1
= AB D
2
= AB D
3
= AB
Gambar 2.27: Diagram blok dan tabel kebenaran dekoder 2-ke-4
Enable
B
A
D
0
D
1
D
2
D
3
Gambar 2.28: Rangkaian dekoder 2-ke-4
2.11.5 Enkoder Prioritas
Enkoder menerjemahkan sekumpulan masukan menjadi kode biner, dan da-
pat dipahami sebagai kebalikan dari dekoder. Enkoder prioritas adalah salah
satu bentuk enkoder yang memperhatikan urutan masukan. Diagram blok
dan tabel kebenarannya ada pada Gambar 2.30. Prioritas dalam enkoder
ini maksudnya adalah bahwa masukan A
i
mempunyai prioritas lebih tinggi
daripada A
i+1
. Keluaran berupa nilai 00,01,10, atau 11 tergantung dari jalur
masukan yang aktif dengan prioritas tertinggi. Jika tidak masukan yang ak-
tif, keluaran menghasilkan nilai bawaan A
0
(F
1
F0 = 00).
Enkoder prioritas digunakan untuk memilih dari sejumlah alat yang
berkompetisi untuk menggunakan jalur yang sama, misalnya jika sejum-
lah pengguna secara serentak berusaha menggunakan sistem komputer yang
sama. Rangkaian enkoder prioritas 4-ke-2 tampak pada Gambar 2.31.
Yohanes Suyanto
2.11. Komponen Digital 33
000
001
010
011
100
101
110
111
B
A
C
M
Gambar 2.29: Implementasi fungsi mayoritas dengan dekoder 3-ke-8
2.11.6 PLA
Larik logika dapat diprogram atau programmable logic array (PLA) adalah
komponen yang berisi matriks AND diikuti dengan matriks OR. PLA de-
ngan 3 masukan dan 2 keluaran ditunjukkan oleh Gambar 2.32. Tiga ma-
sukan A, B, dan C dan komplemennya tersedia sebagai masukan untuk 8
gerbang AND yang menghasilkan 8 suku perkalian. Keluaran dari gerbang
AND dihubungkan ke masukan semua gerbang OR yang menghasilkan kelu-
aran fungsi F
0
dan F
1
. Sekering yang dapat diprogram diletakkan pada
setiap persilangan pada matriks AND dan OR. PLA diprogram untuk fungsi
tertentu dengan memutus sekering pada matriks. Pada saat sekering dipu-
tus pada gerbang AND, maka masukan tersebut terhubung ke nilai logika
1. Demikian juga jika sekering diputus pada gerbang OR, maka masukan
terhubung ke logika 0.
Sebagai contoh bagaiamana penggunaan PLA, kita lihat implementasi
fungsi mayoritas dengan memakai PLA 3 2 (fungsi dengan 3 masukan
variabel 2 keluaran). Untuk keperluan penyederhanaan ilustrasi, bentuk
seperti Gambar 2.33 yang dipergunakan, bukan 2.32. Dengan catatan bahwa
jalura tunggal pada masukan gerbang AND mewakili 6 jalur masukan, dan
jalur tunggal pada setiap gerbang OR mewakili 8 jalur masukan. Tanda bu-
latan kecil pada persimpangan menunjukkan tempat koneksi dibuat. Dalam
Gambar 2.32 fungsi mayoritas hanya menggunakan setengah dari PLA, dan
sisanya dapat dipergunakan untuk fungsi lain.
PLA adalah komponen yang banyak gunanya sebagai rangkaian digital
umum. Keunggulan dari penggunaan PLA adalah karena hanya ada sedikit
masukan dan keluaran, dan ada banyak gerbang logika di antara masukan
dan keluaran. Proses minimisasi jumlah koneksi dalam rangkaian menjadi
penting untuk modularisasi sistem menjadi komponen. PLA sangat ideal un-
Yohanes Suyanto
34 2. RANGKAIAN LOGIKA DIGITAL KOMBINASIONAL
00 A
0
01 A
1
10 A
2
11 A
3
F
0
F
1
F
0
= A
0
A
1
A
3
+A
0
A
1
A
2
F
1
= A
0
A
2
A
3
+A
0
A
1
A
0
A
1
A
2
A
3
0 0 0 0
0 0 0 1
0 0 1 0
0 0 1 1
0 1 0 0
0 1 0 1
0 1 1 0
0 1 1 1
1 0 0 0
1 0 0 1
1 0 1 0
1 0 1 1
1 1 0 0
1 1 0 1
1 1 1 0
1 1 1 1
F
0
F
1
0 0
1 1
1 0
1 0
0 1
0 1
0 1
0 1
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
Gambar 2.30: Diagram blok dan tabel kebenaran enkoder prioritas 4-ke-2
tuk keperluan ini, dan banyak program otomatisasi desain PLA untuk fungsi-
fungsi tertentu. Untuk menjaga konsep modularitas sering PLA dinyatakan
sebagai kotak hitam seperti pada Gambar 2.34, dan diasumsikan bahwa isi
PLA dengan mudah dapat dibuat menggunakan program secara otomatis.
2.11.7 Penggunaan PLA untuk Penjumlah Ripple-
carry
Sebagai contoh lain implementasi PLA dalam rangkaian digital, kita akan
mendesain rangkaian untuk menjumlah 2 bilangan. Penjumlahan secara
biner mirip dengan penjumlah desimal menggunakan tangan. Bilangan biner
yang dijumlahkan dari kanan ke kiri, menghasilkan hasil dan sisa (carry) di
setiap bit. Dua bit dan sisa sebelumnya dijumlahkan pada setiap posisi bit,
sehingga kemungkinan masing-masing nilai serta hasil jumlahan dan sisanya
dapat disusun seperti pada Gambar 2.35.
Tabel kebenaran pada Gambar 2.35 menjelaskan mengenai elemen yang
disebut sebagai penjumlah penuh (full adder), dan gambar simbolnya ada
disebelahnya. Penjumlah setengah (half adder), dapat digunakan pada
bagian penjumlah paling kanan yang menjumlahkan 2 bit dan menghasilkan
jumlah dan sisa. Penjumlah penuh di lain pihak menjumlah 2 bit beserta sisa
Yohanes Suyanto
2.11. Komponen Digital 35
A
0
F
0
A
1
A
2
A
3
F
1
Gambar 2.31: Rangkaian enkoder prioritas 4-ke-2
pada proses sebelumnya dan juga menghasilkan jumlah dan sisa. Penjum-
lah setengah tidak digunakan pada kasus ini untuk meminimumkan macam
komponen. Dengan 4 penjumlah penuh yang dipasang berjenjang dapat
dihasilkan penjumlah biner 4 bit, seperti nampak pada Gambar 2.36. Pen-
jumlah paling tetap menggunakan penjumlah penuh dengan menghubungkan
masukan c
0
dengan 0.
Perlu diperhatikan bahwa nilai jumlah belum dapat dihitung sampai sisa
dari penjumlah penuh sebelumnya dihitung. Rangkaian disebut penjum-
lah ripple carry karena nilai yang benar seperti bergeser dari kanan ke kiri.
Walaupun gambar yang diperlihatkan nampak seperti paralel, namun sebe-
narnya penjumlahan bit dilakukan secara serial dari kanan ke kiri. Hal inilah
yang merupakan kelemahan dari rangkaian ini. Pendekatan desain penjum-
lah penuh menggunakan PLA, nampak pada Gambar 2.37
Pendekatan desan dengan cara PLA adalah hal yang umum, dan alat
bantu desain menggunakan komputer untuk VLSI biasanya lebih suka meng-
gunakan PLA daripada MUX atau yang lain karena PLA berbentuk keser-
agamannya.
Yohanes Suyanto
36 2. RANGKAIAN LOGIKA DIGITAL KOMBINASIONAL
A B C
F
0
F
1
Gambar 2.32: PLA 3 masukan 2 keluaran
Yohanes Suyanto
2.11. Komponen Digital 37
A B C
F
0
F
1
ABC
ABC
ABC
ABC
Gambar 2.33: Penyederhanaan PLA
PLA
A
B
C
F
0
F
1
Gambar 2.34: PLA dalam bentuk kotak hitam
A
i
B
i
C
i
0 0 0
0 0 1
0 1 0
0 1 1
1 0 0
1 0 1
1 1 0
1 1 1
S
i
C
i+1
0 0
1 0
1 0
0 1
1 0
0 1
0 1
1 1
Full
adder
A
i
B
i
C
i
S
i
C
i+1
Gambar 2.35: PLA dalam bentuk kotak hitam
Yohanes Suyanto
38 2. RANGKAIAN LOGIKA DIGITAL KOMBINASIONAL
Full
adder
a
0 b
0
c
0
s
0
Full
adder
a
1 b
1
c
1
s
1
Full
adder
a
2 b
2
c
2
s
2
Full
adder
a
3 b
3
c
3
s
3
c
4
Gambar 2.36: Implementasi penjumlah 4 bit menggunakan penjumlah penuh
berjenjang
A B C
in
Sum C
out
Gambar 2.37: Penjumlah penuh menggunakan PLA
Yohanes Suyanto

Você também pode gostar