PENGARUH THIDIAZURON TUNGGAL DAN KOMBINASI THIDIAZURON
DAN BENZILAMINOPURIN TERHADAP PEMBENTUKAN TUNAS DARI
POTONGAN DAUN Dendrobium antennatum Lindl. SECARA IN VITRO
JOKO KUSMIANTO 0302040233
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN BIOLOGI DEPOK 2008 Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 PENGARUH THIDIAZURON TUNGGAL DAN KOMBINASI THIDIAZURON DAN BENZILAMINOPURIN TERHADAP PEMBENTUKAN TUNAS DARI POTONGAN DAUN Dendrobium antennatum Lindl. SECARA IN VITRO
Skripsi diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
Oleh: JOKO KUSMIANTO 0302040233
DEPOK 2008 Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 SKRIPSI : PENGARUH THIDIAZURON TUNGGAL DAN KOMBINASI THIDIAZURON DAN BENZILAMINOPURIN TERHADAP PEMBENTUKAN TUNAS DARI POTONGAN DAUN Dendrobium antennatum Lindl. SECARA IN VITRO NAMA : J OKO KUSMIANTO NPM : 0302040233 SKRIPSI INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJ UI DEPOK, 18 J uli 2008
Dr. SUSIANI PURBANINGSIH, DEA Dra. LESTARI RAHAYU K, M.Sc. PEMBIMBING I PEMBIMBING II
Tanggal lulus Ujian Sidang Sarjana: 18 J uli 2008
Penguji I : Dr. Nisyawati (..............................)
Penguji II : Dr. Andi Salamah (..............................)
Penguji III : Dra. Ratna Yuniati, M.Si. (..............................) Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 ,. , ,. . . , ,. . ,. ...
,.
. . . . .
, , , . , .. , , , . ..
.
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan bagi Allah SWT, Tuhan alam semesta atas nikmat dan karunia yang diberikan-Nya, serta cobaan dan kemudahan yang diberikan kepada penulis hingga akhirnya skripsi ini mampu penulis selesaikan. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah memberikan teladan hidup kepada semua umat manusia. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Susiani Purbaningsih, DEA selaku pembimbing I dan fasilitator penelitian yang telah membimbing penulis sejak kuliah praktik hingga skripsi ini selesai. Bimbingan, arahan, nasihat, dorongan, serta kepercayaan yang telah Beliau berikan kepada penulis telah membangun kepercayaan diri dan semangat yang sempat hilang saat penulis mengalami kegagalan. Rasa terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Dra. Lestari Rahayu K, M.Sc. selaku pembimbing II yang telah memberikan banyak pandangan yang membangun diri penulis dalam menyelesaikan penelitian dan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ketua dan Sekretaris Departemen Biologi FMIPA UI, Dr. Nisyawati selaku Pembimbing Akademik atas perhatian, bimbingan, dan dorongan semangatnya, juga kepada Dra. Ratna Yuniati, Dr. Andi Salamah, Dra. Yusniar Yusuf, Dra. Luthfah S. Nurusman, M.Si, Drs Amril Djalil, M.Si., Dr. Boen S. Oemarjati, dan Drs. Elyzar M. Adil, M.Si., serta seluruh dosen segala ilmu dan semangat yang Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 diberikan kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh karyawan Departemen Biologi FMIPA UI, khususnya Pak Taryana, Pak Ono, Mas Dedy, Ibu Ros, Ibu Sofi, Ibu Ida, Mba Ola, Pak Priyadi, dan Doni atas segala bantuan dan pertemanan selama masa perkuliahan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada asisten Laboratorium Kansha Orchids, khususnya kepada Mba Mery, Mba Eka, Mba Windri, Mba Arni, Pak Pujas, Mas Huda, Mba Mar, dan Mba Arom, serta kepada adiku Yusuf yang selalu menemani. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada keluarga besar 2K2 (Biologi 2002) atas pertemanan selama masa kuliah; BIRU (Biologi 2000) atas bimbingannya dan persaudaraannya; Comata UI dan Canopy atas pengalaman dan ilmunya; Happy Birds Team atas pengalaman dan kebanggaan di Malang, Puncak, J ogjakarta, dan Bandung yang tak terlupakan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman terdekat, Sri Suwarni yang selama ini memberikan semangat yang begitu besar, juga kepada Made, Alex, Dhanu, Dhani, Avi, Ferdi, Windy, Merry, Agnes, Dedy, Dody, dan Ely, serta Togemon. Terima kasih yang teristimewa penulis ucapkan kepada kedua orang tua penulis, adikku Nugroho, serta seluruh keluargaku atas segala dukungan, doa, dan kepercayaan yang diberikan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membaca dan dapat memberikan informasi yang dibutuhkan. Penulis 2008 Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui respons eksplan potongan daun Dendrobium antennatum Lindl. terhadap perlakuan 1 (1 mgl -1
TDZ dan 7,5 mgl -1 BAP), perlakuan 4 (1,5 mgl -1 TDZ dan 10 mgl -1 BAP), dan perlakuan 5 (2 mgl -1 TDZ dan 10 mgl -1 BAP) dalam menginduksi tunas. Penelitian dilakukan di laboratorium Khansa Orchids Cimanggis Depok (september 2007--April 2008). Dua puluh lima potong daun dikultur pada 1 botol sampel perlakuan. Data yang diperoleh dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa setiap perlakuan yang diberikan cenderung menghasilkan respons pembentukan protocorm like bodies (plb) dan tunas pada eksplan. Data tersebut juga menunjukan bahwa pada perlakuan 2, 3, dan 4 terdapat sinergisme antara TDZ dan BAP, sedangkan perlakuan 5 tidak menunjukkan adanya sinergisme. Perlakuan 3 (2 mgl -1 TDZ dan 7,5 mgl -1
BAP) cenderung menghasilkan jumlah plb dan tunas terbanyak (49,1 44,7 per botol), dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Eksplan mengawali respons induksi tunas dengan membengkak, dan kemudian membentuk plb atau tunas. Kata kunci: benzylaminopurin; Dendrobium antennatum Lindl.; potongan daun; protocorm like bodies; thidiazuron; tunas. x +72 hlm.; gbr.; tab.; lamp. Bibliografi: 49 (1982--2008) Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR . . i ABSTRAK iii DAFTAR ISI . iv DAFTAR GAMBAR . vi DAFTAR TABEL .. viii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... ix BAB I. PENDAHULUAN . 1 BAB II. TINJ AUAN PUSTAKA ................................................... 5 A. Dendrobium antennatum .. 5 1. Klasifikasi dan penyebaran .................................... 5 2. Morfologi ................................................................ 6 3. Sistem perbanyakan .............................................. 7 4. Manfaat .................................................................. 8 5. Kultur in vitro Dendrobium ............................... 8 B. Induksi tunas adventif secara in vitro ......................... 9 1. Eksplan ................................................................... 10 2. Media ....................................................................... 10 3. Faktor lingkungan ................................................... 17 BAB III. BAHAN DAN CARA KERJ A .... 19 A. Lokasi . 19 B. Bahan . 19 Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 1. Tanaman donor ... 19 2. Eksplan 19 3. Bahan kimia ... 20 4. Media ....... 20 C. PERALATAN 20 D. CARA KERJ A .. 21 1. Pembuatan larutan stok .. 21 2. Pembuatan media . 22 3. Sterilisasi alat . 22 4. Penanaman eksplan . 23 5. Pemeliharaan kultur .. 23 6. Pengamatan .. 24 7. Analisis data .. 24 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 A. Parameter kuantitatif 26 B. Parameter kualitatif .. 33 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 40 A. KESIMPULAN .. 40 B. SARAN .. 40 DAFTAR ACUAN 42
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 1. Morfologi Dendrobium antennatum Lindl. ............................ 49
2. Skema tahapan morfogenesis langsung dan tidak langsung pada kultur in vitro tanaman anggrek . 50
3. Skema tahapan kerja induksi tunas Dendrobium antennatum Lindl. pada medium MS modifikasi. . 51
4. Respons potongan daun Dendrobium antennatum Lindl. terhadap perlakuan TDZ tunggal dan kombinasi TDZ dan BAP . 52
5. Grafik jumlah plb, tunas, dan jumlah plb-tunas pada eksplan potongan daun Dendrobium antennatum Lindl., yang ditanam pada medium MS modifikasi dengan 5 macam perlakuan ZPT. ... 53
6. Pembengkakan eksplan potongan daun Dendrobium antennatum Lindl. akibat perlakuan yang diberikan pada penelitian (perlakuan 1) .... 54
7. Morfologi protocorm like bodies yang menyatu (perlakuan 1) .. 54
8. Morfologi protocorm like bodies yang terpisah (perlakuan 2) .. 55
9. Morfologi tunas tanpa melalui pembentukkan PLB (perlakuan 3) 55 Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 10. Pembentukan akar pada salah satu sampel perlakuan 1 mgl -1 TDZ (perlakuan 1) ... 56
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 1. Perlakuan TDZ tunggal dan kombinasi TDZ dan BAP terhadap induksi tunas dari potongan daun Dendrobium antennatum .............................................................. 57
2. Komposisi medium dan pembuatan larutan stok medium MS ................................................................................... 58
3. Penelitian penggunaan kombinasi zat pengatur tumbuh dalam menstimulasi pertumbuhan tunas yang telah dilakukan ..................................................................... 59
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman 1. Gambar tahap kerja sitokinin pada sel tumbuhan Arabidopsis. .................................................................................. 60
2a. Data kuantitatif pengaruh 1 mgl -1 TDZ (perlakuan 1) terhadap induksi tunas dari potongan daun Dendrobium antennatum Lindl.. .................................................. 61
2b. Data kuantitatif pengaruh 1,5 mgl -1 TDZ dan 7,5 mgl -1 BAP (perlakuan 2) terhadap induksi tunas dari potongan daun Dendrobium antennatum Lindl. ........................................... 62
2c. Data kuantitatif pengaruh 2 mgl -1 TDZ dan 7,5 mgl -1 BAP (perlakuan 3) terhadap induksi tunas dari potongan daun Dendrobium antennatum Lindl. .................................................. 63
2d. Data kuantitatif pengaruh 1,5 mgl -1 TDZ dan 10 mgl -1 BAP (perlakuan 4) terhadap induksi tunas dari potongan daun Dendrobium antennatum Lindl. .................................................. 64
2e. Data kuantitatif pengaruh 1,5 mgl -1 TDZ dan 10 mgl -1 BAP (perlakuan 5) terhadap induksi tunas dari potongan daun Dendrobium antennatum Lindl. ................................................... 65
3a. Data kualitatif pengaruh 1 mgl -1 TDZ (perlakuan 1) terhadap induksi tunas dari potongan daun Dendrobium antennatum Lindl. .................................................... 66
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 3b. Data kualitatif pengaruh 1,5 mgl -1 TDZ dan 7,5 mgl -1 BAP (perlakuan 2) terhadap induksi tunas dari potongan daun Dendrobium antennatum Lindl. ........................................... 67
3c. Data kualitatif pengaruh 2 mgl -1 TDZ dan 7,5 mgl -1 BAP (perlakuan 3) terhadap induksi tunas dari potongan daun Dendrobium antennatum Lindl. ........................................... 68
3d. Data kualitatif pengaruh 1,5 mgl -1 TDZ dan 10 mgl -1 BAP (perlakuan 4) terhadap induksi tunas dari potongan daun Dendrobium antennatum Lindl. ......................................... 69
3e. Data kualitatif pengaruh 2 mgl -1 TDZ dan 10 mgl -1 BAP (perlakuan 5) terhadap induksi tunas dari potongan daun Dendrobium antennatum Lindl. ......................................... 70
4a. Gambar tahap pembentukan plb pada potongan daun Doritaenopsis silangan. ..................................................... 71
4b. Gambar pembentukan plb yang gagal. ...................................... 72
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 BAB I PENDAHULUAN
Dendrobium antennatum Lindl. merupakan salah satu anggrek spesies yang memiliki bunga berbentuk indah dengan petal lateral terpilin dan menyerupai tanduk antelope (Gambar 1h). Pada saat berbunga, lama mekar dapat mencapai 2--3 bulan. Keindahan dan ketahanan terhadap kelayuan bunga anggrek tersebut dimanfaatkan oleh manusia untuk menambah keindahan dan kesan alami pada ruangan tertutup ataupun terbuka. Anggrek tersebut biasa digunakan dalam bentuk tanaman pot atau bunga potong (Fanfani & Rossi 1992: 41; Soon 2005: 108). Habitat asli anggrek D. antennatum di Indonesia terdapat di Papua. Keberadaan anggrek tersebut terancam dengan kerusakan hutan Papua yang telah mencapai angka kerusakan sebesar 60% (Rico 2003: 1). Sementara itu Convention on International Trade in Endangered Species Wild Fauna and Flora (CITES) memasukkan anggrek D. antennatum ke dalam kriteria Appendiks II atau terancam punah dan dilarang keras mengambil anggrek tersebut dari habitatnya. Terkait dengan terancamnya habitat dan keberadaan anggrek tersebut diperlukan sistem perbanyakan yang terprogram untuk menjaga spesies anggrek D. antennatum agar tidak punah dan dapat dimanfaatkan secara komersial (Sjostrom & Gross 2006: 280). Anggrek D. antennatum berkembang biak secara vegetatif dengan membentuk tanaman anakan pada bagian pangkal batang, tetapi seringkali Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 terdapat tanaman anakan tumbuh pada nodus batang dan nodus tangkai bunga majemuk yang disebut keiki. Dendrobium antennatum secara vegetatif dapat menghasilkan 2 hingga 4 tanaman anakan setiap tahun (tunas ataupun keiki) (Nasiruddin dkk. 2002: 955). Perbanyakan secara generatif dapat terjadi dengan biji. Perkecambahan biji secara alami membutuhkan mikoriza sebagai penghasil nutrisi bagi biji. Tanpa mikoriza perkecambahan sulit terjadi (Dressler 1990: 76--77; Anjum dkk. 2006: 1738). Teknik perbanyakan anggrek D. antennatum secara generatif dan vegetatif konvensional hanya menghasilkan jumlah anakan sedikit dan membutuhkan waktu yang lama. Hal tersebut mendorong perkembangan metode perbanyakan anggrek dalam jumlah besar, seragam, dan dalam waktu singkat yang dikenal sebagai teknik kultur in vitro (Anjum dkk. 2006: 1738). Teknik tersebut telah digunakan untuk memperbanyak beberapa spesies anggrek Dendrobium, di antaranya adalah D. formosanum (Nasiruddin dkk. 2002: 955--957), Dendrobium sp. (Talukder dkk. 2003: 1058- -1062), dan D. candidum Wall. Ex. Lindl. (Shiau dkk. 2005: 227--229). Kemampuan tumbuhan untuk membentuk tanaman anakan secara in vitro dipengaruhi oleh eksplan, media kultur, dan lingkungan pemeliharaan (Park dkk. 2002: 168--169; Chen dkk. 2004: 11--13). Eksplan yang digunakan untuk menginduksi tunas dapat berasal dari daun, nodus batang, nodus tangkai bunga majemuk, tunas muda, pollen, dan biji (Arditi & Ernst 1990: 347). Penggunaan daun anggrek Dendrobium sebagai eksplan dalam Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 menginduksi tunas telah dilakukan oleh Nasiruddin dkk. (2003: 955) dan Anjum dkk. (2006: 1738). Selain eksplan, media juga berpengaruh penting dalam meningkatkan jumlah tunas yang dihasilkan pada eksplan. Media Murashige dan Skoog (MS) merupakan media yang umum digunakan pada kultur in vitro anggrek. Media MS merupakan media lengkap yang dapat digunakan dengan kadar makronutrien dan mikronutrien setengah kali konsentrasi resep ( MS) (Lee & Lee 2003: 475). Media MS modifikasi memiliki salah satu komponen penting dalam menginduksi pertunasan, yaitu zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh (ZPT) yang biasa digunakan untuk menginduksi pertunasan adalah sitokinin. Sitokinin yang sering digunakan di antaranya adalah thidiazuron (TDZ) dan benzylaminopurin (BAP). Penggunaan TDZ secara tunggal yang melebihi konsentrasi 1 mgl -1
(Kuo dkk. 2005: 453) dan BAP secara tunggal yang melebihi 5 mgl -1
(Nasiruddin dkk. 2003: 956) dapat mengurangi jumlah pembentukan tunas adventif pada eksplan. Peningkatan jumlah tunas adventif yang tumbuh dari eksplan potongan daun dapat dilakukan dengan mengombinasikan antara jenis sitokinin satu dengan jenis sitokinin lain atau dengan auksin (Bhagwat dkk. 1996: 3--4; Geetha & Shetty 2000: 887; J iang dkk. 2005: 677--679). Penelitian ini menggunakan potongan daun anggrek D. antennatum sebagai eksplan. Daun tersebut diambil dari planlet hasil perkecambahan secara in vitro yang dihasilkan Adapun media yang digunakan adalah media MS dengan perlakuan (kontrol) TDZ 1 mgl -1 tunggal dan kombinasi antara Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 TDZ (1,5 mgl -1 dan 2 mgl -1 ) dan BAP (7,5 mgl -1 dan 10 mgl -1 ). Kombinasi TDZ dan BAP pada penelitian pendahuluan menghasilkan jumlah tunas lebih banyak dibandingkan pada penggunaan TDZ dan BAP secara tunggal. Menurut Sadik dkk. (2007: 1355) dan Youmbi dkk. (2006: 257) TDZ dan BAP dapat bekerja secara sinergis dalam menginduksi pertumbuhan tunas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui respons eksplan terhadap media perlakuan yang diberikan dan mendapatkan kombinasi zat pengatur tumbuh yang mampu menghasilkan jumlah tunas terbanyak. Hipotesis penelitian ini adalah kombinasi TDZ dan BAP pada induksi tunas dari potongan daun Dendrobium antennatum dapat menghasilkan jumlah tunas yang lebih banyak dari pada kontrol.
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Dendrobium antennatum
1. Klasifikasi dan penyebaran
Menurut Dressler (1990: 201--231) klasifikasi Dendrobium antennatum Lindl. ialah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis : Monocotyledoneae Ordo : Liliales Family : Orchidaceae Subfamily : Epidendroideae Tribe : Epidendreae Subtribe : Dendrobiinae Genus : Dendrobium Spesies : Dendrobium antennatum Dendrobium antennatum memiliki nama lain anggrek tanduk rusa (antelope orchid). Anggrek tersebut merupakan salah satu anggrek asli Indonesia. Penyebaran anggrek tersebut meliputi daerah Papua New Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 Guinea, Australia bagian utara dan pulau-pulau di sekitarnya (Fanfani & Rossi 1992: 41; Soon 2005: 108). Dendrobium antennatum umumnya tumbuh di daerah dataran rendah (0--500 m dpl) hutan tropis. Anggrek tersebut tumbuh subur pada daerah bersuhu 16--19 o C pada malam hari dan 24--32 o C pada siang hari, dengan kisaran kelembapan antara 50% dan 80%, serta derajat keasaman media alami (pH) 7--7,5 (AOS 2007: 1).
2. Morfologi
Dendrobium antennatum merupakan anggrek epifit dan memiliki empat bagian utama, yaitu akar, batang, daun, dan perbungaan. Anggrek tersebut memiliki dua jenis akar, yaitu akar lekat dan akar gantung. Batang D. antennatum memiliki nodus-nodus yang terlihat jelas. Sementara itu internodus-internodus dapat terisi cadangan makanan (pati) sehingga membentuk umbi semu yang dikenal sebagai pseudobulb (Fanfani & Rossi 1992: 120; Comber 1994: 212). Daun D. antennatum merupakan daun tidak lengkap, karena tidak bertangkai daun. Daun umumnya berjumlah 4--18 helai pada setiap batang, bentuk bulat meruncing (Fanfani & Rossi 1992: 120). Perbungaan tumbuh pada ujung batang atau pada nodus batang dengan tipe racemose. Satu perbungaan terdiri dari 9--21 bunga. Bunga memiliki sepal mengeriting ke arah belakang, petal lateral yang tegak ke atas dan terpilin, dan labelum berwarna putih. Labelum memiliki lima keels dan Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 corak garis berwarna ungu. Tangkai bunga mengalami resupinasi (Wood 2003: 51; Soon 2005: 108) (Gambar 1). Biji Dendrobium antennatum berjumlah jutaan dalam satu buah. Biji anggrek tersebut memiliki struktur yang sederhana, yaitu berupa kumpulan sel-sel homogen yang bersifat embrionik dan diselimuti oleh testa (seed coats). Testa merupakan lapisan sel mati memiliki struktur yang kaku dan kuat. Ukuran biji anggrek tersebut berkisar antara 0,3 mm dan 5 mm (Gandawidjaja & Sastrapradja 1980: 113; Dressler 1990: 71).
3. Sistem perbanyakan
Sistem perbanyakan konvensional pada anggrek D. antennatum biasanya dilakukan secara vegetatif, yaitu dengan memisahkan (memotong) tanaman anakan dari tanaman induknya. Tanaman anakan dapat berupa tunas yang tumbuh dari pangkal batang atau dapat juga berupa keiki. Keiki merupakan tunas yang tumbuh dari nodus batang atau tangkai bunga (Arditi & Ernst 1994: 467). Perbanyakan secara generatif dapat terjadi melalui biji. Biji anggrek D. antennatum berkecambah secara alami dengan bantuan simbiosis mikorhiza untuk memperoleh nutrisi. Biji dapat disemai secara in vitro dengan menggunakan media sebagai penyedia nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangan anakan (Arditi & Ernst 1994: 315).
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 4. Manfaat
Dendrobium antennatum biasanya digunakan dalam bentuk tanaman pot sebagai penghias ruangan atau pekarangan. Anggrek tersebut juga dapat digunakan sebagai salah satu pelengkap karangan bunga atau hiasan dekorasi dalam bentuk bunga potong. Dendrobium antennatum memiliki aroma yang wangi, sehingga berpotensi sebagai penghasil wangi-wangian. Selain itu, anggrek tersebut memiliki potensi sebagai tanaman obat. Potensi- potensi tersebut menyebabkan anggrek D. antennatum diminati oleh masyarakat (Fanfani & Rossi 1992: 120).
5. Kultur in vitro Dendrobium
Salah satu tujuan mikropropagasi adalah untuk menginduksi pertunasan. Induksi tunas anggrek Dendrobium dapat dilakukan secara langsung atau secara tidak langsung (Gambar 2). Induksi tunas secara langsung tidak melalui tahap pembentukan kalus. Talukder dkk. (2003: 1058) telah melakukan induksi tunas secara langsung dengan menggunakan eksplan tunas muda Dendrobium. Shiau dkk. (2005: 666) juga telah melakukan penelitian induksi tunas secara langsung dengan menggunakan nodus eksplan tunas muda D. candidum Wall. Ex. Lindl. Sementara itu, induksi tunas secara tidak langsung, terlebih dahulu melalui tahap induksi kalus sebelum membentuk tunas. Anjum dkk. (2006: 1738) menginduksi tunas secara tidak langsung dengan menggunakan eksplan daun seedling Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 Dendrobium malones Victory. Nasiruddin dkk. (2003: 955) juga telah menginduksi tunas secara tidak langsung dengan menggunakan daun D. formosanum.
B. INDUKSI TUNAS ADVENTIF SECARA in vitro
Tunas adventif merupakan tunas yang tumbuh dari bagian tanaman selain dari embrio. Tunas adventif pada anggrek secara alami tumbuh pada nodus batang atau tangkai bunga. Secara in vitro tunas tersebut dapat diinduksi dari sel, jaringan, atau organ tanaman. Pembentukan tunas adventif secara in vitro dapat dilakukan pada eksplan yang bersifat diploid dan haploid. Eksplan yang bersifat diploid diperoleh dari bagian somatik tanaman, misalnya potongan daun, lapisan tipis epidermis, potongan tunas apikal, kotiledon, hipokotil, duri yang berumur muda, dan kuncup bunga atau nodus tangkai bunga. Eksplan yang bersifat haploid dapat diperoleh dari anter atau polen (Hartmant dkk. 2002: 657). Proses induksi tunas secara in vitro dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya ialah pemilihan eksplan yang baik, pemilihan jenis media kultur yang tepat, penambahan zat organik yang sesuai, cara pemeliharaan kultur yang baik dan benar, dan penambahan zat pengatur tumbuh (auksin dan sitokinin) dengan komposisi dan konsentrasi yang tepat Park dkk. 2002: 168171; Chen dkk 2004: 11--15)
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 1. Eksplan
Eksplan merupakan bagian dari tanaman yang di kultur pada media. Perbanyakan anggrek secara in vitro dapat dilakukan dengan menggunakan potongan daun sebagai eksplan. Daun planlet hasil perkecambahan atau induksi tunas secara in vitro dapat digunakan sebagai eksplan. Penggunaan eksplan hasil kultur in vitro tidak memerlukan proses sterilisasi, karena sudah dalam keadaan steril (Arditi & Ernst 1994: 347). Park dkk. (2002: 168) pernah melakukan penelitian induksi tunas dengan menggunakan eksplan daun hasil induksi tunas dari tangkai bunga Phalaenopsis secara in vitro eksplan tersebut berumur 4 minggu setelah hari tanam. Sementara itu, Chen dkk. (2004: 11) pernah melakukan penelitian induksi tunas dengan menggunakan planlet hasil perkecambahan secara in vitro. Planlet tersebut berumur 36 bulan setelah hari tanam.
2. Media
Pemilihan jenis media yang digunakan dalam kultur in vitro dapat menentukan keberhasilan perbanyakan secara in vitro. Media yang baik merupakan media yang memiliki komponen yang lengkap dan komposisi yang tepat. Salah satu jenis media yang umum digunakan dalam kultur anggrek merupakan media MS (Lee & Lee 2003: 475). Media MS dapat digunakan dengan kadar makronutrien dan mikronutrien setengah dari resep aslinya ( MS). Selain itu, media MS merupakan media yang lengkap, Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 karena di dalamnya terdapat zat-zat esensial dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan eksplan (Chen dkk. 2002: 44 & Shiau dkk. 2005: 666). Komposisi media MS modifikasi terdiri dari beberapa zat, di antaranya ialah:
a. Makronutrien dan mikronutrien
Makronutrien dan mikronutrien merupakan zat yang penting dan harus tersedia pada media untuk digunakan dalam kehidupan eksplan. Makronutrien dibutuhkan oleh eksplan dalam jumlah banyak, yaitu antara 0.5--3 x 10 4 ppm (part per million) dari berat kering tanaman. Sementara itu mikronutrien dibutuhkan tanaman dalam jumlah sedikit, yaitu 1--10 ppm dari berat keringnya. Unsur-unsur yang merupakan makronutrien di antaranya ialah Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), dan Sulfur (S). Sementara itu, unsur-unsur yang merupakan mikronutrien ialah Klorida (Cl), Borium (B), Ferrum (Fe), Mangan (Mn), Zink (Zn), Cuprum (Cu), Nikel (Ni), Molibdenum (Mo), dan Cobalt (Co) (Arditi & Ernst 1994: 26,36). Unsur-unsur makronutrien dan mikronutrien pada media tersedia dalam bentuk garam-garam organik. Pada media MS unsur-unsur makronutrien tersedia dalam bentuk NH 4 NO 3 , KNO 3 , CaCl 2 .2H 2 O, MgSO
. 4 .7H 2 O, dan KH 2 PO 4 . Sementara itu, unsur-unsur mikronutrien tersedia dalam bentuk KI, H 3 BO 3 , MnSO 4 .2H 2 O, ZnSO 4 .7H 2 O, Na 2 MoO 4 .2H 2 O, CuSO 4 .5H 2 O, CoCl 2 .6H 2 O, Na 2 -EDTA, dan FeSO 4 .7H 2 O Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 b. Vitamin dan asam amino
Tanaman pada keadaan normal dapat mensintesis vitamin yang berperan membantu proses pertumbuhan dan perkembangan. Vitamin berfungsi sebagai kofaktor pada aktivitas metabolisme sel, selain itu zat tersebut juga berperan sebagai anti oksidan dan pendukung proses proliferasi sel (Damayanti dkk. 2007: 52). Vitamin dibutuhkan oleh eksplan dalam kadar yang cukup, yaitu antara 0,1--1 mgl -1 . Tanaman yang dikultur secara in vitro tidak mensintesis vitamin sebanyak dalam keadaan normal. Beberapa vitamin yang umum digunakan dalam kultur in vitro di antaranya merupakan thiamine, yang merupakan salah satu vitamin yang aktivitas biokimia terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan belum diketahui secara jelas. Beberapa contoh vitamin lainnya yaitu, nicotinic acid, pyridoxine dan Mio-inositol (Thorpe 1981: 25; George & Sherrington 1984: 213; Arditi & Ernst 1994: 40) Selain vitamin, asam amino sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan kultur dan tidak dapat digantikan oleh zat lain. Asam amino berperan dalam pembentukan enzim metabolisme dalam sel dan penyusun protein-protein dalam sel. Salah satu asam amino yang umum digunakan ialah Glisin. Glisin dapat disterilkan dengan cara sterilisasi panas (autoclaving), sterilisasi dingin, sterilisasi dengan filtrasi, atau dengan dilarutkan dalam pada alkohol (Adriti & Ernst 1994: 40 & Thorpe 1981: 25).
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 c. Sumber karbon
Sumber karbon yang umum digunakan pada media kultur in vitro anggrek merupakan sukrosa. Sukrosa merupakan sumber energi bagi pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Sukrosa biasanya digunakan dengan konsentrasi 2--3% pada media. Sumber karbon lain dapat digunakan sebagai pengganti sukrosa, contohnya laktosa, maltosa, galaktosa, glukosa, fruktosa, dan pati (Thorpe 1981: 24--25; Adriti & Ernst 1994: 41--42).
d. Zat pengatur tumbuh (ZPT)
Zat pengatur tumbuh merupakan pemicu eksplan untuk tumbuh membentuk akar, kalus, atau tunas. Auksin dan sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang umum digunakan dalam kultur in vitro. Setiap sel tumbuhan memiliki auksin dan sitokinin endogen yang konsentrasinya sulit ditentukan. Sitokinin biasanya digunakan pada kisaran 0--10 ppm, sedangkan auksin biasanya digunakan pada kisaran 0--5 ppm (Earle & Demarly 1982: 40; Goralski dkk. 2005 : 122). Konsentrasi auksin yang lebih tinggi dari sitokinin akan memicu pertumbuhan perakaran, konsentrasi sitokinin yang lebih tinggi dari auksin akan memicu pertumbuhan tunas, sedangkan konsentrasi sitokinin yang berimbang dengan auksin dalam kultur in vitro dapat memicu eksplan untuk membentuk kalus. Oleh karena itu untuk menginduksi pertunasan dibutuhkan sitokinin, tetapi jika sitokinin digunakan Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 melebihi 10 ppm dapat menyebabkan penurunan jumlah tunas yang terbentuk (Earle & Demarly 1982: 39--43; Rajasekaran dkk. 1987:13). Sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh pada tumbuhan yang dapat menstimulasi pembelahan dan diferensiasi sel tumbuhan. Secara alami sitokinin merupakan derivat dari adenin dan dapat dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu tipe adenin dan tipe phenylurea. Sitokinin tipe adenin memiliki cincin adenin sebagai bagian utama, sedangkan sitokinin tipe phenylurea memiliki struktur phenylurea sebagai bagian utama. Thidiazuron (TDZ) merupakan salah satu sitokinin tipe phenylurea sintetik yang memiliki kemampuan lebih baik dalam menginduksi tunas, di antara sitokinin lain seperti zeatin, benzylaminopurin, dan kinetin (Mok & Mok 2001: 95; Kuo dkk. 2005: 453). Hasil penelitian Chen dkk. (2004: 11) menunjukkan bahwa eksplan potongan daun Phalaenopsis philippinensis PH59 dapat menghasilkan jumlah tunas optimal pada perlakuan 4,54 M (1 mgl -1 ) TDZ. Pengurangan dan penambahan zat pengatur tumbuh tersebut dapat mengurangi jumlah tunas yang dihasilkan. Pada penelitian sebelumnya Lee & Lee (2003: 475) meneliti pertunasan dengan menggunakan eksplan kalus Cypripedium formosanum. Data yang dihasilkan menunjukkan bahwa perlakuan 1 mgl -1 TDZ menghasilkan jumlah tunas terbanyak. Menurut Nasiruddin dkk. (2003: 956) dan Anjum dkk. (2006: 1738) benzylaminopurin merupakan salah satu sitokinin sintetik, sedangkan menurut Mok & Mok (2001: 95) benzylaminopurin merupakan sitokinin alami yang dapat disintetis. Sitokinin tersebut sering digunakan dalam kultur in vitro Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 pada berbagai jenis tumbuhan. Nasiruddin dkk. (2003: 956) telah meneliti pengaruh beberapa konsentrasi BAP (0; 1,25; 2,5; dan 5 mgl -1 ) terhadap jumlah tunas yang dihasilkan dari eksplan kalus Dendrobium formosum. J umlah tunas terbanyak (2,74 tunas per plantlet) dihasilkan pada perlakuan 5 mgl -1 BAP. Pada penelitian berikutnya Anjum dkk. (2006: 1738) meneliti pengaruh BAP (0,5; 1; 2; dan 3 mgl -1 ) dalam media MS terhadap induksi perkecambahan biji Dendrobium malones Malones. Penelitian tersebut menghasilkan perkecambahan terbanyak pada perlakuan 3 mgl -1 BAP (sebesar 100%). Penggunaan TDZ dan BAP (tunggal) yang melebihi konsentrasi optimum dalam jumlah tunas yang dihasilkan, dapat menurunkan jumlah tunas yang terinduksi. Untuk dapat menghasilkan jumlah tunas yang lebih banyak dapat diusahakan dengan penelitian yang mengujikan pengaruh kombinasi antara kedua sitokinin tersebut atau dengan auksin (Earle & Demarly 1982: 39--43; Youmbi dkk. 2006: 255--259). Pengaruh kombinasi TDZ dan BAP dalam kultur in vitro pernah diteliti oleh Tefera dan Wannakrairoj (2006: 1894). Penelitian tersebut menggunakan tunas aksilar Aframomum corrorima (Braun) J ansen sebagai eksplan. Perlakuan yang diberikan ialah kombinasi TDZ (0; 0,25; 0,5; dan 0,75 mgl -1 ) dan BAP (0; 1,5; 3; dan 4,5 mgl -1 ). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa jumlah tunas terbanyak yang dihasilkan pada perlakuan zat pengatur tumbuh tunggal terhadap 0,5 mgl -1 TDZ (11,2 tunas per kultur). J umlah tunas terbanyak pada Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 perlakuan kombinasi terdapat pada 0,5 mgl -1 TDZ dan 3 mgl -1 BAP (13,89 per kultur). Sitokinin dapat menginduksi suatu sel melalui beberapa tahap, yaitu pengikatan sitokinin pada protein penerima atau Cytokinin Binding Protein (CBP) yang terdapat pada membran sel. Pengikatan tersebut mengaktifkan bagian sekitar pengikat protein yang dikenal dengan Transmembrane Domain. Hal tersebut menyebabkan terjadinya autofosforilasi pada kompleks protein Histidine Kinase (HK). Ikatan fosfat pada protein HK mengaktifkan kerja protein Histidin Phosphotransfer (HP). Protein HP yang telah mengikat gugus fosfat masuk ke dalam nukleus dan mengaktifkan efektor Response Regulator (ERR) dengan memberikan gugus fosfat kepada reseptor ERR. Efektor Responsse Regulator terdiri dari 3 bagian utama, yaitu reseptor fosfat, pengikat DNA, dan aktivator transkripsi. Setelah gugus fosfat terikat pada reseptor, bagian DNA yang terikat pada ERR akan ditranskripsi sebagai pemicu proses pembelahan sel, diferensiasi sel, dan pembentukan tunas (Lampiran 1). Hal tersebut akan mengaktifkan induksi pembelahan sel, diferensiasi sel, dan pembentukan tunas melalui transkripsi DNA (NIH 2008: 1). Cytokinin binding protein atau protein pengikat sitokinin merupakan reseptor sitokinin yang memiliki dua sisi pengikat. Salah satu sisi pengikat digunakan untuk mengikat sitokinin tipe adenin, misalnya BAP. Sisi lainnya dapat digunakan untuk mengikat sitokinin tipe phenylurea, misalnya TDZ. Ikatan sitokinin tipe adenin dengan CBP memiliki pengaruh dalam Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 menstimulasi pembelahan sel. Sementara itu, TDZ dapat berperan dalam menstimulasi produksi sitokinin endogen (Tefera dan Wannakrairoj 2006: 1897). Kende dan Zaavaart 1997 (lihat Tefera dan Wannakrairoj 2006: 1897) lebih lanjut menjelaskan bahwa TDZ juga memiliki peran sebagai inhibitor sitokinin oksidase yang merupakan enzim menghilangkan keaktifan sitokinin tipe adenin bebas. Oleh karena itu TDZ dapat meningkatkan kerja sitokinin lain, baik sitokinin eksogen ataupun sitokinin endogen.
e. Bahan pemadat
Bahan pemadat berfungsi untuk memadatkan media. Tujuannya agar eksplan yang dikultur dalam keadaan yang statis. Pada media padat nutrisi terserap oleh eksplan dalam jumlah yang cukup. Setiap eksplan yang terdapat pada permukaan media padat akan mendapatkan nutrisi secara merata. Agar-agar merupakan bahan pangan yang dapat digunakan sebagai pemadat dalam kultur in vitro, karena penggunaan agar-agar lebih ekonomis dibandingkan pemadat media yang lain (Gelrite, Phytoagar, dan Bactoagar) (George & Sherington 1984: 184--185; Santoso & Nursandi 2003: 63).
3. Faktor lingkungan
Induksi tunas secara in vitro membutuhkan faktor-faktor lingkungan yang baik dan terkendali. Faktor-faktor lingkungan tersebut di antaranya ialah derajat keasaman media (pH), suhu, dan cahaya (Gunawan 1987: 85-- 86; Pierik 1987: 65--67). Kisaran suhu yang biasa digunakan untuk kultur in Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 vitro berkisar antara 20--27 o C. Intensitas cahaya yang biasa digunakan pada kultur in vitro berkisar antara 40--80 mol.m -2 .sec -1 . Fotoperiode yang umum digunakan dalam kultur in vitro berkisar antara 12--16 jam per hari. Lampu yang digunakan untuk pencahayaan pada pemeliharaan kultur umumnya memiliki panjang gelombang 400--800 nm. Sementara itu, derajat keasaman yang biasa digunakan dalam kultur in vitro anggrek berkisar antara 5,6--5,8 (Arditi & Ernst 1994: 59--62).
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 BAB III BAHAN DAN CARA KERJA
A. LOKASI
Penelitian dilakukan di Laboratorium Khansa Orchid Cimanggis- Depok. Penelitian dilakukan dari bulan September 2007 hingga bulan April 2008.
B. BAHAN
2. Tanaman donor
Tanaman donor berasal dari hasil perkecambahan biji Dendrobium antennatum Lindl. secara in vitro dan berumur 26 bulan. Perkecambahan tersebut telah dilakukan oleh laboratorium Khansa Orchids Cimanggis- Depok. Tanaman donor yang digunakan adalah tanaman yang sehat dan tidak mengandung kontaminan.
3. Eksplan
Eksplan yang digunakan merupakan potongan daun tanaman donor. Potongan daun tersebut berukuran kurang lebih 8 mm x 5 mm dan diambil dari semua daun yang ada pada planlet. J umlah potongan daun yang dikultur pada satu botol (diameter 4 cm) perlakuan berjumlah 25 potong daun. Setiap perlakuan memiliki 10 sampel. Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 4. Bahan kimia
Bahan kimia yang digunakan adalah akuades; alkohol 70 %; spiritus; HCl 1 N; NaOH 1 N; NH 4 NO 3 [Merck]; KNO 3 [Merck]; CaCl 2 .2H 2 O [Merck]; MgSO
4 .7H 2 O [Merck]; KH 2 PO 4 [Merck];FeSO 4 .7H 2 O [Merck]; Na 2 -EDTA [Merck]; H 3 BO 3 [Merck]; Na 2 MoO 4 .2H 2 O [Merck]; CoCl 2 .6H 2 O [Merck]; KI [Merck];ZnSO 4 .7H 2 O [Merck]; MnSO 4 .4H 2 O [Merck]; CuSO 4 .5H 2 O [Merck]; NaH 2 PO 4 [Merck]; nicotinic acid [Merck]; pyridoxine HCl [Merck]; tiamin HCl [Merck]; glisin [Merck]; mio-inositol [Merck]; agar [Dunia]; gula pasir, kertas pH [Merck]; thidiazuron [duchefa] dan benzylaminopurin [duchefa].
5. Media
Media yang digunakan dalam penelitian adalah media dasar Murashige-Skoog (1962) dengan konsentrasi makronutrien dan mikronutriennya setengah kali konsentrasi. Media tersebut ditambahkan agar-agar berkonsentrasi 8 gl -1 ; gula 20 gl -1 ; zat pengatur tumbuh tunggal TDZ 1 mgl -1 atau kombinasi antara TDZ (1,5 mgl -1 dan 2 mgl -1 ) dengan BAP (7,5 mgl -1 dan 10 mgl -1 ) (Tabel 1).
C. PERALATAN
Alat yang digunakan adalah timbangan digital [Precisa], spatula, gelas ukur (plastik) [Plastic Brand], pipet tetes, Erlenmeyer 250 ml dan 100 ml [Schott], magnetic stirrer-hot plate [Schott], magnetic bar, pinset [Yamaco Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 stainless], pipet ukur [Pyrex], bulb [D & N], labu ukur [Pyrex], microwave [Cella], kompor gas [Rinnai], pencatat waktu [jam tangan], teko ukur, nampan atau baki, panci tekan [Continental], autoklaf, botol balsem berdiameter 4 cm [Cap Lang], skalpel [SMIC], cutter, botol selai, cawan petri [Petriq], pembakar bunsen, laminar air flow cabinet, dan botol semprot.
D. CARA KERJA
1. Pembuatan larutan stok
Bahan dasar media Murashige-Skoog (1962) disediakan dalam bentuk larutan stok seperti yang terlampir pada Tabel 2. Bahan stok dibuat menjadi 10 kali dari jumlah resep dasar media MS. Selanjutnya, setiap bahan stok dilarutkan hingga 100 ml dengan akuades, sehingga untuk membuat 1 liter media MS dibutuhkan larutan stok sebanyak 10 ml. Thidiazuron dan benzylaminopurine disediakan dalam bentuk larutan stok dengan konsentrasi 0,5 mg/ml pelarut. Larutan stok TDZ dan BAP dibuat dengan cara berikut, yaitu dengan melarutkan sebanyak 25 mg TDZ atau BAP dengan akuades hingga 50 ml. TDZ dan BAP tidak dapat langsung larut dalam akuades, tetapi harus dilarutkan secara perlahan dengan HCl 1 M hingga larut (kurang lebih 2 ml).
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 2. Pembuatan media (100 ml media)
Untuk membuat media kultur 100 ml, akuades sebanyak kurang lebih 50 ml dimasukkan pada Erlenmeyer yang berada di atas hot plate-stirrer dan berisi magnetic bar untuk dipanaskan. Larutan stok A, larutan stok B, larutan stok C, larutan stok D, larutan stok E, larutan stok mikro I, dan larutan stok mikro II masing-masing sebanyak sebanyak 0,5 ml dimasukkan ke dalam Erlenmeyer tersebut. Setelah itu larutan stok vitamin sebanyak 1 ml, larutan stok glisin sebanyak 1 ml, larutan stok pepton 1 ml, mio-inositol 0,01 mg dan larutan stok NaH 2 PO 4 .2H 2 O sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang sama. Larutan zat pengatur tumbuh dimasukkan sebany masing-masing perlakuan. Gula sebanyak 2 gram dimasukan ke dalam Erlenmeyer, kemudian pH diukur dan diatur hingga berkisar 5,6--5,8 menggunakan HCl atau NaOH 1M. Agar sebanyak 0,8 gram dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan kemudian ditambahkan air hingga 100 ml. Media dimasak di dalam micro wave hingga homogen. Media yang telah homoge dimasukkan ke dalam 10 botol balsem berdiameter 4 cm [Cap Lang] s merata. Kemudian media disterilkan menggunakan panci tekan atau autoklaf selama 20 ak n ecara
menit.
3. Sterilisasi alat
Cawan petri, botol selai, botol balsem berdiameter 4 cm [Cap Lang], pinset, dan skalpel disterilkan dengan pressure cooker selama 20 menit. Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 Bagian dalam Laminar Flow Cabinet (LFC) disterilkan dengan cara menyemprotkan alkohol 70 %. Laminar Flow Cabinet disterilkan lagi dengan cara menyalakan lampu Ultra Violet (UV) selama 1 jam sebelum digunakan.
4. Penanaman eksplan
Daun yang akan digunakan sebagai eksplan berasal dari tunas yang masih berada di dalam botol kultur kecambah (botol saus), sehingga kondisinya steril. Tunas tersebut diambil menggunakan pinset dan diletakkan di cawan petri. Daun-daun dipotong dan dipisahkan dari tunas. Daun dipotong-potong dengan ukuran kurang lebih 8 mm x 5 mm, kemudian dua puluh lima potongan daun dimasukkan ke dalam satu botol kultur. Masing- masing perlakuan terdiri dari 10 botol kultur. Tunas-tunas yang sudah diambil daunnya dimasukkan ke dalam media baru sebagai stok kultur. Hasil kultur diberikan label tanggal penanaman dan kode perlakuan.
5. Pemeliharaan kultur
Kultur diletakkan pada rak-rak di ruang kultur. Suhu ruang kultur sekitar 25 o C. Kultur diberi penyinaran selama kira-kira12 jam setiap harinya, dengan lampu TL. Botol kultur disemprot dengan alkohol 70 % satu minggu sekali.
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 6. Pengamatan
b. Parameter kuantitatif
Parameter kuantitatif yang diamati dalam penelitian ini ialah jumlah protocorm like bodies (plb), tunas, dan plb-tunas yang tumbuh pada setiap botol sampel. Pengamatan dilakukan secara makroskopis dengan bantuan kaca pembesar. Pengamatan dan penghitungan dilakukan pada hari ke-60 setelah penanaman. Data pengamatan disusun pada tabel pengamatan (Lampiran 2a--2e).
c. Parameter kualitatif
Parameter kualitatif yang diamati dalam penelitian ini ialah terjadi atau tidak pembengkakan ekplan sebelum menjadi plb atau tunas; terbentuk atau tidak plb dan tunas; dan plb saling berlekatan atau tidak. Pengamatan dilakukan secara makroskopis dengan bantuan kaca pembesar. Pengamatan dan penghitungan dilakukan pada hari ke-60 setelah penanaman. Hasil pengamatan disusun pada tabel pengamatan (Lampiran 3a--3e) dan didukung dengan gambar.
7. Analisis data
Data dihitung rerata dan standar deviasinya, kemudian dianalisis secara deskriptif. Analisis dilakukan berdasarkan parameter kuantitatif dan kualitatif. Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara umum, eksplan yang diberi perlakuan 1 mgl -1 TDZ atau kombinasi TDZ dan BAP (Tabel 1) dapat membentuk plb, tunas, atau plb dan tunas (Gambar 4). Respons eksplan terhadap perlakuan 1, 2, 3, 4, dan 5 dalam membentuk plb, tunas, atau plb dan tunas terlihat memiliki pola yang sama (Gambar 5). Dari gambar 5, juga terlihat bahwa jumlah plb dan tunas bertambah banyak dari perlakuan 1 sampai perlakuan 3, dan berkurang mulai perlakuan 4. Terlihat pula bahwa eksplan cenderung membentuk plb dari pada membentuk tunas. Mengingat perlakuan 1 hanya menggunakan TDZ saja sementara perlakuan 2, 3, dan 4 menggunakan kombinasi TDZ dan BAP, maka dapat diduga pada perlakuan 2, 3, dan 4 terjadi sinergisme antara TDZ dan BAP. Terlepas dari heterogenitas eksplan, sinergisme tertinggi terlihat pada perlakuan 3. Namun, efek sinergisme terlihat menurun pada perlakuan 4, dan tidak tampak pada perlakuan 5. Beberapa fenomena menarik yang terlihat selama pengamatan ialah pembengkakan eskplan sebelum membentuk plb atau tunas, dan plb yang saling berlekatan atau terpisah. Fenomena-fenomena tersebut merupakan hasil pengamatan kualitatif. Berikut pemaparan dan pembahasan data yang diperoleh berdasarkan parameter kuantitatif dan kualitatif.
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 A. PARAMETER KUANTITATIF
Parameter kuantitatif yang dibahas ialah rata-rata jumlah total plb dan tunas yang terbentuk pada eksplan per perlakuan. Data pengamatan menunjukkan bahwa setiap perlakuan dapat direspons oleh eksplan dengan membentukan plb dan tunas (Lampiran 2a--2e). Meskipun demikian, respons yang muncul pada setiap perlakuannya berbeda, terutama jumlah plb dan tunas yang dihasilkan. Rata-rata jumlah plb-tunas yang dihasilkan pada perlakuan 1, 2, 3, 4, dan 5 secara berurutan ialah 49,1 44,7; 59,4 74,2; 66,7 85,1; 57,5 74,2; dan 42,8 53,8 per botol (Lampiran 2a--2e). Kecenderungan sinergisme antara TDZ dan BAP terlihat pada perlakuan 2, 3, dan 4. Meskipun pada perlakuan 4 jumlah plb-tunas menurun, tetapi jumlahnya masih lebih banyak dari pada perlakuan 1, yang hanya menggunakan TDZ saja. Perlakuan 3 cenderung menghasilkan jumlah plb dan tunas terbanyak, sedangkan perlakuan 5 cenderung menghasilkan jumlah plb dan tunas paling sedikit. Perlakuan 1 mgl -1 TDZ dapat menghasilkan respons pertumbuhan plb dan tunas pada eksplan potongan daun Dendrobium antennatum Lindl. sebanyak 49,1 44,7 per botol (Lampiran 2a). Dalam konsentrasi rendah (1 mgl -1 ) ternyata TDZ mampu menstimulasi terbentuknya plb dan tunas. Beberapa peneliti kultur in vitro yang pernah menggunakan TDZ di antaranya ialah Park dkk. (2002: 45) yang menggunakan 1, 2, 3, dan 5 mgl -1 TDZ dalam menginduksi tunas dari potongan daun Doritaenopsis silangan, sedangkan Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 Chen dkk. (2002: 443) menggunakan 0,1; 0,3; 1; dan 3 mgl -1 dalam menginduksi tunas dari nodus tangkai bunga majemuk Epidendrum radicans. Menurut Park dkk. (2002: 45) dan Chen dkk. (2002: 441--444) TDZ merupakan zat pengatur tumbuh yang umum digunakan dalam propagasi tanaman anggrek. Zat pengatur tumbuh tersebut dapat menstimulasi pertunasan dengan baik pada konsentrasi rendah antara 0--3 mgl -1 , dibandingkan dengan sitokinin lain seperti BAP yang penggunaannya antara 1--10 mgl -1 . Thidiazuron 1 mgl -1 juga telah digunakan secara rutin dalam memperbanyak berbagai jenis Phalaenopsis untuk produksi bibit anggrek tersebut secara in vitro (Purbaningsih, komunikasi pribadi). Lebih lanjut Park dkk. dan Chen dkk. menjelaskan bahwa thidiazuron memiliki kemampuan seperti sitokinin lain, yaitu menstimulasi pembelahan sel dan dan menginduksi pembentukan tunas. Selain itu TDZ memiliki peran dalam menstimulasi produksi sitokinin endogen dalam sel. Hal tersebut menyebabkan TDZ memiliki keaktifan lebih baik dalam menginduksi pertunasan dibandingkan dengan sitokinin lain, baik tipe Phenylurea ataupun Adenin. Walaupun demikian, menurut Park dkk. (2002: 45) dan Malabadi dkk. (2004: 290) penggunaan TDZ melebihi konsentrasi optimal (2 mgl -1 ) dapat menurunkan jumlah plb dan tunas yang dihasilkan. Untuk menghasilkan tunas yang lebih banyak dapat dilakukan penelitian dengan mengombinasikan TDZ dengan auksin atau dengan sitokinin lain, seperti BAP. Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 Terkait dengan usaha meningkatkan produksi jumlah tunas dengan kombinasi zat pengatur tumbuh, perlakuan 2, 3, dan 4 jelas menunjukkan kecenderungan kerja yang sinergis antara TDZ dan BAP pada induksi tunas dari potongan daun Dendrobium antennatum Lindl. (Gambar 5). Sinergisme tersebut diduga karena perbedaan reseptor TDZ dan BAP, sehingga tidak terjadi kompetisi di antara kedua zat pengatur tumbuh tersebut untuk aktif pada sel target. Tefera dan Wannakrairoj (2005: 1894--1901) pernah meneliti pertunasan pada Aframomum corrorima (famili Zingiberaceae) dengan menggunakan kombinasi TDZ dan BAP. Data penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi TDZ dan BAP cenderung menghasilkan tunas lebih banyak dari pada perlakuan TDZ atau BAP secara tunggal. Menurut Tefera dan Wannakrairoj (2005: 1894-1901) sel tumbuhan memiliki Cytokinin Binding Protein (CBP) yang memiliki dua sisi pengikat sitokinin. Sisi pertama berfungsi untuk mengikat sitokinin tipe Adenin (BAP). Ikatan tersebut dapat menstimulasi pembelahan sel dan pembentukan tunas. Sementara itu, sisi kedua CBP biasanya digunakan untuk mengikat enzim sitokinin oksidase yang berfungsi dalam mendegradasi sitokinin tipe Adenin yang tidak terpakai. Walaupun demikian, ternyata sitokinin tipe Phenylurea (TDZ) juga memiliki afinitas terhadap sisi kedua pada CBP, bahkan afinitas tersebut lebih besar dibandingkan dengan afinitas sitokinin oksidase. Oleh karena itu penggunaan TDZ dapat menghalangi kerja dari sitokinin oksidase. Selain itu ikatan sitokinin tipe Phenylurea dengan CBP juga dapat menstimulasi Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 pembentukan dan akumulasi sitokinin endogen. Pada penelitian sebelumnya Mok dan Mok (2001: 101--102) menjelaskan hal yang sama, dan dijelaskan bahwa ikatan kedua tipe sitokinin tersebut membuat kestabilan yang tinggi, sehingga aktivitas sitokinin secara langsung dan tidak langsung dapat bekerja optimal. Sinergisme antara TDZ dan BAP juga pernah diteliti oleh Sadik dkk. (2006: 1352) terhadap pertunasan pada kalus Musa sp. (pisang Afrika Timur). J umlah tunas terbanyak dihasilkan pada perlakuan kombinasi TDZ dan BAP. Sadik dkk. menjelaskan bahwa sinergisme tersebut dipengaruhi oleh peran BAP dalam menstimulasi pembelahan dan diferensiasi sel, serta TDZ yang berperan dalam menstimulasi produksi dan akumulasi sitokinin pada sel-sel meristematis eksplan. Terkait dengan sinergisme yang terjadi antara TDZ dan BAP pada induksi tunas dari potongan daun Dendrobium antennatum Lindl., penjelasan oleh Mok dan Mok (2001: 101--102), Tefera dan Wannakrairoj (2005: 1894-- 1901), dan Sadik dkk. (2006: 1352) diduga berkaitan dengan sinergisme yang terjadi. Sinergisme antara TDZ dan BAP pada penelitian ini terjadi karena dua hal. Pertama ialah fungsi TDZ dan BAP yang menstimulasi pembelahan sel, diferensiasi sel, dan pembentukan tunas pada eksplan. Kedua ialah fungsi TDZ yang berperan dalam menstimulasi produksi dan akumulasi sitokinin endogen, atau mencegah terjadinya degradasi sitokinin tipe Adenin. Perlakuan 5 menggunakan konsentrasi TDZ dan BAP paling besar, masing-masing 2 mgl -1 dan 10 mgl -1 . Data hasil penelitian menunjukkan Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 bahwa perlakuan tersebut dapat direspons eksplan walaupun jumlah tunas yang dihasilkan pada perlakuan tersebut paling rendah di antara perlakuan yang lain (Gambar 5). Rata-rata jumlah plb sebanyak 26,9 40,3; tunas 15,9 16,5; dan total plb dan tunas sebanyak 42,8 53,8 per botol. Hasil tersebut diduga disebabkan oleh penggunaan TDZ dan BAP dalam konsentrasi yang terlalu tinggi. Terkait dengan tinggi konsentrasi yang digunakan pada perlakuan 5, Hartman dkk. (2002: 64) menjelaskan bahwa pada hakikatnya zat pengatur tumbuh merupakan substansi alami ataupun buatan yang digunakan dengan konsentrasi rendah dalam memicu pertumbuhan serta perkembangan eksplan. Lebih lanjut penelitian Tefera dan Wannakrairoj (2005: 1894--1901) menjelaskan bahwa penggunaan kombinasi TDZ dan BAP dalam konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan penurunan jumlah tunas yang dihasilkan pada eksplan. Earle & Demarly (1982: 40) dan Goralski dkk. (2005:121) telah menjelaskan bahwa kisaran konsentrasi total sitokinin eksogen yang dapat digunakan pada setiap spesies berbeda, dan pada umumnya berkisar antara 0--10 mgl -1 . Beberapa literatur menjelaskan lebih lanjut bahwa penggunaan TDZ dalam konsentrasi yang tinggi dapat mengakibatkan pertumbuhan tunas terhambat, vitrifikasi eksplan, akumulasi senyawa produk oksidasi fenol, nekrosis jaringan eksplan, serta malformasi tunas dan daun yang dihasilkan (Shan dkk. 2000: 207210; Park dkk. 2002: 46; Yildiz & Ozgen 2006: 172). Sementara itu penggunaan BAP pada konsentrasi tinggi dapat mengganggu Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 penyerapan unsur hara serta menghambat pertumbuhan eksplan (Shan dkk. 2000: 209; Yildiz & Ozgen 2006: 172; Ruzic & Vujovic 2008: 19). Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa perlakuan 5 menggunakan TDZ dan BAP dalam konsentrasi terlalu tinggi. Eksplan yang digunakan tidak dapat merespons dengan baik pada konsentrasi tersebut, bahkan jumlah tunas yang dihasilkan paling rendah dibandingkan perlakuan 1, 2, 3, dan 4. Dapat dikatakan juga bahwa perlakuan 5 tidak menunjukkan sinergisme antara TDZ dan BAP, kerena jumlah plb dan tunas lebih rendah dibandingkan perlakuan 1 yang hanya mengandung TDZ. Gambar 5 juga menunjukkan nilai standar deviasi yang besar, bahkan terdapat data perlakuan yang memiliki standar deviasi yang lebih besar dari rata-rata yang dihasilkan. Standar deviasi diperoleh dari data yang terlampir pada Lampiran 2a--2e. Standar deviasi yang besar diduga disebabkan oleh heterogenitas eksplan yang tinggi. Eksplan yang digunakan adalah potongan daun yang diperoleh dari semua daun sehat yang ada pada planlet, tanpa memerhatikan kondisi fisiologis daun tersebut. Daun muda (daun ke-1) dan tua (daun ke-2, ke-3, dan ke-4) digunakan sebagai eksplan. Pada setiap seedling daun yang muda cenderung memiliki warna hijau yang lebih muda dibandingkan daun yang lebih tua. Daun muda mudah dipotong, sedangkan daun yang tua lebih sulit dipotong (terasa keras saat dipotong). Perbedaan kondisi eksplan tersebut diduga mengakibatkan respons eksplan yang beragam, sehingga standar deviasi yang dihasilkan besar. Selain itu, pada 1 Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 potong daun mengandung berbagai macam sel yang berada pada fase sel yang berbeda-beda dan memiliki kondisi fisiologis sel yang juga berbeda, oleh karena itu setiap sel akan merespons perlakuan zat pengatur tumbuh dengan respons yang berbeda. Respons tersebut di antaranya adalah pertumbuhan plb, tunas, atau tidak merespons. Secara umum Gambar 5 juga menunjukkan bahwa pada semua perlakuan terdapat kesamaan, yaitu jumlah plb yang dihasilkan ternyata jumlahnya lebih besar dibandingkan jumlah tunas yang dihasilkan. Gambar tersebut menjelaskan bahwa proses pembentukan plb lebih optimal dari pada pembentukan tunas. Hal tersebut disebabkan pada pembentukan tunas diperlukan lebih banyak nutrisi dan zat pengatur tumbuh (sitokinin dan auksin) dalam memicu terjadinya diferensiasi sel, dibandingkan pembentukan plb. Kemungkinan lain adalah waktu pengamatan 60 hari setelah hari tanam masih berada pada tahap proliferasi atau perbanyakan sel-sel yang bersifat meristematis, sehingga tahap pembentukan plb lebih banyak terjadi. Hasil penelitian Chen dkk. (2004: 11--15) menjelaskan bahwa, pada 2 bulan setelah hari tanam, potongan daun anggrek Paphiopedilum masih dapat membentuk plb walaupun pembentukan tunas juga terjadi. Data penelitian menunjukkan jumlah eksplan yang dapat bertahan hidup hanya sedikit, bahkan tidak mencapai 50% jumlah potongan daun yang di kultur dalam setiap botol perlakuan. Secara berurutan, jumlah potongan daun yang mampu hidup pada perlakuan 1, 2, 3, 4, dan 5 ialah 8,4 4,2; 9,9 3,1; 10 5,4; 8,1 4,5; dan 10,3 4,4 (Lampiran 2a--2e). Hal tersebut Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 diduga disebabkan oleh pencokelatan, karena menurut hasil pengamatan eksplan yang tidak bertahan hidup berwarna cokelat. Menurut Hartmant (2002: 674) dan Visser dkk. (1992: 1706) pencokelatan merupakan perubahan warna pada eksplan atau medium yang terjadi karena oksidasi senyawa fenol yang keluar dari sel-sel yang rusak pada eksplan. Senyawa fenol yang telah teroksidasi dapat bersifat toksik, menghambat pertumbuhan eksplan, dan bahkan dapat mengakibatkan kematian eksplan. Berdasarkan penjelasan dan penjabaran data kuantitatif, dapat terlihat bahwa semua perlakuan yang diberikan dapat mengakibatkan respons pembentukan plb dan tunas pada eksplan potongan daun Dendrobium antennatum Lindl. Perlakuan 2, 3, dan 4 merupakan perlakuan yang menujukan sinergisme TDZ dan BAP, sedangkan perlakuan 5 tidak menunjukkan sinergisme TDZ dan BAP. Selain itu juga diketahui bahwa eksplan yang mampu bertahan hidup hingga 2 bulan setelah hari tanam hanya sedikit.
B. PARAMETER KUALITATIF
1. Pembengkakan eksplan
Eksplan potongan daun anggrek Dendrobium antennatum Lindl. mengawali respons pembentukan plb dan tunas dengan mengalami pembengkakan eksplan pada minggu pertama (Gambar 6). Eksplan yang membengkak tidak mengalami perubahan warna (tetap hijau). Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 Pembengkakan eksplan tersebut tidak terjadi pada eksplan potongan daun Phalaenopsis sp. yang digunakan pada penelitian pendahuluan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pembengkakan terjadi pada hampir seluruh eksplan yang masih hidup (Lampiran 3a--3e). Pembengkakan mungkin terjadi karena proses penyerapan nutrisi atau tahap awal induksi tunas pada eksplan. Seperti pada penelitian Visser dkk. (1992: 1705) pembengkakan pada eksplan hipokotil Geranium dapat terjadi karena penyerapan nutrisi dan aktivitas BAP dalam menstimulasi pertunasan pada eksplan. Zat pengatur tumbuh BAP dapat menyebabkan pertambahan volume sel meristematik pada eksplan, sehingga volume eksplan juga bertambah. Sementara itu, eksplan yang tidak mengalami pembengkakan diduga tidak responsif untuk terinduksi membentuk plb dan tunas. Eksplan yang tidak responsif mungkin disebabkan karena eksplan terlalu tua untuk terinduksi membentuk tunas. Menurut penelitian Tanaka pada tahun 1974 (lihat Arditi & Earnst 1994: 486), Park dkk. (2002: 168), dan Chen dkk. (2004: 11), eksplan yang berumur muda memiliki banyak sel yang bersifat meristematik, sehingga dapat membentuk tunas lebih mudah dan lebih banyak. Walau demikian, hasil penelitian menunjukkan bahwa daun muda rentan terhadap kematian akibat akumulasi senyawa produk oksidasi fenol (pencokelatan). Menurut Hidayat (1995: 33) sel muda memiliki sedikit lapisan dinding sekunder atau bahkan belum terbentuk, sehingga resistensi terhadap senyawa toksik sangat lemah. Sementara itu, Tanaka, Park dkk., dan Chen Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 dkk. juga menjelaskan bahwa eksplan yang terlalu tua memiliki sedikit sel yang bersifat meristematik, sehingga sulit untuk membentuk tunas. Oleh karena itu pada hasil penelitian ini, eksplan yang berumur sedang (daun ke-2 dan ke-3) lebih responsif membentuk plb dan tunas dibandingkan dengan eksplan muda (daun ke-1) dan eksplan tua (daun ke-4). Selain itu, daun berumur sedang juga memiliki ketahanan hidup hingga umur 2 bulan setelah hari tanam.
2. Pembentukan plb dan tunas
Setelah mengalami pembengkakan, eksplan mengalami pembentukan protocorm like bodies (plb). Eksplan potongan daun mulai terlihat membentuk plb pada 3--4 minggu setelah penanaman. Protocorm like bodies yang diamati dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu terlepas atau tunggal dan menyatu (Lampiran 3a--3e). Protocorm like bodies yang terpisah diduga memiliki daya saing tinggi dalam menyerap nutrisi dan zat pengatur tumbuh, sehingga dapat langsung membentuk tunas. Sementara itu, plb yang menyatu diduga karena sel atau plb tersebut memiliki daya serap nutrisi dan zat pengatur tumbuh yang rendah, sehingga kebutuhan nutrisi dan zat pengatur tumbuh yang dapat tercukupi hanya dapat digunakan untuk membentuk plb baru (proliferasi) (Gambar 7). Dugaan tersebut sesuai dengan penelitian Park dkk. (2002: 49--50) dan Chen dkk. (2003: 13--14) pembentukan tunas membutuhkan jumlah nutrisi dan zat pengatur tumbuh yang lebih besar dan optimal dibandingkan pembentukan plb. Proses Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 penyerapan tersebut tergantung dari kemampuan masing-masing sel pada eksplan. Protocorm like bodies yang terpisah, pada hasil pengamatan biasanya akan segera membentuk tunas (Gambar 8). Sementara itu, pada plb yang saling menyatu dapat membentuk plb baru atau tumbuh dan berkembang menjadi plb yang terlihat jelas dan membentuk tunas. Protocorm like bodies yang menyatu secara makroskopis terlihat seperti tonjolan-tonjolan kecil yang tidak sama ukurannya. Protocorm like bodies tersebut diduga berasal dari satu atau beberapa sel meristematik pada eksplan yang terinduksi membentuk plb. Gambar sayatan plb terpisah pernah dilakukan pada penelitian Park dkk. (2002: 49) pada potongan daun Doritaenopsis; Lee & Lee (2003: 478) pada potongan daun Paphiopedilum; dan Marianingsih (2007: 58) pada potongan daun Phalaenopsis. Ketiga penelitian tersebut menjelaskan bahwa plb dapat terbentuk dari sel-sel epidermis dan subepidermis potongan daun (anggrek). Sel epidermis yang membelah cenderung membentuk lapisan protoderm plb, sedangkan sel subepidermis membentuk pusat pertumbuhan plb (Lampiran 4a, Gambar C). Protocorm like bodies memiliki bentuk globular dan memiliki satu lapis protoderm yang kaku dan mengelilingi pusat pertumbuhan. Kompleks bakal plb yang terbentuk pada sel-sel mesofil terkadang gagal membentuk pusat pertumbuhan. Sel-sel tersebut akan membelah secara tidak beraturan, sehingga dapat membentuk beberapa pusat pertumbuhan dan menghasilkan beberapa plb yang saling menyatu (Lampiran 4b, Gambar A dan B) Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 Tunas yang teramati pada kultur umumnya merupakan hasil pertumbuhan dan perkembangan plb, walaupun terdapat fenomena pembentukan tunas yang tumbuh tanpa melalui pembentukan plb (Gambar 9). Menurut Park dkk. (2002: 48) dan Lee & Lee (2003: 478) tunas dapat terbentuk dari hasil pertumbuhan dan perkembangan dari plb atau dapat terbentuk langsung pada sel yang bersifat meristematik. Pembentukan tunas melalui plb dimulai dari perkembangan protoderm pada lapisan subepidermal, yang kemudian membentuk primodium (bakal daun pertama). Protocorm like bodies yang tidak membentuk protoderm plb tidak dapat langsung membentuk tunas. Hal tersebut disebabkan lapisan protoderm merupakan lapisan yang membentuk primordium dan tunica. Salah satu sampel dari perlakuan 1 menunjukkan pembentukan akar pada pangkal tunas yang tumbuh dari eksplan (Gambar 10). Akar tersebut mulai terbentuk pada minggu ke-5. Pada awal pertumbuhan, akar tumbuh dengan baik. Akar berbentuk silinder dengan ujung menumpul. Akar berwarna hijau dan memiliki serabut-serabut halus berwarna putih. Kemudian pada minggu ke-7 akar mulai berubah warna menjadi coklat dan mengering, hingga mati. Fenomena tersebut mungkin disebabkan kesetimbangan awal zat pengatur tumbuh endogen eksplan lebih banyak mengandung auksin dari pada sitokinin. Penyerapan sitokinin pada eksplan mungkin juga tidak optimal sehingga dengan keadaan fisiologis tersebut menyebabkan pertumbuhan akar pada eksplan di awal induksi. Akar tersebut tidak dapat tumbuh dan berkembang lagi, bahkan terlihat mengering dan Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 mati. Hal tersebut mungkin disebabkan pengaruh thidiazuron pada media yang dapat menghambat pembentukan akar. Berdasarkan penelitian Talukder dkk. (2003: 1060) dan Yildiz & Ozgen (2006: 171--174) kadar auksin yang lebih tinggi dari sitokinin dapat menginduksi perakaran dan pemanjangan tunas pada eksplan. Pembentukan akar bukan berdasarkan atas kesetimbangan auksin dan sitokinin yang ditambahkan pada media, tetapi pada kesetimbangan auksin dan sitokinin endogen pada eksplan. Pembentukan dan pertumbuhan akar pada eksplan dapat dihalangi oleh aktivitas thidiazuron. Penjelasan-penjelasan yang telah diungkapkan menunjukkan bahwa kombinasi TDZ dan BAP memiliki aktivitas lebih baik dalam menginduksi plb dan tunas dari daun Dendrobium antennatum Lindl., dibandingkan TDZ yang digunakan secara tunggal. Walaupun demikian kombinasi TDZ dan BAP dengan konsentrasi tinggi dapat menyebabkan penurunan jumlah tunas yang dihasilkan. Sementara itu tahap pembentukan tunas pada eksplan potongan daun D. antennatum melalui beberapa tahap, yaitu pembengkakan eksplan, pembentukan plb, dan pembentukan tunas. Selain itu diketahui juga bahwa tunas dapat tumbuh dari eksplan tanpa melalui pembentukan plb. Mengingat nilai standar deviasi yang dihasilkan besar, maka pemilihan eksplan yang homogen sangat diperlukan. Pemilihan eksplan dilakukan dengan menggunakan seedling yang memiliki umur dan ukuran yang sama. Sebelum menentukan umur eksplan yang digunakan, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan umur eksplan yang memiliki kecenderungan Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 membentuk plb dan tunas paling baik. Dengan eksplan yang baik dan homogen tersebut diharapkan akan menghasilkan penelitian selanjutnya dengan data yang baik dan nilai standar deviasi yang kecil. Induksi tunas pada eksplan potongan daun Dendrobium antennatum Lindl. yang telah dilakukan, diawali dengan respons pembengkakan eksplan. Kemudian dilanjutkan dengan pembentukan plb yang saling menempel ataupun terpisah. Protocorm like bodies tersebut akan tumbuh dan berkembang membentuk tunas. tunas tidak hanya dapat tumbuh dari plb tetapi dapat juga tumbuh langsung dari sel meristematik pada eksplan. Kendala terbesar pada penelitian yang telah dilakukan adalah keragaman umur fisiologis eksplan dan pencokelatan media. Keragaman umur eksplan seharusnya dapat diatasi dengan memilih daun dengan umur fisiologis yang sama, misalnya daun ke-2 seedling saja yang digunakan. Walupun demikian perlu diingat, berdasarkan hasil pengamatan pra penelitian menunjukkan bahwa jumlah eksplan potongan daun yang banyak dapat meningkatkan ketahanan eksplan terhadap pencokelatan, maka perlu diperhatikan ketersediaan tanaman donor. Pencokelatan juga merupakan kendala dalam penelitian ini, akan tetapi langkah pencegahannya tidak dilakukan karena dikhawatirkan akan mempengaruhi kerja sitokinin. Menurut Hartmant dkk. (2002: 674) pencokelatan dapat diatasi dengan memberikan zat yang dapat mengadsorbsi senyawa fenol, seperti arang aktif atau polyvinylpyrolidon (PVP).
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian induksi tunas dari potongan daun Dendrobium antennatum pada media MS modifikasi dengan TDZ tunggal dan TDZ kombinasi dengan BAP diperoleh kesimpulan, di antaranya ialah: 1. Semua perlakuan yang diberikan dapat direspons oleh eksplan dengan terjadinya pertumbuhan plb dan tunas. 2. Perlakuan 2 (1,5 mgl -1 TDZ dan 7,5 mgl -1 BAP), 3 (2 mgl -1 TDZ dan 7,5 mgl -1 BAP), dan 4 (2 mgl -1 TDZ dan 10 mgl -1 BAP) menunjukkan sinergisme antara TDZ dan BAP, sedangkan perlakuan 5 tidak menunjukkan sinergisme antara TDZ dan BAP. 3. Perlakuan 3 cenderung menghasilkan plb dan dan tunas paling banyak dibandingkan dengan perlakuan 1, 2, 4, dan 5. 4. Eksplan potongan daun Dendrobium antennatum Lindl. membengkak dan membentuk plb sebelum membentuk tunas, atau langsung membentuk tunas setelah membengkak.
B. SARAN
1. Penggunaan kombinasi antara TDZ dan BAP perlu lebih difokuskan pada kisaran konsentrasi yang memiliki kecenderungan menghasilkan Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 jumlah tunas paling banyak, agar dapat diperoleh pertunasan yang lebih baik dan data yang lebih akurat. 2. Diperlukan perlakuan untuk dapat mengurangi resiko terjadinya keracunan akibat pencokelatan, tetapi perlu diperhatikan juga pengaruh penggunaan zat pencegah pencokelatan. 3. Diperlukan penelitian untuk mengetahui posisi urutan daun yang cenderung menghasilkan respons pembentukan plb dan tunas terbanyak. Posisi urutan daun tersebut dapat digunakan lebih lanjut secara homogen dalam penelitian kombinasi TDZ dan BAP. 4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang membahas morfologi dan anatomi mikroskopis pembentukan plb dan tunas.
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 DAFTAR ACUAN
Anjum, S., M. Zia & M.F. Chaudhary. 2006. Investigations of different strategies for high frequency regeneration of Dendrobium malones Victory. African Journal of Biotechnology. 5(19): 1738--1743. Arditi, J . & R. Ernst. 1994. Micropropagation of orchids. J ohn Willey & sons, Inc., New York: xiii +628 hlm. Banerjee, S., J . Tripathi, P.C. Verma. P.D. Dwivedi, S.P.S. Khanuja & G.D. Bagchi. 2004. Thidiazuron-induced high-frequency shoot proliferation in Cineraria maritima Linn.. Current Science. 87( 9): 1287--1289. Bhagwat, B., L. E. Viera & L. R. Erickson. 1996. Stimulation of in vitro shoot proliferation from nodal explants of cassava by thidiazuron, benzyladenine and gibberellic acid. Plant Cell, Tissue and Organ Culture. 46: 1--7. Chen, L.R., J .T. Chen & W.C. Chang. 2002. Efficient production of protocorm- like bodies and plant regeneration from flower stalk explants of the sympodial orchids Epidendrum radicans. In vitro Cellular Developmental Biologyplant 38: 441--445. Chen, T. Y., J . T. Chen & W. C. Chang. 2004. Plant regeneration through direct shoot bud formation from leaf cultures of Paphiopedilum orchids. Plant Cell, Tissue and Organ Culture. 76: 11--15. Comber, J .B. 1994. Orchids of java. Bentham-Moxon Trust. Royal Botanical Gardens, Kew, London: 407 hlm. Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 Damayanti, D., Sudarsono, I. Mariska & M. Herman. 2007. Regenerasi papaya melalui kultur in vitro. Jurnal AgroBiogen 3(2): 49--54. Dressler, R. L. 1990. The orchids: Natural history and classification. Havard University Press, London: xii +332 hlm. Earle, E.D. & Y. Demarly. 1982. Variability in plants regenerated from tissue culture. Preager Publishers, New York: xvii +329 hlm. Esbensen, K. 2006. Dendrobium antennatum. 1 hlm. http://inet.uni2.dk/home/carphunters/Orchids/Dendrobium_antennatum .htm. 24 Februari 2008 pk. 11.15. Fanfani, A. & W. Rossi. 1992. Guide to orchid. Simon & Schuster`s Inc., New York: 225 hlm. Gandawidjaja, D. & S. Sastrapradja. 1980. Plasma nutfah Dendrobium asal Indonesia. Buletin Kebun Raya. 4(4): 113--125. Geetha, S. & A. Shetty. 2000. In vitro propagation of Vanilla planifolia, a tropical orchid. Current Science 79(6): 886--889. George, E.F. & P.D. Sherrington. 1984. Plant propagation by tissue culture. Exegetic Limited, Basingstokes: viii +709 hlm. Goralski, G., M. Popielarska, H.S. Lesak, D. Siwin & M. Batycka. 2005. Organogenesis in endosperm of Actinidia deliciosa cv. Hayward cultured in vitro. Acta Biologica Cracoviensia-Series Botanica 47(2):121--128. Gunawan, L.W. 1987. Teknik kultur jaringan. Institut Pertanian Bogor, Bogor: v +252 hlm. Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 Hartmant, H.T., D.E. Kester, F.T. Davies jr. & R.L. Geneva. 2002. Plant propagation, principles and practices. Pearson Education, Inc., New J ersey: xvi +880 hlm. Hidayat, E.B. 1995. Anatomi tumbuhan berbiji. Penerbit ITB, Bandung: 9a + 275 hlm. J iang, B., Y.C. Yang, Y.M. Guo, Z.C. Guo & Y.Z. Chen. 2005. Thidiazuron- induced in vitro shoot organogenesis of the medicinal plant Arnebia euchroma (Royle) J honst. In vitro Cellular Developmental Biology plant 41: 677--681. Kuo, H.-L., J .-T. Chen & W.-C. Chang. 2005. Efficient plant regeneration through direct somatic embryogenesis from leaf explants of Phalaenopsis Little Steve. In vitro Cellular Developmental Biology plant. 41: 453456. Lee, Y.I. & N. Lee. 2003. Plant regeneration from protocorm-derived callus of Cypripedium formosanum. In vitro Cellular Developmental Biology plant. 39: 475--479. Malabadi, R.B., G.S. Mulgund & K. Nataraja. 2004. efficient regeneration of Vanda coerulea, an endangered orchid using thidiazuron. Plant Cell, Tissue and Organ Culture 76: 289--293. Marianingsih, P. 2007. Anatomi pembentukkan protocorm-like bodies (plb) hasil kultur in vitro daun Phalaenopsis Blume. Skripsi S1. Universitas Indonesia: viii +70 hlm. Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 Mok, D.W.S. & M.C. Mok. 2001. Cytokinin metabolism and action. Annu. Rev. Plant Physiology and Plant Molecular Biology 52: 89--118. Nasiruddin, K. M., R. Begum & S. Yasmin. 2003. Protocorm likes bodies and plantlet regeneration from Dendrobium formosum leaf callus. Asian Jounal of Plant Sciences 2(13): 955--957. NIH (=National Institute of Health). 2008. Cytokinin signaling pathway. 1 hlm. http//:genetics.mgh.harvard.edu/sheenweb. 12 J uni 2008, pk. 10.05. Orchid Web. 2007. Dendrobium antennatum. 1 hlm. www.orchidweb.com/Dendrobium_antennatum.aspx. 24 Februari 2008, pk 10.09. Park, S.Y., E.C. Yeung, D. Chakrabarty & K.Y. Paek. 2002. An efficient direct induction of protocorm-like bodies from leaf subepidermal cells of Doritaenopsis hybrid using thin-section culture. Plant Cell Report. 22: 46--51. Park, S.Y., H.N. Murthy & K.Y. Paek. 2002. Rapid propagation of Phalaenopsis from floral stalk-derived leaves. In vitro Cellular Developmental Biologyplant. 38: 168--172. Pierik, R.L.M. 1987. In vitro culture of higher plants. Martinus Nijhoff Publishers, Boston: v +344 hlm. Rajasekaran, K., M.B. Hein, G.C. Davis, M.G. Carnes & I.K. Vasil. 1987. Endogenuos growth regulators in leaves and tissue culture of Pennisetum purpureum Schum. Journal of Plant Physiology 130: 13-- 25. Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 Rico, H. 2004. Hutan Hancur, Moratorium Manjur. 14 Desember 1 hlm. http://www.walhi.or.id/kampanye/hutan/jeda/hut_hancur_moratorium_ manj/ . 12 Februari 2008, pk. 22.00. Ruzic, Dj.V. & T.I. Vujovic. 2008. The effects of cytokinin types and their concentration on in vitro multiplication of sweet cherry cv. Lapins (Prunus avium L.). Horticulture Science (Prague) 35(1): 12--21. Sadik K., P.R. Rubaihayo, M.J .S. Magambo & M. Pillay. 2006. Generation of cell suspensions of East African highland bananas through scalps. African Journal of Biotechnology 6(11): 1352--1357. Santoso, U. & F. Nursandi. 2003. Kultur jaringan tanaman. UMM Pres, Malang: viii +191 hlm. Shan, X., D. Li & R. Qu. 2000. Thidiazuron promotes in vitro regeneration of wheat and barley. In vitro Cellular Developmental Biologyplant. 36: 207--210. Shiau, Y.J ., S.M. Nalawade, C. Hsia, V. Mulabagal & H.S. Tsay. 2005. In vitro propagation of the chienese medicinal plant, Dendrobium candidum Wall. Ex Lindl., from axenic nodal segments. In vitro Cellular Developmental Biologyplant. 41: 227--229. Sjostrom, A. & C.L.Gross. 2006. Life-history characters and phylogeny are correlated with extinction risk in the Australian angiosperms. Journal of Biogeography 33: 271--290. Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 Soon, T.E. 2005. Orchids of asia, 3rd ed. Time Edition-Marshall Cavendish, Singapore: 367 hlm. Suyadi, A., A. Purwantoro & S. Trisnowati. 2003. Penggadaan tunas Abaca melalui kultur meristem. Ilmu Pertanian 10(2): 11--16. Talukder, S.K., K.M. Nasiruddin, S. Yasmin, L. Hasan & R. Begum. 2003. Shoot proliferation of Dendrobium orchid with BAP and NAA. Journal of Biological Science 3(11): 1058--1062. Tefera, W. & S. Wannakrairoj. 2006. Synergistic effects of some plant growth regulators on in vitro shoot proliferation of korarima (Aframomum corrorima (Braun) J ansen). African Journal of Biotechnology 5(10): 1894--1901. Thaorpe, T.A. 1981. Plant tissue culture, Methods and applications in agriculture. Academic Press, New York: x +379 hlm. Visser, C., J .A. Qureshi, R.Gill & P.K. Saxena. 1992. Morphoregulatory role of thidiazuron, substitution of auxin and cytokinin requirement for the Induction of somatic embryogenesis in geranium hypocotyl cultures. Journal of Plant Physiol. 99: 1704-1707. Wood, J .J . 2003. Orchids of borneo, vol. 4. The Royal Botanic Garden, Sabah: xii +314 hlm. Yildiz, M. & M. Ozgen. A comparison of growth regulators for adventitious shoot regeneration from hypocotyls of flax (Linum usitatissimum L.). Journal of Food, Agriculture and Environment 4(3,4) : 171--174. Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 Youmbi, E., B. Ella & K. Tomekpe. 2006. Effect of thidiazuron on in vitro proliferation capacities of some banana (Musa spp.) cultivar with weak multiplication potential. Akdeniz Universitesi Ziraat Fakultesi Dergisi 19(2): 225--229. Zawadzka, M. & T. Orlikowska. 2006. Factors modifying regeneration in vitro of adventitious shoots in five red raseberry cultivars. Journal of Fruit and Ornamental Plant Research. 14: 105--115.
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
GAMBAR
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Keterangan: a : batang e : sepal b : daun f : labelum c : perbungaan g : ginostemium d : akar h : petal lateral
5 cm 2 cm c a b g e f e h h e d Gambar 1. Morfologi Dendrobium antennatum Lindl. [Sumber: Esbensen 2006: 1]
5 cm Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 Gambar 2. Skema tahapan morfogenesis langsung dan tidak langsung pada kultur in vitro tanaman anggrek. [Sumber: Arditi & Ernst 1994: 311--365]
Keterangan: ( . ) tahapan induksi tunas yang dilakukan dalam penelitian. ANGGREK EKSPLAN n, 2n, xn MORFOGENESIS LANGSUNG TIDAK LANGSUNG SEMAIAN BIJ I ORGANOGENESIS EMBRIOGENESIS PLB TUNAS SEMAIAN EMBRIO PLANTLET KALUS PLB TUNAS
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Pembuatan larutan stok Pembuatan media perlakuan kultur Pemilihan donor eksplan Penanaman eksplan Pemeliharaan kultur Pengamatan Analisis data Penarikan kesimpulan Sterilisasi alat Penyiapan alat dan bahan Persiapan Gambar 3. Skema tahapan kerja induksi tunas Dendrobium antennatum Lindl. pada medium MS modifikasi.
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
1 3 5 2 4 Keterangan: 1 : 1 mgl -1 TDZ a : ekspan 2 : 1,5 mgl -1 TDZ 7,5 mgl -1 BAP b : tunas 3 : 2 mgl -1 TDZ 7,5 mgl -1 BAP c : plb menyatu 4 : 1,5 mgl -1 TDZ 10 mgl -1 BAP d : plb tunggal 5 : 2 mgl -1 TDZ 10 mgl -1 BAP (skala dalam 1 cm) 2 3 1 a c d b Gambar 4. Respon potongan daun Dendrobium antennatum Lindl. terhadap perlakuan TDZ tunggal dan kombinasi TDZ dan BAP.
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Gambar 5. Grafik jumlah plb, tunas, dan jumlah plb-tunas pada eksplan potongan daun Dendrobium antennatum Lindl., yang ditanam pada medium MS modifikasi dengan 5 macam perlakuan ZPT.
Keterangan: 1 =1 mgl -1 TDZ 4 =1,5 mgl -1 TDZ dan 10 mgl -1 BAP 2 =1,5 mgl -1 TDZ dan 7,5 mgl -1 BAP 5 =2 mgl -1 TDZ dan 10 mgl -1 BAP 3 =2 mgl -1 TDZ dan 7,5 mgl -1 BAP () =nilai standar deviasi 0 10 20 30 40 50 60 70 80 1 2 3 4 5 perlakuan ZPT j u m l a h rata-rata jumlah PLBs rata-rata jumlah tunas rata-rata total PLB-tunas 44,7 74,2 85,1 74,2 53,8 31,9 51,8 55,6 50,4 40,3 23,6 24,9 32,9 31,7 16,5
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Gambar 6. Pembengkakan eksplan potongan daun Dendrobium antennatum Lindl. akibat perlakuan yang diberikan pada penelitian (perlakuan 1).
Keterangan : a : tunas c : eksplan browning b : eksplan swelling 1 cm b c a 1 cm b a c
Keterangan : a : eksplan dehidrasi c : plb menyatu b : plb
Gambar 7. Morfologi protocorm like bodies yang menyatu (perlakuan 1)
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Keterangan : a : ekaplan hidup c : tunas dewasa b : eksplan mati a b 1 cm d c
Gambar 8. Morfologi protocorm like bodies yang terpisah (perlakuan 2).
Keterangan : a : eksplan b : tunas muda a b 1 cm
Gambar 9. Morfologi tunas tanpa melalui pembentukkan PLB (perlakuan 3).
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Keterangan : a : tunas c : eksplan hidup b : akar mati d : eksplan mati a b c d 1 cm Gambar 10. Pembentukan akar pada salah satu sampel perlakuan 1 mgl -1 TDZ (perlakuan 1).
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
TABEL
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 Tabel 1 Perlakuan TDZ tunggal dan kombinasi TDZ dan BAP terhadap induksi tunas dari potongan daun Dendrobium antennatum
TDZ BAP 1 mgl -1 TDZ 1,5 mgl -1 TDZ 2 mgl -1 TDZ Perlakuan 1 Tidak dilakukan Tidak dilakukan 7,5 mgl -1 BAP Tidak dilakukan Perlakuan 2 Perlakuan 3 10 mgl -1 BAP Tidak dilakukan Perlakuan 4 Perlakuan 5
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 Tabel 2 Komposisi medium dan pembuatan larutan stok medium MS Larutan stok Bahan Konsentrasi (mgl -1 ) Stok 10 kali lipat (mgl -1 ) A NH 4 NO 3 1650 16500 B KNO 3 1900 19000 C CaCl 2 .2H 2 O 440 4400 D MgSO 4 .7H 2 O 370 3700 E KH 2 PO 4 170 1700 Makronutrien I KI H 3 BO 3 MnSO 4 .2H 2 O ZnSO 4 .7H 2 O Na 2 MoO 4 .2H 2 O CuSO 4 .5H 2 O CoCl 2 .6H 2 O 0,83 6,2 22,3 8,6 0,25 0,025 0,025 8,3 62 223 86 2,5 0,25 0,25 Mikronutrien II Na 2 -EDTA FeSO 4 .7H 2 O 37,3 27,8 373 278 Vitamin Niasin Pyridoxime acid Thiamine HCl 0,5 0,5 0,1 5 5 1 Asam amino Glisin 2 20 Modifikasi dalam 1 liter medium Komposisi Konsentrasi Pepton 1 gr Mio-inositol 0,1 mg BAP 7,5 mg; 10 mg TDZ 1,5 mg; 2 mg Sukrosa 20 gr Agar 8 gr
[Sumber: Murashige & Skoog 1962: 485]
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 Tabel 3 Penelitian terdahulu yang telah dilakukan mengenai penggunaan kombinasi zat pengatur tumbuh dalam menstimulasi pertumbuhan tunas.
Peneliti Metode Spesies yang digunakan Media dasar ZPT terbaik untuk induksi tunas Sadik dkk. (2007) Kultur suspensi sel Musa sp. MS 12,4 M BAP - 4,55 M TDZ Tefera & Wannakrairoj (2005) Kultur tunas rhizome muda Aframomum corrorima MS 3 mgl -1 BAP - 0,5 mgl -1 TDZ Tefera & Wannakrairoj (2005) Kultur tunas rhizome muda Aframomum corrorima
MS 2 mgl -1 IMA- 0,5 mgl -1 TDZ Tefera & Wannakrairoj (2005) Kultur tunas rhizome muda Aframomum corrorima MS 3 mgl -1 IMA - 0,5 mgl -1 TDZ Zawadzka & Orlikowska (2006) Kultur tunas muda Raspberry merah MS 0,1 mgl -1 IBA - 0,1 mgl -1 TDZ Banerjee dkk. (2004) Kultur nodus batang Cineraria maritima Lindl. MS 0 mgl -1 NAA - 0,1 mgl -1 TDZ
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
LAMPIRAN
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 LAMPIRAN
Lampiran 1
Keterangan AHK : Arabidopsis histidin kinase ARR : Arabidopsis Respons Regulator CKI : sitokinin 1 RD : sisi reseptor CRE : sitokinin reseptor BD : sisi DNA H-D : kompleks histidin kinase AD : sisi afektor AHP : Arabidopsis histidin fosfotransfer Gambar tahap kerja sitokinin pada sel tumbuhan Arabidopsis [Sumber: NIH 2008: 1]
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Lampiran 2a
Data kuantitatif pengaruh 1 mgl -1 TDZ (perlakuan 1) terhadap induksi tunas dari potongan daun Dendrobium antennatum Lindl.
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 Lampiran 3a
Data kualitatif pengaruh 1 mgl -1 TDZ (perlakuan 1) terhadap induksi tunas dari potongan daun Dendrobium antennatum Lindl.
Jumlah daun yang terinduksi Morfologi PLBs Keterangan No PLBs Tunas PLBs dan tunas Bengkak Menempel Terpisah 1 + - - ++ - V 2 - + + +++ - V Perakaran 3 + - + +++ - V 4 + + + +++ V V 5 + + + ++++ V V 6 - - + +++ - V 7 - + + +++ - - 8 + - - + V V 9 - - - + - - 10 - + + ++ V - 11 + - - + - V 12 - + - + - - 13 + - - + - V 14 - - - ++ - -
Keterangan: V = ada + = sangat sedikit - = tidak ada ++ = sedikit +++ = sedang ++++ = banyak +++++= sangat banyak
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 Lampiran 3b
Data kualitatif pengaruh 1,5 mgl -1 TDZ dan 7,5 mgl -1 BAP (perlakuan 2) terhadap induksi tunas dari potongan daun Dendrobium antennatum Lindl.
Jumlah daun yang terinduksi Morfologi PLBs No PLBs Tunas PLBs dan tunas Bengkak Menempel Terpisah 1 - - - ++ - - 2 - + - ++ - - 3 - + + +++ V V 4 - + ++ +++ - V 5 - + + ++ V V 6 - + - +++ - - 7 + + + ++ - V 8 - + + +++ - V 9 - + ++ +++ - V 10 - + - ++ - - 11 + + + +++ V V 12 - + + +++ - V 13 - + + +++ - V 14 - - - +++ - - 15 + + + +++ - V 16 - + - ++ - - 17 - - - ++ - -
Keterangan: V = ada + = sangat sedikit - = tidak ada ++ = sedikit +++ = sedang ++++ = banyak +++++= sangat banyak
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 Lampiran 3c
Data kualitatif pengaruh 2 mgl -1 TDZ dan 7,5 mgl -1 BAP (perlakuan 3) terhadap induksi tunas dari potongan daun Dendrobium antennatum Lindl.
Jumlah daun yang terinduksi Morfologi PLBs No PLBs Tunas PLBs dan tunas Bengkak Menempel Terpisah 1 + + + +++ - V 2 + + + +++ - V 3 - + + ++ - V 4 + + + +++++ - V 5 - - + + - V 6 - + + ++++ - V 7 + + + +++ - V 8 + + + +++ - V 9 + + ++ +++ - V 10 - - - + - - 11 - - - + - - 12 - + - + - - 13 - + + ++++ - V 14 - + - ++ - - 15 - - - ++ - - 16 - - - +++ - - 17 - + - + - - 18 - + - ++ - -
Keterangan: V = ada + = sangat sedikit - = tidak ada ++ = sedikit +++ = sedang ++++ = banyak +++++= sangat banyak
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 Lampiran 3d
Data kualitatif pengaruh 1,5 mgl -1 TDZ dan 10 mgl -1 BAP (perlakuan 4) terhadap induksi tunas dari potongan daun Dendrobium antennatum Lindl.
Jumlah daun yang terinduksi Morfologi PLBs No PLBs Tunas PLBs dan tunas Bengkak Menempel Terpisah 1 + + - ++ V - 2 + + + +++ - V 3 + + + +++ - V 4 + - + +++ V - 5 + + + +++ V V 6 - + + +++ - V 7 - - + ++ - - 8 - ++ ++ ++++ - - 9 - - + ++ - V 10 + - + +++ - V 11 + - - + - V 12 - + - ++ - - 13 - - - + - - 14 - - - - - - 15 - - - ++ - - 16 - - - +++ - - 17 - - - + - -
Keterangan: V = ada + = sangat sedikit - = tidak ada ++ = sedikit +++ = sedang ++++ = banyak +++++= sangat banyak
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 Lampiran 3e
Data kualitatif pengaruh 2 mgl -1 TDZ dan 10 mgl -1 BAP (perlakuan 5) terhadap induksi tunas dari potongan daun Dendrobium antennatum Lindl.
Jumlah daun yang terinduksi Morfologi PLBs No PLBs Tunas PLBs dan tunas Bengkak Menempel Terpisah 1 + + + ++ V V 2 + + ++ ++++ V V 3 + + + ++++ V V 4 + + + +++ V - 5 - + + ++ - V 6 - - + +++ - V 7 + - - ++ - V 8 - + ++ ++ - - 9 - - - ++ - - 10 - + + ++ - V 11 - + + ++ - V
Keterangan: V = ada + = sangat sedikit - = tidak ada ++ = sedikit +++ = sedang ++++ = banyak +++++= sangat banyak
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 Lampiran 4a
a a Gambar tahap pembentukan plb pada potongan daun Doritaenopsis silangan. [Park dkk. 2002: 59]
b c a b d Keterangan: Gambar A : inisiasi pembelahan sel epidermis (a) dan sub epidermis (b). Gambar B dan C : lanjutan inisiasi pembelahan sel epidermis (a) dan pembentukan pusat pertumbuhan dari sel sub epidermis (b). Gambar D : pembentukkan nodul plb; pusat pertumbuhan (c); dan d lapisan periderm Gambar E : pembentukkan plb sempurna. Gambar F : inisiasi pembentukan tunas dari plb. d e c c 200 m 200 m 1,5 mm 50 m 100 m 100 m Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010 Lampiran 4b
Keterangan: Gambar A : pembelahan sel pada jaringan mesofil (a) daun. Gambar B : pembentukan plb tidak sempurna, karena lapisan periderm (b) tidak terbentuk menyelimuti pusat pertumbuhan (c) plb. Sementara terbentuk pusat pertumbuhan baru (d).
200 m 200 m d
Gambar pembentukan plb yang gagal. [Park dkk. 2002: 59]
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010