Você está na página 1de 89

PENGARUH THIDIAZURON TUNGGAL DAN KOMBINASI THIDIAZURON

DAN BENZILAMINOPURIN TERHADAP PEMBENTUKAN TUNAS DARI


POTONGAN DAUN Dendrobium antennatum Lindl. SECARA IN VITRO






JOKO KUSMIANTO
0302040233






UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
DEPARTEMEN BIOLOGI
DEPOK
2008
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
PENGARUH THIDIAZURON TUNGGAL DAN KOMBINASI THIDIAZURON
DAN BENZILAMINOPURIN TERHADAP PEMBENTUKAN TUNAS DARI
POTONGAN DAUN Dendrobium antennatum Lindl. SECARA IN VITRO




Skripsi diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Sains





Oleh:
JOKO KUSMIANTO
0302040233







DEPOK
2008
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
SKRIPSI : PENGARUH THIDIAZURON TUNGGAL DAN KOMBINASI
THIDIAZURON DAN BENZILAMINOPURIN TERHADAP
PEMBENTUKAN TUNAS DARI POTONGAN DAUN
Dendrobium antennatum Lindl. SECARA IN VITRO
NAMA : J OKO KUSMIANTO
NPM : 0302040233
SKRIPSI INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJ UI
DEPOK, 18 J uli 2008




Dr. SUSIANI PURBANINGSIH, DEA Dra. LESTARI RAHAYU K, M.Sc.
PEMBIMBING I PEMBIMBING II
















Tanggal lulus Ujian Sidang Sarjana: 18 J uli 2008

Penguji I : Dr. Nisyawati (..............................)

Penguji II : Dr. Andi Salamah (..............................)

Penguji III : Dra. Ratna Yuniati, M.Si. (..............................)
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
,. , ,. .
.
, ,. .
,. ...

,.


. .
.
. .

, ,
, .
, .. ,
,
, . ..

.















Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan bagi Allah SWT, Tuhan alam
semesta atas nikmat dan karunia yang diberikan-Nya, serta cobaan dan
kemudahan yang diberikan kepada penulis hingga akhirnya skripsi ini mampu
penulis selesaikan. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah
Muhammad SAW yang telah memberikan teladan hidup kepada semua umat
manusia.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu
Dr. Susiani Purbaningsih, DEA selaku pembimbing I dan fasilitator penelitian
yang telah membimbing penulis sejak kuliah praktik hingga skripsi ini selesai.
Bimbingan, arahan, nasihat, dorongan, serta kepercayaan yang telah Beliau
berikan kepada penulis telah membangun kepercayaan diri dan semangat
yang sempat hilang saat penulis mengalami kegagalan. Rasa terima kasih
juga penulis ucapkan kepada Ibu Dra. Lestari Rahayu K, M.Sc. selaku
pembimbing II yang telah memberikan banyak pandangan yang membangun
diri penulis dalam menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ketua dan Sekretaris
Departemen Biologi FMIPA UI, Dr. Nisyawati selaku Pembimbing Akademik
atas perhatian, bimbingan, dan dorongan semangatnya, juga kepada Dra.
Ratna Yuniati, Dr. Andi Salamah, Dra. Yusniar Yusuf, Dra. Luthfah S.
Nurusman, M.Si, Drs Amril Djalil, M.Si., Dr. Boen S. Oemarjati, dan Drs.
Elyzar M. Adil, M.Si., serta seluruh dosen segala ilmu dan semangat yang
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
diberikan kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh
karyawan Departemen Biologi FMIPA UI, khususnya Pak Taryana, Pak Ono,
Mas Dedy, Ibu Ros, Ibu Sofi, Ibu Ida, Mba Ola, Pak Priyadi, dan Doni atas
segala bantuan dan pertemanan selama masa perkuliahan. Terima kasih
juga penulis ucapkan kepada asisten Laboratorium Kansha Orchids,
khususnya kepada Mba Mery, Mba Eka, Mba Windri, Mba Arni, Pak Pujas,
Mas Huda, Mba Mar, dan Mba Arom, serta kepada adiku Yusuf yang selalu
menemani.
Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga
kepada keluarga besar 2K2 (Biologi 2002) atas pertemanan selama masa
kuliah; BIRU (Biologi 2000) atas bimbingannya dan persaudaraannya;
Comata UI dan Canopy atas pengalaman dan ilmunya; Happy Birds Team
atas pengalaman dan kebanggaan di Malang, Puncak, J ogjakarta, dan
Bandung yang tak terlupakan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada
teman terdekat, Sri Suwarni yang selama ini memberikan semangat yang
begitu besar, juga kepada Made, Alex, Dhanu, Dhani, Avi, Ferdi, Windy,
Merry, Agnes, Dedy, Dody, dan Ely, serta Togemon.
Terima kasih yang teristimewa penulis ucapkan kepada kedua orang
tua penulis, adikku Nugroho, serta seluruh keluargaku atas segala dukungan,
doa, dan kepercayaan yang diberikan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
yang membaca dan dapat memberikan informasi yang dibutuhkan.
Penulis
2008
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui respons eksplan
potongan daun Dendrobium antennatum Lindl. terhadap perlakuan 1 (1 mgl
-1

TDZ), perlakuan 2 (1,5 mgl
-1
TDZ dan 7,5 mgl
-1
BAP), perlakuan 3 (2 mgl
-1

TDZ dan 7,5 mgl
-1
BAP), perlakuan 4 (1,5 mgl
-1
TDZ dan 10 mgl
-1
BAP), dan
perlakuan 5 (2 mgl
-1
TDZ dan 10 mgl
-1
BAP) dalam menginduksi tunas.
Penelitian dilakukan di laboratorium Khansa Orchids Cimanggis Depok
(september 2007--April 2008). Dua puluh lima potong daun dikultur pada 1
botol sampel perlakuan. Data yang diperoleh dari penelitian tersebut
menunjukkan bahwa setiap perlakuan yang diberikan cenderung
menghasilkan respons pembentukan protocorm like bodies (plb) dan tunas
pada eksplan. Data tersebut juga menunjukan bahwa pada perlakuan 2, 3,
dan 4 terdapat sinergisme antara TDZ dan BAP, sedangkan perlakuan 5 tidak
menunjukkan adanya sinergisme. Perlakuan 3 (2 mgl
-1
TDZ dan 7,5 mgl
-1

BAP) cenderung menghasilkan jumlah plb dan tunas terbanyak (49,1 44,7
per botol), dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Eksplan mengawali
respons induksi tunas dengan membengkak, dan kemudian membentuk plb
atau tunas.
Kata kunci: benzylaminopurin; Dendrobium antennatum Lindl.; potongan
daun; protocorm like bodies; thidiazuron; tunas.
x +72 hlm.; gbr.; tab.; lamp.
Bibliografi: 49 (1982--2008)
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR . . i
ABSTRAK iii
DAFTAR ISI . iv
DAFTAR GAMBAR . vi
DAFTAR TABEL .. viii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... ix
BAB I. PENDAHULUAN . 1
BAB II. TINJ AUAN PUSTAKA ................................................... 5
A. Dendrobium antennatum .. 5
1. Klasifikasi dan penyebaran .................................... 5
2. Morfologi ................................................................ 6
3. Sistem perbanyakan .............................................. 7
4. Manfaat .................................................................. 8
5. Kultur in vitro Dendrobium ............................... 8
B. Induksi tunas adventif secara in vitro ......................... 9
1. Eksplan ................................................................... 10
2. Media ....................................................................... 10
3. Faktor lingkungan ................................................... 17
BAB III. BAHAN DAN CARA KERJ A .... 19
A. Lokasi . 19
B. Bahan . 19
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
1. Tanaman donor ... 19
2. Eksplan 19
3. Bahan kimia ... 20
4. Media ....... 20
C. PERALATAN 20
D. CARA KERJ A .. 21
1. Pembuatan larutan stok .. 21
2. Pembuatan media . 22
3. Sterilisasi alat . 22
4. Penanaman eksplan . 23
5. Pemeliharaan kultur .. 23
6. Pengamatan .. 24
7. Analisis data .. 24
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 25
A. Parameter kuantitatif 26
B. Parameter kualitatif .. 33
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 40
A. KESIMPULAN .. 40
B. SARAN .. 40
DAFTAR ACUAN 42



Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Morfologi Dendrobium antennatum Lindl. ............................ 49

2. Skema tahapan morfogenesis langsung dan tidak langsung pada
kultur in vitro tanaman anggrek . 50

3. Skema tahapan kerja induksi tunas Dendrobium antennatum
Lindl. pada medium MS modifikasi. . 51

4. Respons potongan daun Dendrobium antennatum Lindl.
terhadap perlakuan TDZ tunggal dan kombinasi TDZ
dan BAP . 52

5. Grafik jumlah plb, tunas, dan jumlah plb-tunas pada eksplan
potongan daun Dendrobium antennatum Lindl., yang
ditanam pada medium MS modifikasi dengan 5
macam perlakuan ZPT. ... 53

6. Pembengkakan eksplan potongan daun Dendrobium
antennatum Lindl. akibat perlakuan yang diberikan
pada penelitian (perlakuan 1) .... 54

7. Morfologi protocorm like bodies yang menyatu
(perlakuan 1) .. 54

8. Morfologi protocorm like bodies yang terpisah
(perlakuan 2) .. 55

9. Morfologi tunas tanpa melalui pembentukkan PLB
(perlakuan 3) 55
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
10. Pembentukan akar pada salah satu sampel perlakuan
1 mgl
-1
TDZ (perlakuan 1) ... 56






















Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Perlakuan TDZ tunggal dan kombinasi TDZ dan
BAP terhadap induksi tunas dari potongan daun
Dendrobium antennatum .............................................................. 57

2. Komposisi medium dan pembuatan larutan stok
medium MS ................................................................................... 58

3. Penelitian penggunaan kombinasi zat pengatur
tumbuh dalam menstimulasi pertumbuhan tunas
yang telah dilakukan ..................................................................... 59























Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Gambar tahap kerja sitokinin pada sel tumbuhan
Arabidopsis. .................................................................................. 60

2a. Data kuantitatif pengaruh 1 mgl
-1
TDZ (perlakuan 1)
terhadap induksi tunas dari potongan daun
Dendrobium antennatum Lindl.. .................................................. 61

2b. Data kuantitatif pengaruh 1,5 mgl
-1
TDZ dan 7,5 mgl
-1
BAP
(perlakuan 2) terhadap induksi tunas dari potongan
daun Dendrobium antennatum Lindl. ........................................... 62

2c. Data kuantitatif pengaruh 2 mgl
-1
TDZ dan 7,5 mgl
-1
BAP
(perlakuan 3) terhadap induksi tunas dari potongan daun
Dendrobium antennatum Lindl. .................................................. 63

2d. Data kuantitatif pengaruh 1,5 mgl
-1
TDZ dan 10 mgl
-1
BAP
(perlakuan 4) terhadap induksi tunas dari potongan daun
Dendrobium antennatum Lindl. .................................................. 64

2e. Data kuantitatif pengaruh 1,5 mgl
-1
TDZ dan 10 mgl
-1
BAP
(perlakuan 5) terhadap induksi tunas dari potongan daun
Dendrobium antennatum Lindl. ................................................... 65

3a. Data kualitatif pengaruh 1 mgl
-1
TDZ (perlakuan 1)
terhadap induksi tunas dari potongan daun
Dendrobium antennatum Lindl. .................................................... 66


Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
3b. Data kualitatif pengaruh 1,5 mgl
-1
TDZ dan 7,5 mgl
-1
BAP
(perlakuan 2) terhadap induksi tunas dari potongan
daun Dendrobium antennatum Lindl. ........................................... 67

3c. Data kualitatif pengaruh 2 mgl
-1
TDZ dan 7,5 mgl
-1
BAP
(perlakuan 3) terhadap induksi tunas dari potongan
daun Dendrobium antennatum Lindl. ........................................... 68

3d. Data kualitatif pengaruh 1,5 mgl
-1
TDZ dan 10 mgl
-1
BAP
(perlakuan 4) terhadap induksi tunas dari potongan
daun Dendrobium antennatum Lindl. ......................................... 69

3e. Data kualitatif pengaruh 2 mgl
-1
TDZ dan 10 mgl
-1
BAP
(perlakuan 5) terhadap induksi tunas dari potongan
daun Dendrobium antennatum Lindl. ......................................... 70

4a. Gambar tahap pembentukan plb pada potongan
daun Doritaenopsis silangan. ..................................................... 71

4b. Gambar pembentukan plb yang gagal. ...................................... 72














Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
BAB I
PENDAHULUAN

Dendrobium antennatum Lindl. merupakan salah satu anggrek spesies
yang memiliki bunga berbentuk indah dengan petal lateral terpilin dan
menyerupai tanduk antelope (Gambar 1h). Pada saat berbunga, lama mekar
dapat mencapai 2--3 bulan. Keindahan dan ketahanan terhadap kelayuan
bunga anggrek tersebut dimanfaatkan oleh manusia untuk menambah
keindahan dan kesan alami pada ruangan tertutup ataupun terbuka. Anggrek
tersebut biasa digunakan dalam bentuk tanaman pot atau bunga potong
(Fanfani & Rossi 1992: 41; Soon 2005: 108).
Habitat asli anggrek D. antennatum di Indonesia terdapat di Papua.
Keberadaan anggrek tersebut terancam dengan kerusakan hutan Papua
yang telah mencapai angka kerusakan sebesar 60% (Rico 2003: 1).
Sementara itu Convention on International Trade in Endangered Species Wild
Fauna and Flora (CITES) memasukkan anggrek D. antennatum ke dalam
kriteria Appendiks II atau terancam punah dan dilarang keras mengambil
anggrek tersebut dari habitatnya. Terkait dengan terancamnya habitat dan
keberadaan anggrek tersebut diperlukan sistem perbanyakan yang
terprogram untuk menjaga spesies anggrek D. antennatum agar tidak punah
dan dapat dimanfaatkan secara komersial (Sjostrom & Gross 2006: 280).
Anggrek D. antennatum berkembang biak secara vegetatif dengan
membentuk tanaman anakan pada bagian pangkal batang, tetapi seringkali
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
terdapat tanaman anakan tumbuh pada nodus batang dan nodus tangkai
bunga majemuk yang disebut keiki. Dendrobium antennatum secara
vegetatif dapat menghasilkan 2 hingga 4 tanaman anakan setiap tahun (tunas
ataupun keiki) (Nasiruddin dkk. 2002: 955). Perbanyakan secara generatif
dapat terjadi dengan biji. Perkecambahan biji secara alami membutuhkan
mikoriza sebagai penghasil nutrisi bagi biji. Tanpa mikoriza perkecambahan
sulit terjadi (Dressler 1990: 76--77; Anjum dkk. 2006: 1738).
Teknik perbanyakan anggrek D. antennatum secara generatif dan
vegetatif konvensional hanya menghasilkan jumlah anakan sedikit dan
membutuhkan waktu yang lama. Hal tersebut mendorong perkembangan
metode perbanyakan anggrek dalam jumlah besar, seragam, dan dalam
waktu singkat yang dikenal sebagai teknik kultur in vitro (Anjum dkk. 2006:
1738). Teknik tersebut telah digunakan untuk memperbanyak beberapa
spesies anggrek Dendrobium, di antaranya adalah D. formosanum
(Nasiruddin dkk. 2002: 955--957), Dendrobium sp. (Talukder dkk. 2003: 1058-
-1062), dan D. candidum Wall. Ex. Lindl. (Shiau dkk. 2005: 227--229).
Kemampuan tumbuhan untuk membentuk tanaman anakan secara in
vitro dipengaruhi oleh eksplan, media kultur, dan lingkungan pemeliharaan
(Park dkk. 2002: 168--169; Chen dkk. 2004: 11--13). Eksplan yang
digunakan untuk menginduksi tunas dapat berasal dari daun, nodus batang,
nodus tangkai bunga majemuk, tunas muda, pollen, dan biji (Arditi & Ernst
1990: 347). Penggunaan daun anggrek Dendrobium sebagai eksplan dalam
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
menginduksi tunas telah dilakukan oleh Nasiruddin dkk. (2003: 955) dan
Anjum dkk. (2006: 1738).
Selain eksplan, media juga berpengaruh penting dalam meningkatkan
jumlah tunas yang dihasilkan pada eksplan. Media Murashige dan Skoog
(MS) merupakan media yang umum digunakan pada kultur in vitro anggrek.
Media MS merupakan media lengkap yang dapat digunakan dengan kadar
makronutrien dan mikronutrien setengah kali konsentrasi resep ( MS) (Lee
& Lee 2003: 475). Media MS modifikasi memiliki salah satu komponen
penting dalam menginduksi pertunasan, yaitu zat pengatur tumbuh. Zat
pengatur tumbuh (ZPT) yang biasa digunakan untuk menginduksi pertunasan
adalah sitokinin. Sitokinin yang sering digunakan di antaranya adalah
thidiazuron (TDZ) dan benzylaminopurin (BAP).
Penggunaan TDZ secara tunggal yang melebihi konsentrasi 1 mgl
-1

(Kuo dkk. 2005: 453) dan BAP secara tunggal yang melebihi 5 mgl
-1

(Nasiruddin dkk. 2003: 956) dapat mengurangi jumlah pembentukan tunas
adventif pada eksplan. Peningkatan jumlah tunas adventif yang tumbuh dari
eksplan potongan daun dapat dilakukan dengan mengombinasikan antara
jenis sitokinin satu dengan jenis sitokinin lain atau dengan auksin (Bhagwat
dkk. 1996: 3--4; Geetha & Shetty 2000: 887; J iang dkk. 2005: 677--679).
Penelitian ini menggunakan potongan daun anggrek D. antennatum
sebagai eksplan. Daun tersebut diambil dari planlet hasil perkecambahan
secara in vitro yang dihasilkan Adapun media yang digunakan adalah media
MS dengan perlakuan (kontrol) TDZ 1 mgl
-1
tunggal dan kombinasi antara
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
TDZ (1,5 mgl
-1
dan 2 mgl
-1
) dan BAP (7,5 mgl
-1
dan 10 mgl
-1
). Kombinasi
TDZ dan BAP pada penelitian pendahuluan menghasilkan jumlah tunas lebih
banyak dibandingkan pada penggunaan TDZ dan BAP secara tunggal.
Menurut Sadik dkk. (2007: 1355) dan Youmbi dkk. (2006: 257) TDZ dan BAP
dapat bekerja secara sinergis dalam menginduksi pertumbuhan tunas.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui respons eksplan terhadap
media perlakuan yang diberikan dan mendapatkan kombinasi zat pengatur
tumbuh yang mampu menghasilkan jumlah tunas terbanyak. Hipotesis
penelitian ini adalah kombinasi TDZ dan BAP pada induksi tunas dari
potongan daun Dendrobium antennatum dapat menghasilkan jumlah tunas
yang lebih banyak dari pada kontrol.






















Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A. Dendrobium antennatum

1. Klasifikasi dan penyebaran

Menurut Dressler (1990: 201--231) klasifikasi Dendrobium antennatum
Lindl. ialah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Classis : Monocotyledoneae
Ordo : Liliales
Family : Orchidaceae
Subfamily : Epidendroideae
Tribe : Epidendreae
Subtribe : Dendrobiinae
Genus : Dendrobium
Spesies : Dendrobium antennatum
Dendrobium antennatum memiliki nama lain anggrek tanduk rusa
(antelope orchid). Anggrek tersebut merupakan salah satu anggrek asli
Indonesia. Penyebaran anggrek tersebut meliputi daerah Papua New
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Guinea, Australia bagian utara dan pulau-pulau di sekitarnya (Fanfani &
Rossi 1992: 41; Soon 2005: 108).
Dendrobium antennatum umumnya tumbuh di daerah dataran rendah
(0--500 m dpl) hutan tropis. Anggrek tersebut tumbuh subur pada daerah
bersuhu 16--19
o
C pada malam hari dan 24--32
o
C pada siang hari, dengan
kisaran kelembapan antara 50% dan 80%, serta derajat keasaman media
alami (pH) 7--7,5 (AOS 2007: 1).

2. Morfologi

Dendrobium antennatum merupakan anggrek epifit dan memiliki empat
bagian utama, yaitu akar, batang, daun, dan perbungaan. Anggrek tersebut
memiliki dua jenis akar, yaitu akar lekat dan akar gantung. Batang
D. antennatum memiliki nodus-nodus yang terlihat jelas. Sementara itu
internodus-internodus dapat terisi cadangan makanan (pati) sehingga
membentuk umbi semu yang dikenal sebagai pseudobulb (Fanfani & Rossi
1992: 120; Comber 1994: 212). Daun D. antennatum merupakan daun tidak
lengkap, karena tidak bertangkai daun. Daun umumnya berjumlah 4--18
helai pada setiap batang, bentuk bulat meruncing (Fanfani & Rossi 1992:
120). Perbungaan tumbuh pada ujung batang atau pada nodus batang
dengan tipe racemose. Satu perbungaan terdiri dari 9--21 bunga. Bunga
memiliki sepal mengeriting ke arah belakang, petal lateral yang tegak ke atas
dan terpilin, dan labelum berwarna putih. Labelum memiliki lima keels dan
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
corak garis berwarna ungu. Tangkai bunga mengalami resupinasi (Wood
2003: 51; Soon 2005: 108) (Gambar 1).
Biji Dendrobium antennatum berjumlah jutaan dalam satu buah. Biji
anggrek tersebut memiliki struktur yang sederhana, yaitu berupa kumpulan
sel-sel homogen yang bersifat embrionik dan diselimuti oleh testa (seed
coats). Testa merupakan lapisan sel mati memiliki struktur yang kaku dan
kuat. Ukuran biji anggrek tersebut berkisar antara 0,3 mm dan 5 mm
(Gandawidjaja & Sastrapradja 1980: 113; Dressler 1990: 71).

3. Sistem perbanyakan

Sistem perbanyakan konvensional pada anggrek D. antennatum
biasanya dilakukan secara vegetatif, yaitu dengan memisahkan (memotong)
tanaman anakan dari tanaman induknya. Tanaman anakan dapat berupa
tunas yang tumbuh dari pangkal batang atau dapat juga berupa keiki. Keiki
merupakan tunas yang tumbuh dari nodus batang atau tangkai bunga (Arditi
& Ernst 1994: 467).
Perbanyakan secara generatif dapat terjadi melalui biji. Biji anggrek
D. antennatum berkecambah secara alami dengan bantuan simbiosis
mikorhiza untuk memperoleh nutrisi. Biji dapat disemai secara in vitro
dengan menggunakan media sebagai penyedia nutrisi untuk pertumbuhan
dan perkembangan anakan (Arditi & Ernst 1994: 315).



Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
4. Manfaat

Dendrobium antennatum biasanya digunakan dalam bentuk tanaman
pot sebagai penghias ruangan atau pekarangan. Anggrek tersebut juga
dapat digunakan sebagai salah satu pelengkap karangan bunga atau hiasan
dekorasi dalam bentuk bunga potong. Dendrobium antennatum memiliki
aroma yang wangi, sehingga berpotensi sebagai penghasil wangi-wangian.
Selain itu, anggrek tersebut memiliki potensi sebagai tanaman obat. Potensi-
potensi tersebut menyebabkan anggrek D. antennatum diminati oleh
masyarakat (Fanfani & Rossi 1992: 120).

5. Kultur in vitro Dendrobium

Salah satu tujuan mikropropagasi adalah untuk menginduksi
pertunasan. Induksi tunas anggrek Dendrobium dapat dilakukan secara
langsung atau secara tidak langsung (Gambar 2). Induksi tunas secara
langsung tidak melalui tahap pembentukan kalus. Talukder dkk. (2003: 1058)
telah melakukan induksi tunas secara langsung dengan menggunakan
eksplan tunas muda Dendrobium. Shiau dkk. (2005: 666) juga telah
melakukan penelitian induksi tunas secara langsung dengan menggunakan
nodus eksplan tunas muda D. candidum Wall. Ex. Lindl. Sementara itu,
induksi tunas secara tidak langsung, terlebih dahulu melalui tahap induksi
kalus sebelum membentuk tunas. Anjum dkk. (2006: 1738) menginduksi
tunas secara tidak langsung dengan menggunakan eksplan daun seedling
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Dendrobium malones Victory. Nasiruddin dkk. (2003: 955) juga telah
menginduksi tunas secara tidak langsung dengan menggunakan daun D.
formosanum.

B. INDUKSI TUNAS ADVENTIF SECARA in vitro

Tunas adventif merupakan tunas yang tumbuh dari bagian tanaman
selain dari embrio. Tunas adventif pada anggrek secara alami tumbuh pada
nodus batang atau tangkai bunga. Secara in vitro tunas tersebut dapat
diinduksi dari sel, jaringan, atau organ tanaman. Pembentukan tunas
adventif secara in vitro dapat dilakukan pada eksplan yang bersifat diploid
dan haploid. Eksplan yang bersifat diploid diperoleh dari bagian somatik
tanaman, misalnya potongan daun, lapisan tipis epidermis, potongan tunas
apikal, kotiledon, hipokotil, duri yang berumur muda, dan kuncup bunga atau
nodus tangkai bunga. Eksplan yang bersifat haploid dapat diperoleh dari
anter atau polen (Hartmant dkk. 2002: 657).
Proses induksi tunas secara in vitro dipengaruhi oleh beberapa faktor,
di antaranya ialah pemilihan eksplan yang baik, pemilihan jenis media kultur
yang tepat, penambahan zat organik yang sesuai, cara pemeliharaan kultur
yang baik dan benar, dan penambahan zat pengatur tumbuh (auksin dan
sitokinin) dengan komposisi dan konsentrasi yang tepat Park dkk. 2002:
168171; Chen dkk 2004: 11--15)



Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
1. Eksplan

Eksplan merupakan bagian dari tanaman yang di kultur pada media.
Perbanyakan anggrek secara in vitro dapat dilakukan dengan menggunakan
potongan daun sebagai eksplan. Daun planlet hasil perkecambahan atau
induksi tunas secara in vitro dapat digunakan sebagai eksplan. Penggunaan
eksplan hasil kultur in vitro tidak memerlukan proses sterilisasi, karena sudah
dalam keadaan steril (Arditi & Ernst 1994: 347). Park dkk. (2002: 168) pernah
melakukan penelitian induksi tunas dengan menggunakan eksplan daun hasil
induksi tunas dari tangkai bunga Phalaenopsis secara in vitro eksplan
tersebut berumur 4 minggu setelah hari tanam. Sementara itu, Chen dkk.
(2004: 11) pernah melakukan penelitian induksi tunas dengan menggunakan
planlet hasil perkecambahan secara in vitro. Planlet tersebut berumur 36
bulan setelah hari tanam.

2. Media

Pemilihan jenis media yang digunakan dalam kultur in vitro dapat
menentukan keberhasilan perbanyakan secara in vitro. Media yang baik
merupakan media yang memiliki komponen yang lengkap dan komposisi
yang tepat. Salah satu jenis media yang umum digunakan dalam kultur
anggrek merupakan media MS (Lee & Lee 2003: 475). Media MS dapat
digunakan dengan kadar makronutrien dan mikronutrien setengah dari resep
aslinya ( MS). Selain itu, media MS merupakan media yang lengkap,
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
karena di dalamnya terdapat zat-zat esensial dalam mendukung
pertumbuhan dan perkembangan eksplan (Chen dkk. 2002: 44 & Shiau dkk.
2005: 666). Komposisi media MS modifikasi terdiri dari beberapa zat, di
antaranya ialah:

a. Makronutrien dan mikronutrien

Makronutrien dan mikronutrien merupakan zat yang penting dan harus
tersedia pada media untuk digunakan dalam kehidupan eksplan.
Makronutrien dibutuhkan oleh eksplan dalam jumlah banyak, yaitu antara
0.5--3 x 10
4
ppm (part per million) dari berat kering tanaman. Sementara itu
mikronutrien dibutuhkan tanaman dalam jumlah sedikit, yaitu 1--10 ppm dari
berat keringnya. Unsur-unsur yang merupakan makronutrien di antaranya
ialah Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K),
dan Sulfur (S). Sementara itu, unsur-unsur yang merupakan mikronutrien
ialah Klorida (Cl), Borium (B), Ferrum (Fe), Mangan (Mn), Zink (Zn), Cuprum
(Cu), Nikel (Ni), Molibdenum (Mo), dan Cobalt (Co) (Arditi & Ernst 1994:
26,36).
Unsur-unsur makronutrien dan mikronutrien pada media tersedia
dalam bentuk garam-garam organik. Pada media MS unsur-unsur
makronutrien tersedia dalam bentuk NH
4
NO
3
, KNO
3
, CaCl
2
.2H
2
O,
MgSO


.
4
.7H
2
O, dan KH
2
PO
4
. Sementara itu, unsur-unsur mikronutrien
tersedia dalam bentuk KI, H
3
BO
3
, MnSO
4
.2H
2
O, ZnSO
4
.7H
2
O,
Na
2
MoO
4
.2H
2
O, CuSO
4
.5H
2
O, CoCl
2
.6H
2
O, Na
2
-EDTA, dan FeSO
4
.7H
2
O
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
b. Vitamin dan asam amino

Tanaman pada keadaan normal dapat mensintesis vitamin yang
berperan membantu proses pertumbuhan dan perkembangan. Vitamin
berfungsi sebagai kofaktor pada aktivitas metabolisme sel, selain itu zat
tersebut juga berperan sebagai anti oksidan dan pendukung proses
proliferasi sel (Damayanti dkk. 2007: 52). Vitamin dibutuhkan oleh eksplan
dalam kadar yang cukup, yaitu antara 0,1--1 mgl
-1
. Tanaman yang dikultur
secara in vitro tidak mensintesis vitamin sebanyak dalam keadaan normal.
Beberapa vitamin yang umum digunakan dalam kultur in vitro di antaranya
merupakan thiamine, yang merupakan salah satu vitamin yang aktivitas
biokimia terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan belum diketahui
secara jelas. Beberapa contoh vitamin lainnya yaitu, nicotinic acid, pyridoxine
dan Mio-inositol (Thorpe 1981: 25; George & Sherrington 1984: 213; Arditi &
Ernst 1994: 40)
Selain vitamin, asam amino sangat penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan kultur dan tidak dapat digantikan oleh zat lain. Asam amino
berperan dalam pembentukan enzim metabolisme dalam sel dan penyusun
protein-protein dalam sel. Salah satu asam amino yang umum digunakan
ialah Glisin. Glisin dapat disterilkan dengan cara sterilisasi panas
(autoclaving), sterilisasi dingin, sterilisasi dengan filtrasi, atau dengan
dilarutkan dalam pada alkohol (Adriti & Ernst 1994: 40 & Thorpe 1981: 25).


Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
c. Sumber karbon

Sumber karbon yang umum digunakan pada media kultur in vitro
anggrek merupakan sukrosa. Sukrosa merupakan sumber energi bagi
pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Sukrosa biasanya digunakan
dengan konsentrasi 2--3% pada media. Sumber karbon lain dapat digunakan
sebagai pengganti sukrosa, contohnya laktosa, maltosa, galaktosa, glukosa,
fruktosa, dan pati (Thorpe 1981: 24--25; Adriti & Ernst 1994: 41--42).

d. Zat pengatur tumbuh (ZPT)

Zat pengatur tumbuh merupakan pemicu eksplan untuk tumbuh
membentuk akar, kalus, atau tunas. Auksin dan sitokinin merupakan zat
pengatur tumbuh yang umum digunakan dalam kultur in vitro. Setiap sel
tumbuhan memiliki auksin dan sitokinin endogen yang konsentrasinya sulit
ditentukan. Sitokinin biasanya digunakan pada kisaran 0--10 ppm,
sedangkan auksin biasanya digunakan pada kisaran 0--5 ppm (Earle &
Demarly 1982: 40; Goralski dkk. 2005 : 122). Konsentrasi auksin yang lebih
tinggi dari sitokinin akan memicu pertumbuhan perakaran, konsentrasi
sitokinin yang lebih tinggi dari auksin akan memicu pertumbuhan tunas,
sedangkan konsentrasi sitokinin yang berimbang dengan auksin dalam kultur
in vitro dapat memicu eksplan untuk membentuk kalus. Oleh karena itu untuk
menginduksi pertunasan dibutuhkan sitokinin, tetapi jika sitokinin digunakan
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
melebihi 10 ppm dapat menyebabkan penurunan jumlah tunas yang
terbentuk (Earle & Demarly 1982: 39--43; Rajasekaran dkk. 1987:13).
Sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh pada tumbuhan yang dapat
menstimulasi pembelahan dan diferensiasi sel tumbuhan. Secara alami
sitokinin merupakan derivat dari adenin dan dapat dikelompokkan menjadi
dua tipe, yaitu tipe adenin dan tipe phenylurea. Sitokinin tipe adenin memiliki
cincin adenin sebagai bagian utama, sedangkan sitokinin tipe phenylurea
memiliki struktur phenylurea sebagai bagian utama. Thidiazuron (TDZ)
merupakan salah satu sitokinin tipe phenylurea sintetik yang memiliki
kemampuan lebih baik dalam menginduksi tunas, di antara sitokinin lain
seperti zeatin, benzylaminopurin, dan kinetin (Mok & Mok 2001: 95; Kuo dkk.
2005: 453). Hasil penelitian Chen dkk. (2004: 11) menunjukkan bahwa
eksplan potongan daun Phalaenopsis philippinensis PH59 dapat
menghasilkan jumlah tunas optimal pada perlakuan 4,54 M (1 mgl
-1
) TDZ.
Pengurangan dan penambahan zat pengatur tumbuh tersebut dapat
mengurangi jumlah tunas yang dihasilkan. Pada penelitian sebelumnya Lee
& Lee (2003: 475) meneliti pertunasan dengan menggunakan eksplan kalus
Cypripedium formosanum. Data yang dihasilkan menunjukkan bahwa
perlakuan 1 mgl
-1
TDZ menghasilkan jumlah tunas terbanyak.
Menurut Nasiruddin dkk. (2003: 956) dan Anjum dkk. (2006: 1738)
benzylaminopurin merupakan salah satu sitokinin sintetik, sedangkan
menurut Mok & Mok (2001: 95) benzylaminopurin merupakan sitokinin alami
yang dapat disintetis. Sitokinin tersebut sering digunakan dalam kultur in vitro
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
pada berbagai jenis tumbuhan. Nasiruddin dkk. (2003: 956) telah meneliti
pengaruh beberapa konsentrasi BAP (0; 1,25; 2,5; dan 5 mgl
-1
) terhadap
jumlah tunas yang dihasilkan dari eksplan kalus Dendrobium formosum.
J umlah tunas terbanyak (2,74 tunas per plantlet) dihasilkan pada perlakuan
5 mgl
-1
BAP. Pada penelitian berikutnya Anjum dkk. (2006: 1738) meneliti
pengaruh BAP (0,5; 1; 2; dan 3 mgl
-1
) dalam media MS terhadap induksi
perkecambahan biji Dendrobium malones Malones. Penelitian tersebut
menghasilkan perkecambahan terbanyak pada perlakuan 3 mgl
-1
BAP
(sebesar 100%).
Penggunaan TDZ dan BAP (tunggal) yang melebihi konsentrasi
optimum dalam jumlah tunas yang dihasilkan, dapat menurunkan jumlah
tunas yang terinduksi. Untuk dapat menghasilkan jumlah tunas yang lebih
banyak dapat diusahakan dengan penelitian yang mengujikan pengaruh
kombinasi antara kedua sitokinin tersebut atau dengan auksin (Earle &
Demarly 1982: 39--43; Youmbi dkk. 2006: 255--259). Pengaruh kombinasi
TDZ dan BAP dalam kultur in vitro pernah diteliti oleh Tefera dan
Wannakrairoj (2006: 1894). Penelitian tersebut menggunakan tunas aksilar
Aframomum corrorima (Braun) J ansen sebagai eksplan. Perlakuan yang
diberikan ialah kombinasi TDZ (0; 0,25; 0,5; dan 0,75 mgl
-1
) dan BAP (0; 1,5;
3; dan 4,5 mgl
-1
). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa jumlah tunas
terbanyak yang dihasilkan pada perlakuan zat pengatur tumbuh tunggal
terhadap 0,5 mgl
-1
TDZ (11,2 tunas per kultur). J umlah tunas terbanyak pada
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
perlakuan kombinasi terdapat pada 0,5 mgl
-1
TDZ dan 3 mgl
-1
BAP (13,89 per
kultur).
Sitokinin dapat menginduksi suatu sel melalui beberapa tahap, yaitu
pengikatan sitokinin pada protein penerima atau Cytokinin Binding Protein
(CBP) yang terdapat pada membran sel. Pengikatan tersebut mengaktifkan
bagian sekitar pengikat protein yang dikenal dengan Transmembrane
Domain. Hal tersebut menyebabkan terjadinya autofosforilasi pada kompleks
protein Histidine Kinase (HK). Ikatan fosfat pada protein HK mengaktifkan
kerja protein Histidin Phosphotransfer (HP). Protein HP yang telah mengikat
gugus fosfat masuk ke dalam nukleus dan mengaktifkan efektor Response
Regulator (ERR) dengan memberikan gugus fosfat kepada reseptor ERR.
Efektor Responsse Regulator terdiri dari 3 bagian utama, yaitu reseptor
fosfat, pengikat DNA, dan aktivator transkripsi. Setelah gugus fosfat terikat
pada reseptor, bagian DNA yang terikat pada ERR akan ditranskripsi sebagai
pemicu proses pembelahan sel, diferensiasi sel, dan pembentukan tunas
(Lampiran 1). Hal tersebut akan mengaktifkan induksi pembelahan sel,
diferensiasi sel, dan pembentukan tunas melalui transkripsi DNA (NIH 2008:
1).
Cytokinin binding protein atau protein pengikat sitokinin merupakan
reseptor sitokinin yang memiliki dua sisi pengikat. Salah satu sisi pengikat
digunakan untuk mengikat sitokinin tipe adenin, misalnya BAP. Sisi lainnya
dapat digunakan untuk mengikat sitokinin tipe phenylurea, misalnya TDZ.
Ikatan sitokinin tipe adenin dengan CBP memiliki pengaruh dalam
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
menstimulasi pembelahan sel. Sementara itu, TDZ dapat berperan dalam
menstimulasi produksi sitokinin endogen (Tefera dan Wannakrairoj 2006:
1897). Kende dan Zaavaart 1997 (lihat Tefera dan Wannakrairoj 2006: 1897)
lebih lanjut menjelaskan bahwa TDZ juga memiliki peran sebagai inhibitor
sitokinin oksidase yang merupakan enzim menghilangkan keaktifan sitokinin
tipe adenin bebas. Oleh karena itu TDZ dapat meningkatkan kerja sitokinin
lain, baik sitokinin eksogen ataupun sitokinin endogen.

e. Bahan pemadat

Bahan pemadat berfungsi untuk memadatkan media. Tujuannya agar
eksplan yang dikultur dalam keadaan yang statis. Pada media padat nutrisi
terserap oleh eksplan dalam jumlah yang cukup. Setiap eksplan yang
terdapat pada permukaan media padat akan mendapatkan nutrisi secara
merata. Agar-agar merupakan bahan pangan yang dapat digunakan sebagai
pemadat dalam kultur in vitro, karena penggunaan agar-agar lebih ekonomis
dibandingkan pemadat media yang lain (Gelrite, Phytoagar, dan Bactoagar)
(George & Sherington 1984: 184--185; Santoso & Nursandi 2003: 63).

3. Faktor lingkungan

Induksi tunas secara in vitro membutuhkan faktor-faktor lingkungan
yang baik dan terkendali. Faktor-faktor lingkungan tersebut di antaranya
ialah derajat keasaman media (pH), suhu, dan cahaya (Gunawan 1987: 85--
86; Pierik 1987: 65--67). Kisaran suhu yang biasa digunakan untuk kultur in
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
vitro berkisar antara 20--27
o
C. Intensitas cahaya yang biasa digunakan
pada kultur in vitro berkisar antara 40--80 mol.m
-2
.sec
-1
. Fotoperiode yang
umum digunakan dalam kultur in vitro berkisar antara 12--16 jam per hari.
Lampu yang digunakan untuk pencahayaan pada pemeliharaan kultur
umumnya memiliki panjang gelombang 400--800 nm. Sementara itu, derajat
keasaman yang biasa digunakan dalam kultur in vitro anggrek berkisar antara
5,6--5,8 (Arditi & Ernst 1994: 59--62).






























Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
BAB III
BAHAN DAN CARA KERJA

A. LOKASI

Penelitian dilakukan di Laboratorium Khansa Orchid Cimanggis-
Depok. Penelitian dilakukan dari bulan September 2007 hingga bulan April
2008.

B. BAHAN

2. Tanaman donor

Tanaman donor berasal dari hasil perkecambahan biji Dendrobium
antennatum Lindl. secara in vitro dan berumur 26 bulan. Perkecambahan
tersebut telah dilakukan oleh laboratorium Khansa Orchids Cimanggis-
Depok. Tanaman donor yang digunakan adalah tanaman yang sehat dan
tidak mengandung kontaminan.

3. Eksplan

Eksplan yang digunakan merupakan potongan daun tanaman donor.
Potongan daun tersebut berukuran kurang lebih 8 mm x 5 mm dan diambil
dari semua daun yang ada pada planlet. J umlah potongan daun yang
dikultur pada satu botol (diameter 4 cm) perlakuan berjumlah 25 potong daun.
Setiap perlakuan memiliki 10 sampel.
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
4. Bahan kimia

Bahan kimia yang digunakan adalah akuades; alkohol 70 %; spiritus;
HCl 1 N; NaOH 1 N; NH
4
NO
3
[Merck]; KNO
3
[Merck]; CaCl
2
.2H
2
O [Merck];
MgSO




4
.7H
2
O [Merck]; KH
2
PO
4
[Merck];FeSO
4
.7H
2
O [Merck]; Na
2
-EDTA
[Merck]; H
3
BO
3
[Merck]; Na
2
MoO
4
.2H
2
O [Merck]; CoCl
2
.6H
2
O [Merck]; KI
[Merck];ZnSO
4
.7H
2
O [Merck]; MnSO
4
.4H
2
O [Merck]; CuSO
4
.5H
2
O [Merck];
NaH
2
PO
4
[Merck]; nicotinic acid [Merck]; pyridoxine HCl [Merck]; tiamin HCl
[Merck]; glisin [Merck]; mio-inositol [Merck]; agar [Dunia]; gula pasir, kertas
pH [Merck]; thidiazuron [duchefa] dan benzylaminopurin [duchefa].

5. Media

Media yang digunakan dalam penelitian adalah media dasar
Murashige-Skoog (1962) dengan konsentrasi makronutrien dan
mikronutriennya setengah kali konsentrasi. Media tersebut ditambahkan
agar-agar berkonsentrasi 8 gl
-1
; gula 20 gl
-1
; zat pengatur tumbuh tunggal
TDZ 1 mgl
-1
atau kombinasi antara TDZ (1,5 mgl
-1
dan 2 mgl
-1
) dengan BAP
(7,5 mgl
-1
dan 10 mgl
-1
) (Tabel 1).

C. PERALATAN

Alat yang digunakan adalah timbangan digital [Precisa], spatula, gelas
ukur (plastik) [Plastic Brand], pipet tetes, Erlenmeyer 250 ml dan 100 ml
[Schott], magnetic stirrer-hot plate [Schott], magnetic bar, pinset [Yamaco
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
stainless], pipet ukur [Pyrex], bulb [D & N], labu ukur [Pyrex], microwave
[Cella], kompor gas [Rinnai], pencatat waktu [jam tangan], teko ukur, nampan
atau baki, panci tekan [Continental], autoklaf, botol balsem berdiameter 4 cm
[Cap Lang], skalpel [SMIC], cutter, botol selai, cawan petri [Petriq], pembakar
bunsen, laminar air flow cabinet, dan botol semprot.

D. CARA KERJA

1. Pembuatan larutan stok

Bahan dasar media Murashige-Skoog (1962) disediakan dalam bentuk
larutan stok seperti yang terlampir pada Tabel 2. Bahan stok dibuat menjadi
10 kali dari jumlah resep dasar media MS. Selanjutnya, setiap bahan stok
dilarutkan hingga 100 ml dengan akuades, sehingga untuk membuat 1 liter
media MS dibutuhkan larutan stok sebanyak 10 ml.
Thidiazuron dan benzylaminopurine disediakan dalam bentuk larutan
stok dengan konsentrasi 0,5 mg/ml pelarut. Larutan stok TDZ dan BAP
dibuat dengan cara berikut, yaitu dengan melarutkan sebanyak 25 mg TDZ
atau BAP dengan akuades hingga 50 ml. TDZ dan BAP tidak dapat langsung
larut dalam akuades, tetapi harus dilarutkan secara perlahan dengan HCl 1 M
hingga larut (kurang lebih 2 ml).






Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
2. Pembuatan media (100 ml media)

Untuk membuat media kultur 100 ml, akuades sebanyak kurang lebih
50 ml dimasukkan pada Erlenmeyer yang berada di atas hot plate-stirrer dan
berisi magnetic bar untuk dipanaskan. Larutan stok A, larutan stok B, larutan
stok C, larutan stok D, larutan stok E, larutan stok mikro I, dan larutan stok
mikro II masing-masing sebanyak sebanyak 0,5 ml dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer tersebut. Setelah itu larutan stok vitamin sebanyak 1 ml, larutan
stok glisin sebanyak 1 ml, larutan stok pepton 1 ml, mio-inositol 0,01 mg dan
larutan stok NaH
2
PO
4
.2H
2
O sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer yang sama. Larutan zat pengatur tumbuh dimasukkan sebany
masing-masing perlakuan. Gula sebanyak 2 gram dimasukan ke dalam
Erlenmeyer, kemudian pH diukur dan diatur hingga berkisar 5,6--5,8
menggunakan HCl atau NaOH 1M. Agar sebanyak 0,8 gram dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer dan kemudian ditambahkan air hingga 100 ml. Media
dimasak di dalam micro wave hingga homogen. Media yang telah homoge
dimasukkan ke dalam 10 botol balsem berdiameter 4 cm [Cap Lang] s
merata. Kemudian media disterilkan menggunakan panci tekan atau autoklaf
selama 20
ak
n
ecara

menit.

3. Sterilisasi alat

Cawan petri, botol selai, botol balsem berdiameter 4 cm [Cap Lang],
pinset, dan skalpel disterilkan dengan pressure cooker selama 20 menit.
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Bagian dalam Laminar Flow Cabinet (LFC) disterilkan dengan cara
menyemprotkan alkohol 70 %. Laminar Flow Cabinet disterilkan lagi dengan
cara menyalakan lampu Ultra Violet (UV) selama 1 jam sebelum digunakan.

4. Penanaman eksplan

Daun yang akan digunakan sebagai eksplan berasal dari tunas yang
masih berada di dalam botol kultur kecambah (botol saus), sehingga
kondisinya steril. Tunas tersebut diambil menggunakan pinset dan diletakkan
di cawan petri. Daun-daun dipotong dan dipisahkan dari tunas. Daun
dipotong-potong dengan ukuran kurang lebih 8 mm x 5 mm, kemudian dua
puluh lima potongan daun dimasukkan ke dalam satu botol kultur. Masing-
masing perlakuan terdiri dari 10 botol kultur. Tunas-tunas yang sudah diambil
daunnya dimasukkan ke dalam media baru sebagai stok kultur. Hasil kultur
diberikan label tanggal penanaman dan kode perlakuan.

5. Pemeliharaan kultur

Kultur diletakkan pada rak-rak di ruang kultur. Suhu ruang kultur
sekitar 25
o
C. Kultur diberi penyinaran selama kira-kira12 jam setiap harinya,
dengan lampu TL. Botol kultur disemprot dengan alkohol 70 % satu minggu
sekali.



Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
6. Pengamatan

b. Parameter kuantitatif

Parameter kuantitatif yang diamati dalam penelitian ini ialah jumlah
protocorm like bodies (plb), tunas, dan plb-tunas yang tumbuh pada setiap
botol sampel. Pengamatan dilakukan secara makroskopis dengan bantuan
kaca pembesar. Pengamatan dan penghitungan dilakukan pada hari ke-60
setelah penanaman. Data pengamatan disusun pada tabel pengamatan
(Lampiran 2a--2e).

c. Parameter kualitatif

Parameter kualitatif yang diamati dalam penelitian ini ialah terjadi atau
tidak pembengkakan ekplan sebelum menjadi plb atau tunas; terbentuk atau
tidak plb dan tunas; dan plb saling berlekatan atau tidak. Pengamatan
dilakukan secara makroskopis dengan bantuan kaca pembesar.
Pengamatan dan penghitungan dilakukan pada hari ke-60 setelah
penanaman. Hasil pengamatan disusun pada tabel pengamatan
(Lampiran 3a--3e) dan didukung dengan gambar.

7. Analisis data

Data dihitung rerata dan standar deviasinya, kemudian dianalisis
secara deskriptif. Analisis dilakukan berdasarkan parameter kuantitatif dan
kualitatif.
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara umum, eksplan yang diberi perlakuan 1 mgl
-1
TDZ atau
kombinasi TDZ dan BAP (Tabel 1) dapat membentuk plb, tunas, atau plb dan
tunas (Gambar 4). Respons eksplan terhadap perlakuan 1, 2, 3, 4, dan 5
dalam membentuk plb, tunas, atau plb dan tunas terlihat memiliki pola yang
sama (Gambar 5). Dari gambar 5, juga terlihat bahwa jumlah plb dan tunas
bertambah banyak dari perlakuan 1 sampai perlakuan 3, dan berkurang mulai
perlakuan 4. Terlihat pula bahwa eksplan cenderung membentuk plb dari
pada membentuk tunas. Mengingat perlakuan 1 hanya menggunakan TDZ
saja sementara perlakuan 2, 3, dan 4 menggunakan kombinasi TDZ dan
BAP, maka dapat diduga pada perlakuan 2, 3, dan 4 terjadi sinergisme antara
TDZ dan BAP. Terlepas dari heterogenitas eksplan, sinergisme tertinggi
terlihat pada perlakuan 3. Namun, efek sinergisme terlihat menurun pada
perlakuan 4, dan tidak tampak pada perlakuan 5.
Beberapa fenomena menarik yang terlihat selama pengamatan ialah
pembengkakan eskplan sebelum membentuk plb atau tunas, dan plb yang
saling berlekatan atau terpisah. Fenomena-fenomena tersebut merupakan
hasil pengamatan kualitatif. Berikut pemaparan dan pembahasan data yang
diperoleh berdasarkan parameter kuantitatif dan kualitatif.



Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
A. PARAMETER KUANTITATIF

Parameter kuantitatif yang dibahas ialah rata-rata jumlah total plb dan
tunas yang terbentuk pada eksplan per perlakuan. Data pengamatan
menunjukkan bahwa setiap perlakuan dapat direspons oleh eksplan dengan
membentukan plb dan tunas (Lampiran 2a--2e). Meskipun demikian, respons
yang muncul pada setiap perlakuannya berbeda, terutama jumlah plb dan
tunas yang dihasilkan. Rata-rata jumlah plb-tunas yang dihasilkan pada
perlakuan 1, 2, 3, 4, dan 5 secara berurutan ialah 49,1 44,7; 59,4 74,2;
66,7 85,1; 57,5 74,2; dan 42,8 53,8 per botol (Lampiran 2a--2e).
Kecenderungan sinergisme antara TDZ dan BAP terlihat pada perlakuan 2, 3,
dan 4. Meskipun pada perlakuan 4 jumlah plb-tunas menurun, tetapi
jumlahnya masih lebih banyak dari pada perlakuan 1, yang hanya
menggunakan TDZ saja. Perlakuan 3 cenderung menghasilkan jumlah plb
dan tunas terbanyak, sedangkan perlakuan 5 cenderung menghasilkan
jumlah plb dan tunas paling sedikit.
Perlakuan 1 mgl
-1
TDZ dapat menghasilkan respons pertumbuhan plb
dan tunas pada eksplan potongan daun Dendrobium antennatum Lindl.
sebanyak 49,1 44,7 per botol (Lampiran 2a). Dalam konsentrasi rendah
(1 mgl
-1
) ternyata TDZ mampu menstimulasi terbentuknya plb dan tunas.
Beberapa peneliti kultur in vitro yang pernah menggunakan TDZ di antaranya
ialah Park dkk. (2002: 45) yang menggunakan 1, 2, 3, dan 5 mgl
-1
TDZ dalam
menginduksi tunas dari potongan daun Doritaenopsis silangan, sedangkan
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Chen dkk. (2002: 443) menggunakan 0,1; 0,3; 1; dan 3 mgl
-1
dalam
menginduksi tunas dari nodus tangkai bunga majemuk Epidendrum radicans.
Menurut Park dkk. (2002: 45) dan Chen dkk. (2002: 441--444) TDZ
merupakan zat pengatur tumbuh yang umum digunakan dalam propagasi
tanaman anggrek. Zat pengatur tumbuh tersebut dapat menstimulasi
pertunasan dengan baik pada konsentrasi rendah antara 0--3 mgl
-1
,
dibandingkan dengan sitokinin lain seperti BAP yang penggunaannya antara
1--10 mgl
-1
. Thidiazuron 1 mgl
-1
juga telah digunakan secara rutin dalam
memperbanyak berbagai jenis Phalaenopsis untuk produksi bibit anggrek
tersebut secara in vitro (Purbaningsih, komunikasi pribadi). Lebih lanjut Park
dkk. dan Chen dkk. menjelaskan bahwa thidiazuron memiliki kemampuan
seperti sitokinin lain, yaitu menstimulasi pembelahan sel dan dan
menginduksi pembentukan tunas. Selain itu TDZ memiliki peran dalam
menstimulasi produksi sitokinin endogen dalam sel. Hal tersebut
menyebabkan TDZ memiliki keaktifan lebih baik dalam menginduksi
pertunasan dibandingkan dengan sitokinin lain, baik tipe Phenylurea ataupun
Adenin. Walaupun demikian, menurut Park dkk. (2002: 45) dan Malabadi
dkk. (2004: 290) penggunaan TDZ melebihi konsentrasi optimal (2 mgl
-1
)
dapat menurunkan jumlah plb dan tunas yang dihasilkan. Untuk
menghasilkan tunas yang lebih banyak dapat dilakukan penelitian dengan
mengombinasikan TDZ dengan auksin atau dengan sitokinin lain, seperti
BAP.
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Terkait dengan usaha meningkatkan produksi jumlah tunas dengan
kombinasi zat pengatur tumbuh, perlakuan 2, 3, dan 4 jelas menunjukkan
kecenderungan kerja yang sinergis antara TDZ dan BAP pada induksi tunas
dari potongan daun Dendrobium antennatum Lindl. (Gambar 5). Sinergisme
tersebut diduga karena perbedaan reseptor TDZ dan BAP, sehingga tidak
terjadi kompetisi di antara kedua zat pengatur tumbuh tersebut untuk aktif
pada sel target.
Tefera dan Wannakrairoj (2005: 1894--1901) pernah meneliti
pertunasan pada Aframomum corrorima (famili Zingiberaceae) dengan
menggunakan kombinasi TDZ dan BAP. Data penelitian menunjukkan
bahwa perlakuan kombinasi TDZ dan BAP cenderung menghasilkan tunas
lebih banyak dari pada perlakuan TDZ atau BAP secara tunggal. Menurut
Tefera dan Wannakrairoj (2005: 1894-1901) sel tumbuhan memiliki Cytokinin
Binding Protein (CBP) yang memiliki dua sisi pengikat sitokinin. Sisi pertama
berfungsi untuk mengikat sitokinin tipe Adenin (BAP). Ikatan tersebut dapat
menstimulasi pembelahan sel dan pembentukan tunas. Sementara itu, sisi
kedua CBP biasanya digunakan untuk mengikat enzim sitokinin oksidase
yang berfungsi dalam mendegradasi sitokinin tipe Adenin yang tidak terpakai.
Walaupun demikian, ternyata sitokinin tipe Phenylurea (TDZ) juga memiliki
afinitas terhadap sisi kedua pada CBP, bahkan afinitas tersebut lebih besar
dibandingkan dengan afinitas sitokinin oksidase. Oleh karena itu
penggunaan TDZ dapat menghalangi kerja dari sitokinin oksidase. Selain itu
ikatan sitokinin tipe Phenylurea dengan CBP juga dapat menstimulasi
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
pembentukan dan akumulasi sitokinin endogen. Pada penelitian sebelumnya
Mok dan Mok (2001: 101--102) menjelaskan hal yang sama, dan dijelaskan
bahwa ikatan kedua tipe sitokinin tersebut membuat kestabilan yang tinggi,
sehingga aktivitas sitokinin secara langsung dan tidak langsung dapat bekerja
optimal.
Sinergisme antara TDZ dan BAP juga pernah diteliti oleh Sadik dkk.
(2006: 1352) terhadap pertunasan pada kalus Musa sp. (pisang Afrika Timur).
J umlah tunas terbanyak dihasilkan pada perlakuan kombinasi TDZ dan BAP.
Sadik dkk. menjelaskan bahwa sinergisme tersebut dipengaruhi oleh peran
BAP dalam menstimulasi pembelahan dan diferensiasi sel, serta TDZ yang
berperan dalam menstimulasi produksi dan akumulasi sitokinin pada sel-sel
meristematis eksplan.
Terkait dengan sinergisme yang terjadi antara TDZ dan BAP pada
induksi tunas dari potongan daun Dendrobium antennatum Lindl., penjelasan
oleh Mok dan Mok (2001: 101--102), Tefera dan Wannakrairoj (2005: 1894--
1901), dan Sadik dkk. (2006: 1352) diduga berkaitan dengan sinergisme yang
terjadi. Sinergisme antara TDZ dan BAP pada penelitian ini terjadi karena
dua hal. Pertama ialah fungsi TDZ dan BAP yang menstimulasi pembelahan
sel, diferensiasi sel, dan pembentukan tunas pada eksplan. Kedua ialah
fungsi TDZ yang berperan dalam menstimulasi produksi dan akumulasi
sitokinin endogen, atau mencegah terjadinya degradasi sitokinin tipe Adenin.
Perlakuan 5 menggunakan konsentrasi TDZ dan BAP paling besar,
masing-masing 2 mgl
-1
dan 10 mgl
-1
. Data hasil penelitian menunjukkan
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
bahwa perlakuan tersebut dapat direspons eksplan walaupun jumlah tunas
yang dihasilkan pada perlakuan tersebut paling rendah di antara perlakuan
yang lain (Gambar 5). Rata-rata jumlah plb sebanyak 26,9 40,3; tunas 15,9
16,5; dan total plb dan tunas sebanyak 42,8 53,8 per botol. Hasil tersebut
diduga disebabkan oleh penggunaan TDZ dan BAP dalam konsentrasi yang
terlalu tinggi.
Terkait dengan tinggi konsentrasi yang digunakan pada perlakuan 5,
Hartman dkk. (2002: 64) menjelaskan bahwa pada hakikatnya zat pengatur
tumbuh merupakan substansi alami ataupun buatan yang digunakan dengan
konsentrasi rendah dalam memicu pertumbuhan serta perkembangan
eksplan. Lebih lanjut penelitian Tefera dan Wannakrairoj (2005: 1894--1901)
menjelaskan bahwa penggunaan kombinasi TDZ dan BAP dalam konsentrasi
yang tinggi dapat menyebabkan penurunan jumlah tunas yang dihasilkan
pada eksplan. Earle & Demarly (1982: 40) dan Goralski dkk. (2005:121) telah
menjelaskan bahwa kisaran konsentrasi total sitokinin eksogen yang dapat
digunakan pada setiap spesies berbeda, dan pada umumnya berkisar antara
0--10 mgl
-1
.
Beberapa literatur menjelaskan lebih lanjut bahwa penggunaan TDZ
dalam konsentrasi yang tinggi dapat mengakibatkan pertumbuhan tunas
terhambat, vitrifikasi eksplan, akumulasi senyawa produk oksidasi fenol,
nekrosis jaringan eksplan, serta malformasi tunas dan daun yang dihasilkan
(Shan dkk. 2000: 207210; Park dkk. 2002: 46; Yildiz & Ozgen 2006: 172).
Sementara itu penggunaan BAP pada konsentrasi tinggi dapat mengganggu
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
penyerapan unsur hara serta menghambat pertumbuhan eksplan (Shan dkk.
2000: 209; Yildiz & Ozgen 2006: 172; Ruzic & Vujovic 2008: 19).
Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa
perlakuan 5 menggunakan TDZ dan BAP dalam konsentrasi terlalu tinggi.
Eksplan yang digunakan tidak dapat merespons dengan baik pada
konsentrasi tersebut, bahkan jumlah tunas yang dihasilkan paling rendah
dibandingkan perlakuan 1, 2, 3, dan 4. Dapat dikatakan juga bahwa
perlakuan 5 tidak menunjukkan sinergisme antara TDZ dan BAP, kerena
jumlah plb dan tunas lebih rendah dibandingkan perlakuan 1 yang hanya
mengandung TDZ.
Gambar 5 juga menunjukkan nilai standar deviasi yang besar, bahkan
terdapat data perlakuan yang memiliki standar deviasi yang lebih besar dari
rata-rata yang dihasilkan. Standar deviasi diperoleh dari data yang terlampir
pada Lampiran 2a--2e. Standar deviasi yang besar diduga disebabkan oleh
heterogenitas eksplan yang tinggi. Eksplan yang digunakan adalah potongan
daun yang diperoleh dari semua daun sehat yang ada pada planlet, tanpa
memerhatikan kondisi fisiologis daun tersebut. Daun muda (daun ke-1) dan
tua (daun ke-2, ke-3, dan ke-4) digunakan sebagai eksplan. Pada setiap
seedling daun yang muda cenderung memiliki warna hijau yang lebih muda
dibandingkan daun yang lebih tua. Daun muda mudah dipotong, sedangkan
daun yang tua lebih sulit dipotong (terasa keras saat dipotong). Perbedaan
kondisi eksplan tersebut diduga mengakibatkan respons eksplan yang
beragam, sehingga standar deviasi yang dihasilkan besar. Selain itu, pada 1
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
potong daun mengandung berbagai macam sel yang berada pada fase sel
yang berbeda-beda dan memiliki kondisi fisiologis sel yang juga berbeda,
oleh karena itu setiap sel akan merespons perlakuan zat pengatur tumbuh
dengan respons yang berbeda. Respons tersebut di antaranya adalah
pertumbuhan plb, tunas, atau tidak merespons.
Secara umum Gambar 5 juga menunjukkan bahwa pada semua
perlakuan terdapat kesamaan, yaitu jumlah plb yang dihasilkan ternyata
jumlahnya lebih besar dibandingkan jumlah tunas yang dihasilkan. Gambar
tersebut menjelaskan bahwa proses pembentukan plb lebih optimal dari pada
pembentukan tunas. Hal tersebut disebabkan pada pembentukan tunas
diperlukan lebih banyak nutrisi dan zat pengatur tumbuh (sitokinin dan
auksin) dalam memicu terjadinya diferensiasi sel, dibandingkan pembentukan
plb. Kemungkinan lain adalah waktu pengamatan 60 hari setelah hari tanam
masih berada pada tahap proliferasi atau perbanyakan sel-sel yang bersifat
meristematis, sehingga tahap pembentukan plb lebih banyak terjadi. Hasil
penelitian Chen dkk. (2004: 11--15) menjelaskan bahwa, pada 2 bulan
setelah hari tanam, potongan daun anggrek Paphiopedilum masih dapat
membentuk plb walaupun pembentukan tunas juga terjadi.
Data penelitian menunjukkan jumlah eksplan yang dapat bertahan
hidup hanya sedikit, bahkan tidak mencapai 50% jumlah potongan daun yang
di kultur dalam setiap botol perlakuan. Secara berurutan, jumlah potongan
daun yang mampu hidup pada perlakuan 1, 2, 3, 4, dan 5 ialah 8,4 4,2; 9,9
3,1; 10 5,4; 8,1 4,5; dan 10,3 4,4 (Lampiran 2a--2e). Hal tersebut
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
diduga disebabkan oleh pencokelatan, karena menurut hasil pengamatan
eksplan yang tidak bertahan hidup berwarna cokelat. Menurut Hartmant
(2002: 674) dan Visser dkk. (1992: 1706) pencokelatan merupakan
perubahan warna pada eksplan atau medium yang terjadi karena oksidasi
senyawa fenol yang keluar dari sel-sel yang rusak pada eksplan. Senyawa
fenol yang telah teroksidasi dapat bersifat toksik, menghambat pertumbuhan
eksplan, dan bahkan dapat mengakibatkan kematian eksplan.
Berdasarkan penjelasan dan penjabaran data kuantitatif, dapat terlihat
bahwa semua perlakuan yang diberikan dapat mengakibatkan respons
pembentukan plb dan tunas pada eksplan potongan daun Dendrobium
antennatum Lindl. Perlakuan 2, 3, dan 4 merupakan perlakuan yang
menujukan sinergisme TDZ dan BAP, sedangkan perlakuan 5 tidak
menunjukkan sinergisme TDZ dan BAP. Selain itu juga diketahui bahwa
eksplan yang mampu bertahan hidup hingga 2 bulan setelah hari tanam
hanya sedikit.

B. PARAMETER KUALITATIF

1. Pembengkakan eksplan

Eksplan potongan daun anggrek Dendrobium antennatum Lindl.
mengawali respons pembentukan plb dan tunas dengan mengalami
pembengkakan eksplan pada minggu pertama (Gambar 6). Eksplan yang
membengkak tidak mengalami perubahan warna (tetap hijau).
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Pembengkakan eksplan tersebut tidak terjadi pada eksplan potongan daun
Phalaenopsis sp. yang digunakan pada penelitian pendahuluan. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa pembengkakan terjadi pada hampir
seluruh eksplan yang masih hidup (Lampiran 3a--3e). Pembengkakan
mungkin terjadi karena proses penyerapan nutrisi atau tahap awal induksi
tunas pada eksplan. Seperti pada penelitian Visser dkk. (1992: 1705)
pembengkakan pada eksplan hipokotil Geranium dapat terjadi karena
penyerapan nutrisi dan aktivitas BAP dalam menstimulasi pertunasan pada
eksplan. Zat pengatur tumbuh BAP dapat menyebabkan pertambahan
volume sel meristematik pada eksplan, sehingga volume eksplan juga
bertambah.
Sementara itu, eksplan yang tidak mengalami pembengkakan diduga
tidak responsif untuk terinduksi membentuk plb dan tunas. Eksplan yang
tidak responsif mungkin disebabkan karena eksplan terlalu tua untuk
terinduksi membentuk tunas. Menurut penelitian Tanaka pada tahun 1974
(lihat Arditi & Earnst 1994: 486), Park dkk. (2002: 168), dan Chen dkk. (2004:
11), eksplan yang berumur muda memiliki banyak sel yang bersifat
meristematik, sehingga dapat membentuk tunas lebih mudah dan lebih
banyak. Walau demikian, hasil penelitian menunjukkan bahwa daun muda
rentan terhadap kematian akibat akumulasi senyawa produk oksidasi fenol
(pencokelatan). Menurut Hidayat (1995: 33) sel muda memiliki sedikit lapisan
dinding sekunder atau bahkan belum terbentuk, sehingga resistensi terhadap
senyawa toksik sangat lemah. Sementara itu, Tanaka, Park dkk., dan Chen
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
dkk. juga menjelaskan bahwa eksplan yang terlalu tua memiliki sedikit sel
yang bersifat meristematik, sehingga sulit untuk membentuk tunas. Oleh
karena itu pada hasil penelitian ini, eksplan yang berumur sedang (daun ke-2
dan ke-3) lebih responsif membentuk plb dan tunas dibandingkan dengan
eksplan muda (daun ke-1) dan eksplan tua (daun ke-4). Selain itu, daun
berumur sedang juga memiliki ketahanan hidup hingga umur 2 bulan setelah
hari tanam.

2. Pembentukan plb dan tunas

Setelah mengalami pembengkakan, eksplan mengalami pembentukan
protocorm like bodies (plb). Eksplan potongan daun mulai terlihat
membentuk plb pada 3--4 minggu setelah penanaman. Protocorm like bodies
yang diamati dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu terlepas atau tunggal dan
menyatu (Lampiran 3a--3e). Protocorm like bodies yang terpisah diduga
memiliki daya saing tinggi dalam menyerap nutrisi dan zat pengatur tumbuh,
sehingga dapat langsung membentuk tunas. Sementara itu, plb yang
menyatu diduga karena sel atau plb tersebut memiliki daya serap nutrisi dan
zat pengatur tumbuh yang rendah, sehingga kebutuhan nutrisi dan zat
pengatur tumbuh yang dapat tercukupi hanya dapat digunakan untuk
membentuk plb baru (proliferasi) (Gambar 7). Dugaan tersebut sesuai
dengan penelitian Park dkk. (2002: 49--50) dan Chen dkk. (2003: 13--14)
pembentukan tunas membutuhkan jumlah nutrisi dan zat pengatur tumbuh
yang lebih besar dan optimal dibandingkan pembentukan plb. Proses
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
penyerapan tersebut tergantung dari kemampuan masing-masing sel pada
eksplan.
Protocorm like bodies yang terpisah, pada hasil pengamatan biasanya
akan segera membentuk tunas (Gambar 8). Sementara itu, pada plb yang
saling menyatu dapat membentuk plb baru atau tumbuh dan berkembang
menjadi plb yang terlihat jelas dan membentuk tunas. Protocorm like bodies
yang menyatu secara makroskopis terlihat seperti tonjolan-tonjolan kecil yang
tidak sama ukurannya. Protocorm like bodies tersebut diduga berasal dari
satu atau beberapa sel meristematik pada eksplan yang terinduksi
membentuk plb. Gambar sayatan plb terpisah pernah dilakukan pada
penelitian Park dkk. (2002: 49) pada potongan daun Doritaenopsis; Lee &
Lee (2003: 478) pada potongan daun Paphiopedilum; dan Marianingsih
(2007: 58) pada potongan daun Phalaenopsis. Ketiga penelitian tersebut
menjelaskan bahwa plb dapat terbentuk dari sel-sel epidermis dan
subepidermis potongan daun (anggrek). Sel epidermis yang membelah
cenderung membentuk lapisan protoderm plb, sedangkan sel subepidermis
membentuk pusat pertumbuhan plb (Lampiran 4a, Gambar C). Protocorm
like bodies memiliki bentuk globular dan memiliki satu lapis protoderm yang
kaku dan mengelilingi pusat pertumbuhan. Kompleks bakal plb yang
terbentuk pada sel-sel mesofil terkadang gagal membentuk pusat
pertumbuhan. Sel-sel tersebut akan membelah secara tidak beraturan,
sehingga dapat membentuk beberapa pusat pertumbuhan dan menghasilkan
beberapa plb yang saling menyatu (Lampiran 4b, Gambar A dan B)
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Tunas yang teramati pada kultur umumnya merupakan hasil
pertumbuhan dan perkembangan plb, walaupun terdapat fenomena
pembentukan tunas yang tumbuh tanpa melalui pembentukan plb (Gambar
9). Menurut Park dkk. (2002: 48) dan Lee & Lee (2003: 478) tunas dapat
terbentuk dari hasil pertumbuhan dan perkembangan dari plb atau dapat
terbentuk langsung pada sel yang bersifat meristematik. Pembentukan tunas
melalui plb dimulai dari perkembangan protoderm pada lapisan subepidermal,
yang kemudian membentuk primodium (bakal daun pertama). Protocorm like
bodies yang tidak membentuk protoderm plb tidak dapat langsung
membentuk tunas. Hal tersebut disebabkan lapisan protoderm merupakan
lapisan yang membentuk primordium dan tunica.
Salah satu sampel dari perlakuan 1 menunjukkan pembentukan akar
pada pangkal tunas yang tumbuh dari eksplan (Gambar 10). Akar tersebut
mulai terbentuk pada minggu ke-5. Pada awal pertumbuhan, akar tumbuh
dengan baik. Akar berbentuk silinder dengan ujung menumpul. Akar
berwarna hijau dan memiliki serabut-serabut halus berwarna putih.
Kemudian pada minggu ke-7 akar mulai berubah warna menjadi coklat dan
mengering, hingga mati. Fenomena tersebut mungkin disebabkan
kesetimbangan awal zat pengatur tumbuh endogen eksplan lebih banyak
mengandung auksin dari pada sitokinin. Penyerapan sitokinin pada eksplan
mungkin juga tidak optimal sehingga dengan keadaan fisiologis tersebut
menyebabkan pertumbuhan akar pada eksplan di awal induksi. Akar tersebut
tidak dapat tumbuh dan berkembang lagi, bahkan terlihat mengering dan
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
mati. Hal tersebut mungkin disebabkan pengaruh thidiazuron pada media
yang dapat menghambat pembentukan akar. Berdasarkan penelitian
Talukder dkk. (2003: 1060) dan Yildiz & Ozgen (2006: 171--174) kadar auksin
yang lebih tinggi dari sitokinin dapat menginduksi perakaran dan
pemanjangan tunas pada eksplan. Pembentukan akar bukan berdasarkan
atas kesetimbangan auksin dan sitokinin yang ditambahkan pada media,
tetapi pada kesetimbangan auksin dan sitokinin endogen pada eksplan.
Pembentukan dan pertumbuhan akar pada eksplan dapat dihalangi oleh
aktivitas thidiazuron.
Penjelasan-penjelasan yang telah diungkapkan menunjukkan bahwa
kombinasi TDZ dan BAP memiliki aktivitas lebih baik dalam menginduksi plb
dan tunas dari daun Dendrobium antennatum Lindl., dibandingkan TDZ yang
digunakan secara tunggal. Walaupun demikian kombinasi TDZ dan BAP
dengan konsentrasi tinggi dapat menyebabkan penurunan jumlah tunas yang
dihasilkan. Sementara itu tahap pembentukan tunas pada eksplan potongan
daun D. antennatum melalui beberapa tahap, yaitu pembengkakan eksplan,
pembentukan plb, dan pembentukan tunas. Selain itu diketahui juga bahwa
tunas dapat tumbuh dari eksplan tanpa melalui pembentukan plb.
Mengingat nilai standar deviasi yang dihasilkan besar, maka pemilihan
eksplan yang homogen sangat diperlukan. Pemilihan eksplan dilakukan
dengan menggunakan seedling yang memiliki umur dan ukuran yang sama.
Sebelum menentukan umur eksplan yang digunakan, diperlukan penelitian
lebih lanjut untuk mendapatkan umur eksplan yang memiliki kecenderungan
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
membentuk plb dan tunas paling baik. Dengan eksplan yang baik dan
homogen tersebut diharapkan akan menghasilkan penelitian selanjutnya
dengan data yang baik dan nilai standar deviasi yang kecil.
Induksi tunas pada eksplan potongan daun Dendrobium antennatum
Lindl. yang telah dilakukan, diawali dengan respons pembengkakan eksplan.
Kemudian dilanjutkan dengan pembentukan plb yang saling menempel
ataupun terpisah. Protocorm like bodies tersebut akan tumbuh dan
berkembang membentuk tunas. tunas tidak hanya dapat tumbuh dari plb
tetapi dapat juga tumbuh langsung dari sel meristematik pada eksplan.
Kendala terbesar pada penelitian yang telah dilakukan adalah
keragaman umur fisiologis eksplan dan pencokelatan media. Keragaman
umur eksplan seharusnya dapat diatasi dengan memilih daun dengan umur
fisiologis yang sama, misalnya daun ke-2 seedling saja yang digunakan.
Walupun demikian perlu diingat, berdasarkan hasil pengamatan pra
penelitian menunjukkan bahwa jumlah eksplan potongan daun yang banyak
dapat meningkatkan ketahanan eksplan terhadap pencokelatan, maka perlu
diperhatikan ketersediaan tanaman donor. Pencokelatan juga merupakan
kendala dalam penelitian ini, akan tetapi langkah pencegahannya tidak
dilakukan karena dikhawatirkan akan mempengaruhi kerja sitokinin. Menurut
Hartmant dkk. (2002: 674) pencokelatan dapat diatasi dengan memberikan
zat yang dapat mengadsorbsi senyawa fenol, seperti arang aktif atau
polyvinylpyrolidon (PVP).

Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian induksi tunas dari potongan daun Dendrobium
antennatum pada media MS modifikasi dengan TDZ tunggal dan TDZ
kombinasi dengan BAP diperoleh kesimpulan, di antaranya ialah:
1. Semua perlakuan yang diberikan dapat direspons oleh eksplan
dengan terjadinya pertumbuhan plb dan tunas.
2. Perlakuan 2 (1,5 mgl
-1
TDZ dan 7,5 mgl
-1
BAP), 3 (2 mgl
-1
TDZ dan 7,5
mgl
-1
BAP), dan 4 (2 mgl
-1
TDZ dan 10 mgl
-1
BAP) menunjukkan
sinergisme antara TDZ dan BAP, sedangkan perlakuan 5 tidak
menunjukkan sinergisme antara TDZ dan BAP.
3. Perlakuan 3 cenderung menghasilkan plb dan dan tunas paling banyak
dibandingkan dengan perlakuan 1, 2, 4, dan 5.
4. Eksplan potongan daun Dendrobium antennatum Lindl. membengkak
dan membentuk plb sebelum membentuk tunas, atau langsung
membentuk tunas setelah membengkak.

B. SARAN

1. Penggunaan kombinasi antara TDZ dan BAP perlu lebih difokuskan
pada kisaran konsentrasi yang memiliki kecenderungan menghasilkan
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
jumlah tunas paling banyak, agar dapat diperoleh pertunasan yang
lebih baik dan data yang lebih akurat.
2. Diperlukan perlakuan untuk dapat mengurangi resiko terjadinya
keracunan akibat pencokelatan, tetapi perlu diperhatikan juga
pengaruh penggunaan zat pencegah pencokelatan.
3. Diperlukan penelitian untuk mengetahui posisi urutan daun yang
cenderung menghasilkan respons pembentukan plb dan tunas
terbanyak. Posisi urutan daun tersebut dapat digunakan lebih lanjut
secara homogen dalam penelitian kombinasi TDZ dan BAP.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang membahas morfologi dan
anatomi mikroskopis pembentukan plb dan tunas.























Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
DAFTAR ACUAN

Anjum, S., M. Zia & M.F. Chaudhary. 2006. Investigations of different
strategies for high frequency regeneration of Dendrobium malones
Victory. African Journal of Biotechnology. 5(19): 1738--1743.
Arditi, J . & R. Ernst. 1994. Micropropagation of orchids. J ohn Willey & sons,
Inc., New York: xiii +628 hlm.
Banerjee, S., J . Tripathi, P.C. Verma. P.D. Dwivedi, S.P.S. Khanuja & G.D.
Bagchi. 2004. Thidiazuron-induced high-frequency shoot proliferation
in Cineraria maritima Linn.. Current Science. 87( 9): 1287--1289.
Bhagwat, B., L. E. Viera & L. R. Erickson. 1996. Stimulation of in vitro shoot
proliferation from nodal explants of cassava by thidiazuron,
benzyladenine and gibberellic acid. Plant Cell, Tissue and Organ
Culture. 46: 1--7.
Chen, L.R., J .T. Chen & W.C. Chang. 2002. Efficient production of protocorm-
like bodies and plant regeneration from flower stalk explants of the
sympodial orchids Epidendrum radicans. In vitro Cellular
Developmental Biologyplant 38: 441--445.
Chen, T. Y., J . T. Chen & W. C. Chang. 2004. Plant regeneration through
direct shoot bud formation from leaf cultures of Paphiopedilum orchids.
Plant Cell, Tissue and Organ Culture. 76: 11--15.
Comber, J .B. 1994. Orchids of java. Bentham-Moxon Trust. Royal Botanical
Gardens, Kew, London: 407 hlm.
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Damayanti, D., Sudarsono, I. Mariska & M. Herman. 2007. Regenerasi
papaya melalui kultur in vitro. Jurnal AgroBiogen 3(2): 49--54.
Dressler, R. L. 1990. The orchids: Natural history and classification. Havard
University Press, London: xii +332 hlm.
Earle, E.D. & Y. Demarly. 1982. Variability in plants regenerated from tissue
culture. Preager Publishers, New York: xvii +329 hlm.
Esbensen, K. 2006. Dendrobium antennatum. 1 hlm.
http://inet.uni2.dk/home/carphunters/Orchids/Dendrobium_antennatum
.htm. 24 Februari 2008 pk. 11.15.
Fanfani, A. & W. Rossi. 1992. Guide to orchid. Simon & Schuster`s Inc., New
York: 225 hlm.
Gandawidjaja, D. & S. Sastrapradja. 1980. Plasma nutfah Dendrobium asal
Indonesia. Buletin Kebun Raya. 4(4): 113--125.
Geetha, S. & A. Shetty. 2000. In vitro propagation of Vanilla planifolia, a
tropical orchid. Current Science 79(6): 886--889.
George, E.F. & P.D. Sherrington. 1984. Plant propagation by tissue culture.
Exegetic Limited, Basingstokes: viii +709 hlm.
Goralski, G., M. Popielarska, H.S. Lesak, D. Siwin & M. Batycka. 2005.
Organogenesis in endosperm of Actinidia deliciosa cv. Hayward
cultured in vitro. Acta Biologica Cracoviensia-Series Botanica
47(2):121--128.
Gunawan, L.W. 1987. Teknik kultur jaringan. Institut Pertanian Bogor, Bogor:
v +252 hlm.
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Hartmant, H.T., D.E. Kester, F.T. Davies jr. & R.L. Geneva. 2002. Plant
propagation, principles and practices. Pearson Education, Inc., New
J ersey: xvi +880 hlm.
Hidayat, E.B. 1995. Anatomi tumbuhan berbiji. Penerbit ITB, Bandung: 9a +
275 hlm.
J iang, B., Y.C. Yang, Y.M. Guo, Z.C. Guo & Y.Z. Chen. 2005. Thidiazuron-
induced in vitro shoot organogenesis of the medicinal plant Arnebia
euchroma (Royle) J honst. In vitro Cellular Developmental Biology
plant 41: 677--681.
Kuo, H.-L., J .-T. Chen & W.-C. Chang. 2005. Efficient plant regeneration
through direct somatic embryogenesis from leaf explants of
Phalaenopsis Little Steve. In vitro Cellular Developmental Biology
plant. 41: 453456.
Lee, Y.I. & N. Lee. 2003. Plant regeneration from protocorm-derived callus of
Cypripedium formosanum. In vitro Cellular Developmental Biology
plant. 39: 475--479.
Malabadi, R.B., G.S. Mulgund & K. Nataraja. 2004. efficient regeneration of
Vanda coerulea, an endangered orchid using thidiazuron. Plant Cell,
Tissue and Organ Culture 76: 289--293.
Marianingsih, P. 2007. Anatomi pembentukkan protocorm-like bodies (plb)
hasil kultur in vitro daun Phalaenopsis Blume. Skripsi S1. Universitas
Indonesia: viii +70 hlm.
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Mok, D.W.S. & M.C. Mok. 2001. Cytokinin metabolism and action. Annu. Rev.
Plant Physiology and Plant Molecular Biology 52: 89--118.
Nasiruddin, K. M., R. Begum & S. Yasmin. 2003. Protocorm likes bodies and
plantlet regeneration from Dendrobium formosum leaf callus. Asian
Jounal of Plant Sciences 2(13): 955--957.
NIH (=National Institute of Health). 2008. Cytokinin signaling pathway. 1 hlm.
http//:genetics.mgh.harvard.edu/sheenweb. 12 J uni 2008, pk. 10.05.
Orchid Web. 2007. Dendrobium antennatum. 1 hlm.
www.orchidweb.com/Dendrobium_antennatum.aspx. 24 Februari
2008, pk 10.09.
Park, S.Y., E.C. Yeung, D. Chakrabarty & K.Y. Paek. 2002. An efficient direct
induction of protocorm-like bodies from leaf subepidermal cells of
Doritaenopsis hybrid using thin-section culture. Plant Cell Report. 22:
46--51.
Park, S.Y., H.N. Murthy & K.Y. Paek. 2002. Rapid propagation of
Phalaenopsis from floral stalk-derived leaves. In vitro Cellular
Developmental Biologyplant. 38: 168--172.
Pierik, R.L.M. 1987. In vitro culture of higher plants. Martinus Nijhoff
Publishers, Boston: v +344 hlm.
Rajasekaran, K., M.B. Hein, G.C. Davis, M.G. Carnes & I.K. Vasil. 1987.
Endogenuos growth regulators in leaves and tissue culture of
Pennisetum purpureum Schum. Journal of Plant Physiology 130: 13--
25.
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Rico, H. 2004. Hutan Hancur, Moratorium Manjur. 14 Desember 1 hlm.
http://www.walhi.or.id/kampanye/hutan/jeda/hut_hancur_moratorium_
manj/ . 12 Februari 2008, pk. 22.00.
Ruzic, Dj.V. & T.I. Vujovic. 2008. The effects of cytokinin types and their
concentration on in vitro multiplication of sweet cherry cv. Lapins
(Prunus avium L.). Horticulture Science (Prague) 35(1): 12--21.
Sadik K., P.R. Rubaihayo, M.J .S. Magambo & M. Pillay. 2006. Generation of
cell suspensions of East African highland bananas through scalps.
African Journal of Biotechnology 6(11): 1352--1357.
Santoso, U. & F. Nursandi. 2003. Kultur jaringan tanaman. UMM Pres,
Malang: viii +191 hlm.
Shan, X., D. Li & R. Qu. 2000. Thidiazuron promotes in vitro regeneration of
wheat and barley. In vitro Cellular Developmental Biologyplant. 36:
207--210.
Shiau, Y.J ., S.M. Nalawade, C. Hsia, V. Mulabagal & H.S. Tsay. 2005. In vitro
propagation of the chienese medicinal plant, Dendrobium candidum
Wall. Ex Lindl., from axenic nodal segments. In vitro Cellular
Developmental Biologyplant. 41: 227--229.
Sjostrom, A. & C.L.Gross. 2006. Life-history characters and phylogeny are
correlated with extinction risk in the Australian angiosperms. Journal of
Biogeography 33: 271--290.
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Soon, T.E. 2005. Orchids of asia, 3rd ed. Time Edition-Marshall Cavendish,
Singapore: 367 hlm.
Suyadi, A., A. Purwantoro & S. Trisnowati. 2003. Penggadaan tunas Abaca
melalui kultur meristem. Ilmu Pertanian 10(2): 11--16.
Talukder, S.K., K.M. Nasiruddin, S. Yasmin, L. Hasan & R. Begum. 2003.
Shoot proliferation of Dendrobium orchid with BAP and NAA. Journal
of Biological Science 3(11): 1058--1062.
Tefera, W. & S. Wannakrairoj. 2006. Synergistic effects of some plant growth
regulators on in vitro shoot proliferation of korarima (Aframomum
corrorima (Braun) J ansen). African Journal of Biotechnology 5(10):
1894--1901.
Thaorpe, T.A. 1981. Plant tissue culture, Methods and applications in
agriculture. Academic Press, New York: x +379 hlm.
Visser, C., J .A. Qureshi, R.Gill & P.K. Saxena. 1992. Morphoregulatory role of
thidiazuron, substitution of auxin and cytokinin requirement for the
Induction of somatic embryogenesis in geranium hypocotyl cultures.
Journal of Plant Physiol. 99: 1704-1707.
Wood, J .J . 2003. Orchids of borneo, vol. 4. The Royal Botanic Garden,
Sabah: xii +314 hlm.
Yildiz, M. & M. Ozgen. A comparison of growth regulators for adventitious
shoot regeneration from hypocotyls of flax (Linum usitatissimum L.).
Journal of Food, Agriculture and Environment 4(3,4) : 171--174.
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Youmbi, E., B. Ella & K. Tomekpe. 2006. Effect of thidiazuron on in vitro
proliferation capacities of some banana (Musa spp.) cultivar with weak
multiplication potential. Akdeniz Universitesi Ziraat Fakultesi Dergisi
19(2): 225--229.
Zawadzka, M. & T. Orlikowska. 2006. Factors modifying regeneration in vitro
of adventitious shoots in five red raseberry cultivars. Journal of Fruit
and Ornamental Plant Research. 14: 105--115.































Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010


















GAMBAR


























Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010






















Keterangan:
a : batang e : sepal
b : daun f : labelum
c : perbungaan g : ginostemium
d : akar h : petal lateral

5 cm
2 cm
c
a
b
g
e
f
e
h h
e
d
Gambar 1. Morfologi Dendrobium antennatum Lindl.
[Sumber: Esbensen 2006: 1]



5 cm
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Gambar 2. Skema tahapan morfogenesis langsung dan tidak langsung pada kultur in vitro tanaman anggrek.
[Sumber: Arditi & Ernst 1994: 311--365]

























Keterangan: ( . ) tahapan induksi tunas yang dilakukan dalam penelitian.
ANGGREK
EKSPLAN
n, 2n, xn
MORFOGENESIS
LANGSUNG
TIDAK LANGSUNG
SEMAIAN BIJ I
ORGANOGENESIS
EMBRIOGENESIS
PLB
TUNAS
SEMAIAN EMBRIO
PLANTLET
KALUS
PLB
TUNAS

















Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010

Pembuatan
larutan stok
Pembuatan media
perlakuan kultur
Pemilihan donor
eksplan
Penanaman
eksplan
Pemeliharaan
kultur
Pengamatan
Analisis data
Penarikan
kesimpulan
Sterilisasi alat
Penyiapan alat dan bahan
Persiapan
Gambar 3. Skema tahapan kerja induksi tunas Dendrobium antennatum
Lindl. pada medium MS modifikasi.






Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010


1
3
5
2
4
Keterangan:
1 : 1 mgl
-1
TDZ a : ekspan
2 : 1,5 mgl
-1
TDZ 7,5 mgl
-1
BAP b : tunas
3 : 2 mgl
-1
TDZ 7,5 mgl
-1
BAP c : plb menyatu
4 : 1,5 mgl
-1
TDZ 10 mgl
-1
BAP d : plb tunggal
5 : 2 mgl
-1
TDZ 10 mgl
-1
BAP (skala dalam 1 cm)
2
3
1
a
c
d
b
Gambar 4. Respon potongan daun Dendrobium antennatum Lindl. terhadap
perlakuan TDZ tunggal dan kombinasi TDZ dan BAP.







Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010

























Gambar 5. Grafik jumlah plb, tunas, dan jumlah plb-tunas pada eksplan potongan daun Dendrobium
antennatum Lindl., yang ditanam pada medium MS modifikasi dengan 5 macam perlakuan ZPT.
















Keterangan: 1 =1 mgl
-1
TDZ 4 =1,5 mgl
-1
TDZ dan 10 mgl
-1
BAP
2 =1,5 mgl
-1
TDZ dan 7,5 mgl
-1
BAP 5 =2 mgl
-1
TDZ dan 10 mgl
-1
BAP
3 =2 mgl
-1
TDZ dan 7,5 mgl
-1
BAP () =nilai standar deviasi
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4 5
perlakuan ZPT
j
u
m
l
a
h
rata-rata
jumlah PLBs
rata-rata
jumlah tunas
rata-rata total
PLB-tunas
44,7
74,2
85,1
74,2
53,8
31,9
51,8
55,6
50,4
40,3
23,6
24,9
32,9
31,7
16,5


























Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010


Gambar 6. Pembengkakan eksplan potongan daun Dendrobium antennatum
Lindl. akibat perlakuan yang diberikan pada penelitian (perlakuan 1).


















Keterangan : a : tunas c : eksplan browning
b : eksplan swelling
1 cm
b
c
a
1 cm
b
a
c















Keterangan : a : eksplan dehidrasi c : plb menyatu
b : plb


Gambar 7. Morfologi protocorm like bodies yang menyatu (perlakuan 1)

Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010















Keterangan : a : ekaplan hidup c : tunas dewasa
b : eksplan mati
a
b
1 cm
d
c

Gambar 8. Morfologi protocorm like bodies yang terpisah (perlakuan 2).
















Keterangan : a : eksplan
b : tunas muda
a
b
1 cm

Gambar 9. Morfologi tunas tanpa melalui pembentukkan PLB (perlakuan 3).




Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
















Keterangan : a : tunas c : eksplan hidup
b : akar mati d : eksplan mati
a
b
c
d
1 cm
Gambar 10. Pembentukan akar pada salah satu sampel perlakuan
1 mgl
-1
TDZ (perlakuan 1).























Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010




















TABEL
























Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Tabel 1
Perlakuan TDZ tunggal dan kombinasi TDZ dan BAP terhadap induksi tunas
dari potongan daun Dendrobium antennatum

TDZ
BAP
1 mgl
-1
TDZ 1,5 mgl
-1
TDZ 2 mgl
-1
TDZ
Perlakuan 1 Tidak dilakukan Tidak dilakukan
7,5 mgl
-1
BAP Tidak dilakukan Perlakuan 2 Perlakuan 3
10 mgl
-1
BAP Tidak dilakukan Perlakuan 4 Perlakuan 5
















Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Tabel 2
Komposisi medium dan pembuatan larutan stok medium MS
Larutan stok Bahan
Konsentrasi
(mgl
-1
)
Stok 10 kali lipat
(mgl
-1
)
A NH
4
NO
3
1650 16500
B KNO
3
1900 19000
C CaCl
2
.2H
2
O 440 4400
D MgSO
4
.7H
2
O 370 3700
E KH
2
PO
4
170 1700
Makronutrien I
KI
H
3
BO
3
MnSO
4
.2H
2
O
ZnSO
4
.7H
2
O
Na
2
MoO
4
.2H
2
O
CuSO
4
.5H
2
O
CoCl
2
.6H
2
O
0,83
6,2
22,3
8,6
0,25
0,025
0,025
8,3
62
223
86
2,5
0,25
0,25
Mikronutrien II
Na
2
-EDTA
FeSO
4
.7H
2
O
37,3
27,8
373
278
Vitamin
Niasin
Pyridoxime acid
Thiamine HCl
0,5
0,5
0,1
5
5
1
Asam amino Glisin 2 20
Modifikasi dalam 1 liter medium
Komposisi Konsentrasi
Pepton 1 gr
Mio-inositol 0,1 mg
BAP 7,5 mg; 10 mg
TDZ 1,5 mg; 2 mg
Sukrosa 20 gr
Agar 8 gr

[Sumber: Murashige & Skoog 1962: 485]



Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Tabel 3
Penelitian terdahulu yang telah dilakukan mengenai penggunaan kombinasi
zat pengatur tumbuh dalam menstimulasi pertumbuhan tunas.

Peneliti Metode
Spesies yang
digunakan
Media dasar
ZPT terbaik
untuk induksi
tunas
Sadik dkk.
(2007)
Kultur
suspensi sel
Musa sp. MS
12,4 M BAP -
4,55 M TDZ
Tefera &
Wannakrairoj
(2005)
Kultur tunas
rhizome muda
Aframomum
corrorima
MS
3 mgl
-1
BAP -
0,5 mgl
-1
TDZ
Tefera &
Wannakrairoj
(2005)
Kultur tunas
rhizome muda
Aframomum
corrorima

MS
2 mgl
-1
IMA-
0,5 mgl
-1
TDZ
Tefera &
Wannakrairoj
(2005)
Kultur tunas
rhizome muda
Aframomum
corrorima
MS
3 mgl
-1
IMA -
0,5 mgl
-1
TDZ
Zawadzka &
Orlikowska
(2006)
Kultur tunas
muda
Raspberry
merah
MS
0,1 mgl
-1
IBA -
0,1 mgl
-1
TDZ
Banerjee dkk.
(2004)
Kultur nodus
batang
Cineraria
maritima Lindl.
MS
0 mgl
-1
NAA -
0,1 mgl
-1
TDZ











Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010























LAMPIRAN





















Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
LAMPIRAN

Lampiran 1











































Keterangan
AHK : Arabidopsis histidin kinase ARR : Arabidopsis Respons Regulator
CKI : sitokinin 1 RD : sisi reseptor
CRE : sitokinin reseptor BD : sisi DNA
H-D : kompleks histidin kinase AD : sisi afektor
AHP : Arabidopsis histidin fosfotransfer
Gambar tahap kerja sitokinin pada sel tumbuhan Arabidopsis
[Sumber: NIH 2008: 1]





Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010


Lampiran 2a

Data kuantitatif pengaruh 1 mgl
-1
TDZ (perlakuan 1) terhadap induksi tunas
dari potongan daun Dendrobium antennatum Lindl.

Jumlah
No
plbs Tunas plb-tunas
Eksplan
hidup
1 30 2 32 6
2 7 17 24 10
3 12 65 77 13
4 66 25 91 11
5 69 16 85 17
6 83 71 154 12
7 17 14 31 12
8 50 0 50 6
9 0 0 0 4
10 28 7 35 8
11 17 0 17 4
12 0 2 2 3
13 89 0 89 5
14 0 0 0 6
x SD 33,4 31,9 15,6 23,6 49,1 44,7
8,4 4,2

Keterangan: x = rata-rata
SD = standar deviasi














Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Lampiran 2b

Data kuantitatif pengaruh 1,5 mgl
-1
TDZ dan 7,5 mgl
-1
BAP (perlakuan 2)
terhadap induksi tunas dari potongan daun Dendrobium antennatum Lindl.

Jumlah
No
plbs Tunas plb-tunas
Eksplan
hidup
1 0 0 0 5
2 0 1 1 6
3 20 25 45 10
4 97 39 136 14
5 45 44 89 8
6 0 5 5 11
7 109 56 165 9
8 14 7 21 11
9 172 80 252 14
10 0 2 2 6
11 101 19 120 13
12 8 8 16 13
13 57 50 107 11
14 0 0 0 13
15 49 0 49 11
16 0 2 2 5
17 0 0 0 9
x SD 39,5 51,7 19,9 24,9 59,4 74,2
9,9 3,1

Keterangan: x = rata-rata
SD = standar deviasi















Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Lampiran 2c

Data kuantitatif pengaruh 2 mgl
-1
TDZ dan 7,5 mgl
-1
BAP (perlakuan 3)
terhadap induksi tunas dari potongan daun Dendrobium antennatum Lindl.

Jumlah
No
plbs Tunas plb-tunas
Eskplan
hidup
1 66 6 72 12
2 35 60 95 14
3 24 26 50 8
4 23 19 42 21
5 1 3 4 4
6 101 26 127 17
7 132 111 243 14
8 167 69 236 14
9 80 47 127 13
10 0 0 0 4
11 0 0 0 4
12 1 1 2 4
13 125 69 194 16
14 0 7 7 5
15 0 0 0 7
16 0 0 0 11
17 0 1 1 4
18 0 1 1 8
x SD 41,9 55,6 24,8 32,9 66,7 85,1
10 5,4

Keterangan: x = rata-rata
SD = standar deviasi














Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Lampiran 2d


Data kuantitatif pengaruh 1,5 mgl
-1
TDZ dan 10 mgl
-1
BAP (perlakuan 4)
terhadap induksi tunas dari potongan daun Dendrobium antennatum Lindl.

Jumlah
No
plbs Tunas plb-tunas
Eksplan
hidup
1 95 12 107 5
2 103 21 124 16
3 69 37 106 11
4 63 34 97 12
5 124 23 147 12
6 4 6 10 10
7 14 54 68 5
8 138 123 261 16
9 5 44 49 7
10 1 3 4 10
11 2 0 2 4
12 0 3 3 6
13 0 0 0 3
14 0 0 0 1
15 0 0 0 6
16 0 0 0 10
17 0 0 0 3
x SD 36,4 50,3 21,2 31,7 57,5 74,2
8,1 4,5

Keterangan: x = rata-rata
SD = standar deviasi










Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Lampiran 2e


Data kuantitatif pengaruh 1,5 mgl
-1
TDZ dan 10 mgl
-1
BAP (perlakuan 5)
terhadap induksi tunas dari potongan daun Dendrobium antennatum Lindl.

Jumlah
No
Plbs Tunas plb-tunas
Eksplan
hidup
1 105 28 133 10
2 105 52 157 18
3 41 14 55 18
4 2 25 27 13
5 5 14 19 5
6 4 4 8 11
7 9 0 9 9
8 18 31 49 8
9 0 0 0 7
10 0 3 3 7
11 7 4 11 7
x SD 26,9 40,3 15,9 16,5 42,8 53,8
10,3 4,4

Keterangan: x = rata-rata
SD = standar deviasi













Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Lampiran 3a

Data kualitatif pengaruh 1 mgl
-1
TDZ (perlakuan 1) terhadap induksi tunas
dari potongan daun Dendrobium antennatum Lindl.

Jumlah daun yang terinduksi Morfologi PLBs Keterangan
No
PLBs Tunas PLBs dan tunas Bengkak Menempel Terpisah
1 + - - ++ - V
2 - + + +++ - V Perakaran
3 + - + +++ - V
4 + + + +++ V V
5 + + + ++++ V V
6 - - + +++ - V
7 - + + +++ - -
8 + - - + V V
9 - - - + - -
10 - + + ++ V -
11 + - - + - V
12 - + - + - -
13 + - - + - V
14 - - - ++ - -

Keterangan: V = ada + = sangat sedikit
- = tidak ada ++ = sedikit
+++ = sedang
++++ = banyak
+++++= sangat banyak











Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Lampiran 3b

Data kualitatif pengaruh 1,5 mgl
-1
TDZ dan 7,5 mgl
-1
BAP (perlakuan 2)
terhadap induksi tunas dari potongan daun Dendrobium antennatum Lindl.

Jumlah daun yang terinduksi Morfologi PLBs
No
PLBs Tunas PLBs dan tunas Bengkak Menempel Terpisah
1 - - - ++ - -
2 - + - ++ - -
3 - + + +++ V V
4 - + ++ +++ - V
5 - + + ++ V V
6 - + - +++ - -
7 + + + ++ - V
8 - + + +++ - V
9 - + ++ +++ - V
10 - + - ++ - -
11 + + + +++ V V
12 - + + +++ - V
13 - + + +++ - V
14 - - - +++ - -
15 + + + +++ - V
16 - + - ++ - -
17 - - - ++ - -

Keterangan: V = ada + = sangat sedikit
- = tidak ada ++ = sedikit
+++ = sedang
++++ = banyak
+++++= sangat banyak









Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Lampiran 3c

Data kualitatif pengaruh 2 mgl
-1
TDZ dan 7,5 mgl
-1
BAP (perlakuan 3)
terhadap induksi tunas dari potongan daun Dendrobium antennatum Lindl.

Jumlah daun yang terinduksi Morfologi PLBs
No
PLBs Tunas PLBs dan tunas Bengkak Menempel Terpisah
1 + + + +++ - V
2 + + + +++ - V
3 - + + ++ - V
4 + + + +++++ - V
5 - - + + - V
6 - + + ++++ - V
7 + + + +++ - V
8 + + + +++ - V
9 + + ++ +++ - V
10 - - - + - -
11 - - - + - -
12 - + - + - -
13 - + + ++++ - V
14 - + - ++ - -
15 - - - ++ - -
16 - - - +++ - -
17 - + - + - -
18 - + - ++ - -

Keterangan: V = ada + = sangat sedikit
- = tidak ada ++ = sedikit
+++ = sedang
++++ = banyak
+++++= sangat banyak








Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Lampiran 3d

Data kualitatif pengaruh 1,5 mgl
-1
TDZ dan 10 mgl
-1
BAP (perlakuan 4)
terhadap induksi tunas dari potongan daun Dendrobium antennatum Lindl.

Jumlah daun yang terinduksi Morfologi PLBs
No
PLBs Tunas PLBs dan tunas Bengkak Menempel Terpisah
1 + + - ++ V -
2 + + + +++ - V
3 + + + +++ - V
4 + - + +++ V -
5 + + + +++ V V
6 - + + +++ - V
7 - - + ++ - -
8 - ++ ++ ++++ - -
9 - - + ++ - V
10 + - + +++ - V
11 + - - + - V
12 - + - ++ - -
13 - - - + - -
14 - - - - - -
15 - - - ++ - -
16 - - - +++ - -
17 - - - + - -

Keterangan: V = ada + = sangat sedikit
- = tidak ada ++ = sedikit
+++ = sedang
++++ = banyak
+++++= sangat banyak









Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Lampiran 3e

Data kualitatif pengaruh 2 mgl
-1
TDZ dan 10 mgl
-1
BAP (perlakuan 5)
terhadap induksi tunas dari potongan daun Dendrobium antennatum Lindl.

Jumlah daun yang terinduksi Morfologi PLBs
No
PLBs Tunas PLBs dan tunas Bengkak Menempel Terpisah
1 + + + ++ V V
2 + + ++ ++++ V V
3 + + + ++++ V V
4 + + + +++ V -
5 - + + ++ - V
6 - - + +++ - V
7 + - - ++ - V
8 - + ++ ++ - -
9 - - - ++ - -
10 - + + ++ - V
11 - + + ++ - V

Keterangan: V = ada + = sangat sedikit
- = tidak ada ++ = sedikit
+++ = sedang
++++ = banyak
+++++= sangat banyak



















Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Lampiran 4a



a
a
Gambar tahap pembentukan plb pada potongan daun Doritaenopsis
silangan.
[Park dkk. 2002: 59]









b
c
a
b
d
Keterangan:
Gambar A : inisiasi pembelahan sel epidermis (a) dan sub epidermis (b).
Gambar B dan C : lanjutan inisiasi pembelahan sel epidermis (a) dan pembentukan pusat
pertumbuhan dari sel sub epidermis (b).
Gambar D : pembentukkan nodul plb; pusat pertumbuhan (c); dan d lapisan periderm
Gambar E : pembentukkan plb sempurna.
Gambar F : inisiasi pembentukan tunas dari plb.
d e
c
c
200 m 200 m 1,5 mm
50 m 100 m 100 m
Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010
Lampiran 4b



















Keterangan:
Gambar A : pembelahan sel pada jaringan mesofil (a) daun.
Gambar B : pembentukan plb tidak sempurna, karena lapisan periderm (b) tidak terbentuk
menyelimuti pusat pertumbuhan (c) plb. Sementara terbentuk pusat pertumbuhan
baru (d).


200 m 200 m
d













Gambar pembentukan plb yang gagal.
[Park dkk. 2002: 59]





Pengaruh thidiazuron..., Joko Kusmianto, FMIPA UI, 2010

Você também pode gostar