Você está na página 1de 20

1

Laporan Pendahuluan
PEMERIKSAAN FISIK PERNAPASAN ABNORMAL DAN MENGUKUR ARUS
EKSPIRASI PAKSA
Oleh: Halimatul Nurhikmah, 1006672522

A. Pemeriksaan Fisik Pernapasan Abnormal

1. Pengertian Tindakan
Untuk mengetahui keadaan fisik seseorang terutama yang berhubungan dengan sistem
pernapasannya, dapat dilakukan pemeriksaan fisik yang meliputi empat hal,
diantaranya inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Melakukan keempat teknik ini
dengan baik akan membantu mengetahui kondisi pasien. Dapat juga dilakukan
pemeriksaan dengan spirometri untuk pengetahuan kapasitas paru.

Inspeksi melibatkan penggunaan penglihatan dan pendengaran untuk membedakan
temuan normal dan abnormal. Perawat harus mengetahui standar normal bagi klien
pada kelompok usia tertentu. Palapasi melibatkan penggunaan telapak tangan untuk
menyentuh bagian tubuh agar dapat dilakukan pemeriksaan yang sensitf. Perkusi
melibatkan pengetukan tubuh dengan ujung jari untuk menghasilkan getaran yang
berjalan melalui jaringan tubuh. Sifat suara akan menentukan lokasi, ukuran, dan
kepadatan struktur yang dapat menunjukkan kelainan yang telah dideteksi oleh
palpasi dan auskultasi. Auskultasi menggunakan pendengaran suara tubuh untuk
mendeteksi penyimpangan dari keadaan normal.

2. Tujuan Tindakan
Untuk mengetahui keadaan fisik seseorang terutama yang berhubungan dengan sistem
pernapasannya

3. Kompetensi Dasar Lain yang Harus Dimiliki
Suara nafas abnormal:
a) Ronki basah, yaitu suara berderak yang berasal dari alveolus. Suara ini disebabkan
oleh membukanya saluran udara secara tiba-tiba pada daerah paru-paru yang telah
dikempeskan sampai hanya tersisa volume residu.
2

b) Ronki kering, biasanya dipakai untuk suara yang berasal dari jalan udara yang
lebih besar. Suara itu seperti suara mengorok atau gemerincing dan sering timbul
pada permulaan siklus pernapasan.
c) Wheezing, merupakan suara tiupan atau siulan yang tinggi, timbul sebagai akibat
adanya penyumbatan parsial udara. Mempunyai kualitas suara musikal dan terjadi
pada waktu inspirasi maupun ekspirasi. Namun biasanya terdengar lebih keras dan
lebih menetap selama ekpirasi karena saluran udara yang dilalui lebih sempit.
d) Friction rub pleura, adalah suara yang ditemukan pada penderita pneumonia.
e) Tanda hamman, merupakan suara mengkerkah, gemeretak yang timbul sinkron
dengan denyut jantung jika terdapat emfisema intertitial atau emfisema
mediastinal.

4. Indikasi, Kontraindikasi dan komplikasi
Indikasi Tindakan
Klien yang beresiko menderita masalah paru-paru, seperti klien yang harus tirah
baring atau klien yang mengalami nyeri dada.

Kontraindikasi
Beberapa klien yang mengalami arthritis dan deformitas sendi lainnya tidak dapat
melakukan beberapa posisi pemeriksaan fisik.

Komplikasi tindakan
Palpasi mungkin menyebabkan perluasan limpa dan menginfeksi usus buntu hingga
menjadi rupture.

5. Alat & Bahan:
Peralatan yang digunakan antara lain lampu sorot, ophtalmoscope, otoscope, dan
stethoscope.

6. Anatomi Daerah yang Akan Menjadi Target Tindakan
Dada

7. Aspek Keamanan dan Keselamatan (Safety) yang Harus Diperhatikan
1. Kontrol infeksi
3

Selama pemeriksaan, beberapa klien dapat memiliki lesi kulit terbuka atau luka
basah. Ikuti prosedur higiene tangan sesuai kebijakan institusi sebelum dan setelah
pemeriksaan fisik
2. Lingkungan
Pemeriksaan fisik membutuhkan privasi. Selain itu, pastikan ruang pemeriksaan
harus memungkinkan untuk melakukan pemeriksaan fisik, seperti pencahayaan
yang cukup.

8. Protokol Atau Prosedur Dari Tindakan
Pemeriksaan fisik pada sistem pernapasan, diantaranya:

Inspeksi sistem pernapasan
Inspeksi adalah periksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang
diperiksa melalui pengamatan. Cahaya yang adekuat diperlukan agar perawat dapat
membedakan warna, bentuk dan kebersihan tubuh klien. Fokus inspeksi pada setiap
bagian tubuh meliputi ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi, simetris. Observasi
kemudahan klien untuk inspirasi dan ekspirasi. Inspeksi dilakukan dari:
Bagian anterior dan posterior
Inspeksi warna kulit dada
Inspeksi ada lesi atau tidak
Inspeksi respiratory rate (RR) klien,
Konfigurasi diameter transfersal dengan anteroposterior dada (2.2 1 )
Dan struktur skeletal terutama kesimetrisan dada

Prosedur pemeriksaan:
a. Perhtikan dinding dada penderita dengan cermat dan teliti.
b. Perhatikan adanya jaringan parut bekas pembedahan dan sifat serta pola
pembuluh darah subkutan.
c. Pada pola pernafasan, perhatikan kecepatan, kedalaman, simetris dan pola
pergerakan pernafasan penderita, ingat selalu bahwa penderita secara terus
menerus mengadakan perubahan tekanan di dalam rongga dadanya agar dapat
mengalirkan udara keluar dan masuk ke dalam alveolus par-paru melewati
saluran-saluran udara yang tersedia.
4

d. Pada saat inspirasi normal, difragma akan bergerak ke arah bawah, sementara
rongga dada akan bergerak ke atas dan luar.
e. Ekspirasi akan terjadi kalu otot-otot pernafasan mengalami relaksasi dan rangka
rongga toraks yang elastis memungkinkan kembali kepada kedudukan
istirahatnya.

Palpasi sistem pernapasan
Palpasi adalah suatu teknik yang menggunakan indera peraba. Palpasi dilakukan
dengan menggunakan tangan untuk meraba struktur di atas atau di bawah permukaan
tubuh. Dada dipalpasi untuk mengevaluasi kulit dan dinding dada. Palpasi dada dan
medula spinalis adalah teknik skrining umum untuk mengidentifikasi adanya
abnormalitas seperti inflamasi.Tangan dan jari-jari adalah instrumen yang sensitif
digunakan untuk mengumpulkan data, misalnya tentang temperatur, turgor, bentuk,
kelembaban, vibrasi, dan ukuran. Langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama
palpasi:
- Ciptakan lingkungan yang nyaman dan santai
- Tangan perawat harus dalam keadaan hangat dan kering
- Kuku jari perawat harus dipotong pendek
- Semua bagian yang nyeri dipalpasi paling akhir.








Prosedur pemeriksaan:
a. Berdirilah di belakang penderita dan letakkan masing-masing ibu jari tangan anda
tepat pada sisi prosesus spinosus di daerah toraks tengah.
b. Pada saat yang sama rentangkan ujung-ujung jari sampai mencapai garis
midaksilaris kedua sisi.
c. Pada waktu penderita menarik nafas dalam-dalam, maka lakukan penilaian
derajat dan asimetris pengembangan dadanya.
5

d. Rabalah masing-masing tulang iga dan semua bagian dinding dada dengan
tekanan yang kuat.
e. Pada saat yang sama tanyakan pada penderita adanya perasaan nyeri dan
perhatikan bukti adanya perasaan tidak nyaman.

Palpasi daerah posterior meliputi palpasi prosseus spinosus dengan cara gerakan ke
bawah. Palpasi ini bertujuan untuk melihat ada/tidaknya kelainan bentuk tulang
belakang klien serta untuk mengukur ekspansi pernafasan dengan cara meletakkan
tangan setingkat tulang rusuk. Palpasi juga dilakukan untuk menilai tactile fremitus.
Fremitus adalah vibrasi yang dirasakan di luar dinding dada pada saat klien bicara.
Untuk menimbulkan fremitus, letakkan kedua tangan pada dada secara
simetris, masing-masing pada satu sisi dan suruh penderita mengulangi kata
satu, dua, tiga atau sembilan puluh sembilan dengan suara yang dalam
dan kuat. Pindahkan tangan anda ke berbagai bagian dada pnderita, dengan
tetap mempertahankan agar tangan tetap simetris dan bandingkan getaran
yang dihasilkan dinding dada oleh suara tersebut. Perubahan fremitus
biasanya paling baik dirasakan oleh ujung tangan.

Fremitus akan meninggi apabila terjadi konsolidasi paru-paru, seperti pada
pneumonis, lebih mudah dirasakan di atas daerah yang mengalami
konsolidasi, jika dibandingkan dengan bagian dada lainnya. Fremitus
berkurang atau bahkan menghilang, apabila terdapat keadaan patologis yang
mengganggu penghantaran gelombang suara dari paru-paru kepermukaan
dada.

Suara Intensitas nada durasi kualitas sumber
Resonansi Sedang/lun
ak ke tinggi
Rendah Panjang Cekung/lek
uk
Paru-paru
normal
Timpani Keras Tinggi Sedang Seperti
gendering
Gelembung
udara
lambung,
6













Perkusi sistem pernapasan

Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu
untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri-kanan) dengan tujuan
menghasilkan suara. Perkusi bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi, ukuran, bentuk,
dan konsistensi jaringan. Perawat menggunakan kedua tangannya sebagai alat untuk
menghasilkan suara. Adapun suara-suara yang dijumpai pada perkusi adalah:

Perkusi
a. Pertama, tentukan teknik perkusi mana yang dibutuhkan. Perkusi tidak langsung
membantu untuk membuka ukuran dan ketebalan toraks bagian dalam dan organ
abdomen. Perkusi langsung membantu mengkaji kelembutan sinus orang dewasa dan
menimbulkan suara di toraks anak-anak. Perkusi tumpul bertujuan untuk
memunculkan kelembutan organ seperti kandung empedu, ginjal, atau hati. Ketika
melakukan perkusi, catat suara yang dihasilkan.
b. Bila menggunakan perkusi tidak langsung, tempatkan 1 tangan pada pasien dan ketuk
jari tengah dengan jari tengah yang lain.
c. Bila menggunakan perkusi langsung, ketukkan jari secara langsung terhadap
permukaan tubuh
d. Bila menggunakan perkusi tumpul, pukulkan genggaman permukaan ulnar terhadap
permukaan tubuh

udara di usus
Redup
(dullnes)
Lembut ke
sedang/luna
k
Tinggi Sedang Thudlike
(seperti
barang
jatuh-
debuk-)
Hati, kandung
kemih yang
penuh,
kehamilan
uterus
Hipersona
n-si
Sangat
keras
Sangat
rendah
Panjang Bergemuruh Paru-paru yang
yang
hiperinflasi
Datar Lembut tinggi pendek datar otot
7











Perkusi sistem pernapasan dilakukan untuk menentukkan batas organ. Bunyi normal
adalah resonan dan bunyi abnormal adalah timpani yang biasa terjadi pada klien yang
menderita pneumotoraks. Bunyi cairan disebut dullnes. Selain itu, dapat dilakukan
pemeriksaan dengan menggunakan spiromerti untuk mengetahui kapasitas paru.
Spirometetr adalah alat yang digunakan untuk mengukur volume dan kapasitas paru.
Volume yang lebih rendah daripada kisaran normal seringkali menunjukkan malfungsi
sistem paru. Hasil perekaman spirometer adalah spirogram. Pada kurva hasil spirogram
digambarkan defleksi ke atas pada saat inspirasi dan defleksi kebawah pada saat
ekspirasi.

Berikut merupakan istilah-istilah yang penting untuk diketahui yang berguna dalam
pembacaan spirometer :
a. Volume tidal adalah udara yang keluar dan masuk saluran pernapasan pada saat
inspirasi dan ekspirasi (500 ml). rata-rata orang dewasa, 70% (350 ml) dari volume
tidal secara nyata dapat masuk sampai ke bronkiolus, duktus alveolus, kantung
alveoli dan alveoli yang aktif dalam pertukaran gas, sedangkan sisanya 30% (150
ml) menetap dalam ruang rugi.
b. Minute volume of respiration (MRV) adalah volume total udara yang dipertukarkan
dalam satu menit. MRV didapatkan dari perkalian antara volume tidal dan frekuensi
pernapasan normal permenit (500mlx12 = 60000ml/menit).
c. Volume cadangan inspirasi adalah volume pernapasan yang melebihi volume tidal
dapat diperoleh dengan mengambil napas lebih dalam (3100ml)
d. Volume cadangan ekspirasi adalah jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah
dilakukan ekspirasi maksimal (1200ml)
8

e. FEV (Force Ekspiratory Volume in 1 second) adalah volume ekspirasi paksa dalam
satu detik (pada penderita emphysema didapatkan FEVI menurun)
f. Volume residu adalah udara sisa yang tetap berada dalam paru-paru setelah inspirasi
dan ekspirasi (1200ml)
g. Kapasitas inspirasi adalah kemampuan inspirasi total dari paru-paru yang didapatkan
dari penjumlahan volume tidal dan volumemm cadangan inspirasi (3600 ml)
h. Kapasitas residu fungsional adalah penjumlahan volume residu dengan volume
cadangan ekspirasi (2400ml)
i. Kapasitas vital adalah jumlah dari volume cadangan inspirasi, volume tidal dan
volume cadangan ekspirasi (4800ml)
j. Kapasitas paru total adalah penjumlahan seluruh volume paru (6000ml)

Pemeriksaan kapasitas vital paru (VC=Vital Capacity)
a. Siapkan alat pencatat/spirometri
b. Jelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan pada klien. Posisi klien menghadap pada
alat.
c. Nyalakan alat/power (on). Masukkan/atur data klien meliputi:
Umur,seks,TB, BB, Kode urutan
d. Hubungkan klien dengan alat dengan cara menginstrusikan klien memasukkan
mouth piece dalam mulutnya dan tutuplah hidung klien dengan penjepit hidung.
e. Instruksikan klien bernapas tenang terlebih dahulu untuk beradaptasi dengan alat.
f. Tekan tombol start alat spirometri untuk memulai pengukuran.
g. Mulai dengan pernapasan tenang sampai timbul perintah dari alat untuk ekspirasi
maksimal (tidak terputus). Bila dilakukan dengan benar maka akan keluar data dan
kurva pada layar spirometri.
h. Bila perlu tanpa melepaskan mouth piece, ulangi pengukuran dengan melanjutkan
inspirasi dalam dan ekspirasi maksimal.
i. Setelah selesai lepaskan mouth piece, periksa data dan kurva dilanjutkan dengan
mencetak hasil perekaman (tekan tombol print).
Pemeriksaan Kapasitas Vital paksa Paru (FVC= Force Vital Capacity)
a. Siapkan alat pencatat/spirometri
b. Jelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan kepada klien. Posisi klien menghadap ke
alat.
9

c. Nyalakan alat/power (on). Masukkan/atur data klien, meliputi: umur, seks, TB, BB,
Kode urutan
d. Instruksikan klien untuk inspirasi dalam dari luar alat
e. Segera setelah isap, tekan tombol start dilanjutkan dengan klien mengeluarkan udara
(ekspirasi) melalui alat dengan kuat.
f. Bila perlu tanpa melepaskan mouth piece, ulangi pengukuran dengan melanjutkan
inspirasi dalam dan ekspirasi maksimal
g. Setelah selesai lepaskan mouth piece, periksa data dan kurva dilanjutkan dengan
mencetak hasil perekaman (tekan tombol print).

Auskultasi sistem pernapasan
Auskultasi dada dapat membantu dalam membuat penilaian awal dan membantu
menentukkan teknik diagnostik klien yang mungkin/tidak diperlukan. Auskultasi
paru juga sangat membantu dalam menilai efek pengobatan pada sistem pernapasan.
a. Bunyi napas
- Bunyi napas vesicular
- Bunyi napas trakeobronkial
- Bunyi napas bronkovesikular
b. Bunyi paru tambahan
- Bunyi crackres. Karakteristiknya berbunyi kering dan halus atau kasar serta
terjadi pada saat inspirasi.
- Bunyi wheezes karakteristiknya bernada tinggi untuk klien dengan obstruksi
jalan napas yang buruk
- Bunyi rhonchi. Karakteristiknya bernada rendah pada klien yang mengalami
kelelahan dan tenaga pernapasan berkurang, obstruksi jalan napas yang lebih
sempit sehingga kecepatan aliran inspirasi dan ekspirasi yang lebih rendah.
Terjadi pada saat inspirasi dan ekspirasi.
- Bunyi Coarse Rales karakteristiknya berbunyi kasar
- Bunyi Fine rales
- Bunyi Pleural friction rub




10


9. Hal-Hal Penting yang Harus Diperhatikan bagi Perawat dalam Melakukan
Tindakan
a. Cegah palpasi ataupun perkusi pada daerah yang mudah sakit atau sensitive
b. Ketika mengkaji abdomen, lakukan inspeksi dahulu. Kemudian asukultasi suara isi
perut sebelum palpasi dan perkusi, karena akan mengubah suara perut
c. Untuk menunjukkan secara tepat kedalaman area inflamasi pada tubuh pasien,
lakukan palpasi yang bervariasi: tekan secara tegap/kuat dengan 1 tangan diatas area
yang dicurigai, dan kemudian angkat tangan secara cepat. Jika pasien merasa nyeri
yang bertambah ketika perawat melepaskan tekanan, lalu, perawat mengidentifikasi
pantulan yang lembut
d. Jika perawat tidak dapat mempalpasi karena pasien khawatir akan merasa sakit, coba
alihkan perhatianna dengan percakapan.

10. Hal-Hal Penting yang Harus Dicatat Setelah Tindakan (Dokumentasi)
Dokumentasikan penemuan dalam pengkajian dan teknik yang digunakan untuk
memunculkan penemuan tersebut
















11

B. PENGUKURAN EKSPIRASI PAKSA

1. Pengertian Tindakan
Arus ekspirasi paksa merupakan laju aliran tercepat pada awal ekspirasi paksa setelah
inspirasi maksimal. Ekspirasi maksimal/paksa terjadi ketika seseorang berekspirasi dengan
sekuat tenaga, sehingga aliran ekspirasi mencapai maksimum dan tidak dapat meningkat
lagi bahkan dengan tambahan tenaga sedikit pun.

Pemeriksaan arus ekspirasi paksa merupakan salah satu dari pemeriksaan fungsi jalan
napas yang bisa digunakan dalam memantau perubahan pada obstruksi jalan napas.
Apabila waktu ekspirasi paksa melebihi 6 detik maka hal itu menunjukkan kemungkinan
adanya penyakit obstruksi jalan napas.

1. Tujuan Tindakan
Melakukan ekspirasi paksa, bertujuan untuk:
Memantau perubahan obstruksi jalan napas
Mengukur volumestati dan dinamik
Mendiagnosa dan memantau penyakit paru-paru seperti asma, penyakit paru
obstruktif kronis (COPD), penolakan setelah transplantasi paru-paru.
Pengontrolan pengobatan (asma) apakah berhasil atau tidak
Mengukur seberapa baik paru-paru bekerja.

2. Kompetensi dasar lain yang harus dimiliki untuk melakukan tindakan
Seseorang yang mengukur arus ekspirasi paksa harus memahami pemakaian spirometer
dan juga membaca hasil spirometer tersebut. Orang tersebut harus memahami tindakan
yang harus dilakukan secara tertib serta memahami prinsip dalam pengukuran arus
ekspirasi paksa.

3. Indikasi dan Kontraindikasi tindakan
Indikasi pengukuran arus ekspirasi paksa :
a. Penderita batuk kronik
b. Penderita sesak napas tanpa memandang penyebab
12

c. Penderita rasa berat didada ( chest tighness ) saat latihan (exercise) dengan atau
tanpa batuk
d. Pasien asma, PPOK dan SOPT setelah pemberian bronko dilator, untuk melihat
efek pengobatan
e. Penderajatan asma akut
f. Pasien yang akan menjalani tindakan bedah dengan anestesi umum
g. Pasien yang akan dilakukan reseski paru
h. Pemeriksaan berkala untuk melihat progresiviti penyakit, yaitu asma tiap 6 bulan
sekali dan PPOK tiap 3 bulan sekali
Kontra indikasi :
Absolut : Tidak ada
Relatif : Batuk darah, pneumotoraks, status kardivaskuler tidak stabil, infark
miokard baru atau emboli paru, aneuresma serebri, pascabedah mata

4. Alat dan Bahan yang digunakan
Alat: Spirometer, Peak Flow Meter
Gambar spirometer :









Gambar peak flow meter :





13

5. Anatomi Daerah yang Menjadi Target Tindakan
a. Dinding dada
Tulang yang membentuk dinding dada adalah tulang iga, columna vertebralis,
torakalis, sternum, tulang clavicula dan scapula.
b. Rongga dada
Rongga dada dibagi menjadi tiga rongga utama, yaitu rongga dada kanan (cavum
pleura kanan), rongga dada kiri (cavum pleura kiri), dan rongga dada tengah
(mediastinum). Secara anatomi rongga mediastinum dibagi menjadi mediastinum
superior dan mediastinum inferior. Mediastinum inferior terbagi menjadi tiga bagian
yaitu mediastinum anterior, mediastinum medium, dan mediastinum posterior.











6. Aspek keamanan dan keselamatan (safety) yang harus diperhatikan
Yang harus diperhatikan oleh perawat adalah data klien yang dijadikan sebagai
pengkajian. Pemakaian sinar X yang aman dan tidak menimbulkan komplikasi. Sinar X
yang ditembakkan untuk memotret bagian dalam organ tubuh seharusnya benar-benar
dalam komposisi tepat.

Perawat harus memastikan bahwa klien tidak ragu-ragu dalam melakukan ekspirasi
paksa. Posisi klien harus tegap dan nyaman.

7. Protokol atau prosedur dari tindakan
a. Prosedur mengukur arus ekspirasi paksa (FEV 1) :
14

1. Pemeriksaan kapasitas vital paksa sebaiknya dilakukan sambil berdiri/duduk alat
dipegang tangan sebelah kanan
2. Penderita disuruh menarik nafas sedalam mungkin, kemudian mouthpiece
diletakkan ke dalam mulut dengan gigi mengelilingi sekitarnya.
3. Kemudian ditiup sekuat dan sekeras mungkin sekuat tenaga mengeluarkan udara
yang berasal dari paru-paru penderita.
4. Pemeriksaan dilakukan 3 kali dan diambil hasil yang reproducible.
5. Pastikan bibir pasien melingkupi sekeliling mouth piece sehingga tidak ada
kebocoran
6. Pemeriksaan paling banyak dilakukan 8 kali dan didapatkan paling sedikit 3 nilai
yang reprodusibel
7. Nilai yang dapat diterima adalah yang memenuhi ketiga kriteria berikut:
Pemeriksaan dilakukan sampai selesai
Waktu ekspirasi minimal 6 detik
Awal uji dilakukan harus cukup baik, ekspirasi paksa tidak ragu-ragu dan
mencapai puncak yang tajam












Tes Fungsi Dasar Paru-paru
a. Obstruktif
Jalan nafas yang menyempit akan mengurangi voulume udara yang dapat
dihembuskan pada satu detik pertama ekspirasi. Amati bahwa FVC hanya dapat
dicapai setelah exhalasi yang panjang. Rasio FEV1/FVC berkurang secara nyata.
15

Ekspirasi diperlama dengan peningkatan perlahan pada kurva, dan plateau tidak
tercapai sampai waktu 15 detik.
Analisa hasil :
Obstructive Lung Disease = tidak dapat menghembuskan udara (FEV1/FVC <
75%)
Semakin rendah rasionya, semakin parah obstruksinya.
FEV1: 60-75% = mild
FEV1: 40-59% = moderate
FEV1: <40% = severe

b. Restriktif
FEV1 dan FVC menurun. Karena jalan nafas tetap terbuka, ekspirasi bisa cepat dan
selesai dlm waktu 2-3 detik. Rasio FEV1/FVC tetap normal atau malah meningkat,
tetapi volume udara yang terhirup dan terhembus lebih kecil dibandingkan normal.
Restrictive Lung Disease = tidak dapat menarik napas
FVC rendah; FEV1/FVC normal atau meningkat
TLC berkurang = sebagai gold standard

Peak Expiratory Flow Rate (PEFR)
adalah pengukuran jumlah aliran udara maksimal yang dapat dicapai saat ekspirasi
paksa dalam waktu tertentu yang dilakukan dengan menggunakan peak flow meter
atau spirometer. Peak flow meter sering digunakan oleh pasien asma untuk mengukur
jumlah udara yang dapat dihembuskan dari paru-paru. Jika saluran nafas menyempit
atau tersumbat karena asma, nilai peak flow akan menurun karena pasien tidak dapat
menghembuskan udara dengan sempurna. Peak flow meter berguna untuk memonitor
pasien asma sepanjang waktu dan dapat untuk menentukan apakah pengobatan asma
berhasil atau tidak. Pengukurannya meliputi :
a. Force Vital Capacity (FVC) adalah volume udara maksimal dikeluarkan dari paru
setelah suatu inspirasi maksimal dalam satuan mililiter (ml). Umumnya dicapai
dalam 3 detik.
b. Forced Expiratory Volume in 1 second (FEV1) adalah volume udara yang dapat
dikeluarkan dalam satu detik pertama dengan sekuat tenaga, yang dimulai dari paru
pada posisi inspirasi maksimal, dalam satuan mililiter per detik (ml/dtk).
Normalnya 3,2 liter.
16

c. Rasio FEV1/FVC adalah perbandingan antara FEV1 dengan FVC, dinyatakan
dalam persen (%). Orang sehat dapat menghembuskan 75-80% atau lebih FVC-nya
dalam satu detik. Rasionya FEV1/FVC = 75-80%.
Pengukuran Normal PEFR
Nilai normal adalah yang berhubungan dengan ketinggian pasien sebagai berikut:
Tinggi (cm) PEFR (L / menit)
120 215
130 260
140 300
150 350
160 400
170 450
180 500
Rumus: PEFR (L / menit) = [Tinggi (cm) - 80] x 5

b. Prosedur Rontgen
1. Gambaran radiografi
a. Dilakukan dalam keadaan tenang dan gelap
b. Diperlukan illuminator dalam membaca hasil
c. Bagian tepi cahaya film seharusnya ditutupi
2. Konsep 3 dimensi
a. Gambaran radiografi merupakan gambaran 2 dimensi
b. Gambaran 3 dimensi dapat diimajinasikan dari gambaran 2 dimensi yang diambil
dengan sudut pandang yang tepat.
3. Pembacaan rutin radiograf
a. Pastikan hasil radiografi dari pasien telah dibaca, kemudian cek tanggal pembuatan
radiografi
b. Pastikan menggunakan 2 standar radiografi
c. Gambaran radiografi diberi tanda sesuai dengan pemeriksaan
d. Posisi pengambilan gambar harus ada, seperti tanda kiri/kanan
4. Setiap bayangan yang muncul harus dievaluasi dan dijelaskan, apakah:
a. Bentukan normal anatomi
b. Pecahan/ serpihan struktur dari superimpos struktur
17

c. Artefak dari kesalah posisi
d. Lesio pathologi
5. Evaluasi Radiografi
a. Menjelaskan adanya kelainan
b. Penentuan lokasi dari kelainan anatomi
c. Membuat temuan kelainan dari tandatanda yang muncul pada hasil Rontgen
d. Membuat diferensial diagnosa dari temuan kelainan dari penyakit yang
memungkinkan
e. Jika dari beberapa kelainan yang ditemukan memiliki kesamaan dengan beberapa
penyakit, maka ambil satu kelainan yang muncul dan khas pada menjelaskan satu
kejadian penyakit
Pemeriksaan rontgen/ radiografi konvensional tanpa persiapan dilakukan untuk
pemeriksaan tulang atau toraks. Maksud pemeriksaan rontgen cara ini adalah pasien
langsung di foto.
Macam macam proyeksi foto toraks :
1. Posisi Ventrodorsal
Posisi pengambilan ini biasanya dilakukan di bagian radilogi. Skapula tidak akan
menutupi daerah paru. Besar jantung dapat diperkirakan dengan lebih mudah.
Tulang rusuk ventral tidak tampak jelas, sedang rusuk di bagian belakang
semuanya menuju ke arah tulang punggung. Pada posisi ini kamera berada di
belakang pasien.
2. Posisi Dorsoventral
Pengambilan foto ini yang paling sering dilakukan pada pasien gawat, misalnya di
ruang rawat darurat atau rawat intensif. Cara mengambil pasien ditidurkan dalam
posisi 450 dan pemotretan dilakukan saat inspirasi.
3. Posisi Lateral
Pengambilan posisi lateral tergantung atas indikasi apakah lateral kiri atau lateral
kanan. Posisi ini dipakai pada pemeriksaan angiografi (untuk melihat kebocoran
septum jantung, aneurisma aorta dan sebagainya).

Syarat gambar toraks normal :
CTR (Cardiac Thoracic Ratio) < 50% perbandingan jarak terjauh jantung dengan
lebar toraks.
18








Jadi CTR: {(A+B)Z} x 100%
Keadaan CTR< 50% hanya berlaku untuk
orang dewasa sedangkan pada neonatus CTR > 66%. Pada laki-laki cardiac
diameter biasanya <155 cm dan pada wanita <145 cm. Pada pembacaan hasil
rontgen sisi kiri pada film merupakan sisi kanan individu dan sebaliknya. Warna
hitam pada gambar menunjukkan udara, lemak tampak berwarna abu-abu, jaringan
lunak dan air muncul sebagai warna abu-abu lebih ringan, dan tulang tampak
berwarna putih.










8. Hal-hal penting yang harus diperhatikan perawat dalam melakukan tindakan
Dalam melakukan Ekspirasi paksa, perawat harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Mengkaji keadaan klien untuk ekspirasi paksa
Perhatikan indikasi, kontra indikasi dan komplikasi
Menghindari hal-hal yang membuat klien sulit bernapas, contoh : pakaian klien yang
ketat.
Duduk tegak atau berdiri sambil melakukan tes.

19

9. Hal-hal penting yang harus dicatat dan dilaporkan (dokumentasi)
Yang perlu dicatat selama melakukan tindakan tersebut adalah:
a. Catat tanggal dan waktu kegiatan pengukuran arus ekspirasi paksa.
b. Catat hasil yang ditunjukkan spirometer terkait jumlah udara yang dihirup maupun
yang mampu dihembuskan klien.
c. Catat perubahan yang terjadi pada struktur tubuh klien sesuai dengan hasil rontgen
apakah normal atau tidak.
d. Observasi subyektif dan obyektif klien
e. Mencatat semua prosedur yang telah diberikan.



20

Daftar Pustaka:
Brooker, C., and Nicol, M. (2003). Nursing Adults: The Practice of Caring. Philadelphia:
Mosby.
Crompton, G. (1980). Diagnosis and Management of Respiratory Disease. Blacwell:
Scientific Publication.
DKKD FIKUI. (2008). Buku Panduan Kerja Laboratorium Dasar Keperawatan. Depok: FEUI
Guyton dan Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Nuracman, Elly. (1999). Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Nusyirwan, Sitti. dkk. (2008). Buku Panduan Kerja Laboratorium Dasar Keperawatan
Fisiologi Manusia. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Fundamental of nursing: concept, process, and practice,
4/E. (Terj. Yasmin Asih, et al). Jakarta: EGC.
.Insufisiensi Pernafasan.http://file.upi.edu.pdf . (Diunduh 12 Okkt 2010).
http://file.upi.edu. Insufisiensi pernafasan. Pdf. (Diunduh pada 12 oktober 2010).

Você também pode gostar