Disusun Oleh : Sterani Vinadia Syarifah Anggun Gemala KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK RS ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2014 Definisi Rinosinusitis adalah suatu kondisi yang merupakan manifestasi dari respon peradangan membran mukosa sinus paranasalis, yang biasanya dihubungkan dengan infeksi yang dapat menyebabkan penebalan mukosa dan akumulasi sekret mukus dalam rongga sinus paranasalis. Definisi klinis yang lain menjelaskan bahwa rinosinusitis (termasuk polip hidung) merupakan inflamasi hidung dan sinus paranasal yang ditandai dengan adanya dua atau lebih gejala, salah satunya termasuk hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/ posterior). Anatomi Sinus Paranasal
Anatomi Sinus Paranasal
Sinus frontal Sinus frontal dipisakan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdraenase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal. Resesus frontal adalah bagian dari sinus etmoid anterior. Anatomi Sinus Paranasal
Sinus maksila Dinding anterior: permukaan fasial os maksila (fosa kanina) Dinding posterior : permukaan infra-temporal maksila Dinding medial : dinding lateral rongga hidung Dinding superior : dasar orbita Dinding inferior : prosesus alveolaris dan palatum Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infindibulum etmoid. Anatomi Sinus Paranasal
Sinus etmoid Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Di bagian terdepan sinus etmoid enterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatsan dengan sinus sfenoid. Anatomi Sinus Paranasal
Sinus sfenoid Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons. Kompleks Ostio-Meatal Di meatus medius, ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit dan dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.
Kompleks Ostio Meatal Kompleks Ostio Meatal
Resesus frontal adalah bagian terdepan sinus etmoid anterior yang sempit, yang berhubungan dengan sinus frontal Dan merupakan tempat drainase dari sinus frontal karena menjadi tempat dari ostuimnya. Kompleks Ostio Meatal
Etmoid anterior merupakan sel etmoid yang berada dipaling depan (anterior). Terletak didepan lempeng yang berhubungan dengan bagian posterior konka media dengan dinding lateral. Kompleks Ostio Meatal
Bula etmoid adalah sel etmoid yang terbesar. Kompleks Ostio Meatal
Infundibulum etmoid adalah tempat penyempitan pada etmoid anterior dan tempat bermuaranya ostium maksila yang terdapat di belakang prosesus unsinatus. Kompleks Ostio Meatal
Prosesus unsinatus adalah tonjolan tulang yang terdapat pada KOM yang berhubungan dengan ostium sinus maksila dan infundibulum etmoid Kompleks Ostio Meatal
Ostium sinus maksila adalah pembukaan ke dalam sinus untuk pertukaran bebas udara dan lendir. Terletak disebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid. Kompleks Ostio Meatal
Meatus medius ialah tempat muara dari sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior. Terletak diantara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Fungsi sinus paranasal Sebagai pengatur kondisi udara Sebagai penahan suhu Membantu keseimbangan kepala Membantu resonansi suara Sebagai peredam perubahan tekanan udara Membantu produksi mucus Etiologi ISPA Rhinitis Polip Deviasi Septum Hipertrofi konka Sumbatan KOM Infeksi tonsil Infeksi gigi Kelainan imunologik Patofisiologi Rinosinusitis infeksi KOM Edem Fisiologi klirens mukosiliar Transudasi drainase Cairan seuros BAKTERI Sekret Purulen Hipoksia dan peningkatan Bakteri polip Mukosa hipertrofi kista Komplikasi Rinosinusitis Sinus paranasalis dibatasi oleh otak dan cavum orbita di lateral, superior dan posterior, sehingga penyebaran infeksi dapat menyebakan komplikasi intrakranial atau orbital yang mengancam jiwa. Komplikasi orbital biasanya disebabkan penyebaran langsung infeksi melalui lamina papiracea dari sinus etmoidalis. Komplikasi Sistemik Toxic shock syndrome Sepsis
Klasifikasi Rhinosinusitis Waktu Akut : 4 minggu Sub akut :4 minggu-3 bulan Kronik : >3 bulan Penyebab Rhinogenik Ondogenik Gejala rinosinusitis Hidung tersumbat Nyeri/ rasa tertekan pada wajah Ingus purulen Demam dan lesu Sakit kepala Hiposmia atau anosmia Batuk/ sesak pada anak
Gejala Kronik Sakit kepala kronik Batuk kronik Gangguan tenggorok Gangguan telinga Bronkhitis/ bronkiektasis
2 atau lebih gejala Hidung tersumbat, obstruksi, kongesti atau pilek. Temuan nasoendoskopi: polip, sekret mukopurulen dari meatus medius dan atau obstruksi mukosa meatus medius. Dan atau gambaran tomografi komputer perubahan mukosa dikompleks osteomeatal dan atau sinus. Diagnosis Anamnesis Sesuai gejala Berapa lama Posisi Pemeriksaan fisik Inspeksi Palpasi Nyeri tekan lokasi sinus Rhinoskopi Anterior Posterior Gejala kurang ataulebih dari 12 minggu, onset yang tiba-tiba. Rinoskopi Anterior Pemeriksaan Penunjang Radiologi Posisi rutin yang dipakai ialah posisi Waters, P.A, dan lateral. Posisi Waters terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi posterior anterior untuk menilai sinus frontal dan posisi lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid. Pada Eppos tidak direkomendasikan foto polos sinus paranasal.
Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus paranasal adalah pemeriksaan CT- scan. Pemeriksaan Penunjang Sinuskopi Pemeriksaan ke dalam sinus maksila menggunakan endoskop. Endoskop dimasukkan melalui lubang yang dibuat di meatus inferior atau di fossa kanina. Dengan sinuskopi dapat dilihat keadaan di dalam sinus, apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor atau kista, bagaimana keadaan mukosa dan apakah ostiumnya terbuka.
Terapi Prinsip pengobatan sinusitis adalah dengan membuka sumbatan KOM sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih kembali secara alami. Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus. Amoksisilin atau jenis sefalosporin generasi ke 2 10-14 hari Terapi lain yang dapat diberikan adalah analgetik, mukolitik, steroid, pencuci rongga hidung dengan NaCl
Ia. bukti metaanalisis studi kontrol randomisasi Ib. Dari 1 studi kontrol random IIa. 1 studi kontrol non random Iib. 1 jenis studi quasi eksperimental/ lain III. Dari studi deskriptif non eksperimental IV. Bukti dari laporan ahli, pendapat atau pengalaman klinisdari penulis yang dihormati atau keduanya.
A. Berdasarkan kategori I B. Berdasarkan kategori II atau rekomendasi kategori I C. Berdasarkan kategori III atau rekomendasi kategori I atau II D. Berdasarkan kategori IV atau rekomendasi kategori I, II dan III Tindakan Operatif Bedah sinusitis endoskopi fungsional (BSEF/ FESS) Indikasi Sinusitis kronik yang tidak membaik dengan terapi yang adekuat Sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang ireversibel. Polip ekstensif atau adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur. Daftar Pustaka Wytske fokkens dkk, European Position Paper On Rhinosinusitis and Nasal Polyps, 2007. Arsyad Soepardi, Efiaty; Nurbaiti Iskandar, Jenny Bashiruddin, Ratna Dwi Resuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher; Edisi keenam. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007. Adam,Boies, Higler, Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6, EGC, Jakarta,1997 Guyton,AC, Hall,JE, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 1997, editor: irawati setiawan, ed. 9, 1997, Jakarta: EGC http://anekartikelkesehatan.blogspot.com/2011/05/diagnosis-dan- penatalaksanaan.html