Você está na página 1de 22

Tinjauan

Kebijakan
Ekonomi, Moneter, dan Keuangan
Moneter
Jln. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350 - Indonesia
w w w. b i . g o . i d
September 2014

|1


STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 11 September 2014
memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga
Lending Facility (LF) dan suku bunga Deposit Facility (DF) masing-masing tetap
pada level 7,50% dan 5,75%. Kebijakan tersebut konsisten dengan upaya untuk
mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,51% pada 2014 dan 41% pada 2015, serta
menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Bank Indonesia menilai
proses penyesuaian struktur perekonomian ke arah yang lebih seimbang masih terus
berlangsung dengan ditopang stabilitas makro ekonomi yang tetap terjaga. Ke depan,
masih terdapat sejumlah risiko dari eksternal dan domestik yang perlu diwaspadai yang
dapat mengganggu stabilitas ekonomi makro dan stabilitas sistem keuangan. Untuk itu,
Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial
serta kebijakan untuk memperkuat struktur perekonomian domestik. Bank Indonesia juga
akan meningkatkan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi
dan defisit transaksi berjalan agar proses penyesuaian ekonomi dapat berjalan baik dengan
tetap menjaga pertumbuhan ekonomi yang sustainable ke depan.
Di sisi global, asesmen Bank Indonesia menunjukkan bahwa perekonomian dunia
terus mengalami pemulihan. Perekonomian Amerika Serikat (AS) terus tumbuh
didukung oleh kegiatan produksi manufaktur dan konsumsi yang dalam tren meningkat,
walaupun secara struktural masih lemah termasuk tingkat partisipasi tenaga kerja dan
produktivitas yang masih menurun. Sehubungan dengan itu, normalisasi kebijakan moneter
the Fed diperkirakan akan berlangsung secara gradual, meskipun terdapat kemungkinan
kenaikan Fed Fund Rate dapat terjadi pada triwulan II atau III tahun 2015. Di sisi lain,
perekonomian Eropa menunjukkan perlambatan, tercermin dari permintaan domestik yang
masih relatif lemah dan menurunnya ekspor akibat ketegangan geopolitik Ukraina-Rusia.
Penurunan suku bunga dan stimulus kebijakan moneter oleh European Central Bank (ECB)
diperkirakan akan membantu perbaikan ekonomi di Uni Eropa dan menambah ekses
likuiditas di pasar keuangan global. Di negara berkembang, pertumbuhan ekonomi
diprakirakan masih relatif terbatas sehingga mendorong berlanjutnya penurunan harga
komoditas. Di tengah pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang relatif stabil, perekonomian
India menunjukkan perbaikan sementara sejumlah bank sentral di Asia Tenggara
menaikkan suku bunga kebijakan untuk pengendalian inflasi di negaranya. Ke depan, Bank
Indonesia terus mewaspadai sejumlah risiko global dan regional ini agar tidak mengganggu
stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Di sisi domestik, pertumbuhan ekonomi masih mengalami moderasi. Meskipun
masih tumbuh cukup tinggi, konsumsi rumah tangga berada dalam tren melambat.
Pelemahan ini terindikasi, antara lain, dari penurunan indeks penjualan eceran dan
penjualan kendaraan bermotor. Di sisi lain, konsumsi pemerintah diperkirakan membaik
pada triwulan III dan IV ini sejalan dengan pola serapan anggaran, meskipun dengan
tingkat yang cenderung lebih rendah terkait penghematan anggaran. Kinerja investasi juga
diperkirakan mulai membaik, meskipun masih terbatas. Kondisi tersebut, antara lain
dipengaruhi oleh masih terbatasnya perbaikan ekspor seiring dengan masih lemahnya
TINJ AUAN KEBIJ AKAN MONETER
1

|2
pertumbuhan negara-negara emerging markets (EM). Sejalan dengan moderasi permintaan
domestik, impor juga masih menurun. Secara keseluruhan tahun 2014, pertumbuhan
diperkirakan masih sesuai dengan prakiraan sebelumnya dalam kisaran 5,1%-5,5% dengan
kecenderungan menuju batas bawah.
Neraca perdagangan mencatat surplus terutama berasal dari besarnya surplus
neraca nonmigas. Neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2014 tercatat surplus 0,13
miliar dolar AS setelah pada bulan sebelumnya mengalami defisit sebesar 0,29 miliar dolar
AS. Kinerja neraca perdagangan tersebut didorong oleh membaiknya surplus neraca
perdagangan nonmigas yang meningkat menjadi 1,73 miliar dolar AS dan melampaui
defisit neraca perdagangan migas sebesar 1,60 miliar dolar AS. Ke depan, kinerja neraca
perdagangan nonmigas diperkirakan akan didukung oleh peningkatan aktivitas ekspor
seiring dengan perbaikan ekonomi global dan mulai kembalinya ekspor mineral, meskipun
defisit neraca migas diperkirakan masih berlanjut. Sementara itu, dari neraca finansial,
aliran masuk modal asing tetap besar didorong oleh persepsi positif terhadap prospek
ekonomi domestik yang semakin sehat. Hingga Agustus 2014, aliran masuk portofolio
asing ke pasar keuangan Indonesia telah mencapai 14,4 miliar dolar AS. Dengan
perkembangan tersebut, cadangan devisa Indonesia pada akhir Agustus 2014 meningkat
menjadi 111,2 miliar dolar AS, setara 6,5 bulan impor atau 6,3 bulan impor dan
pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan
internasional sekitar 3 bulan impor.
Rupiah melemah terbatas dengan volatilitas yang terjaga. Rupiah secara rata-rata
melemah 0,24% (mtm) dari bulan sebelumnya menjadi Rp11.710 per dolar AS. Secara
point to point (ptp), rupiah terdepresiasi sebesar 1,03% dan ditutup pada level Rp11.698
per dolar AS. Pelemahan rupiah tersebut dipengaruhi oleh faktor sentimen, baik yang
bersumber dari eksternal maupun domestik. Faktor eskternal terkait dengan dinamika
geopolitik, perkembangan ekonomi Tiongkok serta terkait dengan kemungkinan
normalisasi kebijakan The Fed yang lebih cepat dari perkiraan semula. Sementara itu, faktor
sentimen domestik terkait dengan perilaku investor yang menunggu rencana kebijakan
pemerintah ke depan, termasuk kebijakan terkait dengan subsidi energi. Ke depan, Bank
Indonesia akan terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai
fundamentalnya.
Inflasi pada Agustus 2014 menurun seiring dengan meredanya tekanan harga
paska Idul fitri. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan Agustus mencatat inflasi
sebesar 0,47% (mtm) atau 3,99% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan inflasi pada
bulan sebelumnya sebesar 0,93% (mtm) atau 4,53% (yoy). Penurunan inflasi tersebut
ditopang oleh menurunnya inflasi volatile food dan adminsitered prices, serta terkendalinya
inflasi inti. Inflasi inti masih terkendali dan sedikit menurun mencapai 4,47% (yoy), sejalan
dengan terjaganya ekspektasi inflasi. Bank Indonesia menilai inflasi sampai dengan Agustus
2014 masih sejalan dengan pencapaian sasaran inflasi 4,51% pada 2014 dan 4,01%
pada 2015. Ke depan, Bank Indonesia tetap mewaspadai berbagai risiko yang dapat
mengganggu pencapaian sasaran inflasi, khususnya yang bersumber dari kemungkinan
kenaikan administered prices, dan akan memperkuat langkah-langkah koordinasi
pengendalian inflasi.
Stabilitas sistem keuangan masih solid ditopang oleh ketahanan sistem perbankan
dan relatif terjaganya kinerja pasar keuangan. Ketahanan industri perbankan tetap
kuat dengan risiko kredit, likuiditas dan pasar yang cukup terjaga, serta dukungan modal
yang kuat. Pada Juli 2014, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih
tinggi sebesar 19,18%, jauh di atas ketentuan minimum 8%, sedangkan rasio kredit

|3
bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah dan stabil di kisaran 2,00%.
Sementara itu, pertumbuhan kredit kepada sektor swasta melambat menjadi 15,0% (yoy)
dari bulan sebelumnya sebesar 16,6% (yoy), sejalan dengan proses penyesuaian dalam
perekonomian. Kondisi likuiditas baik dalam perekonomian maupun perbankan relatif
terjaga. Hal itu tercermin pada pertumbuhan M2 dan Dana Pihak Ketiga (DPK), yang
masing-masing mencapai 11,0 % (yoy) dan 10,4% (yoy) pada Juli 2014, serta menurunnya
suku bunga pasar uang akibat masuknya uang kartal ke sistem perbankan. Ke depan,
kondisi likuiditas perbankan diprakirakan akan tetap memadai seiring dengan mulai
ekspansinya keuangan pemerintah dalam paruh kedua tahun 2014. Sementara itu,
perbaikan kinerja pasar modal pada Agustus 2014 juga membaik, tercermin pada IHSG
yang berada dalam tren meningkat. Bank Indonesia terus mencermati risiko yang
bersumber dari peningkatan utang luar negeri korporasi.



|4
PERKEMBANGAN EKONOMI DAN
KEBIJAKAN MONETER

Pertumbuhan Ekonomi Global

Perekonomian dunia terus mengalami pemulihan. Perekonomian AS terus tumbuh
didukung oleh kegiatan produksi manufaktur dan konsumsi yang berada dalam tren
meningkat, walaupun secara struktural masih lemah termasuk tingkat partisipasi tenaga
kerja dan produktivitas yang masih menurun. Di sisi lain, perekonomian Eropa
menunjukkan perlambatan tercermin dari permintaan domestik yang masih relatif lemah
dan menurunnya ekspor akibat ketegangan geopolitik Ukraina-Rusia. Namun, penurunan
suku bunga dan stimulus kebijakan moneter oleh European Central Bank (ECB)
diperkirakan akan membantu perbaikan ekonomi di Uni Eropa dan menambah ekses
likuiditas di pasar keuangan global. Di negara berkembang, pertumbuhan ekonomi
diprakirakan masih relatif terbatas sehingga mendorong berlanjutnya penurunan harga
komoditas. Di tengah pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang relatif stabil, perekonomian
India menunjukkan perbaikan sementara sejumlah bank sentral di Asia Tenggara
menaikkan suku bunga kebijakan untuk pengendalian inflasi di negaranya.
Pemulihan ekonomi global yang berlanjut telah meningkatkan kinerja
perdagangan dunia, meskipun harga komoditas internasional masih terus
menurun. Volume perdagangan dunia masih menunjukkan tren yang membaik
dibandingkan dengan tahun 2013, meskipun tidak setinggi yang diharapkan. Sebaliknya,
perkembangan harga komoditas internasional, masih lemah. Harga minyak cenderung
menurun seiring dengan adanya tambahan pasokan dari Saudi Arabia serta peningkatan
produksi minyak di Libya. Harga komoditas nonmigas juga masih tumbuh negatif terutama
disebabkan oleh penurunan harga komoditas CPO. Di samping karena perlambatan
permintaan di India, penurunan harga CPO juga disebabkan, antara lain, oleh melimpahnya
pasokan CPO akibat mundurnya El Nino dan turunnya harga kedelai (substitusi CPO) akibat
melimpahnya produksi kedelai di AS.
Ke depan, risiko global yang berasal dari negara maju dan berkembang masih
perlu terus diwaspadai. Risiko dari negara maju antara lain terkait proses normalisasi
kebijakan moneter the Fed yang diperkirakan akan berlangsung secara gradual, meskipun
terdapat kemungkinan kenaikan Fed Fund Rate dapat terjadi pada triwulan II atau III tahun
2015. Risiko dari negara berkembang terkait downward risk pertumbuhan ekonomi
Tiongkok dan penurunan harga komoditas.

Pertumbuhan Ekonomi Domestik

Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2014 diprakirakan masih mengalami moderasi.
Meskipun masih tumbuh cukup tinggi, konsumsi rumah tangga berada dalam tren
melambat. Pelemahan ini terindikasi, antara lain, dari penurunan indeks penjualan eceran
dan penjualan kendaraan bermotor. Di sisi lain, konsumsi pemerintah diperkirakan
membaik pada triwulan III dan IV ini sejalan dengan pola serapan anggaran, meskipun
dengan tingkat yang cenderung lebih rendah terkait penghematan anggaran. Kinerja
2
Perekonomian dunia
terus mengalami
pemulihan. Ekonomi AS
terus tumbuh,
sementara Eropa
melambat
Pertumbuhan ekonomi
triwulan III 2014
diprakirakan masih
mengalami moderasi

|5
investasi juga diperkirakan mulai membaik, meskipun masih terbatas. Kondisi tersebut,
antara lain dipengaruhi oleh masih terbatasnya perbaikan ekspor seiring dengan masih
lemahnya pertumbuhan negara-negara emerging markets (EM). Sejalan dengan moderasi
permintaan domestik, impor juga masih menurun. Secara keseluruhan tahun 2014,
pertumbuhan diperkirakan masih sesuai dengan prakiraan sebelumnya dalam kisaran
5,1%-5,5% dengan kecenderungan menuju batas bawah.
Konsumsi rumah tangga triwulan III 2014 diprakirakan tumbuh melambat seiring
dengan berakhirnya konsumsi terkait aktivitas Pemilu. Pertumbuhan beberapa
indikator penjualan eceran mengonfirmasi perlambatan konsumsi rumah tangga tersebut.
Rata-rata indeks penjualan eceran Bank Indonesia menurun pada Juli 2014 dan
diprakirakan berlanjut hingga Agustus 2014. Penurunan penjualan terjadi di hampir semua
kelompok konsumsi barang, antara lain makanan, minuman, alat rumah tangga, dan
lainnya termasuk pakaian (Grafik 2.1). Penjualan mobil dan motor juga menurun pada Juli
2014, disebabkan hari kerja yang lebih pendek pada periode hari raya (Grafik 2.2). Selain
itu, perlambatan konsumsi rumah tangga juga terindikasi dari penurunan impor barang
konsumsi pada Juli 2014.

Grafik 2.1. Indeks Penjualan Eceran Grafik 2.2. Indeks Penjualan
Kendaraan Bermotor

Di tengah konsumsi rumah tangga yang melambat, konsumsi pemerintah
diprakirakan meningkat pada triwulan III 2014. Sesuai dengan pola serapan anggaran,
konsumsi pemerintah diprakirakan meningkat pada triwulan III 2014. Belanja pegawai dan
belanja barang tumbuh positif, masing-masing 23,6% (yoy) dan 4,1% (yoy) pada bulan Juli
2014.
Investasi diprakirakan membaik terutama didorong oleh kinerja investasi
nonbangunan. Investasi nonbangunan (Pembentukan Modal Tetap Domestik
Bruto/PMTDB: nonbangunan) diprakirakan tumbuh terbatas dipengaruhi kinerja ekspor
yang tertahan seiring masih lemahnya pertumbuhan negara-negara emerging markets.
Terbatasnya pertumbuhan investasi nonbangunan terindikasi dari penurunan impor barang
modal pada Juli 2014 dan terbatasnya penjualan alat berat (Grafik 2.3). Sementara itu,
investasi bangunan diprakirakan masih tumbuh lambat, tercermin pada penjualan semen
dan impor bahan bangunan yang turun pada Juli 2014 (Grafik 2.4). Dari sisi pembiayaan,
dukungan pendanaan investasi juga masih terbatas. Penyaluran kredit investasi riil
melambat pada Juli 2014, sementara belanja modal pemerintah masih rendah.
Konsumsi rumah tangga
triwulan III 2014
diprakirakan tumbuh
melambat, sementara
konsumsi pemerintah
meningkat
Investasi diprakirakan
membaik didorong
oleh kinerja investasi
nonbangunan

|6

Grafik 2.3. Impor Barang Modal Grafik 2.4. Indikator Investasi Bangunan
Pada sisi eksternal, ekspor diprakirakan tumbuh terbatas seiring lemahnya
permintaan dari negara emerging markets (EM). Word Trade Volume (WTV) negara
EM berada dalam tren menurun dan diperkirakan masih berlanjut seiring dengan asumsi
Produk Domestik Bruto (PDB) negara EM yang lebih rendah. Penurunan permintaan dari
negara EM tersebut mendorong ekspor tumbuh terbatas. Kondisi ini tercermin dari
indikator new export orders pada Purchasing Managers' Index (PMI) HSBC yang turun pada
bulan Agustus 2014 (Grafik 2.5).
Sejalan dengan moderasi permintaan domestik, impor diprakirakan masih turun.
Pada Juli 2014, impor riil nonmigas turun 29,3% (yoy) lebih besar dibandingkan bulan
sebelumnya yang turun sebesar 1,2% (yoy). Penurunan impor riil nonmigas terjadi di semua
kelompok barang (Grafik 2.6). Impor bahan baku turun sebagai respons dari aktivitas
produksi domestik yang berkurang, antara lain dalam bentuk makanan olahan untuk
industri, bahan baku untuk industri, serta suku cadang kendaraan bermotor dan mesin.
Sementara itu, impor barang modal turun cukup signifikan pada Juli 2014, setelah sempat
menunjukkan tren perbaikan. Penurunan impor barang modal terjadi pada impor pesawat
telekomunikasi, mesin pengolah data otomatis, dan kendaraan penumpang untuk industri.
Dari sisi impor barang konsumsi, penurunan disebabkan oleh berkurangnya impor
makanan, barang tahan lama, dan kendaraan bermotor.

Grafik 2.5. PMI HSBC: New Export Orders Grafik 2.6. Impor Nonmigas Riil
Sejalan dengan moderasi ekonomi di triwulan III 2014, kinerja beberapa sektor
ekonomi diprakirakan tumbuh melambat. Konsumsi rumah tangga yang melambat
serta pertumbuhan ekspor yang terbatas mendorong perlambatan sektor industri
manufaktur dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR). Sektor pengangkutan dan
komunikasi diprakirakan sedikit melambat disebabkan oleh moderasi subsektor komunikasi
seiring berakhirnya aktivitas terkait pemilu, meskipun masih tumbuh tinggi. Sektor
Ekspor diprakirakan
tumbuh terbatas seiring
lemahnya permintaan
dari negara emerging
markets (EM)

|7
pertanian juga diprakirakan tumbuh lambat dengan berakhirnya musim panen dan
kemungkinan dampak El-Nino. Sementara itu, sektor bangunan dan sektor keuangan,
persewaan dan jasa diprakirakan tumbuh stabil didukung oleh sentimen positif setelah
pemilihan presiden. Di sisi lain, sektor pertambangan diprakirakan meningkat seiring ekspor
mineral yang mulai terealisasi serta mulai berproduksinya Blok Cepu.

Neraca Pembayaran Indonesia

Neraca perdagangan mencatat surplus terutama berasal dari besarnya surplus
neraca nonmigas. Neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2014 tercatat surplus 0,13
miliar dolar AS setelah pada bulan sebelumnya mengalami defisit sebesar 0,29 miliar dolar
AS (Grafik 2.7). Kinerja neraca perdagangan tersebut didorong oleh surplus neraca
perdagangan nonmigas yang meningkat dan melampaui defisit neraca perdagangan migas
yang melebar dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Surplus neraca perdagangan nonmigas pada Juli 2014 tercatat sebesar 1,73 miliar
dolar AS, atau lebih besar dibandingkan dengan surplus pada Juni 2014 sebesar
0,31 miliar dolar AS. Peningkatan surplus tersebut dipengaruhi oleh lebih besarnya
penurunan impor nonmigas dibandingkan dengan penurunan ekspor nonmigas. Impor
nonmigas pada bulan laporan menurun 2,40 miliar dolar AS atau 19,55% (mtm) menjadi
9,90 miliar dolar AS, sedangkan ekspor nonmigas turun sebesar 0,99 miliar dolar AS atau
7,86% (mtm) menjadi 11,63 miliar dolar AS. Penurunan impor nonmigas yang sejalan
dengan moderasi permintaan domestik tersebut terjadi pada 10 golongan barang utama,
dengan penurunan terbesar terjadi pada golongan mesin dan peralatan mekanik.
Sementara itu, meskipun secara keseluruhan ekspor nonmigas mencatat penurunan,
ekspor batubara, minyak nabati, dan beberapa produk manufaktur seperti pakaian dan
barang-barang rajutan, serta bahan kimia organik mengalami peningkatan.
Di sisi neraca migas, melebarnya defisit neraca perdagangan migas, terutama
didorong oleh meningkatnya impor migas. Defisit neraca perdagangan migas pada Juli
2014 naik menjadi 1,60 miliar dolar AS dari 0,60 miliar dolar AS pada bulan Juni 2014.
Meningkatnya defisit tersebut disebabkan oleh kenaikan impor migas sebesar 0,76 miliar
dolar AS atau 22,44% (mtm), di saat ekspor migas menurun 0,24 miliar dolar AS atau
terkontraksi 8,59% (mtm).
Ke depan, kinerja neraca perdagangan nonmigas akan didukung oleh peningkatan
aktivitas ekspor seiring dengan perbaikan ekonomi global dan mulai kembalinya ekspor
mineral, meskipun defisit neraca migas diperkirakan masih berlanjut.
Sementara itu, dari neraca finansial, aliran masuk modal asing tetap besar
didorong oleh persepsi positif terhadap prospek ekonomi domestik yang semakin
sehat. Sejak awal tahun hingga Agustus 2014, aliran masuk portofolio asing ke pasar
keuangan Indonesia telah mencapai 14,40 miliar dolar AS. Akumulasi kepemilikan asing
tersebut terjadi di semua instrumen keuangan rupiah, baik Surat Utang Negara (SUN),
saham, maupun Sertifikat Bank Indonesia (SBI) (Grafik 2.8). Pada bulan laporan, investor
asing masih mencatat total net beli (SBI, SUN, saham) sebesar 1,17 miliar dolar AS
melanjutkan net beli 1,70 miliar dolar AS pada Juli 2014. Pembelian tersebut terutama
dilakukan asing pada instrumen SUN.

Neraca perdagangan
mencatat surplus
terutama berasal dari
surplus nonmigas

|8

Grafik 2.7. Neraca Perdagangan
Indonesia
Grafik 2.8. Aliran Dana Nonresiden
pada Aset Rupiah

Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa Indonesia pada akhir Agustus
2014 meningkat menjadi 111,22 miliar dolar AS. Peningkatan jumlah cadangan devisa
tersebut terutama berasal dari penerimaan devisa hasil ekspor migas Pemerintah yang
melampaui pengeluaran untuk pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Dengan posisi
tersebut, cadangan devisa dapat membiayai 6,5 bulan impor atau 6,3 bulan impor dan
pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan
internasional sekitar 3 bulan impor.

Nilai Tukar Rupiah

Rupiah melemah terbatas dengan volatilitas yang terjaga. Rupiah secara rata-rata
melemah 0,24% (mtm) dari bulan sebelumnya menjadi Rp11.710 per dolar AS. Secara
point to point (ptp), rupiah terdepresiasi sebesar 1,03% dan ditutup pada level Rp11.698
per dolar AS (Grafik 2.9). Pelemahan rupiah tersebut disertai dengan volatilitas yang lebih
rendah.


Grafik 2.9. Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Grafik 2.10. CDS Indo 5Y & VIX Index
Pelemahan rupiah tersebut dipengaruhi oleh faktor sentimen, baik yang
bersumber dari eksternal maupun domestik. Faktor eskternal terkait dengan dinamika
geopolitik, perkembangan ekonomi Tiongkok serta terkait dengan kemungkinan
normalisasi kebijakan The Fed yang lebih cepat dari perkiraan semula. Sementara itu, faktor
sentimen domestik terkait dengan perilaku investor yang menunggu rencana kebijakan
pemerintah ke depan, termasuk kebijakan terkait dengan subsidi energi.
Rp/USD Harian
Rata2 Bulanan
Rata2 triwulanan
Rupiah melemah
terbatas dipengaruhi
oleh faktor eksternal
maupun domestik

|9
Tekanan dari eksternal tercermin dari meningkatnya index volatilitas the Chicago
Board Options Exchange Market Volatility Index (VIX) terutama pada awal bulan
(Grafik 2.10). Meningkatnya ketegangan di perbatasan Ukraina-Rusia dipicu oleh restriksi
impor produk pertanian, raw material dan bahan makanan oleh Rusia dari negara-negara
yang menerapkan sanksi ekonomi terhadapnya. Restriksi juga berlaku bagi negara-negara
yang mendukung kebijakan sanksi terhadap Rusia. Sementara ketegangan di Irak
meningkat setelah AS mengijinkan serangan udara terhadap kelompok militan. Dari AS,
kebijakan Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC) The Fed
pada tanggal 29 dan 30 Juli lalu dinilai lebih hawkish oleh pelaku pasar sejalan dengan
perbaikan di sektor tenaga kerja dan inflasi yang dianggap semakin mendekati target
jangka panjangnya. Hal itu meningkatkan kemungkinan normalisasi kebijakan akan
dilakukan lebih awal dari yang diantisipasi sebelumnya.
Namun, tekanan pelemahan berkurang mulai tengah bulan antara lain menyusul
membaiknya sentimen eksternal. Perbaikan sentimen eksternal dipicu oleh menguatnya
perkiraan bahwa beberapa bank sentral utama dunia akan melanjutkan kebijakan
akomodatif guna memacu perekonomian. Perkembangan beberapa data global terkini
yang lebih mild dari perkiraan telah menumbuhkan ekspektasi bahwa bank sentral seperti
European Central Bank (ECB), Bank of England (BOE), dan Bank of Japan (BOJ) masih akan
melanjutkan kebijakan akomodatif.
Ke depan, Bank Indonesia akan terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai
dengan nilai fundamentalnya. Sejumlah faktor dari perkembangan ekonomi global dan
dinamika domestik perlu terus dicermati. Dari eksternal, perkembangan di wilayah konflik
seperti Ukraina-Rusia dan Timur Tengah berpotensi menimbulkan risk-on risk-off di pasar
keuangan global dan mempengaruhi aliran dana nonresiden ke dalam negeri. Selain itu,
perlu juga dicermati realisasi dari rencana normalisasi kebijakan The Fed. Sementara dari
internal, kebijakan terkait dengan subsidi energi merupakan faktor domestik yang dapat
memengaruhi pergerakan rupiah.

Inflasi

Inflasi pada Agustus 2014 menurun seiring meredanya tekanan harga paska Idul
Fitri. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan Agustus mencatat inflasi sebesar 0,47%
(mtm) atau 3,99% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan inflasi pada bulan sebelumnya
sebesar 0,93% (mtm) atau 4,53% (yoy) (Grafik 2.11). Secara tahunan, inflasi IHK masih
melanjutkan tren penurunan yang terjadi sejak awal tahun 2014. Penurunan inflasi tersebut
ditopang oleh inflasi inti yang terkendali dan menurunnya inflasi volatile food serta
adminsitered prices. Meskipun sesuai pola penurunan inflasi paska Idul Fitri, namun koreksi
harga pada beberapa komoditas penting relatif terbatas sehingga inflasi IHK yang terjadi
lebih tinggi dari historis tiga tahun terakhir.

Inflasi pada Agustus
2014 menurun paska
Idul Fitri. Secara
tahunan, inflasi masih
melanjutkan tren
penurunan

|10

Grafik 2.11. Disagregasi Inflasi Agustus 2014

Koreksi harga bahan makanan mendorong turunnya inflasi volatile food,
meskipun tertahan oleh kenaikan harga beberapa komoditas. Inflasi volatile food
turun menjadi 0,33% (mtm) atau 1,06% (yoy) dari 2% (mtm) atau 2,63% (yoy) pada
bulan sebelumnya (Grafik 2.12). Koreksi harga bahan pangan terutama disumbang oleh
deflasi pada bawang merah, tomat dan telur ayam, yang didukung oleh melimpahnya
pasokan (Tabel 2.1). Namun, koreksi harga pada kelompok volatile food lebih rendah
dibandingkan dengan pola koreksi paska Idul Fitri pada tiga tahun terakhir yang mencatat
deflasi, yakni rata-rata sebesar -1,59% (mtm). Tertahannya koreksi harga bahan makanan
tersebut disebabkan oleh masih berlangsungnya kenaikan harga pada beberapa komoditas
seperti ikan segar, beras, daging ayam dan cabe. Inflasi pada ikan segar selain disebabkan
oleh kebijakan pengendalian solar bagi nelayan, juga disebabkan oleh buruknya cuaca di
berbagai daerah, seperti di Jawa, Bali, Sumatera bagian utara dan Sulawesi. Sementara itu,
koreksi harga daging ayam yang terbatas dipengaruhi oleh kebijakan Pemerintah yang
secara ketat mengendalikan pasokan day old chicks (DOC) agar harga ayam di tingkat
peternak relatif stabil. Selain itu, tekanan harga beras pada Agustus kembali meningkat
seiring masuknya masa tanam. Meski demikian, peningkatan ini masih tergolong cukup
moderat dibanding historisnya.


Tabel 2.1. Penyumbang Inflasi/Deflasi
Kelompok Volatile Food
Grafik 2.12. Pola Inflasi/Deflasi
Volatile Food


Sementara itu, koreksi tarif angkutan mendorong turunnya inflasi kelompok
administered prices. Inflasi kelompok ini turun menjadi 0,63% (mtm) atau 5,49% (yoy)
dari 1,32% (mtm) atau 6,18% (yoy) pada bulan sebelumnya (Grafik 2.13). Penurunan
inflasi tersebut didukung oleh koreksi pada tarif angkutan antarkota yang mencatatkan
deflasi sebesar 4,20% (mtm) seiring kembali normalnya tarif paska Idul Fitri. Mengingat
No. VolatileFood %,mtm
Kontribusi
(%,mtm)
1 Ikansegar 1.34 0.04
2 Dg.ayamras 1.86 0.02
3 Beras 0.61 0.02
4 Cabaimerah 2.36 0.01
4 Cabairawit 4.65 0.01
1 Bawangmerah 6.49 0.03
2 Tomatsayur 4.20 0.02
3 Telurayam 10.65 0.01
Inflasi
Deflasi
Koreksi harga
bahan makanan
mendorong
turunnya inflasi
volatile food
Koreksi tarif angkutan
mendorong turunnya
inflasi kelompok
administered prices

|11
kenaikan tarif angkutan antarkota pada tahun ini tidak setinggi historisnya, maka
koreksinya pun tidak sedalam biasanya. Di sisi lain, koreksi yang lebih dalam dari kelompok
ini tertahan oleh kenaikan tarif listrik akibat penyesuaian pada beberapa kelompok Rumah
Tangga yang berlaku per 1 Juli 2014 (Tabel 2.2).


Tabel 2.2. Penyumbang Inflasi
Kelompok Administered Prices

Grafik 2.13. Inflasi Administered Prices


Di sisi lain, inflasi inti tetap terkendali sejalan dengan minimalnya tekanan dari
eksternal dan domestik, serta terjaganya ekspektasi inflasi. Inflasi inti tercatat turun
menjadi 0,46% (mtm) atau 4,47% (yoy) dari 0,52% (mtm) atau 4,64% (yoy) pada bulan
sebelumnya. Dari eksternal, tekanan inflasi minimal seiring dengan relatif stabilnya nilai
tukar dan masih menurunnya harga global. Tekanan eksternal yang minim tersebut
tercermin pada inflasi inti traded yang melambat dari bulan sebelumnya (Grafik 2.14). Dari
sisi domestik, tekanan dari permintaan cenderung moderat sejalan dengan melambatnya
aktivitas perekonomian. Permintaan yang moderat juga terindikasi dari pertumbuhan
penjualan riil serta konsumsi rumah tangga yang cenderung melambat. Namun, terdapat
sedikit tekanan dari sektor jasa tercermin dari realisasi inflasi inti nontraded yang meningkat
(Grafik 2.15). Jika dilihat lebih lanjut, sumber peningkatan terutama berasal dari sektor jasa
pendidikan dan perumahan (Grafik 2.16).

Grafik 2.14. Inflasi Core Traded dan
Faktor Eksternal
Grafik 2.15. Inflasi Inti Nontraded

Pada sisi lain, ekspektasi inflasi tetap terjaga sehingga mendukung terkendalinya
inflasi inti. Meskipun demikian, ekspektasi inflasi terindikasi sedikit meningkat dalam
jangka pendek akibat kekhawatiran penurunan subsidi energi dan peningkatan permintaan
musiman. Di pasar barang, ekspektasi inflasi konsumen menunjukkan sedikit peningkatan
setelah terkoreksi paska Idul Fitri yang didorong oleh kekhawatiran responden terhadap
penurunan subsidi Pemerintah terkait BBM dan tarif tenaga listrik (TTL) (Grafik 2.17). Selain
No. AdministeredPrices %,mtm
Kontribusi
(%,mtm)
1 Tariflistrik 4.17 0.12
2 Angkutanudara 1.91 0.01
3 Rokokkretekfilter 0.54 0.01
4 Rokokkretek 0.67 0.01
1 Angkutanantarkota 4.20 0.03
Inflasi
Deflasi
Inflasi inti tetap
terkendali sejalan dengan
minimalnya tekanan dari
eksternal dan domestik,
serta terjaganya
ekspektasi inflasi

|12
itu, ekspektasi harga dari sisi pedagang untuk 6 bulan yang akan datang juga sedikit
meningkat didorong oleh kenaikan permintaan musiman terkait libur hari natal dan tahun
baru. Sementara itu, penurunan ekspektasi inflasi terkait kembali normalnya permintaan
paska Idul Fitri tercermin pada ekspektasi inflasi pedagang 3 bulan yang akan datang
dimana masih menunjukkan tren penurunan. Hasil survei Consensus Forecast (CF) pada
bulan Juli juga menunjukkan penurunan menjadi 6,1% (average yoy) dari 6,20% (average
yoy) pada survei bulan Juni 2014.


Grafik 2.16. Inflasi Sektor Jasa Grafik 2.17. Ekspektasi Harga Konsumen

Secara spasial, tekanan inflasi di berbagai daerah pada Agustus 2014 mengalami
penurunan seiring dengan meredanya permintaan paska Idul Fitri. Meredanya
tekanan inflasi terutama dikontribusi oleh perkembangan inflasi di Jakarta, Jawa bagian
barat, Kalimantan, dan Sulampua yang jauh lebih rendah dibandingkan realisasi bulan
sebelumnya. Beberapa daerah di Kalimantan dan Sulampua bahkan mencatat terjadinya
deflasi seperti di Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Gorontalo, dan
Sulawesi Utara. Meredanya tekanan inflasi di berbagai daerah tersebut terutama
dipengaruhi oleh koreksi harga pada sejumlah komoditas bahan makanan, biaya
transportasi dan komunikasi. Di sisi lain, tekanan inflasi di sebagian besar daerah di
Sumatera, Banten, Bali, Nusa Tenggara Barat, serta Papua Barat cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah lainnya. Hal itu terkait dengan cukup tingginya kenaikan
biaya pendidikan dan perkembangan harga beberapa komoditas bahan makanan yang
masih cenderung meningkat (Gambar 2.1).



Gambar 2.1. Peta Sebaran Inflasi

|13
Ke depan, terdapat sejumlah risiko yang dapat meningkatkan tekanan terhadap
inflasi. Risiko tersebut berasal dari potensi tekanan penyesuaian administered prices,
seperti kemungkinan penyesuaian subsidi energi, kenaikan tarif batas atas angkutan udara,
dan peningkatan harga pangan. Dalam mengantisipasi risiko tersebut, Bank Indonesia akan
memperkuat langkah-langkah penguatan koordinasi pengendalian inflasi, khususnya
melalui forum Tim Pengendalian Inflasi (TPI) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).

Perkembangan Moneter

Perkembangan suku bunga dan besaran moneter, secara umum, masih sejalan
dengan kebijakan stabilisasi yang ditempuh oleh Bank Indonesia. Selama Agustus
2014, suku bunga perbankan terus mengalami peningkatan. Di sisi lain, kredit yang
merupakan bagian dari M2 juga mencatat pertumbuhan yang terus melambat sejalan
dengan moderasi pertumbuhan ekonomi. Meskipun demikian, suku bunga pasar uang
antar bank (PUAB) cenderung mengalami penurunan disebabkan oleh likuiditas perbankan
yang membaik seiring dengan masuknya kembali uang kartal paska idul fitri.
Suku bunga PUAB sepanjang Agustus 2014 mengalami penurunan dan cenderung
mendekati koridor bawah suku bunga (DF overnight rate). Rata-rata tertimbang (RRT)
suku bunga PUAB overnight (O/N) pada bulan Agustus sebesar 5,85%, menurun
dibandingkan pada bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,89%. Hal ini menyebabkan
spread suku bunga PUAB O/N terhadap DF O/N relatif menyempit menjadi 10 bps
dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat 14 bps. Di sisi lain, spread suku bunga PUAB
O/N terhadap BI rate melebar menjadi 165 bps dari 161 bps (Grafik 2.18). Kondisi tersebut
terjadi sebagai dampak dari likuiditas perbankan yang kembali meningkat seiring dengan
masuknya kembali uang kartal paska idul fitri. Adanya tambahan likuiditas perbankan
tersebut menyebabkan rata-rata total volume PUAB menurun menjadi Rp9,9 triliun dari
Rp15,1 triliun pada periode sebelumnya. Selain itu, rata-rata volume DF O/N menurun
menjadi Rp129,1 triliun dari Rp132,9 triliun pada periode sebelumnya (Grafik 2.19). Indikasi
terjaganya likuiditas perbankan tercermin dari spread max-min PUAB yang relatif stabil.

Grafik 2.18. Suku Bunga PUAB O/N Grafik 2.19. Suku Bunga PUAB O/N & Vol
DF O/N

Suku bunga perbankan masih menunjukkan tren yang terus meningkat. Pada Juli
2014, rata-rata tertimbang suku bunga kredit meningkat 6 bps menjadi 12,82% dari
12,76%. Sementara itu, suku bunga deposito 1 bulan naik lebih tinggi sebesar 11 bps ke
level 8,41% dari 8,30%. Berdasarkan jenis penggunaannya, peningkatan suku bunga
kredit terutama didorong oleh suku bunga Kredit Investasi (KI) yang naik sebesar 8 bps
menjadi 12,32%. Sementara itu, Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Konsumsi (KK)
Suku bunga PUAB
sepanjang Agustus
2014 mengalami
penurunan
Suku bunga
perbankan masih
meningkat

|14
masing-masing naik sebesar 7 bps dan 3 bps menjadi 12,70% dan 13,33% (Grafik 2.20).
Dengan perkembangan ini, maka spread suku bunga kredit dan deposito 1 bulan
menyempit menjadi 441 bps dari 446 bps (Grafik 2.21).


Grafik 2.20. Suku Bunga
KMK, KI dan KK
Grafik 2.21. Selisih Suku Bunga
Perbankan

Likuiditas perekonomian dalam arti luas (M2) tumbuh melambat dibandingkan
periode sebelumnya, terutama disebabkan oleh penurunan giro rupiah di
perbankan. Pada Juli 2014, M2 tumbuh 11,0% (yoy) atau melambat dibandingkan
pertumbuhan bulan sebelumnya yang sebesar 13,1% (yoy). Berdasarkan komponennya,
melambatnya pertumbuhan M2 tersebut disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan
komponen M1 (uang kartal dan giro rupiah) maupun pertumbuhan uang kuasi (dana pihak
ketiga (DPK) yang terdiri dari simpanan berjangka dan tabungan baik rupiah maupun valas
serta simpanan giro valas). Pertumbuhan M1 pada Juli 2014 menurun menjadi 4,4% (yoy)
dibandingkan bulan sebelumnya 10,2% (yoy) sebagai akibat penurunan giro rupiah seiring
dengan adanya penundaan pembayaran Dana Alokasi Umum (DAU). Sementara itu,
pertumbuhan uang kuasi juga menurun menjadi 13,3% (yoy) dari 14,0% (yoy) pada bulan
sebelumnya (Grafik 2.22 dan Grafik 2.23).


Grafik 2.22. Pertumbuhan M2 dan
Komponennya
Grafik 2.23. Pertumbuhan M1 dan
Komponennya

Berdasarkan faktor yang mempengaruhinya, pertumbuhan M2 yang melambat
tersebut disebabkan oleh penurunan pertumbuhan Net Domestic Asset (NDA) dan
penurunan pertumbuhan Net Foreign Asset (NFA). Pada bulan Juli, NDA tumbuh
sebesar 7,9% (yoy), atau melambat dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya
yang sebesar 12,4% (yoy). Perlambatan pertumbuhan NDA tersebut sejalan dengan
pertumbuhan kredit yang juga melambat. Di sisi lain, pada bulan Juli, NFA tercatat juga
mengalami pertumbuhan yang melambat dari 29,2% (yoy) pada bulan sebelumnya
11
12
13
14
15
16
17
J
a
n

0
8
M
a
r

0
8
M
e
i

0
8
J
u
l

0
8
S
e
p

0
8
N
o
p

0
8
J
a
n

0
9
M
a
r

0
9
M
e
i

0
9
J
u
l

0
9
S
e
p

0
9
N
o
p

0
9
J
a
n

1
0
M
a
r

1
0
M
e
i

1
0
J
u
l

1
0
S
e
p

1
0
N
o
p

1
0
J
a
n

1
1
M
a
r

1
1
M
e
i

1
1
J
u
l

1
1
S
e
p

1
1
N
o
p

1
1
J
a
n

1
2
M
a
r

1
2
M
e
i

1
2
J
u
l

1
2
S
e
p

1
2
N
o
p

1
2
J
a
n

1
3
M
a
r

1
3
M
e
i

1
3
J
u
l

1
3
S
e
p

1
3
N
o
p

1
3
J
a
n

1
4
M
a
r

1
4
M
e
i

1
4
J
u
l

1
4
Sb.Kredit Sb.KreditModalKerja Sb.KreditInvestasi Sb.KreditKonsumsi
%
DataPerJuli2014
13.33
12.82
12.70
12.32
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
5
7
9
11
13
15
J
a
n

0
5
A
p
r

0
5
J
u
l

0
5
O
k
t

0
5
J
a
n

0
6
A
p
r

0
6
J
u
l

0
6
O
k
t

0
6
J
a
n

0
7
A
p
r

0
7
J
u
l

0
7
O
k
t

0
7
J
a
n

0
8
A
p
r

0
8
J
u
l

0
8
O
k
t

0
8
J
a
n

0
9
A
p
r

0
9
J
u
l

0
9
O
k
t

0
9
J
a
n

1
0
A
p
r

1
0
J
u
l

1
0
O
k
t

1
0
J
a
n

1
1
A
p
r

1
1
J
u
l

1
1
O
k
t

1
1
J
a
n

1
2
A
p
r

1
2
J
u
l

1
2
O
k
t

1
2
J
a
n

1
3
A
p
r

1
3
J
u
l

1
3
O
k
t

1
3
J
a
n

1
4
A
p
r

1
4
J
u
l

1
4
Spreadrhs SbKredit SbDep1bln BIrate SbLPS
%
SelisihrKredit rDepo1:
441bps
%
8.41
12.82
0
5
10
15
20
25
J
a
n

1
1
A
p
r

1
1
J
u
l

1
1
O
c
t

1
1
J
a
n

1
2
A
p
r

1
2
J
u
l

1
2
O
c
t

1
2
J
a
n

1
3
A
p
r

1
3
J
u
l

1
3
O
c
t

1
3
J
a
n

1
4
A
p
r

1
4
J
u
l

1
4
M2
M1
Uang
Kuasi
Pertumbuhan M2(%yoy)
5
0
5
10
15
20
25
J
a
n

1
1
M
a
r

1
1
M
a
y

1
1
J
u
l

1
1
S
e
p

1
1
N
o
v

1
1
J
a
n

1
2
M
a
r

1
2
M
a
y

1
2
J
u
l

1
2
S
e
p

1
2
N
o
v

1
2
J
a
n

1
3
M
a
r

1
3
M
a
y

1
3
J
u
l

1
3
S
e
p

1
3
N
o
v

1
3
J
a
n

1
4
M
a
r

1
4
M
a
y

1
4
J
u
l

1
4
m1 giroRp kartal
KontribusikeM1(%yoy)
Likuiditas perekonomian
(M2) tumbuh melambat
disebabkan oleh
penurunan giro rupiah di
perbankan

|15
menjadi 24,3% (yoy) seiring dengan meningkatnya kewajiban bank umum kepada
nonresiden (Grafik 2.24).


Grafik 2.24. Pertumbuhan M2 dan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya


Industri Perbankan

Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga didukung oleh industri perbankan yang
solid sehingga mendukung proses moderasi pertumbuhan ekonomi. Risiko kredit,
risiko likuiditas dan risiko pasar pada industri perbankan relatif stabil dan terkendali. Selain
itu, kondisi permodalan juga masih kuat untuk memelihara industri perbankan secara
keseluruhan.
Pertumbuhan kredit masih dalam tren melambat sejalan dengan moderasi
permintaan domestik. Pada Juli 2014, kredit
1
tumbuh 15,0% (yoy), melambat
dibandingkan dengan pertumbuhan Juni 2014 yang sebesar 16,6% (yoy). Perlambatan
kredit disebabkan oleh laju Kredit Modal Kerja (KMK), dengan pangsa sebesar 48% dari
total kredit, menurun menjadi 16,0% (yoy) dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang
sebesar 16,8%. Pertumbuhan Kredit Investasi (KI), dengan pangsa 24% dari total kredit,
juga tercatat menurun menjadi 18,4% (yoy) dari bulan sebelumnya sebesar 21,7%.
Pertumbuhan Kredit Konsumsi, dengan pangsa 28% dari total kredit juga menurun
menjadi 10,7% (yoy) dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 12,4% (Grafik 2.25). Secara
sektoral, perlambatan kredit dikontribusi oleh penurunan laju pertumbuhan kredit yang
hampir terjadi di semua sektor, terutama di sektor perdagangan hotel restoran (PHR) dan
industri pengolahan. Pertumbuhan kredit di sektor PHR dan industri pengolahan melambat
menjadi masing-masing 15,8% (yoy) dan 21,3% (yoy) dari 17,9% (yoy) dan 24,6% (yoy)
pada bulan sebelumnya. Selain itu, pertumbuhan kredit sektor jasa-jasa tercatat negatif
menjadi -15,3% (yoy) dari -12,7% (yoy) pada bulan sebelumnya. Hanya tiga sektor yang
mengalami kenaikan pertumbuhan kredit, yaitu sektor pertambangan dan penggalian;
konstruksi; serta listrik, gas dan air bersih. Pertumbuhan kredit pada sektor-sektor tersebut
naik menjadi masing-masing 16,9% (yoy), 19,6% (yoy) dan 19,4% (yoy) dari 5,4% (yoy),
17,5% (yoy) dan 19,0% (yoy) pada bulan sebelumnya (Grafik 2.26).

1
Perhitungan pertumbuhan penyaluran kredit sebesar 15,0% (yoy) pada Juli 2014 menggunakan
konsep moneter, yaitu pinjaman rupiah dan valas yang diberikan oleh Bank Umum dan BPR (tidak
termasuk kantor cabang bank yang beroperasi di luar wilayah Indonesia) kepada penduduk (tidak
termasuk Pemerintah Pusat). Sementara itu, pertumbuhan kredit menggunakan konsep perbankan
pada Juli 2014 tercatat sebesar 15,4% (yoy). Kredit menurut konsep perbankan adalah pinjaman
rupiah dan valas yang diberikan oleh Bank Umum (termasuk kantor cabang yang beroperasi di luar
wilayah Indonesia) kepada penduduk (termasuk Pemerintah Pusat) dan bukan penduduk.
20
10
0
10
20
30
40
J
a
n

1
1
M
a
r

1
1
M
a
y

1
1
J
u
l

1
1
S
e
p

1
1
N
o
v

1
1
J
a
n

1
2
M
a
r

1
2
M
a
y

1
2
J
u
l

1
2
S
e
p

1
2
N
o
v

1
2
J
a
n

1
3
M
a
r

1
3
M
a
y

1
3
J
u
l

1
3
S
e
p

1
3
N
o
v

1
3
J
a
n

1
4
M
a
r

1
4
M
a
y

1
4
J
u
l

1
4
NDA M2 NFA
Pertumbuhan M2:Faktor(%yoy)
%yoy
Kredit pada Juli 2014
tumbuh 15,0%

|16
Grafik 2.25. Pertumbuhan Kredit
Menurut Penggunaan
Grafik 2.26. Pertumbuhan Kredit
Menurut Sektor Ekonomi

Sementara itu, pada Juli 2014, pertumbuhan DPK juga tercatat mengalami
penurunan, sejalan dengan likuiditas perekonomian yang tumbuh melambat. DPK
2

tumbuh sebesar 10,36% (yoy) pada Juli 2014, melambat dibandingkan Juni 2014 yang
mencapai 13,67% (yoy). Perlambatan pertumbuhan DPK terutama dikontribusi oleh giro
yang tercatat tumbuh negatif menjadi -1,28% (yoy) dari 11,91% (yoy) pada bulan
sebelumnya. Pertumbuhan deposito tercatat mengalami penurunan menjadi 16,74% (yoy)
dari 17,77% (yoy) pada bulan sebelumnya. Sementara itu, pertumbuhan tabungan naik
menjadi 9,86% (yoy) dari 9,45% (yoy) pada bulan sebelumnya (Grafik 2.27).

Grafik 2.27. Pertumbuhan DPK
Di tengah tren moderasi permintaan domestik, ketahanan perbankan yang
tercermin dari unsur permodalan perbankan tetap terjaga dan diiringi dengan
risiko kredit yang relatif terkendali. Pada Juli 2014, rasio kecukupan modal (Capital
Adequacy Ratio/CAR) masih tinggi, yaitu sebesar 19,18%, jauh di atas ketentuan minimum
8%. Angka ini relatif stabil dibandingkan dengan CAR pada akhir bulan sebelumnya yang
sebesar 19,40%. Kondisi ini mencerminkan daya tahan perbankan yang masih kuat untuk
mengatasi tekanan dan gejolak termasuk berlanjutnya tren kenaikan suku bunga

2
Perhitungan pertumbuhan DPK sebesar 10,36% (yoy) pada Juli 2014 menggunakan konsep moneter
yaitu simpanan milik pihak ketiga, baik dalam rupiah maupun valas pada Bank Umum dan BPR (tidak
termasuk kantor cabang bank yang beroperasi di luar wilayah Indonesia) dalam bentuk tabungan,
giro, dan simpanan berjangka. DPK menurut konsep moneter tidak termasuk simpanan milik
Pemerintah Pusat dan simpanan milik bukan penduduk. Sementara itu, DPK menurut konsep
perbankan pada Juli 2014 mencatat pertumbuhan sebesar 11,4% (yoy). DPK menurut konsep
perbankan adalah simpanan milik pihak ketiga, baik dalam rupiah maupun valas pada Bank Umum
(termasuk kantor cabang bank yang beroperasi di laur wilayah Indonesia) dalam bentuk tabungan,
giro dan simpanan berjangka.DPK menurut konsep perbankan meliputi pula simpanan milik
Pemerintah Pusat dan simpanan milik bukan penduduk.
Daya tahan
perbankan tetap
terjaga.
CAR = 19,18%

|17
perbankan. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah
dan stabil di kisaran 2,00% (Tabel 2.3).
Tabel 2.3. Kondisi Umum Perbankan

*tanpa channeling


Pasar Saham dan Pasar Surat Berharga Negara

Pasar saham domestik selama Agustus 2014 menunjukkan kinerja positif seiring
dengan sentimen positif di tingkat global dan domestik. Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) pada Agustus 2014 mencapai level 5.136,86 (29 Agustus 2014) atau
naik 0,9% (yoy) dibandingkan Juli 2014 yang sebesar 5.088,80 (Grafik 2.28). Penguatan
IHSG ini sejalan dengan berkembangnya sentimen positif global terkait adanya spekulasi
pemberian stimulus lanjutan di Tiongkok. Dari dalam negeri, penguatan indeks dipicu oleh
adanya peningkatan optimisme perbaikan laba korporasi dan kepastian politik terkait
keputusan final Pemilu Presiden.
Selama Agustus 2014, mayoritas sektor mengalami penguatan indeks saham
dibandingkan Juli 2014. Sektor pertambangan mengalami penguatan terbesar dengan
naik 6,5% (mtm), diikuti oleh sektor perdagangan yang menguat 4,3% (mtm). Sementara
itu, sektor lainnya menguat di kisaran 0,1%-3,3%. Di sisi lain, sektor yang mengalami
pelemahan adalah sektor pertanian, aneka industri dan konsumsi. Sektor pertanian juga
tercatat melemah seiring dengan penurunan harga CPO di pasar internasional (Grafik 2.29).
Grafik 2.28. IHSG dan Indeks Bursa
Global
Grafik 2.29. Indeks Sektoral Juli 2014

Meskipun pasar saham menunjukkan kinerja yang cenderung positif, investor
nonresiden tercatat membukukan net jual tipis. Selama bulan Agustus investor
nonresiden membukukan penjualan bersih (net jual) sebesar Rp1,32 triliun dibandingkan
Indikator
Utama Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul
TotalAset (TRp) 4.418,7 4.461,8 4.510,3 4.581,1 4.737,3 4.717,0 4.817,8 4.954,5 4.880,5 4.888,8 4.933,0 5.008,1 5.097,5 5.198,0 5.121,1
DPK (TRp) 3.349,6 3.374,4 3.392,9 3.440,2 3.526,2 3.520,9 3.563,4 3.664,0 3.594,7 3.603,6 3.618,1 3.694,8 3.763,5 3.834,5 3.778,4
Kredit* (TRp) 2.887,5 2.959,1 3.021,1 3.067,4 3.147,2 3.159,5 3.214,4 3.292,9 3.258,4 3.267,8 3.306,9 3.361,3 3.403,1 3.468,2 3.486,1
LDR* (%) 86,20 87,69 89,04 89,16 89,25 89,74 90,21 89,70 90,65 90,68 91,40 90,98 90,43 90,45 92,27
NPLsBruto* (%) 1,95 1,88 1,87 1,99 1,86 1,91 1,88 1,77 1,90 1,99 2,00 2,05 2,18 2,16 2,24
CAR (%) 18,39 17,98 17,95 17,89 18,00 18,36 18,60 18,36 19,63 19,78 19,83 19,35 19,51 19,40 19,18
NIM (%) 5,41 5,43 5,46 5,46 5,48 5,50 5,51 4,89 4,11 4,12 4,28 4,26 4,22 4,22 4,20
ROA (%) 2,96 2,98 3,00 2,99 3,01 3,03 3,04 3,08 2,85 2,74 2,94 2,86 2,91 2,95 2,81
2013 2014
Pasar saham
domestik selama
Agustus 2014
menunjukkan
kinerja positif

|18
bulan Juli 2014 yang membukukan pembelian bersih (net beli) sebesar Rp13,07 triliun
(Grafik 2.30). Kondisi ini dipicu oleh aksi wait and see investor terhadap susunan kabinet
baru. Sampai dengan Agustus 2014, posisi kepemilikan saham oleh investor nonresiden
adalah sebesar 64%, turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 65%. Oleh
karena itu, kepemilikan saham oleh investor lokal naik menjadi 36% dibandingkan dengan
bulan sebelumnya yang sebesar 35%.
Kinerja pasar Surat Berharga Negara (SBN) juga mengalami sedikit penurunan
dipengaruhi faktor sentimen dari luar dan dalam negeri. Faktor sentimen dari luar
negeri terkait meningkatnya kembali ketegangan di Ukraina sehingga mendorong perilaku
risk off investor. Dari dalam negeri, investor menunjukkan aksi wait and see terhadap
susunan kabinet baru paska pengumuman keputusan final pemenang Pemilu Presiden.
Selama Agustus 2014, yield SBN meningkat 12,30 bps menjadi 8,08% dibandingkan Juli
2014 yang sebesar 7,95% (Grafik 2.31). Peningkatan yield terjadi di seluruh tenor. Yield
jangka pendek, menengah, dan panjang meningkat masing-masing sebesar 16,45 bps,
12,83 bps dan 5,70 bps menjadi sebesar 7,55%, 8,10% dan 8,74% (Grafik 2.32).
Grafik 2.30. Kinerja IHSG dan Net
Beli/Jual Asing
Grafik 2.31. Yield SBN dan Jual/Beli
Asing Neto Bulanan

Pelemahan harga SBN dimanfaatkan oleh pelaku nonresiden untuk terus
menambah kepemilikannya di pasar SBN. Selama Agustus 2014, investor nonresiden
tercatat menambah eksposur mereka pada pasar SBN dengan melakukan pembelian pada
seluruh tenor SBN. Investor nonresiden membukukan net beli sebesar Rp15,95 triliun, lebih
tinggi dibandingkan net beli pada bulan Juli 2014 yang sebesar Rp14,67 triliun (Grafik
2.32). Dengan perkembangan tersebut, porsi kepemilikan asing pada SBN meningkat
menjadi 35,85% dibandingkan posisi Juli 2014 yang sebesar 35,17%. Kepemilikan SBN
oleh dana pensiun, investor nonresiden, asuransi dan bank mengalami peningkatan pada
bulan Agustus dibandingkan posisi Juli 2014. Sementara itu, kepemilikan SBN oleh Bank
Indonesia tercatat menurun.

Grafik 2.32. Perubahan Yield Bulanan (mtm)
Sementara itu,
kinerja pasar SBN
mengalami sedikit
penurunan

|19
Pembiayaan ekonomi non bank lebih tinggi dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya. Selama Agustus 2014, total pembiayaan melalui penerbitan saham
perdana, right issue, obligasi korporasi, medium term notes (MTN), promissory notes,
negotiable certificate of deposits (NCD) dan lembaga keuangan lainnya mencapai Rp0,8
triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan Agustus 2013 yang mencapai Rp0,1 triliun.
Adapun total pembiayaan non bank hingga Agustus 2014 mencapai Rp44,6 triliun.
Berdasarkan komponennya, pembiayaan non bank pada Agustus 2014 didominasi oleh
penerbitan MTN dan promissory notes serta NCD (Tabel 2.4).

Tabel 2.4. Pembiayaan Non Bank

Sumber: OJK, BEI, diolah





















Rp, Triliun
Total Total Juli Agust TW I TW II TW III TW IV Total Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agust TW I TW II Total
Non Bank 47,5 123,5 1,5 0,1 16,3 58,3 3,6 34,7 112,9 3,4 4,9 10,2 2,8 9,0 8,4 5,1 0,8 18,4 20,3 44,6
Saham 12,4 78,0 0,9 0,0 2,8 29,3 2,8 22,7 57,5 2,7 0,0 5,5 0,4 0,5 0,2 0,9 0,0 8,2 1,0 10,1
o/wEmiten Sektor Keuangan 6,6 20,6 0,7 0,0 0,3 6,0 1,2 9,1 16,6 0,4 0,0 2,8 0,0 0,0 0,0 0,1 0,0 3,1 0,0 3,3
Obligasi 25,8 34,7 0,3 0,0 12,7 27,7 0,3 9,9 50,5 0,0 4,8 3,7 1,9 6,6 7,0 4,0 0,0 8,5 15,5 28,0
o/wEmiten Sektor Keuangan 17,5 27,0 0,0 0,0 9,9 13,5 0,0 7,5 30,8 0,0 3,2 3,2 0,4 5,8 2,0 1,8 0,0 6,4 8,2 16,4
MTN dan Promissory Notes +NCD 3,9 10,8 0,4 0,1 0,8 1,3 0,6 2,2 4,9 0,6 0,1 0,9 0,5 2,0 1,3 0,2 0,8 1,6 3,8 6,4
o/wEmiten Sektor Keuangan 3,2 0,0 0,1 0,7 1,3 0,1 1,1 3,2 0,6 0,0 0,6 0,3 1,8 1,1 0,0 0,0 1,2 3,2 4,4
2009 2010 2013 2014

|20

RESPONS KEBIJAKAN MONETER

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 11 September 2014
memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga
Lending Facility (LF) dan suku bunga Deposit Facility (DF) masing-masing tetap
pada level 7,50% dan 5,75%. Kebijakan tersebut konsisten dengan upaya untuk
mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,51% pada 2014 dan 41% pada 2015, serta
menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Bank Indonesia menilai
proses penyesuaian struktur perekonomian ke arah yang lebih seimbang masih terus
berlangsung dengan ditopang stabilitas makro ekonomi yang tetap terjaga. Ke depan,
masih terdapat sejumlah risiko dari eksternal dan domestik yang perlu diwaspadai yang
dapat mengganggu stabilitas ekonomi makro dan stabilitas sistem keuangan. Untuk itu,
Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial
serta kebijakan untuk memperkuat struktur perekonomian domestik. Bank Indonesia juga
akan meningkatkan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi
dan defisit transaksi berjalan agar proses penyesuaian ekonomi dapat berjalan baik dengan
tetap menjaga pertumbuhan ekonomi yang sustainable ke depan.














3

|21
INDIKATOR TERKINI

Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat
Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Maret, April, Juni, Juli, September, Oktober dan Desember.
Laporan ini dimaksudkan sebagai media bagi Dewan Gubernur Bank Indonesia untuk memberikan penjelasan
kepada masyarakat luas mengenai evaluasi kondisi moneter terkini atas asesmen dan prakiraan perekonomian
Indonesia serta respons kebijakan moneter Bank Indonesia yang dipublikasikan dalam Laporan Kebijakan Moneter
(LKM) secara triwulanan pada setiap bulan Februari, Mei, Agustus, dan November. Secara rinci, TKM
menyampaikan hasil evaluasi atas perkembangan terkini mengenai inflasi, nilai tukar, dan kondisi moneter selama
bulan laporan, serta keputusan respons kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.


Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Divisi Pengaturan dan Komunikasi Kebijakan
Grup Kebijakan Moneter
Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter
Telp: +62 21 2981 8334/6902
Fax: +62 21 345 2489
Email: gkm_komunikasi@bi.go.id
Website: http//www.bi.go.id
Dewan Gubernur
Agus D.W. Martowardojo Gubernur
Mirza Adityaswara Deputi Gubernur Senior
Halim Alamsyah Deputi Gubernur
Ronald Waas Deputi Gubernur
Perry Warjiyo Deputi Gubernur
Hendar Deputi Gubernur

Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Jul i Ags
SUKU BUNGA & SAHAM
Suku bunga SBI 9 bln
1)
7.22 7.23 7.17 7.13 7.14 7.15 7.14 7.09 6.97
Suku bunga deposito 1 bln
2)
7.92 7.89 7.98 7.99 8.10 8.16 8.32 8.41 -
Suku bunga deposito 3 bln
2)
7.64 7.95 8.03 8.28 8.34 8.90 8.34 9.19 -
J IBOR satu minggu
2)
6.99 6.44 6.51 6.55 6.56 6.56 -
IHSG Indeks
3)
4,274 4,419 4,620 4,768 4,840 4,894 4,879 5,089 5,137
BESARAN MONETER (mi l i ar Rp)
Uang Pri mer 821,679 781,500 755,167 771,365 778,580 788,723 794,794 892,146 -
M1(C+D) 887,064 842,669 834,526 853,494 880,464 906,746 945,784 917,440 -
Uang Kartal (C) 399,589 380,061 367,645 377,429 372,335 380,493 381,704 452,752 -
Uang giral (D) 487,475 462,608 466,881 476,065 508,129 526,253 564,080 464,688 -
Uang Beredar Luas (M2 = C+D+T+S) 3,727,696 3,649,270 3,639,494 3,656,440 3,732,093 3,784,518 3,861,659 3,885,137 -
Uang kuasi (T) 2,817,826 2,784,379 2,783,476 2,781,019 2,824,253 2,855,355 2,899,117 2,950,014 -
Uang kuasi (Rupiah) 2,338,485 2,325,640 2,332,776 2,347,505 2,387,641 2,384,784 2,432,932 2,499,262 -
Deposito 1,186,783 1,207,618 1,222,600 1,251,956 1,283,873 1,290,519 1,327,909 1,356,741 -
Tabungan Total 1,151,702 1,118,022 1,110,176 1,095,549 1,103,768 1,094,265 1,105,023 1,142,521 -
Deposito (Valas) 236,925 222,396 213,893 213,875 213,269 229,066 238,735 233,104 -
Simpanan Giro Valuta Asing 242,416 236,344 236,806 219,639 223,343 241,505 227,451 217,647 -
Surat Berharga Selain Saham(S) 22,805 22,223 21,492 21,928 21,220 22,417 16,758 17,684 -
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Uang Beredar 3,727,696 3,649,270 3,639,494 3,656,440 3,732,093 3,784,518 3,861,659 3,885,137 -
Aktiva Luar Negeri Bersih 1,011,361 1,035,758 1,013,467 987,705 1,015,014 1,061,751 1,077,147 1,056,092 -
Aktiva DalamNegeri Bersih 2,716,334 2,613,512 2,626,027 2,668,735 2,717,079 2,722,767 2,784,513 2,829,045 -
Tagihan Bersih kepada Pemerintah Pusat 406,612 345,714 318,741 308,681 314,193 290,864 325,346 296,081 -
Tagihan Kepada Sektor Lainnya 3,525,435 3,490,575 3,503,344 3,544,990 3,605,194 3,644,823 3,709,913 3,730,669 -
PERTUMBUHAN BESARAN MONETER (%,YOY)
Uang Pri mer 16.58 17.69 15.21 16.01 16.71 15.73 14.91 18.88 -
M1(C+D) 5.39 6.95 6.09 5.35 5.79 10.19 10.16 4.26 -
Uang Kartal (C) 10.39 16.27 14.34 13.95 14.78 13.89 9.94 17.93 -
Uang giral (D) 1.61 0.34 0.39 -0.59 0.05 7.65 10.31 -6.32 -
Uang Beredar Luas (M2 = C+D+T+S) 12.76 11.64 10.94 10.05 11.04 10.45 13.13 10.80 -
Uang kuasi (T) 14.84 12.72 12.10 11.23 12.26 10.33 13.99 13.11 -
Uang kuasi (Rupiah) 11.69 10.83 10.62 10.36 11.22 9.62 13.74 14.29 -
Deposito 11.28 11.70 11.14 11.23 13.29 11.56 18.98 19.52 -
Tabungan Total 12.12 9.91 10.04 9.39 8.90 7.41 8.02 8.64 -
Deposito (Valas) 33.47 28.10 26.00 17.27 19.56 16.93 20.15 10.81 -
Simpanan Giro Valuta Asing 32.95 19.32 15.89 15.09 17.14 11.45 10.69 3.13 -
Surat Berharga Selain Saham(S) 118.85 105.22 97.89 80.74 64.47 46.19 44.53 -3.96 -
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Uang Beredar 12.70 11.64 10.94 10.05 11.04 10.45 13.13 10.80 -
Aktiva Luar Negeri Bersih 4.76 7.87 8.08 4.26 7.96 13.48 29.18 24.29 -
Aktiva DalamNegeri Bersih 15.98 13.21 12.09 12.36 12.24 9.31 7.94 6.48 -
Tagihan Bersih kepada Pemerintah Pusat 4.31 -8.63 -11.79 -15.87 -7.94 -9.90 -1.67 -21.48 -
Tagihan Kepada Sektor Lainnya 20.84 20.60 19.78 19.20 19.06 17.22 16.63 15.30 -
Inflasi bulanan (%, mtm) 0.55 1.07 0.26 0.08 -0.02 0.16 0.43 0.93 0.47
Inflasi tahunan (%, yoy) 8.38 8.22 7.75 7.32 7.25 7.32 6.70 4.53 3.99
Rp/USD (akhir periode, nilai tengah) 12,170 12,210 11,609 11,360 11,562 11,675 11,855 11,578 11,698
Ekspor Barang Non migas (f.o.b, juta USD)
4)
13,672 11,971 11,905 12,551 11,641 12,448 12,624 11,632 -
Impor Barang Non migas (c & f, juta USD)
4)
11,313 11,366 10,334 10,529 12,562 11,064 12,304 9,899 -
Pertumbuhan PDB (%, yoy)
Konsumsi
Investasi (PMTDB)
Perubahan Stok
Ekspor
Impor
1) minggu terakhir
2) rata-rata tertimbang
3) penutupan pada akhir periode
4) closed file
Sumber : Bank Indonesia, kecuali IHK, ekspor/impor dan PDB dari BPS
5.70
5.44
4.37
-8.63
7.40
-0.60
5.22
5.41
6.45
15.98
2014
Tw.IV
2013 2014
Tw I Tw II
SEKTOR KEUANGAN
H A R G A
SEKTOR EKSTERNAL
INDIKATOR KUARTALAN
-0.44
-0.73
2013
5.12
4.84
2.73
-8.93
-1.04
-5.02

Você também pode gostar