Latar belakang : bencana alam akibat penggunaan lahan yang tidak sesuai 80-100% 50-60% 50-40% 50-60% 80-100% Pendekatan dalam Perencanaan Wisata Pendekatan Sumber Daya Alam
- Kualitas atraksi/ daya tarik wisata - Variasi aktivitas wisata - Tata ruang dan tata letak fasilitas - Kualitas pengalaman berwisata - Rehabilitasi kawasan - Desentralisasi fasilitas - Rotasi area
Pendekatan Permintaan Wisatawan
- Preferensi Wisatawan -Membatasi jumlah user -Membatasi lama penggunaan - Tour guide -Program leadership dan supervisi
Kelestarian Kawasan Kepuasan Wisatawan Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian Lahan Untuk Wisata Tata letak bangunan Fasilitas wisata Atraksi wisata Program rekreasi dan pengelolaan Pariwisata berkelanjutan intensive ekstensive WISATA Recreation Classification System Gold (1980) CLASS Physical/ environmental characteristics Development Intensive Use High person per acre Usual in small size due to space limitations Setting may be natural/ man made High level of facility Large investment May include recreation./ commercial facilities Management for recreation Intermediate use Topographic feature are important Size variable Natural environment/ man made Need environment Control Median degree of development Generally managed for recreation. May include commercial facilities Extensive use Very low person/ acre Natural setting Topographic feature are important Interest landform : aesthetically pleasing Minimum development of facility and recreation Serving as buffer Used for non recreation activities Managed for recreation and other purpose
Faktor penyebab bencana longsor Faktor kondisi alam Lereng >40% Kondisi tanah/ batuan penyusun lereng CH (>2500mm/tahun atau kurang tapi berlangsung > 2 jam). Kegempaan
Faktor aktivitas manusia Penggunaan lahan Pemotongan lereng Drainase buruk Konstruksi dengan beban besar Kesesuaian lahan untuk bangunan (intensive use) di kawasan wisata Faktor Kesesuaian Sesuai Sedang Tidak Sesuai Kebasahan tanah Kelolosan tanah baik, Drainase baik Kelolosan tanah kurang baik, Drainase buruk Kelolosan tanah buruk. Drainase buruk Genangan Tidak terdapat genangan Tidak terdapat genangan Ada genangan Kemiringan lereng 0-8% 8-15% 15% atau lebih Kebatukarangan Kelas 0 Kelas 1 Kelas 2,3,4 dan 5 Kedalaman batuan 5 kaki 3-5 kaki Kurang dari 3 kaki Penggunaan lahan Semak Kebun Hutan Faktor penggunaan Lahan Untuk Penggunaan Intensif Bukan Lahan Pertanian Produktif Tidak berada di tepi atau bantaran sungai (150m u sungai kecil, 200 m u sungai besar) Bukan merupakan kawasan Hutan Alami Bukan merupakan kawasan lindung dan konservasi Berada pada topografi <2000 mdpl Berada pada kemiringan lereng maksimal kelas lereng 2 (<15%) Kemiringan Lereng Tingkat atau persentase miring tidak nya suatu lahan atau wilayah yang terbagi kedalam kelas-kelas lereng hutan kebun tegalan Pemukiman/ sawah/ industri perikanan Proses Penentuan Kesesuaian Lahan Peta Penggunaan Lahan Klasifikasi kesesuaian TGL Peta Kontur Kemiringan Lereng Klasifikasi lereng Overlay Peta Kesesuaian Lahan DATA Peta Rupa Bumi skala 1:25000 ANALISIS SINTESIS Penggunaan Lahan Pemanfaatan terhadap lahan yang terjadi baik akibat proses alamiah maupun ada campur tangan mahluk hidup.
Semak belukar (sesuai) Kebun (sedang) Hutan (tidak sesuai)
Analisis Kemiringan Lahan IC : Internal Contour
% kemiringan = IC x 100 jarak datar Menentukan blok kelas lereng berdasarkan IC dan jarak datar pada peta
IC Jarak datar Mis : Pada peta skala 1: 10000, Tentukan batas kemiringan lereng. mis : 8 % 8/100 = 5/x X = 62.5 m = 6250 cm Maka pada peta = 6250/10000 = 0.625cm Tabel analisis kemiringan lereng No Kemiringan (%) Jarak datar aktual (m) Jarak datar peta (cm) Kesesuaian 1 0-8% 2 8-15% 3 15-25% 4 25-45% 5 >25% Kelas Lereng Kelas Lereng Persentase (%) Keterangan 1 0 8% Datar 2 8% - 15% Landai 3 15% - 25% Agak Curam 4 25% - 40% Curam 5 >40% Sangat Curam/ Terjal Deliniasi blok kemiringan 0.625 0.875 0-8%
8-15% Overlay Peta Menumpang susunkan 2 atau lebih peta yang berbeda tema
1. Wilayah kajian sama 2. Gabungan dari beberapa peta tematik 3. Untuk menghasilkan peta analisis baru
Tata Guna Lahan Kelerengan OVERLAY Kesesuaian Lahan Tabel kesesuaian hasil overlay No Tata Guna Lahan Kemiringan Kesesuaian untuk intensive use 1 Semak 0-8 % S1 (kesesuaian tinggi) 8-15% S2 (kesesuaian sedang) 15-45% S3 (tidak sesuai) >45% S3 (tidak sesuai) 2 Kebun 0-8 % S1* (kesesuaian tinggi) 8-15% S2* (kesesuaian sedang) 15-45% S3 (tidak sesuai) >45% S3 (tidak sesuai) 3 Hutan 0-8 % S2*(kesesuaian sedang natural) 8-15% S3 (tidak sesuai) 15-45% S3 (tidak sesuai) >45% S3 (tidak sesuai) SKORING KAWASAN HUTAN SK Mentan No. 837/Kpts/Um/11/1980 Faktor yang dipertimbangkan dalam penentuan skor kawasan hutan : a) Kelerengan lapangan, b) Jenis tanah menurut kepekaannya terhadap erosi, c) Intensitas curah hujan dari wilayah ybs.
Faktor Kelerengan
Kelas Lereng Kelerengan Keterangan 1 0 8 % Datar 2 8 15 % Landai 3 15 25 % Agak Curam 4 25 45 % Curam 5 45 % atau lebih)* Sangat Curam )* Lereng sangat curam menurut Kepres 32/1990 menggunakan selang 40 % atau lebih Faktor Jenis Tanah
Kelas Tanah Jenis Tanah Keterangan 1 Aluvial, Tanah Glei, Planosol, Hidromorf Kelabu, Literit Air Tanah Tidak Peka 2 Latosol Agak Peka 3 Brown Forest Soil, Non Calcic Brown, Mediteran Kurang Peka 4 Andosol, Laterit, Grumosol, Podsol, Podsolik Peka 5 Regosol, Litosol, Organosol, Renzina Sangat Peka Faktor Intensitas Curah Hujan
Kelas Intensitas Hujan Intensitas Hujan (mm/hari hujan) Keterangan 1 s/d 13.6 Sangat Rendah 2 13.6 20.7 Rendah 3 20.7 27.7 Sedang 4 27.7 34.8 Tinggi 5 34.8 ke atas Sangat Tinggi SKORING SKORE = 20 (KELAS LERENG) + 15 (KELAS TANAH) + 10 (KELAS INTENSITAS HUJAN) SKORE 175 ke atas = Hutan Lindung SKORE 125 174 = Hutan Produksi Terbatas SKORE < 125 = Hutan Produksi Biasa Kriteria tambahan untuk hutan lindung : Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau lebih Kawasan hutan yang berada pada ketinggian 2000 meter atau lebih di atas permukaan laut Kawasan hutan yang mempunyai tanah sangat peka terhadap erosi dengan lereng lapangan lebih dari 15% Kawasan hutan yang merupakan daerah resapan air Kawasan hutan yang merupakan daerah perlindungan pantai