Você está na página 1de 50

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No.

1 (Januari 2014): i-ii


i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................................. i
PENGANTAR ......................................................................................................................... ii

Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi Kunjungan Lansia Ke Posyandu
Lansia di RW 12 Desa Haurwangi Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur Tahun
2013.......................................................................................................................................... 1

Gambaran Faktor-Faktor yang Mendukung Ibu Hamil Melakukan Perawatan
Payudara di Desa Nagrak Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur Tahun 2013 ..................... 7

Hubungan Dukungan Suami Dan Keluarga Dengan Kejadian Emesis Gravidarum di
Desa Galudra Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur Tahun 2013 ................................. 14

Pengaruh Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik Depo Medroksi Progesteron Asetat
(DMPA) Terhadap Siklus Menstruasi di Puskesmas Warungkondang Kabupaten
Cianjur Tahun 2013 ............................................................................................................... 21

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Tingkat Depresi pada Pasien Gagal Ginjal
Kronis yang Menjalani Tindakan Hemodialisa di Ruang Hemodialisa RSUD dr.
Slamet Garut Tahun 2012 ...................................................................................................... 28

Studi Epidemiologi Lingkungan Riwayat Alamiah Penyakit Kusta di Wilayah Kerja
Puskesmas Binong Kabupaten Subang .................................................................................. 35

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014): i-ii
ii


PENGANTAR



Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas terbitnya edisi perdana Jurnal Kesehatan
Priangan. Akademi Kebidanan Cianjur berkomitmen untuk terus menjaga dan
mengembangkan khasanah keilmuan khususnya ilmu kesehatan dan lebih spesifik lagi ilmu
kebidanan. Jurnal Kesehatan Priangan ini adalah sebagai sebuah wahana bagi para insan
akademisi untuk mempublikasikan hasil temuan yang dapat bermanfaat bagi para praktisi
kesehatan, pemegang kebijakan dan peneliti lainnya.

Pada edisi perdana ini Jurnal Kesehatan Priangan menampilkan enam artikel penelitian yang
mencakup bidang keilmuan kebidanan, keperawatan, dan kesehatan lingkungan. Kami
ucapkan terima kasih kepada para penulis manuskrip yang telah mengirimkan artikel
penelitian kepada meja redaksi.

Semoga edisi perdana ini menjadi pembuka yang baik untuk langkah kedepan dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan. Kepada Yayasan Priangan Cianjur, Direktur Akademi
Kebidanan Cianjur, Ketua LPPM Akademi Kebidanan Cianjur, kami ucapkan terima kasih
atas segala dukungan yang telah diberikan.

Redaksi Jurnal Kesehatan Priangan

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
1

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN MOTIVASI KUNJUNGAN
LANSIA KE POSYANDU LANSIA DI RW 12 DESA HAURWANGI KECAMATAN
HAURWANGI KABUPATEN CIANJUR TAHUN 2013

M. Anas Murdiyan
1
, Ai Ana Rodiana
2
, Silvia Widiyawati
2

1
Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur
2
Akademi Kebidanan Cianjur


ABSTRAK

Motivasi adalah konsep yang menggambarkan baik respon ekstrinsik yang merangsang
perilaku tertentu dan respon intrinsik yang menampakkan perilaku manusia Dukungan
keluarga adalah salah satu faktor ekstrinsik yang mempengaruhi motivasi seseorang.
penelitian deskriptif analitik korelasional dengan menggunakan metode pendekatan cross
sectional. Pengambilan sampel nonrandom sampling yaitu teknik total sampling sebanyak 51
yang berumur > 60 tahun. data yang digunakan data primer menggunakan kuesioner, data
sekunder dari laporan bulanan. Analisis data, yaitu univariat dan bivariat (chi square). Hasil
analisis dukungan yang diberikan oleh keluarga masuk dalam kategori tinggi, dan lansia
menyatakan memiliki motivasi yang tinggi untuk melakukan kunjungan ke posyandu lansia.
pvalue = 0.000< ( = 0.05) berarti ada hubungan antara dukungan keluarga dengan motivasi
kunjungan lansia ke posyandu lansia. Diharapkan keluarga dapat mempertahankan bahkan
meningkatkan dukungannya agar motivasi lansia untuk berkunjung ke posyandu lansia dapat
meningkat lebih tinggi lagi sehingga lansia dapat berupaya secara mandiri dalam
mempertahankan bahkan memperbaiki kondisi kesehatannya.

Kata Kunci : Dukungan keluarga, Posyandu Lansia, Motivasi Kunjungan Lansia

A. Pendahuluan
Lanjut usia merupakan bagian dari
tumbuh kembang. Manusia tidak secara
tiba tiba menjadi tua, tetapi berkembang
dari bayi, anak anak, dewasa dan
akhirnya menjadi tua (Pujiastuti &
Utomo, 2003). Menurut World Health
Organization (WHO) dan Undang
Undang Nomor 13 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 pasal
1 Ayat 2 menyebutkan bahwa umur 60
tahun adalah usia permulaan tua
(Nugroho,2008). Diperkirakan
peningkatan jumlah lansia hampir 2 kali
lipat pada tahun 2025, yaitu menjadi
sekitar 828 juta jiwa (9,7%) dari total
penduduk dunia. Diperkirakan
peningkatan jumlah lansia hampir 2 kali
lipat pada tahun 2025, yaitu menjadi
sekitar 828 juta jiwa (9,7%) dari total
penduduk dunia. Peningkatan jumlah
lansia ternyata berdampak juga pada
negara - negara maju antara lain Jepang
(17,2%), Singapura (8,7%), Hongkong
(12,9%) dan Korea Selatan (7,5%) sudah
cukup besar sejak tahun 1990-an.
Sementara negara negara seperti
Belanda, Jerman dan Prancis sudah lebih
dulu mengalami masalah yang sama
(Notoatmodjo, 2007).

Kantor KESRA (2007) menyatakan
bahwa tahun 1980 UHH adalah 52,2
tahun dan jumlah lansia 7.998.543 orang
(5,45%), tahun 2006 UHH adalah 66,2
tahun dan jumlah lansia menjadi 19 juta
orang (8,9%), sedangkan tahun 2010
perkiraan penduduk lansia di Indonesia
mencapai 23,9 juta orang (9,77%) dengan
UHH 67,4 tahun. Sepuluh tahun
kemudian, tahun 2020 UHH menjadi
sekitar 71,1 tahun dan jumlah penduduk
lansia menjadi 28,8 juta orang (11,34%)
(Asih, 2012). Pada tahun 2011 jumlah
lanjut usia > 60 tahun di provinsi Jawa
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
2

Barat berjumlah 2.029.911 orang (Profil
Data Kesehatan Indonesia, 2011). Di
Kabupaten Cianjur pada tahun 2012
jumlah lansia > 60 tahun mencapai
145.393 jiwa, sedangkan di Kecamatan
Haurwangi mencapai 3.389 jiwa (BKBPP,
2012).

Penuaan biasanya diikuti dengan
penurunan kualitas hidup, untuk
mempertahankan kualitas hidup tetap
aktif dan produktif pembinaan lanjut usia
sangat memerlukan perhatian khusus
sesuai dengan keberadaannya jika hal ini
tidak ditangani maka akan menimbulkan
permasalahan yang cukup besar. Salah
satu wujud peran serta masyarakat dalam
menanggulangi permasalahan ini yaitu
dengan pembentukan posyandu lansia
yang merupakan upaya lansia untuk
menolong dirinya sendiri dalam
meningkatkan derajat kesehatannya.
Keberadaan posyandu lansia tersebut akan
memberikan makna yang sangat penting,
makna yang dimaksud adalah peningkatan
derajat kesehatan dan pengetahuan
tentang posyandu lansia.

Berkunjung ke posyandu lansia
merupakan cara untuk dapat memenuhi
status kesehatan lansia. Upaya untuk
berperilaku sangat dipengaruhi oleh
motivasi. Motivasi adalah konsep yang
menggambarkan baik respon ekstrinsik
yang merangsang perilaku tertentu dan
respon intrinsik yang menampakkan
perilaku manusia. Motivasi dapat diukur
dengan perilaku yang dapat diobservasi
dan dicatat (Irwanto, 2010).

Menurut Feldmen (2003, dalam
Notoatmodjo, 2005) dijelaskan bahwa
motivasi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
faktor instrinsik dan ekstrinsik. Faktor
instrinsik meliputi pengetahuan, harapan,
dorongan, dan imbalan. Faktor ekstrinsik
meliputi lingkungan fisik dan non fisik
(dukungan soaial salah satunya keluarga,
agama dan penguatan). Azizah (2011),
mengatakan bahwa lansia yang mendapat
dukungan dari pasangannya, anak, cucu,
ataupun dari keluarga yang dianggap
penting akan membangkitkan motivasi
lansia untuk berperilaku. Hal ini
merupakan faktor eksternal yang datang
dari luar individu.

Studi pendahuluan yang dilaksanakan di
Desa Haurwangi diketahui bahwa
berdasarkan data di Posyandu lansia Rw
12 Desa Haurwangi Kecamatan
Haurwangi Kabupaten Cianjur. Jumlah
lanjut usia dengan usia lebih dari 60 tahun
yang berkunjung ke posyandu terhitung
rendah. Data pada bulan Februari lansia
yang berkunjung ke posyandu lansia
sebanyak 18 orang atau sebesar (35%)
dari jumlah total lansia 51 orang.

B. Metode
Jenis penelitian ini adalah penelitian
deskriptif analitik korelasional dengan
menggunakan metode pendekatan cross
sectional. Desain penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
bersifat deskriptif korelasi, yaitu desain
penelitian atau penelaahan hubungan
antar dua variabel atau lebih pada situasi
atau kelompok sampel (Notoatmodjo,
2005). Hipotesis penelitiannya Ha Ada
hubungan antara dukungan keluarga
dengan motivasi lansia dalam melakukan
kunjungan ke Posyandu Lansia di RW 12
Desa Haurwangi Kecamatan Haurwangi
Kabupaten Cianjur tahun 2013. variabel
independen adalah dukungan anggota
keluarga dan variable dependen adalah
motivasi kunjungan ke Posyandu Lansia.

Penelitian ini populasinya adalah warga
yang berusia diatas 60 tahun di RW 12
Desa Haurwangi Kecamatan Haurwangi
Kabupaten Cianjur dengan jumlah
Populasi 51 orang. Teknik pengambilan
sampel dalam penelitian ini menggunakan
teknik no probability sampling yang
digunakan dengan cara sampling jenuh
atau total sampling yaitu dengan
mengambil semua anggota populasi
menjadi sampel (Hidayat, 2011). Adapun
sampel pada penelitian ini adalah warga
yang berusia diatas 60 tahun di RW 12
Desa Haurwangi Kecamatan Haurwangi
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
3

Kabupaten Cianjur. Data yang
dikumpulkan adalah data primer, yaitu
data yang didapatkan langsung dari hasil
instrumen penelitian (kuesioner) yang
telah di uji validitas dan reliabilitas.

Analisis data dilakukan dengan analisis
univariat dan analisis bivariat. Analisis
univariat pada penelitian ini dilakukan
terhadap variabel dukungan keluarga dan
variabel motivasi kunjungan lansia.
Analisis univariat dimaksudkan untuk
mengetahui gambaran dukungan keluarga
dan motivasi kunjungan lansia ke
posyandu lansia. Berdasarkan rumus
Nazir (2006), sebagai berikut :


Keterangan :
X : Mean (rata rata).
: Epsilon (baca jumlah).

: Nilai x ke I sampai ke n.
: Jumlah individu.

Analisis bivariat digunakan untuk
mengetahui hubungan dukungan keluarga
dengan motivasi kunjungan lansia.
Adapun rumus yang dipakai adalah chi
square dengan menggunakan tingkat
kemaknaan 95% atau nilai alpha 0,05
(5%), dimana kriteria pengujiannya
adalah sebagai berikut:


Keterangan :

: Chi Square
0 : Nilai observasi
: Nilai Ekspetasi (harapan)
: Jumlah kolom
: Jumlah baris

C. Hasil
Distribusi frekuensi dukungan keluarga
dan motivasi disajikan dalam Tabel 1 dan
Tabel 2 :

Tabel 1
Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga di Posyandu Lansia Rw 12 Desa
Haurwangi Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur Tahun 2013

Tabel 2
Distribusi Frekuensi Motivasi Kunjungan Lansia ke Posyandu Lansia di RW 12
Desa Haurwangi Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur Tahun 2013







Berdasarkan hasil penelitian dari 29
responden yang mendapatkan dukungan
keluarga yang tinggi seluruhnya (100%)
menyatakan memiliki motivasi tinggi dan
yang menyatakan memiliki motivasi
rendah tidak ada.






Dari 22 responden yang mendapatkan
dukungan keluarga yang rendah
seluruhnya (100%) menyatakan memiliki
motivasi yang rendah dan yang
menyatakan memiliki motivasi tinggi
tidak ada.


Dukungan Keluarga Frekuensi Persentase (%)
Tinggi 29 56,9
Rendah 22 43,1
Total 51 100
Motivasi Frekuensi Persentase (%)
Tinggi 29 56,9
Rendah 22 43,1
Total 51 100
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
4



Tabel 3
Hubungan Dukungan Keluarga dengan Motivasi Kunjungan Lansia di Posyandu
Lansia RW 12 Desa Haurwangi Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur Tahun
2013








Berdasarkan hasil uji Chi-square tentang
hubungan dukungan keluarga dengan
motivasi kunjungan lansia ke posyandu
lansia di posyandu lansia RW 12 Desa
Haurwangi Kecamatan Haurwangi
Kabupaten Cianjur Tahun 2013 dengan
hasil value = 0.000 < (=0.05), maka
keputusan ujinya Ho ditolak yang berarti
ada hubungan antara dukungan keluarga
dengan motivasi kunjungan lansia di
Posyandu Lansia RW 12 Desa Haurwangi
Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur
Tahun 2013.
D. Pembahasan
1. Dukungan Keluarga
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
bahwa dari 51 responden, terdapat 29
orang (56,9%) menyatakan dukungan
keluarga tinggi dan yang menyatakan
dukungan keluarga rendah sebanyak 22
responden (43,1%).

Berdasarkan hasil penelitian diatas,
sebagian warga lanjut usia di RW 12 Desa
Haurwangi Kecamatan Haurwangi hampir
sebagian besar pernah menerima
pelayanan kesehatan di Posyandu Lansia
yang ada di RW 12 Desa Haurwangi
Kecamatan Haurwangi sehingga
responden dapat membandingkan antara
harapan mereka dengan apa yang
dirasakan selama memperoleh pelayanan
dan mereka juga dapat menilai atau
mempersepsikan bagaimana dukungan
keluarga yang diterimanya dan pada
hakikatnya mereka juga akan menentukan
tingkat motivasi kunjungan ke Posyandu
Lansia RW 12 Desa Haurwangi
Kecamatan Haurwangi.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan didapatkan bahwa dukungan
keluarga yang diberikan kepada lanjut usia
untuk berkunjung ke Posyandu Lansia di
RW 12 Desa Haurwangi Kecamatan
Haurwangi sudah tinggi.

Hal ini sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Taylor (1999 dalam
Azizah, 2011) bahwa dukungan keluarga
seperti dukungan instrumental (tangible
assistance), dukungan informasi,
dukungan emosional, dukungan pada
harga diri dapat mempengaruhi motivasi.

2. Motivasi Kunjungan Lansia
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
bahwa dari 51 orang responden terdapat 29
orang (56,9%) menyatakan memiliki
motivasi yang tinggi untuk melakukan
kunjungan dan sebanyak 22 orang (43,1%)
menyatakan memiliki motivasi yang
rendah untuk melakukan kunjungan.

Hal-hal yang menyangkut motivasi
seseorang relatif sifatnya. Seperti yang
dikatakan oleh Motivasi berasal dari
bahasa Latin movere yang berarti
menggerakan. Motif seringkali diartikan
sebagai dorongan. Dalam arti lain motif
adalah kondisi dari individu yang dapat
mendorong seseorang bertindak (Irwanto,
2010).
Dukungan Keluarga Motivasi Lansia Total
Value Tinggi Rendah
N % N % N %
Tinggi 29 100 0 0 29 100 0,0001
Rendah 0 0 22 100 22 100
Total 29 100 22 100 51 100
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
5


Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan masih terdapat responden yang
menyatakan memiliki motivasi yang
rendah untuk melakukan kunjungan ke
posyandu lansia. Hal ini salah satunya
disebabkan karena rendahnya dukungan
keluarga yang diberikan.

Dari hasil penelitian tersebut didapatkan
bahwa motivasi kunjungan lansia ke
posyandu lansia tinggi hal ini dikarenakan
dukungan yang diberikan keluarga kepada
lansia juga tinggi.

3. Hubungan Dukungan Keluarga dengan
Motivasi Kunjungan Lansia
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa dari
29 responden yang mendapatkan
dukungan keluarga yang tinggi seluruhnya
(100%) menyatakan memiliki motivasi
tinggi dan yang menyatakan memiliki
motivasi rendah tidak ada. Dari 22
responden yang mendapatkan dukungan
keluarga yang rendah seluruhnya (100%)
menyatakan memiliki motivasi yang
rendah dan yang menyatakan memiliki
motivasi tinggi tidak ada.

Berdasarkan hasil uji Chi-square tentang
hubungan dukungan keluarga dengan
motivasi kunjungan lansia ke posyandu
lansia di Posyandu Lansia RW 12 Desa
Haurwangi Kecamatan Haurwangi
Kabupaten Cianjur Tahun 2013 dengan
hasil value = 0.000 < (=0.05), maka
keputusan Ho ditolak yang berarti ada
hubungan antara dukungan keluarga
dengan motivasi kunjungan lansia ke
Posyandu Lansia di RW 12 Desa
Haurwangi Kecamatan Haurwangi
Kabupaten Cianjur Tahun 2013.

Dari hal tersebut menunjukkan bahwa
dukungan keluarga sebagian besar tinggi
sehingga lansia merasa termotivasi untuk
melakukan kunjungan ke Posyandu
Lansia. di RW 12 Desa Haurwangi
Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur.


E. Simpulan
Dukungan keluarga yang diberikan pada
lansia di RW 12 Desa Haurwangi
Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur
Tahun 2013 menyatakan tinggi sebanyak
29 (56,9%) responden dan yang
menyatakan rendah sebanyak 22 (43,1%)
responden. Motivasi kunjungan lansia ke
posyandu lansia di Posyandu lansia RW 12
Desa Haurwangi kecamatan Haurwangi
Kabupaten Cianjur Tahun 2013
menyatakan memiliki motivasi yang tinggi
yaitu sebanyak 29 (56,9%) responden dan
yang menyatakan memiliki motivasi
rendah sebanyak 22 (43,1%). Terdapat
hubungan antara dukungan keluarga
dengan motivasi kunjungan lansia ke
Posyandu Lansia di Rw 12 Desa
Haurwangi Kecamatan Haurwangi
Kabupaten Cianjur Tahun 2013 dengan
hasil value = 0.000 < (=0.05).

F. Saran
Lebih memperhatikan keadaan dan
kesehatan lansia yang rentan dengan cara
memberikan dukungan dan motivasi agar
lansia mau berupaya untuk meningkatkan
status kesehatannya agar menjadi lebih
baik. Salah satunya dengan meningkatkan
dukungan agar lansia mau berkunjung ke
posyandu lansia untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan dan sosial.

G. Referensi
Arikunto, Suharsini. (2010). Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Siagian, Sondang P. (2004). Teori
Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta
: Rineka Cipta.
Hidayat, AAA. (2011). Metode Penelitian
Kebidanan Dan Teknik Analisis
Data. Jakarta : Salemba Medika.
Azizah, Marifatul, Lilik. (2011).
Keperawatan Lanjut Usia.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Maryam, dkk. (2010). Buku Panduan Bagi
Kader POSBINDU Lansia.
Jakarta : Trans Info medika.
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
6

Notoatmodjo,Soekidjo. (2005).Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta :
Rineka Cipta.
Notoatmodjo,Soekidjo.(2010). Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta :
Rineka Cipta.
Riyanto, Agus. (2011). Aplikasi
Metodologi Penelitian Kesehatan.
Jakarta : Nuha medika.
Notoatmodjo,Soekidjo.(2011).Pengolahan
dan Analisis Data Kesehatan.
Jakarta : Nuha medika.
Asih, Windi. (2012). Modul Ajar STIK
IMMANUEL Keperawatan Lanjut
Usia. Bandung.
Nazir, Moh. (2005). Metode Penelitian.
Ciawi Bogor Selatan : Ghalia
Indonesia.
Irwanto, (2010). Psikologi Umum Buku
Panduan Mahasiswa. Jakarta :
PT.Prenhallindo.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan, Edisi 2. Jakarta :
Salemba Medika.

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
7

GAMBARAN FAKTOR- FAKTOR YANG MENDUKUNG IBU HAMIL
MELAKUKAN PERAWATAN PAYUDARA DI DESA NAGRAK KECAMATAN
CIANJURKABUPATEN CIANJUR TAHUN 2013

Yuni Nurwahyuni
1
, Elizabeth Widayati
2
, Neng Irma Siti Rohimah
2
1
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kelas B Cianjur
2
Akademi Kebidanan Cianjur

ABSTRAK

Salah satu upaya agar produksi ASI pada saat menyusui lancar, ibu hamil dianjurkan untuk
merawat payudaranya dengan metode dan teknik yang benar. Tahap ini sangat penting
diperlukan karena proses laktasi (pembentukan ASI) sudah dimulai sejak masa kehamilan.
Untuk melihat sampai mana pandangan ibu hamil di Desa Nagrak mengenai perawatan
payudara, maka peneliti perlu mengetahui gambaran pengetahuan, dukungan keluarga,
dukungan lingkungan dan sikap ibu hamil di Desa Nagrak. Desain penelitian ini bersifat
deskriptif dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui gambaran
faktor-faktor yang mendukung ibu hamil melakukan perawatan payudara di Desa Nagrak
Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 88
orang ibu hamil, diambil dengan cara total sampling. Hasil penelitian diperoleh data bahwa
pengetahuan ibu hamil tentang perawatan payudara adalah baik, sebanyak 58 ibu hamil (65,9
%). Ibu hamil yang mendapatkan dukungan keluarga sebanyak 68 ibu hamil (77,3%). Ibu
hamil yang mendapatkan dukungan lingkungan sebanyak 63 ibu hamil (71,6%). Ibu hamil
yang bersikap positif sebanyak 75 ibu hamil (85,2%).

Kata Kunci : Ibu Hamil, Dukungan, Perawatan Payudara

A. Pendahuluan
Infeksi payudara mempunyai pengaruh
yang sangat besar bagi ibu yang sedang
menyusui.Kesalahan dalam teknik
menyusui ataupun kurangnya informasi
tentang perawatan payudara bisa
menyebabkan seorang ibu mengalami
berbagai masalah payudara pada saat
menyusui sehingga pemberian nutrisi
terhadap bayinya menjadi kurang
maksimal.Dalam kasus ini, infeksi yang
sering terjadi pada ibu menyusui disebut
dengan mastitis yang bisa berkembang
menjadi abses payudara apabila tidak
segera tertangani.Seorang bidan harus
secara aktif terlibat dalam pencegahan dan
deteksi dini untuk mencegah terjadinya
masalah pada payudara (Bostrom, 2011).

Pada tahun 2005 World Health Organization
(WHO) menyebutkan bahwa jumlah kasus
infeksi payudara yang terjadi pada wanita
seperti kanker, tumor, mastitis, penyakit
fibrocustic terus meningkat, dimana
penderita kanker payudara mencapai hingga
lebih 1,2 juta orang yang terdiagnosis, dan
sebanyak 12% diantaranya merupakan
infeksi payudara berupa mastitis pada wanita
pasca post partum. Data ini kemudian
didukung oleh The American Cancer
Society yang memperkirakan 211.240
wanita dari 310.232.863 penduduk di
Amerika Serikat akan didiagnosis menderita
kanker payudara invasive (stadium I-IV) dan
40.140 orang akan meninggal karena
penyakit ini. Sedangkan di Indonesia hanya
0,001/100.000 angka kesakitan akibat
infeksi berupa mastitis (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

Perawatan payudara selama kehamilan
merupakan hal penting untuk dilakukan
agar pemberian nutrisi terhadap bayi dapat
diberikan secara dini.Sebuah penelitian
dari Survei Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) 2007 mengungkapkan
angka kematian bayi sangat tinggi yaitu
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
8

34/1000 kelahiran.Jumlah tersebut lebih
tinggi dari angka target Millenium
Development Goals (MDGs), yakni 25
kasus per 1000 kelahiran. Menurut hasil
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007,
penyebab kematian bayi baru lahir 0-6 hari
di Indonesia adalah gangguan pernapasan
(36,9%), prematuritas (32,4%), sepsis
(12%), hipotermi (6,8%), juga kelainan
darah/ikterus (6,6%) dan lain-lain. Dari itu
Menteri Kesehatan Indonesia memaparkan
bahwa kaum ibu harus sesegera mungkin
untuk melakukan Inisiasi Menyusui Dini
(IMD) dan dilanjutkan dengan pemberian
ASI eksklusif selama 6 bulan (Widodo,
2012)

Di Indonesia, pemberian ASI eksklusif
masih rendah yaitu sebanyak 33,6 %.
Sebagai perbandingan, cakupan ASI
Eksklusif di India sudah mencapai 46%, di
Philipina 34%, di Vietnam 27% dan di
Myanmar 24%. Dari itu Indonesia
mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian
ASI Eksklusif.Perturan ini menyatakan
kewajiban ibu untuk menyusui bayinya
secara eksklusif sejak lahir sampai berusia
6 bulan.Hal ini juga diharapkan menjadi
upaya penurunan AKB di Indonesia
(Kementrian Kesehatan RI, 2012).

Di Provinsi Jawa Barat dari tahun 2007
menunjukan bahwa AKB sebesar 39/1000
KH, dan pada tahun 2008 mengalami
penurunan menjadi 38,51/1000 KH.
Penyebab kematian bayi terbanyak adalah
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
sebesar 21,6% dan asfiksia sebesar 15,5%
(Profil Dinas Kesehatan, 2010).

Pada tahun 2012, jumlah kasus kematian
neonatus di Kabupaten Cianjur sebanyak
202 kasus, penyebab tertinggi kematian
neonatus adalah Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) sebanyak 75 kasus
(37,1%), disusul dengan asfiksia sebanyak
65 kasus (32,17%), kelainan kongenital
sebanyak 10 kasus (4,95%), sepsis
sebanyak 7 kasus (3,46%), ikterus
sebanyak 5 kasus (2,47%), tetanus
neonaturum sebanyak 2 kasus (0,9%), dan
lain-lain sebanyak 38 kasus (19%).
Sedangkan jumlah kasus kematian bayi di
Kabupaten Cianjur ada 40 kasus,
penyebabnya antara lain pneumonia 18
kasus (45%), diare 1 kasus (2,5%),
kelainan saluran cerna 3 kasus (7,5%), dan
lain-lain sebanyak 18 kasus (45%) (Dinas
Kesehatan Cianjur, 2013).

Perawatan payudara mempunyai peranan
penting dalam program MDGs, dimana
pada point MDGs yang keempat yaitu
Menurunkan Kematian Anak bisa
diupayakan dengan dilakukannya Inisiasi
Menyusu Dini (IMD), IMD dapat
mengurangi 23% kematian bayi berusia 28
hari, dan sekitar 40% kematian balita pada
saat satu bulan pertama kehidupan bayi
(Rusli Utami, 2008). Salah satu upaya agar
IMD dapat dilakukan secara optimal, maka
diharapkan ibu hamil melakukan
perawatan payudara sejak dini agar air
susu sesegera mungkin keluar pada saat
melahirkan dan proses IMD pun berhasil.
Pemberian ASI eksklusif pada bayi yang
baru dilahirkan hingga enam bulan ke
depan sangat penting dalam mencegah
kematian bayi karena kekurangan zat-zat
yang dibutuhkan (Baginda, 2010)

Akan tetapi menurut dr. Masadah, banyak
bayi meninggal dunia karena ibu tidak
memahami Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
yaitu menyusui bayi sesegera mungkin
setelah melahirkan. Hal ini sangat
berperan penting untuk dapat mengurangi
angka kematian bayi yang sangat tinggi
(Surya, 2013)

Salah satu upaya agar produksi ASI pada
saat menyusui lancar, ibu hamil dianjurkan
untuk merawat payudaranya dengan
metode dan teknik yang benar. Tahap ini
sangat penting diperlukan karena proses
laktasi (pembentukan ASI) sudah dimulai
sejak masa kehamilan (Mellyna, 2007).

Perawatan payudara penting dilakukan
pada akhir kehamilan atau sebelum
menyusui yang bertujuan untuk
memperlancar keluarnya ASI juga untuk
perawatan sejak dini agar terhindar dari
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
9

berbagai jenis komplikasi pada payudara
terutama pada saat menyusui.(Sarwono,
2010).Akan tetapi, pada kenyataannya
banyak ibu hamil mengabaikan perawatan
payudara.Ini dikarenakan ibu malas atau
sesungguhnya ibu belum mengetahui
manfaatnya. Apabila selama kehamilan ibu
tidak melakukan perawatan payudara dan
perawatan tersebut hanya dilakukan pasca
persalinan, maka akan menimbulkan
beberapa permasalahan, seperti bendungan
ASI, kelainan putting payudara, kelainan
keluarnya ASI, bahkan terjadi mastitis
(Sarwono, 2008).

Menurut data periode bulan Februari 2013
di Puskesmas Nagrak, pemeriksaan
Antenatal Care (ANC) yang K1 akses ada
sebanyak 80 ibu hamil dan K1 murni ada
sebanyak 78 ibu hamil. Dalam
pemeriksaan ANC, salah satu hal penting
yang harus diperhatikan adalah
pemeriksaan payudara untuk mendeteksi
apabila ada kelainan sedini mungkin dan
merawat payudara agar tidak ditemukan
masalah dalam pemberian ASI saat
menyusui (Puskesmas Nagrak, 2013).

Di Desa Nagrak ada 3 kasus mastitis yang
tercatat dari bulan Oktober sampai
Desember 2012. Dan berdasarkan hasil
studi pendahuluan yang penulis lakukan
pada 10 ibu hamil dengan sistem
wawancara, 8 dari 10 ibu mengatakan
jarang atau tidak secara aktif melakukan
perawatan payudara selama kehamilannya
dikarenakan adanya rasa malas dan 2 ibu
lainnya mengatakan setiap hari melakukan
perawatan payudara. Dari 8 ibu yang tidak
melakukan perawatan payudara, sebanyak
6 ibu yang tidak secara aktif melakukan
perawatan payudara karena beralasan
malas, 2 bumil lainnya beralasan kurang
dukungan dari suami.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
gambaran faktor- faktor yang mendukung
ibu hamil melakukan perawatan payudara
di Desa Nagrak Kecamatan Cianjur
Kabupaten Cianjur Tahun 2013.

B. Metode
Penelitian ini merupakan penelitian Desain
penelitian ini bersifat deskriptif dengan
pendekatan Cross Sectional.Variabel
independendalam penelitian adalah
pengetahuan ibu, dukungan keluarga,
dukungan lingkungan dan sikap
ibu.Sampel dalam penelitian ini adalah
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh
ibu hamil yang ada di Desa Nagrak
Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur
yang berjumlah 88 ibu hamil.Cara
pengambilan sampel ini menggunakan
tekhnik sampling jenuh/ total sampling.

Data yang dikumpulkan adalah data
primer, yaitu data yang didapatkan
langsung dari hasil penelitian di
lapangandengan menggunakan instrumen
penelitian (kuesioner) yang telah lolos uji
validitas dan reliabilitas.

Analisa data yang digunakan adalah
analisa univariat yang dilakukan terhadap
tiap variabel dari hasil penelitian.Pada
umumnya dalam analisis ini hanya
menghasilkan distribusi dan persentase
dari tiap variabel.Data yang diperoleh
dikumpulkan, pertanyaan yang dijawab
dengan benar diberi nilai 1 dan jika salah
diberi nilai 2, kemudian dituangkan ke
dalam bentuk tabel dengan perhitungan
analisis.
Rumus distribusi frekuensi yang dipakai
adalah sebagai berikut (Arikunto, 2006) :

P = ( x / n ) x 100%

Keterangan
P = Presentase
x = Banyaknya Respon
n = Jumlah pertanyaan









Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
10

C. Hasil

Tabel 1
Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Ibu
Tentang Perawatan Payudara

No Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil %
1 Baik 58 65,9
2 Cukup 17 19,3
3 Kurang 13 14,8
Total 88 100.0

Hasil penelitian menunjukkan bahwa
menunjukan bahwa sebagian besar ibu
hamil berpengetahuan baik tentang
perawatan payudara yaitu sebanyak 58 ibu
hamil (65,9 %), sedangkan sebagian kecil
ibu hamil berpengetahuan kurang yaitu ada
13 ibu hamil (14,8 %).

Tabel 2
Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga
Tentang Perawatan Payudara

No Dukungan Keluarga Ibu Hamil %
1 Mendukung 68 77,3
2 Tidak Mendukung 20 22,7
Total 88 100.0

Ibu hamil yang mendapatkan dukungan
keluarga dalam melakukan perawatan
payudara yaitu sebanyak 68 ibu hamil
(77,3%), dan sebagian kecil ibu hamil
tidak mendapatkan dukungan keluarga
dalam melakukan perawatan payudara
yaitu 20 ibu hamil (22,7%).

Tabel 3
Distribusi Frekuensi Ibu Dukungan Lingkungan



Sebagian besar ibu hamil mendapatkan
dukungan lingkungan dalam perawatan
payudara yaitu sebanyak 63 ibu hamil
(71,6%), dan sebagian kecil ibu hamil
tidak mendapatkan dukungan lingkungan
dalam perawatan payudara yaitu 25 ibu
hamil (28,4%)






No Dukungan
lingkungan
Ibu Hamil %
1 Mendukung 63 71,6
2 Tidak mendukung 25 28,4
Total 88 100.0
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
11

Tabel 4
Distribusi Frekuensi Sikap Ibu

No Sikap Ibu Ibu Hamil %
1 Positif 75 85,2
2 Negaif 13 14,8
Total 88 100.0

Sebagian besar ibu hamil bersikap positif
dalam melakukan perawatan payudara,
yaitu sebanyak 75 ibu hamil (85,2%), dan
sebagian kecil ibu hamil bersikap negatif
dalam melakukan perawatan payudara,
yaitu 13 ibu hamil (14,8%).

D. Pembahasan
1. Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan
Payudara
Pengetahuan adalah informasi yang telah
dikombinasikan dengan pemahaman dan
potensi untuk menindaki; yang lantas
melekat di benak seseorang.Pada
umumnya, pengetahuan memiliki
kemampuan prediktif terhadap sesuatu
sebagai hasil pengenalan atas suatu
pola.Manakala informasi dan data sekedar
berkemampuan untuk menginformasikan
atau bahkan menimbulkan kebingungan,
maka pengetahuan berkemampuan untuk
mengarahkan tindakan.Ini lah yang disebut
potensi untuk menindaki.

Faktor pengetahuan tentang perawatan
payudara menjadi peranan yang sangat
penting bagi ibu hamil. Dari pengetahuan,
ibu akan menjadi tahu dan paham tentang
manfaat perawatan payudara.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1
di atas menunjukan bahwa ibu hamil
sebagian besar berpengetahuan baik, yaitu
sebanyak 58 ibu hamil (65,9%), kemudian
ibu hamil yang memiliki pengetahuan
yang cukup ada 17 ibu hamil (19,3%), dan
ibu hamil yang memiliki pengetahuan
yang kurang ada 13 ibu hamil (14,8%).

Dari data diatas dapat dilihat bahwa
sebagian besar ibu hamil di Desa Nagrak
berpengetahuan baik sehingga perilaku ibu
dalam perawatan payudara adalah baik
karena sebagian besar ibu hamil di desa
Nagrak sudah berpengetahuan baik tentang
perawatan payudara.

Dari yang peneliti perhatikan, dalam
kesehariannya ibu hamil di Desa Nagrak
sebagian besar selalu memperhatikan
kesehatan dirinya selama hamil terutama
dalam hal perawatan payudara, hal itu
dikarenakan ibu mengetahui berbagai
manfaat perawatan payudara dari bidan
setempat juga dari temannya yang pernah
menjalani masa kehamilan, dan tidak
sedikit pula ibu hamil yang mengetahui
manfaat penting perawatan payudara dari
buku-buku. Sehingga hasil kuesioner yang
peneliti olahpun menunjukan bahwa ibu
hamil sebagian besar berpengetahuan baik
terhadap perawatan payudara.

2. Dukungan Keluarga dalam
Perawatan Payudara
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 2
menunjukan bahwa ada sebanyak 68
(77,3%) ibu hamil yang menyatakan
dukungan keluarga penting dalam
melakukan perawatan payudara, dan
sebanyak 20 (22,7%) ibu hamil yang
menyatakan dukungan keluarga tidak
penting dalam melakukan pearwatan
payudara.

Disamping pengetahuan, faktor dukungan
keluarga juga berperan penting untuk ibu
hamil dalam melakukan perawatan
payudara. Dukungan keluarga merupakan
suatu bentuk motivasi agar ibu mau
melakukan perawatan payudara yang kaya
akan manfaat.

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
12

Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan
dan penerimaan keluarga terhadap
anggotanya.Anggota keluarga dipandang
sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dalam lingkungan keluarga.Anggota
keluarga memandang bahwa orang yang
bersifat mendukung selalu siap
memberikan pertolongan dan bantuan jika
diperlukan. Pada hakekatnya keluarga
diharapkan mampu berfungsi untuk
mewujudkan proses pengembangan timbal
balik rasa cinta dan kasih sayang antara
anggota keluarga. Dalam kehidupan yang
diwarnai oleh rasa kasih sayang maka
semua pihak dituntut agar memiliki
tanggung jawab, pengorbanan, saling
tolong menolong, kejujuran, saling
mempercayai, saling membina pengertian
dan damai dalam rumah
tangga.(Psychologymania, 2012)

Penelitian di Indonesia, membuktikan
bahwa dukungan dan peran serta suami
selama kehamilan meningkatkan
kesiapan ibu hamil dalam menghadapi
kehamilan dan persalinan bahkan dapat
memicu produksi ASI.


3. Dukungan Lingkungan dalam
Perawatan Payudara
Lingkungan adalah segala sesuatu yang
ada disekitar individu, baik lingkungan,
fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan
berpengaruh terhadap proses masuknya
pengetahuan ke dalam individu yang
berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini
terjadi karena adanya interaksi timbal balik
ataupun tidak, yang akan direspon sebagai
pengetahuan oleh setiap individu
(Budiman dan Agus, 2013).

Lingkungan berpengaruh terhadap proses
masuknya pengetahuan ke dalam individu
yang berada dalam lingkungan tersebut.
Hal ini terjadi karena adanya interaksi
timbal balik ataupun tidak, yang akan
direspon sebagai pengetahuan oleh setiap
individu (Budiman dan Agus, 2013).

Dukungan lingkungan dapat berupa : Doa
bersama untuk keselamatan ibu dan bayi,
membicarakan dan menasehati tentang
pengalaman selama hamil termasuk
berbagi pengalaman mengenai perawatan
payudara.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 3
di atas menunjukkan bahwa ada sebanyak
63 (71,6%) ibu hamil yang menyatakan
dukungan lingkungan penting dalam
perawatan payudara, sedangkan ibu hamil
yang menyatakan dukungan lingkungan
tidak penting dalam perawatan payudara
ada sebanyak 25 (28,4%) ibu hamil.

Selain memiliki pengetahuan yang baik
dan mendapatkan dukungan keluarga
dalam melakukan perawatan payudara, ibu
hamil di Desa Nagrak sebagian besar juga
mendapatkan dukungan yang baik dari
lingkungan dalam melakukan perawatan
payudara dan hal ini dapat memberikan
dampak yang baik untuk ibu dan mampu
memberikan semangat untuk melakukan
perawatan payudara.

Dalam keseharian nya, ibu hamil di Desa
Nagrak selalu bertukar pengalaman
dengan ibu hamil lainnya ataupun dengan
ibu yang pernah menjalani kehamilan
tentang perawatan diri selama kehamilan,
terutama membicarakan tentang perawatan
payudara. Sehingga dari hasil kuesioner
pun menunjukkan bahwa ibu hamil di
Desa Nagrak mendapatkan dukungan yang
baik dari lingkungannya.

4. Sikap Ibu Hamil Dalam Perawatan
Payudara.
Hasil penelitian pada tabel 4 di atas
menunjukkan bahwa ada sebanyak 75
(85,2%) ibu hamil yang bersikap positif
dalam melakukan perawatan payudara, dan
sebanyak 13 (14,8%) ibu hamil yang
bersikap negatif dalam melakukan
perawatan payudara.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang
masih tertutup dari seseorang terhadap
suatu stimulus atau objek.Sikap itu
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
13

merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak, dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktivitas
akan tetapi merupakan predisposisi
tindakan suatu prilaku. Sikap merupakan
kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di
lingkungan tertentu sebagai suatu
penghayatan terhadap objek.

Sikap ibu hamil merupakan faktor utama
dalam melakukan perawatan payudara.
Setelah ibu mengetahui manfaat perawatan
payudara, diharapkan ibu mau dan mampu
melakukan perawatan payudara dengan
teknik yang benar agar nutrisi bagi bayi
dapat sesegera mungkin diberikan setelah
melahirkan dan untuk mencegah terjadinya
masalah pada saat menyusui.
E. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil
kesimpulan sebagian besar dari responden
Pengetahuan ibu hamil tentang perawatan
payudara sebagian besar adalah baik, yaitu
sebanyak 58 ibu hamil (65,9 %).
Dukungan keluarga dalam proses
perawatan payudara, yaitu sebanyak 68 ibu
hamil (77,3%).Sebagian besar ibu hamil
mendapatkan dukungan lingkungan dalam
proses perawatan payudara, yaitu sebanyak
63 ibu hamil (71,6%). Sikap ibu dalam
melakukan perawatan payudara adalah
positif, artinya ibu hamil di Desa Nagrak
mendukung dirinya sendiri dalam
melakukan perawatan payudara, yaitu
sebanyak 75 ibu hamil (85,2%).
F. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, maka diharapkan kepadatenaga
kesehatanuntuk lebih meningkatkan
pemberian informasi dan penyuluhan
mengenai manfaat dan tata laksana
perawatan payudara serta menyediakan
fasilitas pemberian informasi mengenai
perawatan payudara, misalnya poster-
poster, gambar-gambar mengenai cara
perawatan payudara dan menyediakan
ruang konsultasi dan pelatihan puskesmas
dan posyandu bagi ibu-ibu hamil tentang
perawatan payudara.
G. Referensi
Ai dan Lia Yulianti. (2010). Asuhan
Kebidanan IV (Patologi
Kebidanan).Jakarta : TIM.
ASI & MPASI. 2012. Perawatan Payudara
Selama Hamil.
http://www.bayisehat.com.
Baginda Ery. (2010).
http://bagindaery.blogspot.com
Bostrom, Janet. (2011). American College
of Nurse Midwives.American
Journal.10.1016/0091-
2182(79)90027-2.
Budiman dan Agus Riyanto. (2013).
Kapita Selekta Kuisioner.Jakarta :
Salemba Medika.
Hidayati, Ratna. (2009). Asuhan
Keperawatan pada Kehamilan
Fisiologis dan Patologis.Jakarta :
Salemba Medika.
Hidayat, Aziz. (2011). Metodologi
Penelitian Kebidanan dan Teknik
Analisis Data.Jakarta : Salemba
Medika.
Ida. (2009). Memahami Kesehatan
Reproduksi Wanita.Jakarta : EGC
Lusa. 2010. ASKEB III.
http://www.lusa.web.id
Prawirohardjo, Sarwono. (2010). Ilmu
Kebidanan.Jakarta : PT Bina
Pustaka.
Psychologymania. (2012).
http://www.psychologymania.com
Riyanto, Agus. (2011). Pengolahan dan
Analisis Data Kesehatan.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Riyanto, Agus. (2011). Aplikasi
Metodologi Penelitian Kesehatan.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Surya, (2013), Menyusui yang Benar
Mengurangi Angka Kematian
Bayi.http://jatim.tribunnews.com, 17
Maret 2013.
Varney, dkk. (2007). Buku Ajar Asuhan
Kebidanan Volume 1. EGC
Yudhasmara Foundation. (2012).
http://childrengrowup.wordpress.
com.
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
14

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DAN KELUARGA DENGAN KEJADIAN
EMESIS GRAVIDARUM DI DESA GALUDRA KECAMATAN CUGENANG
KABUPATEN CIANJUR TAHUN 2013

Teny Hernawati
1
, Soffa Abdillah
2
, Silvy Evilia Ratna L
2

1
Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur
2
Akademi Kebidanan Cianjur

ABSTRAK

Emesis gravidarum (nausea gravidarum/morning sickness) adalah gejala mual muntah yang
umumnya terjadi pada awal kehamilan. Emesis gravidarum dialami oleh sebagian besar ibu
hamil baik primigravida maupun multigravida. Selain faktor fisik, faktor emosional juga
dapat menyebabkan mual dan muntah pada kehamilan. Penelitian ini menggunakan desain
cross sectional. Jumlah sampel yaitu 52 ibu hamil, diambil dengan cara sampling jenuh.
Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner. Hasil penelitian diperoleh ibu
hamil yang mendapat dukungan dari suami dan keluarga sebanyak 32 (61,5%), yang tidak
mendapat dukungan suami dan keluarga sebanyak 20 (38,5%). Hasil analisis menggunakan
Chi Quadrat didapatkan nilai p value = 0,000 (<0,05) artinya ada hubungan yang signifikan
antara ibu yang mendapat dukungan dari suami dan keluarga dengan ibu yang tidak mendapat
dukungan terhadap kejadian emesis. Hasil OR = 2,000 artinya ibu yang tidak mendapat
dukungan mempunyai risiko 2 kali lebih tinggi mengalami emesis gravidarum dibandingkan
dengan ibu yang mendapat dukungan.

Kata Kunci : Emesis Gravidarum, Dukungan Suami dan Keluarga


A. Pendahuluan
Mortalitas dan morbiditas pada wanita
hamil dan bersalin adalah masalah besar
bagi negara-negara berkembang. Di negara
miskin, sekitar 20- 50% kematian wanita
usia subur disebabkan hal yang berkaitan
dengan kehamilan. Menurut data statistik
yang dikeluarkan WHO sebagai badan
PBB yang menangani masalah bidang
kesehatan, tercatat angka kematian ibu
dalam kehamilan dan persalinan di dunia
mencapai 515.000 jiwa setiap tahun
(WHO, 2008).

Berdasarkan SDKI tahun 2007 Angka
Kematian Ibu (AKI) di Indonesia
mencapai 228 per 100.000 kelahiran
hidup, angka tersebut masih tinggi di Asia.
(SDKI, 2007).

Kasus kematian ibu di Kabupaten Cianjur
tahun 2012 sebanyak 48 kasus, dengan
penyebab terbanyak adalah pendarahan 22
kasus, pre/eklampsi 15 kasus, infeksi 3
kasus dan penyebab lain 8 kasus. (Dinas
Kesehatan Kabupaten Cianjur, 2013)

Proporsi kejadian kematian ibu di
Kabupaten Cianjur tahun 2012 paling
banyak adalah kematian yang terjadi pada
ibu bersalin (62,5%), disusul pada ibu
hamil (20,8%). dan ibu nifas (16,6%).
(Seksi KIA Dinas Kesehatan Kabupaten
Cianjur, 2013)

Di Puskesmas Cijedil terdapat 1 kematian
ibu bersalin dengan penyebab perdarahan.
Jumlah seluruh ibu hamil di Puskesmas
Cijedil pada tahun 2012 sebanyak 1.113
ibu hamil, sedangkan ibu hamil yang
mengalami komplikasi kehamilan di
Puskesmas Cijedil sebanyak 30 kasus
(2,69%). (Profil Puskesmas Cijedil, 2012)

Komplikasi kehamilan, persalinan dan
nifas merupakan masalah kesehatan yang
bila tidak ditanggulangi akan
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
15

menyebabkan angka kematian ibu yang
tinggi. Kematian seorang ibu dalam
proses reproduksi merupakan tragedi
yang mencemaskan. Keberadaan
seorang ibu merupakan tonggak
untuk tercapainya keluarga yang
sejahtera dan kematian seorang ibu
merupakan suatu bencana bagi
keluarganya.

Menurut Federasi Obstetri Ginekologi
International, kehamilan didefinisikan
sebagai fertilisasi atau pertemuan dari
spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan
dengan nidasi atau implantasi.
(Prawirohardjo, 2008)

Sekitar 50% perempuan yang sedang
hamil mengalami mual dan muntah.
Pemicunya adalah peningkatan hormon
secara tiba-tiba dalam aliran darah.
Hormon tersebut adalah HCG (Human
chorionic Gonadotrophin). Peningkatan
hormon ini akan mengakibatkan efek
pedih pada lapisan perut dan menimbulkan
rasa mual.

Emesis gravidarum atau nama lainnya
nausea gravidarum, atau lebih dikenal
dengan istilah morning sickness adalah
gejala mual biasanya disertai muntah yang
umumnya terjadi pada awal kehamilan,
biasanya pada trimester pertama. Kondisi
ini umumnya dialami oleh lebih dari
separuh wanita hamil yang disebabkan
karena meningkatnya kadar hormon
estrogen.

Selain faktor fisik, Wolkind dan Zajicek
(1978) mengemukakan bahwa faktor
emosional juga dapat menyebabkan mual
dan muntah pada kehamilan. Para wanita
hamil yang mengalami mual
berkepanjangan sering terjadi pada wanita
yang kehamilannya kurang mendapatkan
dukungan dari suaminya atau orang tua
mereka.

Faktor psikologis, memegang peranan
yang penting pada penyakit ini, rumah
tangga yang retak, hubungan dengan
suami dan keluarga yang kurang baik,
kehilangan pekerjaan, takut terhadap
kehamilan dan persalinan, takut terhadap
tanggung jawab sebagai seorang ibu, dan
sebagainya, dapat menyebabkan konflik
mental yang dapat memperberat mual dan
muntah sebagai ekspresi tidak sadar
terhadap keengganan menjadi hamil, tidak
jarang dengan memberikan suasana baru
dapat mengurangi frekuensi muntah.
Dengan perubahan suasana dan dirujuk ke
rumah sakit frekuensi muntahnya dapat
berkurang dan menghilang atau berangsur-
angsur sembuh. (Ai dan Lia, 2010)

Kejadian emesis gravidarum dialami oleh
sebagian besar ibu hamil baik primigravida
maupun multigravida. Emesis gravidarum
terjadi pada 60-80% primigravida dan 40-
60% multigravida (Prawirohardjo, 2005).

Beberapa wanita pada awal kehamilannya
berjalan normal tetapi cenderung
berkembang menjadi komplikasi yang
beresiko dan atau telah memiliki resiko
sejak awal kehamilan, Bidan dalam
melakukan pelayanan ANC hendaknya
selalu memberikan penjelasan dan
motivasi mengenai keluhan yang dirasakan
ibu hamil termasuk didalamnya emesis dan
hiperemesis gravidarum. (Ai dan Lia :
2010)

Sasaran proyeksi ibu hamil di desa
Galudra tahun 2012 adalah 102 ibu hamil.
Dimana kunjungan (K1) mencapai 98,03%
sedangkan (K4) mencapai 96,07 %.

Data dari 7 posyandu di desa Galudra
sampai bulan Februari 2013 jumlah
seluruh ibu hamil sebanyak 70 ibu hamil
dan 20 diantaranya adalah ibu hamil
trimester pertama. Dari 20 ibu hamil 16
diantaranya mengalami emesis gravidarum
(80%), sedangkan sisanya sebanyak 4 ibu
hamil mengalami hiperemesis gravidarum
(20%).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan dukungan suami
dan keluarga dengan kejadian emesis
gravidarum di desa Galudra Kecamatan
Cugenang Kabupaten Cianjur tahun 2013.
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
16

B. Metode
Penelitian ini merupakan penelitian survei
analitik dengan desain penelitian cross
sectional. Hipotesis (Ha) pada penelitian
ini adalah ada hubungan antara dukungan
suami dan keluarga dengan kejadian
emesis gravidarum di desa Galudra
Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur.

Variabel independen dalam penelitian
adalah dukungan suami dan keluarga
dengan variabel dependen adalah kejadian
emesis gravidarum. Sampel dalam
penelitian ini adalah seluruh ibu hamil
yang berada di desa Galudra Kecamatan
Cugenang Kabupaten Cianjur. Cara
pengambilan sampel ini adalah dengan
mengambil semua anggota populasi
menjadi sampel. Cara ini dilakukan bila
populasinya kecil.

Data yang dikumpulkan adalah data
primer, yaitu data yang didapatkan
langsung dari hasil penelitian di lapangan
dengan menggunakan instrumen penelitian
(kuesioner) yang telah lolos uji validitas
dan reliabilitas.

Analisa data yang dilakukan dalam
penelitian ini yaitu analisis univariat dan
analisis bivariat. Analisis univariat
bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik setiap
variabel. Pada umumnya dalam analisis ini
hanya menghasilkan distribusi frekuensi
dan presentase tiap variabel.
(Notoatmodjo, 2012).

Rumus distribusi frekuensi yang dipakai
adalah sebagai berikut (Arikunto, 2006) :

P = ( x / n ) x 100%
Keterangan
P = Presentase
x = Banyaknya Respon
n = Jumlah pertanyaan

Analisis bivariat menggunakan uji Chi
Kuadrat atau X
2
dengan derajat
kepercayaan yang digunakan 95% . Rumus
yang diajukan adalah sebagai berikut:



Keterangan :
x2 : Nilai Chi Kuadrat
fo : Frekuensi yang diobservasi
(frekuensi empiris).
fe : Frekuensi yang diharapkan
(frekuensi teoritis).

C. Hasil
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Dukungan Suami dan
Keluarga Terhadap Kehamilan di Desa Galudra
Tahun 2013

Kategori Frekuensi Presentase
Tidak Mendukung 20 38,5
Mendukung 32 61,5
Total 52 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar ibu hamil (61,5%)
mendapatkan dukungan suami dan
keluarga selama masa kehamilannya, dan
sisanya hampir setengah dari responden
(38,5%) tidak mendapatkan dukungan atau
perhatian yang cukup selama masa
kehamilannya. Sebagian besar dari
responden ibu hamil di desa Galudra
(69,2%) mengalami emesis gravidarum
dan hampir setengah dari responden
(30,8%) tidak mengalami emesis
gravidarum.
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014)

Tabel 2
Distribusi Frekuensi Kejadian Emesis
di Desa Galudra Tahun 2013

Kategori Frekuensi Presentase
Tidak Emesis 16 30,8
Emesis 36 69,2
Total 52 100

Ibu hamil yang tidak mendapat dukungan
dari suami dan keluarga seluruhnya dari
responden yang mengalami emesis
gravidarum (100%). Sedangkan ibu hamil
yang mendapat dukungan dari suami dan
keluarga yang berjumlah 32 orang
mengalami emesis sebanyak 16 ibu hamil
(50%) .


Tabel 3
Hubungan Dukungan Suami dan Keluarga dengan
Kejadian Emesis Gravidarum di Desa Galudra
Tahun 2013

Status
Dukungan
Kejadian Emesis
Total
OR
(95%
CI)
P Value Tidak Emesis Emesis
n % N % N %
Tidak
Mendukung
0 0 20 100 20 100
2,000
(95%CI:1,414-
2,828)
0,000
Mendukung 16 50 16 50 32 100
Total 16 30,8 36 69,2 52 100

Hasil analisis bivariat menunjukkan
terdapat hubungan yang signifikan antara
dukungan suami dan keluarga terhadap
emesis gravidarum dengan p value = 0,000
(< 0,05).

D. Pembahasan
1. Dukungan Suami dan Keluarga
Berdasarkan tabel 4.1 diperoleh data
bahwa dari 52 responden (ibu hamil) yang
mendapat dukungan dari suami dan
keluarga sebanyak 32 orang (61,5%),
kemudian yang tidak mendapat dukungan
suami dan keluarga sebanyak 20 orang
(38,5%). Hal ini sangat memprihatinkan
mengingat betapa pentingnya peran aktif
para suami dan keluarga dalam masa
tumbuh kembang janin selama masa
kehamilan ibu, begitu juga kesehatan ibu
dan bayi yang semestinya menjadi
prioritas dalam keluarga.

Dukungan dan peran serta suami serta
keluarga selama kehamilan berpengaruh
terhadap kesehatan ibu. Tugas suami dan
keluarga adalah memberi dukungan dan
motivasi kepada ibu sehingga ibu dapat
mengonsultasikan semua masalah yang
dialaminya termasuk ketidaknyamanan
selama kehamilan sehingga ibu merasa
nyaman dengan kehamilannya. Kondisi
emosional sang ibu sangat penting karena
pada ibu hamil yang mengalami tingkat
stres atau tekanan mental berlebihan dapat
memperparah keadaan ibu yang semula
mengalami gangguan atau
ketidaknyamanan fisiologis menjadi
patologis.


Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
18

Dukungan dan kasih sayang dari anggota
keluarga dapat memberikan perasaan
nyaman dan aman ketika ibu merasa takut
dan khawatir dengan kehamilannya. (Idris,
2012)

2. Kejadian Emesis Gravidarum
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui
bahwa sebagian besar ibu hamil (69,2%)
mengalami emesis gravidarum dan hampir
setengah dari ibu hamil (30,8%) tidak
mengalami emesis gravidarum selama
masa kehamilannya.

Masih adanya responden yang mengalami
emesis gravidarum dikarenakan ada
beberapa hal yang mempengaruhi, salah
satunya adalah kurangnya dukungan
terhadap kehamilan dari suami dan
keluarga. Oleh karena itu dukungan
terhadap kehamilan harus lebih
ditingkatkan supaya angka kejadian emesis
sedikit bisa ditekan.

Emesis gravidarum adalah gejala mual,
pusing dan muntah yang biasanya terjadi
pada awal kehamilan. Gejala ini umumnya
terjadi di pagi hari, tetapi dapat pula
timbul setiap saat dan malam hari.

Mual muntah memang merupakan salah
satu tanda kehamilan. Studi
memperkirakan bahwa mual dan muntah
terjadi pada 50-90% dari kehamilan. Mual
dan muntah yang berhubungan dengan
kehamilan biasanya dimulai dengan 9-10
minggu kehamilan, puncak di 11-13
minggu, dan menyelesaikan dalam banyak
kasus oleh 12-14 minggu. Dalam 1-10%
dari kehamilan, gejala dapat berlanjut
setelah 20-22 minggu.

Sekitar 50% perempuan yang sedang
hamil mengalami mual dan muntah.
Pemicunya adalah peningkatan hormon
secara tiba-tiba dalam aliran darah.
Hormon tersebut adalah HCG (Human
chorionic Gonadotrophin). Peningkatan
hormon ini akan mengakibatkan efek
pedih pada lapisan perut dan menimbulkan
rasa mual.
Penyebab yang pasti masih belum
diketahui, diduga karena pengaruh
perubahan dalam tubuh selama hamil.
Selain itu kondisi emosional juga bisa
memperparah keadaan mual dan muntah.
(Hasyim, 2012).

Rasa mual menjadi berbahaya ketika rasa
mual membuat ibu tidak dapat makan
makanan dalam jumlah yang cukup atau
minum cairran yang cukup. Rasa mual
paling buruk biasanya terjadi di awal
massa kehamilan. Kondisi terburuk disebut
hiperemesis gravidarum yang
membutuhkan perawatan di rumah sakit.
(Hasyim, 2012)

3. Hubungan Dukungan Suami dan
Keluarga dengan Kejadian Emesis
Gravidarum
Hasil uji statistik yang terdapat pada tabel
4.3 didapatkan nilai p value = 0,000 atau
kurang dari 0,05 artinya Ha diterima maka
dapat disimpulkan ada hubungan yang
signifikan antara ibu yang mendapat
dukungan dari suami dan keluarga dengan
ibu yang tidak mendapat dukungan
terhadap kejadian emesis. Kemudian dari
hasil analisis diperoleh OR = 2,000 artinya
ibu yang tidak mendapat dukungan
mempunyai risiko 2 kali lebih tinggi
mengalami emesis gravidarum
dibandingkan dengan ibu yang mendapat
dukungan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara
dukungan suami dan keluarga dengan
kejadian emesis. Hal ini berarti terdapat
kesesuaian antara teori dengan fakta yang
terjadi di lapangan. Hasil penelitian ini
sama dengan penlitian yang dilakukan oleh
Henny (2012) dan Razak (2010) yang
menyatakan bahwa sebagian besar ibu
hamil mengalami emesis gravidarum yaitu
(57,50%) dan sebagian kecil tidak
mengalami emesis gravidarum (42,50%).

Adapun hasil penelitian yang dilakukan
oleh Razak (2010), menjelaskan bahwa
emesis gravidarum lebih banyak terjadi
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
19

pada wanita yang baru pertama kali hamil
hal ini tidak terlepas oleh karena faktor
psikologis yakni takut pada tanggung
jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan
konflik mental yang dapat memperberat
mual dan muntah. Pada wanita yang
pertama kali hamil sering terjadi emesis
gravidarum karena belum siap secara
mental menghadapi kehamilannya, belum
siap menghadapi perubahan yang terjadi
dalam dirinya seperti perubahan bentuk
tubuh, buah dada membesar, munculnya
jerawat di wajah atau kulit muka yang
mengelupas. Emesis gravidarum pada ibu
yang pertama kali hamil bisa terjadi karena
takut dalam menghadapi kehamilan dan
persalinan dan takut terhadap tanggung
jawab sebagai ibu.

Penelitian tersebut juga sesuai dengan apa
yang dikatakan oleh Wolkind dan Zajicek
(1978). Dalam kaitannya dengan emesis;
selain faktor fisik, faktor emosional juga
dapat menyebabkan mual dan muntah pada
kehamilan. Para wanita yang mengalami
mual berkepanjangan kelihatannya
mendapatkan dukungan lebih sedikit dari
suaminya atau orang tua mereka (Wolkind
dan Zajicek, 1978).

Dalam masyarakat yang cara hidupnya
lebih sederhana, lebih santai dan tidak
banyak tuntutan, jarang sekali ditemukan
ibu hamil yang mengalami rasa mual ini.
Ketidakstabilan emosi dan keadaan social
lingkungan dapat menjadi pemicu
terjadinya emesis gravidarum (Einsberg
dkk, 1985).

E. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil
kesimpulan sebagian besar dari responden
(61,5%) ibu hamil mendapatkan dukungan
dari suami dan keluarga terhadap
kehamilannya, sebagian besar dari
responden (69,2%) mengalami emesis
gravidarum. Hasil analisis bivariat
menunjukkan terdapat hubungan yang
signifikan antara dukungan suami dan
keluarga dengan kejadian emesis
gravidarum di desa Galudra Kecamatan
Cugenang kabupaten Cianjur tahun 2013.

F. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, maka diharapkan kepada tenaga
kesehatan dapat bekerja sama dengan
pihak-pihak terkait untuk melakukan
penyuluhan atau pendidikan kesehatan
sedini mungkin, baik itu penyuluhan
perorangan maupun kelompok.
Penyuluhan tidak hanya dilakukan
terhadap ibu namun suami dan keluarga
juga perlu mendapatkan penyuluhan guna
meningkatkan dukungan dan peran serta
suami dan keluarga dalam menanggulangi
dampak emesis yang bisa semakin parah,
sehingga keluarga mengerti dan
memahami tentang pentingnya dukungan
terhadap masa kehamilan. Selain itu juga
perlu dilakukan penelitian lain mengenai
faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian emesis gravidarum.

G. Referensi
Ana, S. (2010). Lengkap Segala Hal
Trimester Pertama Kehamilan
Anda. Edisi Pertama. Yogyakarta :
Buku Biru
Anonim. Dukungan Keluarga dalam
Kehamilan, 2012, tersedia
http://situsbidan.blogspot.com, 28
Februari 2013
Anonim. Dukungan Psikologis dari Suami
Saat Istri Hamil, 2011, tersedia
http://kesehatan.kompasiana.com,
28 Februari 2013
Anonim. Hiperemesis gravidarum. 2012,
tersedia
http://ilmukebidanandanpenyakitka
ndungan.blogspot.com, 27 Februari
2013
Anonim. Penyebab Emesis Gravidarum.
2012, tersedia
http://www.psychologymania.com,
05 Maret 2013
Asrinah, DKK. (2010). Asuhan Kebidanan
Masa Kehamilan. Edisi Pertama.
Yogyakarta : Graha Ilmu
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
20

Atmaja, C Arfian. (2010). Bahagianya
Aku Kan Segera Menjadi Ayah.
Edisi Pertama. Yogyakarta :
InBooks
Hasyim, M. (2012). 245 Masalah
Kehamilan. Edisi Pertama.
Yogyakarta : Tora Book
Henny, Hubungan Antara Status Gravida
dengan Emesis Gravidarum, 2012,
tersedia
http://haihenny.blogspot.com, 24
April 2013
Hidayat, A. Aziz Alimul (2011). Metode
Penelitian Kebidanan & Teknik
Analisis Data. Edisi 1. Jakarta :
Salemba Medika

Hidayati, R.(2009). Asuhan Keperawatan
pada Kehamilan Fisiologis dan
Patologis. Jakarta : Salemba
Medika
Lestari, S. (2012). Psikologi Keluarga.
Edisi pertama. Jakarta : Kencana
Prenada Media Grup
Marmi,&Suryaningsih, M.Retno
A&Fatmawati E. (2011). Asuhan
Kebidanan Patologi. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta :
Rineka Cipta
Prawirohardjo, S. (2008). Ilmu
Kebidanann. Jakarta : Bina Pusaka
Razak. Hiperemesis Gravidarum, 2010,
tersedia
http://razak007.blogspot.com, 24
april 2013
Rayyane, P. (2012). Panduan Kehamilan
untuk Calon Ibu. Edisi Pertama.
Yogyakarta : Imperium
Riyanto, A. (2011). Aplikasi Metodologi
Penelitian Kesehatan - Pengolahan
dan Analisis Data Kesehatan.
Yogyakarta : Nuha Medika
Yogyakarta : Nuha Medika
Rukiyah,Y Ai&Yulianti, L. (2010).
Asuhan Kebidanan IV (Patologi
Kebidanan). Edisi Pertama. Jakarta
: Trans Info Media
Sulistyawati, A.(2009). Asuhan Kebidanan
pada Masa Kehamilan. Jakarta :
Salemba Medika
Suparyanto. Emesis Gravidarum, 2011,
tersedia http://dr-
suparyanto.blogspot.com, 06 Maret
2013
Tresnawati Frisca. (2012). Asuhan
Kebidanan: Panduan lengkap
Menjadi Bidan Profesional. Jakarta
: Prestasi Pustaka
Walgito, B. (2010). Pengantar Psikologi
Umum. Yogyakarta : Andi

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
21

PENGARUH PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK DEPO MEDROKSI
PROGESTERON ASETAT (DMPA) TERHADAP SIKLUS MENSTRUASI DI
PUSKESMAS WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR TAHUN 2013

Novi Widiastuti
1
, Tapianna Sari Harahap
1
, Nuraeni Susanti
1

1
Akademi Kebidanan Cianjur

ABSTRAK
Kontrasepsi hormonal merupakan kontrasepsi popular terutama jenis suntik dimana jumlah
penggunanya tinggi. Penggunaan alat kontrasepsi suntik mempunyai efek samping di
antaranya adalah perubahan siklus menstruasi. Metode penelitian yang digunakan Analitik.
Jumlah sampel yaitu 83 ibu akseptor KB suntik. Diambil dengan cara random sampling.
Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner. Hasil penelitian diperoleh bahwa
akseptor KB suntik yang paling banyak menggunakan KB suntik 3 bulan (Depo Medroxy
Progesteron Asetat ) sebanyak 53 orang (63,9%), dan ibu yang memakai KB suntik yang satu
bulan sebanyak 30 orang (36,1), ibu yang memakai alat kontrasepsi suntik 3 bulan
kebanyakan mengalami perubahan pola haid sebanyak 48 orang (57,8%) dan ibu yang tidak
mengalami perubahan pada siklus menstruasinya sebanyak 35 orang (42,2 %). Hasil analisis
menggunakan Chi Squere di dapat nilai P value 0,001 < 0,05 artinya arti nya ada pengaruh
antara penggunaan alat kontrasepsi DMPA terhadap siklus menstruasi.


Kata kunci : Depo medroxy progesterone asetat, siklus menstruasi

A. Pendahuluan
Masalah kependudukan merupakan
masalah yang banyak dihadapi oleh semua
negara baik di negara yang maju maupun
di negara berkembang termasuk
Indonesia. Jumlah penduduk negara
Indonesia pada tahun 2005 berada pada
urutan ke-4 (215,27 juta jiwa) setelah Cina
(1,306 miliar jiwa), India (1,068 miliar
jiwa) dan Amerika Serikat. (Anggraini,
2012)

Penduduk Indonesia makin hari makin
terus meningkat. Pemerintah terus
berupaya untuk menargetkan bahwa
idealnya 2,1 anak per wanita. Meski
demikian, masih ada asumsi dari keluarga
Indonesia yang senang mempunyai banyak
anak. Pemerintah terus menekan laju
pertambahan jumlah penduduk melalui
program keluarga berencana (KB), sebab
jika tidak meningkatkan peserta KB,
jumlah penduduk Indonesia akan
mengalami ledakan yang luar biasa.

Apabila tidak ditekan jumlah pertumbuhan
penduduk, Indonesia akan semakin
dipadati oleh manusia dan bangunan.
Dimana jumlah kesetaraan ber-KB per
tahun angkanya tetap sama (60,3 persen),
maka jumlah penduduk Indonesia tahun
2015 menjadi 255,5 juta. Hal itu, sangat
mengkhawatirkan, jika kesetaraan ber-KB
turun 0,5 persen per tahun, maka jumlah
penduduk Indonesia tahun 2015 akan
meningkat menjadi 264,4 juta jiwa. Ini
berarti jumlah penduduk sudah semakin
padat. Namun apabila bisa dinaikkan
persentase kesetaraan jumlah ber-KB 1
persen per tahun, maka diprediksi jumlah
penduduk Indonesia tahun 2015 sekitar
237,8 juta. (Anggraini, 2012 )

Program KB ini merupakan bagian dari
pembangunan nasional yang bertujuan
membangun norma keluarga kecil bahagia
dan sejahtera. Program KB saat ini sudah
merupakan suatu kewajiban dalam upaya
menanggulangi pertumbuhan penduduk
dunia umumnya dan penduduk Indonesia
pada khususnya. Berhasil tidaknya
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
22

pelaksanaan Program KB ini akan
menentukan berhasil atau tidaknya dalam
mewujudkan kesejahteraan bangsa
Indonesia. Upaya langsung untuk
menurunkan tingkat kelahiran melalui
program KB, yaitu mengajak pasangan
usia subur agar memakai alat kontrasepsi.
Jumlah pasangan usia subur yang
memakai alat kontrasepsi harus terus
ditingkatkan. Menurut hasil penelitian,
usia subur seorang wanita biasanya antara
15-49 tahun. Oleh karena itu untuk
mengatur jumlah kelahiran,
wanita/pasangan diprioritaskan untuk
menggunakan cara/alat KB.

Proporsi wanita usia 15-49 tahun berstatus
kawin yang sedang menggunakan/
memakai alat KB menurut Survei Sosial
Ekonomi Nasional tahun 2008 sebesar
56,62 % tidak banyak mengalami
perkembangan sejak tahun 2004. Di
Indonesia kontrasepsi hormonal sangat
popular terutama jenis suntikan sangat
tinggi jumlah penggunanya.

Berdasarkan data dari BKKBN, pada
tahun 2009 peserta KB aktif sebesar 75,70
%. Provinsi dengan persentase peserta KB
Aktif tertinggi adalah Bengkulu (85,5 %),
Bali (85,1%) dan DKI Jakarta (82%).
Sedangkan persentase peserta KB aktif
terendah adalah Papua (33,9 %), Maluku
Utara (59,5 %) dan Kepulauan Riau (64,3
%). Dilihat dari klasifikasi jenis-jenis KB
yang digunakan jumlah akseptor Suntikan
dan Pil KB masih banyak diminati.

Sebagai alat kontrasepsi yaitu masing-
masing sebesar 50,2 % dan 28,3 %.
Sebaliknya MOP (Metode Operasi Pria)
dan MOW (Metode Operasi Wanita)
merupakan metode kontrasepsi yang
terendah diminati oleh para akseptor KB.
(Profil Kesehatan Indonesia, 2009).

Peserta KB aktif di Jawa Barat pada tahun
2009 telah mencapai 6.552.384 akseptor,
dengan klasifikasi metode kontrasepsi
menggunakan Non Hormonal dan
Hormonal. Akseptor pengguna metode
kontrasepsi Non Hormonal mencapai
1.029.222 akseptor atau 15,71 % yang
terdiri dari IUD 763.500 atau sebesar 12
%, MOP (Media Operatif Pria) sebanyak
67.754 atau sebesar 1,03%, MOW (Media
Operatif Wanita) sebanyak 148.186 atau
sebesar 2,26%, Kondom sebanyak 49.782
atau sebesar 0,76 % dari total KB aktif.
Kemudian yang menggunakan metode
kontrasepsi Hormonal mencapai 5.523.162
akseptor atau 84,29 % yang terdiri dari
Implan sebanyak 256.781 atau 3,92 %,
Suntikan sebanyak 3.338.066 atau 51 %,
dan sisanya pengguna kontrasepsi Pil
sebanyak 1.928.315 atau 29,43 % dari total
peserta KB aktif. (BKKBN, 2009).

Program Keluarga Berencana semakin
berkembang yang diselenggarakan oleh
pemerintah, alat kontrasepsi juga semakin
berkembang. Berbagai pilihan alat
kontrasepsi ditawarkan kepada
masyarakat. Mulai dari yang sederhana
sampai yang permanen/mantap, yaitu
mulai dari pil, suntik, implan dan IUD.
Ada juga jenis kontrasepsi lain, yaitu
vasektomi untuk pria dan tubektomi untuk
wanita. Namun 2 jenis alat kontrasepsi
ini masih jarang dipilih oleh
masyarakat, sebab dengan memakai alat
kontrasepsi mantap tersebut maka
seseorang sedikit kemungkinan untuk
memiliki anak.

Kontrasepsi suntik merupakan salah satu
metode pencegahan kehamilan yang paling
banyak diminati oleh masyarakat di
Indonesia karena kerjanya efektif,
pemakaiannya praktis, harganya relatif
murah dan aman (Winkjosastro, 2007).

Alat kontrasepsi suntik bekerja untuk
mengentalkan lendir rahim sehingga sulit
ditembus oleh sperma. Selain itu, alat
kontrasepsi suntik juga membantu
mencegah sel telur menempel di dinding
rahim sehingga kehamilan dapat dihindari
(Anggraini, 2012).

Efek samping alat kontrasepsi suntik
banyak dijumpai di masyarakat. Tidak
sedikit dari akseptor alat kontrasepsi suntik
yang menanyakan keluhan-keluhan atau
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
23

efek samping alat kontrasepsi suntik,
padahal mereka telah mengikuti atau
menggunakan alat kontrasepsi suntik
cukup lama. Penggunaan alat kontrasepsi
suntik mempunyai efek samping di
antaranya adalah perubahan siklus
menstruasi meliputi amenorea dan
spotting, meningkatnya atau menurunnya
berat badan, mual, pusing, dan muntah
(Saifuddin, 2006).

Amenorea dan Spotting ini terjadi terutama
selama beberapa bulan pertama
pemakaian, tetapi hal ini bukanlah masalah
serius, dan biasanya tidak memerlukan
pengobatan. Tetapi apabila spotting terus
berlanjut atau setelah tidak haid, namun
kemudian terjadi perdarahan, maka perlu
dicari penyebab perdarahan itu. Perlu
diingat bahwa penyebab perdarahan
abnormal pada para pemakai alat
kontrasepsi ini sangat jarang dibandingkan
dengan perdarahan di luar siklus dan
bercak darah atau spotting yang berkaitan
dengan metode itu sendiri (Hartanto,2010).

Menurut data akumulatif tahun 2012 dari
bulan JanuariDesember 2012 di
puskesmas Warungkondang, yang
mengikuti KB suntik aktif berjumlah
122.75 %, dan peserta KB baru berjumlah
203.3 %.

Data survei awal yang dilakukan pada
bulan Februari, tanggal 28 tahun 2013 di
puskesmas Warungkondang Kabupaten
Cianjur , dari 10 akseptor kontrasepsi
suntik di dapatkan yang mengalami
gangguan pola haid, /perubahan siklus
haid ada 7 orang dan 3 orang yang tidak
mengalami perubahan siklus haid. Dari
data di atas dapat diketahui sebagian besar
akseptor kontrasepsi suntik terjadi
perubahan siklus menstruasi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh penggunaan alat
kontrasepsi suntik DMPA terhadap siklus
menstruasi di puskesmas Warung
kondang kabupaten Cianjur Tahun 2013.

B. Metode
Penelitian ini merupakan penelitian survei
analitik dengan pendekatan yang
digunakan cross sectional. Hipotesis (Ha)
pada penelitian ini adalah : Ada pengaruh
antara penggunaan alat kontrasepsi suntik
terhadap siklus menstruasi berdasarkan
karakteristik di Puskesmas
Warungkondang kabupaten Cianjur tahun
2013.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
pengaruh penggunaan alat kontrasepsi
suntik, terhadap siklus menstruasi dan
variabel terikat dalam penelitian ini adalah
perubahan siklus menstruasi. Sampel
dalam penelitian ini merupakan ibu
akseptor KB suntik DMPA yang
berkunjung ke Puskesmas Warungkondang
pada bulan Januari-Desember 2012. Cara
pengambilan sampelnya adalah random
sampling, adapun alasan peneliti
mengambil cara ini karena keadaan
populasi yang dijadikan sebagai responden
dalam penelitian diambil berdasarkan
kunjungan ke Puskesmas Warungkondang
pada bulan Januari-Desember 2012.

Data yang dikumpulkan adalah data
primer, yaitu data yang didapatkan
langsung dari hasil penelitian di lapangan
dengan menggunakan instrumen penelitian
(kuesioner) yang telah lolos uji validitas
dan reliabilitas.

Analisa data yang dilakukan dalam
penelitian ini yaitu analisis univariat dan
analisis bivariat. Analisis univariat
bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik setiap
variabel. Pada umumnya dalam analisis ini
hanya menghasilkan distribusi frekuensi
dan presentase tiap variabel.
(Notoatmodjo, 2012). Rumus distribusi
frekuensi yang dipakai adalah sebagai
berikut (Arikunto, 2006) :





Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
24

P = ( x / n ) x 100%
Keterangan :
P = Presentase
x = Banyaknya Respon
n = Jumlah pertanyaan

Analisis bivariat menggunakan uji chi-
square (x
2
) dengan derajat kepercayaan
yang digunakan 95% (P Value 0,05%).
(Riyanto, 2011). Adapun keputusan uji
dari uji chi-square yaitu : Jika P value
0,05 : ditolak, artinya ada hubungan
antara variabel bebas dengan variabel
terikat. Jika P value > 0,05 : H
0
gagal
ditolak, artinya tidak ada hubungan antara
variabel bebas dengan variabel terikat.

C. Hasil
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
bahwa ibu akseptor KB suntik yang paling
banyak menggunakan KB suntik tiga bulan
(Depo Medroxy Progesteron Asetat)
sebanyak 53 orang (63,9%), dan ibu yang
memakai KB suntik yang satu bulan
sebanyak 30 orang (36,1%). Sebagian
besar dari responden ibu akseptor KB di
puskesmas Warung kondang paling
banyak menggunakan KB suntik tiga bulan
(63,9%) dan sebanyak (36,1%)
menggunakan KB suntik 1 bulan.

Ibu yang memakai alat kontrasepsi suntik
yang tiga bulan maupun yang satu bulan
kebanyakan mengalami perubahan siklus
menstruasi sebanyak 48 orang (57,8 %)
dan ibu yang tidak mengalami perubahan
pada siklus menstruasi nya sebanyak 35
orang (42,2 %).

Hasil analisis bivariat menunjukkan
terdapat Pengaruh Penggunaan Alat
Kontrasepsi Suntik Depo Medroxy
Progesteron Asetat (DMPA) Terhadap
siklus menstruasi dapat diketahui nilai P-
value sebesar 0,001 atau < 0,005 (0,005 >
0,001).





D. Pembahasan
1. Penggunaan Alat Kontrasepsi
Suntik Depo Medroxy Progesteron
Asetat (DMPA)
Alat Kontrasepsi Suntik Depo Medroxy
Progesteron Asetat (DMPA) merupakan
alat kontrasepsi untuk mencegah
terjadinya kehamilan dengan melalui
suntikan hormonal yang diberikan setiap
tiga bulan sekali (Anggraini, 2012)

Berdasarkan hasil penelitian di atas
menunjukan bahwa ibu akseptor KB suntik
KB suntik yang paling banyak
menggunakan KB suntik 3 bulan (Depo
Medroxy Progesteron Asetat ) sebanyak 53
orang (63,9%), dan ibu yang memakai KB
suntik yang satu bulan sebanyak 30 orang
(36,1). Hal ini sesuai dengan profil
kesehatan Indonesia tahun 2009 yang
menyatakan bahwa di Indonesia
penggunaan kontrasepsi hormonal sangat
popular terutama jenis suntikan sangat
tinggi jumlah penggunanya (Profil
Kesehatan Indonesia, 2009)

Dilihat dari klasifikasi jenis-jenis KB yang
digunakan jumlah akseptor Suntikan dan
Pil KB masih banyak diminati sebagai alat
kontrasepsi yaitu masing-masing sebesar
50,2% dan 28,3%. Sebaliknya MOP
(Metode Operasi Pria) dan MOW (Metode
Operasi Wanita) merupakan metode
kontrasepsi yang terendah diminati oleh
para akseptor KB (Profil Kesehatan
Indonesia, 2009).

2. Perubahan Siklus Menstruasi
Siklus menstruasi adalah siklus bulanan
pada wanita, yang dimulai dari akhir
menstruasi sebelumnya sampai akhir
menstruasi berikutnya. Siklus ini dibagi
dalam tiga fase atau tahap, yaitu fase
folikular, ovulasi, dan fase luteal.Panjang
siklus haid ialah jarak antara tanggal
mulainya haid yang lalu dan mulainya haid
berikutnya (Prawihardjo,2009).

Hasil penelitian di atas menunjukan bahwa
ibu yang memakai alat kontrasepsi suntik
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
25

yang tiga bulan kebanyakan mengalami
perubahan siklus menstruasi sebanyak 48
orang (57,8 %) dan ibu yang tidak
mengalami perubahan pada siklus
menstruasinya sebanyak 35 orang (42,2
%).

Perubahan siklus menstruasi ini terjadi
karena ketidakseimbangan hormon
estrogen dan progesterone,
Ketidakseimbangan hormon ini dapat
menyebabkan haid tidak teratur, yang
dapat memengaruhi tingkat kesuburan dan
kesempatan wanita untuk mendapatkan
bayi.

Pada hasil penelitian mayoritas ibu
pengguna alat kontrasepsi suntik DMPA
mengalami perubahan siklus menstruasi
nya. Efek samping dari suntik DMPA yang
paling sering terjadi pada gangguan siklus
menstruasi, seperti siklus haid yang
memendek atau memanjang, perdarahan
yang banyak atau sedikit, perdarahan tidak
teratur atau perdarahan bercak (spotting)
dan tidak haid sama sekali (amenore)
(Anggraini, 2012).

3. Pengaruh Penggunaan Alat
Kontrasepsi Suntik Depo Medroxy
Progesteron Asetat (DMPA)
Terhadap Siklus Menstruasi
Berdasarkan hasil penelitian di atas
menunjukan bahwa ibu yang
menggunakan alat kontrasepsi suntik
DMPA terdapat 40 orang (75,5%) yang
mengalami perubahan siklus menstruasi,
dan 13 orang (24,5%) ibu pengguna alat
kontrasepsi suntik DMPA yang tidak
mengalami perubahan siklus menstruasi,
sedangkan ibu yang tidak memakai KB
suntik DMPA yang mengalami perubahan
siklus menstruasi ada 8 orang (26,7%), dan
terdapat 22 orang (73,3%) ibu yang tidak
memakai KB suntik DMPA yang tidak
mengalami perubahan siklus menstruasi.
Pengaruh Penggunaan Alat Kontrasepsi
Suntik Depo Medroxy Progesteron Asetat
(DMPA) Terhadap siklus menstruasi dapat
diketahui nilai P-value sebesar 0,001 atau
< 0,005 (0,005 > 0,001) artinya ada
pengaruh antara penggunaan alat
kontrasepsi depo medroxy progesteron
asetat (DMPA) terhadap siklus
menstruasi.

Suntik Depo Medroxy Progesteron Asetat
(DMPA) merupakan alat kontrasepsi
untuk mencegah terjadinya kehamilan
dengan melalui suntikan hormonal yang
diberikan setiap tiga bulan sekali. Efek
samping yang sering terjadi pada
pengguna DMPA adalah menjadi
kacaunya pola perdarahan, siklus haid
yang memendek atau memanjang,
perdarahan yang banyak atau sedikit,
perdarahan tidak teratur atau perdarahan
bercak (spotting) dan tidak haid sama
sekali (Anggraini, 2012).

Pada pemakaian DMPA, endometrium
menjadi dangkal dan atrofis dengan
kelenjar-kelenjar yang tidak aktif. Sering
stroma menjadi oedematous. Dengan
pemakaian jangka lama, endometrium
dapat menjadi sedemikian sedikitnya,
sehingga tidak didapatkan atau hanya
didapatkan sedikit sekali jaringan bila
dilakukan biopsi. Tetapi, perubahan-
perubahan tersebut akan kembali menjadi
normal dalam waktu 90 hari setelah
suntikan DMPA yang terakhir.

Efek pada pola haid tergantung pada lama
pemakaian. Perdarahan premenstrual dan
perdarahan becak berkurang dengan waktu
sedangkan kejadian ammenore bertambah
besar. Kejadian ammenore ini diduga
berhubungan dengan atrofi endometrium,
sedangkan sebab-sebab perdarahan
irreguler masih belum jelas.

Pada umumnya perdarahan-bercak dan
ammenore tidak perlu diobati secara rutin,
yang perlu mendapat perhatian medis
adalah perdarahan hebat atau perdarahan
yang lama.

Berdasarkan hasil penelitian di atas maka
dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
ibu yang menggunakan alat kontrasepsi
suntik depo medroxy progesteron asetat
(DMPA) mengalami perubahan siklus
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
26

menstruasi dibanding ibu yang tidak
memakai Kb suntik DMPA, hal ini
merupakan tanggung jawab kita sebagai
petugas kesehatan untuk lebih
meningkatkan seperti pendidikan
kesehatan tentang efek samping dari
penggunaan alat kontrasepsi suntik
terutama suntik DMPA pada perubahan
pola menstruasi, sehingga ibu mengetahui
mana yang masih normal dan yang harus
segera di periksa ke petugas kesehatan.
E. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan tentang pengaruh
penggunaan alat kontrasepsi suntik
depo medroxy progesteron asetat
(DMPA) terhadap siklus menstruasi di
Puskesmas Warungkondang kabupaten
Cianjur Tahun 2013., maka diambil
simpulan sebagai berikut:
1. Penggunaan alat kontrasepsi suntik
yang paling banyak dipakai adalah
suntik depo medroxy progesteron
asetat (DMPA) yaitu sebanyak 53
orang (63,9%).
2. Ibu yang menggunakan alat
kontrasepsi suntik depo medroxy
progesteron asetat (DMPA)
sebagian besar mengalami
perubahan pada siklus menstruasi
sebanyak 48 orang (57,8%).
3. Terdapat pengaruh antara
penggunaan alat kontrasepsi suntik
depo medroxy progesteron asetat
(DMPA) terhadap siklus
menstruasi, dengan P value 0,001
< 0,05.
F. Saran
Saran yang dapat diberikan adalah :
1. Diharapkan bagi ibu akseptor KB
suntik khususnya DMPA untuk
lebih meningkatkan
pengetahuannya mengenai efek
atau dampak dari pemakaian Kb
suntik DMPA, serta mampu
melaksanakan informasi yang
diperoleh tentang KB suntik
DMPA agar tidak terjadi masalah
kesehatan pada ibu.
2. Diharapkan petugas Puskesmas
mempertahankan dan
meningkatkan pelayanan kesehatan
pada program KIA-KB,
meningkatkan penyuluhan dan
meningkatkan kerjasama dengan
kader dalam penyuluhan KB
lapangan. Kegiatan penyuluhan
diharapkan tidak hanya pada ibu-
ibu tapi juga melibatkan suami
sebagai pemberi dukungan.
G. Referensi
Anggraini. 2012. Pelayanan Keluarga
Berencana. Yogyakarta: Rohima
Press.
Budiman. 2013. Kapita Selekta
Kuisioner : Pengetahuan Dan
Sikap Dalam Penelitian. Jakarta :
Salemba Medika.
Hartanto. 2010. Keluarga Berencana
Dan Kontrasepsi. Jakarta :
Pustaka Sinar Harapan.
Kemenkes RI. 2010.Profil Kesehatan
Tahun 2009. Jakarta: Kemenkes
RI
Manuaba, dkk. 2009. Memahami
Kesehatan Reproduksi Wanita
Edisi 2. Jakarta : EGC.
Muda. 2003. Kamus Lengkap
Kedokteran. Surabaya: Gitamedia
Press.
Paath, dkk. 2004. Gizi Dalam
Kesehatan Reproduksi. Jakarta :
EGC
Prawihardjo. 2009 . Ilmu Kandungan.
Jakarta: PT Bina Pustaka.
Prawihardjo. 2009. Ilmu Kebidanan.
Jakarta: PT Bina Pustaka.
Riyanto. 2011. Aplikasi Metodologi
Penelitian Kesehatan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Riyanto. 2011. Pengolahan Dan
Analisis Data Kesehatan.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
27

Saifuddin, dkk. 2006. Buku Panduan
Praktis Pelayanan Kontraseps.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawihardjo.
Speroff, D. 2003. Pedoman Klinis
Kontrasepsi Edisi 2. Jakarta :
EGC.
Suseno. 2009. Kamus Kebidanan.
Yogyakarta : Citra Pustaka.
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
28

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT DEPRESI
PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS YANG MENJALANI TINDAKAN
HEMODIALISA DI RUANG HEMODIALISA RSUD dr. SLAMET GARUT
TAHUN 2012

Ridwan Setiawan
1
, Novianti Kartika
1

1
Politeknik Kesehatan Bandung

ABSTRAK

Gagal ginjal kronis (Chronic Kidney Desease) merupakan kerusakan ginjal progresif yang
berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar
dalam darah) serta komplikasi nya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal.
Hemodialisa merupakan proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah buangan.
Depresi merupakan perasaan sehari-hari yang menyertai kesedihan yang dibesar-besarkan
secara terus-menerus. Depresi adalah gangguan suasana hati yang bervariasi. Tujuan
umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani tindakan Hemodialisa di
Ruang Hemodialisa RSUD dr. Slamet Garut tahun 2012. Metode penelitian menggunakan
rancangan Deskritif Korelasional dengan pendekatan desain cross sectional. Sampel yang
digunakan adalah 40 responden, teknik pengambilan data menggunakan kuesioner dan
observasi langsung dengan hasil dihitung berdasarkan total jawaban dari pertanyaan yang
diberikan responden dengan kriteria : skor < 17 = tidak ada depresi, skor 18-24 = depresi
ringan, skor 25-34= depresi sedang dan skor 35-51= depresi berat, sedangkan uji bivariat
menggunakan chi-square. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara faktor :
usia dengan tingkat depresi, antara faktor pendidikan dengan tingkat depresi, antara faktor
jenis kelamin dengan tingkat depresi, antara faktor jangka waktu melaksanakan terapi
hemodialisa dengan tingkat depresi dan antara pola tidur dengan tingkat depresi pada
pasien gagal ginjal kronik yang menjalani tindakan hemodialisa di Ruang Hemodialisa
RSUD dr. Slamet Garut tahun 2012. Petugas kesehatan (perawat) agar memberikan
motivasi dan terapeutik informing dalam pelaksanaan terapi hemodialisa agar pasien lebih
bersemangat dan lebih memahami pentingnya hemodialisa serta untuk mengurangi tingkat
depresi.

Kata Kunci : Depresi Pasien, GGK

A. Pendahuluan

Manusia pada dasarnya menginginkan
dirinya selalu dalam kondisi yang sehat,
baik sehat secara fisik ataupun psikis,
karena hanya dalam kondisi yang sehat
manusia akan dapat melakukan segala
sesuatu secara optimal. Tetapi pada
kenyataannya selama rentang
kehidupannya, manusia selalu
dihadapkan pada permasalahan kesehatan
dan salah satunya berupa penyakit
yang diderita. Jenis penyakit yang
diderita bentuknya beraneka ragam, ada
yang tergolong penyakit ringan dimana
dalam proses pengobatannya relatif
mudah dan tidak terlalu menimbulkan
tekanan psikologis pada penderita. Tetapi
ada juga penyakit yang tergolong berat
yang dianggap sebagai penyakit yang
berbahaya dan dapat mengganggu
kondisi emosional, salah satunya adalah
penyakit gagal ginjal kronis (Brunner &
Suddarth, 2001).

Gagal ginjal kronis (Chronic Kidney
Desease) merupakan kerusakan ginjal
progresif yang berakibat fatal dan
ditandai dengan uremia (urea dan
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
29

limbah nitrogen lainnya yang beredar
dalam darah) serta komplikasi nya jika
tidak dilakukan dialisis atau transplantasi
ginjal (Sukandar, 2006).

Fungsi ginjal adalah mempertahankan
keseimbangan larutan dalam cairan
ekstra selular tubuh juga
mengekskresikan zat-zat sisa
metabolisme. Ketidakmampuan ginjal
dalam mempertahankan keseimbangan
tersebut menunjukan adanya
penurunan dari faal ginjal. Apabila
keadaan ini berlanjut dapat menyebabkan
suatu keadaan yang dinamakan gagal
ginjal kronik (Chronic Kidney Desease)
(Sukandar, 2006).

Bila kedua ginjal tidak berfungsi normal,
maka seseorang perlu mendapatkan
Terapi Pengganti Ginjal (TPG). TPG ini
dapat dilakukan baik bersifat sementara
waktu maupun terus-menerus. TPG ini
terdiri atas tiga, yaitu : Hemodialis (cuci
darah), Peritoneal Dialis (Cuci Rongga
Perut), dan Cangkok Ginjal
(Transplantasi).Tetapi karena mahalnya
biaya operasi transplantasi ginjal dan
susahnya mencari donor ginjal, maka
cara yang paling banyak digunakan
adalah Hemodialisa.

Hemodialisa merupakan tindakan
kedokteran yang memungkinkan
seseorang dapat hidup meskipun kedua
ginjal sudah tidak berfungsi lagi karena
suatu penyakit. Tindakan ini tidak
sesempurna fungsi ginjal alamiah karena
tindakan hemodialisa hanya
menggantikan fungsi ekresi saja
(Sukandar, 2006).

Bagi penderita gagal ginjal kronis,
hemodialisa akan mencegah kematian.
Namun demikian, hemodialisa tidak
menyembuhkan atau memulihkan
penyakit ginjal dan tidak mampu
mengimbangi hilangnya aktifitas
metabolik atau endokrin yang
dilaksanakan oleh ginjal dan dampak dari
gagal ginjal serta terapi terhadap kualitas
hidup pasien. Pasien harus menjalani
dialisa sepanjang hidupnya atau sampai
mendapat ginjal baru melalui operasi
pencangkokan.

Menurut Endang Susalit (2012) tahun
2007 di dunia ini lebih dari 500 juta
orang mengalami penyakit ginjal kronik
dan sekitar 1,5 juta orang harus
menyadari hidup bergantung kepada cuci
darah, sementara di Indonesia saja saat
ini ada sekitar 70 ribu penderita gagal
ginjal kronik dan 10% nya memerlukan
cuci darah.

Kepala Sub Bagian Ginjal Hipertensi
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Unpad Rumah Sakit Hasan
Sadikin mengatakan berdasarkan data
dari Indonesia Renal Registry, suatu
kegiatan registrasi dari
Perhimpunan Nefrologi Indonesia, di
Jawa Barat pada tahun 2008 jumlah
pasien hemodialisis (cuci darah)
mencapai 2260 orang (Soelaeman, 2010).

Menurut data dari medical record RSUD
dr. Slamet Garut, jumlah pasien gagal
ginjal kronis yang rutin menjalani
hemodialisa selama tahun 2011sebanyak
64 orang, sedangkan di Rumah Sakit
TNI-AD Guntur Garut selama
tahun 2011 sebanyak 19 pasien (Urdal
RS TNI-AD Guntur Garut, 2012).

Pada beberapa kasus gagal ginjal kronis,
meskipun telah dilakukan hemodialisa
secara berkala tetapi tetap saja memiliki
risiko kematian yang cukup tinggi,
menurut data dari ruang Hemodialisa
RSUD dr. Slamet Garut, jumlah pasien
yang meninggal sejak bulan Januari
sampai bulan Maret 2011 sebanyak 7
orang dari 40 orang pasien hemodialisa.
Kondisi ini tentunya merupakan salah
satu stressor terjadinya kegelisahan,
ketegangan, kecemasan dan depresi pada
pasien gagal ginjal kronis yang sedang
menjalani hemodialisa.

Menurut Rasmun (2004) jika individu
kurang atau tidak mampu dalam
menggunakan mekanisme koping dan
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
30

gagal dalam beradaptasi maka individu
akan mengalami berbagai penyakit baik
fisik maupun mental. Beberapa penyakit
fisik dapat mengakibatkan depresi pada
seseorang dan kurang lebih 5-10 %
masyarakat umum mengalami depresi.

Depresi merupakan perasaan sehari-hari
yang menyertai kesedihan yang dibesar-
besarkan secara terus-menerus. Depresi
adalah gangguan suasana hati yang
bervariasi. Demikian pula halnya dengan
klien penderita gagal ginjal kronik yang
menjalani terapi sepanjang hidup
dihadapkan dengan keadaan yang rutin
dan menjemukan (Lumbantobing 2004).

Dari hasil penelitian Suminar (2001)
tentang pengalaman hidup pasien gagal
ginjal kronis yang melakukan
hemodialisa, terdapat enam
keadaan/kondisi utama muncul, yaitu :
kemarahan karena penyakitnya telah
membuat dirinya menderita,
keputusasaan, ketidakberdayaan, merasa
lelah menjalani hemodialisa, merasa
lebih baik dalam dukungan keluarga dan
pasrah pada Tuhan yang memberi
kekuatan untuk menghadapi penyakitnya.
Keputusasaan menjalani terapi
hemodialisa yang harus dilakukan
sepanjang hidup menjadi beban yang
melelahkan baik secara fisik maupun
kejiwaan pada klien gagal ginjal kronik
yang akibatnya klien merasa tegang,
gelisah dan stres yang akhirnya
menyebabkan depresi.

Menurut Lubis (2009) faktor-faktor yang
mempengaruhi depresi pada pasien
hemodialisa adalah faktor fisik yang
meliputi obat-obatan, kurangnya cahaya
matahari, susunan kimia otak, genetik,
usia, jenis kelamin, pendidikan serta
pola tidur dan faktor psikologis meliputi
jangka panjang lamanya perawatan yang
harus dijalani, pola pikir, harga diri,
stress, kepribadian dan lingkungan
keluarga. Faktor kecemasan, gelisah dan
tegang sepanjang pelaksanaan terapi
hemodialisa pasien gagal ginjal kronis
yang menyebabkan ketertarikan penulis
untuk melakukan penelitian terhadap
faktor-faktor yang berhubungan dengan
depresi pada klien gagal ginjal kronik.

Dari hasil studi pendahuluan peneliti
mewawancarai sepuluh orang pasien
gagal ginjal kronik yang sedang
menjalani hemodialisa dan diperoleh
hasil bahwa ada 6 orang terlihat adanya
tanda-tanda pasien gelisah, cemas, putus
asa dan merasa tertekan selama menjalani
terapi hemodialisa serta 4 orang
mengatakan ingin berhenti melakukan
terapi hemodialisa, perasaan sedih,
gangguan pola tidur, tidak bisa
berkonsentrasi dan nafsu makan
berkurang, usia mereka bervariasi, jenis
kelamin yang menjalani terapi
hemodialisa kebanyakan pria, rata-rata
mereka sensitif, kebanyakan
pendidikannya menengah kebawah,
selain itu mereka tampak kebanyakan
menutup diri.

Berdasarkan alasan diatas peneliti tertarik
ingin mengetahui tentang faktor-faktor
yang berhubungan dengan tingkat depresi
pada pasien gagal ginjal kronis yang
menjalani tindakan hemodialisa di RSUD
dr. Slamet Garut tahun 2012.
B. Metode
Rancangan penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif korelatif, yaitu data yang
diolah sengaja dikumpulkan untuk
melihat hubungan antara dua variable
(Notoatmodjo, 2002:148).

Variabel independent adalah faktor-
faktor yang berhubungan dengan tingkat
depresi yaitu genetik, usia, jenis kelamin,
pola tidur, dan faktor psikologis yaitu
penyakit jangka panjang (lamanya
menderita penyakit) pada pasien gagal
ginjal kronis yang menjalani tindakan
hemodialisa di Rumah Sakit Umum dr.
Slamet Garut tahun 2011. Variabel
dependen dalam penelitian ini adalah
tingkat depresi pada pasien gagal ginjal
kronis yang menjalani tindakan
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
31

hemodialisa di Rumah Sakit Umum dr.
Slamet Garut tahun 2011.

Populasi dalam penelitian ini adalah
semua klien gagal ginjal kronik yang
sedang menjalani hemodialisa secara
rutin di RSUD Garut sebanyak 64 orang.
Dengan jumlah sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah 40 orang
pasien. Teknik pengambilan sampel
dengan cara random sampling dimana
pasien memiliki kesempatan yang sama
untuk diambil sebagai sampel penelitian.

Analisa Univariat serta uji statistik Chi
Square. Lokasi penelitian dilakukan di
Ruang Hemodialisa RSUD dr. Slamet
Garut, jalan RSU No.12 Garut, waktu
penelitian dilaksanakan November 2011
Maret 2012.

C. Hasil
Tabel 1
Karakteristik Responden

Karakteristik Jumlah Prosentase (%)
Umur
Pertengahan 20 50
Lanjut 20 50
Pendidikan
Tinggi 5 12,50
Menengah 22 55,00
Dasar 13 32,5
Jenis Kelamin
Perempuan 13 32,5
Laki-laki 27 67,50
Jangka Waktu
Baru 18 45,00
Lama 22 55,00
Pola Tidur
Banyak 14 35,00
Kurang 26 65,00
Jenis Pekerjaan
Berat 24 60,00
Sedang 12 30,00
Ringan 4 10,00

Tabel 2
Analisa Hubungan Usia Dengan Depresi












Usia
Depresi
Total

p-
value
Ringan
Sedan
g
Berat
N % N % N % N %
Pertengahan 5 25 9 45 6 30 20 100
15,45 0.000
Lanjut - - 2 10 18 90 20 100
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
32


Tabel 3
Analisa Hubungan Pendidikan Dengan Depresi









Tabel 4
Analisa Hubungan Jenis Kelamin Dengan Depresi


Tabel 5
Analisa Hubungan Jangka Waktu Hemodialisa Dengan Depresi

Tabel 6
Analisa Hubungan Pola Tidur Dengan Depresi



D. Pembahasan
1. Hubungan Usia Dengan Depresi
Dengan = 19.52 dan nilai p-value-nya
adalah 0.000 < 0.05, pada taraf
signifikansi 0,05 maka ini berarti bahwa
Ho ditolak, dan Ha diterima, dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara
usia responden dengan depresi pada
pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
tindakan hemodialisa di Ruang
Hemodialisa RSUD dr. Slamet Garut
tahun 2012. Sejalan dengan pendapat
Nevid (2003) bahwa semakin bertambah
usia maka semakin tinggi seseorang
mengalami tingkat depresi terutama
diatas 55 tahun. Hal ini juga sesuai
Pendidikan
Depresi
Total

p-
value
Ringan Sedang Berat
N % N % N % N %
Tinggi - - 1 6 15 94 16 100 35,8
7
0,000
Menengah 1 4 5 19 21 87 27 100
Dasar 4 31 6 6 3 3 13 100

Jenis
Kelamin
Depresi
Total

p-
value
Ringan Sedang Berat
N % N % N % N %
Laki-laki 1 4 5 19 21 87 27 100 11,95 0,003
Perempuan 4 31 6 46 3 23 13 100

Jangka Waktu
Depresi
Total

p-
value
Ringan Sedang Berat
N % N % N % N %
Tidak Lama 4 22 11 61 3 17 18 100
6,16 0,000
Lama 1 5 - - 21 95 22 100
Pola Tidur
Depresi
Total
p-value Ringan Sedang
Berat
N % N %
N %
N %
Banyak 3 21 9 64
2 100
14 100
5,87 0,000
Kurang Tidur 2 8 2 8 84 14 26 100
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
33

terhadap hasil penelitian yang penulis
hasilkan bahwa dari hasil pengolahan
data dapat dibuktikan pada kelompok
usia lanjut (> 55 tahun) tingkat depresi
lebih tinggi dibandingkan dengan usia
pertengahan (35-55 tahun)

2. Hubungan Pendidikan Dengan
Depresi
Dari perhitungan diatas diperoleh chi-
square () = 35,87, p-value = 0.000.
Dengan = 11,95 dan nilai p-value-nya
adalah 0.000 < 0.05 , pada taraf
signifikansi 0,05 maka ini berarti bahwa
Ho ditolak, dan Ha diterima, dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara
pendidikan responden dengan tingkat
depresi pada pasien gagal ginjal kronik
yang menjalani tindakan hemodialisa di
Ruang Hemodialisa RSUD dr. Slamet
Garut tahun 2012. Sejalan dengan
pendapat Notoatmodjo (2005) dengan
pendidikan menyebabkan pengetahuan
dan wawasan seseorang menjadi luas,
memahami dan mengetahui bagaimana
cara pemeliharaan dan perawatan
kesehatan yang baik, dengan pendidikan
yang tinggi mampu mengendalikan diri.

Pada pendidikan yang lebih tinggi
sesorang akan lebih memahami tentang
penyakitnya, sejalan dengan pemahaman
yang luas tentang penyakitnya maka yang
bersangkutan cenderung lebih mudah
terserang depresi, hasil ini menunjukan
bahwa pendidikan berpengaruh positif
terhadap kejadian depresi.

3. Hubungan Jenis Kelamin Dengan
Depresi
Dengan = 11,95 dan nilai p-value-nya
adalah 0.000 < 0.05 , pada taraf
signifikansi 0,05 maka ini berarti bahwa
Ho ditolak, dan Ha diterima, dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara
jenis kelamin responden dengan depresi
pada pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani tindakan hemodialisa di Ruang
Hemodialisa RSUD dr. Slamet Garut
tahun 2012.

Kondisi ini sesuai pendapat Ruli (2008)
yang mengatakan bahwa pria memang
rentan dengan penyakit gagal ginjal
kronik daripada perempuan. Keseharian
aktifitas pria umumnya lebih banyak
menggunakankan tenaga fisik, bekerja
keras, lupa minum dan pola makan yang
tidak baik. Sedangkan dari kecemasan.
Sedangkan dari depresi pada penilitian
tampak pria lebih tinggi dibandingkan
dengan permpuan, hal ini dimungkinkan
karena jumlah sampel penderita gagal
ginjal didominasi pria. Sedangkan dari
depresi sejalan dengan pendapat Schimeil
pfering (2009) wanita dua kali lebih
sering terdiagnosis menderita depresi
daripada pria. Bukan berarti wanita lebih
mudah terserang depresi, bisa saja karena
wanita lebih sering mengakui adanya
depresi dari pada pria dan dokter lebih
dapat mengenali depresi pada wanita.
Melihat kondisi ini memang terdapat
hubungan jenis kelamin terhadap
kejadian depresi pada seseorang.

4. Hubungan Jangka Waktu
Melakukan Hemodialisa Dengan
Depresi
Dengan = 26,16 dan nilai p-value-nya
adalah 0.000 < 0.05 , pada taraf
signifikansi 0,05 maka ini berarti bahwa
Ho ditolak, dan Ha diterima, dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara
jangka waktu melaksanakan terapi
hemodialisa dengan depresi pada pasien
gagal ginjal kronik yang menjalani
tindakan hemodialisadi Ruang
Hemodialisa RSUD dr. Slamet Garut
tahun 2012. Hal ini sejalan dengan
pendapat Lubis (2009) bahwa seseorang
yang ditempatkan untuk waktu yang lama
dalam situasi dimana mereka tidak punya
kekuatan dan tidak dapat melarikan diri
lebih mudah terserang depresi. Hasil ini
menurut pendapat penulis menunjukkan
bahwa jangka waktu sesorang melakukan
hemodialisa akan mempengaruhi tingkat
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
34

depresi seseorang, dari hasil penelitian
pun menunjukkan bahwa semakin lama
seseorang menjalani hemodialisa maka
semakin tinggi tingkat depresi nya.

5. Hubungan Pola Tidur Responden
Yang Melakukan Hemodialisa
Dengan Depresi
Dari perhitungan diatas diperoleh chi-
square () = 35,87, p-value = 0.000.
Dengan = 11,95 dan nilai p-value-nya
adalah 0.000 < 0.05 , pada taraf
signifikansi 0,05 maka ini berarti bahwa
Ho ditolak, dan Ha diterima, dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara
pola tidur responden dengan depresi pada
pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
tindakan hemodialisa di Ruang
Hemodialisa RSUD dr. Slamet Garut
tahun 2012.Sejalan dengan pendapat
Lubis (2009) bahwa seseorang dengan
gangguan tidur yang terus menerus
sehingga tidak bisa istirahat cenderung
lebih mudah mendapatkan serangan
depresi. Pendapat penulis bahwa sesuai
hasil penelitian dengan pola tidur yang
kurang seseorang akan lebih mudah
mengalami tingkat depresi. Semakin
kurang seseorang memperoleh
kesempatan tidur maka akan
menyebabkan kegelisahan, ketegangan,
gangguan pikiran, kurang istirahat dan
akibatnya menjadi cemas dan berlanjut
ke depresi.
E. Simpulan
Kesimpulan yang dapat diambil adalah
terdapat hubungan antara faktor usia,
faktor pendidikan, faktor jenis kelamin,
faktor jangka waktu melaksanakan terapi
hemodialisa, pola tidur dengan tingkat
depresi pada pasien gagal ginjal kronik
yang menjalani tindakan hemodialisa di
Ruang Hemodialisa RSUD dr. Slamet
Garut tahun 2012.

F. Referensi
Arikunto (2006). Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Rineka
Cipta.
Brunner & Suddarth (2002).
Keperawatan Medikal Bedah.
Volume 1 edisi 8. Jakarta : EGC.
Hand Out PERNEFRI (2008).
Penatalaksanaan Gagal Ginjal
Kronik. Bandung
Hawari, D. 2009. Psikometri. Alat ukur
(Skala) Kesehatan Jiwa. FKUI.
Hawari, D. Psikoterapi Doa.
http://www.ishlah.com./index.php.
Tanggal Akses 2 Februari 2012.
Instalasi Hemodialisis (2008). Prosedur
Tetap Instalasi Hemodialisis. Garut
: Badan Pengelola RSUD dr.
Slamet Garut.
Kaplan and Harold (2002). Sinopsis
Psikiatri, Ilmu Pengetahuan
Perilaku Psikiatri Klinis. Edisi
ketujuh. Jakarta Barat : Binarupa
Aksara.
Mansjoer, Arif. DKK (2001). Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga
Jilid 1. Jakarta : Media
Aesculapius. FKUI
Notoatmodjo (2005). Pendidikan dan
Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT
Asdi Mahasatya.
Nursalam (2003). Pendekatan Praktis
Metodologi Riset Keperawatan.
Jakarta : CV. Informatika
Riwidikdo (2007). Statistik Kesehatan.
Yogyakarta : Mitra Cendikia Press
Ruli (2008). Penatalaksanaan Gagal
Ginjal dan Panduan Terapi
Dialisis. Pusat Informasi Ilmiah
(PII), Fakultas Kedokteran Unpad /
RS Dr. Hasan Sadikin.
Sukandar (2006). Gagal Ginjal Dan
Panduan Terapi Dialisis. Bandung
: Pusat Informasi Ilmiah (PII),
Fakultas Kedokteran Unpad / RS
Dr. Hasan Sadikin.
Suhardjono (2000). Kualitas Hidup
Pasien Hemodialisis. Simposium
Nasional Keperawatan Ginjal dan
Hipertensi. Jakarta : RSUPNCM.
Susalit, E (2008). Simposium Nasional
Keperawatan Ginjal dan
Hipertensi,Audotorium RSPAD
Gatot Subroto, Jakarta : Farmacia.
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
35

STUDI EPIDEMIOLOGI LINGKUNGAN RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT
KUSTA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BINONG KABUPATEN SUBANG

Budiman
1
1
STIKES Jenderal Achmad Yani Cimahi

ABSTRAK

Puskesmas Binong di Kabupaten Subang merupakan Puskesmas dengan jumlah penderita
kusta terbanyak yaitu terdapat 17 penderita kusta dengan prevalence rate tertinggi yaitu 3,5 /
10.000 penduduk. Selain itu dalam tiga tahun ke belakang di Puskesmas Binong mengalami
peningkatan dalam jumlah penderita kusta. Sehingga ada kemungkinan ada perbedaan faktor
penyebab dan rantai penularan tiap pasien penderita kusta. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui studi epidemiologi lingkungan riwayat alamiah penyakit kusta di wilayah kerja
Puskesmas Binong Kabupaten Subang. Metode penelitian yang digunakan adalah case series
studi dan deskriptif analitik. Sampel penelitian diambil dari 17 penderita kusta yang tercatat
selama tahun 2010.Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan observasi. Analisis
data melalui dua tahapan, yaitu univariat untuk melihat distribusi frekuensi dan bivariat untuk
melihat hubungan arah hubungan dua variabel numerik. Hasil penelitian diperoleh mengenai
status health folder riwayat alamiah penyakit kusta, case series penderita kusta meliputi:
karakteristik pre-patogenesis(2 orang berumur<15 tahun, 15 orang berumur>15 tahun, 13
orang laki-laki, 4 orang perempuan, 1 orang belumsekolah,9 orang SD, 6 orang SMP, 1 orang
SMA / SMK), karakteristik patogenesis (masa inkubasi minimum 2 tahun dan maksimum 10
tahun, suhu minimum 29,5 C dan maksimum 33 C, kelembaban minimum 61,9% dan
maksimum 76,5%. Tidak ada hubungan umur dengan masa inkubasi (p-value = 0,812), tidak
ada hubungan suhu dengan masa inkubasi (p-value = 0,596, tidak ada hubungan kelembaban
dengan masa inkubasi (p-value = 0,304). Disarankan kepada Puskesmas dalam mengadakan
penyuluhan kesehatan masyarakat memperhatikan siklus riwayat alamiah penyakit kusta.

Kata kunci : Studi Epidemiologi Lingkungan, Riwayat Alamiah Penyakit, Kusta


A. Pendahuluan

Penyakit kusta merupakan salah satu
penyakit menular yang menimbulkan
masalah yang sangat komplek, penyakit
tersebut disebabkan oleh Mycobacterium
leprae. Masalah yang dimaksud bukan
hanya dari segi medis saja tetapi meluas
sampai masalah sosial, ekonomi, budaya,
keamanan dan ketahanan nasional.
Penyakit kusta pada umumnya terdapat di
negara - negara yang sedang berkembang
sebagai akibat keterbatasan kemampuan
yang memadai dalam bidang kesehatan,
pendidikan, kesejahteraan sosial ekonomi
pada masyarakat (Ditjen P2 & PL, 2007).

Diperkirakan jumlah penderita baru kusta
di dunia pada tahun 2006 adalah sekitar
259.017 kasus dengan perincian regional
Asia Tenggara 174.118 kasus diikuti
regional Amerika 47.612 kasus regional
Afrika 27.902 kasus dan sisanya berada di
regional lainnya. Negara terbesar jumlah
penderita baru kusta yaitu negara India
(139.252 kasus), Brazil (44.436 kasus),
dan Indonesia (17.682 kasus).Pada tahun
2009 di Indonesia dilaporkan terdapat
kasus baru tipe Multi Basiler sebanyak
14.227 kasus dan tipe Pausi Basiler
sebanyak 3.033 dengan Newly Case
Detection Rate (NCDR) sebesar 7,49 per
100.000 penduduk. Penemuan kasus baru
sejak tahun 2005 - 2009 menunjukkan
kecenderungan penurunan. Pada tahun
2005 NCDR sebesar 8,99 per 100.000
penduduk, angka ini turun terus hingga
7,49 per 100.000 penduduk pada tahun
2009. Kecenderungan penurunan tersebut
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
36

juga terjadi pada jumlah kasus baru kusta
tipe PB dan MB (Ditjen PP & PL,
Kemenkes RI, 2010).Empat provinsi
teratas kejadian Kusta yakni Jawa Timur,
Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi
Selatan. Di daerah - daerah itu ada lebih
dari 1.000 kasus per tahun.

Di Provinsi Jawa Barat tahun 2008
terdapat 1.475 penderita kusta, terdiri dari
tipe PB : 214 penderita dan tipe MB 1264
penderita, prevalence rate : 0,73 / 10.000,
CDR : 3,79 / 10.000, proporsi cacat tingkat
2 : 16 % dan penderita anak 11,3 %. Dari
26 Kabupaten / Kota di provinsi Jawa
Barat terdapat 27 % belum mencapai
Eliminasi Kusta yaitu Kabupaten Bekasi,
Kabupaten Subang, Kabupaten Cirebon,
Kabupaten Indramayu, Kabupaten
Kuningan, Kota Cirebon, dan Kota
Bekasi.

Di Kabupaten Subang pada tahun 2010
terdapat 300 penderita kusta, terdiri dari
tipe PB : 52 penderita dan tipe MB : 248
penderita, prevalence rate : 0,94 / 10.000,
CDR : 10,3 / 10.000, proporsi cacat tingkat
2 : 19,7 % dan penderita anak 10,8 %.
Yang menjadi masalah terhadap program
kusta di Kabupaten Subang, yaitu : 65 %
puskesmas belum mencapai prevalence
rate< 1 / 10.000 penduduk, tingginya
proporsi cacat tingkat 1 dan2 pada kasus
baru, penegakan diagnosa dan penanganan
kasus reaksi masih lambat, petugas
puskesmas tidak semua melaksanakan
secara rutin POD (prevention of disability)
/ pencegahan kecacatan di setiap bulannya,
penemuan penderita melalui kontak survey
masih sangat rendah (hanya 17,7 %)dari
keseluruhan kasus baru yang ditemukan,
masih tingginya sumber penularan kusta
ditandai dengan tingginya proporsi MB
pada kasus baru yang masih diatas 80 %,
proporsi kasus anak masih diatas 5 % (
tahun 2007 = 9,4 % & tahun 2008 =
5,3%).

Timbulnya penyakit kusta merupakan
suatu interaksi antara berbagai faktor
penyebab, yaitu penjamu (host), kuman
(agent), dan lingkungan (environment),
melalui suatu proses yang dikenal sebagai
rantai penularan yang terdiri dari 6
komponen, yaitu penyebab, sumber
penularan, cara keluar dari sumber
penularan, cara penularan, cara masuk ke
penjamu dan penjamu. Penyakit kusta
sendiri sampai saat ini juga masih ditakuti
oleh masyarakat, keluarga termasuk juga
sebagian petugas kesehatan, disebabkan
karena penyakit kusta dapat menular dan
bila tidak ditangani secara tepat dapat
menimbulkan kecacatan serta keadaan ini
menjadi halangan bagi masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan sosial ekonomi.

Maria Christiana (2009) hasil penelitian
didapatkan bahwa faktor risiko yang
berhubungan dengan kejadian kusta, yaitu
: jenis kelamin (p value = 0,02, OR =
2,984), riwayat kontak (p value = 0,033,
OR = 2,144), pendidikan (p value = 0,001,
OR = 7,405), status ekonomi (p value =
0,001, OR = 3,567), kepadatan hunian (p
value = 0,021, OR = 3,045), personal
hygiene (p value = 0,001, OR = 4,214).
Dapat disimpulkan bahwa faktor risiko
yang berhubungan dengan kejadian Kusta
yaitu : jenis kelamin, riwayat kontak,
pendidikan, status ekonomi, kepadatan
hunian, personal hygiene.

Puskesmas Binong merupakan Puskesmas
dengan jumlah penderita kusta terbanyak
di Kabupaten Subang yaitu terdapat 17
penderita kusta dengan prevalence rate
tertinggi yaitu 3,5 / 10.000 penduduk.
Periode tahun 2008-2010 di Puskesmas
Binong mengalami peningkatan dalam
jumlah penderita kusta. Pada tahun 2008
terdapat 12 penderita kusta, terdiri dari tipe
PB : 1 penderita dan tipe MB 11 penderita
dengan prevalence rate : 2,6 / 10.000,
tahun 2009 mengalami penurunan
penderita kusta yaitu sebanyak 4 penderita
kusta, terdiri dari tipe PB : 2 penderita dan
tipe MB 2 penderita dengan prevalence
rate : 0,8 / 10.000, akan tetapi pada tahun
2010 terjadi peningkatan dengan jumlah
penderita sebanyak 17 penderita kusta,
terdiri dari tipe PB : 1 penderita dan tipe
MB 16 penderita dengan prevalence rate :
3,5 / 10.000.
Jurnal Kesehatan Priangan


Riwayat alamiah penyakit merupakan
interaksi antara faktor penyebab, yaitu
host, agent dan lingkungan. Denga
penularan yang terdiri dari 6 komponen,
yaitu penyebab, sumber penularan, cara
keluar dari sumber penularan, cara
penularan, cara masuk ke penjamu dan
penjamu. Pemeriksaan riwayat alamiah
penyakit terhadap pasien kusta di wilayah
kerja Puskesmas Binong belum pernah
dilakukan, karena kurangnya SDM dan
terbatasnya informasi tentang penyakit dan
riwayat alamiah penyakit kusta itu sendiri,
sehingga ada kemungkinan ada perbedaan
faktor penyebab dan rantai penularan tiap
pasien penderita kusta. Tujuan pe
ini adalah untuk mengetahui studi
epidemiologi lingkungan riwayat alamiah
penyakit kusta di Wilayah Kerja
Puskesmas Binong Kabupaten Subang.

B. Metode

Metode penelitian yang digunakan adalah
penelitian studi kasus dengan pendekatan
case series study. Alasannya peneliti akan
melakukan kegiatan studi kasus penyakit
kusta secara mendalam merujuk pada
tahapan riwayat alamiah penyakit yang
akan dibentuk Status Health Folder

Distribusi Umur Penderita





0
20
40
60
80
100
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):00
Riwayat alamiah penyakit merupakan
interaksi antara faktor penyebab, yaitu
host, agent dan lingkungan. Dengan rantai
penularan yang terdiri dari 6 komponen,
yaitu penyebab, sumber penularan, cara
keluar dari sumber penularan, cara
penularan, cara masuk ke penjamu dan
Pemeriksaan riwayat alamiah
penyakit terhadap pasien kusta di wilayah
inong belum pernah
dilakukan, karena kurangnya SDM dan
terbatasnya informasi tentang penyakit dan
riwayat alamiah penyakit kusta itu sendiri,
sehingga ada kemungkinan ada perbedaan
faktor penyebab dan rantai penularan tiap
Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui studi
epidemiologi lingkungan riwayat alamiah
penyakit kusta di Wilayah Kerja
Puskesmas Binong Kabupaten Subang.
Metode penelitian yang digunakan adalah
studi kasus dengan pendekatan
Alasannya peneliti akan
melakukan kegiatan studi kasus penyakit
kusta secara mendalam merujuk pada
tahapan riwayat alamiah penyakit yang
Status Health Folder (SHF)
khusus penyakit kusta. Selanjutnya peneliti
menggunakan jenis penelitian
analitik untuk melakukan analisis
hubungan tahap pre
patogenesis khusus variabel
tertentu yang mencakup umur, suhu, dan
kelembaban ruangan (Azwar, 1999).

Populasi merupakan seluruh subjek
penelitian yang akan diteliti da
karakteristik yang ditentukan (Budiman,
2010). Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh penderita kusta yang
berjumlah 17 orang di wilayah kerja
Puskesmas Binong Kabupaten Subang.
Penelitian ini merupakan total sampling
dengan melibatkan sel
menjadi responden studi.

Teknik pengumpulan data melalui sumber
data primer dengan wawancara terhadap
17 pasien penderita kusta dan melakukan
pengukuran suhu serta kelembaban
lingkungan rumah
Analisis data menggunakan uji
(Riyanto, 2011)

C. Hasil
Hasil analisis data yang dilakukan oleh
peneliti, maka diperoleh hasil penelitian
sebagai berikut:
Grafik 1.
Umur Penderita Kusta Di Puskesmas Binong Tahun 2010
Kasus %
2
11.8
15
88.2
01-048
37
khusus penyakit kusta. Selanjutnya peneliti
nis penelitian deskriptif
melakukan analisis
hubungan tahap pre-patogenesis ke
patogenesis khusus variabel variabel
tertentu yang mencakup umur, suhu, dan
kelembaban ruangan (Azwar, 1999).
Populasi merupakan seluruh subjek
penelitian yang akan diteliti dan memenuhi
karakteristik yang ditentukan (Budiman,
2010). Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh penderita kusta yang
berjumlah 17 orang di wilayah kerja
Puskesmas Binong Kabupaten Subang.
Penelitian ini merupakan total sampling
dengan melibatkan seluruh populasi
menjadi responden studi.
Teknik pengumpulan data melalui sumber
data primer dengan wawancara terhadap
17 pasien penderita kusta dan melakukan
pengukuran suhu serta kelembaban
penderita kusta.
Analisis data menggunakan uji korelasi
Hasil analisis data yang dilakukan oleh
peneliti, maka diperoleh hasil penelitian
Kusta Di Puskesmas Binong Tahun 2010

Jurnal Kesehatan Priangan

Distribusi Jenis Kelamin


Distribusi Pendidikan


Distribusi Pekerjaan


0
10
20
30
40
50
60
70
80
0
10
20
30
40
50
60
BS
1
5.9
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Tidak bekerja
5
29.4
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):00
Grafik 2
Kelamin Penderita Kusta di Puskesmas Binong Tahun 2010
Grafik 3
Pendidikan Penderita Kusta Di Puskesmas Binong Tahun 2010
Grafik 4
Pekerjaan Penderita Kusta Di Puskesmas Binong Tahun 2010

Kasus %
13
76.5
4
23.5
SD SMP SMA PT
9
6
1
0
52.9
35.3
5.9
0
Tidak bekerja Pekerja kasar Pekerjaan
halus
Pekerjaan
campuran
7
0
5
29.4
41.2
0
29.4
01-048
38
Penderita Kusta di Puskesmas Binong Tahun 2010

Penderita Kusta Di Puskesmas Binong Tahun 2010

Binong Tahun 2010

0
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
39



Tabel 1
Distribusi Frekuensi Masa Inkubasi Penderita Kusta
di Puskesmas Binong Tahun 2010

Variabel N Mode Mean SD
Masainkubasi 17 3 3.96 1.871

Tabel 2
Distribusi Frekuensi Umur Penderita Kusta di Puskesmas Binong Tahun 2010

Variabel N Minimum Maksimum Mean SD
Umur 17 5 59 44.40 16.449


Tabel 3
Distribusi Frekuensi Suhu Penderita Kusta
Di Puskesmas Binong Tahun 2010

Variabel N Minimum Maksimum Mean SD
Suhu 17 29.5 33.0 31.536 1.1220

Tabel 4
Distribusi Frekuensi Kelembaban Penderita Kusta
di Puskesmas Binong Tahun 2010

Variabel N Minimum Maksimum Mean SD
Kelembaban 17 61.9 76.5 72.797 5.0284


Tabel 5
Hubungan Umur Penderita Dengan Masa Inkubasi
Pada Penderita Kusta

Variabel R R Persamaan garis P value
Umur 0,063 0,004 Masa inkubasi
= 1,875+0,062
0,812

Tabel 6
Hubungan Suhu Dengan Masa Inkubasi
Pada Penderita Kusta

Variabel R R Persamaan garis P value
Suhu 0,139 0,019 Masa inkubasi
= 2,000+0,500
0,596





Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
40

Tabel 7
Hubungan Kelembaban Dengan Masa Inkubasi
Pada Penderita Kusta

Variabel R R Persamaan garis P value
Kelembaban 0,265 0,070 Masa inkubasi
= 3,250-1,125
0,304

D. Pembahasan
Studi epidemiologi lingkungan yang
mencakup status health folder riwayat
alamiah penyakit kusta pada pre-
patogenesis ternyata responden tertular
melalui cara kontak langsung dengan
penderita kusta pada rentan waktu yang
cukup lama. Pada masa inkubasi rata rata
penderita adalah 4 tahun. Tidak semua
orang dapat tertular penyakit kusta, hanya
sebagian kecil saja (sekitar 5%) yang dapat
tertular. Kondisi tubuh seseorang yang
lemah akan dapat tertular dengan mudah
penyakit kusta. Kuman kusta mempunyai
masa inkubasi selama 2 5 tahun, akan
tetapi dapat juga bertahun tahun.
Penularan terjadi apabila M. Lepra yang
utuh (hidup) keluar dari tubuh penderita
dan masuk kedalam tubuh orang lain.
Tahap penyakit dini rata rata responden
mengalami gejala setelah 2 3 tahun
kontak dengan penderita. Hampir seluruh
responden mengalami gejala yang sama
yaitu bercak merah pada kulit dengan mati
rasa. Tetapi pada tahap ini penderita belum
mengetahui kalau gejala yang dialaminya
merupakan gejala penyakit kusta, sehingga
penderita tidak langsung memeriksakan
diri ke puskesmas. Dari 7 penderita bahwa
tidak semua mengalami peningkatan
gejala, hal ini disebabkan karena adanya
perbedaan daya tahan tubuh seseorang.
Dari ke 17 penderita dapat bahwa secara
keseluruhan tidak semua mengalami
kesembuhan, hal ini disebabkan karena
beberapa hal, diantaranya masih adanya
penderita yang sedang menjalani
pengobatan dan ada pula penderita yang
tidak melakukan pengobatan secara tuntas.

Saat ini banyak dikenal penyakit tertentu
yang hanya menyerang golongan umur
tertentu saja. Kejadian reaksi kusta jarang
terjadi pada bayi, namun apabila terdapat
kasus kusta pada bayi mungkin ini terjadi
karena respon imun yang diperoleh dari
ibunya saat masih dalam kandungan. Pada
usia produktif reaksi kusta lebih sering
terjadi, hal ini dimungkinkan karena pada
usia ini respon imun lebih aktif dan lebih
sering terpapar faktor eksternal. Penelitian
Brigitte Ranque, et.al (1997),
menyimpulkan bahwa umur saat
didiagnosis kusta lebih dari 15 tahun
merupakan faktor risiko terjadinya reaksi
kusta ( OR = 2,3; 95 % CI = 1,4 3,6).

Kusta pada anak mempunyai prevalensi
yang sama pada laki laki atau
perempuan, ini adalah fakta yang berbeda
tajam dengan yang ditemukan pada orang
dewasa dimana laki laki secara
signifikan melebihi perempuan dan
proporsi nya adalah 1,5 atau 1,6 laki laki
untuk setiap perempuan. Jenis kelamin
belum diketahui sebagai pencetus
langsung terjadinya penyakit kusta.

Pendidikan yang rendah menyebabkan
pengetahuan seseorang akan kesehatan
sangat kurang, yang berimbas pada
perilaku sehari harinya yang tidak sehat.
Penderita kusta sebagian besar merupakan
orang-orang dengan ekonomi rendah dan
berpendidikan rendah. Sherman (1994)
dalam Thomas (1999), kelompok anak dari
keluarga miskin sangat rentan terkena
penyakit menular.

Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas
utama yang dilakukan oleh manusia.
Dalam arti sempit, istilah pekerjaan
digunakan untuk suatu tugas atau kerja
yang menghasilkan uang bagi seseorang.
Pekerjaan dapat dibagi dalam tiga jenis,
yaitu pekerjaan kasar, pekerjaan halus dan
pekerjaan campuran. Pekerjaan dapat
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
41

menjadi faktor seseorang tertular penyakit
kusta, hal ini dikarenakan pekerjaan yang
sampai menimbulkan kelelahan dalam
bekerja menjadikan daya tahan tubuh
seseorang menurun dan rentan akan
tertular penyakit menular.

Berdasarkan uji statistik antara umur
penderita dengan masa inkubasi dapat
diketahui bahwa diperoleh nilai p-value =
0,812. Karena nilai p>0,05 maka Ho
diterima sehingga dapat diinterpretasikan
bahwa tidak ada hubungan antara umur
penderita kusta dengan masa inkubasi
penyakit kusta. Pada penelitian ini banyak
penderita yang berumur > 15 tahun,
sedangkan penyakit kusta lebih cepat
berkembang pada populasi anak karena
kondisi umur yang masih rentan.
Meskipun tidak ada hubungan antara umur
dengan masa inkubasi, secara teori umur
juga mempengaruhi daya imunitas tubuh
dalam melakukan progresifitas penyakit.
Selain itu juga penyakit kusta dapat terjadi
pada umur yang produktif. Seseorang yang
mempunyai pekerjaan yang berat dengan
gaya hidup yang tidak sehat dapat
menyebabkan menurunnya daya tahan
tubuh orang tersebut, sehingga dapat
mempercepat pertumbuhan bakteri
penyebab penyakit kusta. Jadi semakin
muda dan semakin produktif umur
seseorang maka akan semakin cepat masa
inkubasi penyakit kusta (Scollard, 1994).

Berdasarkan hasil uji statistik antara suhu
rumah penderita kusta dengan masa
inkubasi penyakit kusta, diperoleh nilai p-
value = 0,596. Karena nilai p>0,05 maka
Ho diterima sehingga dapat
diinterpretasikan bahwa tidak ada
hubungan antara suhu rumah penderita
kusta dengan masa inkubasi penyakit
kusta. Meskipun secara statistik tidak ada
hubungan antara suhu dengan masa
inkubasi penyakit kusta, namun secara
teori suhu mempengaruhi pertumbuhan
mikroba. Perkembangbiakan
mikroorganisme dipengaruhi oleh suhu
lingkungan tempat mikroorganisme itu
hidup, kuman kusta (Micobactetium
leprae) dapat hidup di daerah tropis atau
bahkan pada suhu diatas 30 C.
Mycobacterium leprae tumbuh dengan
baik pada suhu 27 C 30 C, suhu dan
kelembaban mempengaruhi pertumbuhan
leprosy bacilli di luar tubuh. Basil lepra
dapat bertahan hidup lebih panjang pada
suhu 26,9 C 29,4 C dan kelembaban 70
90 %. Pada penelitian di Afrika
ditemukan bahwa prevalensi kusta di
daerah dengan suhu 15,6 C 21,1 C
lebih rendah dibanding di daerah dengan
temperatur 23,9 C 29,4 C. Temperatur
yang lebih rendah dan bertambahnya
ketinggiannya suatu wilayah juga
mempengaruhi kasus kusta. Pada
penelitian ini juga didapatkan bahwa
terjadi penurunan kasus kusta 9 kasus per
1000 populasi pada setiap pertambahan
ketinggian 305 m di suatu wilayah.

Berdasarkan hasil uji statistik antara
kelembaban rumah penderita kusta dengan
masa inkubasi penyakit kusta, diperoleh
nilai p-value = 0,304. Karena nilai p>0,05
maka Ho diterima sehingga dapat
diinterpretasikan bahwa tidak ada
hubungan antara kelembaban rumah
penderita kusta dengan masa inkubasi
penyakit kusta. Meskipun secara statistik
tidak ada hubungan, namun secara teori
kelembaban mempengaruhi pertumbuhan
mikroba. Bakteri merupakan makhluk
yang suka pada tempat basah, bahkan
bakteri dapat hidup di dalam air. Hal ini
berarti bahwa bakteri lebih suka pada
keadaan lingkungan yang lembab, akan
tetapi bukan hanya kelembaban saja yang
dapat mempengaruhi jumlah bakteri. Basil
leprae dapat bertahan hidup lebih panjang
pada kelembaban 70-90%. Mycobacterium
leprae adalah soil bacteri yang ada pada
tanah yang basah dan temperatur kamar
dapat bertahan selama 46 hari.
Berdasarkan hasil penelitian
(Tjokronegoro, 2006) pertumbuhan
Mycobacterium leprae sesuai dengan
kondisi iklim di Kabupaten Gresik
termasuk iklim tropis dengan suhu rata
rata berkisar 28,51 C pada tahun 2004
dan 28,63 C pada tahun 2005,
kelembaban udara rata rata 74,2% pada
tahun 2004 dan 74,8% pada tahun 2005.
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
42

Secara statistik, tidak terdapat hubungan
yang bermakna antara jenis lantai dari
tanah dengan kasus kusta di Kabupaten
Gresik.

E. SIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan
a. Status Health Folder Riwayat Alamiah
Penyakit Kusta mengalami masa pre-
patogenesis berbeda tetapi denganmasa
inkubasi rata-rata 4 tahun dan masa
penyakit akhir mengalami kecacatan
dengan proses pengobatan.
b. Tidak ada hubungan antara umur
penderita dengan masa inkubasi dapat
diketahui bahwa diperoleh nilai p-value
= 0,812.
c. Tidak ada hubungan antara suhu rumah
penderita kusta dengan masa inkubasi
penyakit kusta, diperoleh nilai p-value
= 0,596
d. Tidak ada hubungan antara kelembaban
rumah penderita kusta dengan masa
inkubasi penyakit kusta, diperolehnilai
p-value = 0,304.
2. Saran

a. Perlu dilakukan studi epidemiologi
riwayat alamiah penyakit terhadap
penderita kusta di wilayah kerja
Puskesmas Binong Kabupaten Subang
b. Perlu adanya penyuluhan tentang
penyakit kusta / cara penularan
penyakit kusta
c. Pengobatan perlu dilakukan secara
tuntas
F. Referensi
Azwar, Azrul. (1999).Pengantar
Epidemiologi. Jakarta : Bina Rapa
Aksara.
Budiman. (2010). Buku Ajar Penelitian
Kesehatan, Jilid Ke-1. Cimahi :
Lembaga Penelitian Dan Pengabdian
Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Jenderal Achmad Yani.
Christiana, Maria. (2009). Analisis Faktor
Resiko Kejadian Kusta (Studi Kasus
Di Rumah Sakit Kusta Donorojo
Jepara). Semarang : Unuversitas
Negeri Semarang.

Departemen Kesehatan RI. (2007). Buku
Panduan Pelaksanaan Program P2
Kusta Bagi Petugas Unit Pelayanan
Kesehatan. Jakarta : Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan
Departemen Kesehatan RI. (2007). Buku
Pedoman Nasional Pengendalian
Penyakit Kusta. Jakarta : Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan.
Departemen Kesehatan RI. (1998). Buku
Pegangan Kader Dalam
Pemberantasan Penyakit Kusta.
Jakarta : Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular
dan Penyehatan Lingkungan
Pemukiman.
Ranque B, Thuc V.N, Thai H.V, Huong
T.N, Ba N.N, Khoa X.P, Schurr E.
(2004). Age is an Important Risk
Faktor for Onset and sequele of
Reversal Reactionsin Vietnamese
Patients with Leprosy, ; 33-9.
Riyanto, Agus. (2011). Aplikasi
Metodologi Penelitian Kesehatan.
Bantul : Nuha Medika.
Schollard D.M, Smith T, Bhoopat L,
Theetranont C, Rangdaeng S,
MorensD.M. (1994) Epidemiologic
Characteristics of leprosy Reactions,
InternationalJournal of Leprosy,
1994, vol.64, number 2, 559-65.
Tjokronegoro, Arjatmo. (2003). Kusta.
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.


Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
43

PEDOMAN PENULISAN MANUSKRIP JURNAL


Jurnal Kesehatan Priangan adalah terbitan berkala nasional terakreditasi yang memuat artikel
ilmiah kesehatan masyarakat di bidang keperawatan, farmasi, kedokteran, kebidanan,
epidemiologi, biostatistika, kependudukan, administrasi dan kebijakan kesehatan, kesehatan
dan keselamatan kerja, kesehatan lingkungan, promosi kesehatan dan ilmu perilaku, gizi
kesehatan masyarakat, dan kesehatan reproduksi. Jurnal Kesehatan Priangan menerbitkan
artikel penelitian (research article), artikel telaah (review article), artikel konsep atau
kebijakan, laporan kasus (case report), dan surat pembaca dalam Bahasa Indonesia atau
Bahasa Inggris. Semua artikel penelitian yang diterbitkan ditelaah oleh redaksi Jurnal.

Redaksi hanya menerima manuskrip eksklusif untuk diterbitkan di Jurnal Kesehatan Priangan
, belum pernah dipublikasikan, dan tidak sedang diajukan untuk diterbitkan di jurnal lain
(dibuktikan dengan pernyataan penulis dalam surat pengantar). Hanya jurnal yang ditulis
menurut Format Penulisan Jurnal yang diproses untuk ditelaah oleh redaksi secara anonim
dan disunting editor.

Redaksi hanya mengatur (typesetting) teks manuskrip (mulai dari huruf pertama teks sampai
dengan huruf terakhir daftar pustaka) menjadi artikel versi tampilan jurnal. Data lainnya,
seperti data publikasi , abstrak, dan kata-kata kunci diambil dari informasi yang diisikan
penulis dari halaman judul dan abstrak manuskrip yang diserahkan secara manual. Kebenaran
dan kemutakhiran data yang diisikan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.
Cara Mengirimkan Manuskrip
Manuskrip dapat dikirimkan secara manual dan elektronik. Pengiriman manual dilakukan
dengan mengunggah berkas elektronik (file) berisi data publikasi dan teks ke
jurnalkespri@gmail.com disertai dengan surat pengantar, atau dengan mengirimkan dokumen
yang terdiri surat pengantar, dua kopi manuskrip cetak dan satu CD berisi berkas manuskrip
ke:
Pemimpin Redaksi
Jurnal Kesehatan Priangan
Akademi Kebidanan Cianjur
Jln. Pangeran Hidayatullah No. 105 Kabupaten Cianjur
Telp/fax: (0263) 271283, e-mail: jurnalkespri@gmail.com
Format Penulisan Manuskrip
Seluruh teks manuskrip (data publikasi dan teks, termasuk tabel dan rumus atau persamaan
matematika) ditulis dalam format Microsoft Word. Persamaan atau rumus matematika dibuat
dalam format Microsoft Equation. Gambar dan tabel dibuat dalam berkas terpisah
dengan teks. Manuskrip diketik dengan ukuran kertas A4, batas kiri-kanan dan atas-bawah
masing-masing 3,17 cm dan 2,54 cm, Times New Romans berukuran 12 (teks) dan 10
(abstrak, tabel, daftar pustaka), spasi ganda, rata kiri (left justified) untuk data publikasi dan
rata kiri-kanan (justified) untuk teks dan abstrak. Gunakan pemenggalan suku kata
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
44

(hyphenation) sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia atau Inggris untuk mengurangi river of
white dalam teks. Seluruh teks manuskrip tidak boleh lebih dari 20 halaman.
Manuskrip dibuat dengan susunan berkas (file) sebagai berikut:
1. Halaman judul (title page)
Terdiri dari :
a. Judul Lengkap
b. Nama Penulis, afiliasi dan alamat korespondensi

2. Abstrak (abstract) dan kata-kata kunci (keywords)
Abstrak dalam bahasa Indonesia, tidak lebih dari 150 kata. Abstrak mencakup
permasalahan, metode, dan temuan serta kesimpulan.

3. Teks, terdiri dari:
a. Pendahuluan (Introduction)
b. Metode (Methods)
c. Hasil (Discussion)
d. Pembahasan (Discussion)
e. Simpulan (Conclussion)
f. Saran (Recommendation)

4. Pernyataan Terima Kasih (Acknowledgement)
Penulis dapat menuliskan ucapan terima kasih kepada individu, lembaga pemberi
dana penelitian dan sebagainya.

5. Daftar Pustaka (Reference)
Kepustakaan yang dicantumkan dalam daftar pustaka hanya kepustakaan yang dikutip
atau dijadikan rujukan dan ditulis dalam teks. Penulisan rujukan dalam badan
karangan dilakukan sebagai berikut :
a. apabila terdiri dari satu orang penulis, ditulis sebagai berikut : McNeely
(1995) atau (McNeely, 1995)
b. Apabila terdiri dari dua orang penulis, ditulis sebagai berikut : McNeely &
McCurdy (1995) atau (McNeely & McCurdy, 1995)
c. Apabila terdiri dari tiga orang penulis atau lebih sebagai berikut : McNeely et
al. (1995) atau (McNeely et al.,1995). Kata/istilah et al., hanya digunakan
untuk referensi berbahasa asing, adapun referensi berbahasa Indonesia
digunakan istilah dkk., misalnya Suparman, dkk.(1995).

Penulisan daftar pustaka dilakukan sebagai berikut :
a. Cara Penulisan Sumber dari Buku

Sumber informasi dari buku dituliskan di dalam daftar pustaka meliputi nama
akhir penulis, tahun penerbitan, Judul buku ditulis miring/italic, edisi (jika
ada), tempat penerbit, dan penerbitan.

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
45

Contoh:
- Strahler, A.N. (1957). Physical Geography. New York : Willey
- Nay, R., & Garratt, S. (2009). Nursing older people: Issues and innovations.
Sydney: Maclennan & Petty, Pty, Ltd.
- Van Noordwijk, M., van Roodee, M., McCallie, E. L., & Lusiana, B. (1998).
Implication for models, experiments and the real world. New York : CAB
International.

b. Cara Penulisan Sumber Bagian Bab dari Buku

Sumber informasi bagian bab atau chapter dari suatu buku, dituliskan di dalam
daftar pustaka meliputi nama akhir penulis, tahun, judul chapter, diikuti
dengan nama penulis atau editor buku yakni singkatan nama awal dan tengah
dan diikuti nama akhir, judul buku ditulis miring/italic, halaman dalam kurung,
tempat penerbit dan penerbitan.

Contoh: Bjork, R.A. (2008). Retrival inhibition as an adaptive mechanism in
human memory, dalam Roediger, H.L., & Craik, F.LM. (Eds),
Varieties of memory & consciousness (hlm. 309-330). Hillsdale, NJ:
Erlbaum.

c. Cara Penulisan Artikel dari Jurnal

Sumber informasi dari jurnal dituliskan di dalam daftar pustaka meliputi nama
akhir penulis, tahun, Judul artikel, judul jurnal ditulis miring/italic, volume
penerbitan dan nomor penerbitan yang ditulis di dalam tanda kurung, nomor
halaman yang dikutip.
Contoh: Fagard, R.H. (2003). Epidemiology of hypertension in elderly.
American Journal of Geriatric Cardiology, 11(1), 23-28

d. Cara Penulisan Artikel dari Sumber Internet
Sumber informasi dari elektronik dituliskan dengan menuliskan penulis, tahun
ditulis, judul tulisan, tempat lokasi penerbitan, nama jurnal, alamat website.
Contoh: Knox McCulloch, A., Meinzen-Dick, R., & Hazell, P. (1998).
Property rights, collective action and technologies for natural
resource management : A conceptual framwork. CAPRi working
Paper No. 1. Washington DC, USA : International Food Policy
Research Institute. http://www.capri.cgiar.org/pdf/capriwp01.pdf.

e. Cara Penulisan Artikel dari Jurnal
Sumber informasi yang dikutip dari jurnal, cara penulisan daftar pustaka
diawali dengan nama akhir penulis, tahun, nama artikel, nama di mana
monograf dipublikasikan ditulis miring/italic, volume, nomor (jika ada), dan
halaman.

Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
46

Contoh: Tornich, T.P., Fagi, A.M., de Foresta, H., Michon, G., Murdiyarso,
D., Stolle, F., & van Noordwijk, M. (1998). Indonesians fires :
Somoke as a problem, smoke as symptom. Agroforesty Today, 10
(1), 4-7.

f. Cara Penulisan Sumber dari Lembaga
Urutan penulisan kepustakaan sebagai berikut: nama lembaga, tahun
penerbitan, judul penerbitan, data publikasi (volume, edisi), tempat penerbitan,
dan badan penerbitan.
Contoh : Ditjen Yankes Depkes RI, (2008), Klasisfikasi dan Regionalisasi
Rumah Sakit, Edisi ke-2, Jakarta: PT. Yankes.
g. Cara Penulisan Sumber dari disertasi/tesis

Urutan kepustakaan sebagai berikut: nama penulis, tahun penulisan, judul
buku (dicetak miring), kata Karya Tulis Ilmiah (dicetak miring), tempat
penerbitan, Universitas atau Institut.
Contoh : Santoso W., (2008), Pengaruh Imbalan Terhadap Semangat Kerja
dan Penampilan Kerja Dokter Puskesmas di Kabupaten
Situbondo dan Jember, Tesis, Surabaya, Universitas Airlangga.
6. Gambar (figure)

Gambar (figure) dibuat dalam format jpeg dengan resolusi 300 dpi atau lebih tinggi.
Pada teks diberi keterangan nomor gambar yang sesuai dengan gambar dalam teks.

7. Tabel (table)
Tabel dibuat dengan format dan typeface (jenis huruf) yang sama dengan teks
Semua halaman manuskrip diberi nomor dengan angka Arab, mulai dari
halaman judul sebagai halaman 1, abstrak dan kata kunci sebagai halaman 2, dan
seterusnya. Header dikosongkan dan footer hanya diisi nomor halaman.


Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
47

JUDUL MANUSKRIP JURNAL :

HUBUNGAN TINGKAT EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN GIZI
BURUK DI DESA XXXX KABUPATEN XXXX TAHUN 2013

Oleh : Novi Widiastuti, SST.,M.Kes*
Ranti Lestari, SST**

*) Akademi Kebidanan Cianjur, Kabupaten Cianjur
e-mail : noviwidiastuti@gmail.com
**) Akademi Kebidanan Cianjur, Kabupaten Cianjur
e-mail : rantilestari@gmail.com

Halaman Abstrak
ABSTRAK
HUBUNGAN TINGKAT EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN GIZI
BURUK DI DESA XXXX KABUPATEN XXXX TAHUN 2013

XXXXXXXX
Kata Kunci :
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 1 (Januari 2014):001-048
48

Halaman Text
A. Pendahuluan
B. Metode Penelitian
C. Hasil Penelitian
1. XXXXX
a. XXXXXX
1) XXXXX
2) XXXXX
b. XXXXXX
2. XXXXX
D. Pembahasan
1. XXXXX
2. XXXXXX
E. Simpulan
F. Saran
Halaman Tabel
Tabel 1 Tingkat Penghasilan Responden
No Kategori Jumlah Persen (%)
1 Tinggi
2 Menengah
3 Rendah
TOTAL

Você também pode gostar