Você está na página 1de 3

Nama : Teuku Muhammad Farhan Algifari

NIM : 135120401111003
Jurusan : Hubungan Internasional
Kelas : B-3



Hubungan Politik Domestik Dalam
Pembentukan Kebijakan Luar Negeri Dalam
Analisa PLN


Dinamika Politik Domestik merupakan salah satu determinan penting
dalam pembentukan kebijakan luar negeri setiap negara di dunia. Yang mana
dalam setiap perumusan kebijakan luar negeri seorang pemimpin maupun
pembuat kebijakan tidak seharusnya membuat kebijakan luar negeri seenaknya
tanpa mempertimbangkan dinamika politik dalam negeri termasuk di dalamnya
masyarakat negara itu tersebut. Ketika seorang pemimpin maupun pembuat
kebijakan di sebuah negara tidak memperhatikan dinamika politik domestiknya
serta keinginan masyarakat pada umumnya tentu dampaknya adalah terjadi
penolakan besar-besaran dari masyarakat dalam negeri, karena pada hakikatnya
kebijakan luar negeri sendiri merupakan kepanjangan tangan dari Politik dalam
negeri sendiri. Dalam situasi seperti itu lah pemimpin dalam merumuskan
kebijakan sebaiknya tidak hanya mempertimbangkan persetujuan dari konstitusi
negara tersebut tapi tetaplah memikirkan respon dari masyarakat. Namun terlepas
dari itu besarnya penolakan masyarakat juga bukan melulu dipengaruhi melalui
pemimpin tetapi disini peran media juga tidak kalah besarnya dalam aspek
memengaruhi masyarakat, dan lagi dalam kasus ini terjadi hampir di segala model
sistem pemerintahan baik itu demokrasi maupun tidak.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Politik Luar Negeri
merupakan kepanjangan dari politik domestik, maka dalam hal ini saya akan
mencoba menjelaskan lagi bagaimana situasi domestik itu sendiri melalui
kepanjangan tangan dari pemimpin. Negara-negara demokrasi tentunya memiliki
parlemen pada struktur pemerintahannya, yang mana parlemen umumnya
merupakan wakil dari rakyat itu sendiri. Ketika pemimpin sebuah negara
mengajukan kebijakan luar negeri tentunya haruslah melalui persetujuan parlemen
terlebih dahulu, yang mana umumnya terdapat dua partai maupun beberapa partai
yang tergabung dalam koalisi duduk di parlemen. Ketika partai yang mendukung
pemerintah persentasenya lebih besar dibanding oposisi tentunya pemimpin akan
lebih mudah untuk menentukan arah kebijakan luar negerinya.Namun jika yang
terjadi sebaliknya tentu setiap rumusan kebijakan luar negeri yang dibentuk
pemimpin negara tersebut tentu akan sulit untuk terwujud. Kesimpulannya adalah
setiap perumusan kebijakan luar negeri yang dirumuskan pemimpin negara sedikit
banyaknya pendukung-pendukung dirinya di parlemen serta penasehat yang
membantu terwujudnya kebijakan sangatlah berpengaruh. Dan tentunya ketika
kita berbicara tentang politik domestik banyak pihak yang termasuk di dalamnya
seperti kelompok kepentingan yang dapat berbentuk organisasi dan sebagainya.
Tekanan Domestik dalam memengaruhi terbentuknya kebijakan luar
negeri memiliki banyak bentuk seperti kelompok kepentingan, media, dan opini
publik. Ketika kebijakan luar negeri dirumuskan hampir semuanya memiliki
pengaruh yang tentu berbeda-beda dari segi pengaruh. Masyarakat memiliki
pengaruh namun pengaruhnya mungkin terkadang tidak lebih besar daripada
kelompok kepentingan maupun media, meski sering kali media itu sendiri pun
tidak selalu bebas dalam mengemukakan opininya. Pada saat sepertinilah seorang
pemimpin diharapkan memiliki informasi yang kredibel tentang opini masyarakat.
Pada negara demokrasi umumnya pemimpin dipaksa untuk mengikuti kemauan
masyarakat. Pada negara otoriter tentu berbeda karena masyarakat tentu tidak
begitu bebas dalam berpendapat bahkan media pun bisa menjadi kepanjangan
tangan dari rezim itu sendiri, namun pada situasi seperti inilah pemimpin dituntut
untuk lebih peka terhadap keinginan masyarakat karna bukan tidak mungkin
ketika pemimpin itu merumuskan kebijakan luar negeri yang terlalu ekstrim
malah akan memicu munculnya krisis di negara tersebut, meski pada negara
otoriter posisi militer sangat krusial sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah
untuk memelihara kekuasaannya tetapi ketika kebijakannya dianggap terlalu
ekstrim tentu akan sangat berbahaya kepada dirinya sendiri seperti pada kasus irak
dimana saddam husein yang begitu memaksakan kehendaknya yang menimbulkan
perang teluk pada saat itu, dan dapat kita lihat akhirnya ia mati digantung didepan
rakyatnya sendiri. Hal-hal seperti yang dialami Saddam Hussein tentu tidak
diinginkan para pemimpin lainnya. Walaupun pada kenyataannya negara yang
demokrasi biasanya lebih banyak mendapatkan pertentangan dari masyarakatnya
ketika akan merumuskan suatu kebijakan dibanding negara otoriter maupun semi-
otoriter. Meski pada kenyataannya perhatian masyarakat terhadap isu itu sendiri
bergantung seberapa pentingnya kebijakan tersebut, intinya beda kebijakan luar
negeri beda tanggapan masyarakat.
Posisi media didalam dinamika politik domestik ibarat pisau bermata dua.
Pada negara demokrasi media bisa dikatakan hampir tidak tersentuh oleh
pemerintah. Media dapat mengarahkan persepsi publik tentang suatu kebijakan
luar negeri yang akan dirumuskan pemerintah disisi lain pemerintah juga
menggunakan media sebagai referensi dari persepsi masyarakat. Yang menjadi
masalah adalah media umumnya terutama di indonesia cenderung membuat berita
hanya untuk keuntungan finansial tanpa memikirkan dampak dari informasi yang
diberikannya itu. Sehingga terkadang masyarakat tidak mendapat informasi yang
benar-benar relevan begitu juga pemerintah tidak bisa mendapatkan persepsi
publik guna menyesuaikan arah kebijakannya. Oleh karena itu dalam
pembentukan kebijakan luar negeri peran media sangatlah besar serta menjadi
dilema tersendiri di negara demokrasi yang membebaskan medianya.

Você também pode gostar