Laboratorium Kimia Bahan Alam Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang 2014 BAB I TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Tinjauan Botani Garcinia mangostana 1.1.1. Klasifikasi Menurut Tjitrosoepomo (1994) Tumbuhan Piper ningrum di klasifikasi dalam beberapa tingkatan yaitu : Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyedonae Ordo : Guttiferanales Famili : Guttiferae Genus : Garcinia Spesies : Garcinia mangostana
Gambar 1.1 Buah manggis (www.reps-id.com)
1.1.2. Morfologi Manggis merupakan tanaman tahunan yang masa hidupnya dapat mencapai puluhan tahun. Pohon manggis selalu hijau dengan tinggi 6-20 meter. Manggis mempunyai batang tegak, batang pohon jelas, kulit batang coklat, dan memiliki getah kuning. Daun menggis tunggal, duduk daun berhadapan atau bersilang berhadapan. Manggis mempunyai bunga betina 1-3 di ujung batang, susunan menggarpu, dan garis tengah 5-6 cm. kelopak daun manggis dengan dua daun kelopak terluar hijau kuning, dua yang terdalam lebih kecil, bertepi merah, melengkung kuat, tumpul. Manggis mempunyai 4 daun mahkota, bentuk telur terbalik, berdaging tebal, hijau kuning, tepi merah atau hampir semua merah. Benang sari mandul (staminodia) biasanya dalam tukal (kelopak). Bakal buah be- ruang 4-8, kepala putik berjari-jari 5-6. Buah menggis berbentuk bola tertekan, garis tengah 3,5-7 cm, ungu tua, dengan kepala putik duduk (tetap), kelopak tetap, dinding buah tebal, berdaging, ungu, dengan getah kuning. Biji 1-3, diselimuti oleh selaput biji yang tebal berair, putih, dapat dimakan (termasuk biji yang gagal tumbuh sempurna). Manggis mempunyai waktu berbunga antara bula Mei Januari. (Rukmana,1995) Manggis merupakan tumbuhan pepohonan, yang memiliki tinggi hingga 15 meter. Mempunyai batang berkayu, bulat, tegak bercabang simodial dan berwarna hijau kotor. Berdaun tunggal, lonjong, ujung runcing, pangkal tumpul tepi rata, pertulangan menyirip, panjang 20-25 cm lebar 6-9 cm, tebal, tangkai silindris hijau. Bunga tunggal, berkelamin dua, diketiak daun. Buah seringkali, bersalut lemak berdiameter 6-8 cm dengan warna coklat keunguan. Biji bulat berdiameter 2 cm, dalam satu buah terdapat 5-7 biji. (Hutapea, 1994)
1.1.3. Nama daerah Manggis memiliki nama yang berbeda di beberapa daerah di Indonesia, antara lain: manggoita (Aceh), manggu (Jawa Barat), manggus (Lampung), manggusto (Sulawesi Utara), manggista (Sumatera Barat), dan manggustan (Maluku). (Mardiana, 2011)
1.2. Kandungan Kimia dan Kegunaan 1.2.1. Kandungan Kimia Kandungan kimia kulit buah manggis adalah xanthon, mangostin, garsion, flavonoid, dan tannin (Soedibyo, 1998), dan senyawa lainnya. Metabolit sekunder utama dari kulit buah manggis adalah inti xanton. Xanton merupakan derivate dari campuran polifenol yang mempunyai aktivitas biologis yang signifikan dalam sistem in vitro (Linuma et al. 1996). Sebagian besar xanton ditemukan dalam tumbuhan tinggi yang dapat diisolasi dari empat suku, yaitu Guttiferae, Moraceae, Polygalaceae, dan Gentianaceae. Senyawa utama dari xanthon adalah -mangostin dan -mangostin (Jung et al. 2011) 1.2.2. Kegunaan Tanaman manggis selain digemari buahnya, kulit buahnya juga dikenal sebagai peluruh haid, obat sariawan, penurun panas, pengelat (adstringen), obat disentri. Antosianin yang memberikan warna ungu dalam kulit buah manggis dapat digunakan sebagai alternatif pewarna alami untuk makanan dan tekstil. Kulit buah manggis secara in vitro mempunyai aktivitas anti plasmodium falsiparum, antibakteri (Linuma et al., 1996), antioksidan, menginduksi apoptosis pada sel leukemia, antijerawat dan anti TBC. (Matsumoko et al. 2003)
1.3. Metode isolasi 1.3.1 Ekstraksi Ekstraksi adalah suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan maupun hewan. Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung, ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk. Cairan penyari yang digunakan air, etanol dan campuran air etanol (Depkes RI, 1979).
1.3.2 Maserasi Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia yang dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope (umumnya terpotong-potong atau berupa serbuk kasar) disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut disimpan terlindung dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok kembali. Waktu lamanya maserasi berbeda-beda antara 4-10 hari. Secara teoritis pada suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolute. Semakin besar perbandingan cairan pengekstraksi terhadap simplisia, akan semakin banyak hasil yang diperoleh (Voigt, 1995).
1.3.3 Rekristalisasi Rekristalisasi adalah pemurnian suatu zat padat dari campuran/pengotornya dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang cocok. Prinsip rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan zat pencampur/pencemarnya. Larutan yang terjadi dipisahkan satu sama lain, kemudian larutan zat yang diinginkan dikristalkan dengan cara menjenuhkannya. Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang jamak digunakan, dimana zat-zat tersebut atau zat-zat padat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu di kala suhu diperbesar. Karena konsentrasi total impuriti biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin, maka konsentrasi impuriti yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap (Arsyad, 2001). Rekristalisasi merupakan metode yang sangat penting untuk pemurnian komponen larutan organic. Ada tujuh metode dalam rekristalisasi yaitu: memilih pelarut, melarutkan zat terlarut, menghilangkan warna larutan, memindahkan zat padat, mengkristalkan larutan, mengumpul dan mencuci kristal, mengeringkan produknya (hasil) (Williamson, 1999). Prinsip dasar dari proses ini adalah perbedaan kelarutan antara zat yang dimurnikan dengan zat pencemarnya dan hanya molekul-molekul yang sama yang mudah masuk kedalam struktur kristalnya, sedangkan molekul-molekul lain atau pengotor tetap di dalam larutan atau berada di luar kristalnya (Keenan, 1999).
1.4 Prinsip KLT Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya.KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil. Pelarut yang dipilih untuk pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis.(Roy J. Gritter, James M. Bobbit, Arthur E. S., 1991) Menurut Roy J. Gritter et al (1991), identifikasi dari senyawa-senyawa hasil pemisahan KLT dapat dilakukan dengan penambahan pereaksi kimia dan reaksi- reaksi warna. Tetapi lazimnya untuk identifikasi digunakan harga Rf. Harga Rf didefenisikan sebagai berikut:
Rf = Jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik penotolan Jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik penotolan
BAB II PROSEDUR PERCOBAAN
2.1. Alat dan Bahan 2.1.1 Alat a. Vakum unit b. Beaker gelas 250 ml c. Penangas air (Water bath) d. Erlenmeyer 100 ml e. Pipet tetes f. Botol infus 500 ml g. Rotary Evaporator h. Vial i. Corong j. Timbangan k. Gelas ukur l. Kertas saring m. Aluminium foil n. Chamber dan plat KLT o. penotol
2.1.2 Bahan a. Kulit manggis 100 gr b. N-Hexan c. Etil asetat d. Penampak noda fenolik (FeCl 3 1%) e. Metanol
2.2 Cara Kerja a) Serbuk kulit buah manggis dimaserasi dengan 500 ml n-heksana selama 3 hari, kemudian disaring. b) Filtrat dimaserasi lagi dengan etil asetat sebanyak 500 ml selama 3 hari, kemudian disaring. c) Filtrat diuapkan hingga kental dengan alat rotary evaporator. d) Ekstrak kental dikristalisasi dengan pelarut etil asetat dan n-heksana, kemudian dipanaskan dalam penangas air dan didiamkan selama beberapa waktu untuk menunggu terbentuknya kristal. e) Jika kristal telah terbentuk, dilakukan rekristalisasi secara berulang-ulang untuk mendapatkan senyawa yang lebih murni. f) Kristal yang sudah terbentuk diambil dan dilakukan cek KLT dengan fase diam silika gel 60 F254, fase gerak n-heksana : etil asetat (4 : 1). Noda dibawah sinar UV dengan panjang gelombang 254.
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAAN
3.1 HASIL 3.1.1 Hasil perhitungan Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut: a. Uji organoleptis a. Bentuk : Serbuk amorf b. Warna : Kuning b. Berat senyawa isolat Berat isolat = (berat vial + hasil isolate) berat vial kosong = (28,4306) gram 27,9885 gram = 0,4221 gram
Rendemen = Berat akhir Berat awal = 0,4221 gram 100 gram = 0,4221 %
Rf
= Jarak noda Jarak pengembangan = 2,5 cm 5,5 cm = 0,45
3.1.2 Gambar KLT
3.1 Gambar Profil KLT X 100% X 100% 3.2 Pembahasan Pada praktikum kali ini yaitu melakukan isolasi kaempferol (fenolik) dari buah manggis (Garcinia mangostana). Dalam proses isolasi ini, bagian tanaman yang digunakan untuk isolasi adalah kulitnya yang telah dikeringkan dan digerinder sampai halus. Tujuan pengeringan ini adalah untuk mencegah tumbuhnya jamur, sehingga sampel bisa digunakan untuk waktu yang lama. Selain itu juga untuk meninaktivasi enzim yang terkandung di dalam jaringannya. Sampel yang digunakan dalam keadaan halus dengan tujuan adalah agar luas permukaan sampel bertambah sehingga mempermudah proses pelarutan senyawa- senyawa yang terkandung didalam sampel. Isolasi fenolik ini dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi yaitu maserasi dingin. Pada proses maserasi dingin ini, kulit buah manggis yang telah digrinder dan dihaluskan direndam dengan menggunakan n-heksan dan etil asetat. Penggunaan kedua pelarut ini memiliki syarat tertentu, yaitu pelarut pertama yang digunakan harus dapat melarutkan melarutkan zat yang akan diekstrak yang artinya memiliki kepolaran yang sama dengan zat dalam sampel, sedangkan pelarut kedua merupakan pelarut yang tidak larut dengan zat pada sampel (kepolarannya berbeda) tetapi dapat bercampur dengan pelarut sebelumnnya. Selain itu, keuntungan menggunakan kedua pelarut ini disamping harganya murah pelarut ini juga mempunyai titik didih yang rendah sehingga mudah diuapkan menjadi ekstrak kental. Pada isolasi kulit buah manggis dilakukan dua kali maserasi yaitu dengan n- hexan dan eti aseat. Tujuannya adalah untuk menyeimbangan antara larutan diluar sel dan didalam sel. Ini karena adanya perbedaan kelarutan didalam sel dan diluar sel sehingga larutan yang tidak sesuai dengan senyawa nya akan terdesak keluar,larutan non polar nya akan keluar. Dilakukan berulang-ulang maserasinya maka larutannya akan seimbang. Setelah itu dilakukan maserasi kedua dengan etil asetat yang bersifat polar. Setelah dimaserasi, didapatkan maserat setelah dilakukan penyaringan. Hasil filtrat didapat berwarna kuning kecoklatan. Setelah itu dilakukan penguapan untuk mendapat ekstrak kental. Alat yang digunakan yaitu rotary evaporator dengan vacum. Vakum berguna untuk mempercepat proses penguapan pelarut. Setelah didapat ekstrak kental, selanjutnya di tambahkan dengan n-heksan untuk mempercepat terbentuknya kristal. Hal ini meggunakan prinsip perbadaan kepolaran dari senyawa senyawa di dalam fraksi. Senyawa senyawa yang memiliki kepolaran yang sama dengan n-heksana akan digantikan kedudukannya dengan n-heksana. Sehingga senyawa-senyawa yang kepolarannya berbeda dari n- heksana akan terdesak kebawah karena penambahan n-heksana yang berlebih. Senyawa-senyawa yang terdesak kebawah ini merupakan zat-zat yang dianggap pengotor yang berikatan dengan fenolik. Biasanya penambahan n-heksana dibantu dengan pemanasan, karena n-heksana melarutkan dalam keadaan panas dan memiliki titik didih rendah sehingga mudah menguap. Setelah direksritalisasi atau dimurnikan dari zat pengotornya dan didiamkan, maka didapatkan endapan kristal nya. Dari hasil yang didapatkan, hasil isolatnya sebanyak 0,4221 gram dengan randemen sekitar 0,4221 % . Untuk melihat kemurniaan senyawa dilakukan pengecekkan dengan KLT menggunakan fase gerak n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 4:1. Setelah dilihat pada sinar UV 254 didapatkan tiga noda. Untuk melihat kemurnian senyawa yang didapat digunakan penampak noda senyawa golongan fenolik (FeCl 3 1%) dan terdapat satu noda berwarna merah yang merupakan senyawa fenolik, sehingga didapat nilai Rf 0,46.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan 1. Dalam melakukan maserasi pilih metode yang mudah dan efektif. 2. Pelarut yang digunakan saat maserasi harus cocok dan dapat melarutkan sampel yang akan di maserasi 3. Jumlah isolat fenolik (-mangosteen) dari kulit buah manggis, diperoleh sebanyak 0,4221 gram. 4. Jumlah randemen yang diperoleh sebanyak 0,4221 % 5. Hasil identifikasi dengan KLT didapatkan 1 bercak noda, dengan nilai Rf 0,45. 6. Dari hasil KLT menunjukkan senyawa tersebut murni dan bebas zat pengotor.
4.2. Saran 1. Pada saat praktikum, kita harus tahu pelarut yang akan kita gunakan selama isolasi zat, ini untu mengurangi tingkat kesalahan dan kecelakaan kerja. 2. Setiap melakukan pengerjaan kita harus tahu kegunaan alat-alat yang kita gunakan dan tujuannya. 3. Selama praktikum kita harus menggunakan perlengkapan pribadi seperti jas labor, sarung tangan dan masker. 4. Apabila ada yang kurang paham, tanyakan ke asistent labor. 5. Jangan menggunakan pelarut secara berlebihan dan jangan pula terlalu sedikit. 6. Penguapan dengan rotary evaporator harus dilakukan hingga pelarut yang digunakan tidak menguap lagi. 7. Proses rekristalisasi dilakukan berulang-ulang aga diperoleh isolat yang murni. 8. Pada hasil cek KLT sebaiknya tidak ada tailing dan hanya ada 1 bercak noda. DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, M. Natsir, 2001, Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah, Gramedia, Jakarta.
Departemen Kesehatan Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes : Jakarta
Dini Atria. 2014. Gambar manggis. Aviable from : http://reps-id.com/tebak-tebak- buah-manggis/. Accesed : 2014, Juni 06.
Hutapea, J.R., 1994, Inventaris Tanaman Obat Indonesia (III), Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Jakarta.
Iinuma M, Tosa H, Tanaka T, Asai FF, Kobayashi Y, Shimano R, Miyauchi K 1996. Antibacterial activity of xanthones from guttiferaeous plants against methicillin-resistant Staphyloococcus aureus. J Pharm Pharmacol 48:861- 865.
Jung, G., Barylko, B., Lu, D., Shu, H., Yin, H., and Albanesi, J. P. (2011). Stabilization of phosphatidylinositol 4-kinase type II by interaction with Hsp90.
Keenan,W.C. 1999. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Edisi Keenam. Jilid 2. Jakarta: Erlangga
Mardiana, L. (2011). Ramuan dan Khasiat Kulit Manggis. Jakarta: Penebar Swadaya
Matsumoto, S., Tanaka, E., Nemoto, T. K., Ono, T., Takagi, T., Imai, J., Kimura, Y., Yahara, I., Kobayakawa, T., Ayuse, T. et al. (2002). Interaction between the N-terminal and middle regions is essential for the in vivo function of HSP90 molecular chaperone. J. Biol
Roy J. Gritter, James M. Bobbit, Arthur E. S., 1991. Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB : Bandung